bab ii landasan teori ii.1 corporate governance ii.1.1...
TRANSCRIPT
7
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1 Corporate Governance
II.1.1 Sudut Pandang (Perspektif) Corporate Governance
Mengacu pada pendapat Solomon dan Solomon (2004) perspektif
corporate governance dapat dilihat dari 2 (dua) sudut pandang. Kedua sudut
pandang tersebut, yaitu sudut pandang sempit (narrow view) dan luas (broad
view).
Berdasarkan sudut pandang sempit, tata kelola perusahaan yang baik
diartikan sebagai hubungan yang setara antara perusahaan dengan pemegang
saham. Definisi ini ditunjukkan dalam teori keagenan (Agency Theory).
Teori keagenan menjelaskan bagaimana cara terbaik untuk mengatur
hubungan-hubungan dimana satu pihak (pemilik) mendelegasikan tugas atau
pekerjaan bagi pihak lain (agen atau dewan). Konsep pemisahan antara
kepemilikan (ownership) para pemegang saham dan pengendalian (control)
para manajemen dalam korporasi muncul karena adanya perbedaan
kepentingan antara pemilik modal dengan manajemen sebagai pengelola dana
(agen).
Para pemilik (stockholders) memilih dewan (komisaris) yang
kemudian menggaji manajemen sebagai agen mereka dalam menjalankan
aktivitas bisnis dari hari ke hari. Agency Theory ini juga timbul sebagai akibat
para pemilik (stockholders) mengalami kesulitan untuk memverifikasi apa yang
sesungguhnya sedang dikerjakan manajemen sebagai agen mereka.
8
Berdasarkan sudut pandang luas (broad view), tata kelola perusahaan
yang baik merupakan a web of relationship, tidak hanya perusahaan dengan
pemilik atau pemegang saham, tetapi juga antara perusahaan dengan pihak
petaruh (stakeholders) lain, yaitu karyawan, pelanggan, pemasok, bondholders,
dan lainnya. Definisi ini ditunjukkan dalam Teori Stakeholders.
Mengacu pada pendapat Donaldson dan Preston (1995) Teori
Stakeholders membedakan dua model hubungan stakeholders dengan
perusahaan, yaitu Model Input-Output dan Model Stakeholders. Pada Model
Input-Output, investor, karyawan, dan pemasok dianggap sebagai input yang
oleh perusahaan ditransformasi ke dalam output yang didistribusikan
kepada pelanggan.
Model Stakeholders memperhatikan kepentingan seluruh stakeholders.
Pernyataan ini sejalan dengan konsep tata kelola perusahaan yang menunjukkan
bahwa perusahaan menciptakan nilai bagi pemegang saham dengan
Pemasok Perusahaan Pelanggan
Investor
Karyawan
Gambar 2.1: Model Input-Output Sumber: Internalisasi GCG Dalam Proses Bisnis karangan G. Suprayitno dkk
9
menyeimbangkan kepentingan seluruh stakeholders. Lukviarman (2005)
menyatakan, “Dalam perspektif stakeholders, keberadaan perusahaan
selayaknya mengacu kepada peningkatan kemakmuran berbagai pihak petaruh
secara lebih luas” (p.7). Perspektif ini memberikan penekanan kepada
perlunya:
a. Partisipasi stakeholders di dalam pengambilan keputusan perusahaan.
b. Hubungan kontraktual jangka panjang antara perusahaan dengan
stakeholders.
c. Hubungan berbasis kepercayaan (trust relationship).
d. Berjalannya etika bisnis menyangkut hubungan perusahaan dengan pihak
lainnya.
Lukviarman (2005), menyatakan “Perspektif stakeholders memberikan
implikasi bahwa manajemen harus mempertimbangkan stakeholders di dalam
berbagai keputusan organisasi” (p.7).
10
II.1.2 Pengertian Corporate Governance
Kata “governance” berasal dari bahasa Perancis “gubernance” yang
berarti pengendalian. Selanjutnya kata tersebut dipergunakan dalam konteks
kegiatan perusahaan atau jenis organisasi yang lain, menjadi corporate
governance. Dalam bahasa Indonesia corporate governance diterjemahkan
sebagai tata kelola atau tata pemerintahan perusahaan.
The Organization for Economic Cooperation and Development
(1998) mendefinisikan corporate governance sebagai berikut, “Corporate
governance is the system by which business corporations are directed and
controlled. The corporate governance structure specifies the distribution of
rights and responsibilities among different participants in the corporation,
such as the board, the managers, shareholders and other stakeholders, and
spells out the rules and procedure for making decisions on corporate affairs.
By doing this, it also provides the structure through which the company
Perusahaan
Investor Pemerintah
Pemasok
Karyawan Asosiasi
Perdagangan
Kelompok Politik
Pelanggan
Masyarakat
Gambar 2.2 : Model Stakeholders Sumber: Internalisasi GCG Dalam Proses Bisnis karangan G. Suprayitno dkk
11
objectives are set, and the means of attaining those objectives and monitoring
perfomance” (p.20)
The Australian Stock Exchange Corporate Governance Council (2000)
menyatakan, “Corporate governance is the system by which companies are
directed and managed. It influences how the objectives of the company set and
achieved, how risk is monitored and assessed, and how perfomance is
optimised” (p.25).
Mengacu pada pendapat Cadbury Committee (1992) pengertian
corporate governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan
antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur,
pemerintah, karyawan, masyarakat serta para pemegang kepentingan intern
dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka,
atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan
perusahaan.
Forum for Corporate Governance in Indonesia (2000) mendefinisikan
corporate governance sebagai “...seperangkat peraturan yang mengatur
hubungan antara pemegang, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur,
pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal
lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan
kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan” (p.7).
The Indonesian Institute For Corporate Governance (2000)
mendefinisikan, “Corporate Governance sebagai proses dan struktur yang
diterapkan dalam menjalankan perusahan, dengan tujuan utama meningkatkan
12
nilai pemegang saham dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan
kepentingan stakeholders yang lain” (p.9).
Gunasih, T. (2003) menyatakan, “Esensi corporate governance adalah
peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau pemantauan kinerja
manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap pemangku
kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan peraturan berlaku”
(p.12).
II.1.3 Tujuan dan Manfaat Good Corporate Governance
Mengacu kepada pendapat Daniri (2006) GCG mempunyai lima macam
tujuan utama. Kelima tujuan utama tersebut adalah sebagai berikut:
a. Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham.
b. Melindungi hak dan kepentingan para anggota stakeholders non pemegang
saham.
c. Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham.
d. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja Dewan Pengurus atau Board of
Directors dan manajemen perusahaan.
e. Meningkatkan mutu hubungan Board of Directors dengan manajemen senior
perusahaan.
Mengacu kepada pendapat Daniri (2006) manfaat dalam penerapan GCG
adalah:
a. Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung pemegang
saham sebagai akibat pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen.
Biaya-biaya ini dapat berupa kerugian yang diderita perusahaan sebagai
13
akibat penyalahgunaan wewenang ataupun berupa pengawasan yang timbul
untuk mencegah terjadinya hal tersebut.
b. Mengurangi biaya modal (cost of capital), yaitu sebagai dampak dari
pengelolaan perusahaan yang baik menyebabkan tingkat bunga atas dana atau
sumber daya yang dipinjam oleh perusahaan semakin kecil seiring dengan
turunnya tingkat resiko perusahaan.
c. Meningkatkan nilai saham perusahaan sekaligus dapat meningkatkan citra
perusahaan di mata publik dalam jangka panjang.
d. Menciptakan dukungan para stakeholders (para pemangku kepentingan)
dalam lingkungan perusahaan tersebut terhadap keberadaan perusahaan dan
berbagai strategi dan kebijakan yang ditempuh perusahaan, karena umumnya
mereka mendapat jaminan bahwa mereka juga mendapat manfaat maksimal
dari segala tindakan dan operasi perusahaan dalam menciptakan kemakmuran
dan kesejahteraan.
Manfaat GCG bukanlah hanya untuk saat ini saja, tetapi juga dalam
jangka waktu yang panjang dapat menjadi pilar utama pendukung tumbuh
kembangnya perusahaan sekaligus pilar pemenang persaingan global.
II.1.4 Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Penerapan Good
Corporate Governance
Mengacu pada pendapat Daniri (2006) ada dua faktor yang memegang
peranan terhadap keberhasilan penerapan GCG, yaitu:
14
1. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah berbagai faktor yang berasal dari luar perusahaan
yang sangat mempengaruhi keberhasilan penerapan GCG. Faktor
eksternal tersebut diantaranya adalah:
a. Terdapatnya sistem hukum yang baik sehingga mampu menjamin
berlakunya supremasi hukum yang konsisten dan efektif.
b. Adanya dukungan pelaksanaan GCG dari sektor publik / lembaga
pemerintahan yang diharapkan dapat pula melaksanakan Good
Governance dan Clean Goverment menuju Good Goverment Governance
yang sebenarnya.
c. Terdapatnya contoh pelaksanaan GCG yang tepat (best practices) yang
dapat menjadi standar pelaksanaan GCG yang efektif dan profesional.
Dengan kata lain, semacam benchmark (acuan), terbangunnya sistem tata
nilai sosial yang mendukung penerapan GCG di masyarakat.
2. Faktor Internal
Faktor internal adalah pendorong keberhasilan pelaksanaan praktik GCG
yang berasal dari dalam perusahaan. Faktor internal tersebut diantaranya adalah:
a. Terdapatnya budaya perusahaan (corporate culture) yang mendukung
penerapan GCG dalam mekanisme serta sistem kerja manajemen di
perusahaan.
b. Adanya berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan
mengacu pada penerapan nilai-nilai GCG.
c. Adanya manajemen pengendalian resiko perusahaan juga didasarkan
pada kaidah-kaidah standar GCG.
15
d. Terdapatnya sistem audit (pemeriksaan) yang efektif dalam perusahaan
untuk menghindari setiap penyimpangan yang mungkin akan terjadi.
e. Adanya keterbukaan informasi bagi publik untuk mampu memahami
setiap gerak dan langkah manajemen dalam perusahaan sehingga
kalangan publik dapat memahami dan mengikuti setiap derap langkah
perkembangan dan dinamika perusahaan dari waktu ke waktu.
Di luar dua faktor di atas, aspek lain yang paling strategis dalam
mendukung penerapan GCG secara efektif adalah kualitas, skill, kredibilitas,
dan integritas berbagai pihak yang menggerakkan perusahaan.
II.2 Prinsip-Prinsip Dasar GCG
Mengacu kepada pendapat Cadbury Committee (2006) secara umum ada lima
prinsip-prinsip dasar dari GCG, yaitu: Transparency, Accountability, Responsibility,
Independency, dan Fairness, yang untuk memudahkan dapat diakronimkan menjadi
TARIF. Prinsip-prinsip tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Transparency (Keterbukaan Informasi)
Mengacu pada pendapat Daniri (2006) transparansi dapat diartikan sebagai
keterbukaan informasi, baik dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam
mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Dalam
mewujudkan transparansi ini sendiri, perusahaan harus menyediakan informasi yang
cukup, akurat, dan tepat waktu kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan
perusahaan. Setiap perusahaan diharapkan pula dapat mempublikasikan informasi
serta informasi lainnya yang material dan berdampak signifikan pada kinerja
16
perusahaan secara akurat dan tepat waktu. Selain itu para investor harus dapat
mengakses informasi penting perusahaan secara mudah pada saat diperlukan.
Mengacu kepada Pedoman Corporate Governance Komite Nasional
Kebijakan Governance (2006) (selanjutnya disebut Pedoman KNKG) prinsip dasar
yang berkaitan dengan transparansi, yaitu perusahaan harus menyediakan informasi
yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh
pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk
mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-
undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang
saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.
Mengacu pada Pedoman KNKG (2006) pedoman pokok pelaksanaan prinsip
Transparansi adalah:
a. Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas,
akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku
kepentingan sesuai dengan haknya.
b. Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, visi,
misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan
kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, kepemilikan saham oleh
anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris beserta anggota keluarganya
dalam perusahaan dan perusahaan lainnya, sistem manajemen resiko, sistem
pengawasan dan pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan GCG serta
tingkat kepatuhannya, dan kejadian penting yang dapat mempengaruhi
kondisi perusahaan.
17
c. Prinsip ketebukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban
untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.
d. Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional
dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan.
Manfaat yang dapat diambil dari penerapan prinsip ini adalah, bahwa
stakeholders dapat mengetahui risiko yang mungkin terjadi dalam melakukan
transaksi dengan perusahaan. Kemudian, karena adanya informasi kinerja
perusahaan yang diungkap secara akurat, tepat waktu, jelas, konsisten, dan dapat
diperbandingkan, maka dimungkingkan terjadinya efisiensi pasar. Selanjutnya,
jika prinsip transparansi dilaksanakan dengan baik dan tepat, akan dimungkinkan
terhindarnya benturan kepentingan (conflict of interest) berbagai pihak dalam
manajemen.
2. Accountability (Akuntabilitas)
Mengacu pada pendapat Daniri (2006) akuntabilitas adalah kejelasan
fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga
pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Diperlukan kejelasan tugas serta
fungsi organ perusahaan agar tercipta suatu mekanisme check and balance
kewenangan dan peran dalam mengelola perusahaan. Beberapa bentuk
implementasi dari prinsip accountability antara lain:
a. Kewajiban untuk memiliki Komisaris Independen dan Komite Audit
b. Praktik Audit Internal yang efektif.
18
c. Kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang dan tanggung jawab dalam
anggaran dasar perusahaan dan Statement of Corporate Intent (Target
Pencapaian Perusahaan di masa depan).
Mengacu pada Pedoman KNKG (2006) prinsip dasar yang berkaitan
dengan penerapan Akuntabilitas, yaitu perusahaan harus mempertanggungjawabkan
kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara
benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap
memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain.
Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang
berkesinambungan.
Mengacu pada Pedoman KNKG (2006) pedoman pokok pelaksanaan prinsip
Akuntabilitas adalah:
a. Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-
masing organ perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras
dengan visi, misi, nilai-nilai perusahaan (corporate values), dan strategi
perusahaan.
b. Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua
karyawan mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan
perannya dalam pelaksanaan GCG.
c. Perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang
efektif dalam pengelolaan perusahaan.
d. Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan
yang konsisten dengan sasaran usaha perusahaan, serta memiliki sistem
penghargaaan dan sanksi (reward and punishment system).
19
e. Dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya, setiap organ perusahaan
dan semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman
perilaku (code of conduct) yang telah disepakati.
Bila prinsip accountability ini diterapkan secara efektif, maka ada
kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab antara
pemegang saham, Dewan Komisaris, serta Direksi. Dengan adanya kejelasan inilah
maka perusahaan akan terhindar dari kondisi agency problem (benturan
kepentingan peran)
3. Responsibility (Responsibilitas)
Mengacu pada pendapat Daniri (2006) responsibilitas perusahaan adalah
kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaaan perusahaan terhadap prinsip
korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. Peraturan yang
berlaku di sini termasuk yang berkaitan dengan masalah pajak, hubungan industrial,
perlindungan lingkungan hidup, kesehatan / keselamatan kerja, standar penggajian,
dan persaingan yang sehat.
Mengacu pada Pedoman KNKG (2006) prinsip dasar yang berkaitan
dengan prinsip Responsibilitas, yaitu perusahaan harus mematuhi peraturan
perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat
dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka
panjang serta mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.
20
Mengacu pada Pedoman KNKG (2006) pedoman pokok pelaksanaan prinsip
Responsibilitas adalah:
a. Organ perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan
memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran
dasar dan peraturan perusahaan (by-laws).
b. Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain
peduli terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar
perusahaan dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.
Penerapan prinsip ini diharapkan membuat perusahaan menyadari bahwa
dalam kegiatan operasionalnya, seringkali perusahaan menghasilkan eksternalitas
(dampak luar kegiatan perusahaan) negatif yang harus ditanggung oleh
masyarakat. Di luar hal itu, lewat prinsip responsibilitas ini juga diharapkan
membantu peran pemerintah dalam mengurangi kesenjangan pendapatan dan
kesempatan kerja pada segmen masyarakat yang belum mendapatkan manfaat dan
mekanisme pasar.
4. Independency (Independensi)
Mengacu pada pendapat Daniri (2006) independensi atau kemandirian
adalah suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan
kepentingan dan pengaruh / tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip - prinsip korporasi yang
sehat.
Mengacu pada Pedoman KNKG (2006) prinsip dasar yang berkaitan
dengan Independensi, yaitu bahwa perusahaan harus dikelola secara independen
21
sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat
diintervensi oleh pihak lain guna melancarkan asas GCG.
Mengacu pada Pedoman KNKG (2006) pedoman pokok pelaksanaan
prinsip Independensi adalah:
a. Masing-masing organ perusahaan harus menghindari terjadinya dominasi
oleh pihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari
benturan kepentingan (conflict of interest) dan dari segala pengaruh atau
tekanan sehinga pengambilan keputusan dapat dilakukan secara objektif.
b. Masing-masing organ perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnya
sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, tidak
saling mendominasi dan atau melempar tanggung jawab antara satu dengan
yang lain.
Independensi terutama sekali penting dalam pengambilan keputusan.
Hilangnya independensi dalam proses pengambilan keputusan akan
menghilangkan objektivitas dalam pengambilan keputusan tersebut. Kejadian ini
akan sangat fatal bila ternyata harus mengorbankan kepentingan perusahaan yang
seharusnya mendapat prioritas utama.
Untuk mengembangkan independensi dalam pengambilan keputusan bisnis,
perusahaan hendaknya mengembangkan aturan, pedoman, dan praktik di
tingkat corporate board, terutama di tingkat Dewan Komisaris dan Direksi yang
oleh undang-undang didaulat untuk mengurus perusahaan dengan sebaik-
baiknya.
22
5. Fairness (Kewajaran dan Kesetaraan)
Mengacu pada pendapat Daniri (2006) fairness bisa didefinisikan
sebagai perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholders
yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.
Fairness juga mencakup adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem hukum
dan penegakan peraturan untuk melindungi hak-hak investor khususnya pemegang
saham minoritas dari berbagai bentuk kecurangan. Bentuk kecurangan ini dapat
berupa insider trading (transaksi yang melibatkan informasi orang dalam), fraud
(penipuan), dilusi saham (nilai perusahaan berkurang), KKN, atau keputusan-
keputusan yang dapat merugikan seperti pembelian kembali saham yang telah
dikeluarkan, penerbitan saham baru, merger, akuisisi, atau pengambil-alihan
perusahaan lain.
Mengacu pada Pedoman KNKG (2006) prinsip dasar yang berkaitan dengan
Fairness dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa
memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya
berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
Mengacu pada Pedoman KNKG (2006) pedoman pokok pelaksanaan prinsip
Fairness adalah:
a. Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan
untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan
perusahaan serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip
transparansi dalam lingkup kedudukan masing-masing.
23
b. Perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada
pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan
kepada perusahaan.
c. Perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan
karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa
membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan kondisi fisik.
Fairness diharapkan membuat seluruh aset perusahaan dikelola secara baik
dan prudent (hati-hati), sehingga muncul perlindungan kepentingan pemegang
saham secara fair (jujur dan adil). Fairness juga diharapkan memberi perlindungan
kepada perusahaan terhadap praktik korporasi yang merugikan. Fairness menjadi
jiwa untuk memonitor dan menjamin perlakuan yang adil di antara beragam
kepentingan dalam perusahaan.
Mengacu pada pendapat OECD (Organization for Economic Cooperation
and Development) (2006) prinsip-prinsip di atas diterjemahkan ke dalam enam aspek
yang dijabarkan oleh OECD sebagai pedoman pengembangan kerangka kerja legal,
institusional, dan regulatori untuk corporate governance di suatu negara. Keenam
aspek tersebut adalah:
a. Memastikan adanya basis yang efektif untuk kerangka kerja corporate
governance: Kerangka kerja corporate governance mendukung terciptanya
pasar yang transparan dan efisien sejalan dengan ketentuan perundangan, dan
mengartikulasikan dengan jelas pembagian tanggung jawab di antara para
pihak, seperti pengawas, instansi pembuat regulasi dan instansi penegaknya.
b. Hak-hak pemegang saham dan fungsi kepemilikan: Hak-hak pemegang
saham harus dilindungi dan difasilitasi.
24
c. Perlakuan setara terhadap seluruh pemegang saham: Seluruh pemegang
saham termasuk pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing
harus diperlakukan setara.
d. Peran stakeholders dalam corporate governance: Hak-hak para pemangku
kepentingan (stakeholders) harus diakui sesuai peraturan perundangan yang
berlaku dan kontrak kerjasama aktif antara perusahaan dan para stakeholders
harus dikembangkan dalam upaya bersama menciptakan aset, pekerjaan, dan
kelangsungan perusahaan.
e. Pengungkapan (Disclosure) dan transparansi: Pengungkapan yang tepat
waktu dan akurat mengenai segala aspek material perusahaan, termasuk
situasi keuangan, kinerja, kepemilikan, dan governance perusahaan.
f. Tanggung jawab pengurus perusahaan (Corporate Boards): Pengawasan
Dewan Komisaris terhadap pengelolaan perusahaan oleh Direksi harus
berjalan efektif, disertai adanya tuntutan strategik terhadap manajemen, serta
akuntabilitas dan loyalitas Direksi dan Dewan Komisaris terhadap
perusahaan dan pemegang saham.
II.3 Nilai-Nilai Perusahaan, Etika Bisnis dan Pedoman Perilaku Corporate
Governance
II.3.1 Nilai-Nilai Perusahaan
Mengacu pada Pedoman KNKG (2006) nilai-nilai perusahaan merupakan
landasan moral dalam mencapai visi dan misi perusahaan. Walaupun nilai-nilai
perusahaan pada dasarnya universal, dalam merumuskannya perlu disesuaikan
dengan sektor usaha serta karakter dan letak geografis dari masing-masing
25
perusahaan. Nilai-nilai perusahaan menggambarkan sikap moral perusahaan
alam pelaksanaan usahanya.
II.3.2 Etika Bisnis
Mengacu pada Pedoman KNKG (2006) etika bisnis adalah acuan bagi
perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usaha termasuk dalam berinteraksi
dengan pemangku kepentingan. Penerapan nilai-nilai perusahaan dan etika bisnis
secara berkesinambungan mendukung terciptanya budaya perusahaan (corporate
culture). Etika bisnis yang disepakati oleh organ perusahaan dan semua
karyawan dijabarkan lebih lanjut dalam pedoman perilaku.
II.3.3 Pedoman Perilaku
Mengacu pada Pedoman KNKG (2006) pedoman perilaku merupakan
penjabaran nilai-nilai perusahaan dan etika bisnis dalam melaksanakan usahanya
sehingga menjadi panduan bagi organ perusahaan dan semua karyawan
perusahaan. Panduan pedoman perilaku dalam Pedoman GCG KNKG
mencakup:
1. Panduan Benturan Kepentingan
Benturan kepentingan adalah keadaan dimana terdapat konflik antara
kepentingan ekonomis perusahaan dan kepentingan ekonomis pribadi
pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan Direksi, serta karyawan
perusahaan. Panduan benturan kepentingan terdiri dari:
a. Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, anggota Dewan
Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan harus senantiasa
26
mendahulukan kepentingan ekonomis perusahaan diatas kepentingan
ekonomis pribadi atau keluarga, maupun pihak lainnya.
b. Anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan
dilarang menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan atau
keuntungan pribadi, keluarga dan pihak-pihak lain.
c. Dalam hal pembahasan dan pengambilan keputusan yang
mengandung unsur benturan kepentingan, pihak yang bersangkutan
tidak diperkenankan ikut serta.
d. Pemegang saham yang mempunyai benturan kepentingan harus
mengeluarkan suaranya dalam Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS) sesuai dengan keputusan yang diambil oleh pemegang saham
yang tidak mempunyai benturan kepentingan.
e. Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan
perusahaan yang memiliki wewenang pengambilan keputusan
diharuskan setiap tahun membuat pernyataan tidak memiliki benturan
kepentingan terhadap setiap keputusan yang telah dibuat olehnya dan
telah melaksanakan pedoman perilaku yang ditetapkan perusahaan.
2. Panduan Pemberian dan Penerimaan Hadiah dan Donasi
Panduan pemberian dan penerimaan hadiah dan donasi terdiri dari:
a. Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan
perusahan dilarang memberikan atau menawarkan sesuatu, baik
langsung maupun tidak langsung, kepada pejabat negara dan atau
individu yang mewakili mitra bisnis, yang dapat mempengaruhi
pengambilan keputusan.
27
b. Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan
perusahaan dilarang menerima sesuatu untuk kepentingannya, baik
langsung maupun tidak langsung, dari mitra bisnis, yang dapat
mempengaruhi pengambilan keputusan.
c. Donasi oleh perusahaan ataupun pemberian suatu aset perusahaan
kepada partai politik atau calon anggota badan legislatif maupun
eksekutif, hanya boleh dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
d. Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan
perusahaan diharuskan setiap tahun membuat pernyataan tidak
memberikan sesuatu dan atau menerima sesuatu yang dapat
mempengaruhi pengambilan keputusan.
3. Panduan Kepatuhan Terhadap Peraturan
Panduan kepatuhan terhadap peraturan terdiri dari:
a. Organ perusahaan dan karyawan perusahaan harus melaksanakan
peraturan perundang-undangan dan peraturan perusahaan.
b. Dewan Komisaris harus memastikan bahwa Direksi dan karyawan
perusahaan melaksanakan peraturan perundang-undangan.
c. Perusahaan harus melakukan pencatatan atas harta, utang dan modal
secara benar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
4. Panduan Kerahasiaan Informasi
Panduan kerahasiaan informasi terdiri dari:
a. Anggota Dewan Komisaris dan Direksi, pemegang saham serta
karyawan perusahaan harus menjaga kerahasiaan informasi
28
perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, peraturan
perusahaan dan kelaziman dalam dunia usaha.
b. Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi, pemegang saham serta
karyawan perusahaan dilarang menyalahgunakan informasi yang
berkaitan degnan perusahaan.
c. Setiap mantan anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan
perusahaan, serta pemegang saham yang telah mengalihkan
sahamnya, dilarang mengungkapkan informasi yang menjadi rahasia
perusahaan yang diperolehnya selama menjabat atau menjadi
pemegang saham di perusahaan.
5. Panduan Pelaporan Atas Pelanggaran dan Perlindungan Bagi Pelapor
Panduan pelaporan atas pelanggaran dan perlindungan bagi pelapor terdiri
dari:
a. Dewan Komisaris berkewajiban untuk menerima dan memastikan
bahwa pengaduan tentang pelanggaran terhadap etika bisnis,
pedoman perilaku, peraturan perusahaan dan peraturan perundang-
undangan, diproses secara wajar dan tepat waktu.
b. Setiap perusahaan harus menyusun peraturan yang menjamin
perlindungan terhadap individu yang melaporkan terjadinya
pelanggaran terhadap etika bisnis, pedoman perilaku, peraturan
perusahaan dan peraturan perundang-undangan. Dalam
pelaksanaannya, Dewan Komisaris dapat memberikan tugas kepada
komite yang membidangi pengawasan implementasi GCG.
29
II.4 Kerangka Hukum Nasional yang Terkait Penerapan Corporate
Governance di Indonesia
II.4.1 Prinsip Corporate Governance dalam Undang-undang RI No. 1
Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
Undang-undang No.1/1995 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya
disebut UUPT), yang diumumkan secara resmi pada 7 Maret 1995 berperan
sebagai sebuah landasan untuk mengatur perusahaan Perseroan Terbatas (PT).
Mengacu pada UUPT sebuah perusahaan Perseroan Terbatas (PT) didefinisikan
sebagai badan hukum yang didirikan atas dasar sebuah perjanjian, melaksanakan
aktivitas usaha dengan modal yang disahkan yang seluruhnya dibagi-bagi ke
dalam bentuk saham. Struktur umum dari sebuah PT adalah sebuah Sistem Dua
Dewan (Two Tier) sebagaimana digambarkan di bawah ini:
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Dewan Komisaris (BOC)
Dewan Direksi (BOD)
Sumber: Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 1 Tahun 1995
Gambar 2.3 Struktur Perusahaan Perseroan Terbatas Indonesia
(Sistem Two Tier)
30
Struktur perusahaan Perseroan Terbatas Indonesia terdiri dari:
1. Rapat Umum Pemegang Saham
UUPT Pasal 1(3) menyatakan, “Rapat Umum Pemegang Saham
(selanjutnya disebut RUPS) adalah organ perseroan yang memegang
kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang
tidak diserahkan kepada Direksi atau Komisaris”.
RUPS memiliki kewenangan antara lain adalah:
a. Menyetujui atau menolak transaksi yang mendasar seperti
konsolidasi, merger, akuisisi, kepailitan, pembubaran perusahaan.
b. Menunjuk dan memberhentikan anggota Dewan Komisaris dan
Dewan Direksi.
c. Meminta akses pada semua informasi reguler dan dapat dipercaya.
Mengacu pada UUPT Pasal 65(1) RUPS terdiri dari RUPS Tahunan
dan RUPS lainnya. Pasal 65(2) menyatakan bahwa RUPS Tahunan diadakan
paling lambat 6 (enam) bulan setelah akhir tahun buku. Pasal 70 (1 dan 2)
menyatakan bahwa pemanggilan untuk dilaksanakannya RUPS wajib
didahului oleh adanya pengumuman tentang pemanggilan RUPS dalam 2
(dua) surat kabar harian, 14 (empat belas) hari sebelum diadakannya
pemanggilan
Yang berhak hadir dan memberikan suara dalam RUPS adalah pemegang
saham dengan hak suara yang sah. Mengacu pada Pasal 71(1) UUPT,
pemegang saham dengan hak suara yang sah tersebut berhak hadir baik
sendiri maupun dengan kuasa tertulis dan memberikan suaranya. RUPS dapat
dilaksanakan apabila memenuhi korum rapat yaitu RUPS dapat dilaksanakan
31
apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili lebih dari ½ (satu per
dua) bagian dari jumlah saham dengan hak suara yang sah.
2. Dewan Komisaris (Board of Commissioner-BOC)
UUPT Pasal 1(5) menyatakan, “Komisaris adalah organ perseroan yang
bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus serta
memberikan nasihat kepada Direksi dalam menjalankan perseroan”.
Peranan Dewan Komisaris adalah mengawasi dan untuk memberikan
saran mengenai aktivitas manajemen yang dilakukan oleh Dewan
Direksi. Dewan Komisaris memiliki kewenangan untuk:
a. Menskorsing direktur dan meyakinkan RUPS untuk
mempertimbangkan pemberhentian direktur.
b. Meminta dan menerima informasi dari Dewan Direksi mengenai
manajemen perusahaan.
c. Memasuki wilayah-wilayah perusahaan dan memeriksa catatan-
catatannya.
d. Menyetujui atau membantu dalam transaksi-transaksi tertentu
sebagaimana yang disebutkan dalam anggaran dasar perusahaan.
e. Bersama-sama dengan Dewan Direksi, menandatangani laporan
tahunan untuk mendapat persetujuan dari RUPS.
Dewan Komisaris juga memiliki tugas-tugas untuk:
a. Memberikan pendapat dan saran kepada RUPS mengenai rencana dan
anggaran kerja tahunan.
b. Terus mengikuti perkembangan bisnis dalam perusahaan.
32
c. Segera melaporkan kepada RUPS jika Dewan Komisaris melihat
penurunan kinerja perusahaan.
3. Dewan Direksi (Board of Director-BOD)
UUPT Pasal 1(4) menyatakan, “Direksi adalah organ perseroan yang
bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan
tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar
pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar (AD)”.
Dewan Direksi bertanggungjawab untuk mengelola perusahaan sesuai
dengan kepentingan pemegang saham. Dewan Direksi memiliki tugas untuk:
a. Mewakili perusahaan baik di dalam maupun di luar pengadilan
hukum.
b. Menjalankan pembukuan rekening perusahaan.
c. Mempersiapkan dan menandatangani laporan tahunan perusahaan
untuk memperoleh persertujuan dalam RUPS.
d. Membuat dan menyimpan Daftar Pemegang Saham dan Berita Acara
RUPS.
e. Melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan
atau keluarganya pada perseroan tersebut dan perseroan lain.
II.4.2 Prinsip Corporate Governance dalam Undang-undang No 8 Tahun
1995 Tentang Pasar Modal
Badan Pengawas Pasar Modal Indonesia atau BAPEPAM mengatur
perusahaan-perusahaan yang terdaftar dalam Jakarta Stock Exchange dan
Surabaya Stock Exchange. Undang-undang No. 8/1995 (selanjutnya disebut
33
UUPM) mendefinisikan, “Perusahaan publik sebagai perusahaan yang sahamnya
dipegang oleh paling sedikit 300 orang dan memilik modal yang disetor sebesar
Rp. 3 Miliar”.
UUPM bertujuan untuk memastikan bahwa proses-proses pasar modal
dilaksanakan dengan cara-cara yang teratur dan adil, dan bahwa investor publik
dilindungi dari praktik-praktik yang merusak dan ilegal. BAPEPAM diberi
wewenang untuk mengatur dan menegakkan undang-undang, serta untuk
melaksanakan penyelidikan berdasarkan Undang-Undang Pidana Indonesia.
Selain UUPM, di bawah ini adalah beberapa peraturan kunci
lainnya yang dikeluarkan BAPEPAM dan Jakarta Stock Exchange:
1. Kep-45/PM/2004, Peraturan No. IX.1.6 mengenai Direksi dan Komisaris
Emiten dan Perusahaan Publik. Peraturan ini menetapkan persyaratan
yang harus dipenuhi oleh para calon anggota dewan-dewan tersebut.
2. Kep-63/PM/1996, Peraturan No. IX1.5 mengenai Pembentukan dan
Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit. Peraturan ini menetapkan
panduan-panduan mengenai praktik-praktik Komite Audit.
3. Kep-63/PM/1996, Peraturan No. IX.1.4 mengenai Pembentukan
Sekretaris Perusahaan. Peraturan ini menetapkan tentang tugas dari
seorang Sekretaris Perusahaan.
4. Kep-38/PM/1996, Peraturan No.VIII.G2 mengenai Laporan Tahunan.
Peraturan ini menetapkan tentang kewajiban penyampaian dan bentuk
serta isi dari Laporan Tahunan
5. Kep-305/BEJ/07-2004, Peraturan No.1-A mengenai Pencatatan Saham
dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham yang Diterbitkan oleh
34
Perusahaan Tercatat. Peraturan ini menetapkan tentang daftar saham
ekuitas dan kepemilikan surat berharga kecuali saham yang dikeluarkan
oleh perusahaan.
II.4.3 Pedoman Corporate Governance Komite Nasional Kebijakan
Governance
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) pertama kali
dibentuk melalui Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor
KEP-49/M.EKON/11/2004, yang terdiri dari Sub-Komite Publik dan Sub-
Komite Korporasi. Pada Oktober 2006, KNKG telah merevisi Pedoman KNKCG
(Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance-nama pertama sebelum
diubah menjadi KNKG) tahun 2001. Pedoman KNKG tersebut merupakan acuan
bagi perusahaan untuk melaksanakan GCG dalam rangka:
a. Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan
yang didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas,
independensi serta kewajaran dan kesetaraan.
b. Mendorong pemberdayaan fungsi dan kemandirian masing-masing organ
perusahaan, yaitu Dewan Komisaris, Direksi dan RUPS.
c. Mendorong pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota
Direksi agar dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakannya
dilandasi oleh nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan.
35
d. Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan
terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar
perusahaan.
e. Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan tetap
memperhatikan pemangku kepentingan lainnya.
Pedoman KNKG terdiri dari:
1. Penciptaan situasi kondusif untuk melaksanakan GCG
Pada bagian ini memaparkan bahwa penerapan GCG perlu didukung oleh
tiga pilar yang saling berhubungan dan masing-masing harus
melaksanakan fungsinya dengan baik, yaitu negara dan perangkatnya
sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dunia usaha sebagai
pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia
usaha. Negara dan perangkatnya menciptakan peraturan perundang-
undangan yang menunjang pasar yang efisien dan transparan, dan
penegakan hukum secara konsisten (law enforcement). Dunia usaha
sebagai pelaku pasar menerapkan GCG sebagai pedoman dasar
pelaksanaan usaha. Sedangkan masyarakat sebagai pengguna produk dan
jasa dunia usaha mempunyai kepedulian untuk melakukan kontrol sosial
(social control) secara objektif dan bertanggungjawab.
2. Asas GCG
Asas GCG terdiri dari prinsip dasar dan pedoman pokok pelaksanaan dari
prinsip GCG, yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas,
independensi serta kesetaraan dan kewajaran. Prinsip GCG diperlukan
36
untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan dengan tetap
memperhatikan pihak yang berkepentingan (stakeholders)
3. Etika bisnis dan pedoman perilaku
Dalam bagian ini dipaparkan mengenai pentingnya nilai-nilai perusahaan,
etika bisnis, dan pedoman perilaku, yang ketiganya berfungsi sebagai
landasan untuk mencapai keberhasilan usaha perusahaan.
4. Organ perusahaan
Dalam bagian ini dipaparkan mengenai prinsip dasar dan pedoman pokok
pelaksanaan GCG oleh organ perusahaan, yang terdiri dari RUPS,
Dewan Komisaris beserta komite penunjang Dewan Komisaris, dan
Dewan Direksi.
5. Pemegang saham
Dalam bagian ini dipaparkan mengenai hak dan tanggung jawab
pemegang saham dan tanggung jawab perusahaan terhadap hak dan
kewajiban pemegang saham.
6. Pemangku kepentingan
Dalam bagian ini dipaparkan mengenai hak-hak para pihak yang
mempunyai kepentingan selain pemegang saham, antara lain karyawan,
mitra bisnis, dan masyarakat serta pengguna produk dan jasa.
7. Pernyataan tentang penerapan pedoman GCG
Dalam bagian ini dipaparkan mengenai kewajiban dari setiap perusahaan
untuk membuat pernyataan tentang kesesuaian penerapan GCG dengan
pedoman GCG dalam laporan tahunannya.
37
8. Pedoman praktis penerapan GCG
Dalam bagian ini dipaparkan mengenai kewajiban perusahaan untuk
membuat pedoman GCG perusahaan.
II.5 Fungsi dan Tanggung Jawab Komite Penunjang Dewan Komisaris
II.5.1 Komisaris Independen
Salah satu ciri khas dalam GCG adalah adanya komisaris independen.
Pembentukan komisaris independen dimotivasi oleh antara lain keinginan untuk
memberi perlindungan yang lebih hakiki terhadap pemegang saham
minoritas dalam PT Terbuka. Mengacu pada pendapat Suprayitno (2006)
kriteria tentang Komisaris Independen adalah:
a. Komisaris Independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang
saham mayoritas atau pemegang saham pengendali (controlling
shareholders) perusahaan tercatat yang bersangkutan.
b. Komisaris Independen tidak memiliki hubungan dengan Direktur dan atau
Komisaris lainnya perusahaan tercatat yang bersangkutan.
c. Komisaris Independen tidak memiliki kedudukan rangkap pada perusahaan
lainnya yang terafiliasi dengan perusahaan tercatat yang bersangkutan.
d. Komisaris Independen harus mengerti peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal.
e. Komisaris Independen diusulkan dan dipilih oleh pemegang saham minoritas
yang bukan merupakan pemegang saham pengendali (bukan controlling
shareholders) dalam RUPS.
38
II.5.2 Komite Audit
Mengacu pada Pedoman KNKG (2006) Komite Audit bertugas
membantu Dewan Komisaris untuk memastikan bahwa:
a. Laporan keuangan disajikan secara wajar.
b. Struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan baik.
c. Pelaksanaan audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai dengan
standar audit yang berlaku.
d. Tindak lanjut temuan audit dilaksanakan oleh manajemen.
Komite Audit memproses calon auditor eksternal termasuk
imbalan jasanya. Jumlah anggota komite audit harus disesuaikan dengan
kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan efektivitas dalam
pengambilan keputusan. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa
efek, perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun
dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya
digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak
luas terhadap kelestarian lingkungan, Komite Audit diketuai oleh Komisaris
Independen dan anggotanya dapat terdiri dari Komisaris dan atau pelaku
profesi dari luar perusahaan. Salah seorang anggota memiliki latar belakang
dan kemampuan akuntansi dan atau keuangan.
Tanggung jawab Komite Audit dalam bidang Corporate Governance
adalah untuk memastikan, bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai Undang-
undang dan peraturan yang berlaku, melaksanakan usahanya dengan beretika,
melaksanakan pengawasannya secara efektif terhadap benturan kepentingan
dan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan perusahaan.
39
Mengacu pada Pedoman GCG KNKG (2006) ruang lingkup pelaksanaan
tugas Komite Audit dalam bidang tersebut di atas, antara lain:
a. Menilai kebijakan perusahaan yang berhubungan dengan kepatuhan terhadap
undang-undang dan peraturan, etika, benturan kepentingan dan penyelidikan
terhadap perbuatan yang merugikan perusahaan dan kecurangan.
b. Memonitor proses pengadilan yang sedang terjadi ataupun yang ditunda serta
yang menyangkut masalah Corporate Governance dalam hal mana
perusahaan menjadi salah satu pihak yang terkait di dalamnya.
c. Memeriksa kasus-kasus penting yang berhubungan dengan benturan
kepentingan, perbuatan yang merugikan perusahan, dan kecurangan.
d. Keharusan auditor internal untuk melaporkan temuan-temuan penting
lainnya.
Audit Committee Charter adalah suatu dokumen yang mengatur
tentang tugas, tanggung jawab, dan wewenang serta struktur Komite Audit
yang dituangkan secara tertulis dan disahkan oleh Dewan Komisaris. Audit
Committee Charter merupakan suatu dokumen (charter) yang menjamin
terciptanya dengan baik kondisi pengawasan suatu perusahaan, disamping perlu
adanya suatu wacana dari pimpinan perusahaan akan pentingnya pengawasan.
Peran Komite Audit adalah untuk mengawasi dan memberi masukan kepada
Dewan Komisaris dalam hal terciptanya mekanisme pengawasan.
40
Mengacu pada ketentuan The Institute of Internal Auditor (2006)
mengenai Audit Committee Charter, yang harus dinyatakan dengan jelas dalam
di dalamnya adalah yang menyangkut hal-hal sebagai berikut:
a. Tanggung jawab utama untuk laporan keuangan dan lainnya, pengawasan
intern dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, peraturan dan
etika bisnis dalam perusahaan tetap berada di tangan manajemen eksekutif.
b. Pimpinan puncak badan eksekutif, mempunyai tanggung jawab menyeluruh
dalam bidang-bidang tersebut di atas, dan Komite Audit membantu Dewan
Komisaris dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab-nya. Komite
Audit harus mempunyai akses pada sumber informasi, termasuk dokumen
dan personalia, dan mempunyai fasilitas yang memadai untuk melaksanakan
seluruh tanggung jawab-nya tersebut.
c. Diperlukan adanya penilaian yang tidak berpihak dan objektif tentang
manajemen perusahaan.
d. Pimpinan puncak badan eksekutif dan Dewan Direksi harus mendukung
Komie Audit yang bekerja secara mandiri dan bebas dari pengaruh
manajemen maupun pengaruh lainnya yang merupakan kelemahan
perusahaan.
e. Komite Audit dan auditor internal harus memelihara suatu tingkat
kemandirian profesional dalam menilai pelaksanaan tanggung jawab
manajemennya. Akan tetapi, ini tidak berarti, bahwa dalam suatu peran yang
harus berlawanan dengan manajemen, karena pada dasarnya auditor internal
dan manajemen harus mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk peningkatan
efisiensi.
41
f. Untuk memastikan kemandirian fungsi audit intern dan yang memastikan
bahwa temuan audit telah ditindaklanjuti secara wajar, Komite Audit harus
meningkatkan dan memperbaiki kerja sama yang saling menguntungkan
dengan auditor internal, dan manajemen eksekutif.
II.5.3 Komite Nominasi dan Remunerasi
Komite Nominasi dan Remunerasi diketuai oleh Komisaris Independen
dan anggotanya dapat terdiri dari Komisaris dan atau pelaku profesi dari luar
perusahaan. Mengacu pada Pedoman KNKG (2006) tugas daripada komite
Nominasi dan Remunerasi adalah:
a. Membantu Dewan Komisaris dalam menetapkan kriteria pemilihan calon
anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta sistem remunerasinya.
b. Membantu Dewan Komisaris mempersiapkan calon anggota Dewan
Komisaris dan Direksi dan mengusulkan besaran remunerasinya. Dewan
Komisaris dapat mengajukan calon tersebut dan remunerasinya untuk
memperoleh keputusan RUPS dengan cara sesuai ketentuan Anggaran Dasar.
II.5.4 Komite Kebijakan Risiko
Manajemen resiko adalah kegiatan pimpinan puncak
mengidentifikasi, mengevaluasi, menangani dan memonitor risiko bisnis yang
dihadapi perusahaan mereka di masa yang akan datang. Apabila dampak risiko
itu terhadap operasi bisnis diperkirakan cukup signifikan, pimpinan
perusahaan yang profesional akan menyusun rencana mengatasi atau
42
meredusir dampak negatif resiko tersebut. Manajemen resiko adalah
bagian yang tidak dapat terpisahkan dari GCG.
Komite Kebijakan Risiko bertugas membantu Dewan Komisaris dalam
mengkaji sistem manajemen risiko yang disusun oleh Direksi serta menilai
toleransi risiko yang dapat diambil oleh perusahaan. Anggota Komite
Kebijakan Risiko terdiri dari anggota Dewan Komisaris, namun bilamana perlu
dapat juga menunjuk pelaku profesi dari luar perusahaan.
II.5.5 Sekretaris Perusahaan
Untuk terus meningkatkan dan menjaga reputasi perusahaan, Sekretaris
perusahaan mengemban tanggung jawab untuk mempertahankan komunikasi
yang wajar, konsisten dan terbuka dalam hal seputar tata kelola perusahaan,
transaksi material dan kegiatan perseroan.
Dalam kegiatan sehari-hari fungsi hubungan masyarakat (Public
Relation) di bawah pengarahan Sekretaris Perusahaan menyediakan informasi
terkini mengenai perseroan kepada pemegang saham, publik, investor pasar
modal, analis dan media. Sebagai tambahan, Sekretaris Perusahaan memantau
hal-hal yang berhubungan dengan kepatuhan dan ketentuan pasar modal yang
berlaku dan memberikan informasi kepada Direksi mengenai perubahan
ketentuan dan implikasinya.