bab ii kajian pustaka -...
TRANSCRIPT
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hasil Belajar
Menurut Nana Sudjana, 2011 : 22. Hasil belajar adalah kemampuan-
kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.
Pengalaman belajar ini akan menghasilkan kemampuan yang menurut Horwart
Kingsley dalam bukunya menurut Nana Sudjana, (2011 : 22) dibedakan menjadi
tiga macam kemampuan (hasil belajar) yaitu : (1). Keterampilan dan kebiasaan,
(2). Pengetahuan dan pengarahan, (3). Sikap dan cita-cita. Ketiga hasil belajar
(kemampuan) itulah yang harus dimiliki oleh siswa. Hasil belajar ini dapat dilihat
dari dua sisi siswa, seperti yang dikemukakan oleh Dimyati dan Mudjiono (1999).
Ia memandang dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil
belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila
dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut
terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari
sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.
Dari beberapa keseluruhan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah Hasil akhir dari proses kegiatan belajar siswa dari seluruh kegiatan
siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas, menerima suatu pelajaran untuk
mencapai kompetensi yang didapat dari skor perolehan siswa dari pengamatan
menyimak, diskusi, kerja lapangan, presentasi, serta tes formatif dengan
menggunakan alat penilaian yang hasilnya adalah nilai kemampuan siswa setelah
tes diberikan sebagai perwujudan dari upaya yang telah dilakukan selama proses
belajar mengajar berlangsung.
Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran atau kriteria dalam mencapai
suatu tujuan pendidikan. Ukuran hasil belajar dapat diperoleh dari aktivitas
pengukuran. Secara sederhana pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan atau
upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau
peristiwa, atau benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa angka. Alat
6
untuk melakukan pengukuran ini dapat berupa alat ukur standar seperti meter,
kilogram, liter dan sebagainya, termasuk ukuran-ukuran subyektif yang bersifat
relatif, seperti depa, jengkal, “sebentar lagi”, dan lain-lain. Menurut Cangelosi
(1995) yang dimaksud dengan pengukuran (measurement) adalah suatu proses
pengumpulan data melalui pengamatan empiris untuk mengumpulkan informasi
yang relevan dengan tujuan yang telah ditentukan. Dalam hal ini guru menaksir
prestasi siswa dengan membaca atau mengamati apa saja yang dilakukan siswa,
mengamati kinerja mereka, mendengar apa yang mereka katakan, dan
menggunakan indera mereka seperti melihat, mendengar, menyentuh, mencium,
dan merasakan.
Menurut Zainul dan Nasution (2001) pengukuran memiliki dua
karakteristik utama yaitu: 1) penggunaan angka atau skala tertentu; 2) menurut
suatu aturan atau formula tertentu. Arikunto dan Jabar (2004) menyatakan
pengertian pengukuran (measurement) sebagai kegiatan membandingkan suatu
hal dengan satuan ukuran tertentu sehingga sifatnya menjadi kuantitatif. Jadi
pengukuran memiliki arti suatu kegiatan yang dilakukan dengan cara
membandingkan sesuatu dengan satuan ukuran tertentu sehingga data yang
dihasilkan adalah data kuantitatif. Untuk menetapkan angka dalam pengukuran,
perlu sebuah alat ukur yang disebut dengan instrumen. Dalam dunia pendidikan
instrumen yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan siswa seperti tes,
lembar observasi, panduan wawancara, skala sikap dan angket.
Berdasarkan pengertian pengukuran yang telah dipaparkan untuk
mengukur hasil belajar siswa digunakanlah alat penilaian hasil belajar. Penerapan
berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh
informasi tentang sejauh mana hasil belajar siswa atau ketercapaian kompetensi
(rangkaian kemampuan) siswa (Endang Purwanti, 2008). Teknik yang dapat
digunakan dalam asesmen pembelajaran untuk mengukur hasil belajar siswa
dengan menggunakan teknik tes dan non tes, antara lain:
1. Tes
Secara sederhana tes dapat diartikan sebagai himpunan pertanyaan yang
harus dijawab, pernyataan-pernyataan yang harus dipilih/ditanggapi, atau tugas-
7
tugas yang harus dilakukan oleh peserta tes dengan tujuan untuk mengukur suatu
aspek tertentu dari peserta tes dan dalam kaitan dengan pembelajaran aspek
tersebut adalah indikator pencapaian kompetensi (Endang Poerwanti, dkk. 2008).
Tes merupakan salah satu upaya pengukuran terencana yang digunakan oleh guru
untuk mencoba menciptakan kesempatan bagi siswa dalam memperlihatkan
prestasi mereka yang berkaitan dengan tujuan yang telah ditentukan (Calongesi,
1995). Tes terdiri atas sejumlah soal yang harus dikerjakan siswa. Setiap soal
dalam tes menghadapkan siswa pada suatu tugas dan menyediakan kondisi bagi
siswa untuk menanggapi tugas atau soal tersebut. Tes menurut Arikunto dan Jabar
(2004) merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau
mengukur sesuatu dengan menggunakan cara atau aturan yang telah ditentukan.
Jadi kesimpulan dari pengertian tes adalah suatu alat yang digunakan untuk
mengukur kemampuan siswa dan menggunakan langkah – langkah dan kriteria -
kriteria yang sudah ditentukan. Berikut ini adalah teknik tes menurut (Endang
Poerwanti, 2008) :
a. Jenis tes berdasarkan cara mengerjakan1. Tes Tertulis
Tes tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik dalam halsoal maupun jawabannya
2. Tes LisanPada tes lisan, baik pertanyaan maupun jawaban (response)
semuanya dalam bentuk lisan. Karenanya, tes lisan relatif tidak memilikirambu-rambu penyelenggaraan tes yang baku, karena itu, hasil dari teslisan biasanya tidak menjadi informasi pokok tetapi pelengkap dariinstrumen asesmen yang lain.
3. Tes Unjuk KerjaPada Tes ini siswa diminta untuk melakukan sesuatu sebagai
indikator pencapaian kompetensi yang berupa kemampuan psikomotor.b. Jenis tes berdasarkan bentuk jawabannya
1. Tes Esai (Essay-type Test)Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa
mengorganisasikan gagasan-gagasan tentang apa yang telah dipelajarinyadengan cara mengemukakannya dalam bentuk tulisan.
2. Tes Jawaban PendekTes dapat digolongkan menjadi tes jawaban pendek jika peserta tes
diminta menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esai, tetapimemberikan jawaban-jawaban pendek dalam bentuk rangkaian kata-katapendek, kata-kata lepas maupun angka-angka.
8
3. Tes objektifTes objektif adalah adalah tes yang keseluruhan informasi yang
diperlukan untuk menjawab tes telah tersedia. Oleh karenanya sering puladisebut dengan istilah tes pilihan jawaban (selected response test).
2. Non Tes
Teknik non tes sangat penting dalam mengakses siswa pada ranah afektifdan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan pada aspekkognitif. Ada beberapa macam teknik non tes (Endang Poerwanti, 2008), yaitu:
1. ObservasiObservasi terkait dengan kegiatan evaluasi proses dan hasil belajar dapatdilakukan secara formal yaitu observasi dengan menggunakan instrumenyang sengaja dirancang untuk mengamati unjuk kerja dan kemajuan belajarsiswa, maupun observasi informal yang dapat dilakukan oleh pendidik tanpamenggunakan instrumen.
2. WawancaraWawancara adalah cara untuk memperoleh informasi mendalam yangdiberikan secara lisan dan spontan, tentang wawasan, pandangan atau aspekkepribadian siswa.
3. Task Analysis (Analisis Tugas)Dipergunakan untuk menentukan komponen utama dari suatu tugas danmenyusun skills dengan urutan yang sesuai dan hasilnya berupa daftarkomponen tugas dan daftar skills yang diperlukan.
4. Komposisi dan PresentasiSiswa menulis dan menyajikan karyanya.
5. Proyek Individu dan KelompokMengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan serta dapat digunakanuntuk individu maupun kelompokKetercapaian tujuan pembelajaran akan diketahui melalui teknik atau cara
pengukuran yang sistematis melalui tes, observasi, skala sikap. Alat yang
dipergunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran dinamakan
dengan instrumen. Instrumen sendiri terdiri atas instrumen butir-butir soal apabila
cara pengukuran dilakukan dengan menggunakan tes, dan apabila pengukuran
dilakukan dengan cara mengamati atau mengobservasi dapat menggunakan
instrumen lembar pengamatan atau observasi, pengukuran dengan teknik skala
sikap dapat menggunakan instrumen butir-butir pernyataan. Instrumen sebagai
alat yang digunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran maupun
kompetensi yang dimiliki siswa haruslah valid, maksudnya adalah instrumen
tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Maka dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah besarnya skor
9
siswa yang diperoleh dari skor tes, menyimak, diskusi,kerja lapangan dan
presentasi.
Dalam membuat alat ukur yang akan digunakan haruslah membuat kisi-
kisi. Kisi-kisi (test blue-print atau table of specification) adalah format atau
matriks pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item untuk berbagai topik
atau pokok bahasan berdasarkan kompetensi dasar, indikator dan jenjang
kemampuan tertentu. Penyusunan kisi-kisi ini digunakan untuk pedoman
menyusun atau menulis soal menjadi perangkat tes. Dalam menyusun kisi-kisi
soal menurut Wardani Naniek Sulistya dkk, (2010, 3.5-3.6) menjelaskan bahwa
Indikator perilaku dalam kisi-kisi merupakan pedoman dalam merumuskan soal
yang dikehendaki. Untuk merumuskan indikator dengan tepat, guru harus
memperhatikan materi yang akan diujikan, indikator pembelajaran, kompetensi
dasar, dan standar kompetensi. Indikator yang baik dirumuskan secara singkat dan
jelas. Dalam hubungan ini kita mengenal ranah kognitif yang dikembangkan oleh
Benyamin S. Bloom dan kawan-kawan yang kemudian direvisi oleh Krathwoll
(2001). Revisi Krathwoll terhadap tingkatan dalam ranah kognitif adalah ingatan
(C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), evaluasi (C5), dan kreasi
(C6).
10
2.1.2 Action Learning
Dari beberapa ribu metode ilmiah evolusi intelektual manusia telah
mempertahankan agar kehidupanya tetap pada level yang bermutu, salah satunya
adalah Action learning menurut Dr. Antony Hii seorang penggiat Action Learning
dari serawak menyimpulkan bahwa Action Learning adalah metode alternative
untuk melengkapi metode-metode peningkatan sumber daya manusia yang
menggunakan konsep baku diseluruh dunia melalui kurikulum klasikal (Action
Learning Sebuah Antisipasi Songsong Masa Depan « kalipaksi dot com.htm).
(Revans, 1980) Action Learning memiliki formula L = P + Q (L untuk learning, P
untuk program knowledge, Q untuk the questioning proces ).
Pepatah mengatakan bahwa ”pengalaman adalah guru yang paling baik”.
Maka hal yang sama telah dikemukakan oleh Confusius beberapa abad lalu ”what
i hear, i forget, what I hear and see, I remember a little, what I hear, see and ask
questions about or discus wuth some one else, I begin to understand, what I hear,
see, discus, and I do, I acquire knowledge and skill, what I teach to another, I
master”. Jika pernyataan Confusius tersebut dikembangkan secara sederhana,
maka akan didapat suatu cara belajar berupa cara belajar dengan cara mendengar
akan lupa, dengan cara mendengarkan dan melihat akan ingat sedikit, dengan cara
mendengar, melihat dan mendiskusikan dengan siswa lain akan paham, dengan
cara mendengar, melihat, diskusi dan melakukan akan memperoleh pengetahuan
dan keterampilan, dan cara untuk menguasai pelajaran yang terbaik adalah dengan
mengerjakan. Dengan mengalami materi belajar secara langsung, diharapkan
siswa dapat lebih membangun makna serta kesan dalam memori atau ingatannya.
Seperti halnya proses pembelajaran kontekstual yang menghubungkan dan
melibatkan siswa dengan dunia nyata, model ini pun lebih mengedepankan model
connected knowing (menghubungkan antara pengetahuan dengan dunia nyata),
dengan demikian pembelajaran dianggap sebagai bagian integral dari sebuah
kehidupan.
Action learning didasarkan pada pemahaman bahwa
orang belajar terbaik dari terlibat dengan masalah kehidupan nyata dan kemudian
mencerminkan pada apa yang terjadi sebagai akibat dari tindakan mereka dan
11
mengapa tindakan itu atau apakah tidak tepat. Action learning merupakan salah
satu strategi dari banyaknya strategi belajar aktif, ada sekitar 101 strategi
mengajar oleh Mel.Sibelmen. Action learning adalah belajar sambil berbuat,
bertindak dan bermain sesuai dengan kematangan dan perkembangan fisik dan
psikologis anak disajikan secara atraktif, kreatif dan aman. Action learning juga
belajar tindakan memberi kesempatan kepada siswa untuk mengalami dari dekat
suatu kehidupan nyata yang menyetting aplikasi topik dan isi yang dipelajari atau
didiskusikan di kelas. Penelitian di luar kelas menempatkan mereka dalam mode
penemuan dan memudahkannya menjadi kreatif dalam mendiskusikan
penemuannya kepada kelas. Keindahan aktivitas ini adalah bahwa ia dapat
digunakan dengan subjek atau aplikasi apapun.
Tahapan pelaksanaan langkah-langkah Action Learning disebutkan olehRevans (1969) dalam marquadt (2009) dalam Siti Zuhrotun Nisa (2009) adalahsebagai berikut : 1) clarify the objectives 2) group information 3) analyze theissues 4) presents the problem 5) determine goal 6) develop action 7) strategies 8)take action 9) presents the result. Revans menyebutkan langkah-langkah actionlearning sebagai berikut: 1) memperjelas tujuan informasi 2) berkelompok 3)menganalisis masalah 4) menyajikan masalah 5) menentukan tujuan 6)mengembangkan tindakan 7) strategi 8) mengambil tindakan 9) menyajikan hasil.
Revans (1969) dalam CLN editor’s team (2009) menyatakan bahwa “a
process for bringing together a group of people with varied levels of skills and
experience to analyze an actual work problem and develop an action plan”.
Proses untuk membawa bersama-sama sekelompok orang dengan mengintepretasi
tingkat keahlian dan pengalaman untuk menganalisis yang sebenarnya
pemasalahan bekerja dan mengembangkan rencana aksi (terjemahan bahasa
Indonesia dari sederet.com). Sedangkan menurut Mel.Sibelmen menyatakan
bahwa belajar adalah mengalami tindakan nyata atau menyeting kedalam situasi
yang nyata didalam kelas dan keindahan aktivitas ini adalah bahwa action
learning dapat digunakan dengan subjek atau aplikasi apapun.
Tahapan pelaksanaan langkah-langkah Action Learning menurut Mel Siberman
(2004:190-191) adalah sebagai berikut :
1) Penjelasan awal kepada siswa tentang topik dengan memberikan latarbelakang informasi melalui pelajaran yang didasarkan pada ceramah yangsingkat dan diskusi ( menyajikan gambar/foto tentang lingkungan hidup).
12
2) Menjelaskan bahwa mereka akan diberi kesempatan untuk mengalamitopik itu secara langsung dengan mengadakan perjalanan lapangan (fieldtrip) pada setting kehidupan nyata.
3) Mengelompokan kelas menjadi beberapa kelompok empat atau lima danmeminta siswa mengembangkan daftar pertanyaan dan atau hal-halkhusus yang seharusnya mereka cari selama “perjalanan lapangan”nya.
4) Perintahkan sub-kelompok tersebut untuk memaparkan pertanyaan-pertanyaan atau daftar barang-barang dan menyampaikannya kepada kelaslain.
5) Kelas kemudian akan mendiskusikan barang-barang dan mengembangkandaftar umum bagi setiap orang untuk digunakan.
6) Mengunjungi salah satu tempat untuk diobservasi7) Diberikan pertanyaan-pertanyaan dan biarkan mereka sendiri
membandingkan dengan kelompok lain.8) Siswa diharuskan untuk menyampaikan penemuannya di depan kelas.
Demikian Mel.Sibelmen mendeskripsikan langkah-langkah action
learning, sedangkan menurut Skipton Leonard, action learning adalah sebuah
proses yang melibatkan sekelompok kecil bekerja pada real masalah , mengambil
tindakan, dan belajar sambil berbuat demikian.
Langkah-langkah action learning menurut Skipton Leonard, (2007).sebagai berikut : 1) Project, challenge, task, or problem 2) Group of 4-8 peoplewith diverse perspectives 3) Reflective questioning and listening 4) DevelopingStrategies and taking action 5) Commitment to learning 6) Action learning coach.Proyek, tantangan, tugas, atau masalah 2) kelompok 4-8 orang dengan perspektifyang beragam 3) mempertanyakan reflektif dan mendengarkan 4)mengembangkan strategi dan mengambil tindakan 5) komitmen untuk belajar 6)tindakan belajar.
Revans, menyebutkan proses untuk membawa bersama-sama sekelompok
orang dengan mengintepretasi tingkat keahlian dan pengalaman untuk
menganalisis yang sebenarnya pemasalahan bekerja dan mengembangkan rencana
aksi. Menurut Mel. Sibelmen menyatakan bahwa belajar adalah mengalami
tindakan nyata atau menyetting kedalam situasi yang nyata didalam kelas dan
keindahan aktivitas ini adalah bahwa action learning dapat digunakan dengan
subjek atau aplikasi apapun. Sedangkan teori menurut Skipton sebuah proses yang
melibatkan sekelompok kecil bekerja pada real masalah , mengambil tindakan,
dan belajar sambil berbuat demikian/ action. Dari ketiga langkah-langkah tersebut
13
terlihat langkah-langkah Mel.Sibelmen lebih mudah untuk dipahami karena lebih
rinci dalam mendeskriptifkan langkah-langkah.
Dengan melihat teori-teori action learning yang pada dasarnya untuk
membuat siswa aktif dalam pembelajaran dan siswa belajar bukan hanya
mendengarkan saja, tetapi berperan aktif dalam keikutsertaanya untuk belajar.
Guru disini menjadi fasilitator, yang memfasilitasi siswa untuk belajar
menemukan apa yang dipelajarinya, semuanya terangkum dari modifikasi
langkah-langkah berikut:
a. Penjelasan tentang tugas.
b. Membentuk kelompok sesuai tugas.
c. Identifikasi masalah.
d. Menetapkan tujuan.
e. Menetapkan action.
f. Melaksanakan action.
g. Membuat laporan.
h. Presentasi.
2.1.3 Ilmu Pengetahuan Sosial
2.1.3.1 Hakekat Pembelajaran IPS
Ilmu pengetahuan sosial adalah program pendidikan yang
mengintergrasikan secara interdisiplin konsep ilmu-ilmu sosial dan humaniora.
Ilmu pengetahuan sosial lahir dari pakar pendidikan untuk membekali para siswa
supaya nantinya mereka mampu menghadapi dan menangani kompleksitas
kehidupan di masyarakat yang seringkali berkembang secara tidak terduga.
Perkembangan seperti itu dapat membawa dampak berbagai dampak yang luas.
Karena luasnya akibat terhadap kehidupan maka lahir masalah yang seringkali
disebut masalah sosial. Para peserta didik nantinya harus menghadapi gejala-
gejala seperti itu.
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang
diberikan mulai dari SD/ MI/ SDLB sampai SMP/ MTs/ SMPLB. IPS juga
merupakan mata pelajaran yang mengintegrasikan materi-materi terpilih dari
14
ilmu-ilmu sosial dan humaniora untuk kepentingan pengajaran kepada siswa. IPS
mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi yang berkaitan
dengan isu sosial. Mata pelajaran IPS yang diberikan pada jenjang SD/MI memuat
materi geografi, sejarah, sosiologi dan ekonomi. Peserta didik diharapkan dapat
menjadi warga Negara Indonesia yang demokratis, bertanggung jawab, serta
warga dunia yang cinta damai.
2.1.3.2 Ruang Lingkup IPS
Ruang Lingkup IPS mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut :
1. Manusia, tempat dan lingkungan
2. Waktu, keberlanjutan dan perubahan
3. Sistem sosial dan budaya
4. Perilaku ekonomi dan kesejahteraan
2.1.3.3 Tujuan Pembelajaran IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial adalah kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi ini dimaksudkan untuk mengenal, menyikapi dan
mengapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menanamkan kebiasaan
berpikir dan berperilaku ilmiah yang kritis, kreatif dan mandiri. Serta memiliki
tujuan sebagai berikut :
Mengenal konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya.
Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin
tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan ketrampilan dalam kehidupan
sosial.
Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan.
Memiliki memampuan berkomunikasi, bekerjasama, dan berkompetensi
dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
Pencapaian tujuan IPS dapat dimiliki oleh kemampuan siswa yang standar
dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam Kompetensi
15
Dasar (KD). Kompetensi dasar ini merupakan standar minium yang secara
nasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam pengembangan
kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada
pemberdayaan siswa untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan
pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Secara rinci SK dan KD untuk
mata pelajaran IPS yang diitujukan bagi bagi siswa kelas IV SD disajikan melalui
tabel 2.2 berikut ini.
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pembelajaran IPS Kelas IV
Semester II
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
1. Mengenal sumber daya
alam, kegiatan
ekonomi, dan kemajuan
teknologi di lingkungan
kabupaten/kota dan
provinsi
1. Mengenal aktivitas ekonomi yang berkaitan
dengan sumber daya alam dan potensi lain di
daerahnya
2. Mengenal pentingnya koperasi dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
3. Mengenal perkembangan teknologi
produksi, komunikasi, dan transportasi serta
pengalaman menggunakannya
4. Mengenal permasalahan sosial di daerahnya
(Permendiknas No. 22 Tahun 2006)
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Siti Zuhrotun Nisa. 2009. Peningkatan Partisipasi Siswa Kelas XI SMAN
2 Sukoharjo Dalam Pembelajaran Biologi Melalui Action Learning Untuk
Menstimulasi Kecerdasan Logis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1)
peningkatan partisipasi siswa dalam pembelajaran biologi melalui action learning
untuk menstimulasi kecerdasan logis pada pokok bahasan Sistem Reproduksi. 2)
peningkatan penguasaan konsep siswa dalam pembelajaran biologi melalui action
learning untuk menstimulasi kcerdasan logis pada pokok bahasan Sistem
Reproduksi. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Classroom
16
Action Research) dengan desain penelitian yang terdiri dari dua siklus dan tiap
siklus terdiri dari 4 tahap yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
Subyek penelitian adalah siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 2 Sukoharjo yang
berjumlah 38 orang. Pengumpulan data dilaksanakan dengan angket, observasi
dan wawancara. Data yang terkumpul disusun dalam bentuk tabel dan grafik dan
selanjutnya dianalisis. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik analisis kualitatif. Analisis kualitatif mendeskripsikan data hasil angket,
observasi dan wawancara selama pelaksanaan tindakan. Hasil penelitian
membuktikan bahwa dengan pelaksanaan tindakan kelas dapat meningkatkan
partisipasi siswa dalam pembelajaran biologi. Hal ini didasarkan pada hasil
angket, observasi dan wawancara. Rata-rata nilai persentase capaian setiap
indikator dari angket partisipasi siswa untuk siklus 1 76,79% dan siklus 2 77,74%.
Sedangkan rata-rata nilai persentase capaian setiap indikator yang didapatkan dari
hasil observasi untuk siklus 1 sebesar 62,14% dan siklus 2 89,47%. Penguasaan
konsep siswa yang dilihat dari ketuntasan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal)
pada siklus 1 sebesar 81,58% dan pada siklus 2 sebesar 100%, meningkat sebesar
18,42%. Hasil wawancara menunjukkan 27 orang siswa menyatakan bahwa
optimalisasi kecerdasan logis melalui penerapan metode action learning dapat
meningkatkan partisipasi siswa dalam pembelajaran biologi. Kelebihan dalam
penelitian ini meningkatkan partisipasi aktif siswa dan pemahaman penguasaan
konsep siswa dalam pelajaran biologi. Kekurangan dalam penelitian ini
membutuhkan waktu khusus untuk wawancara secara individu dengan siswa.
Win Aung, B.Ed., M.A. (Ed.). in partial fulfillment of the award of Doctor
of Education 2009. Participatory Action Learning: an Approach to Generative
Curriculum Development of Parenting Education Programmes. Studi ini
membahas suatu pendekatan di mana para profesional bekerja dengan orang
dalam masyarakat untuk pengembangan program pendidikan orang tua untuk ibu
untuk meningkatkan praktik perawatan anak usia dini mereka. Fokus dari
Penelitian adalah proses pengembangan kurikulum generatif, menerapkan
partisipatif dan dialogis pedagogis prinsip dan praktek yang memfasilitasi
pemberdayaan dan pembelajaran emansipatoris dalam pendidikan orang tua
17
program. Dengan demikian, tinjauan literatur berkaitan dengan dua bidang: yang
pertama adalah pada konsep dan praktek perawatan anak usia dini dan
pembangunan dengan beberapa highlights pada pendidikan orang tua, dan yang
kedua pada teori dan praktek pemberdayaan dan pendidikan orang dewasa
emansipatoris dengan mengacu pada pendekatan Pengembangan Kurikulum
generatif untuk berbaur pengetahuan lokal dan pengetahuan akademik profesional
pada anak usia dini perawatan dan pengembangan.
Karena fokus penelitian adalah proses untuk perubahan di penitipan anak
praktek ibu serta praktek pedagogik dari orang dewasa pendidik, penelitian aksi
partisipatif dianggap sebagai yang sesuai metodologi penelitian dan pembelajaran
tindakan partisipatif sebagai pembelajaran yang pendekatan. Ada dua lingkaran
tindakan belajar terlibat dalam penelitian ini: pendidikan pengasuhan tindakan
belajar lingkaran dan tindakan pedagogik belajar lingkaran. Parenting lingkaran
tindakan belajar ditangani dengan peningkatan awal praktek perawatan anak dari
ibu sedangkan tindakan pedagogik belajar lingkaran dieksplorasi praktek
pedagogik lebih efektif dari orang tua pendidik. Data dikumpulkan dari kedua
lingkaran dan analisis data dilakukan secara kontinyu dan progresif, bersama
dengan siklus berulang tindakan pembelajaran partisipatif dengan menggunakan
metode komparatif konstan berdasarkan pada metodologi grounded theory (Glaser
& Strauss, 1967). Kelebihan penelitian ini adalah pemberdayaan masyarakat
tentang perawatan anak usia dini, proses perubahan di penitipan anak dan praktek
ibu serta praktek pedagogik dari orang dewasa. Kekurangan penelitian ini
memerlukan waktu yang sangat lama dan membutuhkan data yang kontinyu dan
tindakan progresif bersama dengan siklus berulang untuk melakukan penelitian.
Karena penelelitian ini memakai banyak koresponden untuk diteliti, jadi
diperlukan keuletan dan kedisiplinan dalam penelitian.
Mackay, S. 2002, Interprofessional education: an action learning approach
to the development and evaluation of a pilot project at undergraduate level , PhD
thesis, University of Salford, UK. Tesis ini menggunakan pendekatan
pembelajaran tindakan untuk mencapai dua tujuan. Pertama untuk
mengembangkan pengetahuan penulis penelitian dan metode penelitian dan kedua
18
untuk merancang, menyampaikan dan mengevaluasi pendidikan interprofessional
(IPE). Modul IPE sarjana dirancang menggunakan Teori Korespondensi dan
disampaikan, pada bulan Februari 1999, untuk mahasiswa tingkat akhir
kebidanan, terapi keperawatan, pekerjaan dan radiografi melalui pendekatan
pembelajaran berbasis masalah. Pengalaman IPE dievaluasi dalam dua tahap.
Tahap satu adalah evaluasi positivis / post-positivis dan menggunakan pendekatan
kuasi-eksperimental. Kuesioner mengukur persepsi peran, subyek dan
pengetahuan keterampilan yang satu profesi yang lain mengenai profesi dan
antusiasme peserta untuk IPE. Wawancara kelompok pra dan pasca modul dengan
staf dan siswa juga dilakukan. Tahap dua adalah 1-tahun tindak lanjut dari
persepsi siswa tentang pengalaman mereka pada modul dan menggunakan
pendekatan interpretivist. Data ini wawancara dianalisis dari perspektif
fenomenologis. Tahap satu hasil menunjukkan beberapa perbedaan statistik yang
signifikan untuk beberapa item kuesioner tetapi sedikit lebih dari yang diharapkan
secara kebetulan. Wawancara dan belajar data indeks menunjukkan bahwa siswa
telah belajar tentang subjek pengetahuan profesi lain dengan semua siswa
dikombinasikan belajar paling banyak tentang subjek pengetahuan untuk perawat.
Kebidanan terungkap sebagai profesi bahwa siswa telah belajar paling banyak
tentang pengetahuan keterampilan. Ada perbedaan signifikan secara statistik
antara antusiasme profesi 'untuk IPE dengan radiografi yang paling antusias.
Tahap dua menemukan beberapa tema termasuk faktor yang memiliki efek
merugikan pada kerja interprofessional (IPW), efek positif dari modul pada
praktek dan pandangan positif dan negatif dari IPE. Saya pribadi condong
membuat saya bertanya pendekatan yang lebih luas untuk penelitian dan
mengembangkan pemahaman saya tentang paradigma penelitian. Saya
memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam penelitian kualitatif dan
diperbaiki saya wawancara dan keahlian analisis. Masa depan pendidikan
multiprofessional positif di kedua fakultas dan tingkat NHS dan saya
menyimpulkan bahwa ada kebutuhan untuk bentuk beragam IPE termasuk
pengiriman dalam konteks klinis. Penelitian di masa depan dalam hasil IPE harus
menggunakan paradigma kualitatif.). Kelebihan penelitian ini Pertama untuk
19
mengembangkan pengetahuan penulis penelitian dan metode penelitian dan kedua
untuk merancang, menyampaikan dan mengevaluasi pendidikan interprofessional
(IPE). Kekurangan penelitian ini adalah Tahap satu adalah evaluasi positivis /
post-positivis dan menggunakan pendekatan kuasi-eksperimental. Kuesioner
mengukur persepsi peran, subyek dan pengetahuan keterampilan yang satu profesi
yang lain mengenai profesi dan antusiasme peserta untuk IPE. Wawancara
kelompok pra dan pasca modul dengan staf dan siswa juga dilakukan. Tahap dua
adalah 1-tahun tindak lanjut dari persepsi siswa tentang pengalaman mereka pada
modul dan menggunakan pendekatan interpretivist, memerlukan waktu yang lama
dan harus banyak menganalisis data.
Heliyah, 2011. Penerapan Strategi Action Learning Untuk Meningkatkan
Keterampilan Berkomunikasi Ilmiah Pada Materi Pertumbuhan dan
Perkembangan di Kelas VIII SMP NEGERI 6 SURAKARTA Tahun 2010/2011.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan strategi pembelajaran Action
Learning dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi ilmiah. Melalui
setrategi ini siswa memperoleh kesempatan untuk lebih berkembang. Siswa
semakin aktif dan terlibat dalam diskusi dan praktikum. Keterlibatan siswa dalam
pembelajaran membuat pemahaman materi meningkat. Pengalaman langsung
memberi kepercayaan pada siswa untuk mengungkapkan pikirannya, menjadi
lebih terampil dalam berkomunikasi baik secara lisan maupun tertulis.
Peningkatan keterampilan berkomunikasi ilmiah siswa dapat dilihat melalui hasil
angket dan observasi. Persentase akhir capaian setiap indikator dari angket
keterampilan berkomunikasi ilmiah siswa saat pra siklus sebesar 66,39%, siklus I
sebesar 76,30% dan siklus II sebesar 81,34%. Persentase akhir capaian setiap
indikator dari observasi keterampilan berkomunikasi ilmiah siswa saat prasiklus
sebesar 15,33%, siklus I sebesar 56,36%, dan siklus II sebesar 75,13%. Kelebihan
dalam penelitian ini adalah meningkatkan ketrampilan berkomunikasi ilmiah dan
siswa semakin aktif dalam pemahaman materi untuk mengungkapkan pikirannya
menjadi lebih terampil dalam berkomunikasi. Kekurangannyadalam penelitian ini,
mengukur ketrampilan berkomunikasi yang hanya dilihat melalui angket saja
dirasa masih kurang.
20
Astri Astuti. K4305006. Pendidikan Biologi FKIP Universitas Sebelas
Maret Surakarta. “Peningkatan Partisipasi dan Motivasi Belajar Biologi Melalui
Action Learning Pada Siswa Kelas X.6 SMAN 5 SURAKARTA Tahun Pelajaran
2009/2010”. Skripsi. 2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui Action
Learning, siswa dapat meningkatkan partisipasi dan motivasi belajar biologi.
Peningkatan partisipasi dan motivasi belajar biologi dapat dilihat melalui hasil
angket, observasi dan wawancara. Persentase akhir capaian setiap indikator dari
angket partisipasi pada prasiklus sebesar 65,39%, siklus I sebesar 70,93%, siklus
II sebesar 78,17%. Persentase akhir capaian setiap indikator dari observasi
partisipasi pada prasiklus 64%, siklus I sebesar 70,8%, siklus II 79,2%. Persentase
akhir capaian setiap indikator dari angket motivasi belajar pada prasiklus sebesar
67,83%, siklus I sebesar 73,4%, siklus II sebesar 77,45 Persentase akhir capaian
setiap indikator dari observasi motivasi belajar pada prasiklus 67,1%, siklus I
sebesar 72,36%, siklus II 77,27%. Rata-rata nilai ulangan harian siswa pada
prasiklus sebesar 59,44, siklus I sebesar 67,52, siklus II sebesar 75,84.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah Action Learning, siswa mampu
meningkatkan partisipasi dan motivasi belajar biologi pada kelas X.6 SMA Negeri
5 Surakarta. Kelebihan dalam penelitian ini, peningkatan partisipasi aktif dan
motivasi belajar biologi siswa. Kekurangan penelitian ini variabel dalam
penelitian ini mungkin perlu ditambah variabel hasil belajar, karena ada rata-rata
ulangan harian siswa yang diteliti.
21
2.3 Kerangka Berpikir
Pembelajaran konvensional/biasa yang diajarkan menyebabkan siswa yang
hanya 80% mendengarkan dan tanpa mau mengungapkan pendapat menyebabkan
mengantuk karena guru menyampaikan materi hanya dengan ceramah saja dan
akhirnya proses berpikir abstrak ke konkret menyebabkan hasil belajar rendah.
Berpijak bahwa asumsi belajar adalah mengalami sesuatu. Proses belajar
adalah berbuat, bereaksi, mengalami serta, menghayati situasi-situasi yang
sebenarnya dan dengan serius terhadap berbagai aspek situasi itu demi tujuan
yang nyata bagi siswa sehingga akhirnya siswa mendapatkan pengalaman sebagai
kompetensi. (Revans, 1980) Action Learning memiliki formula L = P + Q (L
untuk learning, P untuk program knowledge, Q untuk the questioning proces ).
Seperti halnya proses pembelajaran kontekstual yang menghubungkan dan
melibatkan siswa dengan dunia nyata, model ini pun lebih mengedepankan model
connected knowing (menghubungkan antara pengetahuan dengan dunia nyata),
dengan demikian pembelajaran dianggap sebagai bagian integral dari sebuah
kehidupan. Perubahan paradigma dari pembelajaran konvensional/biasa menjadi
siswa yang aktif dalam pembelajaran yang sesuai dengan apa yang diharapkan di
kurikulum 2006 dimana siswa dituntut lebih aktif dalam setiap pembelajaran.
Untuk mengatasi paragidma ini, guru mencoba menggunakan action learning.
Action learning adalah belajar sambil berbuat, bertindak dan bermain sesuai
dengan kematangan dan perkembangan fisik dan psikologis anak disajikan secara
atraktif, kreatif dan aman. Langkah-langkah action learning sebagai berikut :
1. Penjelasan tentang tugas
Pembelajaran awal kepada siswa tentang topik dengan memberikan
latar belajkang informasi melalui pelajaran dengan ceramah dan
menyajikan gambar dan foto sedangkan siswa menyimak dengan
seksama materi yang diberikan oleh guru.
2. Membentuk kelompok
Pada tahapan ini siswa dikelompokan kedalam kelompok untuk
nantinya melakukan diskusi, kerja lapangan dan presentasi.
22
3. Identifikasi masalah
Setelah siswa dikelompokan, siswa diberi masalah untuk di identifikasi
oleh siswa secara berkelompok.
4. Menetapkan tujuan
Siswa tetap masuk didalam kelompok dan mendiskusikan apa yang
akan menjadi tujuan dalam kerja lapangan nanti.
5. Menetapkan action
Setelah menetapkan tujuan siswa dengan segera menetapkan action
yang akan dilakukan di dalam kerja lapangan.
6. Melaksanakan action
Siswa secara berkelompok sesuai dengan tujuan kerja lapangan dan
tempatnya menuju ke tempat kerja lapangan untuk wawancara,
melakukan aktifitas.
7. Membuat laporan
Setelah melakukan action siswa kembali masuk kedalam kelas untuk
membuat laporan kerja lapangan.
8. Presentasi
Siswa melakukan presentasi, setelah tadi sudah melakukan kerja
lapangan dan berdiskusi untuk membuat laporan, siswa harus
mempresentasikan hasil dari laporan kerja lapangan.
Untuk mengukur keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran,
maka pengukuran dilakukan dengan adanya penilaian proses dan tes formatif
seperti: Menyimak, diskusi, kerja lapangan, presentasi dan tes formatif. Skor
capaian pengukuran ini akan menunjukkan kenaikan skor yang signifikan. Untuk
itu, guru perlu melakukan pemantapan tindakan yaitu mengulang kembali dengan
metode Action Learning yang diharapkan tercapai yaitu hasil belajar IPS siswa
optimal. Penjelasan lebih rinci disajikan dalam gambar 2.1.
23
Gambar 2.1Hubungan Antara Hasil Belajar IPS dan Action Learning
ACTION LEARNING
PBM
GURU MENYAMPAIKANDENGAN CERAMAH
SISWA MENDENGARKANDAN MENGANTUK
PROSES BERPIKIRABSTRAK KE KONKRET
FASILITATOR/PENDAMPING
PEMBELAJARANKONVENSIONAL
HASIL BELAJAR< KKM
PENILAIAN HASILBELAJAR
MENYIMAK MATERI KEGIATAN EKONOMI DAN LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN
MEMBENTUK KELOMPOK
IDENTIFIKASI MASALAH
HASIL BELAJAR≥ KKM
KEMBALI KE KELAS
MENETAPKAN ACTION
PENILAIAN PROSES
MENGUNJUNGI TEMPATKEGIATAN EKONOMI
MELAKUKAN WAWANCARA, MEMBUAT STIK ES, SUJEN, BATUBATA
KERJA KELOMPOK MEMBUAT LAPORAN
DISKUSI KELAS DAN PRESENTASI KELOMPOK
TES TERTULIS
24
2.4 Hipotesis
Mendasarkan pada kerangka berpikir, maka hipotesis adalah peningkatan
hasil belajar IPS kelas IV semester II tahun ajaran 2011/2012 dapat diupayakan
melalui action learning di SD Negeri 2 Pajerukan Kecamatan Kalibagor
Kabupaten Banyumas.