bab ii metode pendidikan shalat bagi anak a....
TRANSCRIPT
10
BAB II
METODE PENDIDIKAN SHALAT BAGI ANAK
A. Metode Pendidikan
1. Pengertian Metode Pendidikan
Secara Etimologi istilah metode berasal dari bahasa Yunani
“metodos”, kata ini terdiri dari dua suku kata, yaitu “metha” yang berarti
melalui atau melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau cara. Metode
berarti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan.1
Menurut Winarno Surachmad metode adalah cara yang di dalam
fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan.2
Sehingga dapat dipahami bahwa metode berarti suatu cara yang
harus dilalui untuk menyajikan beberapa pelajaran agar tercapai tujuan
pengajaran.
Metode mengandung implikasi bahwa proses penggunaan yang
bersifat konsisten, dan sistematis, karena mengingat sasaran metode itu
adalah manusia yang sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan.
Jadi penggunaan metode dalam proses kependidikan pada hakikatnya
adalah pelaksanaan sikap hati-hati dalam pekerjaan mendidik.
Pendidikan secara etimologi menurut John Dewey, adalah
“Etimologically, the word education means just a process of leading or
bringing up”.3 Maksudnya secara etimologi kata pendidikan berarti suatu
proses mengarahkan dan mendewasakan.
Adapun pengertian pendidikan oleh para pakar antara lain
didefinisikan sebagai berikut:
1M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), Cet ke- 5, hlm. 61 2Winarno Surachmad, Metodologi Pengajaran, (Bandung: Jemmar, t. th) , hlm. 75 3John Dewey, Democracy and Education, (New York: the Mac Millan Company, 1964),
hlm. 10
11
a. Menurut Ahmad D. Marimba
Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si
pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama.4
b. Menurut Ahmad tafsir
Pendidikan adalah usaha meningkatkan diri dalam segala
aspek.5
c. Menurut Langeveled
Pendidikan adalah suatu bimbingan yang diberikan orang
dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai tujuan yaitu
kedewasaan.6
d. Menurut Brubacher
Education should be tough of as the process of man’s reciprocal adjustment to nature, to his fellows, and to the ultimate nature of the cosmos. Education is the organized development and equipment of all the powers of human being, moral, intellectuals, and physical by and for the individual an social uses, directed toward the union of these activities with their creator as their final end. Education is the process in which are susceptible to habituation are perfected by good habits, by means artistically contrived, and employed by a man to help another or him self achieve the end in view.7
Pendidikan diartikan sebagai proses timbale balik dari tiap
pribadi manusia dalam penyesuaian dirinya dengan alam, dengan teman
dan dengan alam semesta. pendidikan merupakan pula perkembangan
yang terorganisasi dan kelengkapan dari semua potensi-potensi
manusia; moral, intelektual dan jasmani(fisik),oleh dan untuk
4Ahmad D. Marimba, Pengantar Filasafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1989),
hlm. 19 5Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya,
1997), hlm. 6 6Burhanuddin Salam, Pengantar Paedagogig (Dasar-dasar ilmu pengetahuan), (Jakarta:
Rineka Cipta, 1997), hlm. 3-4 7John S.Brubacher, Modern Philosophies of Education,(New Delhi: Tata Mc.Graw-Hill
Publishing Company,1981),hlm.371.
12
kepribadian individunya dan kegunaan masyarakatnya yang diharapkan
demi menghimpun semua aktivitas tersebut bagian tujuan terakhir .
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
pendidikan merupakan usaha membimbing dan membina serta bertanggung
jawab untuk mengembangkan intelektual pribadi anak didik ke arah
kedewasaan dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan lebih mengarahkan tugasnya kepada pembinaan dan
pembentukan sikap dan kepribadian manusia yang ruang lingkupnya
meliputi pada proses mempengaruhi dan membentuk kemampuan kognitif,
afektif dan psikomotor dalam diri manusia. Berbeda dengan pengajaran
yang lebih menitikberatkan usahanya kearah terbentuknya kemampuan
maksimal intelektual dalam menerima, mamahami, menghayati dan
menguasai serta mengembangkan ilmu pengetahuan yang diajarkan.8
Adapun yang dimaksud dengan metode pendidikan adalah semua
cara yang digunakan dalam upaya mendidik. Oleh karena itu dalam
mendidik anak diperlukan suatu metode yang dapat memadukan aspek
keilahian dan keilmuan. Karena kalau kita amati sekarang ini banyak
pendidikan kita yang menggunakan metode pendidikan barat.
2. Prinsip-prinsip Penggunaan Metode Pendidikan
Dalam menentukan atau memilih metode maka diperlukan prinsip
atau asas, yaitu kebenaran yang menjadi pokok dasar berfikir, bertindak dan
sebagainya. Dalam hubungnanya dengan metodologi pendidikan Islam
berarti prinsip yang dimaksud disini adalah dasar pemikiran yang
digunakan dalam mengaplikasikan metode pendidikan Islam.
Prinsip- prinsip pelaksanaan metode pendidikan islam menurut
Omar Muhammad Al-Taumy al-Saibany adalah:
a. Mengetahui motivasi, kebutuhan dan minat anak didiknya.
b. Mengetahui tujuan pendidikan yang sudah ditetapkan sebelum
pelaksanaan pendidikan.
8H. M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), hlm. 100
13
c. Mengetahui tahap kematangan, perkembangan serta perubahan anak
didik.
d. Mengetahui perbedaan-perbedaan individu dalam anak didik.
e. Memperhatikan kepahaman dan mengetahui hubungan-hubungan
integrasi pengalaman dan kelanjutannya, keaslian, pembaharuan dan
kebebasan berfikir.
f. Menjadikan proses pendidikan sebagai pengalaman yang
menggembirakan bagi anak didik.9
Dalam pembahasan metode pendidikan khususnya pendidikan
islam, kita perlu melihat semua aspek dari kegiatan pendidikan baik dilihat
dari pendidik dan anak didik, diantaranya yaitu;
a. Pendidik dengan metodenya harus mampu membimbing, mengarahkan
dan membina anak didik menjadi manusia yang matang atau dewasa
dalam sikap dan kepribadiannya, sehingga tergambarlah dalam tingkah
lakunya sesuai nilai-nilai ajaran islam.
b. Anak didik yang tidak hanya menjadi obyek pendidikan, melainkan
juga menjadi subyek yang belajar, tentunya memerlukan suatu metode
belajar agar dalam proses belajarnya dapat searah dengan cita-cita
pendidik.10
c. Pendidik dalam menentukan metode perlu menggalakkan anak didiknya
untuk belajar menerima ganjaran dan hukuman. Dan yang terpenting
dalam aspek ini bertujuan sebagai penggerak untuk mendisiplinkan
anak.11
3. Jenis Metode Pendidikan.
Tentang penentuan macam metode atau tehnik yang dapat di pakai
dalam proses pendidikan, maka akan didapati pada cara-cara yang ada
9Omar M. al-Taumy al-Saibany, Falsafah Pendidikan Islam, (Terjemahan hasan
langgulung) , (Jakarta: bulan Bintang, 1979), hlm. 65 10M.Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, op.cit., hlm. 100 11Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, suatu Analisis Psikologi, Filsafat dan
Pendidikan, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1986), hlm. 41
14
dalam al-Qur’an, al-Hadits, amalan salaf as Saleh dari sahabat-sahabat dan
pengikutnya, peluang yang luas sekali untuk memilih diantaranya yang
sesuai dengan mata pelajaran, perkara yang diajarkan, usia murid, suasana
alam sekitar dan suasana pendidikan dimana ia berada. Jika kita ambil dari
al-Qur’an misalnya, maka kita mendapatinya mengandung metode
pendidikan yang banyak diantaranya: tehnik pendidikan sambil bekerja,
tehnik tehnik kisah (cerita), tehnik tauladan yang baik, tehnik pengajaran
dari sejarah, tehnik pembahasan akal, tehnik soal jawab, tehnik pemberian
contoh, tehnik perintah pada yang ma’ruf dan melarang pada yang munkar,
tehnik hukuman dan balas.12
Dalam sejarah pendidikan agama Islam dapat diketahui bahwa para
pendidik muslim dalam berbagai situasi dan kondisi yang berbeda, telah
menerapkan berbagai macam metode pendidikan, diantaranya:
a. Al-Ghazali, sebagaimana dikutip oleh Armai Arif berpendapat bahwa
metode pendidikan yang harus digunakan oleh para pendidik atau
pengajar adalah yang berprinsip pada “Child Centered” yang lebih
mementingkan anak didik daripada pendidik sendiri. Metode demikian
dapat diwujudkan dalam berbagai macam metode antara lain; metode
tauladan, metode bimbingan dan penyuluhan, metode cerita, metode
motivasi, mendorong semangat dan sebagainya.13
Mempelajari ilmu agama harus dimulai sejak dini, pada mulanya
anak-anak usia dini diajak untuk menghafal dasar-dasar agama,
kemudian seiring dengan perkembangan usia dan intelektualitasnya,
pendidikan diteruskan dengan memberikan penjelasan dan pengertian
atas suatu materi.
b. Ibnu Khaldun, dalam metode mengajar didasarkan atas pendekatan
psikologis, meskipun metode yang diterapkan lebih banyak
intelektualnya, karena hanya menitikberatkan pada kecerdasan akal.
12Omar M. at-Taumy, op.cit. ,hlm. 587 13M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, op.cit., hlm. 104
15
c. Ibnu Sina, metode yang digunakan dalam mendidik akhlak adalah
metode pembiasaan, perintah dan larangan, pemberian suasana (metode
situasional), uswatun khasanah, serta memberi motivasi atau dorongan,
pemberian hadiah dan hukuman.
d. Muhammad Abduh dalam kegiatan mendidik menekankan pada metode
yang berprinsip atas kemampuan rasio dalam memahami ajaran Islam
dari sumbernya yaitu al-Qur’an dan Al-Hadits, sebagai ganti metode
verbalisme (menghafal) sering pula ia mengajarkan bahasa Arab dengan
metode demonstrasi tentang cara-cara menulis huruf Arab dengan jelas
dan sederhana, prinsip fundamental dari pandangannya adalah perlunya
mendasari pendidikan dengan moral dan agama. Pendidikan agama
diintegrasikan ke dalam ilmu pengetahuan umum begitu juga
sebaliknya.14
Selain beberapa metode diatas ada beberapa metode influentif
terhadap pendidikan anak yang dikemukakan oleh Abdullah Nashih Ulwan
yaitu ;
a. Pendidikan dengan keteladanan, ini merupakan metode influentif yang
paling meyakinkan keberhasilannya dalam mempersiapkan dan
membentuk anak didalam moral, spiritual dan social, karena pendidik
adalah contoh ter baik dalam pandangan anak yang akan ditirunya.
b. Pendidikan dengan adat kebiasaan, yaitu dengan membiasakan dan
mengulang–ulang perbuatan baik yang senantiasa diajarkan kepada anak
sehingga akan membekas pada diri anak.
c. Pendidikan dengan nasehat, ini dilakukan dengan cara menyeru kepada
anak didik untuk melaksanakan kebaikan atau menegurnya bila
melaksanakan suatu kesalahan.
d. Pendidikan dengan memberikan perhatian, maksudnya adalah
mencurahkan, memperhatikan dan senantiasa mengikuti perkembangan
anak dalam pembinaan akidah dan moral, persiapan spiritual dan social.
14Ibid. hlm. 109
16
e. Pendidikan dengan memberi hukuman, disini dilakukan dengan berbagai
cara seperti: kalau terpaksa denagn hukuman yang mengenai badan agar
anak merasa jera terhadap perbuatan tidak baik yang telah dilakukan.15
B. Metode Pendidikan Shalat
1. Pengertian Metode Pendidikan Shalat
Menurut Winarno Surachmad Metode adalah cara yang didalam
fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan.16
Pendidikan secara etimologi berasal dari kata dasar “ didik’ yang
berarti memelihara dan memberi latihan yaitu proses pengembangan sikap
dan tata laku seseorang dalam usaha mendewasakan melalui upaya
pengajaran.17
Shalat menurut bahasa berasal dari bahasa Arab ; يصلى–صلى yang
berarti do’a. Shalat dengan arti do’a termaktub dalam firman Allah SWT:
مله كنس كلاتإن ص همليل عص103: سورة التوبة...(و(
Berdo’alah untuk mereka sesunguhnya do’a kalian itu menjadikan ketentraman bagi jiwa mereka-mereka.18(Q.S.At-Taubah:103)
Menurut Hasbi Ash Shidieqy bahwa shalat adalah berharap hati
(jiwa) kepada Allah SWT yang mendatangkan rasa takut, serta
menumbuhkan rasa kebesaran dan kekuasaan-Nya dengan penuh khusyu’
dan ikhlas di dalam seluruh ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan
takbir dan diakhiri dengan salam.19
15Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, Jilid II, (Bandung: Asy-Syifa’,
1988), hlm. 2 16 Winarno Surachmad, Metodologi Pengajaran, (Bandung : Jemmar, t.th),hlm.75 17Poerwadarminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai pustaka, 1985, hlm. 232 18Soenaryo, al-Qur’an dan Terjemahannya, Depag RI, (Semarang: Toha putra, 1995),
hlm298 19Hasbi ash-Shidieqy, Pedoman Shalat, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1993), hlm. 64
17
Menurut Bustanudin agus dalam bukunya Al-Islam menjelaskan
bahwa shalat adalah suatu amalan yang dimulai dengan takbiratul ikhram
dan diakhiri denagan salam, tentu saja dengan syarat dan rukun tertentu.20
Menurut Yusuf Al-Qardhawi, Shalat adalah merupakan perintah
yang diutamakan, merupakan kewajiban yang harus ditunaikan dan sangat
diutamakan dan sangat diancam bagi yang meninggalkannya.21
Dari beberapa pendapat tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa pendidikan shalat adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta
didik melalui kegiatan bimbingan pengajaran, latihan tentang tindakan
shalat yang merupakan kewajiban yang harus ditunaikan dan sangat
diancam bagi yang meninggalkan.
Sedangkan metode pendidikan shalat adalah semua cara yang
digunakan dalam upaya mendidik shalat pada anak.
Bagi orang tua yang sadar akan pendidikan anak-anaknya,
terutama pendidikan agama akan menjadi geram ketika melihat anak-
anaknya tidak mau mengerjakan shalat. Realitas ini merupakan wujud
tanggungjawab orang tua, karena dalam perspektif Islam anak merupakan
amanat dari Allah SWT. Dengan demikian semua orang tua berkewajiban
untuk mendidik anaknya agar menjadi anak yang shaleh, berilmu dan
bertaqwa. Oleh karena itu pendidikan shalat itu menjadi tanggung jawab
orang tua di hadapan sang khalik.22
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang dapat
menjalankan berbagai fungsi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya,
termasuk di dalamnya fungsi pendidikan, baik pendidikan fisik maupun
pendidikan mental. Pendidikan mental spiritual meliputi berbagai macam
aspek ibadah seperti shalat, puasa, membaca al-Qur’an. Namun semua itu
tidak akan mudah dilaksanakan tanpa upaya sungguh-sungguh dari
20Bustanudin Agus, Al-Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), hlm. 105 21Yusuf al-Qardhawi, Ibadah dalam Islam, (Surabaya: Bina Ilmu, 1998), hlm. 381 22Jaudah Muhammad Awwad, Mendidik Anak secara Islami, Terj. Shihabuddin, cet. ke I,
(Jakarta: Gema Insani Press, 1995), hlm. 134
18
berbagai pihak yang terkait dalam pendidikan. Dan shalat merupakan
ibadah yang menempati kedudukan istimewa dalam agama Islam
2. Fungsi Metode Pendidikan Shalat
Dalam memilih metode harus disesuaikan dengan kondisi yang
ada, ketepatan dalam memilih metode akan membawa keberhasilan dalam
proses pendidikan, sebaliknya ketidaktepatan dalam pemilihan metode
akan membawa atau mengakibatkan kegagalan.Ada beberapa fungsi
metode pendidikan agama antara lain:
a. Mengarahkan keberhasilan pendidikan
b. Memberi kemudahan anak didik untuk belajar berdasarkan minat dan
perhatiannya.
c. Mendorong usaha kerjasama antara pendidik dan anak didik.
d. Memberikan inspirasi pada anak didik melalui proses hubungan yang
serasi antara pendidik dan anak didik yang seiring dengan tujuan
pendidikan agama.23
Semua faktor yang mungkin menimbulkan kebosanan harus dapat
diatasi dengan menerapkan berbagai variasi metode, hal ini akan benar-
benar menuntut keluwesan dan kelincahan pendidik yang bersangkutan.
Itu semua menunjukkan pendidik harus mengetahui, memahami,
menguasai lebih dari satu metode.Pendidik bertanggung jawab terhadap
anak didik dan mengetahui situasi bagaimana yang dihadapi. Kegagalan
mendidik merupakan tanggungjawabnya, karena tanpa metode yang tepat
roses pendidikan akan menjadi sia-sia. Motif dan gairah belajar pada anak
harus selalu dapat dibangkitkan, dipupuk dan dikembangkan.
Jadi fungsi metode pendidikan shalat yaitu dapat mendorong anak
didik untuk selalu melakukan shalat dan memberi kemudahan pada
pendidik untuk mengarahkan anak didiknya kearah keberhasilan
pendidikan shalat.
23 Mahfudz Shalahuddin,dkk, Metodologi Pendidikan Agama, (Surabaya: Bina Ilmu, 1987),hlm.24
19
3. Macam-macam Metode Pendidikan Shalat
Metode merupakan langkah untuk mencapai tujuan.Dalam konteks
ini secara spesifik adalah tertanamnya ibadah shalat pada anak, sedang
secara universal ingin membentuk anak yang beribadah dan berkeyakinan
yang kuat dalam sanubarinya, bahwa tiada Tuhan selain Allah, serta dapat
mengaktualisasikan keimanan dan keyakinannya dalam tutur kata dan
perbuatannya serta melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-
Nya. Sehingga tercermin dalam akhlak al-karimah dan pada akhirnya
dapat menjadi orang-orang yang bertaqwa. Sehubungan hal tersebut, maka
strategi yang digunakan adalah dengan cara memahami kondisi psikologi
anak, pola perilakunya, karakter, pola kehidupannya serta pola
pemahamannya terhadap agama.
Diantara beberapa metode pendidikan yang telah dipaparkan
diatas, maka selanjutnya ada beberapa metode atau cara yang digunakan
dalam pelaksanaan pendidikan shalat bagi anak, yaitu:
1. Pendidikan dengan Kebiasaan
Bagi anak yang masih kecil pembiasaan ini sangat penting
karena dengan pembiasaan itulah akhirnya suatu aktivitas akan
menjadi milik anak dikemudian hari. Pembiasaan yang baik akan
membentuk manusia yang berkepribadian yang baik pula.24
Berdasarkan pembiasaan itulah anak terbiasa menurut dan ta’at kepada
peraturan-peraturan yang berlaku dimasyarakat, setelah mendapat
pendidikan pembiasaan yang baik dirumah.
Menanamkan kebiasaan yang baik memang tidak mudah, dan
membutuhkan waktu yang lama. Tetapi sesuatu yang sudah menjadi
kebiasaan sulit untuk diubahnya. Pendidikan pembiasaan itu
diharapkan siswa senantiasa mengamalkan ajaran agamanya. Selain
membiasakan anak untuk melakukan shalat lima waktu, juga
24Syaiful Bahri Djamarah, dkk, Strategi Belajar Mengajar, Rineka Cipta, jakarta, 2002,
hlm. 72
20
dibiasakan aktif berpartisipasi dalam kegiatan yang baik seperti ikhlas
puasa, suka membantu fakir miskin dan lain-lain.
Pendidikan dengan kebiasaan anak berada dalam pembentukan
edukatif dan sampai pada hasil-hasil yang memuaskan, sebab pendidik
harus memperhatikan dan mengawasi berdasarkan bujukan dan
ancaman, bertitik tolak dari bimbingan dan pengarahan. Orang tua
mulai membiasakan anaknya melaksanakan shalat pada usia dini yaitu
pada usia tujuh tahun sampai sepuluh tahun dan sampai baligh dengan
tujuan agar nanti ketika sudah dewasa anak terbiasa melaksanakan
shalat yanng sudah menjadi kewajiban mereka.
2. Pendidikan dengan Keteladanan
Kesanggupan mengenal Allah adalah kesanggupan paling awal
dari manusia. Ketika Rasulullah bersama Siti Khadijah mengerjakan
shalat, Sayyidina Ali yang masih kecil datang dan menunggu sampai
selesai. Kemudian bertanya tentang apa yang sedang dilakukan
Rasulullah. Dan Rasulullah menjawab bahwa beliau sedang
menyembah Allah. Lalu Ali mengikuti mereka. Hal ini menunjukkan
bahwa keteladanan dan kecintaan terhadap anak akan membawa
mereka mempercayai pada kebenaran perilaku, sikap dan tindakan.25
Orang tua atau pendidik dalam memerintahkan anaknya
berbuat sesuatu yang diinginkannya dan orang tua menginginkan agar
perintah nya dita’ati dan dilaksanakan, maka semua tu tidak luput dari
keteladanan orang tua. Ketika orang tua mampu menjadi teladan bagi
anaknya yang baik, maka apapun yang diperintahkan kepada anaknya
akan dilaksanakan dan dikerjakan.
3. Pendidikan dengan Praktik
Metode praktik dimaksudkan supaya mendidik dengan
menggunakan materi pendidikan baik menggunakan alat atau benda,
25Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru,
(Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005), hlm. 153
21
seraya memperagakan dengan harapan anak didik menjadi jelas dan
gamblang sekaligus dapat mempraktekkan materi yang dimaksud.26
Berkenaan dengan metode praktek dalam perintah shalat, Rasulullah
bersabda dalam haditsnya yang artinya: Shalatlah kamu sebagaimana
engkau sekalian melihat aku shalat. sesungguhnya memberi
pengalaman praktis berarti memberi masukan wawasan dan ilmu
pengetahuan. Selain itu juga wawasan anak menjadi luas. Sebagaimana
dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari yaitu:
: حممد بن املثىن قال حدثنا عبد الوهاب قال حدثنا أيوب عن اىب قال بة قال
صلوا كما رأيتموىن أ : اىل النيب صلى اهللا عليه وسلم قالحدثنا مالك أتينا
)رواه البخارى(صلى
Muhammad bin Mutsanna bercerita kepada kami , berkata:bahwa Abdul Wahab menceritakan kepada kami, berkata:Ayub bin Qilabah bercerita kepada kami, bahwa Malik bercerita kepada kami, bahwa Rasulullah SAW bersabda:”Shalatlah sebagaimana kamu melihat aku shalat (kerjakanlah shalat menurut cara mengerjakannya)” (H.R.Bukhari).27
4. Pendidikan dengan Nasehat
Perhatian dan motivasi orang tua kepada anaknya ketika anak
dalam usia dini diberi perhatian dan nasehat bagaimana pentingnya
sebuah ajaran agama untuk dita’ati dan diberi motivasi agar anak mau
melaksanakan perintah agama dengan berbagai bentuk motivasi yang
dikehendaki sesuai dengan minat anak tersebut. Sebagaimana firman
Allah;
26Ibid., hlm. 153
27 Akhmad Ali bin Hajar al-Asqalani,Fathhul Barii (Sarah Shahih Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al Bukhari), Hadits No.631, juz II, (Bairut Libanon:Darul Fikr,t.th.),hlm.111
22
م بالتي هيادلهجة ونسعظة الحوالمة وبالحكم كببيل رإلى س عاد
دينتهبالم لمأع وهبيله ون سل عن ضبم لمأع وه كبإن ر نسأح
Ajaklah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan dengan hikmah dan nasehat yang baik.Dan bantahlah mereka dengan (tukar pikiran) yang baik pula.Sesungguhnya Tuhanmu sangat mengetahiu tentang siapa yang tersesat dari jalanNya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa orang yang mendapat petunjuk.(An Nahl:125).28
5. Pendidikan dengan Hukuman
Cara ini adalah langkah terakhir yang digunakan orang tua
yaitu dengan memukul anaknya ketika usia sepuluh tahun. Dilakukan
jika anak masih saja tidak mau melaksanakan shalat, karena pada usia
sepuluh tahun anak adalah sudah dewasa dan mau menginjak usia pra
baligh.
6. Pendidikan dengan latihan
Ini biasa disebut dengan metode drill. yaitu metode latihan siap
untuk memperoleh ketangkasan dan ketrampilan. Metode drill
merupakan salah satu alternatif upaya meningkatkan ketrampilan
shalat anak, karena metode ini menitik beratkan kepada latihan yang
terus menerus dan diulang-ulang.
C. Materi Pendidikan Shalat
Dalam materi pendidikan shalat penulis menitikberatkan pada bacaan
dan gerakan shalat yang terdiri dari :
1. Bacaan wajib dalam shalat
- Membaca takbirotul Ikhram
- Membaca Iftitah
- Membaca Ta’awwudz
28 Soenaryo,dkk, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Op.Cit.,hlm.421
23
- Membaca Basmalah dan Fatikhah
- Membaca Tasbih di dalam Ruku’
- Membaca Tasmi’ dan Tahmid I’tidal
- Membaca Tasbih di dalam sujud
- Membaca Istighfar di dalam duduk antara dua sujud
- Membeca do’a Tahiyyat, Tasyahud dan Sholawat
- Membaca Salam.29
2. Bacaan sunnah dalam shalat
- Membaca do’a Iftitah
- Membaca Amiin sesudah bacaan Fatihah.
- Membaca surat-surat Al qur’an sesudah bacaan surat Al Fatihah pada
rakaat pertama dan kedua
- Membaca takbir ketika pindah gerakan
- Membaca bacaan tasbih ketika ruku’
- Membaca bacaan I’tidal ketika bangkit dari ruku’
- Membaca bacaan tasbih ketika sujud
- Membaca do’a ketika duduk antara dua sujud
- Membaca do’a tahiyat akhir
- Mengucapkan salam
3. Gerakan Wajib dalam Shalat
- Berdiri apabila kuasa
- Melakukan ruku’ dengan tuma’ninah
- Melakukan I’tidal dengan tuma’ninah
- Melakukan sujud dengan tuma’ninah
- Melakukan duduk diantara dua sujud dengan tuma’ninah
- Melakukan duduk akhir dengan tuma’ninah
- Melakukan salam ke kanan 30
29 Baihaqi, Fiqih Ibadah, (Bandung : 1996), hlm.61 30 Ibid, hlm.63
24
4. Gerakan Sunnah dalam shalat
- Mengangkat kedua tngan ketika mengucapkan takbirotul Ikhram,
ruku’, i’tidal dan ketika berdiri dari tasyahud awal
- Meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri kecuali ketika duduk
tasyahud akhir
- Duduk Iftirasy di semua tempat duduk kecuali ketika duduk tasyhud
akhir
- Duduk tawaruk ketika tasyahud akhir
- Meletakkan kedua tangan di atas paha ketika tasyahud awal dan
akhir.
- Membaca salam akhir
D. Waktu Permulaan Pendidikan Shalat Bagi Anak
1. Fase- Fase Perkembangan Anak
Anak-anak memang dilahirkan dalam keadaan fitrah, tetapi bukan
berarti mereka tidak punya potensi. Mereka mempunyai potensi yang besar
untuk tumbuh menjadi manusia yang baik atau yang buruk. Namun hal ini
tergantung bagaimana lingkungan yang mempengaruhinya. Tentunya akan
disesuaikan dengan bakat dan minat yang dibawanya sejak lahir.
Pendidikan terhadap anak dimulai sejak anak lahir kedunia. Pada
hakikatnya anak yang baru saja lahir sudah berkewajiban menuntut ilmu,
tetapi anak yang baru lahir belum bisa mencari ilmu sendiri. Maka adalah
kewajiban orang tua yang mengarahkan anak-anaknya untuk menjadi anak-
anak yang shaleh dan shalehah, karena orang tua merupakan pendidik
utama dan pertama bagi anak-anak mereka. Dari orang tua lah anak-anak
pertama kali menerima pendidikan. 31 Hal ini menunjukkan betapa besar
tanggung jawab orang tua dalam pendidikan anak-anaknya. Apalagi kalau
31Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. I, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 36
25
kita melihat bahwa tujuan pendidikan dalam Islam ialah terbentuknya insan
kamil dengan pola taqwa.32
Untuk mencapai derajat taqwa, shalat adalah sebagai unsur utama.
Sebab taqwa itu mempunyai dua dimensi, yang pertama adalah perintah
dan yang kedua adalah larangan. Dan yang termasuk dalam kategori
perintah itu diantaranya adalah perintah mendirikan shalat, membayar
zakat, dan mengerjakan amal shaleh. Sedangkan yang dilarang adalah
jangan sampai terjebak ke alam hawa nafsu, karena akan mengajak kepada
perbuatan-perbuatan yang diharamkan oleh Allah SWT.33
Anak shaleh memang menjadi dambaan setiap keluarganya, tetapi
dalam meraihnya, tidak segampang yang diharapkan harus melalui proses
panjang, dibutuhkan ketekunan dan kejelian dalam mendidik, dan kesiapan
artinya orang tua dalam mengantarkannya menjadi insan shaleh, kesiapan
artinya orang tua harus memiliki pengetahuan cukup tentang cara mendidik
anak serta mengetahui masa perkembangannya, sehingga dalam mengukir
nilai moral dalam jiwanya bisa sesuai lagi tepat dari kebutuhannya.34
Adapun perkembangan psikologi anak secara umum akan dijelaskan
dalam pembahasan ini. Abu Ahmadi dalam bukunya Psikologi
Perkembangan35 memaparkan beberapa pendapat tentang psikologi anak
atau lebih dikanal dengan psikologi perkembangan diantaranya adalah:
a. Kartini Kartono menjelaskan bahwa psikologi perkembangan(psikologi
anak) adalah suatu ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia yang
dimulai dengan periode masa bayi, anak bermain, anak sekolah, masa
remaja sampai menjelang dewasa.
b. Encyclopedia Internasional mendefinisikan: “Developmental Psychology
is a branch of psychology devoted been placed on the search for those
32Ibid, hlm. 36 33Amin Rais, Tauhid Sosial, (Bandung: Mizan, 1999) , hlm. 50 34Aba Firdaus al-Halawani, Melahirkan Anak Shaleh, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003),
hlm. 5 35Abu Ahmadi, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Rineka Cipta,1991), hlm.4.
26
elements of behaviour on the child which are though to be prerequisibete
for complex adult behaviour”. (Psikologi perkembangan adalah suatu
cabang dari psikologi yang mengetengahkan pembahasan tentang
perilaku anak. Secara historis titik tekan pembahasannya pada
penganalisaan elemen-elemen perilaku anak yang dimungkinkan akan
menjadi syarat terbentuknya perilaku dewasa yang kompleks).
Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan tersebut kiranya
dapat diambil pemahaman yang lebih sederhana tentang pengertian
psikologi perkembangan yakni suatu cabang dari psikologi yang membahas
tentang gejala jiwa seseorang, baik yang menyangkut perkembangan
ataupun kemunduran perilaku seseorang sejak masa konsepsi hingga
dewasa.
Dalam proses perkembangan anak dalam kenyataannya memang
tidak dapat di hindari adanya beberapa faktor yang mempengaruhinya baik
dalam proses pertumbuhan biologisnya ataupun proses perkembangan
(psikisnya) dari seorang anak.
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan anak,
yaitu:
a. Faktor sebelum lahir, yakni adanya gejala gejala tertentu yang terjadi
sewaktu anak masih dalam kandungan.
b. Faktor pada waktu lahir, yakni terjadinya suatu gangguan pada saat-saat
anak dilahirkan.
c. Faktor setelah lahir, yakni peristiwa-peristiwa tertentu yang terjadi
setelah anak lahir, terkadang menimbulkan terhambatnya pertumbuhan
anak.
d. Faktor psikologis, yakni adanya kejadian-kejadian tertentu yang
menghambat berfungsinya psikis, terutama yang menyangkut
27
perkembangan intelegensi dan emosi yang berdampak pada proses
pertumbuhan anak.36
Lebih lanjut Sumadi Suryabrata37 memaparkan pendapat beberapa
ahli berkaitan dengan perkembangan anak, diantaranya adalah:
1. Pendapat Aristoteles
Aristoteles menggambarkan perkembangan anak sejak lahir
sampai dewasa itu dalam tiga periode lamanya masing-masing 7 tahun:
a. Fase I : Dari 0 sampai 7 tahun; masa anak kecil, ke masa bermain.
b. Fase II : Dari 7 sampai 14 tahun; masa anak, masa belajar atau
masa sekolah rendah
c. Fase III : Dari 4 sampai 21 tahun; masa remaja atau pubertas; masa
peralihan dari anak menjadi orang dewasa.
2. Pendapat Sigmund Freud
Freud berpendapat tiap fase dari lahir sampai umur 5 tahun
ditentukan atas dasar cara-cara reaksi bagian tubuh tertentu. Adapun
fase-fase tersebut adalah:
a. Fase Oral : 0 sampai kira-kira 1 tahun. Pada fase ini mulut
merupakan daerah pokok dari pada aktivitas
dinamis.
b. Fase Anal : 0 sampai kira-kira 3 tahun. pada fase ini dorongan
dan tahanan berpusat pada fungsi pembuangan
kotoran.
c. Fase falis : 0 sampai kira-kira 5 tahun. Pada fase ini alat-alat
kelamin merupakan daerah organ terpenting.
d. Fase Latent : 0 sampai kira-kira 12 tahun. Pada fase ini impuls-
impuls cenderung ada dalam keadaan tertekan
(mengendap).
36Ibid., hlm. 31 37Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hlm.
194-200
28
e. Fase Pubertas : 0 atau 12 sampai kira-kira 20 tahun. Pada fase Pada
fase ini impuls-impuls menonjol kembali. Apabila
ini dapat disublimasikan dan dipindahkan oleh das
ich dengan berhasil maka sampailah orang kepada
fase kematangan terakhir.
f. Fase Genital : Dalam batas tertentu juga dimasukkan disini
pendapat Montessori dan Ch. Buhler.
3. Pendapat Montessori
Montessori mengemukakan empat periode perkembangan, yaitu:
a. Periode I (0; 0-7 tahun) adalah periode penangkapan (penerimaan)
dan pengaturan dunia luar dengan perantaraan alat-dria. Ini adalah
rencana motoris dan panca Indra yang bersifat keragaan.
b. Periode II (7;0-12 tahun) adalah periode rencana abstrak. Pada masa
ini anak-anak mulai memperhatikan hal-hal kesusilaan, menilai
perbuatan manusia atas dasar baik buruk dan karenanya mulai timbul
kata hatinya. Pada masa ini anak-anak sangat membutuhkan
pendidikan serta memperoleh pengertian bahwa orang lain pun berhak
mendapatkan kebutuhannya.
c. Periode III (12; 0-13 tahun) adalah periode penemuan diri dan
kepekaan rasa sosial. Dalam masa ini kepribadian harus
dikembangkan sepenuhnya dan harus sadar akan keharusan-
keharusan.
d. Periode IV (18) adalah periode pendidikan tinggi. Dalam hubungan
ini perhatian Montessori ditujukan kepada mahasiswa-mahasiswa
perguruan tingi yang menyediakan diri untuk kepentingan dunia.
4. Pendapat Ch. Buhler
Ada lima fase dalam perkembangan anak, yaitu:
a. Fase I (0; 0-1) yaitu fase gerak laku ke dunia luar.
b. Fase II (1; 0-4) yaitu fase makin luasnya hubungan anak dengan
benda-benda disekitarnya.
29
c. Fase III (4; 0-8) yaitu fase hubungan pribadi dengan lingkungan sosial
serta kesadaran akan kerja, tugas dan prestasi.
d. Fase IV (8; 0-13) yaitu fase memuncaknya minat ke dunia obyektif
dan kesadaran akan akunya sebagai sesuatu yang berbeda dan aku
orang lain.
e. Fase V (13; 0-19) yaitu fase penemuan diri dari kematangan
Dengan demikian semakin tambah usianya anak, diharapkan
perkembangan anak baik secara biologis maupun psikologis dapat
berjalan dengan baik. Karena jika perkembangan psikologis. anak
terganggu, maka akan menyebabkan gangguan atau cacat mental, karena
inilah hal yang harus diperhatikan oleh orang tua anak, maupun orang
yang bertanggung jawab terhadap dirinya semisal guru maupun
lingkungan sekitar.
2. Permulaan pendidikan shalat bagi anak
a. Usia 0-6 tahun
Setelah anak dilahirkan, pertumbuhan jasmani anak berjalan
cepat.Perkembangan akidah,kecerdasan akhlak, kejiwaan, rasa
keindahan dan kemasyarakatan anak berjalan serentak dan
seimbang.Anak mulai mendapat bahan-bahan atau unsur- unsur
pendidikan serta pembinaan yang berlangsung tanpa disadari oleh orang
tuanya.Pertumbuhan kecerdasan anak sampai umur 6 tahun masih terkait
kepada alat indranya. Maka anak pada umur 0-6 tahun masih berpikir
inderawi dan belum mampu memahami hal yang maknawi atau abstrak.
Oleh karena itu pendidikan, pembinaan iman dan taqwa anak belum
dapat menggunakan kata-kata (verbal), akan tetapi diperlukan contoh,
teladan, pembiasaan dan latihan yang terlaksana di dalam keluarga
30
sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak yang terjadi secara
alamiah 38
Adanya kecenderungan meniru dan unsur identifikasi di dalam
jiwa anak, akan membawanya meniru orang tuanya.Anak umur satu
setengah tahun akan ikut-ikutan shalat bersama orang tuanya, yaitu
meniru gerakan mereka, mengucapkan kata-kata thayyibah atau do’a-
do’a dan membaca surat-surat pendek dari Al-Qur’an.
Pembinaan ibadah merupakan penyempurna dari pembinaan
akidah. Sedangkan pendidikan shalat merupakan cerminan dari
akidah.Akidah anak dapat tertanam kuat dalam jiwanya jika disiram
dengan air ibadah dalam berbagai bentuk dan macamnya. Masa kanak-
kanak bukanlah masa pembebanan kewajiban. Ia adalah masa persiapan,
latihan dan pembiasaan untuk menyambut masa pembebanan kewajiban
(taklif) ketika ia telah baligh nanti39. Dengan begitu, kelak pelaksanaan
kewajiban akan terasa mudah dan ringan. Disamping itu juga sudah
mempunyai kesiapan yang matang untuk menyelami kehidupan dengan
penuh keyakinan.
Pengalaman keagamaan yang menarik bagi anak diantaranya
adalah shalat berjama’ah. Anak merasa senang melihat dan berada di
dalam tempat ibadah (masjid, mushalla, surau dan sebagainya). Anak-
anak umur 2-5 tahun senang melakukan shalat tarawih, walaupun
mereka belum mampu duduk atau berdiri lama. Suatu pengalaman
keagamaan lain yang tidak mudah terlupakan oleh anak yaitu shalat hari
raya, karena mereka berpakaian baru bersama teman-temannya. Anak –
anak merasa senang dan bangga mendapat kesempatan bersama orang
38Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah,Cet.2, (Jakarta:
Ruhama, 1995), hlm.56. 39Salafuddin Abu Sayyid, Mendidik Anak Bersama Nabi, (Solo: Pustaka Arafah, 2004),
hlm.174.
31
tua dan anggota keluarga lainnya dalam menjalani kehidupan keagamaan
dalam kehidupan sehari-hari40.
b. Usia 7-14 tahun.
Secara rinci dapat dijelaskan bahwa pada masa kanak-kanak (2-
12 tahun), perkembangan pribadi dimulai dengan makin berkembangnya
fungsi-fungsi indra anak untuk mengadakan pengamatan, perkembangan
fungsi ini memperkuat perkembangan fungsi pengamatan pada anak.
Dengan demikian Setelah anak melakukan pengamatan-pengamatan
terhadap fenomena-fenomena yang ada disekitarnya, maka sejak itulah
perkembangan intelektual anak mulai terbentuk.
Tahap perkembangan intelektual anak dimulai ketika anak sudah
dapat berpikir atau mencari hubungan antara kesan secara logis serta
membuat keputusan tentang apa yang dihubung-hubungkannya secara
logis. Perkembangan intelektual ini biasanya dimulai pada masa anak
telah siap memasuki sekolah dasar.
Pada usia inilah pendidikan agama anak harus ditanamkan,
karena perkembangan agama pada anak sangat ditentukan oleh
pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya, terutama pada masa-masa
pertumbuhan yang pertama (masa anak) dari umur 0-12 tahun.
Oleh karenanya pada usia 7-14 tahun bimbingan dititikberatkan
pada pembentukan disiplin. Anak-anak dibiasakan untuk menta’ati
peraturan dan penyelesaian tugas-tugas atas dasar tanggungjawab. Untuk
itu anak harus dilatih melakukan pekerjaan yang tepat waktu dan
berulang-ulang. Dan langkah awal yang dinilai efektif dalam
pembentukan disiplin seperti itu adalah shalat.
Sehingga penanaman pendidikan shalat pertama kali pada anak
harus dimulai orang tua pada waktu anak berusia 7 tahun dan harus
dibiasakan menunaikan shalat. Karena dalam usia 7 tahun memang anak
dirasa sudah mamiliki kemampuan untuk mengemban amanat itu.
40Zakiah Daradjat, op.cit., hlm.61.
32
Pertama anak-anak sudah memiliki kemampuan untuk mengingat
bacaan-bacaan shalat, karena perkembangan intelektualnya sudah
memungkinkan untuk itu. Kemudian yang kedua, anak-anak juga sudah
memiliki kesadaran terhadap tanggungjawab yang diberikannya. Jadi
orang tua harus menyuruh anak yang berusia 7 tahun untuk mendirikan
shalat dengan cara memberi perintah dan memberi teguran tegas jika
anak meninggalkannya, maka tentulah sebelum berumur 7 tahun dia
telah belajar shalat, sehingga di usia 7 tahun anak telah praktek
melaksanakan shalat.
E. Hikmah Shalat
Diantara hikmah shalat adalah:
1. Ditinjau dari kesehatan mental makna shalat adalah sebagai obat bagi
gangguan kejiwaan. Dalam pandangan ahli jiwa, ampunan terhadap dosa
dan kesalahan merupakan obat bagi gangguan kejiwaan, karena salah satu
penyebab dari gangguan kejiwaan adalah merasa bersalah atau berdosa.41
2. Shalat lima waktu merupakan latihan bagi pembinaan disiplin pribadi.
Ketaatan melaksanakan shalat pada waktunya menumbuhkan kebiasaan
untuk secara teraturdan terus melaksanakannya pada waktu yang
ditentukan. Disiplin yang dibiasakan dalam shalat akan mudah menular
keseluruh sikap hidup kesehariannya.
3. Mencintai kebersihan dan kebersihan adalah sebagian dari iman. Shalat
mengajarkan kepada kta untuk senantiasa bersih baik lahiriah maupun
batiniyah. Karena apabila ingin menjalankan shalat seseorang harus
mengetahui syarat dan rukun shalat.Salah satu syarat itu dianggap sah atau
tidak kalau ia bersih dari najis dan hadats.42
41 Zakiah Daradjat, Shalat Menjadikan Hidup Bermakna, (Jakarta: Ruhama,1996), hlm.21 42 Sentot Haryanto, Psikologi Shalat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm.94
33
4. Gerakan-gerakan shalat mengandung unsur gerakan olah raga. Oleh karena
itu sangat penting untuk kesehatan jasmaniah dan dengan sendirinya akan
membawa efek bagi kesehatan ruhaniah atau mental.misalnya;43
a. Sujud dengan posisi lutut membentuk sudut yang tepat memungkinkan
otot-otot perut berkembang dan mencegah, menambah aliran darah ke
bagian aas tubuh, mengurangi tekanan darah tinggi,menambah
elastisitas tulang itu sendiri, menghilangkan egoisme dan
kesombongan.
b. Pada saat sikap duduk iftirsy, kita duduk dengan otot-otot pangkal
paha, tumit menekan otot-otot pangkal paha serta syaraf pangkal paha
dan pijitan tersebut menghindarkan atau menyembuhkan penyakit
syaraf pangkal paha.
c. Dengan melakukan ruku’ maka tulang punggung akan tetap dalam
kondisi yang baik, karena persendian di antara badan-badan ruas
tulang belakang tetap tinggal lembut dan lentur.Gerakan ini akan dapat
menyembuhkan penyakit kerekutan atau membengkaknya tulang
punggung.
43 Ibid., hlm.67-71