bab ii landasan teori 2.1. keterbukaan diri 2.1.1...
TRANSCRIPT
10
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Keterbukaan Diri
2.1.1. Pengertian Self Disclasure
Keterbukaan diri cenderung bersifat timbal balik dan menjadi semakin
mendalam selama hubungan komunikasi berlangsung. Hubungan yang baik dapat
terbina bila seseorang mau mengungkapkan reaksi terhadap kejadian yang
dialami orang lain akan mengenal diri seseorang bila orang tersebut mau terbuka.
Menurut Johson (Supratiknya, 1994) menyatakan bahwa keterbukaan diri
adalah mengungkapkan reaksi atau tanggapan kita terhadap sesuatu yang sedang
kita hadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau yang
berguna untuk memahami tanggapan kita dimasa kini.
Dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar, menurut Supratiknya
(1994) keterbukaan diri dapat diartikan sebagai upaya mengungkapkan
tanggapan terhadap situasi yang sedang dihadapi, termasuk kata-kata yang
diucapkan atau perbuatan ketiga kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung.
11
2.1.2. Ciri – ciri Orang Terbuka
Brooks dan Emmert (Rachmat, 2003) mengemukakan ciri-ciri orang
terbuka dan orang tertutup (dogmatisme). Seperti yang terlihat dalam tabel
dibawah ini :
Tabel 1. Ciri-ciri orang terbuka
Terbuka Tertutup
1. Menilai pesan secara obyektif, dengan
menggunakan data dan keajekan
logika
2. Membedakan dengan mudah, melihat
nuansa
3. Berorientasi pada isi
4. Mencari informasi dari berbagai
sumber
5. Lebih bersifat provisional dan
bersedia mengubah kepercayaannya.
6. Mencari pengertian pesan yang tidak
1. Menilai pasar berdasar motif-motif
pribadi
2. Berpikir simplistis, artinya berpikir
hitam putih ( tanpa nuansa ).
3. Bersandar lebih banyak sumber pesan
daripada isi pesan.
4. Mencari informasi tentang
kepercayaan orang lain dari sumbernya
sendir, bukan dari kepercayaan orang
lain.
5. Secara kaku mempertahankan dan
memegang teguh sistem
kepercayaannya
6. Menolak , mengabaikan, mendistorsi
12
sesuai dengan rangkaian
kepercayaannya.
dan menolak pesan yang tidak
konsisten dengan sistem
kepercayaannya.
Ciri-ciri orang terbuka dapat diuraikan sebagai berikut ::
a. Menilai pesan secara obyektif dengan menggunakan data dan logika.
Orang yang dalam menerima pesan menggunakan akal pikiran yang baik,
sedangkan pada orang tertutup cenderung menggunakan keyakinan.
b. Mampu membedakan dan melihat nuansa dengan mudah . orang yang
terbuka lebih mudah dalam membedakan situasi dan kondisi kapan
mererka mau terbuka.
c. Lebih menekankan pada isi. Dalam keterbukaan diri orang yang terbuka
cenderung menekankan pada “apa” yang dibicarakan dari pada “siapa”
d. Berusaha mencari informasi dario sumber lain. Mereka lebih senang
mencari informasi dari berbagai sumber yang relefan sebagai bahan
pertimbangannya.
e. Bersifat profisional dan berusaha mencari informasi serta bersedia
mengubah keyakinannya joika tidak sesuai dengan keadaan. Orang yang
terbuka dan menerima kelemahannya dan berusaha untuk
menyempurnakan dengan mencari informasi-informasi yang berhubungan
dengan keyakinannya tersebut.
13
f. Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian
kepercayaaanya. Orang yang terbuka akan mampu menerima pesan yang
tidak sesuai dengan gagasannya.
Dari ciri-ciri di atas apabila diterapkan secara tepat dan didukung oleh
sikap saling percaya akan dapat menciptakan hubungan yang intim. Begitu
pula jika diterapkan dalam kegiatan layanan bimbingan dan konseling. Dalam
proses mengajar tersebut diperlukan suatu keterbukaan diri dari siswa dan
guru agar tercipta suatu interaksi yang baik karena diharapkan sikap
keterbukaan diri tersebut dapat mendorong timbulnya saling pengertian,
saling menghargai dean saling mengembangkan hungan sehingga tercipta
situasi belajar yang sesuai dengan tujuan yang dikehendaki.
2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi keterbukaan diri
Faktor-faktor yang mempengaruhi keterbukaan diri menurut Jourard
(Devito, 1989) adalah sebagai berikut :
a. The Dyadic Effec
Menurut Jourard (Devito, 1989 ) “Bila seseorang membuka sesuatu
tentang dirinya pada orang lain, ia cenderung memunculkan tingkat
keterbukaan balasan pada orang yang kedua.
“ Inilah yang disebut efek dyadic. Dari pernyataan diatas mengandung
pengertian bahwa jika keterbukaan diri dilakukan secara baik dan akrab
akan membangkitkan balasan keterbukaan diri yang serupa dari orang lain
14
dan bila keterbukaan diri dilakukan secara dangkal atau sederhana maka
akan membangkitkan balasan keterbukaan diri.
b. Audience Size
Ukuran pendengar sangat mempengaruhi keefektifan seseorang dalam
melakukan keterbukaan diri. Keterbukaan diri dinggap lebih efektif bila
berada dalam situasi kelompok yang kecil dibandingkan jika berada dalam
kelompok besar, karena dalam kelompok yang kecil interaksi anggota
kelompok lebih mudah dan cepat mendapat respon atau umpan balik dari
orang lain
c. Topik
Topik pembicaraan mempengaruhi kuantitas dan tipe keterbukaan diri.
Dalam keterbukaan diri orang cenderung lebih suka terbuka tentang
informasi mengenai pekerjaan atau hobi daripada tentang kehidupan
keluarga atau keadaan ekonominya.
d. Valance
Dalam keterbukaan diri lebih ditekankan pada isi, maksudnya adalah
lebih mengarah pada “ apa “ yang diungkapkan daripada kepada siapa
informasi tersebut diungkapkan. Keterbukaan dianggap berhasil apabila
seseorang memahami betul terhadap apa yang diinformasikan baik positif
maupun negatif karena hal itu sangat menentukan dalam perkembangan
selanjutnya.
15
e. Gender
Dalam penelitian diungkapkan bahwa keterbukaan diri cenderung
dimilikioleh kaum wanita daripada pria. Maksudnya adalah dalam
kehidupan, wanita lebih terbuka kepada orang lain dari pada laki-laki.
Pada dasarnya wanita dan pria sama-sama membutuhkan orang lain hanya
saja wanita bila dalam kehidupan sehari-hari mengalami kejadian tertuntu
atau informasi-informasi baik tentang dirinya maupun orang lain mereka
cepat- cepat membaginya dengan orang lain baik kesenangan maupun
kesusahan yang sedang dialami, sebaliknya laki-laki lebih senang diam
atau memendam sendiri permasalahannya daripada membeberkan kepada
orang lain akibatnya laki-laki lebih cepat terserang stress dan usianyapun
tidak panjang.
f. Receiver
Relationship dalam keterbukaan diri penerima hubungan menjadi
faktor penting. Karena keterbukaan diri dianggap berhasil jika ada umpan
balik dari pendengar informasi. Setiap orang mempunyai kebiasaan yang
berbeda-beda harus kepada siapa mereka harus terbuka kepda teman-
temannya daripada orang tuanya, karena usia mereka yang tergolong
remaja dimana mereka senang berkelompok dan meras lebih mudah dalam
mengungkapkan reaksinya terhadap kejadia-kejadian tertentu karena
merasa memiliki satu tujuan. Sebaliknya wanita lebih senang membuka
16
dirinya kepada orang tua atau teman prianya, karena mereka dianggap
mampu membantu dan memberikan perlindungan kepada dirinya.
2.1.4. Aspek-aspek Keterbukaan diri
Aspek-aspek keterbukaan diri siswa menurut Brooks dan Emeert
(Nurmawati, 2005) adalah :
a. Menilai pesan secara obyektif,dengan menggunakan data dan ketetapan
logika
Indikatornya :- Lebih melihat penilaian secara obyektif,
logis,cukup bukti
- Setiap pesan akan dievaluasi tidak
berdasarkan desakan dari dalam individu
(dogmatis, egois, kebiasaan diri )
b. Membedakan dengan mudah, melihat nuansa.
Indikator : - Berpikir pada bentuk “antara “
- Tidak memiliki pola pikir yang sederhana
c. Berorientasi pada isi
Indikator : - Mengacu pada materi yang sedang dikerjakan
- Tidak terikat pada otoritas yang lain.
d. Memberi informasi dari berbagai sumber
Indikator : - Terbuka terhadap pendapat orang lain
- Menyerap informasi dari berbagai sumber
17
e. Lebih bersifat provesional dan bersedia mengubah kepercayaannya
Indikator : - Mampu membuat perbandingan dari beberapa
pendapat menjadi sebuah kepercayaan baru
akan tetapi tetap mempertimbangkan.
f. Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian
kepercayaannya
Indikator : - Mampu memahami pesan yang tidak sesuai
dengan gagasan atau penilaiannya
- Tahan dalam suasana inkonsisten
2.2. Permainan Simulasi Bimbingan Kelompok
2.2.1. Bimbingan Kelompok
Dalam bimbingan kelompok merupakan sarana untuk menunjang
perkembangan optimal masing-masing siswa, yang diharapkan dapat mengambil
manfaat dari pengalaman pendidikan ini bagi dirinya sendiri (dalam Winkel & Sri
Hastuti, 2004).
Berdasarkan pemaparan tersebut, saya dapat menyimpulkan bahwa
bimbingan kelompok adalah salah satu teknik dalam bimbingan kelompok untuk
memberikan bantuan kepada peserta didik/siswa yang dilakukan oleh seorang
18
pembimbing/konselor melalui kegiatan kelompok yang dapat berguna untuk
mencegah berkembangnya masalah-masalah yang dihadapi anak.
2.2.2. Tujuan Bimbingan Kelompok
Kesuksesan layanan bimbngan kelompok sangat dipengaruhi sejauh mana
tujuan yang akan dicapai dalam layanan layanan kelompok yang
diselenggarakan.
Tujuan bimbingan kelompok yang dikemukakan oleh Prayitno (2004: 2-3)
adalah sebagai berikut :
a.Tujuan Umum
Tujuan umum dari layanan bimbingan kelompok adalah berkembangnya
sosialisasi siswa, khususnya kemampuan komunikasi anggota kelompok. Sering
menjadi kenyataan bahwa kemampuan bersosisalisasi/berkomunikasi seseorang
sering terganggu oleh perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap yang tidak
obyektif, sempit dan terkukung serta tidak efektif
b.Tujuan Khusus
Bimbingan kelompok bermaksud membahas topik-topik tertentu. Melalui
dinamika kelompok yang intensif, pembahasan topik-topik itu mendorong
19
pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap yang menunjang
diwujudkannya tingkah laku yang lebih efektif.
2.3. Teknik Bimbingan Kelompok
Keberhasilan dari suatu program bimbingan akan ditentukan oleh ketepatan
menggunakan teknik bimbingan disamping kemampuan dan ketrampilan petugas –
petugasnya. Menurut Hendra dkk (2003) ada beberapa teknik bimbingan
kelompok yang perlu dipahami oleh para petugas bimbingan disekolah antara lain
: teknik home room, diskusi kelompok, pelajaran bimbingan, kelompok kerja,
pengajaran remidi, sosiodrama, psikodrama, ceramah bimbingan, karya wisata,
organisasi siswa, proses katarsis dan wawancara bimbingan.
Sedangkan menurut Romlah (2001) ada beberapa teknik dalam
pelaksanaksanaan bimbingan kelompok, yaitu teknik pemberian informasi, diskusi
kelompok, pemecahan masalah (problem solving), permainan peran (rale playing),
permainan simulasi (simulation games), karya wisata (field trip) dan teknik
penciptaan suasana kekeluargaan (home room).
Teknik yang digunakan oleh Peneliti adalah menggunakan teknik permainan
simulasi, karena dengan menggunakan teknik ini semua siswa bisa memecahkan
masalah, memperjelas masalah dan mengembangkan pribadi individu siswa
20
2.4. Permainan Simulasi
Model permainan simulasi didesain untuk membantu siswa mempelajari
dan menganalisis dunia nyata secara aktif. Siswa yang terlibat dalam simulasi
mempunyai peranan masing-masing dan berinteraksi dengan siswa yang lainnya.
Siswa mengambil keputusan sendiri dan menanggung konsekuensi dari
keputusannya. Metode pembelajaran yang seperti ini, tentunya memudahkan
siswa memahamai konsep-konsep permainan, karena objek yang dipelajari siswa
dapat mengalami dalam kehidupan sehari-hari. (Hasibuan dan Moedjiono, 1993).
Menurut Adams dalam Romlah (2001) menyatakan bahwa “permainan
simulasi adalah permainan yang dimaksudkan untuk merefleksikan situasi-situasi
yang terdapat dalam kehidupan yang sebenarnya “ permainan simulasi dapat
dikatakan merupakan gabungan antara teknik permainan perasaan dan teknik
diskusi.
Cara melaksanakan permainan simulasi, langkah yang pertama adalah
menentukan peserta permainan yaitu terdiri dari fasilitator, penulis, pemain,
pemegang peran dan penonton. Setelah peserta permainan ditentukan, permainan
dapat dilaksanakan dengan memperhatikan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Menyediakan alat permainan beserta kelngkapannya.
b. Fasilitator menjelaskan tujuan permainan.
21
c. Menetukan permainan, pemegang peran dan penulis.
d. Menjelaskan aturan permainan.
e. Bermain dan berdiskusi.
f. Menyimpulkan hasil diskusi.
g. Menutup permainan dan menentukan waktu dan tempat bermain
berikutnya
Menurut Sukmadewi (2003) menyatakan bahwa ada tahap-tahap dalam
model pembelajaran permainan simulasi dibagi atas empat bagian, yaitu:
orientasi (orientations), penyiapan peserta, dalam hal ini siswa (participant
preparations), pelaksanaan simulasi (simulation/enactment operations), diskusi.
a. Orientasi
Siswa memerlukan orientasi terhadap permainan simulasi yang akan diikuti.
tahap ini bermanfaat bagi siswa jika sebelumnya tidak pernah mengikuti kegiatan
pembelajaran yang menggunakan simulasi.
Perlu dijelaskan kepada siswa mengenai permasalahan yang akan disimulasikan,
Bagian terpenting dalam fase ini adalah penjelasan terhadap situasi simulasi.
Siswa diberikan bayangan-bayangan dalam pelaksanaan simulasi. Hal lain yang
perlu dijelaskan kepada siswa adalah tentang tujuan yang akan dicapai setelah
permainan simulasi selesai. Penjelasan terhadap situasi permainan dimaksudkan
22
untuk memberikan arah dan pedoman dalam melakukan pembahasan terhadap
hasil – hasil simulasi.
b. Penyiapan peserta
Bagian-bagian ini sebagai berikut :
a. menyusun scenario simulasi.
b. menetapkan prosedur.
c. mengorganisasikan peserta.
Guru menyusun dan menjelaskan kepada siswa skenario simulasi, yaitu
tentang apa saja yang akan dilakukan oleh peserta simulasi. Termasuk di
dalamnya adalah aturan-aturan yang harus diikuti siswa, prosedur dan
keputusan-keputusan yang harus dilakukan. Langkah selanjutnya adalah
mengorganisasikan peserta. Jika siswa perlu dikelompokkan, maka guru
membagi siswa dalam kelompok-kelompok. Berikutnya adalah pembagian
peranan dalam permainan simulasi. Siapa atau kelompok mana yang
mempunyai suatu peranan perlu dijelaskan kepada siswa. Juga, apa yang
dilakukan oleh masing-masing pemegang peran.
c) Pelaksanaan simulasi
Bagian ini terdiri atas simulasi, dan penutup simulasi. Pelaksanaan simulasi
adalah bagian utama dari metode ini. Semua komponen berinteraksi untuk
23
memperoleh pengalaman-pengalaman yang disimulasikan, selanjutnya hal itu
dipahami sebagai bagian dari pelajaran. Siswa menerapkan permainan,
sementara fasilitator memfasilitasi pelaksanaan simulasi. Fasilitator yang
dilakukan sangat penting, karena menginginkan siswa untuk mempunyai
cukup kebebasan untuk menganalisis situasi, menyelesaikan permasalahan,
dan membuat keputusan tanpa terlalu banyak partisipasi dari guru. Siswa akan
mempunyai pengertian di dalam dirinya bahwa telah melakukan sesuatu
untuk memperoleh pengetahuan bagi dirinya sendiri. Singkatnya, guru hanya
mengarahkan jika perlu, khususnya menjaga siswa agar berada dalam
perannya masing-masing.
d) Diskusi
Bagian dari diskusi adalah berikut ini.
a. Refleksi terhadap pelaksanaan simulasi,
b. Menghubungkan simulasi dengan dunia nyata.
Permainan simulasi bukanlah pengalaman belajar, tetapi pembelajaran yang
sebenarnya baru ditentukan setelah diskusi. Setalah diskusi berakhir, barulah
siswa memperoleh pelajaran yang dituntut untuk dikuasai oleh siswa. Pada
bagian ini terdapat empat hal yang harus diperhatikan, yaitu: pengalaman,
identifikasi, analisis dan generalisasi. Pada metode ini, semua pengalaman
24
yang diperoleh selama simulasi perlu direview agar nantinya dihubungkan
dengan dunia nyata. Identifikasi bermakna mendeskripsikan pengalaman
dalam data-data yang terkumpul.
Analisis dilakukan untuk melihat simulasi secara lebih mendalam dan
bermakna, sehingga diperoleh pemahaman yang lebih baik. Terakhir adalah
generalisasi, yaitu membuat generalisasi dari hasil-hasil yang diperoleh selama
simulasi untuk memperoleh pengetahuan yang dituntut untuk dikuasai oleh
siswa.
2.5. Penelitian yang Relevan
Dias Ratnawati (2007), dalam penelitiannya menemukan bahwa layanan
bimbingan kelompok (permainan simulasi) efektif dalam meningkatkan
keterbukaan diri siswa SMA Negeri Getasan Kabupaten Semarang . Romi Dwi
Setyo Wibowo (2010), menemukan bahwa teknik permainan simulasi
(bimbingan kelompok) efektif dalam meningkatkan keterbukaan diri siswa SMA
Negeri 3 Malang yang ditunjukan dengan adanya perbedaan interaksi antara
kelompok eksperimen dengan kontrol. Selain itu dalam penelitian Astri
dityaningrum (2010), menemukan bahwa treatment permainan simulasi terbukti
efektif untuk meningkatkan keterbukaan diri siswa SMA Salahudin.
25
2.6. Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diungkapkan sebelumnya, maka
penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut :
“ Teknik permainan simulasi efektif dapat meningkatkan keterbukaan diri pada
siswa kelas XI E SMK PGRI 2 Salatiga”.