bab ii kajian teori 2.1 kajian teori 2.1.1 model...
TRANSCRIPT
6
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Model Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dilakukan oleh dua orang pelaku, yaitu guru dan
siswa. Perilaku guru adalah mengajar dan perilaku siswa adalah belajar (Rusman,
2011). Dimana, perilaku mengajar dan belajar tersebut berhubungan dengan bahan
pembelajaran. Bahan pembelajaran dapat berupa pengetahuan, nilai-nilai
kesusilaan, dan ketrampilan. Banyak kegiatan guru dan siswa dalam kaitannya
dengan bahan pembelajaran adalah model pembelajaran.
Model pembelajaran perlu dipahami guru agar dapat melaksanakan
pembelajaran secara efektif dalam meningkatkan hasil belajar. Dalam
penerapannya, model pembelajaran harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan
siswa karena masing-masing model pembelajaran memiliki tujuan dan prinsip
yang berbeda-beda.
Model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang
memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan
model itu (Mills dalam Suprijono, 2011). Pemilihan model yang tepat perlu
memperhatikan tujuan pengajaran.
Model pembelajaran dapat dikatakan baik jika memenuhi prinsip-prinsip
yaitu (1) semakin kecil upaya yang dilakukan guru dan semakin besar aktivitas
belajar siswa, maka hal itu semakin baik. (2) Semakin sedikit waktu yang
diperlukan guru untuk mengaktifkan siswa belajar juga semakin baik. (3) Sesuai
dengan cara belajar siswa yang dilakukan. (4) Dapat dilakukan dengan baik oleh
guru. (5) Tidak ada satupun metode yang paling sesuai untuk segala tujuan, jenis
materi, dan proses belajar yang ada (Hasan dalam Isjoni, 2011).
Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil
penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang
berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada
tingkat operasional di kelas (Suprijono, 2011). Fungsi model pembelajaran yaitu
7
guru dapat membantu siswa mendapat informasi, ide keterampilan, cara berpikir
dan mengekspresikan ide. Sehinga model pembelajaran dapat diartikan sebagai
suatu rencana atau pola yang digunakan dalam mangatur materi pelajaran dan
memberi petunjuk kepada pengajar di kelas.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran pada
hakikatnya merupakan suatu proses interaksi antara guru dan siswa, baik interaksi
secara langsung seperti kegiatan tatap muka maupun secara tidak langsung, yaitu
dengan pemilihan model pembelajaran yang tepat. Model pembelajaran adalah
pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan kegiatan belajar
mengajar (KBM) secara sistematis untuk mencapai tujuan belajar yang maksimal.
2.1.2Pembelajaran Kooperatif
2.1.2.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Menurut Lie (2002) cooperative learning disebut juga dengan pembelajaran
gotong royong yaitu sistem pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada
siswa untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur.
Istilah cooperative learning dalam bahasa Indonesia dikenal dengan nama
pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa
sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda (Isjoni,
2011).Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam
kelompok. Dalam sistem belajar yang kooperatif, siswa belajar bekerja sama
dengan anggota lainnya. Dalam model ini siswa memiliki dua tanggung jawab,
yaitu mereka belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota
kelompok untuk belajar. Siswa belajar bersama dalam sebuah kelompok kecil dan
mereka dapat melakukannya seorang diri.
Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa
belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang
anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang
bersifat heterogen (Rusman, 2011). Pembelajaran kooperatif juga disebut dengan
pembelajaran teman sebaya dimana siswa bekerjasama dalam kelompok-
8
kelompok kecil yang mempunyai tanggung jawab bagi individu maupun
kelompok terhadap tugas-tugas. Dalam pembelajaran kooperatif ini siswa dapat
lebih menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit melalui diskusi dan
bila dibandingkan dengan pembelajaran individual, pembelajaran kooperatif lebih
dapat mencapai kesuksesan akademik, tanggung jawab individu, kelompok, dan
sosial siswa.
Pengelompokan heterogenitas merupakan ciri-ciri yang menonjol dalam
model pembelajaran kooperatif (Lie, 2002). Kelompok heterogenitas dapat
dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender dan kemampuan
akademis. Kelompok ini biasanya terdiri dari satu orang berkemampuan akademis
tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang, dan satu lainnya dari kelompok
kemampuan akademis kurang.
Pembelajaran kooperatif menggalakkan siswa berinteraksi secara aktif dan
positif dalam kelompok (Slavin dalam Rusman, 2011). Dalam pembelajaran
kooperatif ini, guru lebih berperan sebagai fasilitator yang berfungsi sebagai
jembatan penghubung ke arah pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan
siswa sendiri. Guru tidak hanya memberikan pengetahuan pada siswa, tetapi juga
harus membangun pengetahuan dalam pikirannya. Siswa mempunyai kesempatan
untuk mendapatkan pengalaman langsung dalam menerapkan ide-ide mereka, ini
merupakan kesempatan bagi siswa untuk menemukan dan menerapkan ide-ide
mereka sendiri. Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling
membantu, saling mendiskusikan, dan berargumentasi, untuk mengasah
pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan dan menuntup kesenjangan dalam
pemahaman masing-masing.
Belajar dengan model kooperatif dapat diterapkan untuk memotivasi siswa
berani mengemukakan pendapatnya, menghargai pendapat teman dan saling
memberikan pendapat (sharing ideas). Selain itu dalam belajar biasanya siswa
dihadapkan pada latihan soal-soal atau pemecahan masalah. Oleh sebab itu,
pembelajaran kooperatif sangat baik untuk dilaksanakan karena siswa
dapatbekerja sama dan saling tolong menolong mengatasi tugas yang dihadapinya.
9
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif merupakan salah satu pembelajaran dengan teman sebaya dengan cara
siswa belajar dan bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif
dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Dimana para siswa diharapkan
dapat saling membantu, saling mendiskusikan, dan berargumentasi untuk
mengatasi suatu masalah, menyelesaikan sebuah tugas, untuk mencapai satu
tujuan bersama dalam belajar.
2.1.2.2 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif
Jerolimek dan Parker dalam Isjoni (2007) berpendapat bahwa
pembelajaran kooperatif memiliki beberapa kelebihan yaitu (1) saling
ketergantungan yang positif; (2) adanya pengakuan dalam merespon perbedaan
individu; (3) siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas; (3)
suasana kelas rileks dan menyenangkan; (4) terjalinnya hubungan yang hangat
dan bersahabat antara siswa dengan guru; (5) memiliki banyak kesempatan untuk
mengekpresikan pengalaman emosi yang menyenangkan.
Model pembelajaran kooperatif, tidak hanya unggul dalam membantu
siswa memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk
menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, bekerja sama, dan membantu teman.
Dalam pembelajaran kooperatif, siswa terlibat aktif pada proses pembelajaran
sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi
yang berkualitas, dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya.
Kelebihan dalam pembelajaran kooperatif, tidak memungkin juga adanya
kelemahan dalam pembelajaran kooperatif, misalnya kekhawatiran guru akan
terjadinya kekacauan di kelas dan siswa tidak belajar di dalam kelompok jika
menetapkan model pembelajaran seperti ini. Menurut Isjoni (2007) kelemahan
pembelajaran kooperatif bersumber pada beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut
antara lain: (1) Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, di
samping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu. (2) Agar
proses pembelajaran di kelas berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan
fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai. (3) Selama kegiatan diskusi
kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang sedang
10
dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. (4) Saat diskusi kelas terkadang didominasi seseorang, hal ini
mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.
Cara mengatasi kelemahan dalam pembelajaran kooperatif, sebaiknya
sebelum pembelajaran berlangsung guru mempersiapkan pembelajaran secara
matang seperti alat peraga atau yang lainnya, agar pada saat proses belajar
mengajar berlangsung tidak ada hambatan. Pada waktu pembelajaran kooperatif
berlangsung guru sebaiknya membatasi masalah yang dibahas, agar waktu yang
telah ditentukan tidak melebihi batas. Selain itu guru harus berusaha menanamkan
dan membina sikap berdemokrasi diantara para siswa. Maksudnya suasana kelas
harus diwujudkan sedemikian rupa sehingga dapat menumbuhkan kepribadian
siswa yang demokratis dan diharapkan suasana yang terbuka dengan kebiasaan-
kebiasaan kerjasama, terutama dalam memecahkan kesulitan-kesulitan.
Seorang siswa haruslah dapat menerima pendapat siswa lainnya, seperti
siswa satu mengemukakan pendapatnya lalu siswa yang lainnya mendengarkan
dimana letak kesalahan, kekurangan atau kelebihan, kalau ada kekurangannya
maka perlu ditambah. Penambahan ini harus disetujui oleh semua anggota dan
harus saling menghormati pendapat orang lain.
Berdasarkan pendapat yang telah dijabarkan, maka dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran kooperatif dapat membuat kemajuan besar para siswa kearah
pengembangan sikap, nilai, dan tingkah laku yang memungkinkan mereka dapat
berpartisipasi dalam komunitas mereka dengan cara-cara yang sesuai dengan
tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai karena tujuan utama pembelajaran
kooperatif adalah untuk memperoleh pengetahuan dari sesama temannya.
Pengetahuan itu tidak lagi diperoleh dari gurunya. Seorang teman haruslah
memberikan kesempatan kepada teman yang lain untuk mengemukakan
pendapatnya dengan cara menghargai pendapat orang lain, saling mengoreksi
kesalahan, dan saling membetulkan lainnya.
11
Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang
menggunakan pembelajaran kooperatif (Rusman, 2011). Secara rinci keenam fase
pembelajaran kooperatif dirangkum dalam tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1
Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Fase Tingkah Laku Guru
Fase-1
Menyampaikan Tujuan
dan Memotivasi Siswa
Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang akan
dicapai pada kegiatan pelajaran dan menekankan
pentingnya topik yang akan dipelajari dan
memotivasi siswa belajar.
Fase-2
Menyampaikan
Informasi
Guru menyajikan informasi atau materi kepada siswa
dengan demontrasi atau melalui bahan bacaan.
Fase-3
Mengorganisasi Siswa
ke dalam Kelompok-
Kelompok Belajar.
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya
membentuk kelompok belajar dan membimbing
setiap kelompok agar melakukan transisi secara
efektif dan efisien.
Fase-4
Membimbing
Kelompok Bekerja dan
Belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada
saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Fase-5
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang
telah dipelajari atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase-6
Memberikan
penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik
upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
Sumber: Rusman, 2011
2.1.3 Pengertian Model Pembelajaran Make A Match
Pengertian Make a Match adalah pembelajaran yang menggunakan media
kartu yang berpasangan dengan kartu jawaban. Pembelajaran ini dilaksanakan
dengan cara siswa menjodohkan kartu soal dengan kartu jawaban yang tepat
sebelum batas waktunya.
Pembelajaran mengunakan model Make a Match adalah pembelajaran
aktif untuk mendalami atau melatih materi yang telah dipelajari. Setiap siswa
menerima satu kartu, kartu itu bisa berisi pertanyaan, bisa berisi jawaban.
12
Selanjutnya mereka mencari pasangan yang cocok sesui dengan kartu yang
dipegang.
Tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran mengunakan kartu
berpasangan ada 3 yaitu: (1) pendalaman materi, (2) menggali materi, dan (3)
untuk selingan. Pengembangan model kartu berpasangan pada mulanya untuk
pendalaman materi, siswa melatih penguasaan materi dengan cara memasangkan
antara pertanyaan dan jawaban. Tetapi sebelumnya guru terlebih dahulu
membekali siswa dengan materi yang akan dilatih.
2.1.3.1 Kelebihan dari model Make a Match yaitu:
a. Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik.
b. Karena ada unsur permainan, pembelajaran ini menyenangkan.
c. Miningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari.
d. Dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
e. Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi.
f. Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar
2.1.3.2 Langkah-langkah Model Make a Match menurut Loma Curran
(2010).
a. Guru menjelaskan materi yang ingin dicapai.
b. Guru menyiapkan beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi riview,
sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lain kartu jawaban.
c. Setiap siswa mendapat sebuah kartu yang bertuliskan soal atau jawaban.
d. Tiap siswa memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang.
e. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang mempunyai kartu yang cocok
dengan kartunya (soal-jawaban).
f. Setiap siswa yang dapat mencocokan kartunya sebelum batas waktu diberi
poin.
g. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang
berbeda dari sebelumnya.
13
h. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang
kartu yang cocok.
i. Bersama siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.
2.1.3.3 Kelemahan Model Make a Match
a. Diperlukan bimbingan, masukan dan arahan dari guru untuk melakukan
kegiatan.
b. Waktu yang tersedia perlu dibatasi jangan sampai siswa terlalu banyak
bermain-main dalam proses pembelajaran.
c. Guru perlu persiapan bahan dan alat yang memadai untuk proses pembelajaran.
2.2 Hasil Belajar
Hasil belajar yang sering disebut dengan istilah "scholastic achievement"
atau "academic achievement" adalah seluruh efisiensi dan hasil yang dicapai
melalui proses belajar mengajar di sekolah yang dinyatakan dengan angka-angka
atau nilai-nilai berdasarkan tes hasil belajar (Briggs dalam Sumarno, 2010).
Menurut Gagne dan Driscoll dalam Sumarno (2010) Hasil belajar yaitu
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa sebagai akibat perbuatan belajar dan
dapat diamati melalui penampilan siswa (learner 's performance).
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2011). Dalam hal ini, seorang guru
harus benar-benar memberikan pengalaman belajar yang bermanfaat dan
mempunyai konsep yang jelas sehingga akan berpengaruh positif terhadap diri
siswa sebagai bekal dalam kehidupannya.
Hasil belajar merupakan tolok ukur yang utama untuk mengukur tingkat
pencapaian kompetensi siswa dan keberhasilan siswa dalam belajar. Seseorang
yang hasil belajarnya tinggi dapat dikatakan, bahwa dia telah berhasil dalam
belajar. Demikian pula sebaliknya. Sedangkan dalam usaha untuk mencapai suatu
hasil belajar dari proses belajar mengajar, seorang siswa dipengaruhi oleh
berbagai faktor baik dalam maupun luar diri siswa. Hal tersebut sejalan dengan
pendapat Slameto (2010) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
hasil belajar digolongkan menjadi dua sebagai berikut: (1) Faktor-faktor intern
14
adalah faktor yang berasal dari diri siswa. Faktor intern ini terbagi menjadi tiga
faktor yaitu : faktor jasmaniah, faktor psikologis dan faktor kelelahan. (2) Faktor-
faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar siswa. Faktor ini meliputi:
faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.
Penilaian hasil belajar adalah kegiatan atau cara yang ditunjukan untuk
mengetahui tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran dan juga proses
pembelajaran yang telah dilakukan (Rusman, 2011). Pada tahap ini seorang guru
dituntut memiliki kemampuan dalam menentukan pendekatan dan cara-cara
evaluasi, penyusunan alat-alat evaluasi, pengolahan dan penggunaan hasil belajar.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, penulis menyimpulkan bahwa
Hasil belajar adalah hasil akhir atau tolok ukur untuk mengetahui keberhasilan
seseorang yang dicapai setelah mengalami proses belajar yang dapat dibuktikan
melalui hasil tes. Dalam penelitian ini menggunakan Tes pilihan ganda
merupakan prosedur tes dengan soal yang harus dijawab oleh siswa dengan
memilih jawaban yang tersedia. Tes pilihan ganda digunakan saat uji validitas
intrumen tes dan posttest. Hasil dari uji validitas tes berupa nilai akhir
pembelajaran.
2.3 Pengertian Pembelajaran IPA
2.3.1 Hakikat Pembelajaran IPA
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan
pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum
KTSP (Depdiknas, 2006) bahwa IPA berhubungan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan
suatu proses penemuan. Selain itu IPA juga merupakan ilmu yang bersifat empirik
dan membahas tentang fakta serta gejala alam tersebut menjadikan pembelajaran
IPA tidak hanya verbal tetapi juga faktual. Hal ini menunjukkan bahwa, hakikat
IPA sebagai proses diperlukan untuk menciptakan pembelajaran IPA yang
empirik dan faktual. Hakikat IPA sebagai proses diwujudkan dengan
15
melaksanakan pembelajaran yang melatih ketrampilan proses bagaimana cara
produk ditemukan.
Secara umum, kegiatan dalam IPA berhubungan dengan eksperimen.
Namun dalam hal-hal tertentu, konsep ipa adalah hasil tanggapan pikiran manusia
atas gejala yang terjadi di alam. Seorang ahli IPA (ilmuwan) dapat memberikan
sumbangan besar kepada IPA tanpa harus melakukan sendiri suatu percobaan,
tanpa membuat suatu alat atau tanpa melakukan observasi.
2.3.2 Tujuan IPA
Mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut:
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA
yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat kesimpulan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,
menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
2.3.3 Ruang Lingkup IPA
Ruang lingkup bahan kajian IPA untu SD/MI meliputi aspek-aspek
berikut:
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan,
tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaanya meliputi: cair padat dan gas.
3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana.
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-
benda langit lainnya.
16
2.3.4 Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
pembelajaran IPA di SD merupakan interaksi antara siswa dengan
lingkungan sekitarnya. Hal ini mengakibatkan pembelajaran IPA perlu
mengutamakan peran siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Sehingga
pembelajaran yang terjadi adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa dan
guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran tersebut. Guru berkewajiban untuk
meningkatkan pengalaman belajar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran
IPA. Tujuan ini tidak terlepas dari hakikat IPA sebagai produk, proses dan sikap
ilmiah.
2.4 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Make a
Match terhadap mata pelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA) telah dilakukan oleh
peneliti lain. Penelitian tersebut telah membuktikan bahwa pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match dapat
meningkatkan hasil belajar siswa, kajian hasil penelitian yang relevan.
Pertama, Milya Angreranti. 2012. Metode Pembelajaran Kooperatif tipe
Make A Match Terhadap Hasil Belajar IPA Berdasarkan Gender Siswa Kelas V
SDN 01 KabuPaten Grobogan Semester 2 Tahun Pelajaran 2011/2012. Peneliti ini
bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada bidang studi IPA.
Peneliti kedua, Agus Sujianto. 2006. Metode Make A Match untuk
Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Pada Bidang Studi Matematika di SDN
Margomulyo 1 Ngawi. Semarang: Unes. Peneliti ini bertujuan untuk
meningkatkan prestasi belajar siswa pada bidang studi matematika.
17
2.5 Kerangka Pikir
Secara garis besar, Make a Match merupakan model pembelajaran yang
menuntut siswa untuk berperan aktif dalam proses belajar-mengajar. Diharapkan
dengan adanya model Make a Match hasil belajar siswa maksimal. Maka dari itu
perlu diadakan tes formatif untuk mengukur keberhasilan siswa dalam mencapai
tujuan pembelajaran. Skor tes formatif ini akan menunjukkan peningkatan skor
yang signifikan. Penjelasan lebih rinci dapat dilihat pada gambar berikut:
18
Gambar kerangka pikir 2.1
Kelas Eksperimen Kelas Control
Guru menjelaskan materi
dengan ceramah
bervariasi
Guru menjelaskan materi
dengan model Make a Match
Siswa dibagi kelompok
Siswa dibagi kelompok
siswa diminta bekerja kelompok
untuk mengelompokkan bahan
makanan berdasarkan asalnya.
Siswa diminta bekerja
kelompok untuk menjodohkan
(mencari pasangan ) soal dan
jawaban
Sebagian siswa diberi kartu
soal dan sebagian siswa
diberi kartu jawaban
Kemudian siswa diminta
mecari pasangan dari kartu
yang didapatnya
Hasil belajar siswa meningkat
tinggi dan signifikan
Penilaian
Siswa diberi soal
evaluasi
Efektivits hasil belajar IPA
Hasil belajar siswa meningkat
tapi tidak signifikan
Guru bersama siswa
membuat kesimpulan
19
2.6 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah dipaparkan,
maka penulis merumuskan hipotesis dalam penelitian ini yaitu:
Ho : tidak ada pengaruh positif dan signifikan dalam penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe Make a Match terhadap hasil belajar IPA bagi
siswa kelas IV SDN Sidorejo Lor 05 Kec. Sidorejo Salatiga semester II
tahun pelajaran 2014/2015.
Ha : ada pengaruh positif dan signifikan dalam penggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe Make a Match terhadap hasil belajar IPA bagi siswa kelas
IV SDN Sidorejo Lor 05 Kec. Sidorejo Salatiga semester II tahun pelajaran
2014/2015.