bab ii landasan teori - institutional repository |...

14
7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Stress Akademik Stres yang terjadi di lingkungan sekolah atau pendidikan biasanya disebut dengan stres akademik. Olejnik dan Holschuh (2007) mengambarkan stres akademik ialah respon yang muncul karena terlalu banyaknya tuntutan dan tugas yang harus dikerjakan siswa. Stres akademik adalah stres yang muncul karena adanya tekanan-tekanan untuk menunjukkan prestasi dan keunggulan dalam kondisi persaingan akademik yang semakin meningkat sehingga mereka semakin terbebani oleh berbagai tekanan dan tuntutan (Alvin, 2007). Menurut Gusniarti (2002), stres akademik yang dialami siswa merupakan hasil persepsi yang subjektif terhadap adanya ketidak sesuaian antara tuntutan lingkungan dengan sumber daya aktual yang dimiliki siswa. Berdasarkan berbagai definisi di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa stres akademik adalah suatu kondisi atau keadaan dimana terjadi ketidaksesuaian antara tuntutan lingkungan dengan sumber daya aktual yang dimiliki siswa sehingga mereka semakin terbebani oleh berbagai tekanan dan tuntutan.

Upload: ngokhuong

Post on 23-May-2018

229 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

7

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Stress Akademik

Stres yang terjadi di lingkungan sekolah atau pendidikan biasanya disebut

dengan stres akademik. Olejnik dan Holschuh (2007) mengambarkan stres

akademik ialah respon yang muncul karena terlalu banyaknya tuntutan dan tugas

yang harus dikerjakan siswa. Stres akademik adalah stres yang muncul karena

adanya tekanan-tekanan untuk menunjukkan prestasi dan keunggulan dalam

kondisi persaingan akademik yang semakin meningkat sehingga mereka semakin

terbebani oleh berbagai tekanan dan tuntutan (Alvin, 2007). Menurut Gusniarti

(2002), stres akademik yang dialami siswa merupakan hasil persepsi yang

subjektif terhadap adanya ketidak sesuaian antara tuntutan lingkungan dengan

sumber daya aktual yang dimiliki siswa.

Berdasarkan berbagai definisi di atas, maka dapat diambil kesimpulan

bahwa stres akademik adalah suatu kondisi atau keadaan dimana terjadi

ketidaksesuaian antara tuntutan lingkungan dengan sumber daya aktual yang

dimiliki siswa sehingga mereka semakin terbebani oleh berbagai tekanan dan

tuntutan.

8

2.1.1.1 Stresor Akademik

Stresor akademik diidentifikasi dengan banyaknya tugas, kompetisi dengan

siswa lain, kegagalan, kekurangan uang, relasi yang kurang antara sesama siswa

dan guru, lingkungan yang bising, sistem semester, dan kekurangan sumber

belajar (Agolla dan Ongori, 2009). Selanjutnya, Olejnik dan Holschuh (2007)

menyatakan sumber stress akademik atau stressor akademik yang umum antara

lain:

1.Ujian, menulis, atau kecemasan berbicara di depan umum

Beberapa siswa merasa stress sebelum ujian atau menulis sesuatu ketika

mereka tidak bisa mengingat apa yang mereka pelajari. Telapak tangan mereka

berkeringat, dan jantung berdegup kencang. Mereka merasa sakit kepala atau

merasa dingin ketika dalam situasi ujian. Biasanya siswa-siswi ini tidak bisa

melakukan yang terbaik karena mereka terlalu cemas ketika merefleksikan apa

yang telah di pelajari.

2.Prokrastinasi

Beberapa guru menganggap bahwa siswa yang melakukan prokrastinasi

menunjukkan ketidakpedulian terhadap tugas mereka, tetapi ternyata banyak

siswa yang peduli dan tidak dapat melakukan itu secara bersamaan. Siswa tersebut

merasa sangat stress terhadap tugas mereka.

3.Standar akademik yang tinggi

Stres akademik terjadi karena siswa ingin menjadi yang terbaik disekolah

mereka dan guru memiliki harapan yang besar terhadap mereka. Hal ini tentu saja

9

membuat siswa merasa tertekan untuk sukses di level yang lebih tinggi. Dari

penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa stressor akademik yang umum antara

lain: ujian, menulis, atau kecemasan berbicara di depan umum, prokrastinasi,

standar akademik yang tinggi.

2.1.1.2. Respon terhadap stres akademik

Olejnik dan Holschuh (2007) mengemukakan reaksi terhadap stressor

akademik terdiri dari:

1. Pemikiran Respon yang muncul dari pemikiran, seperti: kehilangan rasa

percaya diri,takut gagal, sulit berkonsentrasi, cemas akan masa depan,

melupakan sesuatu, dan berfikir terus-menerus mengenai apa yang seharusnya

mereka lakukan.

2. Perilaku Respon yang muncul dari perilaku, seperti menarik diri, menggunakan

obat-obatan dan alkohol, tidur terlalu banyak atau terlalu sedikit, makan terlalu

banyak atau terlalu sedikit, dan menangis tanpa alasan.

3. Reaksi tubuh. Respon yang muncul dari reaksi tubuh, seperti: telapak tangan

berkeringat, kecepatan jantung meningkat, mulut kering, merasa lelah, sakit

kepala, rentan sakit, mual, dan sakit perut.

4. Perasaan Respon yang muncul dari perasaan seperti: cemas, mudah marah,

murung, dan merasa takut.

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat empat respon

terhadap stressor akademik yaitu pemikiran, perasaan, reaksi tubuh, dan perilaku.

10

2.2 Teknik Stress InoculationTraining( SIT)

Meichenbaum(1980) mengatakan bahwa “Stress Inoculation Training

(SIT) is a multifaceted type of cognitive-behavioral therapy designed to help

individuals cope with stress”.(Stres Inokulasi Pelatihan (SIT) adalah jenis terapi

kognitif perilaku yang dirancang untuk membantu individu mengatasi stres.).

Gerald Corey (2009) “stress inaculation training a form of cognitive behavior

modification developed by Meichenbaum that involves educational, rehearsal and

application phases. Clients learn the role of thinkhing in creating stress and given

a set of skills to deal with future stressful situations” (stress inoculation nmelatih

suatu bentuk modifikasi perilaku kognitif yang dikembangkan oleh Meichenbaum

yang melibatkan pendidikan, latihan dan aplikasi fase. Konseli mempelajari peran

berpikir dalam menciptakan stres dan diberikan seperangkat keterampilan untuk

menghadapi situasi stres di masa depan).

Dalam program modifikasi diri orang membuat keputusan tentang perilaku

spesifik mereka ingin menguasai atau perubahan. Orang sering menemukan

bahwa alasan utama dari mereka tidak mencapai tujuan mereka adalah kurangnya

atau keterampilan tertentu atau harapan yang tidak realistis. Stres inokulasi adalah

sebuah pendekatan untuk mengajar kedua keterampilan koping fisik dan kognitif.

Seperti namanya, tujuannya adalah untuk meningkatkan ketahanan terhadap stres

dengan lebih baik mempersiapkan klien untuk merespon lebih efektif ketika stres

yang dihadapi. Meinchenbaum (1993) menyatakan bahwa pelatihan stres

inokulasi membantu klien memperoleh perubahan yang cukup, pemahaman diri

11

dan keterampilan mengatasi untuk memfasilitasi cara yang lebih baik menangani

diharapkan pertemuan stres.

2.2.1 Tujuh Komponen inokulasi stres

1) Dasar Pemikiran

Konselor menjelaskan tujuan stress inoculation tairning. Setelah

konselor menjelaskan apa itu stress inoculation training selanjutnya

konselor memberikan penjelasan, bahwa ketika marah dalam menghadapi

stress akademik hal yang tidak boleh dilakukan adalah tindakan fisik

seperti contoh memukul. Konseli akan belajar bagaimana cara mengelola

kemarahan ketika dalam situasi yang diprovokasi selain itu konseli juga

dapat mengendalikan kemarahanya. Secara ringkas, konselor dapat

memberikan konseli gambaran singkat dari prosedur: Pertama, mencoba

untuk membantu konseli memahami sifat perasaan dan bagaimana situasi

tertentu dapat memprovokasi perasaannya. Berikutnya, belajar beberapa

cara untuk mengelola dan untuk mengatasi situasi. Setelah mempelajari

keterampilan mengatasi, setelah itu akan mengatur situasi di mana konseli

dapat berlatih menggunakan keterampilan ini untuk membantu

mengendalikan amarah konseli.

2) Pemberian Informasi

Sebelum belajar dan menerapkan berbagai strstegi mengatasi,

konseli harus diberikan beberapa informasi tentang sifat reaksi stres dan

strategi coping. Hal ini berguna untuk konseli untuk memahami sifat

12

reaksi stres dan berbagai strategi mengatasi dapat membantu mengelola

stres. Konselor memberikan penjelasan kepada konseli: Reaksi emosional

konseli, informasi tentang fase bereaksi stres dan contoh jenis

keterampilan dan strategi koping.

Kerangka Reaksi Konseli, Dalam menetapkan sebuah kerangka,

konselor harus menjelaskan terlebih dahulu sifat dari reaksi konseli

terhadap situasi stres. Setelah mendapatkan penjelasan ini membantu

konseli menyadari bahwa strategi coping harus diarahkan pada perilaku

dan proses kognitif.

Fase Reaksi Stres, Meichenbaum (1993,1994) tahap untuk

membantu klien di titik kritis reaksi: 1.Mempersiapkan stres atau

memprovokasi situasi. 2.Menghadapi dan penanganan situasi 3.Mengatasi

saat-saat kritis dengan perasaan selama situasi dan 4. Menghargai diri

setelah stres untuk menggunakan keterampilan koping. Penjelasan tahap

ini di bagian awal inokulasi stres membantu klien memahami urutan

strategi coping yang harus dipelajari.

Informasi tentang Keterampilan dan Strategi Coping. Akhirnya,

konselor memberikan beberapa informasi tentang jenis keterampilan dan

strategi koping yang dapat digunakan di titik-titik kritis. Dalam

menggunakan stres inokulasi, baik "aksi langsung" dan "kognitif"

mengatasi keterampilan diajarkan (meichenbam, 1993). Aksi langsung

strategi penanganan dirancang untuk membantu penggunaan konseli

13

mengatasi perilaku untuk menangani stres, keterampilan koping kognitif

digunakan untuk memberikan konseli mengatasi pikiran (pernyataan diri)

untuk menangani stres.

3) Praktek Keterampilan Langsung Bertindak

Pada fase ini inokulasi stres, konseli berlatih langsung aksi

keterampilan mengatasi. Konselor, pertama membahas strategi tindakan.

Keterampilan koping langsung tindakan yang dirancang untuk membantu

memperoleh konseli dan menerapkan perilaku koping dalam situasi stres.

Yang paling umum digunakan langsung tindakan strategi mengatasi

adalah:

1) Mengumpulkan informasi yang obyektif atau faktual tentang situasi

stres. Pengumpulan informasi obejektif atau faktual tentang situasi stres

dapat membantu klien mengevaluasi situasi lebih realistis. Proses

assessment sangat membantu dalam mengumpulkan informasi.

Mengumpulkan informasi tentang kecemasan atau kemarahan.

Misalnya, dalam menggunakan stres inokulasi untuk membantu klien

mengendalikan amarah, mengumpulkan informasi tentang orang-orang

yang biasanya memprovokasi mereka dapat membantu konseli. Konseli

mengumpulkan informasi yang dapat membantu mereka melihat

provokasi sebagai tugas atau masalah yang harus dipecahkan, bukan

sebagai ancaman atau serangan pribadi.

2) Mengidentifikasi jalan keluar. Mengidentifikasi rute melarikan diri

adalah cara untuk membantu konseli mengatasi stres sebelum klien

14

melakukan tindakan fisik. Strategi ini dapat membantu konseli

mengambil beberapa tindakan sebelum melakukan tindakan fisik atau

perkataan yang kasar. Melarikan diri atau pencegahan, rute ini bisa

dilakukan dengan sederhana bahwa konseli dapat lakukan untuk

mencegah kehilangan kontrol atau akan malu ketika dalam situasi

tersebut. Konseli bisa menghindari dengan menghitung sampai 60,

meninggalkan ruangan, atau berbicara tentang sesuatu yang lucu.

3) Strategi coping Paliatif . Meichenbaum (1993,1994) menjelaskan

strategi penanggulangan paliatif sangat berguna untuk situasi

permusuhan atau stres yang tidak dapat diubah secara substansial,

seperti penyakit yang kronis. Melatih keterampilan koping paliatif

dengan emosional terfokus, terutama ketika konseli harus berurusan

dengan stres tak berubah dan tak terkendali, prosedur pengalihan

perhatian, seperti humor, relaksasi dan reframing situasi.

(Meichenbaum 1993, p.384)

4) Metode relaksasi mental. Relaksasi mental juga dapat membantu

konseli mengatasi stres. Teknik ini melibatkan taktik pengalihan

perhatian, konseli marah dapat mengendalikan kemarahan mereka

dengan berkonsentrasi pada masalah untuk memecahkan, menghitung

ubin lantai di dalam ruangan, berpikir tentang lelucon lucu, atau

berpikir tentang sesuatu yang positif tentang diri mereka sendiri.

Beberapa orang menemukan bahwa relaksasi mental lebih berhasil

ketika mereka menggunakan citra fantasi. Orang-orang yang menikmati

15

hari bermimpi atau imajinasi mungkin menemukan citra cara yang

sangat berguna untuk menggunakan relaksasi mental. Umumnya, citra

sebagai metode coping membantu klien pergi pada perjalanan fantasi

bukan berfokus pada stres, provokasi, atau rasa sakit. Misalnya, alih-

alih berpikir tentang bagaimana cemas atau marah, konseli bisa belajar

untuk berfantasi.

5) Metode relaksasi fisik. Metode relaksasi fisik sangat berguna untuk

konseli yang melaporkan komponen fisiologis kecemasan dan

kemarahan, seperti telapak tangan berkeringat, napas cepat atau detak

jantung, atau mual. Relaksasi fisik dapat didukung oleh berbagai

strategi seperti teknik pernapasan, relaksasi otot, meditasi dan latihan.

Masing-masing strategi langsung pertama harus menjelaskan

kepada konseli, dengan pembahasan tujuan dan prosedur. Beberapa sesi

mungkin diperlukan untuk membahas dan model semua kemungkinan

metode tindakan langsung. Dengan bantuan ini, konseli harus berlatih

menggunakan setiap keterampilan agar mampu menerapkannya dalam

simulasi dan dalam situasi.

4) Praktek Keterampilan Coping Kognitif

Konseli dapat menggunakan keterampilan selama fase stres dari

situasi masalah yang dialami. Deskripsi Empat Fase Mengatasi Kognitif

Coping. Ada 4 yang penting dalam pembelajaran untuk mengatasi pikiran.

Pertama adalah bagaimana menafsirkan situasi awalnya, dan bagaimana

berpikir menanggapi atau mempersiapkan untuk menanggapinya. Kedua

16

benar-benar berurusan dengan situasi. Ketiga menghadapi apa pun yang

terjadi selama situasi yang benar-benar memprovokasi. Setelah situasi,

belajar untuk mendorong diri untuk berurusan dengan perasaan dengan

cara yang tidak menyakitkan.

Pemodelan mengatasi pikiran. Meichenbaum (1994) dan

Meichenbaum dan turk (1976) telah memberikan ringkasan yang sangat

baik dari laporan koping yang digunakan oleh Meichenbaum dan cameron

(1973) untuk kontrol kecemasan, oleh novaco (1975) untuk

mengendalikan amarah, dan oleh turk (1975) untuk mengontrol rasa sakit .

Dirangkum untuk masing-masing empat fase mengatasi: mempersiapkan

situasi, menghadapi situasi, mengatasi saat-saat kritis, dan memperkuat

diri untuk menghadapi.

Cara Mengatasi Pikiran Konseli. Setelah konselor memberikan

pengalaman yang mungkin untuk setiap fase, konselor harus mendorong

klien untuk "mencoba" dan menyesuaikan pikiran dengan cara apa pun.

Praktek Konseli dari Coping. Setelah konseli memilih mengatasi

pikiran yang akan digunakan untuk setiap tahap, konselor

menginstruksikan konseli untuk berlatih pernyataan diri ini dengan

mengatakan dengan suara keras. Praktek lisan ini dirancang untuk

membantu konseli menjadi akrab dengan pikiran mengatasi dan terbiasa

dengan kata-kata. Setelah praktek ini, konseli juga harus berlatih

pengalaman mengatasi yang dipilih dalam pemikiran mengatasi yang

17

dipilih dalam empat fase. Praktek ini membantu klien belajar waktu

pikiran mengatasi dalam tahap penerapan inokulasi stres

5) Penerapan semua keterampilan mengatasi situasi masalah

Bagian selanjutnya dari inokulasi stres melibatkan konseli

langsung aksi dan langsung tindakan dan keterampilan koping kognitif

dalam menghadapi stres, memprovokasi atau situasi yang menyakitkan.

Tahap aplikasi melibatkan pemodelan dan berlatih untuk menyediakan

klien dengan paparan rangsangan dari situasi masalah terkait. Misalnya,

konseli yang ingin mengelola permusuhan akan memiliki kesempatan

untuk berlatih mengatasi dalam berbagai situasi permusuhan

memprovokasi. Selama praktek aplikasi ini, konseli harus dihadapkan

dengan situasi di mana untuk melatih keterampilan. Dengan kata lain,

aplikasi harus diatur dan dilaksanakan sebagai realistis mungkin. Konseli

bermusuhan dapat didorong untuk berlatih merasa sangat gelisah dan

untuk berlatih bahkan mulai kehilangan kontrol, tapi kemudian

menerapkan keterampilan coping untuk mendapatkan kontrol (Novaco,

1975). Dengan membayangkan hingga kehilangan kontrol, mengalami

kecemasan dan kemudian menghadapinya. Mempraktekkan pikiran dan

perasaan mereka yang mungkin terjadi dalam situasi kehidupan nyata

(Meichenbaum, 1994).

Pemodelan Penerapan Keterampilan Coping. Konselor harus

pertama memodelkan bagaimana konseli dapat menerapkan keterampilan

18

yang baru diperoleh ketika menghadapi situasi stres. Di sini contoh dari

demonstrasi pembantu dari proses ini dengan konseli yang bekerja menuju

kontrol permusuhan.

Aplikasi Klien Keterampilan Coping dalam Praktek Imajinasi dan

Role Play. Setelah pemodelan konselor, konseli harus berlatih urutan

serupa dari kedua aksi langsung dan keterampilan koping kognitif. praktek

dapat terjadi dalam dua cara: imajinasi dan role play. kita menemukan

bahwa sering berguna untuk konseli berlatih keterampilan coping sambil

membayangkan situasi masalah terkait. praktek ini dapat diulang sampai

konseli merasa sangat nyaman dalam menerapkan strategi mengatasi

situasi dibayangkan. Konseli dapat membayangkan setiap situasi dan

membayangkan menggunakan keterampilan koping. Kemudian, konseli

dapat melatih keterampilan mengatasi dalam bermain peran.

6) Penerapan Semua Keterampilan Mengatasi Situasi Masalah Potensial

Prosedur harus dirancang tidak hanya untuk membantu mengatasi

konseli dengan keprihatinan saat ini tetapi juga untuk membantu mereka

mengantisipasi penanganan konstruktif kekhawatiran potensial. Dengan

kata lain, strategi harus membantu mencegah masalah di masa depan

dalam kehidupan. Pertama, setelah menjelaskan kegunaan mengatasi

keterampilan di bidang-bidang kehidupan konseli, konselor menunjukkan

penerapan strategi coping. Konselor mungkin pilih situasi konseli belum

ditemui, salah satu yang akan membutuhkan koping aktif oleh siapa saja

19

yang mungkin menemukan itu, seperti menghadapi krisis keluarga, pindah

ke tempat baru. Setelah konselor telah memodelkan penerapan

keterampilan berupaya untuk hal-situasi, klien akan berlatih menerapkan

keterampilan dalam situasi ini atau dalam yang serupa. Praktek dapat

terjadi dalam imajinasi atau bermain peran. Cara baru untuk berlatih

adalah untuk berganti peran klien memainkan peran konseli. Konseli

berlatih menggunakan keterampilan mengatasi. menempatkan konseli

dalam peran pembantu atau pelatih dapat memberikan jenis lain

kesempatan aplikasi yang mungkin juga memiliki manfaat untuk konseli.

7) Pekerjaan Rumah dan Tindak Lanjut

Ketika konseli telah dipelajari dan digunakan stres inokulasi, dia

siap untuk menggunakan keterampilan koping. Konselor dan konseli harus

membahas aplikasi potensial dari strategi mengatasi situasi yang

sebenarnya. Konseli harus didorong untuk menggunakan untuk merekam

situasi tertentu dan strategi koping yang digunakan.

2.3 Kajian Temuan Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian Kurniawati, (2012) tentang efektifitas konseling kelompok

dengan teknik cognitive behavior modivication dalam menurunkan stress belajar

siswa kelas VIII B SMP Al-Azhar Salatiga menyimpulkan bahwa nilai sig.2-

tailed adalah 0,221 ≤ 0,05 yang berarti ada perbedaan antara posttest antara

kelompok eksperimen dan eksperimen kontrol, sehingga hasilnya efektif dan

hipotesis dalam penelitian ini diterima.

20

Selain itu penelitian Purwati, (2012) tentang tingkat stress akademik pada

mahasiswa reguler angkatan 2010 Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas

Indonesia untuk mengetahui perbedaan tingkat stress akademik terhadap sub

variabel (usia, jenis kelamin, indeks restasi, dan jumlah kunjungan ke pusat

pelayanan kesehatan mmenyimpulkan bahwa hasil penelitian Chi Square 95%

diperoleh rata-rata berusia 19,38th didominasi perempuan (95,2%) dengan

sebagian besar memiliki nilai indeks prestasi cum laude (62,5%), dan tidak pernah

mengunjungi pusat pelayanan kesehatan dalam 1 bulan terakhir (58,7%)

terindifikasi memiliki tingkat stress akademik sedang (43,3%). Semakin tinggi

tingkatan usia maka tingkat stress akademik mengalami penurunan

(ρ=0,30;α=0,005) dan semakin tinggi tingkat stress akademik yang dialami , maka

semakin sering mengunjungi pusat pelayanan kesehatan (ρ=0,006 ; α=0,05)

tingkat stress akademik terhadap jenis kelamin dan indeks prestasi tidak memiliki

perbedaan.

2.4 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

Hi : Stress Inoculation Training dapat menurunkan stres akademik siswa

kelas XI C SMP N 10 Salatiga.