bab ii konsep dasar a....

26
7 BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Beberapa sumber yang menyebutkan tentang pengertian dari Apendisitis yaitu sebagai berikut : Apendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum tepat dibawah katup ileocecal (Smeltzer, 2001). Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab pembedahan abdomen akut yang paling sering. (Mansjoer, 2000). Sedangkan menurut (Ester, 2001) Apendisitis merupakan inflamasi apendiks, suatu bagian seperti kantung yang nonfungsional dan terletak di bagian inferior sekum dan menurut (Grace, 2007) Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Jadi dari beberapa pengertian tersebut penulis menyimpulkan apendisitis adalah suatu kondisi dimana terjadi inflamasi pada apendiks dan merupakan penyebab pembedahan abdomen yang paling sering terjadi. Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendiks akut dan apendiks kronik (Sjamsuhidajat, 2004) 1. Apendisitis Akut Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala apendisitis akut ialah nyeri samar-samar dan tumpul merupakan nyeri

Upload: vanthu

Post on 29-Mar-2019

359 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

7

BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian

Beberapa sumber yang menyebutkan tentang pengertian dari

Apendisitis yaitu sebagai berikut :

Apendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat

pada sekum tepat dibawah katup ileocecal (Smeltzer, 2001). Apendisitis

adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab

pembedahan abdomen akut yang paling sering. (Mansjoer, 2000). Sedangkan

menurut (Ester, 2001) Apendisitis merupakan inflamasi apendiks, suatu bagian

seperti kantung yang nonfungsional dan terletak di bagian inferior sekum dan

menurut (Grace, 2007) Apendisitis adalah peradangan pada apendiks

vermiformis. Jadi dari beberapa pengertian tersebut penulis menyimpulkan

apendisitis adalah suatu kondisi dimana terjadi inflamasi pada apendiks dan

merupakan penyebab pembedahan abdomen yang paling sering terjadi.

Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendiks akut dan

apendiks kronik (Sjamsuhidajat, 2004)

1. Apendisitis Akut

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh

radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat,

disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala

apendisitis akut ialah nyeri samar-samar dan tumpul merupakan nyeri

8

visceral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering di

sertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun

dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik

McBurney. Di sini nyeri di rasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya.

Sehingga merupakan nyeri somatik setempat.

2. Apendisitis Kronik

Diagnosis apendiksitis kronik baru dapat di tegakkan jika di penuhi

semua syarat: riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu,

radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik, dan

keluhan menghilang setelah apendiktomi. Kriteria mikroskopik

apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks,

sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan

ulkus lama di mukosa, dan sel inflamasi kronik. Insidens apendiksitis

kronik antara 1-5 %.

9

B. Anatomi

1. Anatomi Usus Besar

Gambar 1.1Anatomi usus besar

Sumber: Thibodeau, 2008

10

Usus besar atau intestinun mayor panjangnya lebih kurang 1,5 m,

lebarnya 5-6 cm. Lapisan-lapisan usus besar dari dalam ke luar: selaput

lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang, jaringan ikat.

Fungsi usus besar adalah menyerap air dari makanan, tempat tinggal

bakteri koli, tempat feses.

Usus besar terdiri dari :

a. Sekum

Di bawah sekum terdapat apendiks vermivormis yang berbentuk

seperti cacing sehingga di sebut umbai cacing, panjangnya 6 cm.

Seluruhnya di tutupi oleh peritonium mudah bergerak walaupun

tidak mempunyai mesenterium dan dapat diraba melalui dinding

abdomen pada orang yang masih hidup.

b. Apendiks

Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari ujung

sekum, mempunyai pintu keluar yang sempit tetapi masih

memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi usus. Apendiks

tergantung menyilang pada linea terminalis masuk ke dalam

rongga pelvis minor, terletak horizontal di belakang sekum.

Sebagai suatu organ pertahanan terhadap infeksi kadang apendiks

beraksi secara hebat dan hiperaktif yang bisa menimbulkan

perforasi dindingnya ke dalam rongga abdomen.

11

c. Kolon asendens

Panjangnya 13 cm, terletak di bawah abdomen sebelah kanan ,

membujur ke atas dari ileum ke bawah hati. Di bawah melengkung

ke kiri, lengkungan ini di sebut fleksura hepatika, dilanjutkan

sebagai kolon transversum

d. Kolon transversum

Panjangnya lebih kurang 38 cm, membujur dari kolon asenden

sampai ke kolon desendens berada di bawah abdomen, sebelah

kanan terdapat fleksura hepatika dan sebelah kiri terdapat fleksura

lienalis.

e. Kolon desendens

Panjangnya lebih kurang 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian

kiri membujur dari atas ke bawah dan fleksura lienalis sampai ke

depan ileum kiri, bersambung dengan kolon sigmoid.

f. Kolon sigmoid

Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolon desendens, terletak

miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai

huruf S, ujung bawahnya berhubungan dengan rektum.

g. Rektum

Rektum terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan

intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di

depan os sakrum dan os koksigis.

( Syaifuddin, 2006)

12

2. Anatomi Apendiks

Gambar 2.1Anatomi letak apendiks

Sumber: Yayan Akhyar, 2008

13

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10

cm (4 inci), lebar 0,3-0,7 cm dan isi 0,1 cc melekat pada sekum tepat

dibawah katup ileosekal. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu : taenia

anterior, medial dan posterior. Secara klinis, apendiks terletak pada

daerah Mc.Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan

spina iliaka anterior superior kanan dengan pusat. Lumenya sempit di

bagian proksimal dan melebar dibagian distal. Namun demikian, pada

bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan

menyempit kearah ujungnya. Persarafan parasimpatis pada apendiks

berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesentrika

superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis

berasal dari nervus torakalis X. oleh karena itu, nyeri viseral pada

apendisitis bermula disekitar umbilikus.

3. Fisiologi Apendiks

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu

normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke

sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan

pada patogenesis apendisitis.

Imunoglobulin sekretor yang dihasilkan oleh GALT (gut

associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna

termasuk apendiks, ialah IgA. Imonoglobulin itu sangat efektif sebagai

pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks

tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfe

14

di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran

cerna dan di seluruh tubuh.

C. Etiologi

Apendiksitis menurut Sjamsuhidajat ( 2004 ) merupakan infeksi bakteri

yang disebabkan oleh obstruksi atau penyumbatan akibat :

1. Hiperplasia dari folikel limfoid

2. Adanya fekalit dalam lumen appendiks

3. Tumor appendiks

4. Adanya benda asing seperti cacing askariasis

5. Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. Histilitica.

D. Patofisiolgi

Apendiksitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks.

Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa apendiks

mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun

elasitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan

peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran

limfe yang mengakibatkan edema dan ulserasi mukosa. Pada saat itu terjadi

apendiksitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.

Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal

tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri

akan menembus dinding sehingga peradangan yang timbul meluas dan

mengenai peritonium yang dapat menimbulkan nyeri pada abdomen kanan

bawah yang disebut apendiksitis supuratif akut. Apabila aliran arteri

15

terganggu maka akan terjadi infrak dinding apendiks yang diikuti ganggren.

Stadium ini disebut apendiksitis ganggrenosa. Bila dinding apendiks rapuh

maka akan terjadi perforasi disebut apendikssitis perforasi.

Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan

bergerak ke arah apendiks hingga muncul infiltrat apendikkularis. Pada anak-

anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding lebih

tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang

memudahkan untuk terjadi perforasi, sedangkan pada orang tua mudah terjadi

karena ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2000)

E. Manifestasi Klinik

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh

radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat

(Sjamsuhidajat, 2004). Nyeri terasa pada abdomen kuadran bawah dan

biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu

makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney bila dilakukan tekanan. Nyeri

tekan lepas mungkin akan dijumpai. Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan

apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi

dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar di belakang sekum, nyeri dan

nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbal; bila ujungnya ada pada pelvis,

tanda-tanda ini hanya dapat diketahui pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada

defekasi menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan kandung kemih

atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektum kanan dapat

terjadi.

16

Tanda Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah

kiri, yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran

bawah kanan. Apabila apendiks telah ruptur, nyeri dan dapat lebih menyebar;

distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi klien memburuk.

Pada klien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi.

Tanda-tanda tersebut dapat sangat meragukan, menunjukkan obstruksi usus

atau proses penyakit lainya. Klien mungkin tidak mengalami gejala sampai ia

mengalami ruptur apendiks. Insidens perforasi pada apendiks lebih tinggi

pada lansia karena banyak dari klien-klien ini mencari bantuan perawatan

kesehatan tidak secepat klien-klien lebih muda (Smeltzer, 2002).

F. Penatalaksanaan

Pembedahan di indikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan.

Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgesik

dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan.

Apendiktomi dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan risiko

perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum atau spinal

dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan

metode baru yang sangat efektif (Smeltzer, 2002).

17

G. Komplikasi

Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks, yang dapat

berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10%-

32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum

terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu

37,70C atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau nyeri tekan

abdomen yang kontinyu (Smeltzer, 2002).

H. Pengkajian fokus

Pengkajian fokus pada klien apendisitis menurut Akhyar Yayan, 2008 adalah:

1. Identitas Klien

a. Umur: Biasanya apendisitis lebih sering terjadi pada usia 10-30 tahun.

b. Jenis kelamin: Laki-laki leih sering terkena apendisitis dari pada

wanita.

2. Lingkungan

Dengan adanya lingkungan yang bersih, maka daya tahan tubuh penderita

akan lebih baik dari pada tinggal di lingkungan yang kotor. Hal itu akan

mencegah masuknya cacing askariasis ke dalam lumen apendiks.

3. Riwayat keperawatan

a. Riwayat kesehatan saat ini: keluhan nyeri pada luka post operasi

apendektomi, mual muntah, peningkatan suhu tubuh, peningkatan

leukosit.

b. Riwayat kesehatan masa lalu

4. Pemeriksaan Fisik

18

a. Inspeksi

Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling,

sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi

abdomen.

b. Palpasi

Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri.

Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut

kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada

penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan

bawah, ini disebut tanda Rovsing (Rovsing sign). Dan apabila

tekana pada perut kiri dilepas maka juga akan terasa sakit diperut

kanan bawah, ini disebut tanda Blumberg (Blumberg sign).

c. Pemeriksaan colok dubur

Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis untuk menentukan

letak apendiks apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan

pemeriksaan ini terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang

meradang didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci

diagnosis apendisitis pelvika.

d. Uji psoas dan uji obturator.

Pemeriksaan ini dilakukan juga untuk mengetahui letak apendiks

yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas

mayor lewat hiperekstensi panggul kanan, kemudian paha kanan

ditahan. Bila apendiks yang meradang menempel pada m.psoas

19

mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.

Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan

andorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks

yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang

merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan

menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis

pelvika.

5. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium: terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein

reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah

leukosit antara 10.000 – 20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas

75%. Sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.

b. Radiologi: terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada

pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat

yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangakan pada pemeriksaan

CT-scan ditemukan bagian menyilang dengan apendikalit serta

perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta pelebaran

sekum.

6. Perubahan Pola Fungsi

Data yang di peroleh dalam kasus apendisitis menurut Doenges (2000)

adalah sebagai berikut :

a. Aktivitas / istirahat

Gejala: Malaise.

20

b. Sirkulasi

Tanda: Takikardi

c. Eliminasi

Gejala: Konstipasi pada awitan awal.

Diare (kadang-kadang).

Tanda: Distensi abdomen, nyeri tekan / nyeri lepas, kekakuan.

Penurunan atau tidak ada bising usus.

d. Makanan / cairan

Gejala: Anoreksia

Mual / muntah

e. Nyeri / kenyamanan

Gejala: Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang

meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc.Burney

(setengah jarak antara umbilikus dan tulang ileum kanan),

meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas

dalam (nyeri berhenti tiba-tiba diduga perforasi atau

infark pada apendiks).

Keluhan berbagai rasa nyeri/ gejala tak jelas (sehubungan

dengan lokasi apendiks, contoh: retrosekal atau sebelah

ureter).

Tanda: Perilaku berhati-hati; berbaring kesamping atau telentang

dengan lutut ditekuk. Meningkatnya nyeri pada kuadran

21

kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/ posisi

duduk tegak.

Nyeri lepas pada sisi kiri diduga inflamasi peritoneal.

f. Pernafasan

Tanda : Takipnea, pernapasan dangkal.

g. Keamanan

Tanda : Demam (biasanya rendah).

22

I. Pathways Keperawatan

Hiperplasia folikel limfoid, fekalit, bendaasing, cacing, tumor, peradangan

Obstruksi lumen apendiks

Pembengkakan jaringan limfoid

Peningkatan tekanan intraluminal sehinggamenghambat saluran limfe yang mengeluarkan mukus

Edema dan ulserasi

Nyeri di kuadran kanan bawah

Apendisitis akut Apendisitis kronik

Obstruksi vena dan perluasan peradangan

Gangguan pada alirandarah arteri

Gangguan nekrosis perforasi

Apendiktomi Laparatomi

Luka post operasi

Insisi bedah Resiko perdarahan Nyeri post operasi

Terputusnya Ketidakseimbangankontinuitas jaringan cairan tubuh

Penurunan pertahananPrimer tubuh

Mansjoer, Arief(2000), Sylvia, (2006) , Doengoes(2000)

Cemasnyeriakut

Resti infeksi

Resti kekuranganvolume cairan

Gangguan rasanyaman nyeri

Intoleransiaktivitas

Kurang pengetahuanprosedur tindakan

23

J. Diagnosa dan Fokus Intervensi

1. Gangguan rasa nyaman: nyeri (akut) berhubungan dengan distensi

jaringan usus oleh inflamasi; adanya insisi bedah.

Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 2x7

jam di harapkan nyeri berkurang atau hilang.

KH : Klien melaporkan nyeri berkurang / hilang, klien rileks.

Intervensi :

a. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10).

Selidiki dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.

Rasional: Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan

penyembuhan. Perubahan pada karakteristik nyeri

menunjukkan terjadinya abses/ peritonitis, memerlukan

upaya evaluasi medik dan intervensi.

b. Pertahankan istirahat dengan posisi semifowler.

Rasional: Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen

bawah atau pelvis, menghilangkan tekanan abdomen

yang bertambah dengan posisi telentang.

c. Berikan aktivitas hiburan.

Rasional: Fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi, dan

dapat meningkatkan kemampuan koping.

d. Pertahankan puasa

Rasional : Menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltik usus dini

dan iritasi gaster/ muntah.

24

e. Berikan kantong es pada abdomen.

Rasional: Menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui

penghilangan rasa ujung saraf. Catatan: jangan lakukan

kompres panas karena dapat menyebabkan kompresi

jaringan.

f. Beritahukan penyebab nyeri.

Rasional: Membantu klien dalam mekanisme koping

g. Berikan analgesik sesuai indikasi.

Rasional: Menghilangkan nyeri mempermudah kerjasama dengan

intervensi terapi lain seperti ambulasi, batuk

2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya

pertahanan utama, perforasi/ rupture pada apendiks, pembentukan

abses; prosedur invasif insisi bedah.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x7 jam di

harapkan infeksi berkurang.

KH : Meningkatnya penyembuhan luka dengan benar, bebas

tanda infeksi/ inflamasi, drainase purulen, eritema dan

demam.

Intervensi :

a. Awasi tanda vital. Perhatikan demam, menggigil, berkeringat,

perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen.

Rasional: Dugaan adanya infeksi/ terjadinya sepsis, abses,

peritonitis.

25

b. Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka/ drein

(bila dimasukkan), adanya eritema.

Rasional: Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi, dan/

atau pengawasan penyembuhan peritonitis yang telah

ada sebelumnya.

c. Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptik.

Rasional: Menurunkan resiko penyebaran infeksi.

d. Berikan informasi yang tepat, jujur, dan jelas pada klien/ orang

terdekat.

Rasional: Pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan

dukungan emosi, membantu menurunkan ansietas.

e. Berikan antibiotik sesuai indikasi.

Rasional: Mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan

jumlah mikroorganisme (pada infeksi yang telah ada

sebelumnya) untuk menurunkan penyebaran dan

pertumbuhanya pada rongga abdomen.

3. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan

kehilangan volume cairan, pembatasan pascaoperasi, status

hipermetabolik, inflamasi peritonium dengan cairan asing.

Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x7 jam

diharapkan keseimbangan cairan dan elektrolit

menjadi kuat.

26

KH :Kelembaban membran mukosa, turgor kulit baik, tanda

vital stabil dan secara individual haluaran urine adekuat.

Intervensi :

a. Awasi TD dan nadi.

Rasional: Tanda yang membantu mengidentifikasikan fluktuasi

volume intravaskuler.

b. Lihat membran mukosa: kaji turgor kulit dan pengisian kapiler.

Rasional: Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi

seluler.

c. Awasi masukan dan haluaran: Catat warna urine/ konsentrasi, berat

jenis.

Rasional: Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan

berat jenis diduga dehidrasi/ kebutuhan peningkatan

cairan.

d. Auskultasi bising usus. Catat kelancaran flatus, gerakan usus.

Rasional: Indikator kembalinya peristaltik, kesiapan untuk

pemasukan oral.

e. Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan peroral

dimulai, dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransi.

Rasional: Menurunkan iritasi gaster/ muntah untuk meminimalkan

kehilangan cairan.

f. Berikan perawatan mulut sering dengan perhatian khusus pada

perlindungan bibir.

27

Rasional: Dehidrasi mengakibatkan bibir dan mulut kering dan

pecah-pecah.

g. Pertahankan penghisapan gaster/ usus.

Rasional: Selang NG biasanya di masukkan pada pra operasi dan

dipertahankan pada fase segera pasca operasi untuk

dikompresi usus, meningkatkan istirahat usus,

mencegah muntah.

h. Berikan cairan IV dan elektrolit.

Rasional: Peritonium bereaksi terhadap iritasi/ infeksi dengan

menghasilkan sejumlah besar cairan yang dapat

menurunkan volume sirkulasi darah, mengakibatkan

hipovolemia. Dehidrasi dan dapat terjadi

ketidakseimbangan elektrolit.

4. Intoleransi aktiftas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan

metabolik sekunder akibat pembedahan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 7 jam

diharapkan klien mampu beraktivitas sendiri.

KH :

- Klien menunjukkan perilaku yang memampukan kembali

melakukan aktivitass.

- Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi

aktivitas.

28

Intervensi:

a. Tentukan tingkat aktivitas sekarang atau keadaan fisik pasien , kaji

derajat nyeri dengan menggunakan skala ( 0-10 )

Rasional: Tanda yang membantu mengidentifikasikan fluktuasi

volume intravaskuler

b. Lakukan perubahan posisi secara teratur ketika pasien tirah baring

(mobilisasi )

Rasional: Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler

c. Ajarkan pasien untuk rentang gerak aktif dan pasif terutama pada

ekstremitas bawah.

Rasional: Penurunan haluaran urine pekat denngan peningkatan

berat jenis diduga dehidrasi/ kebutuhan peningkatan cairan.

d. Evaluasi kemampuan pasien untuk mobilisasi secara aman bila

perlu gunakan alat bantu jalan seperti tongkat dan lain-lain.

Rasional: Indikator kembalinya peristaltic, kesiapan untuk

pemasukan oral.

e. Kolaborasi dengan anggota keluarga

Rasional: Menurunkan irigasi gaster/ muntah untuk meminimalkan

kehilangan cairan.

5. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis,

dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal

sumber informasi dan salah interpretasi informasi.

29

Tujuan : Menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan dan

potensial komplikasi.

KH : Berpartisipasi dalam program pengobatan.

Intervensi :

a. Kaji ulang pembatasan aktivitas pasca operasi, contoh: mengangkat

berat, olahraga, seks, latihan, menyetir.

Rasional: Memberikan informasi pada klien untuk merencanakan

kembali rutinitas biasa tanpa menimbulkan masalah.

b. Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh:

peningkatan nyeri, edema/ eritema luka, adanya drainase, demam.

Rasional: Upaya intervensi menurunkan resiko komplikasi serius,

contohnya: peritonitis, lambatnya proses penyambuhan.

c. Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahat periodik.

Rasional: Mencegah kelemahan, meningkatkan penyembuhan dan

perasaan sehat, mempermudah kembali ke aktifitas

normal.

d. Diskusikan perawatan insisi termasuk mengganti balutan,

pembatasan mandi dan kembali ke dokter untuk mengangkat

jahitan/ pengikat.

Rasional: Pemahaman meningkatkan kerjasama dengan program

terapi, meningkatkan penyembuhan dan proses

perbaikan.

30

e. Berikan laksatif/ pelembek feses jika diindikasikan dan hindari

enema.

Rasional: Membantu kembali ke fungsi usus semula, mencegah

mengejan saat defekasi.

(Doenges, 2000).

6. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan prosedur

tindakan.

Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x7 jam

diharapkan klien mengungkapkan kecemasan hilang.

KH :

- Klien mengungakapkan tidak cemas

- Klien rileks

Intervensi:

a. Catat petunjuk perilaku misalnya gelisah.

Rasional: Indikator derajat kecemasan/ stres.

b. Dorong mengatakan perasaan. berikan umpan balik.

Rasional: Membuat hubungan terapeutik, Membantu klien

dalam mengidentifikasi masalah yang menyebabakan stress.

c. Berikan informasi yang akurat dan nyata tentang apa yang di

lakukan, misalnya tirah baring.

31

Rasional: keterlibatan pasien dalam perencanaan perawatan

memberikan rasa kontrol dan membantu menurunkan

kecemasan.

d. Dorong orang terdekat untuk memberikan perhatian kepada

klien.

Rasional: Tindakan dukungan dapat membantu pasien

merasa stres berkurang.

e. Bantu pasien belajar mekanisme koping baru.

Rasional: Belajar cara baru untuk mengatasi masalah dapat

membantu dalam menurunkan stres dan kecemasan

f. Kolaborasi pemberian obat: agen ansietas misalnya diazepam

Rasional: Dapat digunakan untuk menurunkan ansietas dan

memudahkan istirahat . (Carpenito, 2007)

32