bab ii kerangka teoritik, kerangka berpikir, dan …repository.unj.ac.id/2366/3/bab 2 fix.pdfbab ii...
TRANSCRIPT
7
BAB II
KERANGKA TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR, DAN
HIPOTESIS PENELITIAN
2.1. Kajian Teoritis
2.1.1. Definisi Belajar
Learning is relatively permanent change in behavior that result from past
experience or purposeful instruction. Belajar adalah suatu perubahan perilaku
yang relatif menetap yang dihasilkan dari pengalaman masa lalu ataupun dari
pembelajaran yang bertujuan/ direncanakan.1 Menurut Agus Suprijono adalah
perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman. Salah
satu pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan
tingkah laku dalam dirinya. Sedangkan menurut Winarso bahwa belajar adalah
suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang dan berlangsung
sepanjang hidupnya (life long education). Proses belajar dapat terjadi kapan saja
dan di mana saja terlepas dari ada yang mengajar atau tidak. Proses belajar terjadi
karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya. Salah satu pertanda
bahwa seseorang telah belajar adalah adanya perubahan dalam dirinya. Perubahan
yang dimaksud adalah perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan
keterampilan (psikomotorik) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif).2
Jika belajar adalah proses mendapatkan pengetahuan maka siswa semestinya
didorong untuk aktif mengkonstruksi pengetahuan yang akan didapatkannya dan
mencoba menemukan berbagai jawaban dari permasalah yang ditemuinya. Salah
1 Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Bogor: Ghlmia Indonesia,
2010), hlm. 4. 2 Winarso dkk, Teknik Evaluasi Multimedia Pembelajaran, (Malang: Genius Prima Media, 2009),
hlm. 1.
8
satu pertanda bahwa seseorang telah belajar adalah adanya perubahan dalam
dirinya. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan yang bersifat pengetahuan
(kognitif) dan keterampilan (psikomotorik) maupun yang menyangkut nilai dan
sikap (afektif)
Dari uraian di atas disimpulkan bahwa belajar adalah aktivitas mental yang
berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungannya yang menghasilkan
perubahan bersifat relative konstan, dalam hlm ini adalah lingkungan kelas pada
saat proses belajar untuk memperoleh tujuan yang dikehendaki yaitu pengetahuan
(kognitif), keterampilan (psikomotorik), dan sikap (afektif) berdasarkan
pengalaman masa lalu.
2.1.2. Definisi Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan hlm terpenting dalam pembelajaran. Nana Sudjana
menyatakan bahwa hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah
laku dan sebagai umpan balik dalam upaya memperbaiki proses belajar mengajar.
Tingkah laku sebagai hasil belajar dala pengertian luas mencakup bidang kognitif,
afektif dan psikomotor.3 Dimyati dan Mudjiono juga menyebutkan hasil belajar
merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi
guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi
siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses
belajar.4
Nana Sudjana mengutip pendapat Benyamin S.Bloom yang membagi hasil
belajar menjadi tiga ranah,yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah
psikomotorik.5
3 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakaya, 2009),
hlm. 3. 4 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm. 3-4. 5 Sudjana, op.cit., hlm. 22-31.
9
a. Ranah kognitif
Ranah kognitif berkenan dengan hasil belajar intelektual yang terdir dari
enam aspek, kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan
kempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Keenam jenjang
atau aspek yang dimaksud adalah :
1) Pengetahuan, yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik
untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep, prinsip, fakta
atau istilah tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya. Kata
kerja operasional yang dapat digunakan, diantaranya mendefinisikan,
memberikan, mengidentifikasikan, memberi nama, menyusun daftar,
mencocokan, menyebutkan, membuat garis besar, meyatakan kembali,
memilih, dan menyatakan.
2) Pemahaman, yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik
untuk memahami atau mengerti tentang materi pelajaran yang
disampaikan guru dan memanfaatkannya tanpa harus
menghubungkannya dengan hlm-hlm lain. Kemampuan ini dijabarkan
lagi menjadi tiga, yakni menerjemahkan, menafsirkan, dan
mengekstrapolasi. Kata kerja operasional yang dapat digunakan,
diantaranya mengubah, mempertahankan, membedakan,
memprakirakan, menjelaskan, menyatakan secara luas,menyimpulkan,
memberi contoh, melukiskan kata-kata sendiri, meramalkan,
menuliskan kembali, dan meningkatkan.
3) Aplikasi, yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik
untuk menggunakan ide-ide umum. Tata cara ataupun metode, prinsip,
dan teori-teori dalam situasi baru dan konkret. Kata kerja operasional
yang dapat digunakan, diantaranya mengubah, menghitung,
10
mendemonstrasikan, mengungkapkan, mengerjakan dengan teliti,
menjalankan, memanipulasikan, menghubungkan, menunjukan,
memecahkan, dan menggunakan.
4) Analisis, yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk
menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsur-unsur
atau komponen pembentukannya. Kemampuan analisis
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu analisis unsur, analisis hubungan,
dan analisis prinsip-prinsip yang terorganisasi. Kata kerja operasional
yang dapat digunakan, di antaranya mengurai, membuat diagram,
memisah-misahkan, menggambarkan kesimpulan, membuat garis
besar, menghubungkan, memerinci.
5) Sintesis, yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk
menghasilkan sesuatu yang baru dengan cara menggabungkan
berbagai factor. Hasil yang diperoleh dapat berupa tulisan, rencana
atau mekanisme. Kata kerja operasional yang dapat digunakan, di
antaranya menggolongkan, menggabungkan, memodifikasi,
menghimpun, menciptakan, merencanakan, merekontruksikan,
menyusun, membangkitkan, mengorganisasikan, merevisi,
menyimpulkan dan menceritakan.
6) Evaluasi, yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik
untuk dapat mengevaluasi suatu situasi, keadaan, pernyataan atau
konsep berdasarkan kriteria tertentu. Hlm penting dalam evaluasi ini
adalah menciptakan kondisi sedemikian rupa, sehingga peserta didik
mampu mengembangkan kriteria atau patokan untuk mengevaluasi
sesuatu.kata kerja operasional yang dapat digunakan, diantaranya
menilai, membandingkan, mempertentangkan, mengkritik, membeda-
11
bedakan, mempertimbangkan kebenaran, menyokong, menafsirkan
dan menduga.
b. Ranah afektif
Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai yang terdiri dari lima
aspek.kelima aspek dimulai dari tingkat yang sederhana sampai tingkat yang
kompleks sebagai berikut :
1) Reciving/ attending (peneriman), yaitu jenjang kemampuan yang
menuntut peserta didik untuk peka terhadap eksistensi fenomena atau
rangsangan tertentu. Kepekaan ini diawali dengan penyadaran
kemampuan untuk menerima dan memperhatikan. Kata kerja
operasional yang dapat digunakan, diantaranya menanyakan, memilih,
menggambarkan, mengikuti, memberikan, berpegang teguh,
menjawab dan menggunakan.
2) Responding (jawaban), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut
peserta didik untuk tidak hanya peka pada suatu fenomena, tetapi juga
bereaksi terhadap salah satu cara. Penekanannya pada kemampuan
pesrta didik untuk menjawab secara sukarela, membaca tanpa
ditugaskan. Kata kerja operasional yang dapat digunakan, diantaranya
menjawab, membantu, memperbincangkan, memberi nama,
menunjukkan, mempraktikkan, mengemukakan, membaca,
melaporkan, menuliskan, memberi tahu dan mendiskusikan.
3) Valuing (penilaian), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta
didik untuk menilai suatu objek, fenomena atau tingkah laku tertentu
secara konsisten. Kata kerja operasional yang digunakan, diantaranya
melengkapi, menerangkan, membentuk, mengusulkan, mengambil
bagian, memilih dan mengikuti.
12
4) Organisasi, yaitu jenjang kemampuan yang menuntuk peserta didik
untuk menyatukan nilai-nilai yang berbeda, memecahkan masalah,
membentuk suatu sistem nilai. Kata kerja operasional yang dapat
digunakan, diantaranya merubah, mengatur, menggabungkan,
membandingkan, mempertahankan, menggeneralisasikan dan
memodifikasi.
5) Karakteristik nilai atau internalisasi nilai
c. Ranah psikomotorik
Hasil belajar psikomotoris tampak pada gerakan keterampilan (skil) dan
kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan,yakni:
1) Geraka reflex yaitu keterampilan pada gerakan yang tidak sadar.
2) Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar.
3) Kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakn visual,
auditif, motoris dan lain-lain.
4) Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan dan
ketetapan.
5) Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai
pada keterampilan yang kompleks.
6) Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive
seperti gerakan ekspresif dan interpretatif.
Hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui
seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang sudah diajarkan.Untuk
mengaktualisasikan hasil belajar tersebut diperlukan serangkaian pengukuran
menggunakan alat evaluasi yang baik dan memenuhi syarat. Pengukuran demikian
dimungkinkan karena pengukuran merupakan kegiatan ilmiah yang dapat
13
diterapkan pada berbagai bidang termasuk pendidikan.6
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
merupakan kemampuan keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh
siswa baik melalui kognitif, afektif, dan psikomotorik setelah ia menerima
perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan atau
mengimplementasikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari.
Keberhasilan belajar seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik
faktor internal dan faktor eksternal untuk memperoleh hasil belajar yang
memadai, siswa harus menyadari akan ada pengaruh-pengaruh tersebut. Berbagai
faktor yang mempengaruhi hasil belajar telah banyak dikemukakan para ahli
psikologi pendidikan. Hasil belajar ranah kognitif yang diteliti hanya pengetahuan
(C1), pemahaman (C2), dan Aplikasi (C3) mengingat keterbatasan kemampuan
intelektual siswa sekolah menengah kejuruan.
2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar sebagai salah satu indikator pencapaian tujuan pembelajaran
di kelas tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar itu
sendiri. Sugihartono, dkk menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar, sebagai berikut:7
a. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar.
Faktor internal meliputi: faktor fisiologis dan faktor psikologis.
b. Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor eksternal
meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.
Faktor fisiologis adalah faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik
individu, faktor fisiologis dibedakan menjadi dua macam yaitu tonus jasmani
yang pada umumnya sangat mempengaruhi aktivitas belajar seseorang karena
6 Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009),hlm. 44. 7 Sugihartono, Dkk, Psikologi Pendidikan (Yogyakarta: UNY Pres, 2007). hlm. 76-77.
14
kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap
kegiatan belajar individu.
Faktor fisiologis yang kedua adalah keadaan fungsi jasmani. Selama
proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologi pada tubuh manusia sangat
mempengaruhi hasil belajar, terutama pancaindra. Pancaindra yang berfungsi
dengan baik, akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula.
Faktor psikologis yang mempengaruhi hasil belajar antara lain kecerdasan
siswa, motivasi, minat, sikap dan bakat. Selain itu belajar juga dipengaruhi oleh
potensi yang dimiliki setiap individu, oleh karena itu para pendidik, orangtua dan
guru perlu memperhatikan dan memahami bakat yang dimiliki oleh anak antara
lain dengan mendukung, ikut mengembangkan dan tidak memaksa anak untuk
memilih jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya.
Selain faktor internal, faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah faktor
eksternal yaitu lingkungan sosial dan nonsosial. Lingkungan sosial meliputi
lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat dan lingkungan keluarga. Adapun
lingkungan sekolah antara lain metode mengajar guru dan kurikulum. Sedangkan
lingkungan nonsosial meliputi lingkungan alamiah seperti kondisi udara yang
segar dan faktor instrumenal seperti kelengkapan perangkat belajar. Selain itu
motivasi belajar juga dapat meningkatkan hasil belajar.
2.2. Pemrograman Web
Secara etimologis istilah web programming terdiri dari dua kata yaitu
pemrograman dan web. Menurut kamus besar bahasa Indonesia pemrograman
adalah proses, cara, perbuatan, sedangkan web dapat diartikan sebagai halaman
atau media informasi yang dapat diakses dengan perangkat lunak browser melalui
jaringan komputer atau internet.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pemrograman web adalah
15
proses membuat aplikasi komputer yang dapat digunakan/ditampilkan dengan
bantuan browser. Dengan Pemrograman web, halaman web yang semula hanya
menampilkan informasi, dapat lebih interaktif seperti bisa memberi komentar dan
menyimpannya, bisa kirim gambar, bisa melakukan pencarian data, atau dengan
kata lain bisa lebih memahami apa yang sedang anda perlukan.
Pemrograman web merupakan salah satu mata pelajaran wajib dasar pada
dasar program keahlian Teknik Informatika dan Komputer (TIK). Berdasarkan
struktur kurikulum mata pelajaran Pemrograman web disampaikan dikelas X
yang disampaikan dalam waktu 3 jam pelajaran perminggu. Berhubungan peneliti
melaksanakan penelitiannya pada semester ganjil maka materi pemrograman web
ditekankan pada perintah- perintah pada HTML untuk pembuatan halaman dan
perintah-perintah menggunakan Java Script. Perintah HTML yang diajarkan pada
pemrograman web ini meliputi pembuatan komponen formulir serta pemberian
style pada suatu halaman web.
Untuk materi java script meliputi teknik pemrograman halaman web ,
pengolahan input user. Pada teknik pemrograman halaman web akan dijelaskan
lebih lanjut tentang anatomi dan cara kerja kode java script, dasar pemrograman
klien (variabel, tipe data, operator), array dimensi 1 dan multidimensi, struktur
kontrol percabangan pada program klien, struktur kontrol perulangan pada
program klien, fungsi bawaan dan buatan user pada program klien.
Karena keterbatasan waktu maka peneliti hanya memberikan materi tentang :
1. Format formulir halaman web
Acuan materi yang akan diajarkan terhadap siswa berdasarkan pada tabel
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar di bawah ini:
16
Tabel 2.1. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran
Pemrograman Web
KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
1. Menghayati dan
mengamalkan ajaran agama
yang dianutnya .
1.1. Memahami nilai-nilai keimanan
dengan menyadari hubungan
keteraturan dan kompleksitas
alam dan jagad raya terhadap
kebesaran Tuhan yang
menciptakannya.
1.2. Mendiskripsikan kebesaran Tuhan
yang menciptakan berbagai
sumber energi di alam.
1.3. Mengamalkan nilai-nilai
keimanan sesuai dengan ajaran
agamanya dalam kehidupan
sehari-hari.
2. Menghayati dan
Mengamalkan perilaku jujur,
disiplin, tanggung -jawab,
peduli (gotong royong,
kerjasama, toleran, damai),
santun, responsif dan pro -
aktif dan menunjukan sikap
sebagai bagian dari solusi
atas berbagai permasalahan
dalam berinteraksi secara
efektif dengan lingkungan
sosial dan alam serta dalam
menempatkan diri sebagai
cerminan bangsa dalam
pergaulan dunia.
2.1. Menunjukkan perilaku ilmiah
(memiliki rasa ingin tahu;
objektif; jujur; teliti; cermat;
tekun; hati-hati; bertanggung
jawab; terbuka; kritis; kreatif;
inovatif dan peduli lingkungan)
dalam aktivitas sehari-hari
sebagai wujud implementasi sikap
dalam melakukan percobaan dan
berdiskusi
2.2. Menghargai kerja individu dan
kelompok dalam aktivitas sehari-
hari sebagai wujud implementasi
melaksanakan percobaan dan
melaporkan hasil percobaan
3. Memahami, menerapkan dan
menganalisis pengetahuan
faktual, konseptual, dan
prosedural berdasarkan rasa
ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni,
budaya, dan humaniora
dalam wawasan
kemanusiaan, kebangsaan ,
kenegaraan, dan peradaban
terkait penyebab fenomena
dan kejadian dalam bidang
kerja yang spesifik untuk
memecahkan masalah.
3.1. Memahami konsep teknologi
aplikasi web
3.2. Memahami format teks pada
halaman web
3.3. Memahami format tabel pada
halaman web
3.4. Memahami tampilan format
multimedia pada halaman web
3.5. Memahami format kaitan pada
halaman web
3.6. Memahami format formulir pada
halaman web
3.7. Memahami style pada halaman
web
3.8. Memahami teknik pemrograman
pada halaman web
3.9. Memahami pengelolaan halaman
web menggunakan kode program
17
KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
4. Mengolah, menalar, dan
menyaji dalam ranah konkret
dan ranah abstrak terkait
dengan pengembangan dari
yang dipelajarinya di sekolah
secara mandiri, dan mampu
melaksanakan tugas spesifik
di bawah pengawasan
langsung
4.1. Menyajikan berbagai teknologi
pengembangan aplikasi web
4.2. Menyajikan teks dalam format
tertentu pada halaman web
4.3. Menyajikan tabel pada halaman
web
4.4. Menyajikan tampilan format
multimedia pada halaman web
4.5. Menyajikan format kaitan pada
halaman web
4.6. Menyajikan formulir pada
halaman web
4.7. Menyajikan style tertentu pada
halaman web
4.8. Menyajikan teknik-teknik dalam
pemrograman web
4.9. Menyajikan hasil pengelolaan
halaman web menggunakan kode
program
2.3. Model Pembelajaran
Istilah penggunaan model pembelajaran menurut Arends yang dikutip oleh
Trianto berdasarkan dua alasan penting, yaitu (1) model mempunyai makna yang
lebih luas daripada strategi, metode, atau prosedur; (2) sebagai sarana komunikasi
yang penting, apakah yang dibicarakan tentang mengajar di kelas, atau praktik
mengawasi anak-anak. Pemilihan istilah model pembelajaran ini berfungsi untuk
memberikan pedoman bagi perancang pengajar dan para guru dalam
melaksanakan pembelajaran.8
Miftahul Huda mengutip pendapat Joyce dan Weill yang mendeskripsikan
model pengajaran sebagai rencana atau pola yang dapat digunakan untuk
membentuk kurikulum, mendesain materi-materi instruksional, dan memandu
proses pengajaran di ruang kelas atau setting yang berbeda.9
8 Trianto, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. (Jakarta: Prestasi Pustaka,
2007), hlm. 4. 9 Miftahul Huda, Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran Isu-Isu Medis dan Paradigmatis.
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013). hlm. 23.
18
Dalam konteks pembelajaran menjelaskan model pembelajaran sebagai
suatu perencanaan/pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan
pembelajaran di kelas atau pembelajaran tutorial. Model juga didefinisikan
sebagai sesuatu yang menggambarkan adanya pola berpikir dan biasanya
direpresentasikan dalam bentuk grafis atau flow chart yang menggambarkan
keseluruhan konsep yang saling berkaitan.10
Dari beberapa uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
adalah suatu strategi, metode atau prosedur tentang mengajar di kelas yang
menggambarkan pola berpikir yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran.
2.3.1. Definisi Blended Learning
Secara etimologis istilah Blended Learning terdiri atas dua kata, yaitu
Blended dan Learning. Kata Blend berarti campuran, dan Learning memiliki
makna umum yaitu belajar. Dengan demikian, Blended Learning mengandung
makna pola pembelajaran yang mengandung unsur pencampuran atau
penggabungan antara satu pola dengan pola lainnya. menjelaskan Blended
Learning sebagai kombinasi antara face to face learning dan online learning.11
Senada dengan definisi di atas, Elenena Mosa yang dikutip dalam buku Cepi
Riyana menyampaikan bahwa yang dicampurkan dalam Blended Learning adalah
dua unsur utama, yaitu pembelajaran di kelas (classrom lesson) dengan online
learning. Adapun definisi Blended Learning digambarkan seperti gambar berikut:
Gambar 2.1 Blended Learning
10 Benny A Pribadi, Model Desain Sistem Pembelajaran. (Jakarta: Dian Rakyat, 2010). hlm. 86. 11 Husamah, op.cit., hlm. 11.
19
Berdasarkan gambar di atas, tampak bahwa Blended Learning dibangun
dengan mengkombinasikan pembelajaran tatap muka dan pembelajaran online.
Thorne yang dikutip dalam buku S.B Sjukur juga mempertegas definisi Blended
Learning sebagai berikut :
“it represents an opportunity to integrate the innovative and technological
advances offered by online learning with the interaction and participation offered
in the best of traditional learning”. 12
Definisi di atas mengandung makna bahwa blended learning
menggambarkan sebuah kesempatan yang mengintegrasikan inovasi dan
keuntungan teknologi pada pembelajaran online dengan interaksi dan partisipasi
dari keuntungan pembelajaran tatap muka. Sementara itu, Blended Learning
sebagai pembelajaran yang mengkombinasikan setting pembelajaran synchronous
dan asynchronous secara tepat guna untuk mencapai tujuan pembelajaran.13
Pembelajaran synchronous adalah kegiatan pembelajaran yang dilakukan pada
waktu yang sama dan tempat yang sama ataupun berbeda, sedangkan
pembelajaran asynchronous adalah kegiatan pembelajaran yang dilakukan pada
waktu dan tempat yang berbeda.14
Adapun Dian Wahyuningsih mendefinisikan Blended Learning dengan
pendekatan konstruktif. Blended Learningby constructive approach (BLCA)
terdiri atas dua istilah, yaitu Blended Learning (pembelajaran bercampur) dan
constructive approach (pendekatan konstruktif). Beberapa definisi dari ahli di atas
12 S.B Sjukur, 2012, Pengaruh Blended Learning terhadap Motivasi Belajar dan Hasil Belajar
Siswa Tingkat SMK. Jurnal Pendidikan Vokasi. Nomor 3. Volume 2, hlm. 368-378. 13 Chaeruman . Implementing Blended Learning: A Case Based Sharing Experience. 2011 diunduh
dari http://www.teknologipendidikan.net/2011 /06/21/implementing-blended-learning-a-case-
based-sharing-experience/ 14 Dian Wahyuningsih, Implementasi Blended Learning By The Constructive Approach (BLCA)
untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Kemandirian Belajar Mahasiswa dalam Matakuliah
Interaksi Manusia dan Komputer Prodi Teknologi Pendidikan FIP UNY. (Yogyakarta: Thesis
Universitas Negeri Yogyakarta. Tidak diterbitkan, 2013), hlm. 40.
20
memberikan gambaran bahwa Blended Learning merupakan kombinasi antara
pembelajaran tatap muka dengan pembelajaran online dengan bantuan teknologi
informasi dan komunikasi.15
Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Blended Learning
adalah penggabungan antara dua unsur antara face to face dengan e-learning
dengan tepat guna untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Aspek yang digabungkan dalam Blended Learning tidak hanya
mengkombinasikan face-to-face dan online learning saja tetapi juga dapat
berbentuk apa saja, seperti: metode, media, sumber, lingkungan ataupun strategi
pembelajaran.
2.3.2. Teori belajar yang Melandasi Pembelajaran Blended Learning
Pembelajaran dengan model Blended Learning didasari oleh teori belajar
berikut:
2.3.2.1. Teori Kognitif
Pengkajian teori belajar kognitif memandang belajar sebagai proses
pemfungsian unsur-unsur kognisi, terutama unsur pikiran, untuk dapat mengenal
dan memahami stimulus yang datang dari luar. Dengan kata lain, aktivitas belajar
pada diri manusia ditekankan pada proses internal dalam berpikir, yakni proses
pengolahan informasi.16
Jean Piaget yang dikutip dalam buku Achmad Rifai dan Catharina
menjelaskan tentang teori belajar kognisi menekankan pada cara-cara seseorang
menggunakan pikirannya untuk belajar, mengingat, dan menggunakan
pengetahuan yang telah diperoleh dan disimpan di dalam pikirannya secara
efektif. Pada hakekatnya, belajar mendasari pada pengamatan yang melibatkan
15 Ibid., hlm.39. 16 Achmad Rifai & Catharina Tri Anni, Psikologi Pendidikan. (Semarang: Unnes Press, 2009).
hlm. 128.
21
seluruh indera, menyimpan kesan lebih lama, dan menimbulkan sensasi yang
membekas pada siswa. Adapun proses belajar terdiri atas 3 tahapan, yaitu (1)
asimilasi adalah proses memasukan informasi ke dalam skema, (2) akomodasi
adalah proses mengubah skema yang telah dimiliki dengan informasi baru, dan (3)
equilibrasi adalah percobaan memperoleh keseimbangan antara asimilasi dan
akomodasi.17
Piaget yang dikutip dalam buku Miftahul Huda menekankan teorinya pada
kedewasaan dan perkembangan kognitif berdasarkan tahapan usia. Prinsip dasar
teorinya adalah anak-anak mengkonstruksi pemahamannya sendiri. Seorang anak
akan mencari keseimbangan antara struktur pengetahuan yang sudah dimilikinya
dengan pengetahuan baru yang diperolehnya melalui asimilasi dan akomodasi.
Dengan demikian, pembelajaran baru hanya terjadi ketika seseorang bisa
mengembangkan pola pikirnya dengan mengadaptasi sesuatu yang baru dan
menyesuaikan sesuatu yang lama.18
2.3.2.2. Teori Konstruktivisme
Belajar adalah lebih dari sekedar mengingat. Peserta didik yang
memahami dan mampu menerapkan pengetahuan yang telah dipelajari, mampu
memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya sendiri, dan berkutat
dengan berbagai gagasan. Inti dari teori konstruktivisme adalah peserta didik
harus menemukan dan mentransformasikan informasi kompleks ke dalam dirinya
sendiri serta mampu mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri melalui interaksi
dengan lingkungannya.19 Teori konstruktivisme menetapkan empat asumsi
tentang belajar, yaitu:
17 Ibid., hlm. 26. 18 Huda, op.cit., hlm. 42. 19 Achmad Rifai & Catharina, op.cit., hlm. 138.
22
1) pengetahuan secara fisik dikonstruksikan oleh peserta didik yang terlibat
dalam belajar aktif.
2) pengetahuan secara simbolik dikonstruksikan oleh peserta didik yang
membuat representasi atas kegiatannya sendiri.
3) pengetahuan secara sosial dikonstruksikan oleh peserta didik yang
menyampaikan maknanya kepada orang lain.
4) pengetahuan secara teoritik dikonstruksikan mencoba menjelaskan objek
yang tidak benar-benar dipahaminya.
Salah satu tokoh teori konstruktivisme adalah Vygotsky. Ia menekankan
pentingnya aspek sosial dalam belajar. Vygotsky yang dikutip dalam buku
Achmad Rifai dan Catharina percaya bahwa kemampuan kognitif berasal dari
hubungan sosial dan kebudayaan. Dimana interaksi sosial dengan orang lain dapat
memacu pengkonstruksian ide-ide baru dan meningkatkan perkembangan
intelektual peserta didik.20
Berdasarkan kedua teori belajar di atas, penelitian ini lebih mengacu pada
pendekatan konstruktif oleh pemikiran Vygotsky yang memperhatikan aspek
sosial dalam pengkonstruksian ide dan perkembangan intelektual siswa. Adapun
implementasi dalam pembelajaran dengan model blended learning lebih
menitikberatkan pada pendekatan konstruktif berupa pembelajaran berbasis
masalah (problem based learning).
Pembelajaran dengan model blended learning dalam penelitian ini mengacu
langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah. Adapun langkah-langkah
pembelajaran tersebut meliputi: orientasi, organisasi, investigasi, presentasi, serta
analisis dan evaluasi.
20 Ibid., hlm. 34.
23
2.3.3. Komponen Blended Learning
Berdasarkan kesimpulan dari definisi Blended Learning menurut para ahli,
maka Blended Learning mempunyai 2 komponen pembelajaran yaitu
pembelajaran tatap muka dan online learning (e-learning).
2.3.3.1. Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran tatap muka sebagai salah satu bentuk model pembelajaran
konvensional yang mempertemukan guru dengan murid dalam satu ruangan untuk
belajar. Lebih lanjut, Ujang Sukandi mendefenisikan bahwa pembelajaran
konvensional ditandai dengan guru mengajar lebih banyak mengajarkan tentang
konsep-konsep bukan kompetensi, tujuannya adalah siswa mengetahui sesuatu
bukan mampu untuk melakukan sesuatu, dan pada saat proses pembelajaran siswa
lebih banyak mendengarkan. Disini terlihat bahwa pembelajaran konvensional
yang dimaksud adalah pembelajaran yang lebih banyak didominasi gurunya
sebagai “pentransfer” ilmu, sementara siswa lebih pasif sebagai “penerima”
ilmu21. Sementara itu, Mochammad Moestofa dan Meini Sondang S (2013)
mendefinisikan pembelajaran konvensional sebagai salah satu model
pembelajaran yang hanya memusatkan pada metode pembelajaran ceramah.
Adapun tahap-tahap pembelajaran konvensional adalah sebagai berikut:
1) Tahap pembukaan, dimana guru mengkondisikan siswa untuk memasuki
suasana belajar dengan menyampaikan salam dan tujuan pembelajaran;
2) Tahap pengembangan yaitu tahap dalam pelaksanaan proses belajar
mengajar yang diisi dengan penyampaian materi secara lisan didukung oleh
penggunaan media;
21 Ujang Sukardi, Belajar Aktif dan Terpadu: Apa, Mengapa dan Bagaimana (Surabaya: Duta Graha Pustaka,2003). hlm. 8
24
Tahap evaluasi dimana guru mengevaluasi belajar siswa dengan membuat
kesimpulan atau rangkuman materi pembelajaran, pemberian tugas, dan diakhiri
dengan menyampaikan terima kasih atas keseriusan siswa dalam pembelajaran.
Berdasarkan definisi di atas, menggambarkan bahwa pembelajaran tatap
muka (konvensional) merupakan proses belajar yang terencana pada suatu tempat
tertentu dengan melibatkan aktivitas belajar pendidik dan peserta didik sehingga
terjadilah interaksi sosial. Adapun peran guru dalam pembelajaran sangat penting
dimana guru sebagai sumber belajar dan informasi. Pada pembelajaran tatap muka
(konvensional) biasanya menggunakan berbagai macam metode dalam proses
pembelajarannya, meliputi: ceramah, penugasan, tanya jawab, dan demonstrasi.
2.3.3.2. Online Learning (E-Learning)
“e-learning is commonly referred to the intentional use of networked
information and communication technology in teaching and learning”.22 Definisi
ini mengandung makna bahwa e-learning sering ditunjukkan dengan penggunaan
teknologi informasi dan komunikasi dalam proses belajar-mengajar. Online
learning (e-learning) merupakan pembelajaran yang menggunakan rangkaian
elektronik LAN, WAN, dan internet untuk menyampaikan isi materi.
Belajar dengan e-learning merupakan salah satu bentuk penggunaan media
pembelajaran berbasis IT/berbasis internet. Lebih lanjut, Rosenberg yang dikutip
dalam oleh Rusman menekankan bahwa e-learning merujuk pada penggunaan
teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan.23
Definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa online learning
(e-learning) merupakan pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan
22 Som Naidu Som. E-learning A Guidebook of Principles, Procedures and Practices. (Australia:
Sanjaya Mirsha, 2011). hlm. 1. 23 Rusman. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme. (Bandung:
Rajagrafindo Persada, 2013). hlm. 346.
25
teknologi internet, intranet, dan berbasis web yang memungkinkan terjadinya
interaksi belajar antara peserta didik dan pendidik dengan mengakses informasi
dan materi pelajaran kapan pun dan dimanapun. Adapun persyaratan utama yang
perlu dipenuhi dalam e-learning adalah adanya akses dengan sumber informasi
melalui internet dan adanya informasi tentang letak sumber informasi yang ingin
kita dapatkan.24
Rusman mengutip pendapat Rosenberg mengkategorikan tiga kriteria dasar
yang ada dalam e-learning adalah sebagai berikut:25
1) e-learning bersifat jaringan yang membuatnya mampu memperbaiki secara
cepat, menyimpan atau memunculkan kembali, mendistribusikan dan
sharing pembelajaran dan informasi;
2) e-learning dikirimkan kepada pengguna melalui komputer dengan
menggunakan standar teknologi internet;
3) e-learning terfokus pada pandangan pembelajaran yang paling luas, solusi
pembelajaran yang mengungguli paradigma dalam pelatihan.
Beberapa kriteria di atas menjadi patokan dasar yang terdapat dalam
pembelajaran dengan sistem e-learning. Ada beberapa karakteristik e-learning
menurut Cisco adalah sebagai berikut:26
1) Memanfaatkan jasa teknologi elektronik. Dimana guru dan siswa, siswa
dengan sesama siswa atau guru dan sesama guru dapat berkomunikasi
dengan relatif mudah dengan tanpa dibatasi waktu dan tempat;
2) Memanfaatkan keunggulan komputer (Digital Media dan Computer
Networks);
24 Ibid., hlm. 335. 25 Ibid., hlm. 349. 26 Rusman, op.cit, 348.
26
3) Menggunakan bahan ajar bersifat mandiri (self learning materials) yang
disimpan di komputer sehingga dapat diakses oleh guru dan siswa kapan
saja dan dimana saja apabila yang bersangkutan memerlukan;
4) Memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil, kemauan belajar dan
hlm-hlm yang berkaitan dengan administrasi pendidikan dapat dilihat setiap
saat di komputer.
Berdasarkan karakteristik online learning menunjukkan bahwa pembelajaran
dilakukan dengan memanfaatkan internet sehingga memungkinkan siswa dapat
belajar kapan saja dan dimana saja. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran,
penggunaan media, dan bahan ajar juga dikemas dalam suatu bentuk yang dapat
diakses dengan menggunakan internet. Haughey menjelaskan bahwa ada tiga
kemungkinan dalam pengembangan sistem pembelajaran berbasis internet (e-
learning) adalah sebagai berikut: 27
1) Web course
Web course merupakan penggunaan internet untuk keperluan pendidikan
yang mana peserta didik dan pendidik sepenuhnya terpisah dan tidak
diperlukan adanya tatap muka. Adapun penggunaan bahan ajar, media
pembelajaran, sumber belajar dikemas dengan memanfaatkan internet
sepenuhnya. Selain itu, kegiatan pembelajaran yang meliputi: diskusi,
konsultasi, penugasan, latihan, dan ujian sepenuhnya juga disampaikan
dengan internet. Model pengembangan ini mengutamakan internet sebagai
komponen yang paling signifikan dalam pembelajaran.
2) Web centric course
Web centric course merupakan penggunaan internet yang memadukan
antara belajar jarak jauh dan tatap muka (konvensional). Model ini
27 Ibid., hlm. 350.
27
menekankan pada pemberian materi pembelajaran dengan menggunakan
internet dan sebagian lagi melalui tatap muka. Dalam implementasinya,
pendidik memberikan petunjuk kepada peserta didik untuk mempelajari
materi melalui web yang telah dibuatnya. Adapun pada pembelajaran tatap
muka, guru dan siswa lebih aktif untuk berdiskusi tentang temuan materi
yang telah dipelajari melalui web dengan akses internet. Dengan demikian,
fungsi dari pembelajaran jarak jauh dan tatap muka adalah saling
melengkapi.
3) Web enhanced course
Web enhanced course adalah pemanfaatan internet untuk menunjang
peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan di kelas. Adapun peran
guru dituntut untuk menguasai teknik mencari informasi di internet,
membimbing siswa dalam menemukan situs-situs yang relevan dengan
pembelajaran, menyajikan materi melalui web yang menarik dan diminati,
dan melayani bimbingan serta komunikasi melalui internet. Adapun fungsi
dari internet dalam pembelajaran ini adalah untuk memberikan pengayaan
dan komunikasi antara siswa dan guru, sesama siswa, anggota kelompok,
atau siswa dengan narasumber. Ketiga pengembangan sistem pembelajaran
berbasis internet tersebut pada dasarnya memiliki karakteristik yang
berbeda-beda sesuai dengan fungsi, pola dan pendekatannya dalam
pembelajaran.
2.3.4. Karakteristik Blended Learning
Merujuk pada definisi Blended Learning yaitu pembelajaran yang
mengkombinasikan setting pembelajaran synchronous dan asynchronous secara
tepat guna untuk mencapai tujuan pembelajaran, maka karakteristik model
Blended Learning dengan pendekatan konstruktif (constructive approach) ini
28
memiliki dua setting pembelajaran, yaitu pembelajaran synchronous dan
asynchronous. Adapun karakteristik Blended Learning ini digambarkan dalam
bagan berikut :28
Gambar 2.2 Karakteristik blended learning dengan pendekatan konstruktif
Dari bagan di atas, dijelaskan deskripsi dari masing-masing kuadran
karakteristik dan setting Blended Learning dalam tabel berikut :
Tabel. 2.2 Karakteristik dan setting blended learning pada setiap kuadran
No Kuadran Deskripsi
1 Kuadran 1
(live
synchronous)
a. dilaksanakan dalam pembelajaran tatap muka dengan
strategi dan metode pembelajaran;
b. strategi pembelajaran dalam penelitian ini adalah
pembelajaran berbasis masalah (problem based
learning);
c. metode pembelajaran, meliputi: ceramah, praktik,
diskusi, presentasi, demonstrasi, dan lain-lain:
ceramah yang digunakan adalah ceramah
konstruktif di awal pembelajaran;
praktik dalam Blended Learninglebih diarahkan
pada kegiatan pemecahan masalah dari
pengetahuan;
28 Chaeruman, op.cit.,
29
diskusi dalam Blended Learninglebih diarahkan
pada kegiatan menggali ide-ide untuk
mengkonstruksikan pengetahuan;
presentasi lebih diarahkan dengan menunjukan
hasil karya berdasarkan hasil pengkonstruksian
ide-ide dan pengetahuan.
Kuadran 2
(virtual
synchronous)
a. pembelajaran dilakukan dalam waktu yang bersamaan
namun dalam dimensi ruang yang sama/berbeda,
meliputi: video conference, audio converence,
chatting;
b. virtual synchronous merupakan perluasan live
synchronous dengan memanfaatkan teknologi untuk
mengambil peran pada pembelajaran online.
Kuadran 3
(asynchronous
mandiri)
a. pembelajaran dilakukan dalam dimensi ruang dan
waktu yang berbeda (kapan saja dan dimana saja)
melalui media pembelajaran yang
b. memungkinkan siswa dapat belajar secara mandiri;b.
media pembelajaran dapat berbentuk cetak maupun
digital yang memperkenankan siswa memilih dan
mempelajari sensiri materi;
media cetak dapat berupa buku, majalah, modul,
dan sebagainya;
media digital dapat dikemas dalam bentuk doc, ppt,
pdf, html, flv, dan sebagainya.
Kuadran 4
(asynchronous
kolaboratif)
a. pembelajaran yang dilakukan dalam dimensi ruang
dan waktu yang berbeda (kapan saja dan dimana saja),
tetapi peristiwa belajarnya melibatkan lebih dari satu
orang atau berkolaborasi;
b. meliputi: project work, mailinglist, forum diskusi;
c. memberikan kesempatan pada siswa dan guru untuk
diskusi, mengamati, menginvestigasi, dan
menganalisis masalah terkait materi pada
pembelajaran online.
Berdasarkan uraian di atas, menjelaskan bahwa pembelajaran dengan
setting Blended Learning akan memberikan ruang bagi siswa untuk aktif dalam
meningkatkan kompetensinya baik secara teori maupun praktik.
2.3.5. Lima Kunci Blended Learning
Jared M.Carman yang dikutip dalam buku Husamah menjelaskan ada lima
kunci untuk melaksanakan pembelajaran dengan Blended Learning, yaitu: 29
1) Live Event (Pembelajaran Tatap Muka)
29 Husamah, op.cit., hlm. 31-33.
30
Pembelajaran langsung atau tatap muka secara sinkronous dalam waktu
dan tempat yang sama ataupun waktu sama tetapi tempat berbeda. Pola
pembelajaran langsung masih menjadi pola utama yang sering
digunakan guru dalam mengajar. Pola pembelajaran ini perlu didesain
sedemikian rupa untuk mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan
kebutuhan siswa.
2) Self-Paced Learning (Pembelajaran Mandiri)
Pembelajaran mandiri (self-paced learning) memungkinkan peserta
belajar didik dapat belajar kapan saja dan dimana saja secara online.
Adapun konten pembelajaran perlu dirancang khusus baik yang bersifat
teks maupun multimedia, seperti: video, animasi, simulasi, gambar,
audio, atau kombinasi semuanya. Selain itu, pembelajaran mandiri juga
dapat dikemas dalam bentuk buku, via web, via mobile, streaming
audio, maupun streaming video.
3) Collaboration (Kolaborasi)
Kolaborasi dalam pembelajaran Blended Learning dengan
mengkombinasikan kolaborasi antar pengajar maupun kolaborasi antar
peserta belajar. Kolaborasi ini dapat dikemas melalui perangkat-
perangkat komunikasi, seperti forum, chatroom, diskusi, email, website,
dan sebagainya. Dengan kolaborasi ini diharapkan dapat meningkatkan
konstruksi pengetahuan maupun keterampilan dengan adanya interaksi
sosial dengan orang lain.
4) Assessment (Penilaian/Pengukuran Hasil Belajar)
Penilaian (assessment) merupakan langkah penting dalam pelaksanaan
proses pembelajaran. Penilaian dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui sejauh mana penguasaan kompetensi yang telah dikuasai
31
oleh siswa. Selain itu, penilaian juga bertujuan sebagai tindak lanjut
guru dalam pelaksanaan pembelajaran. Adapun guru sebagai perancang
pembelajaran harus mampu meramu kombinasi jenis assessment online
dan offline baik yang bersifat tes maupun non-tes;
5) Performance Support Materials (Dukungan Bahan Belajar)
Bahan ajar merupakan salah satu komponen penting dalam mendukung
proses pembelajaran. Penggunaan bahan ajar akan menunjang
kompetensi siswa dalam menguasai suatu materi. Dalam pembelajaran
dengan Blended Learning hendaknya dikemas dalam bentuk digital
maupun cetak sehingga dapat diakses oleh peserta belajar baik secara
offline maupun online. Penggunaan bahan ajar yang dikemas secara
online sebaiknya juga mendukung aplikasi pembelajaran online. Contoh:
penggunaan bahan ajar berbentuk power point pada e-learning dengan
basis efront. Bahan ajar ini mendukung pembelajaran online karena
dapat diakses oleh peserta didik.
Kelima kunci di atas memiliki keterkaitan dan pengaruh yang signifikan
dalam kegiatan pembelajaran dengan Blended Learning. Dengan kelima kunci
tersebut, pembelajaran yang didesain dengan model pembelajaran Blended
Learning diharapkan dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan pembelajaran
sehingga berlangsung dengan efektif dan efisien.
2.3.6. Implementasi Blended Learning
Blended Learning merupakan suatu upaya untuk mengabungkan kegiatan
belajar konvensional (tatap muka) dengan model belajar menggnakan computer
atau perlengkapan elekronik berdasarkan petunjuk dari pendidik di mana materi
dapat berbedtuk media digital yang digunakan untuk membantu proses belajara
mengajar konvensional. Sebagai contoh kegiatan belajar mengajar secara
32
Teacher led Instructions
Face to face sessions interactive
Student Centered
Blended Learning
Web bassed
Assessment
Feedback reflection
outcomes
Prented
Instractions
Traditional study
material Computer Mediated
Instructions
Digital visual e-learning
konvensional yang biasa dilakukan sebanyak 7 kali pertemuan di dalam kelas
dapat diubah menjadi 5-6 kali tatap muka dan 1 kali berupa online dan hlm ini
bisa disesuaikan dengan kebutuhan proses belajar mengajar yang ada. Ilustrasi
penerapan Blended Learning dapat dilihat pada gambar 2.2 di bawah ini :
Gambar 2.3 Menciptakan Pembelajaran Berpusat Peserta didk dengan
Penerapan Blended Learning
2.3.7. Kelebihan dan Kekurangan Blended Learning
2.3.7.1. Kelebihan Blended Learning
Salah satu kelebihan blended learning adalah Blended Learningcan also
improve communication with the students. Blended Learningcan offer a higher
level of interaction than commonly experienced in face to face course. Dengan
kata lain, blended learning dapat juga meningkatkan komunikasi dengan siswa.
Blended learning dapat menawarkan satu level lebih tinggi daripada pengalaman
pada pembelajaran tatap muka. 30
Sedangkan menurut Bates menjelaskan beberapa kelebihan Learning
Management System berbasis Blended Learning adalah sebagai berikut: 31
30 Dziuban, dkk. 2004. Blended Learning. Educause Center for Applied Research. No. 7. Volume
2004. Hlm. 1-12. 31 Riyana, op.cit., hlm. 28.
33
1) Meningkatkan kadar interaksi pembelajaran antara peserta didik dengan
guru atau instruktur (enhance interactivity).
2) Memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran dari mana dan kapan
saja (time and place flexibility).
3) Menjangkau peserta didik dalam cakupan yang luas (potential to reach a
global audience).
4) Mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan materi pembelajaran
(easy updating of content as well as archivable capabilities).
2.3.7.2. Kekurangan Blended Learning
Noer yang dikutip dalam buku Husamah mengemukakan beberapa
kekurangan Blended Learning sebagai berikut:
a) Media yang dibutuhkan sangat beragam, sehingga sulit diterapkan apabila
sarana dan prasaran tidak mendukung
b) Tidak meratanya fasilitas yang dimiliki peserta didik seperti computer dan
akses internet. Padahlm, Blended Learning memerlukan akses internet yang
memadai, dan bila jarigan kurang memadai, itu tentu akan menylitkan
peserta didik dalam mengikuti pembelajaran mandiri via online.
c) Kurangnya pengetahuan sumber daya pembelajara (pengajar, peserta didik
dan orangtua) terhadp penggunaan teknologi. 32
2.4. Kerangka Berpikir
Berdasarkan Berdasarkan teori di atas dalam dunia pendidikan kegiatan
pokok ialah belajar mengajar, berhasil atau tidaknya tujuan pendidikan yang akan
dicapai nanti tergantung kepada bagaimana proses upaya yang dialami siswa.
Hasil belajar merupakan patokan yang harus dicapai oleh siswa dalam belajar,
sehingga guru harus berupaya agar siswa dapat mencapai patokan yang telah
32 Husamah, op.cit., hlm. 36-37.
34
ditentukan. Tidak semua siswa dapat mencapai hasil belajar yang telah
ditetapkan. Siswa yang berhasil mencapai hasil belajar yang ditetapkan, akan
dipandang sebagai siswa yang mempunyai kemampuan dan usaha yang tinggi
oleh guru dan siswa-siswa lain. Sebaliknya, siswa yang tidak dapat berhasil
mencapai hasil yang telah ditetapkan akan dipandang sebagai siswa yang kurang
kemampuan dan usaha. Keberhasilan belajar di sekolah tidak lepas dari faktor-
faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal dan faktor eksternal. Salah
satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah strategi pembelajaran.
Adanya dukungan sarana dan prasarana yang memadai di SMKN 26
Jakarta, tentu memberikan peluang yang cukup tinggi untuk pemanfaatan dan
pengelolaan pembelajaran yang lebih optimal. Berkenaan dengan itu, perlu adanya
model pembelajaran yang dapat membantu peserta didik dalam mengembangkan
kompetensinya. Salah satu upaya untuk mengatasi kendala-kendala di atas adalah
mengembangkan dan mengimplementasikan model pembelajaran Blended
Learning yang mengintegrasikan antara face to face dan online learning. Dalam
penelitian ini dikembangkan dan diimplementasikan pembelajaran dengan model
Blended Learning yang merujuk pada beberapa tahap, yaitu menyusun
perencanaan pembelajaran, mengimplementasikan pembelajaran, dan menguji
keefektifan pembelajaran dengan model Blended Learning.
Tahap perencanaan model pembelajaran Blended Learning mencakup
kegiatan merencanakan perangkat pembelajaran, berupa silabus dan rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP). Hasil dari perencanaan pembelajaran yang
didesain diuji kelayakannya yang kemudian digunakan sebagai pedoman kegiatan
pembelajaran dalam tahap implementasi model pembelajaran Blended Learning
pada tahap selanjutnya. Tahap implementasi dilakukan dengan melakukan uji
coba (eksperimen) penggunaan model Blended Learning pada pembelajaran
35
Pemrograman Web. Implementasi ini melibatkan sejumlah siswa dengan
menggunakan langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang telah didesain dalam
tahap perencanaan pembelajaran dengan model Blended Learning. Adapun
langkah-langkah kegiatan pembelajaran dengan model Blended Learning,
meliputi: orientasi, organisasi, investigasi, presentasi, dan analisis serta evaluasi.
Tahap pengaruh model pembelajaran Blended Learning ini ditinjau dari
segi hasil berupa hasil belajar siswa berdasarkan nilai ulangan harian. Penilaian
hasil belajar ini dilihat dari hasil belajar siswa sesudah dilaksanakannya model
pembelajaran Blended Learning. Berdasarkan hasil belajar siswa akan diambil
kesimpulan mengenai pengaruh dari pembelajaran dengan model Blended
Learning.
Adapun kerangka berpikir dari penelitian dan pengembangan model
pembelajaran Blended Learning ini tergambar dalam gambar 2.3 berikut :
Gambar 2.3 Kerangka Berpikir
Kondisi Awal
Tindakan
Kondisi
Akhir
Guru:
Menggunakan model
pembelajaran
konvensional
Siswa:
Hasil belajar yang
mencapai KKM = 70%, dan
sisanya =30% belum
mencapai KKM
Guru:
Mengguakan model
pemelajaran blended learning
Apakah terdapat pengaruh pada
hasil belajar siswa menggunakan
model blended learning
36
2.5. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian teoritis yang telah dikemukakan di atas, maka hipotesis
penelitian yang diajukan dalam penelitian ini yaitu terdapat pengaruh hasil belajar
siswa kelas X pada mata pelajaran pemrograman web dengan model Blended
Learning di SMKN 26 Jakarta.