bab ii klp 10.doc

62
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diagnosis dan Intervensi Komunitas Diagnosis komunitas adalah suatu kegiatan untuk menentukan adanya suatu masalah dengan cara pengumpulan data di masyarakat (lapangan). Dengan demikian diagnosis komunitas merupakan kegiatan survey. Dengan melakukan diagnosis komunitas ini maka masalah kesehatan di komunitas akan dapat diidentifikasi dan dibuat intervensi pemecahannya. Dengan adanya diagnosis komunitas diharapkan dapat menerapkan prinsip kedokteran pencegahan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Berdasarkan latar belakang, profil keluarga binaan, penentuan area masalah dan hasil jawaban kuesioner maka kami mengangkat diagnosis komunitas mengenai pengetahuan faktor resiko hipertensi pada keluaarga binaan di desa Tanjung Pasir Kecamatan Teluk Naga Kabupaten Tangerang Provinsi Banten. 2.2 Teori Pengetahuan 2.2.1 Definisi Pengetahuan Menurut Notoatmojo (2005) pengetahuan merupakan hasil “Tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu subyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yaitu indra penglihatan, pendengaran penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan atau kognitif 52

Upload: otonx-lontonx

Post on 26-Dec-2015

36 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II klp 10.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diagnosis dan Intervensi Komunitas

Diagnosis komunitas adalah suatu kegiatan untuk menentukan adanya suatu masalah

dengan cara pengumpulan data di masyarakat (lapangan). Dengan demikian diagnosis

komunitas merupakan kegiatan survey. Dengan melakukan diagnosis komunitas ini maka

masalah kesehatan di komunitas akan dapat diidentifikasi dan dibuat intervensi

pemecahannya. Dengan adanya diagnosis komunitas diharapkan dapat menerapkan prinsip

kedokteran pencegahan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Berdasarkan latar

belakang, profil keluarga binaan, penentuan area masalah dan hasil jawaban kuesioner maka

kami mengangkat diagnosis komunitas mengenai pengetahuan faktor resiko hipertensi pada

keluaarga binaan di desa Tanjung Pasir Kecamatan Teluk Naga Kabupaten Tangerang

Provinsi Banten.

2.2 Teori Pengetahuan

2.2.1 Definisi Pengetahuan

Menurut Notoatmojo (2005) pengetahuan merupakan hasil “Tahu” dan ini terjadi

setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu subyek tertentu. Pengindraan terjadi

melalui panca indra manusia yaitu indra penglihatan, pendengaran penciuman, rasa, dan

raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat berperan untuk

terbentuknya suatu tindakan seseorang.

Berdasarkan pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh

pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan

(Notoatmodjo, 2007).

2.2.2 Tingkatan Pengetahuan

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk di dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall). Menurut

Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang cukup dalam domain kognitif mempunyai 6

tingkatan, yaitu:

52

Page 2: BAB II klp 10.doc

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk di dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, “Tahu” ini

adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah, kata kerja untuk

mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang telah dipelajari antara lain :

menyabutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar

tentang menganai obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan meteri

tersebut secara benar.

Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan, contoh menyimpulkan, merencanakan, dan sebagainya terhadap

obyek yang telah dipelajari.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi yang riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat

diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan

sebagainya dalam konteks dan situasi yang lain. Dalam menggunakan prinsip-

prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) didalam pemecahan

masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek

ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi

dan masih ada kaitanya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat

dari penggunaan kata-kata kerja. Dapat menggambarkan (membuat bagan),

membedakan, memisahkan, mengelompokan, dan sebagainya.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis adalah menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk kesluruhan yang baru.

Dengan kata lain, sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

baru dari formulasi-formulasi yang ada.

53

Page 3: BAB II klp 10.doc

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melaksanakan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan

suatu kriteria yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria

yang telah ada.

2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkatan Pengetahuan

Menurut Notoatmojo (2007), pengetahuan yang telah dimilki seseorang

dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:

1. Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon yang

datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberi respon yang

rasional terhadap informasi yang datang dan akan berpikir sejauh mana

keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan tersebut. Ibu hamil

yang berpendidikan, tentu akan banyak memberi perubahan terhadap apa yang

mereka lakukan dimasa lalu.

2. Paparan Media Massa

Melalui berbagai media baik cetak maupun elektrolik, berbagai informasi dapat

diterima oleh masyarakat sehingga seseorang yang lebih sering mendengar atau

melihat media massa (TV, radio, majalah, pamflet,dan lain-lain) akan

memperoleh informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan orang yang tidak

pernah mendapat informasi media. Ini berarti informasi media masa

mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang.

3. Ekonomi

Dalam memenuhi kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder, keluarga

dalam status ekonomi baik lebih mudah tercukupi dibanding keluarga dengan

status ekonomi rendah. Hal ini akan mempengaruhi kebutuhan akan informasi

yang termasuk kebutuhan sekunder.

4. Hubungan Sosial

Manusia adalah makhluk sosial, dimana dalam kehidupan saling berinteraksi

antara satu dengan yang lain. Individu yang dapat berinteraksi secara kontinyu

akan lebih besar terpapar informasi. Sementara faktor hubungan sosial juga

54

Page 4: BAB II klp 10.doc

mempengaruhi kemampuan individu sebagai komunikan untuk menerima pesan

menurut model komunikasi media.

5. Pengalaman

Pengalaman seorang individu tentang berbagai hal bisa diperoleh dari

lingkungan. Kehidupan dalam proses perkembangannya, misalnya sering

mengikuti kegiatan. Kegiatan yang mendidik misalnya seminar. Organisasi dapat

memperluas jangkauan pengalamanya, karena dari berbagai kegiatan tersebut

informasi tentang suatu hal dapat diperoleh.

Pengalaman merupakan guru yang terbaik (experience is the best teacher),

pepatah tersebut bisa diartikan bahwa pemngalaman merupakan sumber

pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh

suatu kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat

dijadikan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan

dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam

memecahkan persoalan yang dihadapi pada masa lalu (Notoatmodjo, 2002 :

13).

2.2.4 Cara Memperoleh Pengetahuan

Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran

pengetahuan sepanjang sejarah dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu cara tradisional

(non-ilmiah) dan cara modern (ilmiah).

a. Cara tradisional (non-ilmiah)

Cara ini dipakai untuk memperoleh pengetahuan sebelum ditemukannya

metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematis dan logis. Cara

penentuan pengetahuan secara tradisional antara lain:

Coba-coba dan salah

Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan

mungkin sebelum adanya peradaban. Cara ini dilakukan dengan

menggunakan kemungkinan tersebut tidak berhasil akan dicoba dengan

kemungkinan yang lain.

Cara kekuasaan (otoritas)

Prinsip dalam cara ini adalah orang lain menerima pendapat yang

ditemukan oleh orang yang mempunyai aktivitas tanpa menguji atau

55

Page 5: BAB II klp 10.doc

membuktikan kebenaran terlebih dahulu berdasarkan fakta empiris atau

berdasarkan penalaran sendiri.

Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau merupakan suatu cara

untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Dilakukan dengan cara

mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan

permasalahan yang ada pada masa lalu. Pengalaman pribadi dapat

menuntun kembali seseorang untuk menarik kesimpulan dengan benar.

Untuk menarik kesimpulan dari pengalaman dengan benar, diperlukan

berpikir kritis dan logis.

Melalui jalan pikir

Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan, manusia telah

menggunakan jalan pikirannya secara induksi dan deduksi.

b. Cara modern (ilmiah)

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada saat ini lebih

sistematis, logis, dan ilmiah. Dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan

jalan mengadakan observasi langsung dan membuat pencatatan terhadap semua

fakta sebelumnya dengan obyek penelitian (Notoatmodjo, 2005).

2.2.5 Sumber Pengetahuan

Menurut Istiarti (2000), pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari berbagai

macam sumber, misalnya media massa, media elektronik, buku petunjuk, petugas

kesehatan, media poster, kerabat dekat, dan sebagainya. Sumber pengalaman dapat

berupa pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama,

pemegang pemerintahan dan sebagainya. (Notoatmodjo, 2005).

2.2.6 Cara Pengukuran Pengetahuan

Cara pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan memberikan seperangkat

alat tes/kuesioner tentang objek pengetahuan yang mau diukur. Pengukuran tingkat

pengetahuan dimaksudkan untuk mengetahui status pengetahuan seseorang dan disajikan

dalam table distribusi frekuensi.

Selanjutnya dilakukan penilaian dimana setiap jawaban benar dari masing-masing

pertanyaan diberi nilai 1 jika salah diberi nilai 0 (Notoatmodjo, 2003). Penilaian

56

Page 6: BAB II klp 10.doc

dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor jawaban dengan skor yang

diharapkan (tertinggi) kemudian dilakukan 100% dan hasilnya berupa persentasi dengan

rumus yang digunakan sebagai berikut:

Secara umum tingkat pengetahuan dapat dibagi menjadi 3, yaitu

1) Kategori Baik : 79-100 %

2) Kategori Cukup : 56-78 %

3) Kategori Kurang : <56%

2.3 Teori TB Paru

2.3.1 Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium

tuberkulosis complex.

2.3.2 Epidemiologi

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di

dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan

tuberkulosis sebagai « Global Emergency ». Laporan WHO tahun 2004 menyatakan

bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, 3,9 juta adalah kasus

BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman

tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia

tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah

penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar

dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk.

Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta

setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian

akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39

orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per

57

Page 7: BAB II klp 10.doc

100.000 penduduk, prevalens HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat

kasus TB yang muncul.

Tabel 2.1 Perkiraan insidens TB dan angka mortaliti, 2002

  Jumlah kasus

(Ribu)

Kasus per 100 000

penduduk

Kematian akibat TB

(termasuk kematian

TB pada penderita

HIV)

Pembagian

daerah WHO

Semua

kasus (%)

Sputum

positif

Semua

kasus (%)

Sputum

positif

Jumlah

(Ribu)

Per 100

000

penduduk

Afrika 2354 (26) 1000 350 149 556 83

Amerika 370 (4) 165 43 19 53 6

Mediteranian

timur

622 (7) 279 124 55 143 28

Eropa 472 (5) 211 54 24 73 8

Asia Tenggara 2890 (33) 1294 182 81 625 39

Pasifik Barat 2090 (24) 939 122 55 373 22

Global 8797

(100)

2887 141 63 1823 29

Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah

India dan Cina. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000

kematian akibat TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara

penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung

dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia.

Perkiraan kasus TB secara global pada tahun 2009 adalah :

o Insidens kasus : 9,4 juta (8,9 – 9,9 juta),

o Prevalens kasus : 14 juta (12 – 16 juta),

58

Page 8: BAB II klp 10.doc

o Kasus meninggal (HIV -) : 1,3 juta (1,2 – 1,5 juta),

o Kasus meninggal (HIV +): 0,38 juta (0,32 – 0,45 juta)

Gambar 2.1 Insidensi penyakit TB

2.3.3 Etiologi

Tuberkulosis di sebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Adapun jenisnya, di

antaranya adalah Mycobacterium tuberculosis (reservoar manusia), Mycobacterium bovis

(reservoar manusia dan ternak), Mycobacterium africanum (reservoar manusia dan kera).

Morfologi dan Struktur Bakteri

Mycobacterium tuberkulosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung,

tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 mm dan panjang

1 – 4 mm. Dinding M. tuberkulosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup

tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M. tuberkulosis  ialah asam mikolat, lilin

kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan

mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Unsur lain yang terdapat pada

dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan

arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri M.

tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap

upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam – alkohol.

59

Page 9: BAB II klp 10.doc

Gambar 2.2 M.tuberculosis

2.3.4 Patogenesis

TUBERKULOSIS PRIMER

Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan

paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau

afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda

dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah

bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran

kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan

limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan

mengalami salah satu nasib sebagai berikut :

1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis

fibrotik, sarang perkapuran di hilus)

3. Menyebar dengan cara :

Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya

Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan

bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang

membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas

bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan

menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis

dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang

dikenal sebagai epituberkulosis.

Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru

sebelahnya atau tertelan.

Penyebaran secara hematogen dan limfogen.

Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi

kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan

60

Page 10: BAB II klp 10.doc

tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan

menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis

tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat

menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang,

ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran

ini mungkin berakhir dengan :

Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan

terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis,

tuberkuloma) atau

Meninggal.

Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.

Gambar 2.3 Patogenesis TB Paru

61

Page 11: BAB II klp 10.doc

TUBERKULOSIS POSTPRIMER

Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah

tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer

mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized

tuberkulosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang

terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber

penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak

di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk

suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan

sebagai berikut :

1. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat

2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan

penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan

sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif

kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila

jaringan keju dibatukkan keluar.

3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti

akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya

berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik).

Kaviti tersebut akan menjadi:

Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang

pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan

di atas.

Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut

tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi

mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi.

Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti

menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil.

Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut

sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).

62

Page 12: BAB II klp 10.doc

Gambar 2.4 Skema perkembangan sarang tuberkulosis postprimer dan perjalanan

penyembuhannya

2.3.5 Klasifikasi

Klasifikasi Tuberkulosis dibagi menjadi dua, TB Paru dan TB ekstra paru

Gambar 2.5 Skema klasifikasi tuberculosis

63

Page 13: BAB II klp 10.doc

A. TUBERKULOSIS PARU

2.3.6 Faktor Risiko Penularan

a. Cara penularan

Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.

Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam

bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan

sekitar 3000 percikan dahak.

Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada

dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,

sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat

bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.

Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang

dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil

pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.

Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh

konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

b. Risiko penularan

Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.

Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko

penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.

Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of

Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko

terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh)

orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.

ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.

Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi

positif.

c. Risiko menjadi sakit TB

Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.

64

Page 14: BAB II klp 10.doc

Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi

1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB

setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif.

Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB

adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan

malnutrisi (gizi buruk).

HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB

menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya

tahan tubuh seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi

penyerta (oportunistic), seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan

menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah

orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat,

dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.

d. Pasien TB yang tidak diobati, setelah 5 tahun, akan:

50% meninggal,

5% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi,

25% menjadi kasus kronis yang tetap menular.

Faktor risiko kejadian TB, secara ringkas digambarkan pada gambar berikut:

Gambar 2.6 Faktor Resiko Tuberkulosis

65

Page 15: BAB II klp 10.doc

2.3.7 Diagnosis

Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan

fisis/jasmani, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya.

Gejala Klinis

Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan

gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah  paru maka gejala lokal ialah gejala

respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat).

1. Gejala respiratori

Batuk lebih dari 2 minggu/batuk darah

Batuk terjadi karea adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk

membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk

kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi

produktif. Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat

pembuluh darah yang pecah.

Sesak napas

Pada penyakit yang ringan belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan

ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi

setengah bagian paru-paru.

Nyeri dada

Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radng sudah

sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua

pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.

2. Gejala sistemik

Demam

Biasanya subfebris menyerupai demam influenza, kadang dapat mencapai 40-

41oC. Demam hilang timbul, sehingga pasien tidak pernah terbebas dari

66

Page 16: BAB II klp 10.doc

serangan demam. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh

pasien dan berat ringanya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.

Gejala sistemik lain : malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan

menurun

3. Gejala tuberkulosis ekstra paru

Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada

limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari

kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis,

sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri

dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.

Pemeriksaan Fisik

Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur

paru.  Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali)

menemukan kelainan.  Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior

terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah apeks lobus

inferior (S6).  Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas

bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru,

diafragma dan mediastinum.

Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya

cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang

melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.

Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening,

tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di

daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”.

67

Page 17: BAB II klp 10.doc

Gambar 2.7  Paru : apeks lobus superior dan apeks lobus inferior

Pemeriksaan Bakteriologi

a. Bahan pemeriksaan

Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti

yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.  Bahan untuk pemeriksaan

bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan

bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL),

urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH).

b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan

Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS)

- Sewaktu /spot (dahak sewaktu saat kunjungan)

- Pagi (keesokan harinya)

- Sewaktu/spot (saat mengantarkan dahak pagi)

Atau tiap pagi 3 hari berturut-turut.

c. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain

Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor

cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar /BAL, urin,

faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara mikroskopis

dan biakan.

Pemeriksaan Mikroskopis

Mikroskopik biasa        :    pewarnaan Ziehl-Nielsen

68

Page 18: BAB II klp 10.doc

Mikroskopik fluoresens:     pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk

screening)

lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :

3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif ® BTA positif

1 kali positif, 2 kali negatif ® ulang BTA 3 kali, kemudian

bila 1 kali positif, 2 kali negatif ®  BTA positif

bila 3 kali negatif ® BTA negatif

Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD

(rekomendasi WHO). Skala IUATLD (International Union Against Tuberkulosis and

Lung Disease):

- Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negative

- Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang

ditemukan

- Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut +

- Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut ++

- Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut +++

Pemeriksaan Biakan kuman

Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional, dengan cara :

Egg base media : Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh

Agar base media : Middle brook

Melakukan biakan untuk mendapatkan diagnosis pasti dan mendeteksi M.

tuberculosis dan juga Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT).

Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto

lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat

memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).  Gambaran radiologi yang

dicurigai sebagai lesi TB aktif:

Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior  lobus atas paru

dan segmen superior lobus bawah

Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau

nodular

69

Page 19: BAB II klp 10.doc

Bayangan bercak milier

Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif :

a. Fibrotik

b. Kalsifikasi

c. Schwarte atau penebalan pleura

Luluh paru (destroyed Lung ) :

Gambaran radiologi menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat,

biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologi luluh paru

terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit

untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran

radiologi tersebut.

Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktiviti proses

penyakit.

Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat

dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) :

a. Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru

dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di

atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus

dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak

dijumpai kaviti.

b. Lesi luas. Bila proses lebih luas dari lesi minimal

Pemeriksaan Penunjang Lain

Pemeriksaan Darah

Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk

tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai

70

Page 20: BAB II klp 10.doc

indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap

darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.

Pada saat tuberkulosis baru mulai (aktif) akan didaptkan jumlah leukosit yang

sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih dibawah

normal, LED mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali

normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Led mulai turun kea rah normal lagi.

Uji tuberculin

Tuberkulin merupakan protein kuman Tuberkulosis yang bersifat antigenic kuat.

Jika disuntikan secara intrakutan akan terjadi reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan.

Indurasi terjadi karena vasodilatasi local, edem, endapan fibrin dan meningkatkan sel

radang lain di daerah suntikan. Tes ini banyak dipakai dalam menegakkan diagnosis TBC

terutama pada anak-anak (balita).

Uji tuberkulin yang positif menunjukkan ada infeksi tuberkulosis. Di Indonesia

dengan prevalens tuberkulosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik

penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila

didapatkan konversi, bula atau apabila kepositivan dari uji yang didapat besar sekali. Pada

malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil negatif.

Cara mantoux

Dengan menyuntikan 0,1 ml PPD RT-23 2 TU atau PPS 5 TU intrakutan di

bagian volar lengan bawah, lalu setelah 48-72 jam dilakukan pembacaan. Dasar tes

tuberculin adalah reaksi alergi tipe lambat (hipersensitivitas tipe IV). Makin besar

pengaruh antibody humoral, makin kecil indurasi yang ditimbulkan.

Hasil tes Mantoux :

o Indurasi D = 0-5 mm, tes mantoux negative, golongan NO sensitivity (peran

antibody humoral paling menonjol),

o Indurasi D = 6-9 mm, tes mantoux meragukan, golongan low grade sensitivity,

o Indurasi D = 10-15 mm, tes mantoux positif, golongan normal sensitivity,

o Indurasi D >= 15 mm, tes mantoux positif kyat, golongan hypersensitivity dengan

antibodi seluler paling menonjol.

71

Page 21: BAB II klp 10.doc

Uji Tuberkulin positif dijumpai pada :

Infeksi TB alamiah, infeksi TB tanpa sakit, dan sakit TB atau pasca terapi TB,

Imunisasi BCG (Infeksi TB buatan),

Infeksi Mycobacterium atipik.

Tes Tuberkulin negatif pada 3 kemungkinan sebagai berikut :

Tidak ada infeksi TBC,

Dalam masa inkubasi infeksi TBC,

Anergi (keadaan penekanan sistem imun oleh berbagai keadaan sehingga tubuh

tidak memberikan reaksi walaupun sebenarnya sudah terinfeksi TB).

Analisis Cairan Pleura

Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan

pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil

analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan

cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa

rendah.

Pemeriksaan histopatologi jaringan

Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB.

Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat

diperoleh melalui biopsi atau otopsi, yaitu :

a. Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB)

b. Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen

Silverman)

c. Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi, trans

thoracal needle aspiration/TTNA, biopsi paru terbuka).

d. Otopsi

Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan

ke dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta

sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi.

72

Page 22: BAB II klp 10.doc

Diagnosis TB paru

a. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu -

pagi - sewaktu (SPS),

b. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB

(BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak

mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan

dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai

dengan indikasinya,

c. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja.

Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga

sering terjadi overdiagnosis,

d. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.

73

Page 23: BAB II klp 10.doc

Gambar 2.8  Skema alur diagnosis TB paru pada orang dewasa

2.3.8 Penatalakasanaan

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase

lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan

tambahan.

A. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

1. Prinsip pengobatan

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:

OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah

cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT

tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih

menguntungkan dan sangat dianjurkan,

Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung

(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat

(PMO),

74

Page 24: BAB II klp 10.doc

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Tahap awal (intensif)

Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu

diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat,

Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya

pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu,

Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)

dalam 2 bulan.

Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam

jangka waktu yang lebih lama,

Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga

mencegah terjadinya kekambuhan.

2. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia

Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:

TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas

Paduan obat yang dianjurkan :

a. 2 RHZE / 4 RH atau,

b. 2 RHZE / 4R3H3 atau,

c. 2 RHZE/ 6HE.

Paduan ini dianjurkan untuk:

1) TB paru BTA (+), kasus baru,

2) TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk luluh

paru)

Pada evaluasi hasil akhir pengobatan, bila dipertimbangkan untuk

memperpanjang fase lanjutan, dapat diberikan lebih lama dari waktu yang

ditentukan. (Bila perlu dapat dirujuk ke ahli paru). Bila ada fasilitas biakan dan

uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji resistensi.

TB Paru kasus kambuh

75

Page 25: BAB II klp 10.doc

Pada TB paru kasus kambuh menggunakan 5 macam OAT pada fase

intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat sesuai

hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 5 bulan atau lebih, sehingga

paduan obat yang diberikan : 2 RHZES / 1 RHZE / 5 RHE. Bila diperlukan

pengobatan dapat diberikan lebih lama tergantung dari perkembangan penyakit.

Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan

obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (P2 TB).

TB Paru kasus gagal pengobatan

Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi dengan

menggunakan minimal 5 OAT (minimal 3 OAT yang masih sensitif), seandainya

H resisten tetap diberikan. Lama pengobatan minimal selama 1 - 2 tahun. Sambil

menunggu hasil uji resistensi dapat diberikan obat 2 RHZES, untuk kemudian

dilanjutkan sesuai uji resistensi

Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan

paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (P2TB),

Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang

optimal. Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru.

TB Paru kasus putus berobat

Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali

sesuai dengan kriteria sebagai berikut :

a. Pasien yang menghentikan pengobatannya < 2 bulan, pengobatan OAT

dilanjutkan sesuai jadwal,

b. Pasien menghentikan pengobatannya 2 bulan:

Berobat 4 bulan, BTA saat ini negatif, klinik dan radiologik tidak aktif /

perbaikan, pengobatan OAT STOP. Bila gambaran radiologik aktif,

lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan

mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti

TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih

kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. Jika telah diobati

dengan kategori II maka pengobatan kategori II diulang dari awal,

76

Page 26: BAB II klp 10.doc

Berobat > 4 bulan, BTA saat ini positif : pengobatan dimulai dari awal

dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang

lebih lama. Jika telah diobati dengan kategori II maka pengobatan kategori

II diulang dari awal,

Berobat < 4 bulan, BTA saat ini positif atau negatif dengan klinik dan

radiologik positif: pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang

sama.

Jika memungkinkan sebaiknya diperiksa uji kepekaan (kultur resistensi)

terhadap OAT.

TB Paru kasus kronik

Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi,

berikan RHZES.

Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi

(minimal terdapat 3 macam OAT yang masih sensitif dengan H tetap diberikan

walaupun resisten) ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon, betalaktam,

makrolid,

1. Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup,

2. Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan

penyembuhan,

3. Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru,

Catatan : TB diluar paru lihat TB dalam keadaan khusus.

Paket Kombipak.

Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid

dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan

program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek

samping OAT KDT.

Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang

penting untuk menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug

resistant tuberkulosis). Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi

TB merupakan prioriti utama WHO. International Union Against Tuberkulosis

and Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarakan untuk menggantikan paduan

77

Page 27: BAB II klp 10.doc

obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada

tahun 1998. Dosis obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO

seperti terlihat pada tabel.

Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain:

Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal,

Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan

pengobatan yang tidak disengaja,

Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar

dan standar,

Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit,

Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan

penggunaan monoterapi.

Tabel 2.2 Jenis dan Dosis OAT

Obat Dosis

(mg/

kgBB/

Hari)

Dosis yang dianjurkan

Dosis

maksi

mum

Dosis (mg) / BB (kg)

Harian

(mg/kgBB/Hr)

Intermitten

(mg/kgBB/Hr)

< 40 40-

60

> 60

R 8-12 10 10 600 300 450 600

H 4-6 5 10 300 150 300 450

Z 20-30 25 35 750 1000 1500

E 15-20 15 30 750 1000 1500

S 15-58 15 15 1000 Sesuai

BB

750 1000

Tabel 2.3 Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1

Berat Badan

Tahap Intensif

tiap hari selama 56 hari

RHZE (150/75/400/275)

Tahap Lanjutan

3 kali seminggu selama

16 minggu

RH (150/150)

30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT

78

Page 28: BAB II klp 10.doc

38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT

55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT

≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

Tabel 2.4 Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1

Tahap

Pengobatan

Lama

Pengobatan

Dosis per hari / kali Jumlah

hari /

kali

menelan

obat

Isoniazid

@300mg

Rifampisin

@450mg

Pirazinamid

@500mg

Etambutol

@250mg

Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56

Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48

Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

a. Pasien baru TB paru BTA positif,

b. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif,

c. Pasien TB ekstra paru.2

Tabel 2.5 Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2

Berat Badan

Tahap Intensif

tiap hari

RHZE (150/75/400/275) + S

Tahap Lanjutan

3 kali seminggu

RH (150/150) +

E(275)

Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu

30 – 37 kg

2 tab 4KDT

+ 500 mg

Streptomisin inj.

2 tab 4KDT 2 tab 2KDT

+ 2 tab Etambutol

38 – 54 kg

3 tab 4KDT 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT

79

Page 29: BAB II klp 10.doc

+ 750 mg

Streptomisin inj.

+ 3 tab Etambutol

55 – 70 kg

4 tab 4KDT

+ 1000 mg

Streptomisin inj.

4 tab 4KDT 4 tab 2KDT

+ 4 tab Etambutol

≥ 71 kg

1000mg

Streptomisin inj.

5 tab 4KDT 5 tab 2KDT

+ 5 tab Etambutol

Tabel 2.6 Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 2

Tahap

Pengobat-

an

Lama

Peng-

obata

n

Dosis per hari / kali

Etam-

butol

@400m

g

Strepto-

misin

injeksi

Jumlah

hari /

kali

me-

nelan

obat

Isoni-

azid

@300

mg

Rifam-

pisin

@450m

g

Pirazi-

namid

@500m

g

Etam-

butol

@250

mg

Tahap

Intensif

(dosis

harian)

2

bulan

1

bulan

1

1

1

1

3

3

3

3

-

-

0.75gr

-

56

28

Tahap

Lanjutan

(dosis 3x

seminggu)

4

bulan

2 1 - 1 2 - 60

Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:

a. Pasien kambuh,

b. Pasien gagal,

80

Page 30: BAB II klp 10.doc

c. Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default).

81

Page 31: BAB II klp 10.doc

Catatan:

a. Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah

500mg tanpa memperhatikan berat badan,

b. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus,

c. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest

sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).

Tabel 2.7 Dosis KDT untuk sisipan

Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari

RHZE (150/75/400/275)

30-37 kg 2 tablet 4KDT

38-54 kg 3 tablet 4KDT

55-70 kg 4 tablet 4KDT

≥ 71 kg 5 tablet 4KDT

Tabel 2.8 Dosis OAT Kombipak untuk sisipan

Tahap

Pengobatan

Lamanya

Pengobatan

Tablet

Isoniasid

@ 300

mg

Kaplet

Rifampisin

@ 450 mg

Tablet

Pirazinamid

@ 500 mg

Tablet

Etambutol

@ 250 mg

Jumlah

hari/kali

menelan

obat

Tahap

Intensif

(dosis

harian)

1 bulan 1 1 3 3 28

Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis yang

telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam batas

dosis terapi dan non toksik. Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut,

bila mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / dokter spesialis paru /

fasiliti yang mampu menanganinya.

82

Page 32: BAB II klp 10.doc

Efek Samping OAT

Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping.

Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan

kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.

Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan dapat

diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.

1. Isoniazid (INH)

Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi, kesemutan,

rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin

dengan dosis 100 mg perhari atau dengan vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut

pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom

pellagra).

Efek samping berat dapat berupa hepatitis imbas obat yang dapat timbul pada kurang

lebih 0,5% pasien. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik, hentikan OAT dan

pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada keadaan khusus.

2. Rifampisin

Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan

simtomatik ialah :

a. Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang,

b. Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-kadang

diare,

c. Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan.

Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :

Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop dulu dan

penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus,

Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari gejala

ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi walaupun

gejalanya telah menghilang,

Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas.

83

Page 33: BAB II klp 10.doc

Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata, air liur.

Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini

harus diberitahukan kepada pasien agar dimengerti dan tidak perlu khawatir.

3. Pirazinamid

Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman TB

pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang dapat

menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya

ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan

dan reaksi kulit yang lain.

4. Etambutol

Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya

ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler

tersebut tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg

BB perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan

kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak

diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi.

5. Streptomisin

Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan

denganckeseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat

seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan

meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang

terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini

dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan

diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan

keseimbangan dan tuli).

Reaksi hipersensitivitas kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai

sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang

terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera

setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr Streptomisin

84

Page 34: BAB II klp 10.doc

dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada wanita hamil sebab

dapat merusak syaraf pendengaran janin.

Tabel 2.9 Efek Samping Minor OAT dan Penatalaksanaannya

Efek samping Minor Kemungkinan Penyebab Tatalaksana

OAT diteruskan

Tidak nafsu makan, mual,

sakit perut

Rifampisin Obat diminum malam

sebelum tidur

Nyeri sendi Pirazinamid Beri aspirin/allopurinol

Kesemutan sampai dengan

rasa terbakar di kaki

Isoniazid Beri vitamin B6 1x100

mg/hari

Warna kemerahan pada air

Seni

Rifampisin Beri penjelasan, tidak perlu

diberi apa-apa

Tabel 2.10 Efek Samping Mayor OAT dan Penatalaksanaannya

Efek Samping Mayor Kemungkinan Penyebab Tatalaksana

Hentikan Pengobatan

Gatal dan Kemerahan pada

kulit

Semua Jenis OAT Beri antihistamin, dan

evaluasi ketat

Tuli Streptomisin Streptomisisn dihentikan,

ganti etambutol

Gangguan Keseimbangan

(vertigo dan nistagmus)

Streptomisin Streptomisin dihentikan,

ganti etambutol

Ikterik / Hepatitis imbas obat Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT

sampai ikterik menghilang

dan boleh diberikan

hepatoprotektor

Muntah dan bingung Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT dan

85

Page 35: BAB II klp 10.doc

(suspect drug-induced

preicteric

hepatitis)

lakukan uji fungsi hati

Gangguan

Penglihatan

Etambutol Hentikan Etambutol

Kelainan sistemik, termasuk

syok dan purpura

Rifampisin Hentikan Rifampisin

Pengobatan Suportif / Simptomatik

Pada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis

baik dan tidak ada indikasi rawat, pasien dapat dibeikan rawat jalan. Selain OAT kadang

perlu pengobatan tambahan atau suportif/simtomatik untuk meningkatkan daya tahan tubuh

atau mengatasi gejala/keluhan.

1. Pasien rawat jalan

Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan

(pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk pasien tuberkulosis, kecuali untuk

penyakit komorbidnya),

Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam,

Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau

keluhan lain.

2. Pasien rawat inap

Indikasi rawat inap :

TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :

o Batuk darah (profus),

o Keadaan umum buruk,

o Pneumotoraks,

o Empiema,

o Efusi pleura masif / bilateral,

86

Page 36: BAB II klp 10.doc

o Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura).

TB di luar paru yang mengancam jiwa :

o TB paru milier,

o Meningitis TB,

Pengobatan suportif / simtomatik yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan

indikasi rawat.

Terapi Pembedahan

lndikasi operasi

1. Indikasi mutlak

a. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetetapi dahak tetap positif,

b. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif,

c. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara

konservatif.

2. lndikasi relatif

a. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang,

b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan,

c. Sisa kavitas yang menetap.

Tindakan Invasif (Selain Pembedahan)

1. Bronkoskopi,

2. Punksi pleura,

3. Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage).

Evaluasi Pengobatan

Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik, dan efek samping

obat, serta evaluasi keteraturan berobat.

Evaluasi klinik:

1. Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya setiap 1

bulan,

87

Page 37: BAB II klp 10.doc

2. Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya

komplikasi penyakit,

3. Evaluasi klinik meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisik.

Evaluasi bakteriologik

(0 - 2 - 6 /9 bulan pengobatan)

1. Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak,

2. Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik :

Sebelum pengobatan dimulai,

Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif),

Pada akhir pengobatan,

3. Bila ada fasilitas biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.

Evaluasi radiologik

(0 - 2 – 6/9 bulan pengobatan)

Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:

Sebelum pengobatan,

Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan

keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan),

Pada akhir pengobatan.

Evaluasi efek samping secara klinik

Bila mungkin sebaiknya sejak awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah lengkap,

Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula darah ,

serta asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek samping pengobatan

Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid,

Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol (bila ada keluhan)

Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan audiometri

(bila ada keluhan),

Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal tersebut.

Yang paling penting adalah evaluasi klinik kemungkinan terjadi efek samping obat. Bila pada

evaluasi klinik dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium

untuk memastikannya dan penanganan efek samping obat sesuai pedoman.

88

Page 38: BAB II klp 10.doc

Evalusi keteraturan berobat

Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan diminum /

tidaknya obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat penting penyuluhan atau

pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat. Penyuluhan atau pendidikan

dapat diberikan kepada pasien, keluarga dan lingkungannya,

Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi. Evaluasi

pasien yang telah sembuh,

Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi minimal dalam 2 tahun

pertama setelah sembuh, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kekambuhan. Hal

yang dievaluasi adalah mikroskopik BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopik BTA

dahak 3,6,12 dan 24 bulan (sesuai indikasi/bila ada gejala) setelah dinyatakan

sembuh. Evaluasi foto toraks 6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh.

Kriteria Sembuh

BTA mikroskopik negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir pengobatan) dan

telah mendapatkan pengobatan yang adekuat,

Pada foto toraks, gambaran radiologik serial tetap sama/ perbaikan

Bila ada fasilitas biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif.

Komplikasi

Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan

atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan. Beberapa komplikasi yang

mungikin timbul adalah :

-  Batuk darah

-  Pneumotoraks

-  Gagal napas

-  Gagal jantung

-  Efusi pleura

Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan komplikasi,

antara lain :

89

Page 39: BAB II klp 10.doc

Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, Poncet’s

arthopathy

Komplikasi lanjut : obstruksi jalan napas SOPT (Sindrom obstruksi pasca

tuberkulosis), kerusakan parenkim berat fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis,

karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS) sering terjadi pada TB milier

dan kavitas TB.

Pencegahan

Usaha preventif terhadap tuberculosis antara lain:

Vaksinasi BCG

Dari beberapa peneliti diketahui bahwa vaksinasi BCG yang telah dilakukan pada

anak-anak selama ini hanya memberikan daya proteksi sebagian saja, 0-80%. Tetapi BCG

masih tetap dipakai karena dapat mengurangi kemungkinan terhadap tuberkulosis berat

(meningitis, tb milier, dll) dan tuberkulosis ekstra paru lainya.

Kemoprofilaksis

Isoniazid banyak dipakai selama ini karena harganya murah dan efek samping sedikit.

Obat alternatif lain adalah Rifampisin. Beberapa peneliti pada I DAT (International Union

Against Tuberkulosis) menyatakan bahwa profilaksis dengan INH selama 1 tahun dapat

menurunkan insidens tuberkulosis sampai 55-83%, dan yang kepatuhan minum obatnya

cukup baik dapat mencapai penurunan 90%.

Lama profilaksis yang optimal belum diketahui, tetapi banyak peneliti menganjurkan

waktu 6-12 bulan.pada negara-negara dengan populasi tuberkulosis tinggi sebaiknya

diberikan terhadap semua pasien HIV positif dan pasien yang mendapat terapi imunosupresi.

2.4 Kerangka Teori

Konsep yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada teori Notoatmodjo (2007),

yang menyatakan bahwa pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempengaruhi

terbentuknya pengetahuan, yaitu:

90

Page 40: BAB II klp 10.doc

Gambar 2.9 Kerangka Teori

2.5 Kerangka Konsep

Berdasarkan teori sebelumnya, dapat dibuat suatu kerangka konsep yang berhubungan

dengan area permasalahan yang terjadi pada keluarga binaan RT 005/002 Kampung Gaga

Sukamana, Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Provinsi

Banten.

Gambar 2.10 Kerangka Konsep Pengetahuan Tentang Penularan TB Paru Pada Keluarga

Binaan91

Page 41: BAB II klp 10.doc

2.6 Definisi Operasional

Untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel yang diamati atau

diteliti, variabel tersebut diberi batasan atau definisi operasional. Definisi operasional ialah

suatu definisi yang didasarkan pada karakteristik yang dapat diobservasi dari apa yang sedang

didefinisikan dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati

dan yang dapat diuji dan ditentukan kebenarannya oleh orang lain.

Tabel 2.11 Tabel Definisi Operasional Diagnosis dan Intervensi Komunitas Area Masalah

Penularan TB Paru Pada Daerah Keluarga Binaan

NO VARIABELDEFINISI

OPERASIONAL

ALAT

UKUR

CARA

UKURHASIL SKALA

1. Pengetahuan

tentang

penularan TB

Paru

Segala sesuatu

yang diketahui,

yang diperoleh

dari persentuhan

panca indra

terhadap

penularan TB

Paru.

Kuesioner Wawancara Baik : 26 – 32

Kurang:18 − 25

Buruk: 11 − 19

Ordinal

2. Pendidikan Jenjang

pendidikan formal

terakhir yang

ditamatkan oleh

responden

Kuesioner Wawancara Tinggi: Perguruan

Tinggi

Menengah:

SMP/SMA

Rendah : SD/ Tidak

sekolah

Nominal

3. Paparan

Media Massa

Informasi yang

didapatkan

tentang

pengetahuan

penularan TB

Paru

Kuesioner Wawancara Baik : 9 – 10

Cukup: 7 − 8

Kurang :5 –

6

Ordinal

NO VARIABEL DEFINISI ALAT CARA HASIL SKALA

92

Page 42: BAB II klp 10.doc

OPERASIONAL UKUR UKUR

4. Ekonomi Tingkat

pendapatan dari

seseorang atau

keluarga yang

diukur dengan

UMR Kabupaten

Tangerang tahun

2014

Kuesioner Wawancara Dibawah UMR : ≤ 5

Diatas UMR : >5

Ordinal

5. Hubungan

Sosial

Interaksi antara

responden dengan

keluarga lain di

lingkungan sekitar

tetnag

pengetahuan

penularan TB

Paru

Kuesioner Wawancara Dipengaruhi:≥ 8

Tidak

Dipengaruhi:< 8

Ordinal

6. Pengalaman Pengalaman

seseorang dalam

melihat,

menangani dan

atau mengalami

kejadian TB,

sehingga

meningkatkan

pemahaman

terhadap penyakit

TB

Kuesioner Wawancara Pernah Melihat/

Mengalami: ≥ 20

Belum Pernah

Melihat/Mengalami:

< 20

Ordinal

93