bab ii landasan teori 2.1. kualitas pelayanan 2.1.1 ... · 8 2.1.2. dimensi kualitas pelayanan...
TRANSCRIPT
7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Kualitas Pelayanan
2.1.1. Pengertian Kualitas Pelayanan
Menurut J.Supranto (2006:226) menyatakan bahwa, “kualitas pelayanan
adalah sebuah kata yang bagi penyedia jasa merupakan sesuatu yang harus dikerjakan
dengan baik”.
Sedangkan menurut Gronroos dalam Daryanto & Ismanto (2014:135)
menyatakan bahwa, “pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang
bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya
interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh
perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksud untuk memecahkan permasalahan
konsumen/pelanggan”.
Menurut Lewis & Booms dalam Tjiptono (2012:157) menyatakan bahwa,
kualitas layanan bisa diartikan sebagai “ukuran seberapa bagus tingkat layanan yang
diberikan mampu sesuai dengan ekspektasi pelanggan”.
Berdasarkan pendapat diatas penulis menyimpulkan bahwa, kualitas
pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang tidak berwujud tetapi
dapat memenuhi kebutuhan pelanggan atau masyarakat. Selain itu kualitas pelayanan
juga dapat dijadikan sebagai tolak ukur untuk menentukan seberapa bagus tingkat
pelayanan yang diberikan mampu dan sesuai dengan harapan pelanggan.
8
2.1.2. Dimensi Kualitas Pelayanan
Melalui serangkaian penelitian sejumlah industri jasa, Pasuraman dkk dalam
Tjiptono (2012:174-175) berhasil menyederhanakan sepuluh dimensi kualitas
pelayanan menjadi lima dimensi pokok. Kompetensi, kesopanan, kredibilitas, dan
keamanan disatukan menjadi jaminan (assurance). Sedangkan akses, komunikasi,
dan kemampuan memahami pelanggan diintegrasikan menjadi empati (empathy).
Dengan demikian terdapat lima dimensi utama yang disusun sesuai urutan tingkat
kepentingan relatifnya sebagai berikut:
1. Reliabilitas (relibiality), berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk
menyampaikan layanan yang dijanjikan secara akurat sejak pertama kali.
Sebagai contoh, sebuah perusahaan barangkali memilih konsultan semata-
mata berdasarkan reputasi. Apabila konsultan tersebut mampu memberikan
apa yang diinginkan klien, klien tersebut bakal puas dan membayar fee
konsultasi. Namun, bila konsultan tersebut gagal mewujudkan apa yang
diharapkan klien, fee konsultasi tidak akan dibayar penuh.
2. Daya tanggap (responsiveness), berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan
penyedia layanan untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan
mereka dengan segera.
3. Jaminan (assurance), berkenaan dengan pengetahuan dan kesopanan
karyawan serta kemampuan mereka dalam menumbuhkan rasa percaya (trust)
dan keyakinan pelanggan (confidience).
4. Empati (empathy), berarti bahwa perusahaan memahami masalah para
pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan
9
perhatian personal kepada para pelanggan dan memiliki jam operasi yang
nyaman.
5. Bentuk fisik (tangibles), berkenaan dengan penampilann fisik fasilitas
layanan, peralatan/perlengkapan, sumber daya manusia, dan materi
komunikasi perusahaan.
2.2. Kinerja Karyawan
2.2.1. Pengertian Kinerja
Konsep kinerja merupakan singkatan dari kinetika energi kerja yang
padanannya dalam bahasa inggris adalah performance. Istilah performance sering
diindonesiakan sebagai perfoma. Menurut Wirawan (2009:5) “kinerja adalah keluaran
yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu
profesi dalam waktu tertentu”.
Menurut Assauri (2009:65) “kinerja disebut juga energi kerja atau
performance. Sedangkan Hay Consultant, mengatakan bahwa kinerja adalah suatu
fungsi dari hasil, atau apa yang dicapai oleh seorang karyawan dan kompetisi yang
dapat menjelaskan bagaimana karyawan dapat mencapai hasil tersebut”.
Menurut Mangkunegara (2013:67) menyatakan bahwa “Kinerja karyawan
(prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan”.
10
Menurut Armstrong dan Baron dalam Wibowo (2014:7) “kinerja merupakan
hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi,
kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi pada ekonomi”.
Rivai dan Basri dalam sinambela (2012:6) menyatakan “Kinerja merupakan
hasil atau tingkat keberhasilan seseorang atau keseluruhan selama periode tertentu
didalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti
standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih
dahulu dan telah disepakati bersama”. Rivai dan Basri dalam Sinambela (2012:7-8)
mengungkapkan beberapa pengertian kinerja yang dikemukakan oleh beberapa pakar,
diantaranya sebagai berikut:
1. Kinerja adalah seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan
pencapaian serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta.
2. Kinerja merupakan salah satu kumpulan total dari kerja yang ada pada diri
pekerja.
3. Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk
menyelesaikan tugas dan pekerjaan, seseorang harus memiliki derajat
kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan
tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan suatu tanpa pemahaman yang jelas
tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa kinerja
adalah hasil kerja secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh seorang
karyawan dalam mencapai tujuan tertentu yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi dan
indikator-indikator suatu pekerjaan atau profesi dalam waktu tertentu dan
memberikan kontribusi pada ekonomi.
11
2.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
Menurut Mangkunegara (2013:67) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivastion).
1. Faktor Kemampuan
Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi
(IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pegawai yang
memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai
untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia
akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan.
2. Faktor Motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi
situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri
pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja).
Menurut Simamora dalam Mangkunegara (2007:14), kinerja (performance)
dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:
a. Faktor individu yang terdiri dari:
1. Kemampuan dan keahlian
2. Latar Belakang
3. Demografi
b. Faktor psikologis yang terdiri dari:
1. Persepsi
2. Attitude
3. Personality
12
4. Pembelajaran
5. Motivasi
c. Faktor organisasi yang terdiri dari:
1. Sumber daya
2. Kepemimpinan
3. Penghargaan
4. Struktur
5. Job Design
Kinerja individu adalah hasil kerja karyawan baik dari segi kualitas maupun
kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan. Kinerja individu ini akan
tercapai apabila didukung oleh atribut individu, upaya kerja (work effort) dan
dukungan organisasi. Dengan kata lain, kinerja individu adalah hasil:
a. Atribut individu, yang menentukan kapasitas untuk mengerjakan sesuatu. Atribut
individu meliputi faktor individu (kemampuan dan keahlian, latar belakang, serta
demografi) dan faktor psikologis meliputi persepsi, attitude, personality,
pembelajaran dan motivasi.
b. Upaya kerja (work effort), yang membentuk keinginan untuk mencapai sesuatu.
c. Dukungan organisasi, yang memberikan kesempatan untuk berbuat sesuatu.
Dukungan organisasi meliputi sumber daya, kepemimpinan, lingkungan kerja,
struktur organisasi dan job design.
13
2.2.3. Penilaian Kinerja
Meurut Handoko (2008:135) menyatakan bahwa, “penilaian prestasi kerja
(performance appraisal) adalah proses melalui mana organisasi-organisasi
mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan”.
Menurut Wirawan (2009:105) menyatakan bahwa, “penilaian kinerja dilakukan
secara formatif dan sumatif”. Penilaian kinerja formatif adalah penilaian kinerja
ketika para karyawan sedang melakukan tugasnya. Penilaian sumatif dilakukan pada
akhir periode penilaian. Dalam hal ini, penilaian membandingkan kinerja akhir
karyawan dengan standar kinerjanya. Selanjutnya, penilai mengisi instrument
evaluasi kinerja sebagai hasil akhir penilaian kinerja. Hasil akhir tersebut diserahkan
kepada ternilai dalam wawancara evaluasi kinerja.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa penilaian
kinerja adalah suatu evaluasi untuk mengukur prestasi kerja karyawan dalam
melaksanakan tugas yang diberikan. Penilaian kinerja tersebut dapat dilakukan
dengan cara formatif dan sumatif. Formatif yaitu penilaian kinerja pada saat pegawai
sedang melakukan tugasnya sedangkan sumatif yaitu penilaian dengan
membandingkan kineja akhir pegawai dengan standar kinerjanya.
2.2.4. Manfaat Penilaian Kinerja
Menurut Sinambela (2012:53) menyatakan bahwa, “penilaian kinerja adalah
suatu metode perbandingan sistematis dari pekerjaan-pekerjaan untuk menentukan
kedudukan dan ratio dari pekerjaan-pekerjaan itu, dengan demikan memberikan dasar
14
untuk suatu sistem pembayaran yang adil”. Lebih lanjutnya dapat dikemukakan
manfaat penilaian kinerja antara lain adalah:
1. Memberikan sarana untuk menghadapi ketidak adilan yang ada dan memecah
ketidak adilan yang baru.
2. Memberikan kerangka untuk perbandingan antara manajemen dan serikat buruh.
Perundingannya ialah tentang berbagai prinsip, struktur upah umum, tingkat
upah, dan tambahan upah dan bukan pembicaraan tentang pekerjaan satu per
satu.
3. Memberikan sarana untuk menangani keluhan dan diharapkan bahwa keluhan
akan berkurang setelah sistemnya diterima.
4. Tingkat bayaran pekerjaan yang baru diciptakan dapat ditentukan secara
sistematis tanpa adanya bahaya untuk menciptakan ketidak adilan yang baru.
5. Para pegawai dapat dengan mudah mengerti kemungkinan mereka untuk
penghasilan lebih tinggi dalam keadaan mereka sekarang dan tahu harus memilih
pekerjaan yang mana untuk memperoleh bayaran yang lebih tinggi.
2.2.5. Tujuan Penilaian Kinerja
Menurut Kaswan (2012:213) penilaian kinerja memainkan peran penting dalam
proses manajemen kinerja secara keseluruhan. “Penilaian kinerja adalah proses yang
digunakan organisasi untuk menilai kinerja karyawan”. Organisasi biasanya
melakukan penilaian kinerja untuk berbagai tujuan, diantaranya:
15
1. Penilaian kinerja memberikan justifikasi organisasi secara resmi untuk
pengambilan keputusan pekarjaan.
2. Penilaian digunakan sebagai kriteria dalam validitas tes.
3. Penilaian memberikan umpan balik kepada karyawan dan dengan demikian
berfungsi sebagai sarana untuk pengembangan pribadi dsan karir.
4. Penilaian dapat membantu mengidentifikasi kebutuhan pengembangan karyawan
dan juga untuk meneguhkan tujuan–tujuan untuk program pelatihan.
5. Penilaian dapat mendiagnosis masalah-masalah organisasi dengan
mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan karakteristik-karakteritik pribadi untuk
dipertimbangkan dalam memperkerjakan, dan penilaian juga menyediakan
landasan untuk membedakan antara karyawan yang berkinerja efektif dengan
berkinerja yang tidak efektif.
6. Penilaian bersifat motivasi, yaitu mendorong inisiatif, mengembangkan rasa
tanggung jawab, dan merangsang usaha-usaha untuk berkinerja lebih baik.
7. Penilaian merupakan wahana komunikasi, sebagai dasar diskusi tentang hal-hal
yang berhubungan dengan pekerjaan antara atasan dan bawahan, kedua pihak
dapat mengenal lebih baik lagi.
8. Penilaian dapat berfungsi sebagai dasar untuk perencanaan sumber daya manusia
dan pekerjaan, yaitu memberikan input yang berharga untuk inventarisasi
keterampilan dan perencanaan sumber daya manusia.
9. Penilaian dapat dijadikan dasar penilaian manajemen sumber daya manusia, yaitu
untuk menentukan apakah program manajemen sumber daya manusia sudah
efektif.
16
T.V. Rao dalam Sinambela (2012:61) menyatakan bahwa, “tujuan penilaian diri
atau penilaian kinerja individu diantaranya” :
1. Menyediakan kesempatan bagi pegawai untuk mengiktisarkan:
a. Berbagai tindakan yang telah diambilnya dalam kaitan dengan aneka fungsi
yang bertalian dengan perannya.
b. Keberhasilan dan kegagalannya sehubungan dengan fungsi-fungsi itu.
c. Kemampuan-kemampuan yang ia perlihatkan dan kemampuan-kemampuan
yang ia rasakan kurang dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan itu dan
berbagai dimensi manajerial serta perilaku yang yang telah diperlihatkan
olehnya selama setahun.
2. Mengenali akan kebutuhan perkembangannya sendiri dengan membuat rencana
bagi perkembangannya di dalam organisasi dengan cara mengidenftifikasi
dukungan yang ia perlukan dari atasan yang harus dilaporinya dan orang-orang
lain dalam organisasi.
3. Menyampaikan kepada atasan yang harus dilaporkannya, sumbangannya, apa
yang sudah dicapai dan refleksinya supaya ia mampu meninjau prestasinya
sendiri dalam perspektif yang benar dan dalam penelitian yang lebih obyektif. Hal
ini merupakan sebuah persiapan yang perlu bagi diskusi-diskusi peninjauan
prestasi kerja dan rencana-rencana perbaikan prestasi kerja.
4. Memprakarsai suatu proses peninjauan dan pemikiran tahunan yang meliputi
seluruh organisasi untuk memperkuat perkembangan atas inisiatif sendiri guna
mencapai keefektifan managerial.
17
2.2.6. Indikator Kinerja
Menurut Robbins (2006:260) menyatakn bahwa, “indikator untuk mengukur
kinerja karyawan secara individu ada enam indikator, yaitu”.
1. Kualitas
Kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas pekerjaan yang
dihasilkan serta kesempurnaan tugas tehadap keterampilan dan kemampuan
karyawan.
2. Kuantitas
Merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah seperti jumlah unit,
jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan.
3. Ketepatan waktu
Merupakan tingkat aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang dinyatakan,
dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu
yang tersedia untuk aktivitas lain.
4. Efektivitas
Merupakan tingkat penggunaan sumber daya organisasi (tenaga, uang, teknologi,
bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud menaikan hasil dari setiap unit
dalam penggunaan sumber daya.
5. Kemandirian
Merupakan tingkat seorang karyawan yang nantinya akan dapat menjalankan
fungsi kerjanya. komitmen kerja, merupakan suatu tingkat dimana karyawan
mempunyai komitmen kerja dengan instansi dan tanggung jawab karyawan
terhadap kantor.
18
2.3. Konsep Dasar Operasional dan Perhitungan
2.3.1. Kisi-kisi Operasional Variable
Tabel II.1
Kisi-kisi Operasional Variabel X (Kualitas Pelayanan)
No Variabel Dimensi Indikator
1
Kualiatas
Pelayanan
X
Reliability
(Reliabilitas)
1. Kecermatan petugas dalam melayani
pelanggan
2. Memiliki standar pelayanan yang jelas
2 Responsiveness
(Daya tanggap)
3. Merespon setiap pelanggan atau pemohon
yang ingin mendapatkan pelayanan
4. Petugas atau aparatur melakukan
pelayanan dengan cepat
5. Petugas atau aparatur melakukan
pelayanan dengan tepat
3 Assurance
(Jaminan)
6. Petugas memberikan jaminan tepat waktu
dalam pelayanan
4 Emphaty
(Empati)
7. Mendahulukan kepentingan pemohon
atau pelanggan
8. Petugas melayani dengan sikap ramah
9. Petugas melayani dengan sikap sopan
santun
10. Petugas melayani dengan tidak
diskriminatif (membeda-bedakan)
5 Tangible
(Berwujud)
11. Penampilan petugas atau aparatur dalam
melayani pelanggan rapi dan sopan
12. Tempat melakukan pelayanan sudah
nyaman dan tertata rapi
13. Dalam Proses pelayanan, petugas
memberikan kemudahan bagi karyawan
14. Kedisiplinan petugas atau aparatur dalam
melakukan pelayanan
15. Kemudahan akses pelanggan dalam
permohonan pelayanan
Sumber: Fandy Tjptono, (2012:174)
19
Tabel II.2
Kisi-kisi Variabel Y (Kinerja Karyawan)
No Variabel Dimensi Indikator
1
Kinerja
Karyawan
Y
Atribut 1. Dengan adanya penyediaan alat tulis kantor
meningkatkan kemampuan karyawan dalam
bekerja.
2. Dengan adanya penyediaan alat tulis kantor
meningkatkan keahlian yang dimiliki
karyawan.
2 Upaya Kerja
(Work effort)
3. Menurut karyawan penyediaan alat tulis
kantor yang disediakan sudah baik.
4. Karyawan menyikapi dengan baik dengan
adanya penyediaan alat tulis kantor yang
diberikan oleh pimpinan.
5. Menurut karyawan penyediaan alat tulis
kantor sangat membantu dalam pekerjaannya.
6. Penyediaan alat tulis kantor menjadi salah
satu motivasi karyawan dalam bekerja.
3 Dukungan
organisasi
7. Penyediaan alat tulis kantor yang disediakan
sudah cukup memadai.
8. Gaya kepemimpinan dapat mempengaruhi
kinerja karyawan
9. Penghargaan yang diberikan kepada
karyawan mempengaruhi kinerja karyawan
10. Struktur organisasi dapat mempengaruhi hasil
kerja yang maksimal
4 Menurut
Robbins
Kualitas dan
Kuantitas
11. Kualitas kinerja karywan menjadi lebih baik
dengan adanya penyediaan alat tulis kantor.
12. Karyawan dapat menyelesaikan pekerjaan
yang cukup banyak dengan fasilitas yang
disediakan
5 Ketepatan
Waktu,
Efektivitas dan
Kemandirian
13. Tersedianya alat tulis kantor dapat membantu
karyawan menyelesaikan pekerjaan dengan
tepat waktu.
14. Dengan adanya penyediaan alat tulis kantor
meningkatkan efektivitas kinerja karyawan.
15. Dengan tersedianya alat tulis kantor
karyawan dapat menyelesaikan pekerjaannya
sendiri.
Sumber: Mangkunegara, (2007:14)
20
2.3.2. Uji Instrumen Penelitian
2.3.2.1. Uji Validitas
Menurut Suharsimi (2006:186) menyatakan bahwa, “validitas adalah suatu
ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kashihan suatu istrumen.
Suatu instrument yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya,
instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah”. Sebuah instrument
dikatakan valid apabila dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara
tepat, untuk menyainkan bahwa instrumen mempunyai validitas tinggi, maka
dipandang pelu menguji tingkat kevalidan melalui kegiatan uji coba.
Menurut Sugiyono (2011:121) menyatakan bahwa, “Uji Validitas adalah
ketepatan antara data yang terkumpul dangan data yang sesungguhnya terjadi pada
obyek yang diteliti”.
Cara menentukan valid atau tidaknya instrumen adalah dengan
mengkonsultasikan hasil perhitungan korelasi dengan tabel nilai koefisien korelasi
pada taraf kesalahan 5%atau taraf signifikansi 95% sebesar 0,361. Apabila rhitung >
rtabel dengan taraf signifikansi 5% maka soal dinyatakan valid dan apabila rhitung < rtabel
maka soal dinyatakan tidak valid.
2.3.2.2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa sesuai instrumen cukup
dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen
tersebut sudah baik. Menurut Nunnally dalam Gozhali (2011:48) menyatakan bahwa,
“reliabilitas instrumen dari penelitian ini dihitung dengan bantuan computer SPSS
21
menggunakan uji statistik Cronbach Alpha, untuk mengetahui apakah data penelitian
ini reliabel atau tidak. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika
memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,70”.
Langkah-langkah dan kotak kerja untuk menguji reliabilitas suatu konstruk
variabel sama dengan pada saat pengujian validitas masing-masing butir pertanyaan.
Output SPSS untuk uji reliabilitas akan dihasilkan secara bersama-sama dengan hasil
uji validitas. Namun untuk melihat uji reliabilitas perlu dilihat pada tabel Reliability
Statistics akan terlihat nilai Cronbach Alpha.
2.3.3. Konsep Dasar Perhitungan
Konsep dasar perhitungan yang penulis gunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Populasi dan Sampel
Menurut Sugiyono (2015:80) “populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri
atas: obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”.
Sedangkan menurut sugiyono (2015:81) “Sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Untuk menetukan sampel dari
populasi yang telah ditetapakan, perlu dilakukan suatu pengukuran yang dapat
menghasilkan jumlah n. Dalam penelitian ini menggunakan teknik Slovin dengan
rumus sebagai berikut:
n = 𝑁
1+𝑁𝑒²
22
Keterangan:
n : Ukuran sampel
N : Ukuran populasi
e : Kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan sampel yang masih dapat
ditolerir atau diinginkan (e = 0,1).
2. Skala Likert
Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang
atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian, fenomena
sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peniliti, yang selanjutnya disebut
sebagai variabel penelitian. Dengan skala likert, maka variabel yang akan diukur
dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan
sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa
pernyataan atau pertanyaan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan
skala likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif. Untuk
keperluan kuantitatif, maka jawaban itu dapat diberi skor misalnya :
Tabel II.3
Skala Likert
Jawaban Skor
Sangat setuju 5
Setuju 4
Ragu-ragu 3
Tidak setuju 2
Sangat tidak setuju 1
Sumber: Sugiyono, (2015:94)
23
3. Uji Koefisien Korelasi
Menurut Husein Umar (2007:132-133) menyatakan bahwa, “analisis korelasi
berguna untuk menentukan suatu besaran yang menyatakan bagaimana kuat
hubungan suatu variabel dengan variabel lain”.
Rumus:
𝑛 ∑𝑋𝑌 − ∑𝑋 ∑𝑌 r =
√𝑛∑𝑋2 − (∑𝑋)²) (𝑛 ∑𝑌2 − (∑𝑌)²)
Keterangan :
r : Koefisien Korelasi
x : Jumlah seluruh variabel X
y : Jumlah seluruh variabel Y
xy: Jumlah hasil perkalian variabel X dan variabel Y
Tabel II.4
Pedoman Untuk Memberikan Interprestasi Koefisien Korelasi
Sumber: Sugiyono (2015:184)
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 - 0,199 Sangat Rendah
0,20 - 0,399 Rendah
0,40 - 0,599 Sedang
0,60 - 0,799 Kuat
0,80 - 1,000 Sangat Kuat
24
4. Koefisiensi Determinasi
Nilai koefisiensi determinasi selalu positif, dengan nilai terkecil adalah 0 dan
terbesar adalah 1. Bila r² = 1 berarti pengaruh variabel X terhadap variabel Y
sebesar 100%. Ini artinya tidak ada faktor lain yang mempengaruhi variabel Y.
Rumus koefisiensi determinasi :
KD = r² x 100 %
Keterangan :
KD = Koefisiensi determinasi
r² = Koefisiens korelasi
5. Persamaan Regresi
Menurut Sugiyono (2015:188) persamaan regresi sederhana (dengan satu
prediktor) dapat dirumuskan sebagai berikut:
Ŷ = a + b X
Keterangan :
Ŷ = Nilai yang diprediksikan
a = Konstanta atau bila harga X = 0
b = Koefisien regresi
X = Nilai variabel independen