bab ii landasan teori a. definisi zakateprints.umm.ac.id/57195/45/bab ii.pdf · peraturan yang...
TRANSCRIPT
21
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Definisi Zakat
Zakat berasal dari kata “zaka”, yang memiliki arti, berkah, tumbuh dengan
subur. Makna lain didalam al-Qur’an “zaka” adalah suci dari dosa, sedangkan
dalam hukum Islam zakat diartikan dengan tumbuh, suci, berkembang, serta
berkah.17
Zakat secara bahasa, berarti tumbuh (numuw) dan bertambah (ziyadah). Untuk
pengucapan zakat al-nafaqah dapat memberika arti, nafkah tumbuh dan bertambah
jika diberkati.18
Lembaga penelitian dan pengkajian masyarakat (LPPM) Universitas Islam
Bandung (UNISBA) (1991) merincikan pengertian zakate ditinjau dari segi bahasa
antara lain:19
a. Tumbuh: Dimana benda yang dikenai zakat dapat tumbuh dan berkembang
secara baik, dengan berkembang sendirinya maupun dengan diusahakan dan
terlebih campuran keduanya. Apabila benda telah dizakati, maka akan lebih tumbuh
dan berkembang biak, dan menumbuhkan mental kemanusiaan, keagamaan
pemiliknya (muzakki) dan sipenerimanya (mustahik).
17 Mohammad Daud Ali, Habibah Daud. “Lembaga-lembaga Islam di Indonesia”. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 1995. Hal. 241. 18 Hasbi, Ash Shiddieqy. “Pedoman Zakat”. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra. 2009. Hal. 3. 19 Mursyidi. “Akuntansi Zakat Kontemporer”. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2006. Hal. 75-
77.
22
b. Baik: Menunjukkan dari sisi harta dikenai zakat adalah harta yang baik
mutunya, apabila telah dizakati maka akan lebih meningkat kebaikan mutunya, juga
meningkatkan kualitas muzakki dan mustahik.
c. Berkah: Menunjukkan bahwa harta yang dikenai zakat adalah harta yang
mengandung keberkahan yaitu memiliki potensi yang baik dan bagus. Potensial
bagi perekonomian dan membawa keberkahan bagi setiap orang yang terlibat di
dalamnya. Jika harta tersebut telah dibayarkan zakatnya.
d. Suci: Menunjukkan bahwa harta yang dikenai zakat adalah harta yang suci.
Suci dari usaha yang haram, serta mulus dari gangguan hama maupun penyakit, dan
jika telah dizakati, ia dapat mensucikan mental muzakki dan mustahik dari akhlak
dan tingkah laku yang tidak bermanfaat.
e. Kelebihan: Harta yang dizakati merupakan harta yang melebihi dari
kebutuhan pokok muzakki, dan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pokok
mustahik.
Zakat menurut istilah yaitu memberikan bagian yang khusus dari harta yang
khusus dengan ketentuan yang khusus, dan pada waktu yang khusus kepada
mustahiknya. Zakat adalah bagian harta yang wajib diberikan oleh setiap umat
muslim yang telah memenuhi syarat kepada orang-orang tertentu, dengan syarat
tertentu pula. Harta yang dikeluarkan akan membersihkan semua harta yang
dizakati dan memelihara pertumbuhannya. Kekayaan yang wajib dikeluarkan
zakatnya itu adalah, emas, perak, uang, barang dagangan, binatang ternak, hasil
23
bumi, hasil lautan, hasil jasa seseorang, barang tambang serta barang (hasil)
temuan.20
Dasar hukum zakat diantaranya:21
Al-Qur’an Surat At-Taubah Ayat 60
Artinya: sesunguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mua’alaf yang dibujuk hatinya,
untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah SWT
dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagi suatu ketetapan yang
diwajibkan Allah SWT dan Allah SWT maha mengetahui lagi maha bijaksana.
Al-Qur’an Surat At-Taubah Ayat 103
Artinya: ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan disucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya
20 Mohammad Daud Ali. “Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf”. Jakarta: UIPress. 1988. Hal.
26. 21 QS At-Taubah [9]:60 dan 103.
24
doamu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah SWT maha mendengar
lagi maha mengetahui.
Peraturan yang telah di tetapkan oleh pemerintah sebagai landasan hukum
zakat sebagai berikut:22
a) UU Republik Indonesia No 38 Tahun 1999 mengenai pengelolaan zakat
yang telah diperbaharui menjadi UU No 23 Tahun 2011 mengenai pengelolaan
zakat yang secara garis besarnya berisi pedoman zakat, mulai dari ketentuan umum,
tujuan zakat, organisasi pengelolaan zakat, pengumpulan, pendistribusian, peran
serta masyarakat, hingga sanksi dan larangan terkait dengan zakat.
b) Keputusan Mentri Agama Republik Indonesia No 118 Tahun 2014 tentang
pembentukan Badan Amil Zakat Nasional Provinsi.
c) Keputusan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji
Nomor D/291 Tahun 2000 tentang pedoman teknis pengelolaan zakat.
Adapun zakat memiliki fungsi pokok yaitu:23
1. Membersihkan jiwa muzakki.
2. Membersihkan harta muzakki.
3. Fungsi sosial ekonomi. Artinya zakat memiliki misi dalam meratakan
kesejahteraan dalam bidang sosial dan ekonomi. Dan memiliki peran penting dalam
membangun perekonomian yang berada di sektor ekonomi lemah.
4. Fungsi ibadah. Artinya zakat sebagai sarana utama yang melengkapi rukun
iman yang ke tiga dalam pengabdian dan rasa syukur kepada Allah Swt.
22 UU RI No 38 Tahun 1999. “Pengelolaan Zakat”. 23 Mursyidi. “Akuntansi Zakat Kontemporer”. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2006. Hal. 77.
25
1. Rukun dan Syarat-syarat Wajib Zakat
Adapun rukun zakat yang harus terpenuhi yaitu:24
a. Amil.
b. Muzakki.
c. Mustahik.
d. Harta yang mencapai nisab.
Jumhur ulama berpendapat untuk mengeluarkan zakat memiliki syarat wajib
yang harus dipenuhi antara lain:25
a) Beragama Islam. Artinya harta yang dikeluarkan untuk zakat, barasal dari
harta orang muslim, dan diberikan kepada orang muslim juga yang fakir maupun
miskin.
b) Memiliki akal yang Sehat dan Dewasa. Artinya zakat diwajibkan kepada
orang yang berakal sehat dan orang dewasa.
c) Merdeka. Artinya zakat diwajibkan kepada seorang muslim yang merdeka
dan memiliki harta yang jumlahnya melebihi nisab.
d) Milik Sempurna. Artinya harta sepenuhnya dimiliki tanpa ada campur
tangan hak orang lain pada tibanya untuk menunaikan zakat.
e) Berkembang Secara Rill atau Estimasi. Artinya harta yang dimiliki
berkembang dan memiliki potensi untuk tumbuh secara rill.
24 Terjemahan dari Wahbah Al-Zuhaili. “Zakat Kajian Berbagai Madzhab”. Bandung: Remaja Rosda
Karya. Cet. 6. 2005. Hal. 111 25 Yusuf Qardawi. “Hukum Zakat, Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan
Al-Qur’an dan Hadist”. Alih Bahasa Salman Harun dkk. Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa. 2007.
Hal 155.
26
f) Sampai Nisab. Artinya nisab dapat melampawi kebutuhan primer yang
diperlukan.
g) Cukup Haul. Artinya harta kekayaan diharuskan telah ada atau dimiliki
selama satu tahun penuh sesuai dalam penanggalan Islam.
h) Bebas dari Hutang. Artinya harta yang dimiliki sempurna dan bebas dari
hutang.
2. Orang-orang yang Berhak Menerima Zakat
Orang-orang yang berhak menerima zakat adalah yang termasuk dalam 8
golongan antara lain:26
a. Orang Fakir
Yaitu orang yang sangat kekurangan, tidak memiliki harta atau penghasilan
dalam memenuhi kebutuhan pokok.
b. Orang Miskin
Yaitu orang yang tidak dapat mencukupi kehidupannya dan dalam keadaan
kekurangan.
c. Amil Zakat
Yaitu orang-orang yang terpilih dan terpercaya dalam mengurusi masalah
zakat, termasuk segi pengumpul, penyimpan, penjaga keamanan, penghitungan
yang bertugas untuk menghitung kadar zakat yang harus dibayarkan dan akan
diberikan kepada para mustahik yang berhak atas zakat tersebut.
d. Muallaf
Yaitu orang yang baru masuk Islam atau seorang muallaf.
26 Mursyidi. “Akuntansi Zakat Kontemporer”. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2006. Hal. 174-
178
27
e. Riqab
Yaitu memerdekan budak termasuk dalam kegiatan melepaskan muslim dari
tawanan orang-orang kafir.
f.Gharim (orang yang berhutang)
Yaitu orang yang memiliki hutang dan tidak memiliki bagian lebih dari
hutangnya, baik atas hutang untuk kemaslahatan dirinya maupun kemaslahatan
masyarakat.
g. Fii Sabilillah
Yaitu orang yang berjuang untuk agamanya yaitu Islam. Orang yang menjadi
sukarelawan untuk melakukan kegiatan ini dikategorikan sebagai seorang yang
berada di jalan Alllah SWT. Dalam hal ini perjuangan yang dilakukan dalam
memerangi kelaliman dari bidang pendidikan, kebudayaan, media masa untuk
menegakkan syariat Islam di muka bumi ini.
h. Ibnu Sabil
Yaitu seorang musafir juga seorang yang melakukan perjalanan jauh dalam
rangka mencari bekal demi kemalahatan umum. Seperti halnya orang yang
bepergian untuk kegiatan yang bersifat keilmuan atau kegiata yang dibutuhkan oleh
masyarakat.
3. Jenis- jenis Zakat
Zakat dibedakan dalam dua kelompok besar, antara lain:
a. Zakat Fitrah
Zakat fitrah merupakan zakat jiwa (Zakat al-nafs), dimana zakat ini adalah
suatu kewajiban bagi setiap individu baik yang sudah dewasa maupun belum
dewasa, dan diiringi dengan menunaikan ibadah puasa (shaum). Zakat fitrah wajib
28
dikeluarkan sebelum shalat ied, namun ada yang membolehkan dikeluarkan
pertengahan bulan puasa. Tidak dikatakan zakat fitrah ketika zakat dikeluarkan
setelah shalat ied. Ini pendapat yang paling kuat terkait mengeluarkan zakat fitrah.
Zakat fitrah dibayarkan sesuai dengan kebutuhan pokok pada suatu masyarakat,
dengan ukuran yang disesuaikan dalam kondisi atau timbangan yang berlaku, dapat
juga diukur dengan satuan uang. Di Indonesia, zakat fitrah diukur dengan
timbangan beras sebanyak 2,5 kilogram. Pendistribusian zakat fitrah dapat
dilakukan kepada delapan golongan mustahik secara merata dan bersifat wajib,
delapan golongan mustahik, dengan mengkhususkan golongan fakir, hanya orang-
orang fakir, tidak kepada golongan mustahik lainnya.27
Zakat fitrah hukumnya wajib. Dimana dasar hukum terdapat dalam hadis
riwayat Ibnu Umar Ra di bawah ini.28
Artinya: Dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anh, dia berkata: “Rasulullah SAW
telah mewajibkan zakat fitri sebanyak satu shaa’ kurma atau satu shaa’ gandum”.
Kewajiban itu dikenalkan kepada budak, orang merdeka, lelaki wanita, anak kecil,
dan orang tua dari kalangan umat muslim. Beliau memerintahkan agar zakat fitri
itu ditunaikan sebelum keluarnya orang-orang melaksanakan shalat ied.
b. Zakat Mal
Zakat juga dapat diartikan shadaqah bahkan dengan infaq. Ketiga dari istilah
tersebut merupakan kata yang mengindikasikan adanya ibadah Maliyah, ibadah
yang berkaitan dengan harta. Dimana konsep tersebut telah disepakati oleh para ahli
27 Mursyidi. “Akuntansi Zakat Kontemporer”. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2006. Hal. 77-78. 28 H.R. Bukhari. Hadis Nomor 1503; H.R. Muslim. Hadis Nomor 984.
29
islam. Pada periode makiyah, konsep shadaqah dan infaq lebih popular
dibandingkan dengan konsep zakat pada saat itu. Ibadah Maliyah memiliki dampak
besar dengan peningkatan sumber daya manusia (SDM) baik pribadi maupun
kelompok. Banyak anggota masyarakat yang sebelumnya lemah dan berstatus
hamba sahaya berubah menjadi merdeka dan mandiri. Mereka mampu membangun
pasar madinah yang bersih dari riba, dan struktur perekonomian yang kuat.29
Zakat mal adalah zakat kekayaan, artinya zakat yang dikeluarkan dari sumber
kekayaan yang dimiliki. Uang, pendapatan dari profesi, usaha, investasi merupakan
dari kekayaan. Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW hanya menyebutkan secara
eksplisit dengan keterangan yang cukup rinci, tentang batas minimum dan tarif dari
tujuh jenis harta yang wajib dizakati, kecuali perniagaan. Ketujuh jenis harta
tersebut yaitu, emas, perak, hasil pertanian, barang dagangan, ternak, hasil tambang
dan barang temuan (rikaz). Sejalan dengan perkembangan ekonomi, sosial, budaya,
ilmu pengetahuan dan teknologi, maka para ulama kontemporer seperti, Mahmud
Saltut, Yusuf Qardhawi, dan Abd al-Rahman Isa menyatakan bahwa ketentuan
syar’iat terakit harta yang wajib dizakati masih bersifat kondisional, karena masih
kemungkinan untuk bertambah sesuai dengan perkembangan yang ada di
masyarakat. Melihat objek zakat saat ini terbilang sudah terdeferensiasi ke dalam
sektor baru dimana dapat mendatangkan lebih banyak harta ketimbang yang
dihasilkan dari mata pencaharian tradisional. Kepemilikan saham dan obligasi akan
jauh beda dibandingkan dengan menyimpan emas dan perak. Dengan bermunculan
29 Mursyidi. “Akuntansi Zakat Kontemporer”. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2006. Hal. 79-80.
30
jenis pekerjaan seperti profesi, jasa kesehatan, hakim, pengacara dan lain
sebagainya.30
4. Zakat Produktif
Zakat adalah kata yang berasal dari zaka yang artinya tumbuh, bersih dan
berkembang.31 Sedangkan kata produktif berasal dari bahasa inggris “productive”
yang artinya menghasilkan atau memberikan banyak hasil.32
Dapat disimpulkan zakat produktif adalah zakat yang dapat tumbuh dan
berkembang secara terus menerus bagi penerima zakat. Zakat produktif adalah
dimana harta yang dizakati kepada para mustahik tidak dihabiskan, tetapi
dikembangkan dan digunakan untuk membantu keberlangsungan usaha mereka,
sehingga dengan usaha tersebut mereka dapat memenuhi kubutuhan hidup secara
berkesinambungan.33
Yusuf Qardhawi berpendapat menunaikan zakat adalah bentuk ibadah dalam
membantu orang-orang miskin dan golongan ekonomi lemah dimana manfaat yang
dapat memberikan dampak positif bagi perekonomi umat muslim di masa
mendatang dan selalu tabah dalam mempertahankan kewajibannya terhadap Allah
SWT.34
Dari beberapa penjelasan di atas dapat memberikan suatu gambaran penting
dimana zakat produktif, memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap
keberlangsungan hidup umat muslim khususnya fakir, dan yang berada pada garis
30 Ibid., 81 31 Fahruddin. “Fiqh dan Manajemen Zakat Indonesia”. Malang: UIN Malang Press. Cet. 1. 2008.
Hal. 13. 32 Joyce M. Hawkins. “Kamus Dwibahasa Inggris-Indonesia”. Exford: Erlangga. 1996. Hal.267. 33 Asnaini. “Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Cet. 1.
2008. Hal. 64. 34 Yusuf Qardhawi. “Musykilah Al-Faqr Wakaifa Alajaha Al-Islam”. Beirut: 1966. Hal. 127.
31
kemiskinan. Disamping pemberian modal usaha serta tidak lepas dari pembinaan
dan pendampingan ruhani, intelektual keagamaannya kepada penerima zakat
produktif, juga dalam kegiatan memajukan usaha. Sehingga penerima zakat
produktif menjadi orang yang memiliki kualitas spiritual yang baik.
5. Macam-macam Zakat Produktif
Dalam penyaluran zakat produktif terdiri dari dua macam antara lain:35
a. Zakat Produktif Tradisional
Untuk melepaskan fakir miskin dalam keterbelengguan kemiskinan dan
menempatkannya pada taraf hidup yang lebih layak, dapat memenuhi kebutuhan
pokok sehari-hari. Zakat produktif tradisional merupakan zakat yang diberikan
kepada para mustahik dalam bentuk barang-barang produktif dapat berupa, sapi,
kambing, mesin jahit, alat-alat pertukaran dan lain sebagainya. Pemberian zakat
dalam bentuk seperti ini, dapat mendorong seorang mustahik dalam menciptakan
suatu usaha, maupun lapangan kerja, dan memberikan dampak besar dalam
keberlangsungan perekonomian hidup seorang mustahik.
b. Zakat Produktif Kreatif
Zakat ini merupakan pendayagunaan seluruh zakat yang ada dan
mewujudkanya dalam bentuk pemberian modal yang dapat dipergunakan dan di
kembangbiakan baik untuk membangun suatu proyek sosial maupun untuk
pemberian modal kepada seorang pedagang dan pengusaha kecil. Melihat beberapa
35 Asnaini. “Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Cet. 1.
2008. Hal. 78-80.
32
pembagian kategori zakat produktif diharapkan memberikan sumbangsih penuh
terhadap perekonomian Indonesia. Adapun arah dan tujuan zakat produktif, dalam
pengelolaannya sampai pada 8 sasaran, dan segala sesuatu yang memiliki
keterkaitan dengan usaha pemerintah atau pengelola dalam rangka memanfaatkan
hasil pengumpulan zakat.
Pengartian secara luas sesuai dengan syara’, secara tepat guna, secara efektif
dan efisien dengan distribusi yang memiliki kegunaan dan produktifitas sesuai
dengan syari’at dalam mewujudkan kesejahteraan sosial dan ekonomi. Para ulama
modern dan ilmuan telah mencoba menginterpretasikan pendayagunaan zakat
dalam perspektif yang lebih luas, dan mencakup produktifias, edukatif dan
ekonomis dalam kehidupan sosial pada saat ini seperti:36
a) Pengelolaan dan penyalurannya kepada para penduduk miskin harus
mencakup pembangunan prasarana dan sarana pertanian sebagai tumpuan
kesejahteraan ekonomi rakyat,
b) Pembangunan sektor industri yang secara langsung berorientasi pada
peningkatan kesejahteraan,
c) Penyelenggaraan sentra-sentra pendidikan, keterampilan, dan kejuruan
dalam mengatasi pengangguran,
d) Pemberian modal usaha kepada mustahik sebagai langkah awal untuk
mendirikan usaha mustahik, jaminan hidup untuk orang-orang invalid, jompo,
yatim piatu dan orang-orang yang memiliki pekerjaan,
36 Arif Mufraini. “Akuntansi dan Manajemen Zakat”. Jakarta: Kencana Prenada Group. 2006. Hal.
106-111.
33
e) Pengadaan sarana dan prasarana kesehatan bagi setiap warga atau rakyat
yang membutuhkan, dan pengadaan sarana-prasarana usaha sehingga dapat
mensejahterakan rakyat lapisan bawah.
6. Sistem Pengelolaan Dana Zakat Produktif
Pengelolaan zakat telah diatur berdasarkan UU No. 23 pasal 1-3 tahun 2011
dimana telah di jabarkan sebagai berikut:37
a. Pengertian pengelolaan zakat adalah kegiatan yang membutuhkan
perencanaan, pelaksanaan dan pengorganisasian dalam pengumpulan,
pendistribusian dan pendayagunaan zakat. (pasal 1 nomor 1).
b. Pengelolaan zakat berasaskan syari’at Islam yaitu, amanah, kemanfaatan,
keadilan, kepastian hukum, terintegritas dan akuntabilitas. (pasal 2).
c. Pengelolaan zakat memiliki tujuan untuk meningkatkan efektifitas dan
efisisensi pelayanan dalam pengelolaan zakat, meningkatkan segi manfaat zakat itu
sendiri untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan
kemiskinan. (pasal 3).
Dalam upaya mencapai tujuan pengelolaan zakat, maka terbentuklah Badan
Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang berkedudukan di ibu kota negara, provinsi,
kota maupun kabupaten. BAZNAS merupakan lembaga pemerintah non struktural
yang bersifat mandiri. BAZNAS merupakan lembaga yang memiliki wewenang
dalam melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional. Untuk membantu
BAZNAS dalam segi pelaksanaan, pengumpulan, pendistribusian dan
pendayagunaan zakat, maka masyarakat memiliki wewenang untuk membentuk
37 UU RI No 23 Tahun 2011. “Pengelolaan Zakat”.
34
Lembaga Amil Zakat (LAZ). Pengaruh berdirinya LAZ di daerah-daerah maupun
perkotaan, semakin membantu proses dari pengelolaan zakat di Indoneia menjadi
lebih optimal. Islam telah membuka pintu kesejahteraan untuk para umatnya salah
satunya melalui zakat. Adapun tujuan pengelolaan zakat sebagai berikut: Pertama,
meningkatkan pelayanan dalam menunaikan zakat, sesuai dengan tuntutan zaman.
Kedua, meningkatkan fungsi dan peran pranata keagamaan dalam upaya
mewujudkan kesejahteraan sosial dan ekonomi umat muslim. Ketiga,
meningkatkan hasil guna dan daya zakat.38
7. Penghimpunan Dana Zakat Produktif
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengumpulan berasal dari kata dasar
kumpul yang berarti sesuatu yang telah dikumpulkan, dihimpun. Sedangkan
pengumpulan itu sendiri mempunyai arti mengumpulkan atau penghimpunan.39
Jadi pengumpulan zakat dapat diartikan suatu kegiatan mengumpulkan atau
menghimpun dana zakat, dalam hal ini tidak hanya dana zakat tetapi juga infaq dan
shadaqah.
Pada masa Khulafaur-Rasyid mempunyai petugas khusus yan megatur masalah
zakat, baik dari muzakki melalui amil zakat untuk kemudian disalurkan kepada
mustahik, ini menunjukkan bahwa kewajiban zakat bukanlah semata-mata bersifat
amal karitatif (kedermawanan), tetapi juga suatu kewajiban yang bersifat otoritatif
(ijbari).40
38 Proyek Prasarana dan Sarana IAIN. “Ilmi Fiqh”. Jakarta: Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi
Agama Islam. 1983. Hal. 269. 39 Andraini dan Rizal Amrullah. “Kamus Besar Baha Indonesia”. Jakarta: Mutazam Mulia Utama.
2010. Hal. 803. 40 Didin Hafiduddin. “Zakat Dalam Perekonomian Modern”. Jakarta: Gema Insani Press. 2002.
Hal. 126
35
Tugas yang dilakukan dalam pengelolaan zakat dengan proses penghimpunan,
pendistribusian maupun pendayagunaan memerluka manajemen yang baik
meliputi, planning, organizing, directing and controlling penjelasan dari 4 proses
manajemen tersebut antara lain:41
a) Planning (perencanaan), adalah pembuatan suatu kegiatan dan penentuan
untuk melakukan suatu kegiatan dengan mempertimbangkan kondisi, dari segi
waktu yang akan ditentukan. Ada beberapa aspek yang harus diperhatikan seperti,
hasil yang ingin dicapai, apa yang akan dilakukan, waktu dan skala prioritas, dan
keperluan dana yang dibutuhkan. Perencanaan dengan segala bentuk variasi,
ditujukan untuk membantu tercapainya tujuan suatu lembaga atau organisasi. ini
merupakan prinsip yang penting, karena fungsi dari perencanaan harus mendukung
fungsi manajemen selanjutnya.
b) Organizing (pengorganisasian) adalah bentuk suatu lembaga dalam hal
profesionalitas yang dibangun dan dijunjung. Badan Amil Zakat (BAZ) juga tidak
terlepas dari profesionalitas dalam bekerja berdasakan aturan-aturan keorganisasian
untuk mewujudkan suatu organisasi yang memiliki kredibilitas yang baik, maka
perlu dirumuskan beberapa hal seperti, adanya tujuan yang harus dicapai, adanya
penetapan dan pengelompokan pekerjaan, adanya wewenang dan tanggung jawab,
adanya hubungan satu sama lain, dan adanya penempatan tugas bagi orang-orang
yang harus melaksanakannya.
c) Directing (pelaksanaan) dalam pengelolaan dan pendistribusian zakat
terdapat tiga strategi dalam pelaksanaan pengumpulan zakat yaitu, pembentukan
41 Fahruddin. “Fiqh dan Manajemen Zakat Indonesia”. Malang: UIN Malang Press. Cet. 1. 2008.
Hal. 29-38.
36
unit pengumpulan zakat, pembukaan counter penerimaan zakat, dan pembukaan
rekening bank. Disamping itu, untuk menumbuhkan niat berzakat kepada pegawai
institusional, pemerintah, maupun swasta, dapat melakukan berbagai cara seperti:
Pertama, memberikan kualitas wawasan yang benar dan memadai tentang zakat,
infaq dan shadaqah, baik dari segi epistimologi, terminologi dan kedudukannya
dalam ajaran Islam. Kedua, manfaat serta hajat dari zakat, infaq dan shadaqah
khususnya untuk pelaku zakat (muzakki) begitupun untuk para penerima zakat
(mustahik).
d) Controlling (pengawasan) adalah proses untuk menjamin bahwa tujuan-
tujuan organisasi dan manajemen lembaga internal maupun eksternal tercapai
dengan baik. Ini berkenaan dengan cara-cara membuat kegiatan-kegiatan sesuai
dengan yang telah direncanakan sebelumnya. Pengertian ini ada hubungan erat
antara perencanaan dan pengawasan. Pengawasan memiliki peranan penting dalam
manajemen suatu lembaga atau organisasi, karena memiliki fungsi untuk menguji
apakah pelaksanaan kerja tersebut teratur, tertib, terarah atau tidak.
8. Pendistribusian dan Pendayagunaan Dana Zakat Produktif
Pendistribusian dana zakat produktif merupakan penyaluran atau pembagian
zakat yang telah terkumpul kepada pihak-pihak tertentu dalam meraih tujuan sosial
ekonomi dari pemungutan zakat. Sistem pendistribusian dana zakat mempunyai
sasaran dan tujuan. Sasaran di sini adalah pihak-pihak yang diperbolehkan
menerima zakat (mustahik), sedangkan tujuannya adalah sesuatu yang dapat
tercapai dari alokasi hasil dana zakat dalam kerangka sisi ekonomi yaitu,
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam bidang perekonomian, sehingga
37
dapat memperkecil kelompok masyarakat miskin, yang pada akhirnya akan
meningkatkan kelompok muzakki.42
Dana zakat pada awalnya lebih didominasi oleh pola pendistribusian secara
konsumtif, namun demikian pada pelaksanaannya yang lebih mutakhir saat ini,
zakat mulai dikembangkan dengan pola distribusi dana zakat secara produktif.
Pendistribusian zakat produktif adalah pemberian zakat yang dapat membuat para
penerimanya menghasilkan sesuatu secara terus menerus. Untuk pendayagunaan
dana zakat produktif, bentuk inovasi distribusi dikategorikan dalam empat bentu
antara lain:43
a. Distribusi bersifat ‘konsumtif tradisional’, yaitu zakat yang dibagikan
kepada mustahik untuk dimanfaatkan secara langsung, seperti zakat fitrah yang
diberikan kepada fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau zakat
mal yang dibagikan kepada para korban bencana alam.
b. Distribusi bersifat ‘konsumtif kreatif’, yaitu zakat yang diwujudkan dalam
bentuk yang lain seperti, diberikan dalam bentuk alat-alat sekolah ataupun dalam
bentuk pemberian beasiswa.
c. Distribusi bersifat ‘produktif tradisional’, yaitu zakat yang diterima dalam
bentuk barang-barang yang produktif seperti, kambing, sapi, alat cukur dan lain
sebagainya. Pemberian dalam bentuk seperti ini dapat menciptakan suatu usaha
yang membuka lapangan kerja bagi fakir miskin.
42 Mursyidi. “Akuntansi Zakat Kontemporer”. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2006. Hal. 169-
170. 43 Arief Mufraini. “Akuntansi dan Manajemen Zakat”. Jakarta: Prenada Media Group. 2016. Hal.
153.
38
d. Distribusi bersifat ‘produktif kreatif’, yaitu zakat yang diwujudkan dalam
bentuk permodalan baik untuk membangun proyek sosial atau menambah modal
pedagang pengusaha kecil.
Dalam pengelolaan dana zakat produktif memerlukan suatu mekanisme
ataupun sistem pengelolaan yang baik, sehingga dalam pelaksanaan kegiatan yang
terjadi, untuk mengetahui adanya kendala-kendala yang terjadi dapat di monitoring
dan di selesaikan dengan segera. Adapun macam-macam model sistem pengelolaan
zakat produktif mulai dari penghimpunan atau pengumpulan, pendistribusian dan
pendayagunaan dana zakat produktif sebagai berikut:44
a) Surplus Zakat Budget
Merupakan pengumpulan dana zakat yang pendistribusannya hanya dibagikan
sebagian dan sebagian lainnya digunakan untuk pembiayaan usaha-usaha produktif
dalam bentuk Zakat Certificated. Dimana dalam pelaksanaannya, zakat diserahkan
oleh muzakki kepada amil, kemudian dikelola menjadi dua bentuk yaitu, bentuk
sertifikat atau uang tunai, selanjutnya sertifikat diberikan kepada mustahik dengan
persetujuan mustahik. Uang tunai yang terkandung didalam sertifikat tersebut
selanjutnya digunakan dalam operasional perusahaan, kemudian perusahaan yang
didanai, diharapkan dapat berkembang dengan pesat dan menyerap tenaga kerja
dari golongan mustahik itu sendiri. Selain itu perusahaan diharapkan dapat
memberikan bagi hasil kepada mustahik yang memegang sertifikat tersebut.
Apabila jumlah bagi hasil telah mencapai nisab dan haulnya maka mustahik
44 Muhammad Ridwan Masud. “Zakat dan Kemiskinan Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Umat”.
Yogyakarta: UII Press. 2005. Hal. 122-124.
39
tersebut dapat berperan sebagai muzakki yang membayar zakat atapun memberikan
infaq dan shadaqah.
Berikut adalah bentuk skema dari mekanisme kerja pengelolaan zakat dengan
sistem Surplus Zakat Budget.
40
Gambar 2.1
Skema Sistem Surplus Zakat Budget
Muzakki Amil Mustahik
Kepemilikan
sertifikat Distribusi
Perusahaan
Tidak Iya
Zakat Dikelola Bagian Zakat
Saham
Sertifikat
Dana
Perkembanga
Perusahaan Tenaga Kerja
Hasil
Usaha/Laba
Bagi Hasil Bagi Hasil
Mustahik
Pengeluaran
Zakat
Angsuran
Modal
41
Muzakki
Amil
Alat-alat
Produksi
Studi
Kelayakan
Mustahik
Mustahik
Usaha
Mustahik
Pengawasan dan
Pembinaan
Mustahik dan
Ushanya Program
Pelatiha
n
b) In Kind
Merupakan sistem pengelolaan zakat dimana alokasi dana zakat akan
didistribusikan kepada mustahik, tidak dibagikan dalam bentuk uang melainkan
dalam bentuk alat-alat produksi seperti, mesin ataupun hewan ternak yang
dibutuhkan, oleh kaum ekonomi lemah, dan memiliki keinginan untuk berusaha
atau berproduksi, baik untuk mereka yang baru akan memulai usaha maupun yang
ingin mengembangkan usaha yang sudah berjalan.
Berikut adalah skema dari mekanisme kerja pengelolaan zakat sestem In Kind.
Gambar 2.2
Skema In Kind
42
c) Revolving fund
Merupakan sisten pengelolaan zakat dimana amil memberikan pinjaman dana
zakat kepada mustahik dalam bentuk pembiayaan qardul hasan. Tugas mustahik
dalam menggunakan dana pinjaman tersebut untuk usaha agar dapat
mengembalikan sebagian atau seluruh dana yang dipinjam tersebut dalam kurun
waktu tertentu. Setelah dana tersebut dikembalikan, tugas amil kemudian
menggulirkan dana tersebut pada mustahiq lainnya.
Berikut adalah skema dari mekanisme pengelolaan zakat sengan sistem
Revolving Fund Zakat.
Gambar 2.3
Skema Sistem Revolving Fund Zakat
Muzakki
Amil
Mustahik
Pengawasan
dan Pembinaan
Keberhasilan
Mustahik
Pengembalia
n Pinjaman Mustahik Lainnya
43
B. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
Definisi UMKM telah diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia No 20
Tahun 2008 tentang UMKM. Pasal 1 dari UU tersebut, dijelaskan bahwa usaha
mikro merupakan usaha produktif yang milik orang atau perorangan atau milik
badan usaha perorangan yang memiliki kriteria usaha mikro sebagaimana diatur
dalam UU tersebut sebagai berikut:45
a. Usaha Mikro adalah usaha ekonomi produktif milik orang atau perorangan
dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana
diatur dalam undang-undang tersebut.
b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, ataupun menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar
yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagimana diatur dalam undang-undang
tersebut.
c. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh perorangan atau badan usaha yang bukan anak perusahaan atau
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, ataupun menjadi bagian secara
langsung maupun tidak langsung, dengan usaha kecil atau usaha besar dengan
jumlah kekayaan bersih atau hasill penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam
undang-undang tersebut.
d. Usaha besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan
usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari
45 UU RI No. 20 tahun 2008.
44
usaha menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara, atau swasta, usaha
patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.
e. Dunia Usaha adalah usaha besar, usaha menengah, usaha kecil dan usaha
mikro yang melakukan kegiatan di Indonesia dan berdomisili di Indonesia.
1. Kriteria UMKM
Menurut pasal 6 UU No 20 tahun 2008 tentang kriteria UMKM dalam bentuk
permodalan adalah sebagai berikut:46
a. Kriteria Usaha Mikro adalah, memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.
50.000.000 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000 (tiga
ratus juta rupiah).
b. Kriteria Usaha Kecil adalah, memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.
50.000.000 (lima puluh juta rupiah), sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000
(lima ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau
memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah),
sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta
rupiah).
c. Kriteria Usaha Menengah adalah, memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.
500.000.000 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.
10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.500.000.000 (dua
milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 50.000.000.000
(lima puluh milyar rupiah).
46 UU RI No. 20 tahun 2008.
45
2. Kebijakan Pemerintah
UMKM merupakan unit-unit usaha yang sangat memiliki potensi besar, bagi
perkembangan perekonomian suatu negara. Jumlah penyerapan tenaga kerja yang
besar dan mampu mempercepat proses pemerataan sebagai bagian dari
pembangunan. Berdasarkan realita lapangan, UMKM sudah sepatutnya
mendapatkan perlindungan atau payung hukum oleh pemerintah, seperti yang telah
dikeluarkan dalam undang-undang dan peraturan tentang UMKM. Adapun
beberapa peraturan yang telah dikeluarkan yaitu, UUD 1945 merupakan pondasi
dasar hukum di Indonesia pasal 5 ayat (1), pasal 20, pasal 27 ayat (2), pasal 33, UU
No. 9 Tahun 1999. Kemudian adanya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rayat
Republik Indonesia Nomor XVI/MPR-RI/1998 tentang politik ekonomi dalam
rangka demokrasi ekonomi, usaha mikro, kecil dan menengah. Perlu diberdayakan
sebagai bagian integral ekonomi rakyat yang mempunyai kedudukan, peran dan
potensi strategis untuk mewujudkan struktur perekonomian nasional yang makin
seimbang, berkembang dan berkeadilan. Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2007,
mengenai program Kredit Usaha Kecil bagi pembiayaan operasional UMKM, UU
No. 20 Tahun 2008 tentang pemberdayaan UMKM bagi perekonomian di
Indonesia. Itulah beberapa regulasi yang telah dikeluarkan oleh, pemerintah untuk
proses legitimasi UMKM sebagai unit usaha yang sangat memiliki pengaruh besar
terhadap kesejahteraan perekonomian negara Republik Indonesia.47
3. UMKM dalam Perspektif Ekonomi Syariah
47 Yuli Rahmini Suci. “Perkembangan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) di Indonesia”.
Jurnal Ilmiah Cano Ekonomos Vol. 6. No. 1. Januari. 2017. Hal. 55.
46
Dalam pandangan Islam, ekonomi adalah khadim (penopang atau sasaran
pendukung) bagi nilai-nilai dasar seperti aqidah Islamiyah, ibadah dan akhlakul
karimah. Maka apabila ada suatu pertentangan antara tujuan ekonomi, bagi individu
atau masyarakat dengan nilai-nilai dasar itu, maka Islam tidak peduli dengan
tujuan-tujuan tersebut, dan sanggup untuk mengorbankan tujuan-tujuan itu dengan
kerelaan hati. Hal itu dalam rangka memelihara prinsip-prinsip, tujuan dan
keutamaan manusia itu sendiri.48
Islam menganjurkan suatu sistem yang sangat sederhana untuk peningkatan
ekonomi masyarakat, yang dimana membolehkan anggotanya melakukan proses
pembangunan ekonomi yang stabil. Sistem ekonomi Islam menyediakan peluang-
peluang yang sama dan memberikan hak-hak alami kepada semua yaitu, hak
terhadap harta, dan bebas berusaha, dan pada saat yang sama menjamin
keseimbangan dalam distribusi kekayaan. Semata-mata untuk tujuan memelihara
kestabilan dalam sistem ekonomi.49
Dalam ekonomi islam, UMKM merupakan salah satu kegiatan dari usaha
manusia untuk mempertahankan hidupnya dan beribadah, menuju kesejahteraan
sosial. Perintah ini berlaku kepada semua orang tanpa membeda-bedakan pangkat,
status jabatan seseorang dalam Al-Qur’an telah dijelaskan dalam Al-Qur’an.Surat
At-Taubah Ayat 105:50
48 Yusuf Qhardawi. “Halal Hara dalam Islam”. Solo: Era Intermedia. 2003. Hal. 354-356. 49 Afzalur Rahman. “Doktrin Ekonomi Islam”. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf. 1995. Hal. 11-
12. 50 QS At-Taubah [9]:105.
47
Artinya: dan katakanlah: “bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta
orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan
kepada (Allah) yang mengetahui pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan
kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu
diberitakannya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”.
4. Karakteristik UMKM dalam Perspektif Ekonomi Syariah
Dalam islam, tata cara bersosialisasi antar indivudu, hubungan individu dengan
Allah telah diatur dan aturan main yang berhubungan dengan hukum (hala-haram)
dalam setiap aspek kehidupan termasuk aktivitas bisnis, agar seorang muslim dapat
selalu menjaga etika sebagai makhlup ciptaannya (Allah SWT), agar tidak
terjerumus ke dalam kesesatan. Berikut adalah karakteristik usaha mikro dalam
perspektif ekonomi syariah:51
a. Usaha Mikro, pengaruhnya bersifat ketuhanan (ilahiah) (nizhamun
rabbaniyyun), mengingat dasar-dasar pengaturannya yang tidak diletakkan oleh
manusia, akan tetapi didasarkan pada aturan-aturan yang ditetapkan Allah SWT
sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
b. Usaha Mikro, berdimensi keakidahan (iqtishadun aqdiyyun), mengingat
ekonomi Islam itu pada dasarnya terbit atau lahir sebagai ekspresi dari akidah
islamiah (al-aqidah al-islamiyyah), yang di dalamnya akan dimintakan pertanggung
jawaban terhadap akidah yang diyakini.
51 Sastro Wahdino. “Ekonomi makro dan Mikro Islam”. Jakarta: PT. Dwi Chandra Wacana. 2001.
Hal. 52
48
c. Memiliki karakter ta’abbudi (thabi’abbudiyun). Mengingat usaha mikro
Islam itu merupakan tata aturan yang berdimensi ketuhanan (nizham rabbani).
d. Terkait erat dengan akhlak (murtabhun bil-akhlaq), Islam tidak pernah
memprediksi kemungkinan ada pemisahan antara akhlak dan ekonomi, juga tidak
pernah memetakan pembangunan ekonomi dalam lindungan Islam yang tanpa
akhlak.
e. Elastik (al-murunah), didasarkan pada kenyataan bahwa baik Al-Qur’an
maupun Al-Hadist, yang keduanya dijadikan sebagai sumber asasi ekonomi.
f. Objektif (al-maudhu’iyyah), Islam mengajarkan umatnya supaya berlaku
dan bertindak objektif dalam melakukan aktivitas ekonomi. Aktivitas ekonomi pada
hakikatnya adalah pelaksanaan amanat yang harus dipenuhi oleh setiap pelaku
ekonomi tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, warna kulit, etnik, agama atau
kepercayaan dan lain sebagainya.
g. Realistis (al-waqii’yyah), prakiraan ekonomi khususnya prakiraan bisnis
tidak selamanya sesuai antara teori di satu sisi dengan praktek pada sisi yang lain.
h. Harta kekayaan itu pada hakikatnya adalah milik Allah SWT dalam prinsip
ini terkandung maksud bahwa kepemilikin seseorang terhadap harta kekayaan (al-
amwal) tidaklah bersifat mutlak.
i. Memiliki kecakapan dalam mengelola harta kekayaan (tarsyid istikhdamal-
mal).
5. Alasan Perlunya UMKM bagi umat Islam
UMKM atau kewirausahaan adalah bentuk proses disnamika unutuk
menciptakan suatu kemakmuran dalam perekonomian. Kemakmuran itu diciptakan
oleh individu yangbberwirausaha dalam menanggung resiko, menghabiskan waktu
49
dan menyediakan berbagai produk barang dan jasa. Bukan merupakan barang baru,
tetapi mesti mempunyai nilai yang baru dan berguna dengan memanfaatkan skills
dan resources yang ada.52
Pembangunan akan lebih berhasil jika ditunjang oleh wirausahawan yang dapat
membuka lapangan kerja. Pemerintah tidak akan mampu menggarap semua aspek
pembangunan karena sangat membutuhkan anggaran belanja, dan pengawasan.
Oleh karena itu, wurausaha merupakan kunci dalam proses pertumbuhan ekonomi
dan sangat determinan. Umat Islam seharusnya memiliki motivasi untuk
berwirausaha dengan alasan sebagai berikut:53
a. Kemakmuran suatu negara dan masyarakatnya, tergantung pada
keterlibatan anggota masyarakat dalam berwirausaha. Majunya perekonomian
suatu negara, dikarenakan memiliki kemampuan yang tinggi dalam berwirausaha.
b. Dari keuntungan berwirausaha, terdapat sumber utama zakat dan shadaqah,
yang dapat digunakan untk mengatasi masalah kemiskinan yang terjadi pada umat
Islam.
c. Dengan berwirausaha, akan muncul lebih banyak peluang kerja sehingga
dapat mengatasi masalah pengangguran.
d. Tanpa kekuatan berwirausaha, umat Islam akan menjadi umat yang
mengemis, dan selalu menerima, sehingga memudahkan untuk dijajah pikiran dan
jiwanya.
52 Afzalur Rahman. “Doktrin Ekonomi Islam”. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf. 1995. Hal. 11-
12. 53 Siti Najma. “Optimalisasi Peran Zakat untuk Pengembangan Kewirausahaan Umat Islam”. Media
Syariah. Vol. XVI. No. 1. Juni 2014. Hal. 147.
50
e. Melalui keberhasilan suatu usah seperti membangun UMKM, dakwah akan
lebih mudah dilakukan. Keterbelakangan perekonomian dan kebodohan umat, akan
mempersulit dakwah Islam.
f. Tanpa harta dan kekayaan, umat Islam tidak akan dapat menguasai ilmu dan
teknologi untuk dapat mempertahankan kepentingan islam.
Pengembangan kewirausahaan di kalangan masyarakat memiliki manfaat yang
terkait langsung dengan pengembangan masyarakat. Manfaat tersebut
diantaranya:54
Pengembangan kewirausahaan atau UMKM akan memberikan kontribusi yang
besar dari perluasan lapangan kerja, sehingga dapat mengurangi angka
pengangguran.
a) Berkembangnya UMKM akan meningkatkan kekuatan ekonomi negara.
Telah terbukti dalam sejarah perjalanan bangsa kita bahwa UMKM adalah basis
ekonomi yang bertahan dalam menghadapi goncangan ekonomi.
b) Dengan semakin banyaknya wirausaha yang berkembang, akan semakin
banyak keteladanan dalam masyarakat, khususnya dalam aktivitas perdagangan,
karena para wirausahawan memiliki pribadi yang unggul, berani, independen,
hidup tidak merugikan orang lain, bahkan dapat memberikan manfaat bagi anggota
masyarakat yang lain.
c) Dengan berkembangnya kewirausahaan, maka akan menumbuhkan etos
kerja dan kehidupan yang dinamis, serta semakin benyaknya partisipasi masyarakat
terhadap pembangunan bangsa.
54 Tim Multitama Communications. “Islamic Business Strategy for Enterpreneurship”. Jakarta:
Penerbit Zikrul Hakim. 2006. Hal. 12.
51