bab ii kajian pustaka - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/1828/6/2012-2-14201-841408013-bab2... ·...
TRANSCRIPT
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Salah satu faktor yang paling mempengaruhi apa yang akan terjadi selama
proses melahirkan adalah memilih penolong dalam membantu proses melahirkan
(Anonym, 2009).
1. Definisi
Pemilihan penolong persalinan adalah suatu penetapan pilihan penolong
persalinan terhadap persalinan ibu yang melahirkan.
2. Macam-Macam Penolong Persalinan Menurut Syafrudin (2009) dalam
pelayanan kesehatan ibu dan anak, dikenal beberapa jenis tenaga yang
memberi pertolongan kepada masyarakat. Jenis tenaga tersebut adalah
sebagai berikut :
a). Tenaga kesehatan, meliputi : dokter spesialis dan bidan.
b). Tenaga non kesehatan :
(1) Dukun terlatih : Dukun yang telah mendapatkan pelatihan oleh tenaga
kesehatan dan telah dinyatakan lulus.
(2) Dukun tidak terlatih : Dukun yang belum pernah dilatih oleh tenaga
kesehatan atau dukun yang sedang dilatih dan belum dinyatakan lulus.
2.1 Tinjauan umum tentang Penolong Persalinan
Tenaga penolong persalinan adalah orang yang memberikan pertolongan
persalinan selama persalinan berlangsung. Pada dasarnya ada dua jenis tenaga
penolong persalinan, yaitu mereka yang mendapat pendidikan formal (Tenaga
Medis), seperti bidan, dokter umum,dokter ahli, dan mereka yang tidak mendapat
pendidikan formal melainkan mendapat keterampilan secara tradisional (Tenaga
Non medis) seperti dukun beranak (Firani, Novi, 2009).
Bidan adalah seseorang yang telah menjalani program pendidikan bidan,
yang diakui oleh Negara tempat ia tinggal, dan telah berhasil menyelesaikan studi
terkait kebidanan serta memenuhi persyaratan untuk terdaftar dan atau memiliki
izin formal untuk praktik bidan. Bidan dikenal sebagai professional yang
bertanggung jawab yang bekerja sebagai mitra perempuan dalam memberikan
dukungan yang diperlukan, asuhan dan saran selama kehamilan, periode
persalinan, dan postpartum, melakukan pertolongan persalinan dibawah tanggung
jawab sendiri, serta memberikan perawatan pada bayi baru lahir (Soepardan,
2008).
Tugas bidan adalah :
a. Memberi bimbingan, asuhan, dan nasihat kepada remaja (sebagai calon
ibu), ibu hamil termasuk ibu hamil dengan resiko tinggi, ibu melahirkan,
ibu nifas, ibu menyusui, serta ibu dalam masa klimakterium dan
menopause.
b. Menolong ibu yang melahirkan dan memberi asuhan pada bayi dan anak-
anak prasekolah.
c. Memberi pelayanan keluarga berencana dalam rangka mewujudkan
keluarga kecil, sehat, dan sejahtera.
d. Melakukan tindakan pencegahan dan deteksi terhadap kondisi ibu dan
anak balita yang mengalami gangguan kesehatan, serta memberi bantuan
pengobatan sebagai pertolongan pertama sebelum tindakan medis lebih
lanjut dilakukan.
e. Melakukan penyuluhan kesehatan khususnya mengenai kehamilan pra
perkawinan, penyakit kandungan yang terkait dengan kehamilan dan
keluarga berencana, kesehatan balita, gizi, dan kesehatan lingkungan
keluarga.
f. Membimbing dan melatih calon bidan, dukun bayi, serta kader kesehatan
dalam lingkup pelayanan kebidanan.
g. Mengkaji kegiatan pelayanan asuhan kebidanan yang dilakukan untuk
perbaikan dan peningkatan.
h. Memotivasi dan menggerakkan masyarakat terutama kaum wanita dalam
rangka mewujudkan kesehatan serta kesejahteraan keluarga (Soepardan,
2008).
Dukun bayi adalah anggota masyarakat, pada umumnya seorang wanita yang
mendapat kepercayaan serta memiliki keterampilan menolong persalinan secara
tradisional dan memperoleh keterampilan tersebut secara turun temurun, belajar
secara praktis atau cara lain yang menjurus kearah peningkatan keterampilan
tersebut serta melalui petugas kesehatan (Marpaung, 2010).
2.2 Tinjauan umum tentang Persalinan
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang telah cukup bulan
(setelah 37 minggu) atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lain, dengan
bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri) (dalam elvistron, 2009).
Tahap – tahap penting dalam persalinan :
a. Tahap 1
Tahap pertama ini di sebut juga tahap dilasi di mulai saat kontraksi-
kontraksi yang di alami ibu telah membuka serviks. Tahap ini berakhir
ketika serviks ternbuka seluruhnya. Tahap satu bisa saja kurang dari 1
jam, atau dia bisa berlangsung selam 1 hari 1 malam, bahkan ada yang
sampai 3 hari 3 malam.
b. Tahap 2
Adalah bagian dari persalinan ketika ibu mendorong keluar bayinya dari
rahim untuk turun kevagina, lalu melahirkan bayinya keluar. Tahap 2 di
mulai ketika serviks terbuka seluruhnya, dan berakhir ketika bayi sudah
berada di luar tubuh ibunya.
c. Tahap 3
Persalinan yaitu setelah bayi lahir, plasenta harus segera di lahirkan.
Tahap ini biasanya berlangsung kurang dari 1 jam (klein, 2011).
2.3 Tinjauan umum tentang pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang di milikinya (mata, hidung, telinga, dan
sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat di pengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi
terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang di peroleh melalui indera
pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang
terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda
(Notoatmodjo, 2010).
Secara garis besarnya di bagi dalam 6 tingkatan pengetahuan yaitu :
a. Tahu ( know )
Tahu diartikan hanya sebagai racall (memanggil) memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya tahu bahwa buah tomat
banyak mengandung vitamin C, jamban adalah tempat membuang air
besar, penyakit demam berdarah di tularkan oleh gigitan nyamuk Aedes
Agepti, dan sebagainya.
b. Memahami ( comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak
sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat
menginterpretasikan secara benar tentang objek yang di ketahui tersebut.
Misalnya orang memahami cara pemberantasan penyakit demam berdarah.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang
dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang
diketahui tersebut pada situasi yang lain. Misalnya seseorang yang telah
paham tentang proses perencanaan.
d. Analisis (analysis).
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau
misahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang
terdapat dalam suatu masalah atau objek yang di ketahui. Indikasi bahwa
pengetahuan seseorang sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila
orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan,
mengelompokan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas
objek tersebut.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau
meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen
pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah menyusun
formulasi dari formulasi-formulasi yang telah ada.
f. Evaluasi ( evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini
dengan sendirinya di dasarkan pada suatu criteria yang ditentukan sendiri
atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat.
Pentingnya aspek pengetahuan dalam pemilihan pertolongan persalinan dapat
dilihat dari pendapat Cholil (2004) yang menyatakan bahwa kematian ibu
melahirkan lebih banyak terjadi karena pendarahan, maka perlu dilakukan upaya
peningkatan pengetahuan dengan pengadaan pelatihan pada para bidan dan ibu-
ibu yang akan melahirkan (Juliwanto, 2009).
2.4 Tinjauan umum tentang Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberikan respon
terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan
memberikan respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan
alasan berfikir sejauh mana keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari
gagasan tersebut. Perempuan yang tidak lagi meyakini atau sudah mulai longgar
keyakinanya dengan adat istiadat.
Biasanya kalangan ini memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Mereka
lebih mudah mengadopsi informasi tentang kesehatan baik dari bidan atau tenaga
kesehatan ataupun media cetak maupun elektronik. Mereka berpendapat bahwa
pendidikan kesehatan dan bidan lebih bermanfaat untuk kesehatan mereka dan
bayinya dan mereka meyakini kalau memeriksakan kehamilan kepada tenaga
kesehaan, pertolongan persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, tanpa
memperdulikan adat istiadatpun bayinya akan selamat. Oleh karena itu mereka
berpendapat tidak ada gunanya mengikuti pantangan kalau tidak rasional
alasanya. Perempuan dan kalangan ini biasanya hanya akan memilih tenaga
kesehatan sebagai penolong selama kehamilan, persalinan maupun nifasnya
(Anonym, 2009).
Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti di dalam
pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan kearah
yang lebih dewasa, lebih baik, dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau
masyarakat. Pendidikan dapat mempengaruhi pengetahuan ibu, dimana kurangnya
pengetahuan yang didapat cenderung mengakibatkan ketidaktahuan masyarakat
tentang pentingnya mengkonsumsi makan bergizi ataupun mengetahui berbagai
masalah kesehatan dan penyakit infeksi khususnya pada balita.
Di Indonesia, terkenal dengan penetapan sebuah paket dalam sistem
pendidikan yaitu WAJAR (Wajib Belajar) sembilan tahun. Artinya bahwa tingkat
pemahaman seseorang dianggap cukup apabila ia mampu menyelesaikan studinya
sampai pada tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP).
Pendidikan adalah suatu proses yang lebih luas dari pada yang berlangsung
dalam sekolah saja. Pendidikan adalah suatu aktivitas sosial yang esensial yang
memungkinkan masyarakat yang kompleks dan modern. Fungsi pendidikan ini
mengalami proses spesealisasi dan lembaga dan pendidikan formal, yang tetap
berhubungan dengan proses pendidikan informal di luar sekolah.
Pendidikan menurut Richey, dalam bukunya “Planning for Thacing dan
Introduction to education” dinyatakan bahwa pendidikan berkenaan dengan
fungsi yang luas dan pemeliharaan dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat
terutama membawa warga masyarakat yang baru (generasi muda) bagi penuaian
kewajiban dan tanggung jawabnya di dalam masyarakat.
Tingkat pendidikan merupakan dasar dalam pengembangan wawasan serta
untuk memudahkan bagi seseorang untuk menerima pengetahuan sikap dan
perilaku yang baru. Tingkat pendidikan formal yang pernah diperoleh seseorang
akan meningkatkan daya nalar.
Untuk wilayah Indonesia tingkat pendidikan dapat dibedakan :
a. Pendidikan formal adalah yang melalui proses belajar mengajar yang
diatur dan sadar dilakukan sejak tingkat rendah sampai yang lebih tinggi.
Pendidikan formal adalah pendidikan yang diperoleh di sekolah secara
teratur, dinamis, bertingkat dan mengikuti syarat-syarat yang jelas dan
ketat yang dimulai dari pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) dan sampai
Perguruan Tinggi (PT).
b. Pendidikan informal adalah pendidikan yang diperoleh dari seseorang dari
pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar sejak lahir sampai
mati dalam keluarga, pekerjaan atau pengalaman.
c. Pendidikan non formal adalah pendidikan yang diatur dengan sadar
dilakukan tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan yang tetap dan ketat,
pendidikan yang berlangsung dalam masyarakat (Notoatmodjo, 2005).
Pendidikan berkenaan dengan fungsi yang luas dan pemeliharaan dan
perbaikan hidup suatu masyarakat terutama membawa warga masyarakat yang
baru (generasi muda) bagi penuaian kewajiban dan tanggung jawabnya di dalam
masyarakat. Jadi pendidikan adalah suatu proses yang lebih dari pada proses yang
berlangsung di dalam sekolah saja. Pendidikan adalah suatu aktifitas sosial yang
esensial yang meningkatkan masyarakat yang kompleks, modern, fungsi
pendidikan ini mengalami proses spesialisasi dan melembaga dalam pendidikan
formal, yang tetap berhubungan dengan proses pendidikan informal di luar
sekolah. Pendidikan secara umum menurut Notoatmodjo (2003) adalah segala
upaya direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau
masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku
pendidikan.
Dari batasan ini tersirat unsur-unsur pendidikan yakni :
a. Input adalah sasaran pendidikan (individu, kelompok, masyarakat) dan
pendidik (pelaku pendidikan).
b. Proses (upaya yang dilakukan untuk mempengaruhi orang lain)
c. Output (melakukan apa yang diharapkan atau perilaku).
Pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha manusia membina
keperibadian sesuai dengan nilai-nilai dan kebudayaan manusia. Proses
pendidikan dapat dikatakan berjalan sepanjang peradaban manusia untuk
melestarikan hidupnya.
Pendidikan adalah suatu proses pembangunan keperibadian dan intelektual
seseorang secara sadar dan penuh tanggung jawab dengan sasaran pendidikan
yang diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Anak-anak
dari ibu yang mempunyai latar belakang pendidikan yang lebih tinggi akan
mendapat kesempatan hidup serta tumbuh lebih baik. Hal ini disebabkan karena
keterbukaan mereka untuk menerima perubahan atau hal-hal baru untuk
pemeriksaan kesehatan anaknya.
Tingkat pendidikan ibu yang rendah membuat mereka sering mendapat
perlakuan diskriminatif dalam keluarga, misalnya untuk makanan, pendidikan,
kesehatan dan kemampuan untuk mengakses pelayanan kesehatan. Akibat dari hal
ini menyebabkan kaum wanita terpaksa menjalani gaya hidup yang kurang sehat
sehingga tidak mampu melaksanakan upaya promotif, preventif maupun kuratif
bagi dirinya sendiri.
Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan dalam
bidang kesehatan. Dilihat dari segi pendidikan, pendidikan kesehatan adalah suatu
pedagogik praktis atau praktik pendidikan. Oleh sebab itu konsep pendidikan
kesehatan adalah konsep pendidikan yang diaplikasikan pada bidang kesehatan.
Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti dalam
pendidikan itu terjadi proses pertumbuan, perkembangan, atau perubahan ke arah
yang lebih dewasa, lebih baik, dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau
masyarakat (Notoatmodjo, 2007).
2.5 Tinjauan umun tentang pendapatan
Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan sekunder
keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih mudah tercukupi dibanding
keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan
kebutuhan akan informasi pendidikan. Hal ini menjadi alasan perempuan untuk
lebih memilih dukun sebagai penolong. Karena mereka beralasan bahwa dukun
lebih murah dibanding tenaga kesehatan lainnya. Mereka menganggap dukun
murah karena mereka dapat membayarnya dengan beras, kelapa atau ayam yang
tersedia di rumah mereka. Mereka tidak ingin memilih bidan karena mereka harus
membayar bidan dengan uang yang kadang-kadang tidak tersedia di rumah
mereka (anonym, 2009).
Sebaliknya, perempuan yang menganggap bahwa biaya ke dukun sama
dengan ke bidan, hanya cara pembayarannya yang berbeda cenderung akan
memilih bidan. Mereka berpendapat bahwa, jika memilih bidan mereka harus
membayar dengan uang yang relatif banyak dalam sekali waktu, tetapi jika
mereka memilih dukun, mereka harus membayar secara berkesinambungan
sampai periode nifas (Arsyad dalam Moha, 2010).
Tolak ukur lain BPS (Biro Pusat Statistik), garis kemiskinan berdasarkan
pengeluaran dalam rupiah, tergolong kurang mampu apabila pendapatan perkapita
per bulan Rp.< 762.500 (Biro Pusat Statistik [BPS], 2011).
Tingkat pendapatan yang memadai akan memberikan kemungkinan-
kemungkinan yang lebih besar untuk datang ke fasilitas kesehatan, memeriksakan
diri, serta mengambil obat. Hal ini dapat dihubungkan dengan biaya transportasi
yang dimiliki. Jadi dari tingkat pendapatan yang memadai dapat diharapkan
penderita akan berobat secara teratur walaupun jarak ketempat pelayanan
kesehatan jauh. (Arsyad dalam Moha, 2010).
2.6 Tinjauan Umum tentang Jarak pelayanan kesehatan
Sulitnya pelayanan kesehatan yang dicapai secara fisik menentukan
permintaan terhadap pelayanan kesehatan. Jarak fisik adalah jarak antara tempat
tinggal responden dengan puskesmas hal ini juga mempunyai pengaruh yang
sangat besar dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Makin besar jumlah
kunjungan ke pusat pelayanan tersebut. Begitu pula sebaliknya makin jauh rumah
dari pusat pelayanan kesehatan, maka kecil pula jumlah kunjungan ke pusat
pelayanan kesehatan. (Azwar dalam Moha, 2010).
Secara nasional, jumlah fasilitas pelayanan kesehatan terus meningkat namun
aksesibilitas masyarakat terutama penduduk miskin di daerah tertinggal, terpencil,
perbatasan dan kepulauan terhadap fasilitas pelayanan kesehatan masih terbatas.
Pada tahun 2007, rasio puskesmas terhadap penduduk adalah 3,6 per 100.000
penduduk. Selain itu, jumlah puskesmas pembantu (Pustu) dan puskesmas keliling
(Pusling) terus meningkat. Akses masyarakat dalam mencapai sarana pelayanan
kesehatan dasar cukup baik, yaitu 94 persen masyarakat dapat mengakses sarana
pelayanan kesehatan kurang dari 3 kilometer (km) (Riskesdas, 2007).
Menganalisi fungsi jarak sebagai suatu harga yang berpengaruh pada demand
terhadap pelayanan medis adalah elastisitas harga yang negatif pada penyedia
gratis dan positif pada penyedia yang memungut bayaran. Feldstein dalam radjak
(2005) menyatakan bahwa jarak merupakan variabel yang penting yang
mempengaruhi ultilisasi ataupun akses ke pelayanan kesehatan (Wardani, 2007).
Keterjangkauan merupakan proses penilaian membatasi sejauh mana proyek
atau sesuatu dapat diakses. Jarak membatasi kemampuan dan kemauan wanita
untuk mencapai pelayanan, terutama jika sarana transportasi yang teersedia
terbatas, komunikasi sulit dan di daerah tersebut tidak trsedia tempat pelayanan.
Menurut Tarigan tingkat aksesibilitas di pengaruhi oleh jarak, kondisi
prasarana perhubungan, ketersedian berbagai sarana peenghubung termasuk
frekuensinya dan tingkat keamanan serta kenyamanan untuk melalui jalur tersebut
(Wardani, 2007).
Pada umumnya pasien-pasien akan mencari tempat pertolongan kesehatan ke
fasilitas kesehatan yang berlokasi di dekat tinggal mereka. Bila karena alasan
tertentu mereka mendatangi tempat pelayanan yang jauh maka petugas klinik
harus mampu membantu dan menjelaskan fasilitas kesehatan terdekat yang dapat
memberikan perawatan dan pelayanan kesehatan lanjutan. Fasilitas kesehatan
tersebut harus memiliki kemampuan yang dapat di andalkan melayani berbagai
keperluan pemulihan kondisi kesehatan (Wardani, 2007).
2.7 Tinjauan umum tentang sosial budaya
Budaya merupakan cara berpikir dan merasa untuk kemudian dinyatakan
dalam seluruh kehidupan sekelompok manusia yang membentuk masyarakat
dalam suatu ruang dan waktu tertentu. Budaya merupakan semua hasil karya, rasa,
dan cipta masyarakat (Sidi Gazalba dalam Lasari, 2012).
Kebudayaan merupakan keseluruhan kompleks pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan- kemampuan dan kebiasaan-
kebiasaan yang didapatkan manusia sebagai anggota masyarakat (Edward Burnett
Tylor dalam Lasari, 2012).
Kebudayaan adalah sebuah sistem berupa konsepsi-konsepsi yang diwariskan
dalam bentuk simbolik sehingga dengan cara inilah manusia mampu
berkomunikasi, melestarikan, dan mengembangkan pengetahuan serta sikapnya
terhadap kehidupan (Cilfford Geertz dalam Lasari, 2012).
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai
kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan
meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga
dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan
perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia
sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat
nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial,
religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia
dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
a. Wujud Kebudayaan
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga:
gagasan, aktivitas, dan artefak.
1. Gagasan (Wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk
kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan
sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud
kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga
masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu
dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam
karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat
tersebut.
2. Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola
dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan
sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang
saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia
lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan.
Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati
dan didokumentasikan.
3. Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari
aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa
benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan.
Sifatnya paling konkret di antara ketiga wujud kebudayaan. Dalam
kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu
tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh:
wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan
(aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
Berdasarkan wujudnya kebudayaan dapat digolongkan atas dua
komponen utama:
a. Kebudayaan material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang
nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-
temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah
liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga
mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion
olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
b. Kebudayaan nonmaterial
Kebudayaan non material adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang
diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita
rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
Rasa kepercayaan antar warga yang terbangun dalam komunitas yang kohesif
sangat tinggi. Kepercayaan yang diberikan kepada warga lokal lebih tinggi
daripada warga non-lokal. Dukun merupakan aktor lokal yang dipercaya warga
sebagai tokoh kunci di masyarakat terutama yang berhubungan dengan kesehatan
dan keselamatan (Setyawati, 2010).
Pada kasus persalinan, dukun tidak hanya berperan saat proses tersebut
berlangsung, namun juga pada saat upacara-upacara adat yang dipercaya
membawa keselamatan bagi ibu dan anaknya seperti upacara tujuh-bulanan
kehamilan, tatobik (mandi dengan air panas) dan hatukahai (pendiangan di atas
bara api).
Upacara adat ini tentunya tidak sejalan dengan aktivitas medis dan tidak
dapat dilakukan oleh seorang bidan. Hal inilah yang menyebabkan dukun
memiliki tempat yang terhormat dan memperoleh kepercayaan lokal yang jauh
lebih tinggi dari pada bidan. Dukun dipercayai memiliki kemampuan yang
diwariskan turun-temurun untuk memediasi pertolongan medis dalam masyarakat.
Sebagian dari mereka juga memperoleh citra sebagai “orang tua” yang telah
“berpengalaman”. Profil sosial inilah yang berperan dalam pembentukan status
sosial dukun yang karismatik dalam pelayanan medis tradisional (Setyawati,
2010).
Meskipun saat ini muncul berbagai pandangan bahwa tindakan yang
dilakukan oleh dukun tidak sesuai dengan prosedur dan standar medis, namun
harus diakui juga bahwa tingkat kekhawatiran masyarakat terhadap risiko yang
akan ditimbulkan oleh tindakan medis juga cukup tinggi. Masyarakat merasa tidak
nyaman dengan peralatan medis seperti peralatan bedah, gunting, atau jarum
suntik. Resistensi lokal ini merupakan suatu indikasi bahwa masyarakat mencoba
bahwa masyarakat mencoba meminimalkan risiko dengan mempertimbangkan
akibat-akibat intervensi medis modern (Setyawati, 2010).
Secara medis penyebab klasik kematian ibu akibat melahirkan adalah
perdarahan, infeksi dan eklamsia (keracunan kehamilan). Kondisi-kondisi tersebut
bila tidak ditangani secara tepat dan profesional dapat berakibat fatal bagi ibu
dalam proses persalinan. Namun, kefatalan ini sering terjadi tidak hanya karena
penanganan yang kurang baik tepat tetapi juga karena ada faktor keterlambatan
pengambilan keputusan dalam keluarga. Terutama di daerah pedesaan, keputusan
terhadap perawatan medis apa yang akan dipilih harus dengan persetujuan kerabat
yang lebih tua atau keputusan berada di tangan suami yang sering kali menjadi
panik melihat keadaan krisis yang terjadi. Kepanikan dan ketidaktahuan akan
gejala-gejala tertentu saat persalinan dapat menghambat tindakan yang seharusnya
dilakukan dengan cepat (Imran, 2011).
Tidak jarang pula nasehat-nasehat yang diberikan oleh teman atau tetangga
mempengaruhi keputusan yang diambil. Keadaan ini seringkali pula diperberat
oleh faktor geografis, dimana jarak rumah si ibu dengan tempat pelayanan
kesehatan cukup jauh, tidak tersedianya transportasi, atau oleh faktor kendala
ekonomi dimana ada anggapan bahwa membawa si ibu ke rumah sakit akan
memakan biaya yang mahal. Selain dari faktor keterlambatan dalam pengambilan
keputusan, faktor geografis dan kendala ekonomi, keterlambatan mencari
pertolongan disebabkan juga oleh adanya suatu keyakinan dan sikap pasrah dari
masyarakat bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan takdir yang tak dapat
dihindarkan(Imran, 2011).
Pada masa persalinan terdapat pantangan-pantangan atau anjuran yang masih
diberlakukan di Gorontalo. Pantangan ataupun anjuraan yang ada misalnya :
1. Pantangan bagi ibu hamil ketika mandi menggunakan kain yang di ikat
kebahu dan melilitkan handuk di leher karena dipercaya tali pusat akan
melilit leher bayi.
2. Ada suatu kepercayaan yang mengatakan dilarang duduk menghalang pintu
atau di depan pintu dan makan sambal langsung dari cobek, tapi harus di
pindahkan dulu ke piring karena ketika bayi akan di lahirkan, posisinya
melintang (sungsang) di rahim si ibu.
3. Banyak minum es menyebabkan bayi besar dan sulit lahir.
4. Minum madu dan telur dapat menambah tenaga untuk persalinan.
5. Jantung pisang yang diberi penawar berupa doa-doa oleh dukun dan dimakan
sebagai lauk nasi yang berguna untuk memperlancar lahirnya bayi.
6. Agar persalinan lancar, pada upacara 7 bulanan, calon ibu dan calon ayah
diminta meloloskan ikan atau belut melalui kain sarung yang dikenakan ibu.
Jika ikan atau belut keluar dengan lancar (tak menyangkut), pertanda
persalinan bakal lancar.
2.8 Kerangka Berpikir
2.8.1 Kerangka Teori
Ibu Hamil
Anemia Kurang Energi
Kronis ( KEK)
Persalinan
Pengetahuan
Ibu
Pendidikan
ibu
Pendapatan
Keluarga
Penolong
persalinan
Tenaga
Kesehatan
Non Tenaga
Kesehatan
Jarak ketempat
pelayanan
kesehatan
Sosial budaya
2.8.2 Kerangka Konsep
Keterangan :
: Variabel Independen
: Variabel dependen
Tingkat Pengetahuan
Ibu
Tingkat Pendidikan
Ibu
Pendapatan
Keluarga
Pemilihan Penolong
Persalinan
Jarak ke tempat
pelayanan
kesehatan
Sosial Budaya
2.9 Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan pemilihan penolong persalinan
di Wilayah Kerja Puskesmas Molopatodu Kecamatan Bongomeme Kabupaten
Gorontalo Tahun 2011.
2. Ada hubungan tingkat pendidikan ibu dengan pemilihan penolong persalinan di
Wilayah Kerja Puskesmas Molopatodu Kecamatan Bongomeme Kabupaten
Gorontalo Tahun 2011.
3. Ada Hubungan pendapatan keluarga dengan pemilihan penolong persalinan di
Wilayah Kerja Puskesmas Molopatodu Kecamatan Bongomeme Kabupaten
Gorontalo Tahun 2011.
4. Ada Hubungan jarak tempat pelayanan kesehatan dengan pemilihan penolong
persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Molopatodu Kecamatan Bongomeme
Kabupaten Gorontalo Tahun 2011.
5. Ada Hubungan sosial budaya dengan pemilihan penolong persalinan di
Wilayah Kerja Puskesmas Molopatodu Kecamatan Bongomeme Kabupaten
Gorontalo Tahun 2011.