bab ii landasan teori 2.1 pemasaran · 10 universitas kristen petra bab ii landasan teori 2.1...
TRANSCRIPT
10 Universitas Kristen Petra
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pemasaran
Dalam dunia bisnis kompetisi antar perusahaan tidak akan pernah berhenti.
Perusahaan akan terus berusaha untuk mempertahankan bahkan memperluas
pangsa pasarnya untuk mempertahankan eksistensi perusahaannya. Aktivitas
pemasaran merupakan ujung tombak perusahaan untuk mampu bersaing dalam
dunia bisnis. Karena itu keberhasilan dalam penerapan aktifitas pemasaran ini
akan menentukan berhasil tidaknya sebuah perusahaan.
Menurut Kottler dalam bukunya Marketing Management 9e, pemasaran
adalah suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya indvidu dan kelompok
mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan,
menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.
Pemasaran memiliki dua hal. Pertama, pemasaran merupakan filosofi,
sikap, perspektif atau orientasi manajemen yang menekankan pada kepuasan
konsumen. Kedua, pemasaran adalah sekumpulan aktivitas yang digunakan untuk
mengimplementasikan filosofi tersebut.
Definisi dari American Marketing Association (AMA) mencakup kedua
perspektif itu: “Marketing is the planning and executing the conception, pricing,
promotion and distribution of ideas, goods and services to create exchanges that
satisfy individual and organizational goals”. Artinya bahwa pemasaran adalah
proses perencanaan dan menjalankan konsep, harga, promosi, dan distribusi ide,
barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang mampu memuaskan tujuan
individu dan organisasi.
Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pemasaran
adalah sebuah proses perencanaan dan menjalankan konsep yang terkait dengan
distribusi barang atau jasa, harga, promosi untuk dapat menciptakan pertukaran
yang menguntungkan kedua belah pihak baik pelanggan maupun organisasi.
11 Universitas Kristen Petra
2.2 Jasa
2.2.1 Pengertian Jasa
Kebutuhan dan keinginan manusia yang beraneka ragam tidak terbatas
pada produk yang berwujud berupa barang. Namun seiring dengan meningkatnya
kesejahteraan manusia maka kebutuhan dan keinginan mereka pun meningkat
pada produk yang tidak berwujud seperti jasa. Industri jasa telah berkembang
pesat sekarang ini. Konsumen sekarangpun telah memiliki selera dan daya beli
yang juga cukup tinggi. Hal ini menyebabkan perusahaan jasa harus menyediakan
pelayanan yang terbaik untuk memuaskan konsumen.
Jasa menurut Kotler (2003; 444) adalah setiap tindakan atau aktivitas yang
dapat ditawarkan suatu pihak kepada pihak lain, yang bersifat intangible (tidak
berwujud) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu.
Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa jasa adalah suatu
aktivitas yang dapat ditawarkan kepada pihak lain, yang bersifat tidak berwujud.
2.2.2 Karakteristik Jasa
Jasa,dengan beberapa karakteristiknya, yaitu (Lovelock, 2001; 9):
a. Intangibility
Tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, dicium atau didengar sebelum dibeli.
b. Heterogeneity
Sifat jasa yang heterogen/variatif menyebabkan sulit distandardisasi.
c. Perishability of output
Tidak dapat dibentuk persediaan.
d. Simultaneity of production dan
e. Consumption or inseparability
Proses operasi bersamaan dengan proses konsumsi), menyebabkan
pemasaran jasa lebih kompleks dan lebih sulit dari pemasaran barang.
2.2.3 Jenis-jenis jasa
Menurut Lovelock Jasa pada dasarnya dapat dibedakan menjadi 3 macam
sebagaimana dikemukakan (dalam Sudarminto, 2002, p25-26) yang
membedakannya adalah sebagai berikut:
12 Universitas Kristen Petra
1. Rented Goods Service
Dalam jenis ini, konsumen menyewa dan menggunakan suatu produk
berdasarkan tarif yang telah ditetapkan selama jangka waktu tertentu.
Konsumen hanya dapat menggunakan produk tersebut, sedangkan
kepemilikannya tetap berada pada pihak perusahaan atau perorangan yang
menyewakannya. Contoh: perusahaan penyewaan mobil, penyewaan hotel,
computer, apartemen dan sebagainya.
2. Owned Goods Service
Dalam jenis ini, produk-produk yang dimiliki konsumen dikembangkan
atau dirawat oleh perusahaan jasa. Jenis jasa ini juga mencakup perubahan
bentuk produk (barang) yang dimiliki konsumen. Contoh: jasa perbaikan
mobil, AC, salon kecantikan dan sebagainya.
3. Non Goods Service
Dalam jenis ini adalah jasa personal bersifat intangible (tidak berbentuk
produk fisik) ditawarkan pada para pelanggan. Contoh: jasa bank, jasa
asuransi, jasa pendidikan, jasa ekspedisi dan sebagainya.
2.3 Customer Experience
2.3.1 Customer Experience
Experience telah muncul sebagai perkembangan nilai ekonomi yang baru
(Gentile, Spiller & Noci, 2007). Pengalaman atau experience dibentuk dari proses
belajar dan mengingat baik semua peristiwa yang terjadi secara sadar maupun
tidak sadar. Pengalaman akan terbentuk apabila ada hubungan yang terjadi antara
pihak eksternal dengan pihak internal. Dengan demikian pengalaman dibentuk
melalui kombinasi keterlibatan, pembelajaran, dan menghafal (Pucinelli et al.,
2009) sebagaimana dikutip dalam Saad & Abhari (2010).
Experience, menurut Schmitt (2003) lebih berorientasi kepada proses.
Dalam sebuah pengalaman berbelanja, experience lebih dari sekedar mendapatkan
produk yang diinginkan oleh konsumen, tetapi juga pada semua event dan
aktivitas yang merupakan bagian dari proses berbelanja, seperti desain
lingkungan/ kawasan belanja, pelayanan staf, bagaimana sambutan karyawan, dan
apa yang dirasakan konsumen ketika berbelanja. Brooks (2006) menjelaskan
tentang lima langkah yang harus dilakukan perusahaan dalam membangun
13 Universitas Kristen Petra
experience pelanggannya, yaitu mengetahui keinginan pelanggan, proses dan
sistem yang baik sehingga mampu memenuhi semua ekspektasi pelanggan,
buatlah pelanggan senang dan menikmati proses bertransaksi, buat pelanggan
merasa “Wow”, dan buat pelanggan berhasil dengan adanya transaksi tersebut.
Customer experience adalah interpretasi pribadi seseorang terhadap
sebuah proses pelayanan dan interaksi serta keterlibatan mereka dengan sebuah
produk atau jasa tersebut selama perjalanan mereka dan bagaimana proses
tersebut memberikan rasa kepada pelanggan (Deng et al. 2010). Pengalaman
dianggap murni diterima oleh setiap individu dan pengalaman tersebut sangatlah
pribadi dan hanya berada dipikiran pelanggan (Vargo & Lusch, 2004). Karena
itulah tidak ada setiap orang yang memiliki pengalaman yang sama (Pine &
Gilmore, 1999).
Thompson & Kolsky (dalam Terblanche, 2009) mendefinisikan customer
experience sebagai akumulasi dari semua kejadian yang disadari oleh pelanggan.
Sementara itu Watkins (2007) sebagaimana dikutip dalam Senjaya et al (2012)
mendefinisikan customer experience sebagai penjelmaan sebuah brand yang mana
melingkupi semua interaksi antara organisasi dengan pelanggan.
Customer experience berasal dari sekumpulan interaksi antara konsumen
dengan produk, perusahaan, atau bagian dari organisasi, yang menimbulkan
sebuah reaksi. Pengalaman ini merupakan pengalaman pribadi dan menyiratkan
keterlibatan pelanggan pada tingkat yang berbeda baik dari sisi rasional,
emosional, sensorik, fisik, dan spritual” (Gentile, Spiller, and Noci 2007, p. 397).
“Customer experience adalah respon internal dan subjektif oleh konsumen
berkaitan dengan pengalamannya ketika berhubungan baik secara langsung
maupun tidak langsung dengan sebuah perusahaan. Pengalaman langsung
biasanya terjadi ketika konsumen melakukan pembelian atau penggunaan sebuah
layanan. Sedangkan pengalaman tidak langsung sering melibatkan pertemuan
dengan perwakilan dari perusahaan, produk, atau layanan, rekomendasi dari mulut
ke mulut atau bahkan kritik, iklan, berita, review, dll.” (Meyer and Schwager
2007). Banyak studi yang menunjukkan bahwa customer experience merupakan
alasan utama banyak orang melakukan pembelian terhadap berbagai macam
brand.
14 Universitas Kristen Petra
Dari berbagai macam pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
customer experience adalah sekumpulan interaksi baik interaksi secara langsung
maupun tidak langsung antara konsumen dengan perusahaan, produk, atau bagian
dari organisasi yang mana dari interaksi tersebut akan memberikan suatu
pengalaman. Semakin berkualitas sebuah pengalaman yang diperoleh konsumen,
maka semakin besar pula peluang konsumen tersebut melakukan pembelian atau
konsumsi.
2.3.2 B2C Customer Experience
Coyle (2007) membuat bagan B2C customer life cycle yang menjelaskan
tentang proses yang membentuk customer experience pada B2C yang terdiri dari
identifikasi pasar untuk mendapatkan prospek pelanggan dan menjual produk,
kemudian perbaiki pelayanan sehingga membentuk customer experience yang
baik, dan membangun merek untuk mempertahankan pelanggan.
Gambar 2.1. B2C Customer Life Cycle
Sumber: Diolah dari Coyle (2007)
Smith & Wheeler (2002) mengembangkan model seperti pada dibawah
dan menjelaskan bahwa karyawan (people), produk atau jasa yang ditawarkan,
serta proses harus dibenahi dalam pembentukan customer experience yang sesuai
dengan ekspektasi pelanggan, sehingga akan menimbulkan perilaku konsumen
yang menghasilkan profit ataupun growth bagi perusahaan.
15 Universitas Kristen Petra
Gambar 2.2. Model Branded Customer Experience
Sumber: Diolah dari Smith & Wheeler (2002, hal. 20)
Kualitas pengalaman yang diperoleh konsumen akan menentukan apakah
mereka akan melakukan konsumsi atau tidak. Menurut Lemke et al. (2010),
customer experience quality merupakan persepsi yang sangat erat kaitannya
dengan tujuan pelanggan. Lebih lanjut, bila dikutip dari definisi Zeithaml tentang
kualitas pada tahun 1988, Lemke et al. (2010) mendefinisikan kualitas
pengalaman konsumen sebagai penilaian yang dirasakan tentang keunggulan atau
superioritas dari pengalaman pelanggan.
Dalam penelitian yang dilakukan Lemke et al. (2006), ia menyatakan
delapan faktor yang penting yang mempengaruhi customer experience pada B2C,
yaitu:
a. Accessibility
Adalah kemudahan pelanggan untuk dapat mengakses segala yang
berhubungan dengan perusahaan baik informasi, produk maupun jasanya.
b. Competence
Adalah kompetensi atau keunggulan khusus yang dimiliki oleh penyedia
produk baik dari segi produk jasanya maupun orang-orang didalam
organisasinya.
c. Customer Recognition
Adalah tingkat dimana pelanggan merasa bahwa mereka diakui dan
dianggap ada ketika memulai kontak pertama kali dengan penyedia
produk.
16 Universitas Kristen Petra
d. Helpfulness
Adalah tingkat dimana staff perusahaan penyedia produk akan selalu siap
membantu apabila dibutuhkan.
e. Personalization
Adalah tingkat dimana pelanggan merasa bahwa mereka diperlakukan
secara khusus sebagai seorang individu. Beberapa perusahaan penyedia
jasa dapat mengenali pelanggan mereka secara individu dan memberikan
pelayanan kepada pelanggannya dengan cara yang khusus. Namun ada
beberapa perusahaan yang memberikan layanan seakan-akan mereka tidak
mengenal dan menganggap pelanggan itu ada.
f. Problem solving
adalah tingkat dimana pelanggan merasa bahwa perusahaan penyedia
produk selalu membantu menyelesaikan permasalahan yang mereka
hadapi.
g. Promise fulfillment
Adalah tingkat dimana perusahaan penyedia produk selalu berusaha
menetapi janji kepada pelanggan mereka.
h. Value For Time
Adalah tingkat dimana perusahaan penyedia produk berusaha untuk
memberikan efisiensi waktu semaksimal mungkin untuk pelanggan dalam
memberikan layanannya.
2.4 Kepuasan Pelanggan
2.4.1 Definisi Kepuasan Pelanggan
Menentukan kebutuhan dan keinginan konsumen yang ingin dipuaskan
bukanlah hal yang mudah sekarang ini. Hal ini disebabkan karena keinginan dan
kebutuhan konsumen yang selalu berubah dari waktu ke waktu. Hal ini membuat
perusahaan harus berpikir keras untuk dapat memuaskan konsumen.
Menurut Kottler dan Keller (2009), kepuasan pelanggan adalah perasaan
pelanggan baik itu perasaan puas dan senang maupun kecewa sebagai hasil dari
perbandingan kinerja sebuah produk dibandingkan dengan ekspektasi yang
diharapkan. Hoyer & Maclnnis (2001) mendefinisikan kepuasan terkait dengan
perasaan menerima, bahagia, lega, gembira dan senang.
17 Universitas Kristen Petra
Menurut Hansemark & Albinsson (2004), kepuasan pelanggan adalah
sikap pelanggan secara keseluruhan terhadap penyedia jasa atau reaksi & emosi
terhadap apa yang pelanggan rasakan dan apa yang mereka terima dalam hal ini
berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan, tujuan, maupun keinginan mereka.
Menurut Mittal & Kamakura (2001), kepuasan adalah salah satu faktor kunci
dalam menentukan keinginan konsumen untuk pembelian dimasa depan.
Sedangkan menurut Andreessen & Lindestad (dalam Thakur & Singh, 2011)
mengatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah akumulasi pengalaman oleh
pelanggan lewat pembelian dan pengalaman berkonsumsi.
Menurut Crosby et al (1990), kepuasan pelanggan adalah penilaian dari
pengalaman berinteraksi dengan penyedia layanan pada waktu sekarang dan
pengalaman tersebut akan dijadikan pelanggan sebagai prrediksi untuk menerka
pengalaman di masa yang akan datang. Kepuasan pelanggan secara umum
diasumsikan sebagai faktor penentu yang signifikan dalam pembelian berulang,
word of mouth yang positif, dan loyalitas pelanggan. Pelanggan yang puas akan
kembali dan membeli lebih banyak, juga akan memberitahu kepada orang lain
tentang pengalaman yang mereka rasakan ketika mengkonsumsi sesuatu baik itu
pengalaman positif maupun negatif (Fornell et al., 1996). Kepuasan pelanggan
adalah perasaan yang didapat setelah mengevaluasi ulang apa yang telah diterima
dengan apa yang diharapkan, termasuk keputusan pembelian itu sendiri dan
kebutuhan serta keinginan terkait dengan pembelian (Armstrong & Kotler, 1996).
Menurut Bitner & Zeithmal (2003), Kepuasan adalah evaluasi terhadap
produk atau jasa yang telah dikonsumsi untuk mengetahui apakah produk atau
jasa tersebut telah memenuhi kebutuhan dan ekspekstasi yang diharapkan.
Menurut oliver & DeSarbo (1993) sebagaimana dikutip dalam Walter,
Mueller & Helfert, kepuasan pelanggan sebagai atribut kepuasan, yaitu penilaian
kepuasan pelanggan secara subjekti
f yang dihasilkan dari pengamatan kinerja atribut. Biasanya penilaian mengenai
suatu produk atau jasa yang dibeli dari pemasok industri.
Menurut Kotler (1997), kepuasan pelanggan adalah konsekuensi dari
pengalaman selama tahap pembelian yang mencakup mulai dari membutuhkan
18 Universitas Kristen Petra
sesuatu, mengumpulkan informasi, mengevaluasi alternatif pembelian,
memutuskan untuk membeli, dan perilaku pasca pembelian.
Dari berbagai definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan
pelanggan adalah sebuah perasaan baik senang maupun kecewa dari hasil
pengalaman mengkonsumsi sebuah produk atau jasa setelah dilakukan evaluasi
terhadap produk atau jasa tersebut. Apabila produk atau jasa tersebut memenuhi
ekspekstasi atau minimal sama, maka konsumen akan puas dan akan melakukan
pembelian berulang, word of mouth yang positif, dan menjadi loyal. Sedangkan
apabila produk atau jasa tersebut tidak memenuhi ekspektasi konsumen, maka
konsumen akan merasa tidak puas.
2.4.2 Indikator pengukuran kepuasan pelanggan
Menurut kottler seperti yang dikutip oleh Hatane & Nadya (2009, p.25),
Kepuasan pelanggan merupakan perbandingan antara apa yang diharapkan
pelanggan (customer expectation) dengan apa yang diperoleh pelanggan
(perceived quality). Tanpa adanya kepuasan pelanggan maka perusahaan akan
sulit untuk bertahan dalam menghadapi persaingan yang kompetitif.
Menurut Kotler (2001), ada tiga hal penting yang harus diperhatikan
dalam membangun kepuasan pelanggan, antara lain:
a. Mutu (Quality)
Berkaitan dengan mutu atau kualitas dari fasilitas yang disediakan oleh
perusahaan penyedia jasa.
b. Pelayanan (Services)
Berkaitan dengan kualitas pelayanan yang diberikan oleh seluruh
staff/karyawan dari perusahaan penyedia jasa.
c. Nilai (Value)
Nilai berkaitan dengan keseluruhan benefit/manfaat apa yang didapatkan
oleh konsumen dibandingkan dengan biaya yang telah dikeluarkan oleh
konsumen.
19 Universitas Kristen Petra
2.5. Loyalitas Pelanggan
2.5.1 Definisi Loyalitas Pelanggan
Secara umum, loyalitas dapat didefinisikan sebagai frekuensi pembelian
suatu produk atau jasa secara berulang-ulang atau relatif selalu membeli barang
dengan brand yang sama.
Menurut Anderson & Jacobsen seperti yang dikutip oleh Singh (2006),
loyalitas pelanggan adalah hasil dari kerja suatu organisasi yang menciptakan
sebuah manfaat bagi pelanggan sehingga mereka akan mempertahankan bahkan
meningkatkan pembelian mereka di organisasi tersebut. Hal ini juga sesuai
dengan definisi yang dikemukakan oleh Singh (2006) yang mengatakan bahwa
loyalitas pelanggan adalah sebuah komitmen yang dipegang teguh oleh pelanggan
untuk tetap membeli produk atau jasa suatu organisasi secara konsisten dan
berulang-ulang di masa depan meskipun terjadi pengaruh situasional dan usaha
pemasaran memiliki potensi mengalami perubahan perilaku pelanggan. Selain itu
loyalitas pelanggan yang sesungguhnya juga terjadi ketika seorang pelanggan
dapat menjadi penilai bagi perusahaan, tanpa perlu diberikan insentif.
Menurut Pearson (1996), loyalitas pelanggan adalah pola pikir seorang
pelanggan yang memiliki sikap mendukung ke perusahaan, berkomitmen untuk
membeli kembali barang atau jasa dari perusahaan tersebut, dan
merekomendasikan produk atau jasa tersebut ke orang lain.
Loyalitas pelanggan merupakan faktor penting yang menjadi alat ukur
pembelian kembali (Griffin, 1999). Konsumen yang loyal merupakan asset yang
tak ternilai bagi perusahaan. Menurut Griffin (2005), karakteristik atau tingkatan
konsumen yang loyal mempunyai ciri sebagai berikut:
a. Melakukan pembelian barang berulang secara teratur (repeat purchase)
b. Pembelian antar lini produk dan jasa (purchase across product lines)
c. Mereferensikan ke orang lain (referrals)
d. Menunjukkan kekebalan terhadap Tarikan Pesaing (tidak mudah
terpengaruh oleh daya tarik produk sejenis dari pesaing) (retention)
Menurut Jones & Sasser, sebagaimana di kutip oleh Mosavi & Ghaedi
(2012), loyalitas pelanggan memiliki dua arti yaitu loyalitas jangka panjang dan
jangka pendek. Pelanggan yang memiliki loyalitas jangka panjang tidak dengan
20 Universitas Kristen Petra
mudah berpindah ke penyedia produk jasa lainnya, sedangkan pelanggan dengan
loyalitas jangka pendek lebih mudah berpindah ketika ditawari alternatif yang
lebih menarik. (liu et al., 2011).
Menurut Gremler & Brown (1996), loyalitas pelanggan adalah suatu
perilaku pembelian yang berulang-ulang yang dilakukan oleh pelanggan,
menunjukkan sikap-sikap yang positif terhadap perusahaan, dan hanya
menggunakan produk jasa dari perusahaan yang disenanginya ketika mereka
memerlukan suatu layanan.
Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa loyalitas
pelanggan adalah hasil kerja suatu organisasi yang membuat pelanggannya dapat
merasa memperoleh manfaat dari produk atau jasa tersebut sehingga pelanggan
tersebut berkomitmen untuk mendukung perusahaan tersebut dengan cara
menggunakan produk atau jasa dari perusahaan tersebut secara berulang-ulang
dimasa depan, merekomendasikan produk atau jasa tersebut ke orang lain, serta
menjadi penilai bagi perusahaan tanpa perlu diberikan insentif. Walaupun ada
kemungkinan perubahan pola perilaku dan keinginan dalam pasar, pelanggan
yang berkomitmen akan tetap menggunakan produk atau jasa dari perusahaan
yang mereka senangi.
2.5.2 Indikator pengukuran Loyalitas Pelanggan
Pada penelitian ini, ditentukan indikator yang digunakan untuk mengukur
loyalitas pelanggan yaitu:
a. Repeat purchase
Melakukan pembelian barang atau jasa secara teratur dan berulang-ulang.
b. Referrals
Mereferensikan atau merekomendasikan suatu produk jasa tersebut kepada
orang lain.
c. Retention
Suatu sikap tidak mudah terpengaruh untuk pindah kepada perusahaan
pesaing/kompetitor lainnya.
21 Universitas Kristen Petra
2.6 Trust
2.6.1 Definisi Trust
Dalam bisnis, trust dianggap sebagai salah satu hal yang paling stabil
untuk menjalin hubungan antar kedua pihak. Para peneliti juga membuktikan
bahwa trust sangat penting untuk membangun dan menjaga hubungan jangka
panjang antara kedua pihak (Singh & Sirdeshmukh, 2000). Pelanggan yang
mempercayai provider penyedia jasa akan menjadi lebih loyal kepada perusahaan
(Garbarino and Johnson, 1999).
Moorman et al. (1993) mendefinisikan bahwa trust adalah kesediaan untuk
bergantung pada pihak-pihak yang dapat dipercaya. Jika salah satu pihak dapat
mempercayai pihak lainnya pada akhirnya akan dapat menimbulkan perilaku
positif terhadap pihak kedua.
Morgan dan Hunt (1994) menyatakan bahwa trust hanya dapat timbul
apabila salah satu pihak memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap kehandalan
dan intergritas dari pihak lainnya. Dari sini dapat diketahui bahwa reliability
(keandalan) dan Integrity (integritas) memegang suatu peranan penting dalam
pembentukan kepercayaan konsumen.
Definisi ini sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh Anderson &
Narus seperti yang dikutip dari Akbar & Parvez (2009) yang menyatakan bahwa
jika salah satu pihak dapat mempercayai tindakan dari pihak lain maka akan
membawa hasil yang positif bagi pihak pertama dan pada saat itu trust dapat
dikembangkan.
Menurut Deng et. al (2000), trust dapat dilihat sebagai 2 hal yaitu sebagai
sebuah keyakinan dan sebuah niat. Sebagai keyakinan, berarti trust mengacu pada
persepsi pelanggan terhadap atribut penyedia jasa seperti kemampuan, integritas,
dan kebajikan provider. Trust sebagai niat menggambarkan keinginan pelanggan
untuk percaya atau bergantung pada perusahaan penyedia jasa.
Menurut Anderson & Weitz sebagaimana dikutip dari Mosavi & Ghaedi
(2012), trust didefinisikan bahwa salah satu pihak percaya pihak lainnya dapat
memenuhi kebutuhan mereka. Trust adalah keyakinan yang dipegang pelanggan
bahwa penyedia jasa akan menyediakan produk jasa yang sesuai dengan
kebutuhan mereka.
22 Universitas Kristen Petra
Menurut Graf & Perrien (2005), trust adalah sebuah harapan yang
dipegang oleh individu yang terlihat dari kata-kata verbal maupun tertulis, janji,
atau pernyataan dari individu lain yang dapat diandalkan. Trust juga dapat berarti
sebuah harapan dari pelanggan bahwa penyedia layanan akan dapat memenuhi
janji mereka.
Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa trust adalah
kesediaan atau kemauan salah satu pihak untuk dapat percaya dan bergantung
kepada pihak lainnya karena mereka percaya bahwa pihak kedua tersebut
memiliki kejujuran, kehandalan, dan intergritas terhadap pihak pertama tadi.
Tentunya apabila pihak pertama tadi dapat mempercayai tindakan pihak lain maka
akan membawa hasil yang positif bagi mereka.
Pada penelitian ini juga ditentukan indikator yang membentuk trust
seorang konsumen menurut Morgan & Hunt (1994), yaitu:
Reliability
Merupakan kehandalan dari perusahaan penyedia produk/jasa dalam
memberikan pelayanan sehingga mampu memenuhi harapan para
pelanggannya.
Integrity
Merupakan pengukuran kepercayaan para pelanggan atas pelayanan yang
diberikan oleh perusahaan penyedia produk/jasa.
2.7 Apartemen
2.7.1 Definisi Apartemen
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), Apartemen adalah tempat
tinggal yang terdiri atas ruang duduk, kamar tidur, kamar mandi, dapur dan
sebagainya yang berada pada satu lantai bangunan bertingkat yang besar dan
mewah, dilengkapi dengan berbagai fasilitas (kolam renang, pusat kebugaran,
toko, dan sebagainya). Sedangkan pengertian lain apartemen menurut Savitri et al.
(2007, p.16) adalah satu ruangan atau lebih, biasanya merupakan bagian dari
sebuah struktur hunian yang dirancang untuk ditempati oleh lebih dari satu
keluarga. Normalnya, berfungsi sebgai perumahan sewa dan tidak pernah dimiliki
oleh penghuninya yang dikelola oleh pemilik atau pengelola properti.
23 Universitas Kristen Petra
2.7.2 Tipe Apartemen
Menurut Savitri et al. (2007, p.18) tipe apartemen bila ditinjau dari
ketinggian bangunannya dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, antara lain:
1. High rise aparment
Adalah gedung apartemen yang berdiri menjulang lebih dari 6 lantai.
Apartemen jenis ini dirancang dengan menggunakan sistem mekanikal
secara penuh. Transportasi vertikal utama bagi penghuni adalah lift yang
dilengkapi dengan lobi lift yang terletak ditengah bangunan dengan unit-
unit apartemen terletak mengelilinginya. Secara tipologi sistem ini
membentuk garis luar bangunan mendekati bujur sangkar atau lingkaran
atau terdapat pula bentuk slab (persegi panjang) pendek. Tangga darurat
juga terletak di sekitar lift lobi ini. sistem pengudaraannya dan
pencahayaan juga dibantu sistem mekanik. Karena biaya pembangunan
yang relatif tinggi, apartemen tipe ini ditujukan untuk pasar penghuni
golongan menengah ke atas.
2. Low rise apartment
Merupakan apartemen yang berlantai kurang dari enam. Aspek
perancangan yang diutamakan adalah sistem bangunan yang tidak
menggunakan sistem mekanikal. Transporasi vertikal untuk penghuni
hanya menggunakan tangga, tidak dengan alat transportasi mekanik seperti
lift. Studi menyatakan bahwa enam lantai adalah batas ketinggian yang
masih dirasa cukup nyaman untuk penghuni naik dan turun tangga sehari-
hari. Elemen sirkulasi vertikal utama adalah tangga yang biasanya terletak
ditengah-tengah dan diujung koridor bangunan. Apartemen jenis ini
memiliki tipologi bentuk denah slab (persegi panjang) untuk pemanfaatan
pencahayaan dan pengudaraan alami secara maksimal. Sistem lalu lintas
orang ditiap lantai menggunakan koridor dengan unit-unit di salh satu atau
kedua belah sisinya. Biaya pembangunan dapat ditekan karena tidak
menggunakan sistem mekanik sehinga rumah susun jenis ini ditujukan
untuk pasar penghuni golongan ekonomi menengah ke bawah.
24 Universitas Kristen Petra
3. Golden apartment
Merupakan apartemn dibawah enam lantai, biasanya dua atau tiga lantai
yang mempunyai porsi lahan untuk taman yang luas untuk digunakan
bersama. Unit-unit dilantai dasar mempunyai akses langsung ke taman.
Untuk unit-unit dilantai atasnya tentu saja harus turun ke lantai dasar
untuk dapat menikmati taman secara langsung. Namun, dari dalam unit-
unit tersebut suasana taman masih sangat terasa karena menghadap
langsungmke taman. Perancangan untuk jenis aparemen ini biasanya
khusus dengan alokasi biaya tambahan untuk taman.
2.7.3 Tingkat Apartemen
Menurut savitri et al. (2007, p.20) jika kita ingin menggolongkan tingkat
apartemen berdasarkan kemewahannya dapat dibagi menurut berbagai aspek,
yaitu desain keseluruhan bangunan, luas unit-unitnya, bahan penyelesaian
bangunan termasuk unit-unit huniannya, serta kelengkapan fasilitas
penunjangnya. Menurutnya apartemen dapat digolongkan menjadi empat
tingkatan, antara lain:
1. Apartemen sederhana
Sesuai dengan namanya mempunyai desain yang sederhana. Bangunannya
memanfaatkan pencahayaan dan penghawaan alami, sedangkan fasilitas
penunjangnya minim, ukuran unit hunian relatif kecil yang terdiri dari satu
sampai dua kamar tidur, serta material penyelesaian bangunan yang
murah. Apartemen sederhana biasanya berlokasi di daerah-daerah
berpenduduk padat dan di lahan milik pemerintah. Kondisi di atas tersebut
diambil untuk memenuhi kebutuhan hunia masyarakat berpenghasilan
rendah. Sering material untuk unit-unit ruang dalamnya seperi dinding,
lantai, dan plafon hanya diekspos dengan penyelesaiannya berkualitas
standar.
2. Apartmen tingkat menengah
Apartemen ini berlokasi di daerah perumahan atau dapat pula di daerah
utama berupa kompleks apartemen yang cukup padat. Desainnya
fungsional, termasuk golongan high rise yang telah dilengkapi dengan lift
untuk sistem transportasi vertikal. Bangunan menggunakan bahan-bahan
25 Universitas Kristen Petra
penyelesaian berkualitas standar dari mulai gedung, lobi, dan cat banyak
digunakan untuk penyelesaian dinding dan lantainya. Di tiap-tiap lantai,
satu lift melayani beberapa unit harian. Fasilitas yang ada terutama
melayani kebutuhan sehari-hari seperti laundry, mini market, restoran
berskala lokal, dan area parkir.
3. Apartemen mewah
Umumnya apartemen mewah ini terletak di daerah-daerah strategis
didalam kota, baik di kawasan perumahan berupa kompleks apartemen dan
hotel, maupun campuran komplek apartemen, perbelanjaan, dan kantor.
Bangunannya tergolong high rise dengan fasilitas lift yang melayani
beberapa unit apartemen di setiap lantainya. Desain bangunan dinilai
mempunyai tingkat estetika yang lebih tinggi dengan material
penyelesaian bangunan yang lebih mewah mulai kulit bangunan, lobi,
koridor sampai ke unit-unit huniannya. Material seperti granit impor dan
batu-batuan digunakan untuk bagian-bagian apartemen tertentu seperti lobi
utama dan lobi lift. Koridor utama gedung memakai bahan-bahan seperti
homogenous tile dan wall paper. Untuk unit-unitnya, keramik dan cat
berkualitas tinggi sering digunakan. Fasilitas-fasilitas penunjang hunian
juga sudah lengkap dan berskala mewah.
4. Apartemen super mewah
Apartemen tingkat ini sudah dapat dipastikan berada di lokasi strategis di
tengah-tengah kota baik berupa bangunan tunggal maupun berupa
kompleks apartemen. Bangunan tergolong high rise dengan fasilitas yang
sangat lengkap dan berkualitas tinggi dri yang berupa kelengkapan sehari-
hari sampai yang sifatnya hiburan, seperti gourmet mini market, laundry,
restoran berskala internasional, pusat kebugaran, spa, salon, concierge,
area parkir, sistem keamanan ketat, kolam renang berukuran ekstra besar
dan taman bermain. Unit-unit apartemen biasanya ekstra besar mulai dari
2 sampai 4 kamar tidur yang semuanya dilengkapi dengan area servis dan
kamar pembantu. Tiap-tiap unit ini dapat terdiri dari sampai 1 sampai 2
lantai, dan unit yang termahal biasanya terletak pada bangunan paling atas
yang kini mulai populer dengan sebutan griya tawang (penthouse). Akses
26 Universitas Kristen Petra
ke tiap unit menggunakan lift semi pribadi yang sifatnya hanya untuk
pencapaian satu unit pada setiap lantainya. Material keseluruhan bangunan
dan material unit-unitnya adalah kelas tinggi dan tidak jarang pemakaian
batu granit maupun marmer impor untuk penyelesaian lantai dan dinding.
2.8 Hubungan antar konsep
Apartemen merupakan suatu usaha jasa, dimana berarti tidak hanya bentuk
fisik saja yang harus diperhatikan, tetapi layanan yang diberikan juga harus serius
diperhatikan. Hal ini disebabkan karena dengan menerima layanan yang baik,
maka besar kemungkinan pelanggan akan memperoleh experience yang baik
terhadap penyedia produk maupun produk jasa tersebut. Tentunya ini akan
membuat pelanggan memperoleh customer experience yang baik yang dapat
menciptakan kepuasan, kepercayaan, dan loyalitas pelanggan. Biasanya pelanggan
yang loyal akan lebih percaya terhadap produk yang dijual penyedia produk,
kurang memperhatikan produk kompetitor, dan cenderung untuk
merekomendasikan ke orang-orang tentang experience yang mereka rasakan.
2.8.1 Hubungan antara customer experience dengan customer satisfaction
Menciptakan pengalaman yang baik dan positif sangatlah penting karena
dari pengalaman yang baik dan positif dapat berpengaruh terhadap terbentuknya
customer satisfaction. Selain itu pada dasarnya pelanggan memang membutuhkan
sebuah pengalaman dengan sebuah produk/jasa untuk menentukan seberapa puas
mereka dengan produk jasa tersebut. (Anderson, Fornell & Lehmann 1994, p.54).
Konsumen akan selalu memperoleh sebuah pengalaman nyata ketika mereka
berhubungan langsung dengan penyedia servis layanan (Mascarenhas et al.,
2006). Dengan demikian apabila pelanggan memiliki pengalaman yang baik
dengan sebuah produk maka besar kemungkinan ia akan puas dan begitu pula
sebaliknya. Pada penelitian yang dilakukan oleh Senjaya et al (2012), customer
experience memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap customer
satisfaction. Konsep ini semakin diperkuat dengan penelitian yang dilakukan
Mano & Oliver (1997) yang juga menunjukkan bahwa pengalaman secara
27 Universitas Kristen Petra
emosional yang diterima konsumen di dalam kepuasan memiliki pengaruh yang
positif dan signifikan.
H1: customer experience memiliki pengaruh positif signifikan terhadap customer
satisfaction
2.8.2 Hubungan antara customer experience dengan trust
Ketika perusahaan menyediakan jasa kepada konsumen biasanya
perusahaan akan selalu berusaha memberikan pelayanan yang terbaik. Hal ini
disebabkan karena perilaku ketika staff perusahaan memberikan layanan secara
tidak langsung akan merefleksikan nilai dan sikap penyedia jasa (Doney &
Cannon, 1997). Selain itu ketika konsumen sedang mengalami interaksi dengan
penyedia jasa maka mereka pasti akan memperoleh experience dengan penyedia
jasa tersebut. Dari experience yang mereka rasakan ketika berinteraksi dengan
penyedia jasa tersebut yang akan mereka jadikan dasar untuk menciptakan trust/
kepercayaan terhadap perusahaan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Youl
ha & Perks (2005), menunjukkan bahwa experience positif yang diterima
konsumen dan hubungan yang terus dijaga akan membuat konsumen menjadi
percaya dengan brand tersebut.
H2: customer experience memiliki pengaruh positif signifikan terhadap trust
2.8.3 Hubungan antara customer satisfaction dengan customer loyalty
Memiliki pelanggan yang puas saja tidaklah cukup. Sebuah organisasi
harus memastikan bahwa pelanggannya harus lebih dari sekedar puas. Hal inilah
yang menyebabkan mengapa kepuasan pelanggan harus membawa seorang
konsumen menuju kepada loyalitas pelanggan (Bowen & Chen, 2001). Fornell
(1992) menyatakan bahwa loyalitas pelanggan yang tinggi merupakan sebab
utama dari kepuasan pelanggan yang tinggi. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Lee et al.,(2006) didapatkan bahwa konsumen yang merasa puas akan
mempromosikan perusahaan tersebut tanpa perlu mengeluarkan biaya dan efek
serta kredibilitas yang di peroleh dari promosi ini dapat lebih superior daripada
iklan secara konvensional. Pada penelitian yang dilakukan Tu et al. (2012)
dikatakan bahwa pengukuran atas kepuasan maupun ketidakpuasan terhadap suatu
produk/jasa/merek merupakan salah satu indikator penting dalam membentuk
28 Universitas Kristen Petra
loyalitas pelanggan. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh
Miremadi & Mohajerani (2012) menunjukkan terdapat hubungan yang positif dan
signifikan antara customer satisfaction terhadap customer loyalty yang berarti
semakin tinggi tingkat kepuasan konsumen, maka tingkat loyalitas konsumen
tersebut akan menjadi semakin lebih tinggi.
H3: customer satisfaction memiliki pengaruh positif signifikan terhadap customer
loyalty
2.8.4 Hubungan antara customer satisfaction dengan trust
Customer satisfaction adalah bagaimana caranya untuk memuaskan
pelanggan dengan produk atau jasa yang tersedia. Hal ini sangatlah berhubungan
dengan terciptanya trust. Tidak dapat dipungkiri bahwa sejumlah pengalaman
positif yang dialami seseorang dengan produk atau jasa dari suatu perusahaan
dapat menciptakan kepuasan dan kepuasan secara terus-menerus yang dialami
pelanggan dapat mendukung pengembangan kepercayaan terhadap perusahaan
tersebut. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa salah satu cara efektif untuk
membuat pelanggan dapat percaya dengan kejujuran, kompetensi, dan kebaikan
perusahaan ialah perusahaan harus dapat memenuhi ekspektasi pelanggan. Jika
pelanggan sudah merasa bahwa perusahaan mampu untuk memenuhi kebutuhan
dan permintaan mereka serta dapat menjadi mitra yang dapat dipercaya maka
pelanggan akan puas dan akan mulai mempercayai perusahaan tersebut. Hal ini
didukung juga oleh penelitian yang dilakukan oleh Mozavi & Ghaedi (2012)
menunjukkan bahwa customer satisfacion berpengaruh positif dan signifikan
terhadap terbentuknya trust konsumen.
H4: customer satisfaction memiliki pengaruh positif signifikan terhadap customer
trust
2.8.5 Hubungan antara trust dengan customer loyalty
Sekarang ini, trust sudah dianggap sebagai kunci dari sebuah kemitraan
strategis dan tampak menjadi sebuah elemen penengah dalam hubungan antara
penjual dan pembeli (Graf & Perrien, 2005). Selain dianggap sebagai elemen
kunci untuk membangun hubungan dengan pelanggan, trust juga dilihat sebagai
29 Universitas Kristen Petra
alat atau sarana untuk mempertahankan pangsa pasar (Urban et al., 2000)
sebagaimana dikutip dalam Graf & Perrien (2005). Dengan kata lain setelah
terbangunnya hubungan yang baik antara pembeli dan pelanggan, maka akan
timbul trust atau kepercayaan oleh pelanggan yang akan tumbuh menjadi loyalitas
pelanggan. Beberapa peneliti menyatakan bahwa trust merupakan salah satu
faktor fundamental untuk membentuk customer loyalty (Moorman,Deshpande, &
Zaltman, 1993; Morgan & Hunt, 1994). Pada penelitian yang dilakukan oleh
Akbar & Parvez (2009) menyatakan bahwa trust memiliki hubungan yang positif
dan signifikan terhadap terbentuknya customer loyalty. Pelanggan yang sudah
sangat percaya dengan suatu produk atau merek produk tersebut memiliki
kemungkinan yang sangat besar untuk menjadi pelanggan yang loyal yang akan
melakukan pembelian kembali, membayar dengan harga yang lebih tinggi, dan
berbagi pengalaman yang dia rasakan dengan orang lain.
H5: Trust memiliki pengaruh positif signifikan terhadap customer loyalty
2.8.6 Hubungan antara customer experience dengan customer loyalty
Chang & Chen (2008) menunjukkan bahwa pengalaman merupakan
variabel penting untuk memahami perilaku konsumen, perilaku terhadap
pengalaman dan pembelian kembali. Pengalaman positif yang diterima konsumen
dapat membuat pelanggan menjadi konsumen yang loyal. Pada penelitian yang
dilakukan Biedenbach & Marell (2010) juga menunjukkan bahwa customer
experience mempunyai pengaruh yang positif kepada semua dimensi dari brand
equity, yang artinya bahwa customer experience berbanding lurus dengan loyalitas
terhadap merek. Ehret (2008) mengembangkan model yang menghubungkan
antara customer experience, loyalitas, dan word of mouth. Customer experience
yang baik akan menghasilkan loyalitas dan word of mouth, dimana loyalitas tetap
menjaga konsumen, sedangkan word of mouth akan berguna dalam ekspansi dan
akuisisi pelanggan baru. Word of mouth dapat membuat konsumen melakukan
trial produk, tetapi tidak menghasilkan loyalitas pelanggan.
30 Universitas Kristen Petra
Gambar 2.3. Kaitan Customer Experience, Loyalitas, & Word of Mouth
Sumber: Diolah dari Ehret (2008)
Hollyoake (2008) menyimpulkan bahwa customer experience yang baik
didapat dari pemahaman atas ekspektasi pelanggan, delivery produk yang tepat
pada setiap kesempatan, dan berbagai faktor lainnya akan menimbulkan loyalitas.
Dengan persaingan yang semakin kuat, customer experience merupakan jalan
terbaik sebagai pembeda daripada harus bersaing di harga dan
meluncurkanprogram pemasaran yang akan banyak memakan biaya.
H6: Customer experience memiliki pengaruh positif signifikan terhadap customer
loyalty
2.9 Kerangka konseptual
Adapun kerangka konsep penelitian ini adalah bahwa customer experience
dapat menciptakan customer satisfaction yang dapat berpengaruh langsung kepada
customer loyalty ataupun dengan pembentukan trust terlebih dahulu sebelum
menjadi customer loyalty, secara detailnya digambarkan dengan model hipotesis
yang digunakan untuk menjelaskan permasalahan dari tujuan penelitian yang akan
diuji kebenarannya seperti pada Gambar 2.4.
31 Universitas Kristen Petra
H1
H3
H6
H4
Gambar 2.4 Kerangka Konseptual
CUSTOMER
SATISFACTION
Quality
Service
Value
Kottler (2001)
CUSTOMER EXPERIENCE
Accessibilty
Competence
Customer recognition
Helpfulness
Personalisation
Problem solving
Promise fullfillment
Value for time
Sumber: Lemke et al. (2006)
TRUST
Reliability
Integrity
Sumber: Morgan & Hunt
(1994)
CUSTOMER LOYALTY
Retention
Purchase across product
lines
Referrals
Repeat purchase