bab ii kajian pustaka - blog iain...
TRANSCRIPT
46
46
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini diuraikan hasil kajian pustaka secara berurutan dan lebih
mendalam meliputi: a). Pemahaman tentang Public relations; b). Public relations
di lembaga pendidikan, yang terdiri dari hubungan lembaga pendidikan dengan
masyarakat, manajemen public relations di lembaga pendidikan; fungsi dan tujuan
public relations di lembaga pendidikan; c). Sistem komunikasi yang dijalankan
public relations, yang terdiri dari pengertian komunikasi, unsur-unsur
komunikasi, proses pemberian komunikasi, efek komunikasi public relations,
publik dan opini, tipe publik, d). Strategi public relations untuk memperbaiki citra
lembaga pendidikan; e). Model public relations; f). Public relations dalam
manajemen pendidikan Islam yang terdiri dari prinsip dan kaidah serta etika
public relations dalam perspektif al-Qur‟an, prinsip dan kaidah serta etika public
relations dalam perspektif al-hadits, public relations yang efektif dalam
manajemen pendidikan Islam, g). Manajemen public relations di pondok
pesantren salafiyah. Selanjutnya penulis akan membahas sub-sub bab tersebut
secara lebih mendetail dan mendalam.
A. Pemahaman Tentang Public Relations
Mengawali pembahasan dalam kajian pustaka ini, ada beberapa
pendapat tokoh yang ahli di bidang public relations. Kendati ada beberapa
pendapat yang sama dan ada pula yang berbeda, di sini akan diuraikan secara
jelas tentang makna public relations. Hal ini tentunya akan mengantarkan
47
kepada pemahaman yang terkait dengan masalah yang ada dalam penelitian
ini.
Public Relations atau dalam istilah lain lazim disebut sebagai
hubungan masyarakat adalah salah satu bagian dari manajemen yang
merupakan komponen penyempurna1 dari suatu organisasi pendidikan atau
pendidikan Islam. Karena tanpa adanya komponen tersebut suatu organisasi
sudah dapat berjalan, namun dengan tertatih-tatih dan tidak mampu
berkembang dengan baik. Menurut Jefkins, public relations berarti suatu
bentuk komunikasi yang berlaku terhadap semua jenis organisasi, baik yang
bersifat komersial maupun yang bersifat non komersial, di sektor publik
(pemerintah) maupun privat (pihak swasta).2
IPRA atau The International Public Relations Association, seperti
yang dikutip Onong, mendefinisikan public relations sebagai fungsi
manajemen dari sikap budi yang direncanakan dan dijalankan secara
berkesinambungan yang oleh beberapa organisasi dan juga lembaga-lembaga
umum dan pribadi dipergunakan untuk memperoleh dan membina saling
pengertian, simpati dan dukungan dari mereka yang ada sangkut pautnya dan
yang diduga akan ada kaitannya dengan cara menilai opini publik mereka
dengan tujuan sedapat mungkin menghubungkan kebijakan dan
1 Komponen penyempurna adalah komponen yang keberadaannya tidak mutlak harus ada
seperti komponen dasar pendidikan Islam (personalia, kesiswaan, kurikulum, keuangan, sarana
prasarana), namun komponen penyempurna ini melengkapi komponen-komponen dasar untuk
mencapai kemajuan suatu lembaga pendidikan. Komponen-komponen ini harus mendapatkan
perhatian manajerial bila suatu lembaga pendidikan Islam menginginkan kemajuan yang
signifikan. Diantara komponen penyempurna adalah hubungan lembaga dengan masyarakat,
layanan, mutu, perubahan dan konflik. Lihat Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam:
Strategi Baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga, 2007), hlm. 182-183 2 Frank Jefkins, Public Relations, terj: Aris Munandar, (Jakarta : Erlangga, 1992), hlm. 2.
48
ketatalaksanaan, guna mencapai kerjasama yang lebih efisien, dengan
kegiatan penerangan yang berencana dan tersebar luas.3
Sedangkan Cutlip mendefinisikan public relations sebagai fungsi
manajemen yang membentuk dan memelihara relasi yang saling
menguntungkan antara organisasi dengan publiknya. Keberhasilan atau
kegagalan public relations ini tergantung bagaimana membentuk dan
memelihara relasi yang saling menguntungkan itu.4 Menurut Wilcox, public
relations is the art and social science of analysing trends, predicting their
consequences, counselling organisation leaders and implementing planned
programmes of action which will serve both the organisation‟s and the public
interest.5
Tondowidjojo menyadur beberapa definisi public relations dari
beberapa ilmuwan yang berbeda-beda sebagai berikut:
1. Definisi situasi: degree of understanding and goodwill achieved between
an individual, organization or institution and the public (Webster‟s New
Intern, diet.. 1966)
2. Definisi kebijakan: Public Relations is the management of
communication between an organization and its public.
3. Definisi profesi: Public Relations is the art and social science of
analyzing trends, predicting their consequences, counseling organization
leaders, and implementing planned programmes of action which will
serve both the organization and the public interest.
4. Definisi teknik: Public Relations is the skilled communication of ideas to
the various publics with the object of producing a destred result.
5. Definisi pelajaran: Public Relations is the art and science of achieving
harmony with the environment through mutual understanding based on
truth and full information.6
3 Onong Uchjana Effendy, Human Relations dan Public Relations, (Bandung: Mandar
Maju, 1993), hlm. 118. 4 Ibid., hlm. 32.
5D.L Wilcox, G.T. Cameron, P.H Ault, W.K Agee, Public Relations, Strategies and
Tactics, 7th edition, (Allyn and Bacon, 2003), hlm. 6 6 John Tondowidjojo, Dasar-Dasar Public Relations,( Jakarta: Grasindo, 2004), hlm. xiv
49
Dari beberapa definisi tersebut di atas bisa dijabarkan bahwa public
relations dalam definisi situasi adalah pencapaian tingkat pemahaman dan
itikad baik antara individu, organisasi/institusi dan publik; definisi kebijakan,
public relations adalah manajemen komunikasi antara organisasi dengan
publik; dalam definisi profesi public relations adalah seni dan ilmu sosial
yang cenderung menganalisa, memprediksi konsekuensi mereka, konseling
pemimpin organisasi dan melaksanakan program yang direncanakan,
tindakan melayani organisasi dan kepentingan public; definisi secara teknik
public relations adalah kemahiran mengkomunikasikan ide ke berbagai
kalangan publik dengan tujuan untuk meningkatkan hasil produksi; dan
definisi pelajaran public relations adalah seni dan ilmu untuk mencapai
keselarasan dengan lingkungan melalui saling pengertian berdasarkan
kebenaran dan kelengkapan informasi.
Adapun Morissan mengutip beberapa definisi dari Public Relations
dari beberapa ahli sebagai berikut:
1. Edward L Berney: Public Relations is inducing the public to have
understanding for and goodwill.
2. Kamus Webster‟s Third New International Dictionary: Public Relations
is the art of science of developing reciprocal understanding and
goodwill.
3. The British Institute of Public Relations: Public Relations is an effort to
establish and maintain mutual understanding between organization and
its public.
4. Definisi singkat: Public Relations is doing good and getting credit for it.
5. Cutlip-Center-Broom: Public Relations is the planned effort to influence
opinion through good character and responsible performance, based on
mutually satisfactory two-way communications.
6. World Assembly of Public Relations: Public Relations is the art and
social science of analyzing tends, predicting their consequences,
50
counseling organization leaders and implementing planned programs of
action which serve both the organization‟s and the public interest.7
Edward L Berney berpendapat bahwa public relations adalah upaya
mendorong masyarakat untuk memiliki pemahaman dan itikad yang baik;
sedangkan kamus Webster‟s Third New International Dictionary menyatakan
bahwa public relations adalah ilmu tentang seni yang mengembangkan
pemahaman timbal balik dan kemauan yang baik; The British Institute of
Public Relations menggarisbawahi bahwa public relations adalah upaya
untuk membangun dan memelihara saling pengertian antara organisasi
dengan publik; adapun definisi secara singkat menyatakan public relations
adalah berbuat baik dan mendapatkan perbuatan baik itu; Cutlip-Center-
Broom berpendapat bahwa public relations adalah upaya terencana untuk
mempengaruhi pendapat melalui karakter yang baik dan kinerja yang
bertanggung jawab, berdasarkan rasa saling memuaskan dan komunikasi dua
arah; dan World Assembly of Public Relations mengemukakan pengertian
public relations adalah seni dan ilmu sosial yang cenderung menganalisa,
memprediksi konsekuensi mereka, konseling pemimpin organisasi dan
melaksanakan program yang direncanakan, tindakan melayani organisasi dan
kepentingan publik.
Definisi Public Relations yang lain adalah sebagai berikut:
1. Menurut Waluyo, Public Relations berintikan kegiatan pemberian
informasi dan sejenisnya atau seperti yang diartikan dalam istilah
komunikasi. Komunikasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan atau
proses pemberian informasi dari satu pihak, biasanya lembaga, kepada
7 Morissan, Manajemen Public Relations: Strategi Menjadi Humas Profesional, (Jakarta:
Kencana, 2008), hlm. 6-9
51
pihak lain, yaitu lembaga, kelompok masyarakat tertentu, atau
masyarakat umum.8
2. Dalam kamus Fund and Wagnel, sebagaimana yang dikutip oleh
Nasution, Public Relations adalah segenap kegiatan dan teknik/kiat yang
digunakan organisasi atau individu untuk menciptakan atau memelihara
suatu sikap dan tanggapan yang baik dari pihak luar terhadap keberadaan
dan aktivitasnya.9
Public relations didefinisikan sebagai komunikasi antara organisasi
dengan masyarakat di sekitar. Public relations sering dikenal dengan istilah
humas. Terdapat persamaan dan perbedaan di antara keduanya. Letak
persamaannya pada keduanya sama-sama membangun komunikasi antara
lembaga dengan masyaraktnya. Sedangkan perbedaannya, public relations
lebih memiliki ruang lingkup yang luas jika dibandingkan dengan humas.
Public relations sangat berperan aktif baik urusan interen maupun ekstern
yakni untuk membangun relasi dengan masyarakat luas, menangani konflik,
keluhan komunikasi interen, pengumpulan dana maupun penyampaian
bantuan. Sedangkan humas ruang lingkupnya lebih sempit dan perannya
hanya sebagai pembantu untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat.
Sehingga humas memiliki persamaan dasar dengan penerangan, yaitu
memperjelas komunikasi demi pemahaman yang lebih baik. Penerangan lebih
bermuatan tanggung jawab agar yang menerima penerangan dapat mengambil
keputusan yang terbaik.10
Grunig and Hunt mengatakan The majority of practitioners ... still
prefer to 'fly by the seat of their pants' and use intuition rather than
8 B. Suryobroto, Humas Dalam Dunia Pendidikan, (Yogyakarta: Mitra Gama Widya,
2010), hlm. 12-15 9 Zulkarnain Nasution, Manajemen Humas Di Lembaga Pendidikan, Konsep, Fenomena,
Dan Aplikasinya, (Malang: UMM Press, 2006), hlm. 12 10
John Tondowidjojo, Dasar-Dasar Public Relations, (Jakarta: Grasindo, 2002), hlm. 4.
52
intellectual procedures to solve public relations problems.11
Jadi dapat
disimpulkan jika penelitian mengenai public relations ini biasanya dilakukan
tanpa menggunakan rasionalisasi yang jelas dan hanya pelengkap, padahal
dibalik hubungan dengan masyarakat ini terdapat teori yang sangat besar jika
digali.
Public relations menurut Moore, adalah suatu filsafat sosial dari
manajemen yang dinyatakan dalam kebijaksanaan beserta pelaksanaannya,
melalui interpretasi yang peka mengenai peristiwa-peristiwa berdasarkan
pada komunikasi dua arah dengan publiknya, berusaha untuk memperoleh
saling pengertian dan itikad baik. Lebih lanjut Moore mengatakan bahwa
dalam humas ada empat unsur dasar, pertama, hubungan masyarakat
merupakan filsafat manajemen yang bersifat sosial; kedua, hubungan
masyarakat adalah suatu pernyataan tentang filsafat tersebut dalam keputusan
kebijaksanaan; ketiga, hubungan masyarakat adalah tindakan akibat
kebijaksanaan tersebut; dan keempat, hubungan masyarakat merupakan
komunikasi dua arah yang menunjang kearah penciptaan kebijaksaan ini
kemudian menjelaskan, mengumumkan, mempertahankan, atau
mempromosikannya kepada publik sehingga memperoleh saling pengertian
dan ittikad baik.12
Definisi-definisi tersebut sebenarnya mencakup unsur-unsur antara
lain:
11
James E. Grunig, and Todd Hunt, Managing Public Relations, (Holt Rinehart & Winston,
Inc.,1984), h.77 12
Frazier Moore, Hubungan Masyarakat: Prinsip, Kasus, dan Masalah, (Bandung: Remaja
Rosda Karya,1988), hlm. 6-7.
53
1. Suatu proses yang mencakup hubungan timbal balik antara organisasi
dengan publiknya.
2. Analisis dan evaluasi melalui penelitian lapangan terhadap sikap, opini dan
kecenderungan sosial, serta mengkomunikasikannya kepada pihak
manajemen/pimpinan.
3. Konseling manajemen agar dapat dipastikan bahwa kebijaksanaan, tata
cara kegiatan dapat dipertanggungjawabkan secara sosial dalam konteks
demi kepentingan bersama bagi kedua belah pihak.
4. Pelaksanaan atau menindaklanjuti program aktivitas yang terencana,
mengkomunikasikan dan mengevaluasi.
5. Perencanaan dengan itikad yang baik, saling pengertian, dan penerimaan
dari pihak publiknya sebagai hasil akhir dari aktivitas public relations.13
Selanjutnya dalam penelitian ini penulis mengambil benang merah
bahwa terdapat kesamaan antara pengertian public relations dan humas,
walau secara fungsi dan peran terdapat perbedaan. Selanjutnya segala yang
berkaitan dengan humas di sini akan dianggap juga berkaitan dengan public
relations. humas merupakan terjemahan bebas dari public relations. Kedua
istilah ini dipakai secara bergantian, yang terdiri dari semua bentuk
komunikasi yang terselenggara antara lembaga atau organisasi yang
bersangkutan dengan siapa saja yang berkepentingan dengannya.
Menurut Onong, dalam public relations harus ada dua aspek yaitu;
pertama, sasaran public relations adalah internal public dan external public.
13
Marno dan Triyo Supriyatno, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam,
(Bandung: PT Refika Aditama, 2008), hlm. 95.
54
Internal public adalah orang-orang yang berada atau tercakup oleh organisasi,
sedangkan external public adalah orang-orang yang berada di luar organisasi
yang ada hubungannya dan yang diharapkan ada hubungannya; kedua,
kegiatan public relations adalah komunikasi dua arah timbal-balik (reciprocal
two way traffic communication), ini berarti bahwa dalam penyampaian
informasi, baik yang mengarah ke internal public maupun yang mengarah ke
external public terjadi umpan balik.14
Oleh karena itu public relations bukanlah sekadar publikasi atau
marketting. Hal ini sebagaimana pendapat Thomas L. Hariss, yang
memaparkan hubungan antara Corporate Public Relations (CPR), Marketting
Public Relations (MPR), komunikasi dan pembentukan citra. Hubungan
antara ketiganya sebagaimana diagram berikut dibawah ini:
14
Effendy, Human Relations…, hlm. 110.
55
Gb. 2.1. Hubungan antara Public Relations dengan Marketting,
Komunikasi dan Citra15
Kerancuan antara public relations dengan pemasaran/marketting
sering terjadi dalam praktek di lapangan. Setiap orang pada dasarnya pernah
mengenal dan mempraktekkan fungsi tersebut, karena manusia adalah
makhluk sosial yang selalu melakukan interaksi dengan orang lain untuk
pemenuhan kebutuhan hidupnya. Istilah dasar ini seringkali kabur dan tidak
dipahami oleh semua orang. Mereka menganggap public relations adalah
marketting itu sendiri, padahal pemasaran adalah bagian dari kegiatan public
relations.
Mengacu pada pengertian-pengertian tentang public relations di atas,
pada dasarnya public relations adalah bidang atau fungsi tertentu yang
diperlukan oleh setiap organisasi, baik organisasi yang bersifat komersial
maupun organisasi yang bersifat non komersial. Mulai dari yayasan,
15
Thomas L Harris, The Marketer‟s Guide to Public Relations, (New York: John Wiley
and Sons, 1991)
CPR
MPR
Komunikasi
pemasaran
Personal
Branding
Product branding
Corporate branding
Industrial branding
CITRA Pelanggan
Pemerintah
Komunitas lokal
Lembaga keuangan
Pemasok
Pembeli
Media
Kelompok penekan
karyawan
IDENTITAS
Filosofi lembaga
Budaya perusahaan
Wujud: logo, warna,
simbol, dll
56
pesantren, perguruan tinggi, dinas militer sampai dengan lembaga-lembaga
pemerintahan. Kebutuhan dan kehadiran public relations tidak dapat dicegah,
terlepas dari suka atau tidak suka, karena public relations merupakan salah
satu elemen yang menentukan kelangsungan suatu organisasi secara positif.
Arti penting public relations sebagai sumber informasi semakin kita rasakan
pada era globalisasi seperti saat ini.
B. Public Relations di Lembaga Pendidikan
1. Hubungan Lembaga Pendidikan dengan Masyarakat
Di negara kita pendidikan dipandang sebagai tanggung jawab
bersama antara, keluarga, masyarakat, dan pemerintah.16
Masyarakat
dengan lembaga pendidikan bisa dilukiskan sebagai kekotaan atau
pedesaan, sebagai pertanian atau non-pertanian, sebagai industri atau non-
pemukiman, sebagai kelas pertengahan atau kelas bawahan. Jadi yang
dihadapi oleh lembaga pendidikan sebenarnya bukan satu masyarakat
yang memiliki kepentingan dan masalah yang sama, yaitu pendidikan
anak yang sesuai dengan kebutuhan individu dan masyarakat. Lukisan
tentang hakekat masyarakat sekolah ini mungkin bisa memberikan
petunjuk kepada administrator lembaga pendidikan tentang bagaimana ia
hendak bekerja dengan masyarakat.17
Seorang manajer pendidikan harus menyadari bahwa masyarakat
memiliki peranan yang sangat penting terhadap keberadaan, kelangsungan
16
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1973
tentang Garis-garis Besar Haluan Negara. 17
Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan: Dasar Teoritis untuk Praktek Profesional,
(Bandung:Amkasa,1983), hlm. 144.
57
bahkan kemajuan lembaga pendidikan baik yang umum maupun yang
Islam. Setidaknya salah satu parameter penentu nasib lembaga pendidikan
adalah masyarakat. Bila terdapat lembaga pendidikan mengalami
kemajuan, salah satu penentunya karena keterlibatan yang maksimal dari
masyarakat. Begitu pula sebaliknya, bila terdapat lembaga pendidikan
yang memprihatinkan, salah satu penyebabnya karena masyarakat enggan
mendukungnya, meskipun sikap masyarakat ini menjadi akibat dari
penyebab lainnya baik bersifat internal maupun eksternal dari lembaga
pendidikan itu sendiri.
Kepercayaan masyarakat menjadi salah satu kunci kemajuan
lembaga pendidikan. Ketika masyarakat memiliki kepercayaan terhadap
suatu lembaga pendidikan, mereka akan mendukung penuh bukan saja
dengan memasukkan putra-putrinya ke dalam lembaga itu tetapi bahkan
mempengaruhi orang lain untuk melakukan hal yang sama. Sebaliknya,
ketika masyarakat tidak percaya, mereka bukan hanya tidak mau
memasukkan putra-putrinya ke lembaga tersebut tetapi bahkan
memprovokasi tetangganya atau kawannya supaya tidak memasukkan
putra-putrinya ke lembaga tersebut. Ini berarti masyarakat sebagai
komponen strategis yang harus mendapat perhatian penuh oleh manajer
pendidikan.
Masyarakat memiliki posisi ganda yaitu posisi objek dan posisi
subjek yang keduanya memiliki makna fungsional bagi pengelolaan
lembaga pendidikan. Ketika lembaga pendidikan sedang melakukan
58
promosi merekrut calon siswa/santri/mahasiswa baru, maka masyarakat
sebagai objek yang mutlak dibutuhkan. Sedangkan respon masyarakat
terhadap promosi itu menempatkan mereka sebagai subjek yang memiliki
kewenangan penuh untuk menerima atau menolaknya. Manajer lembaga
pendidikan tidak berwenang memaksa sikap mereka. Posisi masyarakat
sebagai subjek juga terjadi ketika mereka berkapasitas sebagai pengguna
lulusan-lulusan lembaga tersebut. Maka mereka harus dikelola dengan
baik.
Dalam hubungan antara lembaga pendidikan dengan masyarakat
terdapat beberapa tujuan yang bersifat esensial, sebagaimana yang
disebutkan Mujamil, yaitu: (1) Untuk mendapatkan umpan balik (feed
back) dari masyarakat atas kebijakan-kebijakan yang ditempuh lembaga;
(2) Untuk menunjukkan transparansi pengelolaan lembaga pendidikan
sehingga memiliki akuntabilitas publik yang tinggi; dan (3) Untuk
mendapatkan dukungan riil dari masyarakat terhadap kelangsungan
lembaga pendidikan.18
Untuk merealisasikan tujuan tersebut ada beberapa syarat dan cara
yang dapat ditempuh, antara lain kerjasama. Mengenai syarat kerjasama
itu menurut Emery Stoop sebaiknya memenuhi syarat jujur, mulia,
mencakup segala yang dibutuhkan, komprehensif, sensitif terhadap
masyarakat, dan dapat dipahami oleh mereka.19
Adapun cara yang dapat
18
Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam: Strategi Baru Pengelolaan Lembaga
Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga, 2008), hlm. 168 19
Emery Stoop et.al., Handbook of Educational Administration Second Edition, (A. Boston:
Allyn and Bacon Inc., 1981), hlm. 465
59
ditempuh adalah dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang
program-program ideal yang telah dilaksanakan secara realistik
argumentatif sehingga masyarakat bisa diyakinkan dan kemudian
menyatakan dukungannya kepada kebijakan manajer melalui program-
program yang telah disampaikan tersebut.
Menurut Ametambun, seperti yang dikutip oleh Daryanto,
konsepsi hubungan antara sekolah atau lembaga pendidikan dan
masyarakat adalah sebagai berikut:20
a. Konsep “menunggu”, yaitu lembaga pendidikan hanya menunggu dan
mengharapkan perhatian dan bantuan dari masyarakat.
b. Konsep preventif kegiatan lembaga pendidikan hanya untuk mencegah
hal-hal yang tak diinginkan oleh masyarakat.
c. Konsep tanda bahaya kegiatan-kegiatan hubungan masyarakat terjadi
apabila ada bahaya, misalnya kebakaran, sehingga lembaga
pendidikan memerlukan bantuan dengan masyarakat.
d. Konsep pameran sebuah lembaga pendidikan hanya memamerkan
kegiatannya kepada masyarakat, tentu saja hal-hal yang dipamerkan
hanya tertentu yang telah diseleksi. Hal ini tidak mencerminkan
keaslian dari keseluruhan program .
e. Konsep prestise kegiatan lembaga pendidikan hanya untuk
menonjolkan karirnya. Biasanya hal ini cenderung untuk mencari
popularitas.
20
M. Daryanto, Administrasi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta,1998), hlm. 73.
60
f. Konsep partnership, hubungan ini dapat diinterpretasikan sebagai
hubungan proses timbal balik. Dimana kebutuhan dan keinginan
masyarakat juga menjadi kebutuhan dan keinginan lembaga
pendidikan.
g. Konsep social leadership, suatu lembaga pendidikan sebagai lembaga
pendidikan utama bagi masyarakat, harus dapat diharapkan membina
kepemimpinannya dengan pihak yang erat hubungannya dengan
problema-problema sosial.
Layanan Riset Pendidikan dan Asosiasi Nasional Kepala
Pendidikan Dasar di Alexandria, seperti yang dikutip Burhanuddin, dkk,
merumuskan beberapa teknik meningkatkan keterlibatan berbagai pihak
dalam menyelenggarakan pendidikan sebagai berikut:21
a. Layanan masyarakat. Dalam hal ini lembaga pendidikan harus
mempelajari kebutuhan masyarakat dan berusaha memberikan layanan
yang terbaik kepada masyarakat.
b. Program pemanfaatan alumni. Lembaga bisa melibatkan alumni-
alumni yang sukses sebagai pembicara dalam seminar-seminar atau
kegiatan lain untuk meningkatkan semangat siswa atau mahasiswanya.
c. Masyarakat sebagai model. Masyarakat sebagai model siswa, terutama
masyarakat yang telah berhasil dalam kehidupannya.
21
Burhanuddin,dkk, Manajemen Pendidikan: Analisis Substantif dan Aplikasinya dalam
Institusi Pendidikan, (Malang: UNM,2003), hlm. 127-128.
61
d. Open house. Lembaga pendidikan secara terbuka bersedia diobservasi
oleh masyarakat, sehingga masyarakat mengetahui penyelenggaraan
pendidikan di lembaga tersebut.
e. Pemberian kesempatan kepada masyarakat. Lembaga memberi
kesempatan kepada masyarakat untuk ikut terlibat dalam
penyelenggaraan pendidikan.
f. Masyarakat sebagai sumber informasi. Lembaga selalu mencari isu-isu
dalam masyarakat guna mengembangkan lembaganya.
g. Diskusi panel. Mahasiswa, orang tua, staf dan pekerja mengadakan
pertemuan untuk menindaklanjuti kegiatan hubungan lembaga
pendidikan dengan masyarakat.
h. Memberdayakan orang-orang kunci. Lembaga juga bisa
memberdayakan orang-orang kunci dalam masyarakat seperti kyai,
sesepuh lingkungan, pengusaha sukses, pejabat setempat,dan lain-lain
untuk diikutkan dalam memikirkan program pengembangan lembaga
pendidikan.
Untuk meningkatan keterlibatan masyarakat dalam lembaga
pendidikan, James J. Jones menawarkan lima cara yaitu: (1) Melalui
aktivitas-aktivitas para siswa kurikuler; (2) Melalui aktivitas-aktivitas para
pengajar; (3) Melalui kegiatan ekstra kurikuler; (4) Melalui kunjungan
masyarakat atau para orang tua ke lembaga pendidikan; dan (5) Melalui
media masa.22
22
James J. Jones, Secondary School Administration, (New York : Mc. Graw Hill Book
Company, 1969), hlm. 395 - 400
62
Pendekatan-pendekatan dan cara-cara untuk menjalin hubungan
antara lembaga dengan masyarakat dan juga menarik partisipasi
masyarakat itu merupakan aplikasi riil dari upaya lembaga menjalin
hubungan dengan masyarakat. Intinya, bagaimana masyarakat di sekitar
lembaga pendidikan dan masyarakat yang lebih luas lagi dapat dibangun
kepercayaannya dengan landasan yang kuat dan bukti-bukti riil, agar
mereka mendukung dan membantu pelaksanaan pendidikan yang
dilaksanakan oleh suatu lembaga pendidikan tersebut khususnya dan
pendidikan secara umum.
Upaya menjalin hubungan lembaga dengan masyarakat diharapkan
membuahkan hasil nyata bagi lembaga pendidikan. Made Pidarta
menyatakan bahwa hubungan kerjasama lembaga dengan masyarakat
melalui pendekatan situasional, memungkinkan lembaga itu tetap tegak
berdiri. Sebab ia berada dan hidup bersama masyarakat dan sekaligus
menjadi mercusuar atau inovator bagi masyarakat.23
Kegunaan kerjasama
juga dirasakan masyarakat sehingga terjadi dampak yang saling
menguntungkan kedua belah pihak atau simbiosis mutualisme. Mengenai
keuntungan kedua belah pihak ini, Stoop mengatakan bahwa kerjasama
seperti ini mengisyaratkan adanya informasi yang berkelanjutan di antara
lembaga pendidikan dengan masyarakat. Informasi itu seharusnya bersifat
23
Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, (Jakarta : PT. Bina Aksara, 1988), hlm.
193-194
63
dua arah yaitu dari lembaga ke masyarakat dan dari masyarakat ke
lembaga pendidikan.24
Untuk mewujudkan hubungan yang harmonis antara masyarakat
dengan lembaga pendidikan Islam dengan optimal, sebaiknya ditempuh
beberapa strategi berlapis dari yang bersifat usaha internal kemudian baru
usaha eksternal. Strategi tersebut meliputi urutan berikut ini :
a. Membangun citra (image building) yang baik pada lembaga
pendidikan Islam dengan kejujuran, amanat dan transparansi
pengelolaan terutama dapat membuktikan wujud riil dari pendanaan
yang diterima lembaga itu baik berasal dari negara maupun
masyarakat.
b. Membangun kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan
Islam dengan menunjukkan prestasi akademik dan prestasi non
akademik kepada masyarakat luas. Prestasi akademik berupa nilai
raport, nilai ijazah, nilai DANEM, nilai cerdas cermat, nilai olimpiade,
dan nilai lomba karya ilmiah. Sedangkan prestasi non akademik
berupa prestasi kejuaraan olah raga, usaha kesehatan sekolah,
pramuka, dan lain sebagainya.
c. Mensosialisasikan dan mempublikasikan kelebihan-kelebihan
lembaga Pendidikan Islam kepada masyarakat luas terutama yang
sesuai dengan selera segmen masyarakat.
24
Stoop et. al., Handbook of Educational..., hlm. 464
64
d. Mengundang masyarakat luas ke dalam lembaga pendidikan Islam
baik saat menerima raport, hari-hari besar nasional dan keagamaan,
wisuda, maupun khusus orang-orang tertentu untuk membina kegiatan
di sekolah.
i. Mengunjungi tokoh-tokoh masyarakat maupun pihak lembaga
melibatkan diri dalam acara-acara tertentu yang dilaksanakan di
masyarakat.25
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa keterlibatan masyarakat
mempunyai peranan yang urgen bagi perkembangan institusi di masa yang
akan datang. Begitu juga sebuah lembaga pendidikan, suatu lembaga
pendidikan bisa dikatakan sukses jika mampu mendapatkan kepercayaan
dari masyarakat, karena bagaimanapun juga pendidikan adalah tanggung
jawab bersama antara orang tua, lembaga pendidikan dan masyarakat.
Dari uraian di atas jelas bahwa keterlibatan masyarakat
mempunyai peranan yang sangat penting bagi kesuksesan organisasi.
Untuk itulah bagi setiap organisasi khususnya lembaga pendidikan perlu
meningkatkan kerja sama yang baik dengan masyarakat sehingga akan
diraih keberhasilan seperti yang diharapkan.
2. Manajemen Public Relations di Lembaga Pendidikan
Setiap kegiatan dalam organisasi membutuhkan manajemen,
begitu juga dalam kegiatan public relations di pesantren atau lembaga
pendidikan. Manajemen banyak diartikan sebagai ilmu dan seni untuk
25
Qomar, Manajemen Pendidikan..., hlm. 175
65
mencapai tujuan melalui kegiatan orang lain. Ini berarti manajemen hanya
dapat dilaksanakan apabila dalam pencapaian tujuan tersebut tidak hanya
dilakukan seseorang tetapi juga dilakukan lebih dari seorang dalam
pencapaian tujuan.26
Secara bahasa kata manajemen berasal dari bahasa Latin, yaitu
dari manus yang berarti tangan dan agere yang berarti melakukan. Kata-
kata itu digabung menjadi kata kerja managere yang artinya menangani.
Managere diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dalam bentuk kata
kerja to manage, dengan kata benda management, dan manager untuk
orang yang melakukan kegiatan manajemen. Akhirnya, management
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi manajemen atau
pengelolaan.27
David H. Holt, seperti yang dikutip oleh Amin,
menjelaskan bahwa manajemen adalah proses merencanakan dan
mengendalikan (manusia, material, dan sumber daya keuangan) dalam
suatu lingkungan organisasi.28
Menurut Siagian seperti yang dikutip Nasution, Manajemen adalah
sebagai proses menggerakkan orang lain untuk memperoleh hasil tertentu
dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Proses
dalam manajemen merupakan bentuk kemampuan atau ketrampilan
memperoleh hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan-
kegiatan organisasi tersebut. Karena itu dalam manajemen mencakup
26
Nasution, Manajemen Humas…, hlm. 11. 27
Husaini Usman, Manajemen, Teori Praktik& Riset Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara,
2008), hlm. 4. Sulistiyorini, Manajemen Pendidikan Islam, (Surabaya: eLKAF, 2006), hlm. 5 28
Widjaya Tunggal Amin, Manajemen Suatu Pengantar,(Jakarta:Rineka Cipta,1993), hlm.
31.
66
konsep kepemimpinan, human relations, pengambilan keputusan,
manusia, sarana, dan kerja sama.29
Sayyid Mahmud al-Hawary mengatakan bahwa manajemen adalah
mengetahui kemana yang dituju, kesukaran apa yang harus dihindari,
kekuatan apa yang harus dijalankan dan bagaimana mengemudikan kapal
anda sebaik-baiknya tanpa pemborosan waktu dan proses
mengerjakannya30
Menurut Stooner, sebagaimana yang dikutip
Sulistiyorini, manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan
pengguna sumber daya organisasi lainnya agar dapat mencapai tujuan
organisasi yang ditetapkan.31
Jadi yang dinamakan manajemen adalah
usaha pengelolaan sebuah lembaga yang di dalamnya merupakan kerja
sama antara beberapa orang dengan cara menyiasati sumber-sumber yang
ada.
Berdasarkan pengertian manajemen dan pengertian public
relations seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya,
definisi manajemen public relations menurut Ruslan adalah suatu proses
dalam menangani perencanaan, pengorganisasian, mengkomunikasikan
serta pengkoordinasian yang secara serius dan rasional dalam upaya
pencapaian tujuan bersama dari organisasi atau lembaga yang
29
Nasution, Manajemen Humas…,hlm. 11. 30
Sayyid Mahmud al-Hawary, al-Idarah al-Ushus wa Ushus al-Ilmiah, (Kairo: Dar al-
Syuruq, tt), hlm. 569 31
Sulistiyorini, Manajemen Pendidikan…, hlm. 5
67
diwakilinya.32
Jadi manajemen public relations adalah proses pengelolaan
hubungan dengan masyarakat yang meliputi perencanaan,
pengorganisasian, pengkomunikasian dan pengkoordinasian untuk
mencapai tujuan bersama dan pengembangan sinergitas lembaga dengan
masyarakat.
Dengan demikian kegiatan public relations di pesantren atau
lembaga pendidikan baik umum maupun Islam tidak terlepas dari
manajemen, dan begitu juga manajemen tidak mungkin berjalan
sebagaimana yang diharapkan tanpa adanya public relations. Dari
pengertian manajamen public relations tersebut, fungsi pokok atau
tahapan-tahapan dalam manajemen public relations meliputi:
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengkoordinasian,
pengarahan, dan pengawasan dalam konteks kegiatan di lembaga
pendidikan.33
Selanjutnya akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Fungsi Perencanaan
Perencanaan merupakan tindakan menetapkan terlebih dahulu
apa yang akan dikerjakan, bagaimana mengerjakannya, apa yang harus
dikerjakan dan siapa yang akan mengerjakannya. Perencanaan
merupakan awal langkah dalam penentuan kegiatan yang hendak
dilakukan pada masa yang akan datang. “Perencanaan adalah proses
32
Rosady Ruslan, Manajemen Public Relations: Konsep dan Aplikasinya, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada,2001), hlm. 15. 33
Nasution, Manajemen Humas…, hlm. 14.
68
dasar yang digunakan untuk memilih tujuan dan menentukan cakupan
penilaiannya”.34
Perencanaan meliputi kegiatan menetapkan apa yang ingin
dicapai, bagaimana mencapai, berapa lama, berapa orang yang
diperlukan, dan berapa jumlah biayanya. Perencanaan ini dibuat
sebelum suatu tindakan dilaksanakan. Perencanaan menurut Gibson,
seperti yang dikutip oleh Nasution, mencakup kegiatan menentukan
sasaran dan alat sesuai untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Menurut jangkauan waktunya perencanaan dapat dibagi menjadi tiga
tahapan, yakni: 1) perencanaan jangka pendek (satu minggu, satu
bulan, dan satu tahun); 2) perencanaan jangka menengah (perencanaan
yang dibuat dalam jangka waktu 2 sampai 5 tahun); dan 3)
perencanaan jangka panjang (perencanaan yang dibuat lebih dari 5
tahun).35
Ada alasan yang bagus untuk membuat perencanaan:
memfokuskan usaha, memperbaiki efektifitas, memacu pandangan
jangka panjang, membantu untuk menunjukkan nilai uang,
mengurangi kesalahan, menyelesaikan konflik, dan memfasilitasi
tindakan yang proaktif.36
Perencanaan merupakan acuan dasar untuk
melaksanakan kegiatan selanjutnya. Perencanaan merupakan alat
untuk mencapai tujuan yang akan dicapai oleh sebuah organisasi.
34
HLM. B. Siswanto, Pengantar Manajemen, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 42 35
Nasution, Manajemen Humas…, hlm. 15. 36
Anne Gregory, Planning and Managing Public Relations Campigns (Perencanaan dan
Manajemen Kampanye Public Relations), terj. Dewi Damayanti, (Jakarta: Erlangga, 2004), hlm.
29-30
69
“Perencanaan sebagai suatu proses bertahap dari tindakan yang
terorganisasi untuk menjembatani perbedaan antara kondisi yang ada
dan aspirasi kondisi”.37
Untuk terciptanya suatu perencanaan yang baik para ahli
manajemen meminjam konsep Rudyard Kipling seorang sastrawan
Inggris yang terkenal, pernah mengatakan bahwa dalam hidupnya
mempunyai enam pertanyaan yang harus dijawab dengan baik, ialah
pertanyaan: (a) what, (b) where, (c) when, (d) how, (e) who, (f)
Why.38
Perencanaan untuk masa depan itu sesuai dengan yang
diungkapkan oleh E. Mc. Farland yang dikutip oleh Sahertian bahwa
“perencanaan adalah suatu keaktifan pimpinan untuk meramalkan
keadaan yang akan datang dalam mencapai harapan, kondisi dan hasil
yang akan datang.39
Agar perencanaan menghasilkan rencana yang
baik, konsisten, dan realistis maka kegiatan-kegiatan perencanaan
perlu memperhatikan:
a) Keadaan sekarang (tidak dimulai dari nol, tetapi dari sumber daya
yang ada)
b) Keberhasilan dan faktor-faktor kritis keberhasilan
c) Kegagalan masa lampau
37
Siswanto, Pengantar Manajemen…, hlm. 42 38
Nursyamsiyah Yusuf, “Manajemen Pendidikan Islam” dalam Akhyak (ed), Meniti Jalan
Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 313-314 39
Piet A Sahertian, Dimensi Administrasi Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1985),
hlm. 301
70
d) Potensi, tantangan, dan kendala yang ada
e) Kemampuan merubah kelemaham menjadi kekuatan, dan ancaman
menjadi peluang analisis (Strenghts, Weakness, Opportunities, and
Threats atau SWOT)
f) Mengikutsertakan pihak-pihak terkait
g) Memperhatikan komitmen dan mengkoordinasikan pihak-pihak
terkait
h) Mempertimbangkan efektivitas dan efisiensi, demokratis,
transparan, realistis, legalitas, dan praktis.40
Demikian juga dalam hal perencanaan dalam manajemen
public relations. Seorang manajer harus bertindak sesuai dengan
prosedur dan dengan cekatan memahami kondisi masyarakat sekitar
lembaga tersebut. Tanpa adanya pemahaman dan langkah yang tepat,
maka lembaga tidak akan dapat melakukan relasi dengan baik dengan
masyarakat.
b. Fungsi Pengorganisasian
Pengorganisasian diartikan sebagai kegiatan membagi tugas-
tugas pada orang yang terlibat dalam kerja sama di lembaga
pendidikan. Kegiatan pengorganisasian bertujuan menentukan siapa
yang akan melaksanakan sesuai tugas sesuai dengan prinsip
manajemen lembaga pendidikan. Fungsi pengorganisasian di sini
40
Usman, Manajemen…, hlm. 124
71
meliputi pembagian tugas kepada masing-masing pihak, membentuk
bagian, mendelegasikan, serta menetapkan wewenang dan tanggung
jawab, sistem komunikasi, serta mengkoordinasi kerja setiap
karyawan di dalam suatu tim kerja yang solid dan terorganisir.41
Pengorganisasian adalah penyatuan, pengelompokan, dan
pengaturan orang-orang untuk dapat digerakkan sebagai satu kesatuan,
sesuai dengan rencana yang telah dirumuskan menuju tercapainya
tujuan yang telah ditetapkan.42
Nanang Fatah menyebutkan bahwa
istilah organisasi mempunyai dua pengertian umum. Pertama,
organisasi diartikan sebagai suatu lembaga atau kelompok fungsional,
misalnya sebuah perusahaan, sebuah sekolah, sebuah perkumpulan,
badan-badan pemerintahan. Kedua, merujuk pada proses
pengorganisasian yaitu bagaimana pekerjaan diatur dan dialokasikan
diantara para anggota, sehingga tujuan organisasi tersebut dapat
tercapai secara efektif.43
Tahap-tahap pengorganisasian adalah sebagai berikut: Tahap
pertama yang harus dilakukan dalam merinci pekerjaan; tahap kedua,
membagi seluruh beban kerja menjadi kegiatan-kegiatan yang dapat
dilaksanakan oleh perseorangan atau perkelompok. Tahap ketiga,
menggabungkan pekerjaan para anggota dengan cara yang rasional,
efisien. Tahap keempat, menetapkan mekanisme kerja untuk
mengkoordinasikan pekerjaan dalam satu kesatuan yang harmonis.
41
Nasution, Manajemen Humas…, hlm. 15. 42
Alex Gunur, Manajemen, (Jakarta: Bharata Karya Akasara, 1982), hlm. 35 43
Fattah, Landasan Manajemen…,hlm. 71
72
Tahap kelima, melakukan monitoring dan mengambil langkah-langkah
penyesuaian untuk mempertahankan dan meningkatkan efektivitas.44
c. Fungsi Penggerakan
Dalam hal ini, menggerakkan adalah merangsang anggota-
anggota dalam organisasi melaksanakan tugas-tugas dengan antusias
dan kemauan yang baik. Menurut Davis, seperti yang dikutip oleh
Nasution, menggerakkan adalah kemampuan pemimpin membujuk
orang-orang mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan penuh
semangat. Jadi, pemimpin lembaga pendidikan menggerakkan dengan
semangat. Tugas menggerakkan dilakukan oleh pemimpin lembaga
pendidikan, karena itu kepemimpinan lembaga pendidikan
mempunyai peran yang sangat penting dalam menggerakkan
karyawan, tenaga pengajar, melaksanakan program kerja.45
Tanpa
pemimpin yang bisa menggerakkan, maka suatu organisasi atau
lembaga pendidikan akan stagnan dan tidak akan mengalami
perubahan ke arah yang lebih baik. Bahkan lembaga tersebut akan
mengalami kemunduran, karena tidak ada efektifitas dari
kepemimpinan yang ada di lembaga tersebut. Maka dari itu
dibutuhkan pemimpin yang mempunyai visi dan misi yang jelas dalam
memimpin suatu lembaga pendidikan dan yang mempunyai relasi
yang baik dengan masyarakat.
44
Fattah, Landasan Manajemen…, hlm. 72-73 45
Nasution, Manajemen Humas…, hlm. 16.
73
d. Fungsi pengkoordinasian
Pengkoordinasian berarti menjaga agar masing-masing tugas
yang telah diberi wewenang dan tanggung jawab dikerjakan sesuai
dengan aturan dalam mencapai tujuan. Pengkoordinasian pada
lembaga pendidikan adalah mempersatukan rangkaian aktivitas
penyelenggaraan di lembaga pendidikan dan pembelajaran dengan
menghubungkan dan menyelaraskan orang-orang dan pekerjaannya
sehingga semua berlangsung secara tertib ke arah tercapainya maksud
yang telah ditetapkan. Koordinasi ini dapat diwujudkan dengan cara:
rapat lengkap, pertemuan berkala, pembentukan panitia jika
diperlukan, wawancara kepada bawahan, dan interuksi. Dengan
demikian kemampuan kepemimpinan lembaga pendidikan dalam
mengkoordinasikan program-program kerja lembaga pendidikan
menjadi demikian penting.46
Tanpa adanya koordinasi yang baik maka
lembaga pendidikan tidak akan dapat mewujudkan tujuannya dan
tidak akan menghasilkan mutu yang berkualitas.
e. Fungsi pengarahan
Pengarahan dilakukan agar kegiatan yang dilakukan bersama
tetap melalui jalur yang ditetapkan, tidak terjadi penyimpangan yang
dapat menimbulkan terjadinya pemborosan, sehingga kegiatan yang
dilakukan tetap berorientasi pada tujuan yang ditetapkan.
46
Ibid, h.17.
74
Menurut Sagala, kegiatan pengarahan antara lain: 1)
memberikan petunjuk dalam melaksanakan suatu kegiatan; 2)
memberikan dan menjelaskan suatu perintah; 3) memberikan
kesempatan meningkatkan pengetahuan kepada pegawai agar lebih
efektif dalam melaksanakan tugas; 4) memberikan kesempatan ikut
serta menyumbangkan tenaga dan pikiran; 5) memberikan koreksi
agar setiap personil melaksanakan tugas-tugasnya secara efisien.47
Maka dari itu setiap pemimpin dari suatu lembaga pendidikan harus
bisa mengarahkan anggota yang dipimpinnya ke arah yang jelas.
f. Fungsi pengawasan
Pengawasan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan untuk
mengetahui realisasi perilaku tenaga pengajar dan karyawan dalam
organisasi lembaga pendidikan. Secara umum pengawasan dikaitkan
dengan upaya mengendalikan, membina dan pelurusan, sebagai upaya
pengendalian kualitas pendidikan.
Pengawasan, adalah salah satu fungsi manajemen yang berupa
mengadakan penilaian, mengadakan koreksi sehingga apa yang
dilakukan bawahan dapat diarahkan ke jalan yang benar dengan maksud
dengan tujuan yang telah digariskan”48
Menurut Johnson,49
pengawasan
merupakan fungsi sistem yang melakukan penyesuaian terhadap
rencana, mengusahakan agar penyimpangan-penyimpangan tujuan
47
Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, (Bandung: Alfabeta,2002), hlm.
22. 48
Ahmad Elqorni, “Pengertian dan Fungsi-Fungsi Manajemen (Definition and Functions of
Management)” dalam http://www.w3.org/1999/xhtml, diakses 17 April 2010 49
Nasution, Manajemen Humas…, hlm. 18.
75
sistem hanya dalam dalam batas-batas yang dapat ditoleransi.
Sedangkan Handoko menyatakan bahwa pengawasan sebagai proses
“menjamin” bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai
sesuai dengan yang direncanakan.50
Teknik atau cara menjalankan pengawasan ada dua macam:
1) Pengawasan secara langsung (direct control), yakni pengawasan
yang dijalankan sendiri oleh pimpinan yang langsung datang dan
memeriksa kegiatan-kegiatan yang sedang dijalankan. Pengawasan
langsung ini juga disebut “observasi sendiri”, yang dapat dijalankan
dengan dua cara pula yakni:
a) Dengan cara diam-diam atau incognito, bila kepada orang-orang
yang sedang melaksanakan pekerjaan itu, tidak diberitahukan
lebih dahulu bahwa aka nada pemeriksaan oleh atasan
b) Dengan cara terbuka, bila kepada orang-orang yang sedang
melaksanakan pekerjaan itu, diberitahukan lebih dahulu bahwa
akan ada pemeriksaan oleh atasan.
2) Pengawasan secara tidak langsung (indirect control), yakni
pengawasan dengan menggunakan perantaraan laporan, baik
laporan secara tertulis maupun secara lisan.51
Jamal Madhi mengemukakan kontrol atau pengawasan yang
efektif sebagai berikut:
50
Syaiful Sagala, Supervisi Pembelajaran dalam Profesi Pendidikan, (Bandung: Alfabeta,
2010), hlm. 130 51
Gunur, Manajemen…, hlm. 47-48
76
1) Tidak dilakukan berulang-ulang dalam bentuk yang mengganggu
atau jarang sekali dilakukan yang menjadi kurang efektif.
2) Tidak berusaha untuk mengomentari kesalahan atau mencari-cari
kejelekan, sehingga kontrol dapat diterima oleh bawahan dengan
lapang dada.
3) Kontrol harus mencapai tiga sasaran: kewajiban tugas dan
pelaksanaan fungsi sebagai pemimpin, kewajiban lemah lembut
terhadap mereka yang salah agar mengingatkan mereka dari
kelalaian, dan berkewajiban untuk bersikap adil kepada para
pegawai yang tidak dikenal identitasnya, ikhlas, jujur dan selalu
bekerja diam-diam tanpa banyak bicara.
4) Kontrol yang bertumpu pada refleksi kepribadian seorang
pemimpin, bukan atas keputusan-keputusan lisan atau tulisan.
5) Kontrol yang merepresentasikan universalitas, bukan hanya untuk
orang-orang tertentu tetapi sampai menjangkau (unit) para
pelaksana kecil.52
Dengan kontrol yang efektif, maka suatu organisasi akan lebih
konkrit dalam melaksanakan kegiatannya, anggota organisasi tersebut
juga akan bekerja secara sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
52
Jamal Madhi, Menjadi Pemimpin yang Efektif dan Berpengaruh Tinjauan Manajemen
Kepemimpinan Islam, terj. Anang Syafruddin dan Ahmad Fauzan, (Bandung : PT. Syaamil Cipta
Media, 2004), hlm. 43
77
3. Fungsi dan Tujuan Public Relations di Lembaga Pendidikan
Organisasi pendidikan merupakan suatu sistem yang terbuka.
Sebagai sistem yang terbuka, sebuah lembaga pendidikan pasti akan
mengadakan hubungan dengan masyarakat di sekelilingnya begitu juga
dengan pesantren sebagai lembaga pendidikan. Sebuah lembaga
pendidikan yang maju pasti banyak mengadakan hubungan dengan
lembaga-lembaga lain di luar organisasinya. Sebagai contoh dalam hal
beasiswa, peringatan hari besar Islam (PHBI), praktek ketenagakerjaan
dan masih banyak lagi. Menurut Immegart, seperti yang dikutip Pidarta,
hanya sistem yang terbuka yang memiliki negentropy, yaitu suatu usaha
yang terus menerus untuk menghalangi kemungkinan terjadinya entropy
atau kepunahan.53
Agar lembaga pendidikan dapat mengantisipasi berbagai persoalan
global, khususnya dalam mengantisipasi masalah opini negatif terhadap
suatu lembaga pendidikan diperlukan fungsi public relations sebagai alat
manajemen pada suatu lembaga pendidikan. Artinya fungsi public
relations tidak dipisahkan dengan fungsi kelembagaan pendidikan
tersebut. Jelasnya bagaimana public relations bisa menyelenggarakan
komunikasi dua arah antara lembaga pendidikan yang diwakilinya dengan
publik. Artinya fungsi ini turut menentukan sukses tidaknya visi dan misi
dari suatu lembaga pendidikan.
53
Made Pidarta, Peranan Kepala Sekolah pada Pendidikan Dasar,(Jakarta:Gramedia
Widiasarana,1995), hlm. 189.
78
Adapun fungsi manajemen public relations pada sebuah lembaga
pendidikan antara lain:54
a. Mampu menjadi mediator dalam menyampaikan komunikasi secara
langsung (komunikasi tatap muka) dan komunikasi tidak langsung
(melalui media) kepada pimpinan lembaga dan publik interen (guru,
karyawan, dan siswa).
b. Mendukung dan menunjang kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan
mempublikasi lembaga pendidikan. Dalam hal ini humas bertindak
sebagai pengelola informasi kepada publik interen dan publik
eksteren, seperti menyampaikan informasi kepada pers dan promosi.
c. Menciptakan suatu citra yang positif terhadap lembaga pendidikannya.
d. Membantu mencari solusi dan menyelesaikan masalah antar lembaga
pendidikan dengan masyarakat
e. Public Relations bertindak sebagai mediator untuk membantu kepala
sekolah mendengarkan kritikan, saran, dan harapan masyarakat, dan
sebaliknya public relations juga harus mampu menjelaskan informasi
dan kebijakan dari kepala sekolah.
f. Public relations membantu mengatasi permasalahan yang terjadi pada
lembaga pendidikan dengan memberikan masukan kepada pimpinan.
Dalam public relations dikenal adanya dua publik yaitu publik
eksternal yang berada di luar organisasi dan publik internal yaitu
publik yang saling berbagi identitas organisasi. Karena keluasan
54
Nasution, Manajemen Humas…, h.28.
79
publik public relations ini sehingga terkadang tidak semua publik
dapat dikelola dengan baik, maka sebagai seorang public relations dia
harus dapat menentukan prioritas publik yang paling penting bagi
organisasi.
Ada sepuluh dasar fungsi dan peran public relations:
a. Public relations bekerja dengan realitas (fakta), dan bukan fiksi.
b. Public relations bekerja dengan publik (khalayak aktif) dan
tidak didasarkan pada hubungan secara pribadi.
c. Kepentingan publik harus menjadi acuan utama penyelenggaraan
sebuah program atau kebijakan
d. Public relations dituntut menggunakan media massa, oleh sebab
itu integritas media massa harus dapat di pertanggungjawabkan.
e. Public relations menjembatani hubungan antara organisasi dengan
publiknya
f. Public relations harus bisa menggunakan riset opini publik yang
dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan
g. Public relations juga harus mampu menggunakan pendekatan
keilmuan
h. Public relations membutuhkan aplikasi multidisiplin ilmu
i. Praktisi public relations harus waspada terhadap masalah yang
terjadi sehingga masalah tersebut tidak akan berubah menjadi krisis.
80
j. Praktisi public relations harus bisa dinilai berdasarkan ethical
performance-nya.55
Sementara itu, Tondowidjojo mengemukakan fungsi dan tugas
public relations secara lebih rinci sebagai berikut:
a. Membantu menentukan dan merumuskan tempat dan tujuan organisasi
dalam kehidupan bersama. Fungsi ini mempunyai tugas: 1) membantu
perumusan kebijaksanaan; 2) menilai organisasi dari segi
kemasyarakatan, budaya dan ilmu pengetahuan; 3) antisipasi terhadap
reaksi-reaksi.
b. Memberi masukan untuk kebijaksanaan dan langkah-langkah
selanjutnya. Fungsi ini mempunyai tugas: 1) penyelidikan terhadap
opini dan interpretasinya, 2) memberi masukan untuk jangka pendek
dan jangka panjang.
c. Memberi masukan dalam kepemimpinan. Fungsi ini mempunyai
tugas: 1) memberi penilaian tentang pembagian tugas dan budget; 2)
memberi bimbingan kepada yang bekerja sama dengan pimpinan, 3)
saran-saran untuk perbaikan intern.
d. Mengetahui situasi organisasi dan perkembangan dalam kehidupan
bersama dan opini publik. Fungsi ini mempunyai tugas: 1) memelihara
dan menyimpan dokumen organisasi; 2) mengetahui perkembangan
dalam kehidupan dan opini publik; 3) menanamkan dan menyimpan
daftar inventaris.
55
Newsome, Doug, Turk, Judy Vanslyke, dan Krucke be rg, Dean. 2004. This Is PR : The
Realties of Public Relations. 8th Edition. Be lmont, CA : Wadsworthlm.
81
e. Menetapkan adanya kelompok-kelompok publik yang relevan dari
organisasi. Fungsi ini mempunyai tugas antara lain: 1) membuat
pemandangan tentang kelompok publik dan menentukan tingkat
ketergantungan; 2) mengumpulkan data tentang bagaimana penilaian
kelompok-kelompok publik yang relevan itu terhadap organisasi; 3)
menyusun dan menyimpan daftar alamat dan relasi, d) memberikan
gambaran tentang karakteristik organisasi.
f. Presentasi organisasi. Fungsi ini mempunyai tugas sebagai berikut: 1)
mengembangkan kejelasan bertindak (kesatuan langkah); 2)
menentukan garis/gerak untuk membentuk visualisasi dan bagian-
bagiannya; 3) mencatat events dalam organisasi, d) menentukan
prosedur penanganan pengaduan.
g. Pembuatan dan pengurusan sarana-sarana komunikasi. Fungsi ini
mempunyai tugas antara lain sebagai berikut: 1) mengusahakan isi dan
bentuk informasi media cetak tentang organisasi, kontak dengan
penulis-penulis dan percetakan, 2) menyiapkan teks-teks sambutan,
brosur, buku-buku dan laporan-laporan, 3) memberikan tugas untuk
membuat material (audio) visual, 4) mengadakan bank data (cerita
dokumentasi dan informasi), 5) mengurus sarana-sarana media
komunikasi.
h. Mengurus representasi organisasi. Fungsi ini mempunyai tugas
sebagai berikut: 1) memberi masukan/mengatur pengambilan bagian
dalam kegiatan-kegiatan, seperti: simposium, pertunjukan-
82
pertunjukan, dll; 2) menghadiri rapat-rapat atas nama organisasi/ dan
memberi masukan dalam hal sponsor advertensi.56
Fungsi dan tugas public relations yang lain, sebagaimana disebutkan
oleh Morrisan, adalah membantu terciptanya komunikasi yang baik antara
guru dengan orang tua murid, penggalangan dana, menjalin hubungan
yang baik dengan pihak-pihak yang berkepentingan, baik pemerintah
maupun pihak swasta.57
Lembaga pendidikan perlu mengubah program dan prosedur. Ada
tiga alasan yang mendasar pentingnya public relations bagi lembaga
pendidikan ke depan, yaitu:58
a. Pengelolaan lembaga pendidikan masa yang akan datang semakin
otonom, sehingga pimpinan selalu menghasilkan kebijakan yang
terkait dengan kelembagaannya. Dalam hal ini diperlukan suatu
bagian yang dengan intensif dan terprogram mensosialisasikan dengan
masyarakat baik di tingkat internal maupun di tingkat eksternal.
b. Persaingan yang sehat dan dinamis antar lembaga pendidikan dalam
merebut animo calon santri untuk menimba ilmu di lembaga
pendidikan tersebut, sehingga dituntut agar diperlukan unit kerja yang
mengelola dan memberikan informasi atau berita-berita tentang
lembaga pendidikan selalu baik dan positif.
c. Perkembangan media massa di daerah semakin meningkat, baik media
televisi swasta lokal, radio, maupun media cetak, khususnya yang
56
Tondowidjojo, Dasar dan Arah..., hlm. 62-63. 57
Morissan, Manajemen Public Relations..., hlm. 88-89. 58
Nasution, Manajemen Humas…, h 29.
83
sudah pasti selalu mencari informasi yang aktual, untuk itu perlu
membina hubungan yang harmonis dengan media massa tersebut agar
informasi atau berita-berita selalu baik dan positif.
Sedangkan peran public relations di lembaga pendidikan
adalah:59
a. Membina hubungan yang harmonis kepada publik interen (dalam
lingkungan lembaga pendidikan, seperti dosen, tenaga administrasi,
dan mahasiswa), serta hubungan kepada publik eksteren (di luar
lembaga pendidikan, seperti instansi, masyarakat, dan media massa).
b. Membina komunikasi dua arah kepada publik internal (dosen,
mahasiswa, karyawan) dan publik eksternal (lembaga luar, instansi,
masyarakat, dan media massa) dengan menyebarkan pesan, informasi
dan publikasi hasil penelitian, dan berbagai kebijakan-kebijakan yang
telah ditetapkan pimpinan.
c. Mengidentifikasi dan menganalisis suatu opini atau berbagai
persoalan, baik yang ada di lembaga pendidikan maupun yang ada di
masyarakat.
d. Berkemampuan mendengar keinginan atau aspirasi-aspirasi yang
terdapat di dalam masyarakat.
e. Bersikap terampil dalam menterjemahkan kebijakan-kebijakan
pimpinan dengan baik.
59
Ibid,. hlm. 30.
84
Seorang manajer lembaga pendidikan harus mampu mengemas
program-program dan keberhasilan lembaga pendidikan yang
dikendalikan itu benar-benar menarik sehingga mampu menyerap
perhatian yang besar dari masyarakat. Dalam melaksanakan tugas ini
sebenarnya penuh dengan seni me-manage karena manajer berupaya keras
untuk memunculkan daya tarik masyarakat sehingga termasuk wilayah
estetika. Masyarakat terkadang menjadi tertarik pada program lembaga
pendidikan tidak semata-mata lantaran manajer telah melakukan
kejujuran/amanat, tetapi bisa jadi mereka lebih tergerak setelah ada
kemasan-kemasan tertentu. Di sinilah arti penting public relations.
Menurut Elsbree dan McNally, seperti yang dikutip oleh Ngalim
Purwanto, ada tiga tujuan pokok public relations di lembaga pendidikan,
yaitu:60
a. Untuk mengembangkan mutu belajar dan pertumbuhan anak atau
mahasiswa.
b. Untuk mempertinggi tujuan-tujuan dan mutu kehidupan masyarakat.
c. Untuk mengembangkan pengertian, antusiasme masyarakat, dalam
membantu pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah.
Dengan demikian peran public relations tersebut diharapkan bisa
menjadi mata dan telinga, juga tangan kanan pimpinan sekolah yang ruang
lingkupnya meliputi: membina hubungan ke dalam (siswa, guru, dan
karyawan, wali murid) dalam hal ini menjembantani komunikasi dua arah
60
Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya,2007), hlm. 190. Lihat juga Mulyono, “Urgensi Manajemen..., hlm. 11
85
antar pimpinan dengan siswa, guru, karyawan, dan wali murid. Ruang
lingkup yang lainnya adalah membina hubungan ke luar (orang tua
mahasiswa, alumni, lembaga/instansi luar, dan masyarakat pengguna jasa,
media massa dalam membantu membangun opini).
Keberadaan dan peran public relations lembaga pendidikan di
tanah air sampai saat ini masih tertinggal dengan public relations lembaga
pendidikan di negara-negara maju, dan dengan public relations di
perusahaan-perusahaan di tanah air. Peran public relations masih banyak
dipersepsikan pimpinan sebagai bagian yang menangani dokumentasi
memfoto, mengkliping, dan menyampaikan berita kepada pers. Hal ini
disebabkan karena:61
a. Rendahnya pemahaman pimpinan terhadap peran dan fungsi public
relations, sehingga public relations di lembaga pendidikan kurang
diberdayakan pimpinan. Hal ini menyebabkan posisi Public Relations
lembaga tidak berada pada tempat yang strategis.
b. Public relations masih dikategorikan sebagai bagian yang tidak terlalu
penting terhadap perkembangan organisasi.
c. Kurang pemahaman tentang public relations di lembaga pendidikan
secara institusi maupun secara operasional.
d. Penempatan personil atau staf public relations tidak dibarengi dengan
kemampuan pemahaman dan ketrampilan kehumasan.
61
Nasution, Manajemen Humas…, hlm. 81-82,
86
e. Anggaran untuk kegiatan dan program kerja public relations yang
tidak memadai
Dengan demikian, fungsi public relations pada lembaga
pendidikan adalah sebagai mediator dalam menyampaikan komunikasi
secara langsung maupun tidak langsung baik internal maupun eksternal
lembaga pendidikan. Komunikasi yang dimaksud adalah memberikan
informasi internal lembaga maupun kepada masyarakat tentang kegiatan
yang telah berjalan di lembaganya, apakah hasil penelitian, proses
pendidikan, pengabdian kepada masyarakat, dan lain-lain. Selain itu
public relations juga berfungsi mengkomunikasikan kebijakan lembaga
serta mencari solusi dan menyelesaikan permasalahan yang muncul dalam
suatu lembaga, baik internal lembaga maupun permasalahan lembaga
pendidikan dengan masyarakatnya. Sedangkan tujuan akhir dari public
relations adalah untuk menciptakan suatu citra yang positif terhadap
lembaga.
C. Sistem Komunikasi yang Dijalankan Public Relations
Humas atau public relations adalah salah satu cabang ilmu
komunikasi yang sangat penting.62
Setiap orang pasti melakukan fungsi
humas baik untuk kepentingan dirinya sendiri maupun orang lain atau untuk
kepentingan keluarga, kelompok, organisasi, dan masyarakat. Karena
komunikasi merupakan induk dari humas atau public relations, maka penulis
akan mencoba membahasnya secara lebih mendetail.
62
Morissan, Manajemen Public Relations..., hlm. 37.
87
1. Pengertian Komunikasi
Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, dalam
public relations komunikasi sangat penting. Istilah komunikasi berasal
dari bahasa Latin “communicatio” yang berarti “pemberitahuan” atau
“pertukaran pikiran”. Istilah communicatio tersebut bersumber pada kata
“communis” yang berarti “sama”. Kata “sama” di sini berarti “sama
makna”. Jadi, antara orang-orang yang terlibat dalam komunikasi harus
terdapat kesamaan makna. Jika tidak terjadi kesamaan makna maka
komunikasi tidak berlangsung. Berdasarkan penjelasan di atas,
komunikasi proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang
kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang yang
bermakna sama bagi kedua pihak. 63
Menurut Cutlip, seperti yang dikutip El Qorni, komunikasi adalah
proses timbal balik (resiprokal) pertukaran sinyal untuk memberi
informasi, membujuk atau memberi perintah, berdasarkan makna yang
sama dan dikondisikan oleh konteks hubungan para komunikator dan
konteks sosialnya”. 64
Menurut Terry seperti yang dikutip oleh Nasution, pada suatu
manajemen ada lima jenis komunikasi, yaitu:65
a. Komunikasi formal, yaitu komunikasi yang dilakukan dalam jalur
organisasi formal yang memiliki wewenang dan tanggung jawab,
63
Effendy, Human Relations…, hlm. 11. 64
Kurnia El-Qorni http://manajemenkomunikasi.blogspot.com/ 65
Nasution, Manajemen Humas…, hlm. 19-20.
88
misalnya: instruksi dalam bentuk tertulis dan lisan sesuai dengan
prosedur secara fungsional yang berlaku dari atas ke bawah atau
sebaliknya.
b. Komunikasi non formal, adalah komunikasi yang dilakukan di luar
jalur formal secara fungsional, misalnya: hubungan pribadi dengan
orang lain.
c. Komunikasi informal, adalah komunikasi yang dilakukan karena
terjadinya kontak hubungan antar manusia dominan yang terkait
dengan aspek-aspek kejiwaan, sensitif, dan sentimental. Komunikasi
informal ini banyak dipergunakan pihak bagian kepegawaian untuk
mengetahui lebih mendalam mengenai aspek psikologi karyawan.
d. Komunikasi teknis, adalah komunikasi yang bersifat teknis yang dapat
dipahami oleh tenaga kerja tertentu,misalnya: komunikasi bidang
pekerjaan teknik mesin industri, program komputerisasi, internet, dan
sebagainya.
e. Komunikasi prosedural, yaitu komunikasi yang lebih dekat dengan
komunikasi formal, misalnya: pedoman teknis, peraturan lembaga
pendidikan dan sebagainya.
Komunikasi dalam manajemen menurut Onong dibagi menjadi
dua yaitu:66
a. Komunikasi internal, yaitu komunikasi yang berada di dalam
organisasi secara timbal balik. Komunikasi ini dibagi menjadi tiga
66
Effendy, Human Relations…, hlm. 22.
89
macam, yaitu; 1) Komunikasi vertikal, yaitu komunikasi dari bawahan
ke pimpinan secara timbal balik; 2) Komunikasi horisontal, yaitu
komunikasi secara mendatar antara karyawan dengan karyawan,
guru/dosen/ustadz dengan guru/dosen/ustadz, dan siswa/santri dengan
siswa/santri; 3) Komunikasi diagonal, yaitu komunikasi dalam
organisasi antara orang yang berbeda kedudukannya.
b. Komunikasi eksternal, yaitu komunikasi antara organisasi dengan
publik di luar organisasi. Dalam hal ini dibagi menjadi dua jalur yang
berlangsung secara timbal balik yaitu komunikasi dari organisasi ke
khalayak luar atau dari khalayak luar ke organisasi.
Komunikasi harus mendapat perhatian semaksimal mungkin. Akibat
manajemen komunikasi yang baik ini, diharapkan bukan hanya berfungsi
menghindari salah faham, ketersinggungan bahkan permusuhan, melainkan
bisa mengharmoniskan pergaulan sosial maupun hubungan kerja sehingga
kondusif memajukan lembaga pendidikan Islam. Harmonisasi ini menjadi
salah satu pilar kekompakan dalam menjalankan roda organisasi apa saja,
termasuk juga organisasi pendidikan Islam.
Untuk itu, komunikasi ini harus senantiasa dikelola dengan baik
setidaknya untuk menghindari kegagalannya. Jalaluddin Rakhmat
menuturkan, “Para pakar komunikasi sepakat dengan para psikolog bahwa
kegagalan komunikasi berakibat fatal baik secara individual atau sosial.”67
Hubungan persahabatan bisa berbalik menjadi permusuhan, dan ini
67
Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual Refleksi Sosial Seorang Cendekiawan Muslim, (Bandung:
Mizan, 1991), hlm. 76
90
menjadi makin fatal lagi, jika salah satu pihak tidak menyadari
kesalahannya, sehingga tidak ada upaya untuk melakukan pendekatan-
pendekatan yang mengarah pada rekonsiliasi (ishlâh).
Al-Syaukani dalam kitab tafsirnya, Fath al-Qâdir, mengartikan al-
bayân sebagai kemampuan berkomunikasi.”68
Selain al-bayân, kata kunci
untuk komunikasi yang banyak disebut dalam al-Qur'an adalah al-qawl.69
Al-bayân maupun al-qawl, keduanya mengarah kepada komunikasi.
Melalui keduanya itu, terutama al-qawl terdapat cara atau etika
berkomunikasi yang bermacam-macam bentuknya.
Sedemikian pentingnya komunikasi, sehingga al-Qur‟an diturunkan
juga mempunyai fungsi untuk mengkomunikasikan perintah dan kehendak
Allah kepada manusia atau makhluk-Nya, terlebih lagi dalam menjalin
relasi dengan masyarakat atau publik. Seorang manajer yang melakukan
public relations hendaknya menguasai cara-cara berkomunikasi yang baik
dengan siapapun, dengan memperhatikan situasi dan kondisi yang terjadi
pada waktu itu, atau dalam bahasa ilmu balaghah dinamakan muqtadha al-
hâl atau muqtadha al-maqâm.
2. Unsur-unsur komunikasi
Dalam komunikasi pastilah terdapat unsur-unsur baku atau pokok.
Unsur-unsur komunikasi dijelaskan sebagai berikut:70
68
Al-Syaukani, Fath al-Qadir, juz 7, (Mauqi‟u al-Islam: Dalam Al-Maktabah Al-Syamilah,
2005), hlm. 100 69
Rakhmat, Islam Aktual..., hlm. 77 70
Effendy,Human Relations…, hlm. 15-17.
91
a. Pengirim. Pengirim atau disebut juga komunikator adalah orang yang
menyampaikan pikirannya atau perasaannya kepada orang lain.
Komunikator dapat bertindak secara individu maupun kelompok.
b. Pesan. Pesan yang dalam bahasa Inggris disebut message adalah
lambang yang membawakan pikiran atau perasaan komunikator.
c. Saluran, adalah sarana untuk menyalurkan pesan-pesan yang
disampaikan oleh komunikator kepada komunikan.
d. Penerima. Penerima juga disebut komunikan yaitu seseorang atau
sejumlah orang yang menjadi sasaran komunikator ketika ia
menyampaikan pesannya.
e. Konteks hubungan. Konteks hubungan adalah bagaimana, untuk apa,
dan dalam situasi apa komunikasi berlangsung.
f. Lingkungan sosial. Lingkungan sosial adalah lingkungan dimana
proses komunikasi itu berlangsung.
Menurut Shanon-Weaver, sebagaimana yang dikutip Morissan,
komunikasi terdiri dari: 1) sumber komunikasi; 2) pesan atau sinyal; 3)
saluran dan; penerima atau tujuan.71
Sedangkan menurut Schramm
komunikasi tidaklah sesederhana sebagaimana yang dikemukakan model
komunikasi Shannon dan Weaver. Konsep komunikasi membutuhkan
proses komunikasi dua arah (two-way-process) di mana pengirim dan
penerima pesan berkomunikasi dalam konteks kerangka acuan (frame of
reference), hubungan dan situasi sosial mereka masing-masing. Dengan
71
Morissan, Manajemen Public Relations..., hlm. 42
92
demikian, komunikasi adalah proses timbal balik pertukaran tanda untuk
memberitahukan, memerintahkan atau membujuk berdasarkan makna dan
kondisi bersama melalui hubungan komunikator dan konteks sosial.72
Hal
ini sebagaimana pada gambar berikut:
Konteks Hub
Kerangka acuan A Kerangka Acuan B Enkoder Pesan A Dekoder Komunikator A Komunikator B Dekoder Enkoder [ Pesan B
Gb. 2.2. Model Komunikasi 2 arah model Schramm73
3. Proses pemberian informasi
Dalam menyampaikan informasi harus memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:74
a. Menarik perhatian terhadap komunikasi
b. Mendapatkan penerimaan pesan
c. Mengusakan agar pesan ditafsirkan sebagaimana diharapkan
d. Menyimpan pesan untuk penggunaan selanjutnya
Seseorang dalam melakukan komunikasi, ada yang membosankan
dan ada yang menyenangkan. Hal tersebut dikarenakan adanya
keterlibatan faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi daya tarik
komunikasi itu, yaitu: (1) Pribadi komunikan. Pada aspek pribadi ini ada
72
Ibid., hlm. 42-43 73
Cutlip & Center, Effective…, hlm. 200. Lihat pula Morissan, Manajemen …, hlm. 42-43 74
Kurnia El-Qorni http://manajemenkomunikasi.blogspot.com/
93
beberapa prinsip yang perlu diperhatikan: Pribadi harus dipandang secara
kesatuan yang utuh, pribadi itu dinamis, setiap pribadi mempunyai nilai
sendiri, setiap pribadi itu unik, dan pribadi itu sukar dinilai; (2) Arti kata
atau kalimat. Setiap orang mengartikan kata sesuai dengan pengalaman
hidupnya. Maka dalam berkomunikasi, kata-kata kunci harus dijelaskan
secara rinci dengan contohnya; (3) Konsep diri. Ketepatan memahami
konsep diri ini sangat membantu efektivitas kamunikasi; (4) Empati. Hal
ini perlu diperoleh dari orang lain sehingga komunikasi bisa efektif karena
ada kesamaan sudut pandang antara komunikator dengan komunikan; dan
(5) Umpan balik. Komunikator dalam berkomunikasi perlu mendapatkan
umpan balik dari komunikan karena akan mengetahui kemungkinan
terjadinya kesalahan/perbedaan tafsir.75
Di samping itu, ada delapan prinsip yang perlu dilakukan agar
komunikasi bisa dikerjakan dengan efektif, yaitu: (1) Berfikir dan
berbicaralah dengan jelas; (2) Ada sesuatu yang penting; (3) Ada tujuan
yang jelas; (4) Penguasaan terhadap masalah; (5) Pemahaman proses
komunikasi dan menerapkannya dengan konsisten; (6) Mendapatkan
empati dari komunikan; (7) Selalu menjaga kontak mata, suara yang tidak
terlalu keras atau lemah, dan menghindari ucapan pengganggu; dan (8)
Komunikasi harus direncanakan (apa pesan yang ingin dikomunikasikan,
siapa komunikan yang dituju, buatlah skenario yang jelas, dan hendaknya
mempersiapkan diri agar menguasai masalah).76
75
Qomar, Manajemen Pendidikan..., hlm. 235 76
Ibid.
94
Delapan prinsip tersebut ada yang terkait dengan komunikator,
komunikan dan komunikasi itu sendiri. Ketika delapan prinsip itu dipenuhi
maka komunikasi akan berjalan secara efektif yaitu mampu merubah
perilaku komunikan sesuai dengan yang diharapkan komunikator.
Perubahan perilaku komunikan ini menjadi target dari suatu komunikasi
karena perubahan itu menjadi harapan bagi komunikator. Keampuhan
komunikasi itu ditentukan oleh perubahan perilaku tersebut, yang berarti
komunikan mengikuti apa yang disampaikan komunikator. Semakin
komunikan cepat berubah mengikuti keinginan komunikator berarti
komunikasi yang disampaikan semakin efektif. Di samping itu,
komunikasi akan bisa tersampaikan dengan baik atau efektif apabila
dilakukan dari dalam lubuk hati yang dalam.
Menurut Jamal Madhi, keahlian berkomunikasi itu meliputi tujuh
sikap yakni cekatan (mubâdarah), kecepatan (sur‟ah), ketekunan
(mutsâbarah), fleksibilitas (murunah), penguasaan (saitharah),
kemampuan untuk memperhatikan (ishgha‟), dan meminimalkan tenaga.77
Seorang manajer yang melakukan public relations harus menguasai itu
semua, agar komunikasi yang dilakukan dapat efektif dan mampu merubah
perilaku komunikan.
77
Madhi, Menjadi Pemimpin..., hlm. 104-105
95
4. Efek komunikasi
Komunikasi yang dilakukan oleh seseorang tentulah mempunyai
efek tertentu bagi lingkungan sekitarnya, maupun bagi yang lainnya. Efek
tersebut dapat berupa efek yang tampak secara langsung, maupun yang
tidak tampak secara langsung, baik efek negatif maupun efek positif.
Menurut El Qorni ada beberapa efek yang ditimbulkan dalam komunikasi,
seperti yang dijelaskan sebagai berikut:78
a. Menciptakan persepsi tentang dunia di sekitar kita
Persepsi dunia kita berhubungan dengan dunia luar dan
gambaran di sekeliling kita yang mendeskripsikan hubungan antara
situasi (scene) tindakan (orang, tempat, tindakan dan seluruh fenomena
yang mungkin ada), persepsi terhadap situasi tindakan dan respon
berdasarkan persepsi. Jadi pada intinya seorang komunikator ingin
mengsinkronkan antara persepsi tentang dunia yang ada dalam
pikirannya dengan kenyataan atau fakta yang ada. Jika persepsi yang
ada dalam pikiran tersebut tidak sinkron dengan kenyataan yang ada,
maka komunikasi tidak akan berefek.
b. Menentukan agenda
Diambil dari ide Walter Lippman tentang dampak media yang
menyangkut apa yang kita pikirkan tentang sesuatu (apa yang kita
ketahui tentang sesuatu) dan apa yang kita pikirkan (opini dan
perasaan kita) sehingga ada dua konsep dalam penentuan agenda
78
Kurnia El-Qorni http://manajemenkomunikasi.blogspot.com/
96
dalam public relations yaitu: a). Issue silence (keutamaan dan
penetrasi isu terhadap audien atau seberapa baikkah isu itu beresonansi
dengan masing-masing publik. b). Cognitive priming (pengalaman
personal dan hubungan seseorang dengan isu).
c. Penyebaran informasi dan inovasi
Teori penyebaran informasi dan teori inovasi menyangkut ide-
ide atau inovasi lebih mudah diadopsi oleh audiens apabila a) Lebih
menguntungkan ketimbang situasi sekarang. b). Kompatibel dengan
pengalaman sebelumnya dan spek situasi lainnya. c). Sederhana d).
Mudah dicoba e). Mudah diamati melalui hasil yang kelihatan.
d. Mendefinisikan dukungan sosial.
Dukungan sosial sesuai dengan teori spiral keheningan (Spiral
of Silence) yaitu orang akan merespon fiksi dan realitas dengan cara
yang sama kuatnya dan dalam banyak kasus mereka membantu
menciptakan fiksi yang kemudian mereka tanggapi. Teori ini
menyatakan bahwa pendapat pribadi tergantung pada apa yang
dipikirkan dan diharapkan orang lain. Individu cenderung menghindari
pengucilan dengan melihat lingkungan sekitar, pandnagan mana yang
dominan, yang akhirnya berani mengekspresikan atau sebaliknya,
sehingga menyatakan pendapat sementara yang lain diam mengawali
proses spiral keheningan yang memapankan suatu pendapat umum
yang dominan.
97
5. Komunikasi Public Relations
Seorang manajer yang membidangi public relations harus
melakukan komunikasi untuk melakukan relasi dengan siapapun, baik
stake holder maupun masyarakat luas. Sekolah atau pihak yang
bertanggung jawab dalam hal public relations hendaknya harus lebih aktif
dalam melakukan komunikasi dengan masyarakat. Hal tersebut dilakukan
untuk mempertahankan citra yang baik yang ada dalam masyarakat.
Jangan sampai dalam benak masyarakat terdapat kesan bahwa lembaga
hanya selalu mengharapkan dukungan masyarakat untuk mempertahankan
eksistensi lembaga tersebut.79
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam komunikasi public relations, yaitu sebagai berikut:80
a. Mendapat perhatian dari publik sasaran
b. Menstimulasi minat dalam isi pesan.
c. membangun keinginan dan niat untuk bertindak berdasarkan pesan
d. mengarahkan tindakan dari mereka yang berperilaku yang konsisten
dengan pesan
Keunikan yang ada dalam komunikasi public relations telah
dikemukakan oleh Scott Cutlip, sebagaimana dikutip Morissan, bahwa
perhatian anda merupakan objek persaingan sengit. Hal itu berarti
beberapa pesan akan bisa menarik perhatian anda, namun lebih sedikit
pesan yang mampu memberikan efek atau dampak. Maka dari itu, tugas
pertama praktisi humas adalah mendapatkan perhatian dari khalayak
79
Nur Aedi dan Elin Rosalin, “Kerjasama Sekolah dan Masyarakat” dalam Tim Dosen
Administrasi Pendidikan UPI, Manajemen Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2008), hlm. 282 80
Kurnia El-Qorni http://manajemenkomunikasi.blogspot.com/
98
sasaran; kedua, menarik minat (ketertarikan) khalayak terhadap isi pesan;
ketiga, membangun suatu keinginan dan niat khalayak untuk bertindak
sesuai dengan pesan; dan keempat, mengarahkan tindakan khalayak agar
tetap sesuai dengan pesan yang disampaikan.81
Pada intinya dalam komunikasi public relations seorang praktisi
harus pandai-pandai memanfaatkan situasi dan kondisi serta perhatian dan
gaya bicara atau komunikasi yang dilakukannya, agar dapat menarik
simpati dari masyarakat atau publik dengan maksimal. Proses komunikasi
public relations dikatakan berhasil apabila masyarakat mempunyai
kesadaran untuk memiliki suatu lembaga tersebut dan memeliharanya
layaknya milik mereka sendiri, sehingga model komunikasi yang dibangun
adalah komunikasi terbuka. Hal ini sebagaimana model komunikasi Cutlip
sebagaimana gambar dibawah ini:
81
Morissan, Manajemen Public Relations..., hlm. 41
99
I Struktur Keadaan & Proses tujuan
II
III Variasi IV
dlm Lingk
Gb. 2.3. Model Komunikasi Terbuka82
6. Publik dan Opini
Ada beberapa pengertian tentang publik menurut beberapa tokoh
seperti yang dikutip oleh El Qorni, yaitu:83
a. Menurut Jefkin, publik adalah kelompok atau orang-orang yang
berkomunikasi dengan suatu oragnisasi, baik secara internal maupun
eksternal.
82
Cutlip & Center, Effective…, hlm. 191 83
Kurnia El-Qorni http://manajemenkomunikasi.blogspot.com/
Ket.
I : info +/- tentang keadaan tujuan
II : Internal= mengubah /mempertahankan
tujuan
III : output
eksternal=mengubah/mempertahankan
variasi dlm lingk
IV : masukan=energi persoalan dan info yg
mempengaruhi keadaan tujuan
Struktur rencana &
program
organisasi
Hub yg diinginkan dg
public
(tujuan&sasaran)
Pengetahuan,
kecenderunga
n & perilaku
publik
Info: ttg hub dg public yg
diinginkan vs yg diobservasi
Internal: pemeliharaan / definisi
ulang hub yg diinginkan
Input: tindakan yg
dilakukan oleh/info ttg
publik
Output:
eksternal=tindkan &
komunikasi yg
ditujukan pd publik
100
b. Menurut Dewey, publik diartikan sebagai unit sosial aktif yang terdiri
dari semua pihak yang terlibat mengenali problem bersama yang akan
mereka cari solusinya secara bersama-sama.
c. Sedangkan Cutlip mengartikan opini publik sebagai sekumpulan
pandangan individu terhadap isu yang sama yang berhubngan dengan
arah opini, pengukuran intensitas, stabilitas, dukungan informasional
dan dukungan sosial.
d. Menurut Noelle-Neumann, sebagaimana dikutip Morissan, opini
publik adalah sikap atau tingkah laku yang ditunjukkan seseorang
kepada khalayak jika ia tidak ingin dirinya terisolasi; dalam hal isu
kontroversial, opini publik adalah sikap yang ditunjukkan seseorang
kepada khalayak tanpa harus membahayakan dirinya sendiri yaitu
berupa pengucilan.84
Pandangan kedua tokoh ini tertuang dalam teori
spiral keheningan. Namun masih ada satu teori lagi yang juga
berperan membentuk opini publik, yaitu teori agenda setting. Pada
kesempatan kali ini, penulis akan membahas hal tersebut satu per satu.
1) Teori spiral keheningan; teori ini menyatakan bahwa pendapat
pribadi sangat tergantung pada apa yang dipikirkan atau diharapkan
oleh orang lain. Individu pada umumnya berusaha untuk
menghindari terjadi pengucilan atau isolasi karena ia sendirian
mempertahankan sikap atau keyakinan tertentu. Orang akan
mengamati lingkungannya terlebih dahulu guna mempelajari
84
Morissan, Manajemen Public Relations..., hlm. 72
101
pandangan-pandangan mana yang tidak dominan atau populer,
sehingga kecenderungan seseorang untuk menyatakan pendapat
dan orang lainnya menjadi diam akan mengawali suatu proses
spiral yang meningkatkan kemapanan satu pendapat sebagai
pendapat umum atau pendapat yang dominan. Gambaran proses
spiral keheningan adalah sebagai berikut:
Gb. 2.4. Proses Teori Spiral Keheningan85
2) Teori agenda setting, menurut teori yang dikeluarkan oleh Maxwell
McCombs dan Donald Shaw, media massa memiliki kekuatan
dalam hal apa saja yang perlu dipikirkan masyarakat. Teori ini
menyatakan bahwa: Media may not tell us what to think, but media
tell us what to think about.86
Dampak agenda setting dalam media
adalah apa yang dipikirkan (kognisi) dan apa yang kita pikirkan
(perasaan/kecenderungan), yang tertuang dalam hubungan segitiga
public opinion versi Lippmann sebagai berikut:
85
Scott M. Cutlip & Allen Center, Effective Public Relations: Merancang dan
Melaksanakan Kegiatan Kehumasan dengan sukses, (New Jersey: Prentice Hall, Inc, 2000), edisi
Bahasa Indonesia, Jakarta: Indeks Kel Gramedia, 2005, hlm. 208-209. Lihat pula Melvin L. De
Fleur & Sandra J. Ball Rokeach, Theories of Mass Communication, ed. 4, (New York: Longman,
1982), hlm. 225. Lihat pula Morisaan, Manajemen Public Relation: Strategi Menjadi Humas
Profesional, (Jakarta: Kencana, 2008) ed. I, cet. I, h.72-73 86
Morisaan, Manajemen, hlm. 74
Pesan
persuasif
Menentukan
proses social culture
kelompok
Membentuk/mengganti
definisi
perilaku yg disetujui secara
sosial untuk
anggota
kelompok
Mencapai
perubahan
arah perilaku
lahiriyah
102
Persepsi tindakan
Tempat kejadian Tindakan
Tanggapan Berdasar Persepsi
Gambar 2.5. Hubungan Segitiga Public Opinion dalam Agenda Setting87
7. Tipe publik
Empat tipe publik menurut Grunig & Repper dalam bukunya
Strategic Management, Public and Issues, seperti dikutip El Qorni, yaitu:
a. All issue publics, yaitu public yang bersikap aktif dalam berbagai isu.
b. Apathetic publics, yaitu public yang tidak memperhatikan atau tidak
aktif terhadap semua isu
c. Single issue publics, yaitu public yang aktif pada satu atau sejumlah
isu terbatas
d. Hot issue publics, yaitu public yang baru aktif setelah semua media
mengekspos hampir semua orang dan isu menjadi topik sosial yang
diperbincangkan secara luas.
Untuk menjaga image atau citra perguruan tinggi dibutuhkan
profesionalisasi dalam public relations yang tidak dapat dipisahkan dari
opini public atau pendapat umum. Terciptanya opini public didasarkan
saling mempercayai adanya kesadaran akan kebutuhan bersama, tugas
87
Scott M. Cutlip & Allen Center, Effective, hlm. 206-207. Lihat pula Walter Lippmann,
Triangle Public Opinion Theory, (New York: Harmurt Brace & Company, 1927), hlm. 16-17
103
public relations mengelola opini public agar kesan masyarakat terhadap
lembaga pendidikan menjadi positif. Agar opini public terhadap lembaga
pendidikan memiliki citra yang baik diperlukan langkah-langkah
pengendalian opini public. Langkah-langkah tersebut meliputi:
a. Menemukan masalah di dalam lembaga tersebut, seperti menemukan
masalah dengan public interen (pimpinan, dosen, mahasiswa, dan
karyawan), menemukan masalah dengan lingkungannya dan
menemukan masalah dengan konsumen lembaga pendidikan.
b. Menemukan opini yang berkembang, baik yang muncul secara
kelompok maupun individual.
c. Menganalisis opini dari segi lingkup, kompetisi, mutu, kadar, dan
pemunculan.
d. Membuat strategi, dalam hal ini kita menentukan arah opini yang akan
kita bentuk.
e. Setelah menentukan arahnya, maka dibuat program untuk mencari
opini yang diinginkan.
f. Dirumuskan pesan komunikasi yang tepat.
Dengan strategi yang dirumuskan tersebut diharapkan komunikasi
dalam rangka pengendalian opini publik dapat dilakukan dengan baik,
sehingga komunikasi terbuka yang dijalankan bisa membangun citra
lembaga pendidikan akan menjadi positif di kalangan publik.
104
D. Strategi Public Relations untuk Memperbaiki Citra Lembaga Pendidikan
Karakteristik public relations di lembaga pendidikan sangat berbeda
dengan public relations di perusahaan, instansi pemerintah, dan BUMN.
Public relations lembaga pendidikan bukan produk yang bisa langsung
dipasarkan, namun produk public relations di lembaga pendidikan adalah
mendukung kegiatan pendidikan yang menghasilkan output yang berkualitas,
hasil penelitian yang bisa diterapkan pada dunia usaha dan lainnya serta
kegiatan-kegiatan lain dalam bentuk pengabdian kepada masyarakat yang bisa
membentuk citra positif lembaga lembaga pendidikan.
Citra adalah sebuah pandangan mengenai suatu perusahaan atau
instansi, yang bersifat penilaian obyektif masyarakat atas tindakan dan
perilaku dan etika instansi tersebut yang berhubungan dengan eksistensinya
dalam masyarakat. Citra merupakan kesan, perasaan, gambaran diri publik
terhadap institusi, kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu obyek,
orang atau organisasi.88
Dalam teori manajemen, pembangunan citra (image) merupakan salah
satu bagian yang terpisahkan dari strategi marketing. Arthur W. Page dalam
Sagara menjelaskan bahwa strategi pencitraan adalah sebuah upaya yang tidak
datang tiba-tiba dan tidak bisa direkayasa.89
Citra akan datang dengan
sendirinya dari upaya yang ditempuh sehingga komunikasi dan keterbukaan
perusahaan atau institusi merupakan saah satu faktor utama untuk
mendapatkan citra yang positif. Hal ini memerlukan waktu yang panjang dan
88
Soemirat dan Ardianto, Dasar-Dasar …, hlm. 112. 89
Arthur W. Page, All Bussiness in a Democratic Country Begins with Public Permission
an Exist by Public Approavala, dalam Edo Sagara, Journal, 1999
105
selalu belajar dari pengalaman-pengalaman dalam melayani pengguna produk
atau jasa. Hal ini sebagaimana pernyataan Michell yang menegaskan bahwa
esensi pencitraan bagi institusi adalah dalam rangka repositioning dan merebut
pangsa pasar (public).90
Image adalah istilah kontroversi dalam public relations. Image
berhubungan dengan komunikasi yang menyiratkan ke publik mengenai
organisasi tertentu yang berkaitan dengan hal yang abstrak. Image
berhubungan dengan simbol, persepsi, tingkah laku yang dibentuk oleh
organisasi untuk disampaikan ke publik. Image mempengaruhi reputasi positif
suatu organisasi. Keberhasilan suatu universitas tergantung pada image yang
dibangun.91
Aset terpenting dalam Perguruan Tinggi adalah image. Image
didefinisikan dengan skore tes ujian masuk mahasiswa, kualitas fakultas,
kebutuhan mahasiswa, perpustakaan yang menunjang, seleksi administrasi,
beasiswa dan block grant, pemenuhan alumni, fasilitas mutu, besarnya
anggaran, reputasi inovasi, dan kualitas kepemimpinan.92
Demikian juga
lembaga pendidikan Islam yang lain, image akan terbentuk dengan sendirinya
apabila lembaga pendidikan tersebut memberikan pelayanan yang prima
kepada masyarakat.
90
Strategi pengembangan lembaga membutuhkan kiat yang disebut dengan riset
pemasaran. Riset pemasaran adalah suatu riset yang ditujukan untuk mengumpulkan data yang
akan digunkaan oleh pimpinan untuk merumuskan kebijakan pemasaran dan rencana usaha.
Converse Hugey and Michell, 1958 dalam Jhonatan E., Branding dalam Teori Marketing, (Jakarta:
tp, 2009) 91
Kazoleas, D., Kim, Y., & Moffit, Institutional Image: a Case Study, (Corporate
Communications: An International Journal, 2001) 6 (24), hlm. 205-206 92
Theus, K.T.. Academic reputations: the process of formation and decay. Public
Relations Review, 19 (3) (1993), 277-91.
106
Sedangkan menurut R. Abratt,93
citra dalam konteks strategi lembaga
adalah terkait dengan proses corporate image management. Citra dalam benak
khalayak adalah akumulasi pesan yang terekam di alam pikiran mereka. Citra
terbentuk tidak hanya karena pengalaman menggunakan produk, tetapi juga
karena interaksi dengan pihak institusi. Citra idealnya mencerminkan wajah
dan budaya institusi sejalan dengan strategi institusi, jelas dan konsisten. Citra
sebagaimana pendapat Kotler dalam Sanaky, berarti kepercayaan, ide, dan
impresi seseorang terhadap sesuatu.94
Sedangkan menurut Buchari,95
citra
merupakan kesan, impresi, perasaan atau persepsi yang ada pada publik
mengenai perusahaan atau insitusi suatu obyek, orang atau lembaga. Citra
merupakan gambaran yang ada dalam benak publik baik itu publik internal
maupun eksternal tentang lembaga.
Berdasar riset yang bisa dipertanggungjawabkan, beberapa lembaga
telah berhasil menciptakan image sehingga bisa masuk segmen pasar (publik)
secara militan. Hal tersebut dikarenakan terdapat beberapa indikator yang oleh
Faradilah disebut sebagai tiga langkah strategis membangun image,96
yaitu:
Branding, Position and Differensiasi.
Pertama, Brand atau merek merupakan bagian terpenting dari institusi,
karena merek akan memberikan image kepada lembaga. Sebuah merek akan
memiliki potensi jika memperhatikan: a) A quality product, kualitas adalah
93
Dadang Shugiana, Strategi Pemasaran Merek Corporate (Pencitraan Produk),
(Bandung: Resensi, 2007) 94
Sanaky, Peran Public Relations dalam Kompetisi Dunia Usaha, (Yogyakarta: Rake
Sarasin, 2006) 95
Alma Buchari, Manajemen Pemasaran danPemasaran Jasa, (Bandung: Alfabeta, 1992),
hlm. 32 96
Faradilah R, Penerapan Marketing untuk Meningkatkan Prestasi Sekolah, (Jakarta: UI
Press, 2005)
107
nomor satu yang diinginkan konsumen, karena kepuasan konsumen digunakan
untuk mengukur nilai-nilai merek (brand values); b) Being first, adalah
menjadi pertama dalam pasar bukan dalam teknologi; c) Unique positioning
concept, adalah merek harus memiliki konsep yang unik, yang membedakan
dengan kompetitornya; d) Strong communications program berarti merek
yang sukses harus disertai dengan penjualan yang efektif, pengiklanan,
kampanye, promosi yang akan mengkomunikasikan fungsi dari brand itu dan
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya; e) Time and Consistency, maksudnya
merek tidak diangun dalam waktu yang cepat, namun membutuhkan waktu
untuk membangun merek tersebut dan nilai-nilai yang ada di dalamnya.
Dalam memelihara nilai-nilai dalam merek tersebut membutuhkan waktu yang
berkesinambungan dan dihubungkan dengan perubahan lingkungan.
Kedua, position, merupakan penempatan lembaga pada posisi yang
benar, pada level segmentasi. Agar lebih fokus, maka pihak lembaga harus
mampu membidik segmentasi tertentu sesuai dengan tujuan yang telah
ditargetkan. Hal ini akan mempermudah mengukur kemampuan internal serta
memperlihatkan tujuan dan arah dari lembaga itu sendiri di hadapan
masyarakat.
Ketiga, differensiasi, adalah sisi keunggulan yang dimiliki oleh pihak
lembaga yang tidak dimiliki oleh lembaga lain. Dengan keunggulan ini akan
mempermudah memberikan keterangan dan identitas pada khalayak atau
dengan kata lain meletakkan posisi lembaga di masyarakat.
108
Pada dasarnya industri jasa kependidikan menghasilkan dua kategori,
yaitu produk sepenuhnya yaitu jasa/pelayanan kependidikan dan produk
parsial adalah lulusan. Produk-produk pendidikan sekolah terdiri dari jasa:
kurikuler, penelitian, pengembangan kehidupan bermasyarakat,
ekstrakurikuler dan administrasi. Kelima produk inilah yang merupakan
wilayah kendali penuh sekolah dan merupakan tolok ukur pelayanan sekolah
oleh komponen pendidikan lainnya.97
Citra dibentuk dari identitas organisasi atau korporasi (corporate
identity). Oleh karena itu identitas adalah manifestasi visual dari citranya
yang disampaikan melalui logo, produk, layanan, bangunan, alat tulis,
seragam, dan benda-benda lain yang tampak (tangible), yang dibuat oleh
organisasi untuk berkomunikasi dengan khalayaknya. Selanjutnya khalayak
akan mempersepsi citra sebuah organisasi berdasarkan pada pesan yang
dikirimkan organisasi dalam bentuk identitas organisasi yang
terlihat tersebut.
Citra merupakan daya magnet bagi sebuah produk. Image positif
terhadap sesuatu akan muncul jika publik percaya (trust) dan selanjutnya
yakin bahwa suatu produk bisa memenuhi tuntutan emosional mereka, karena
trust dalam ilmu sosial merupakan social capital yang paling dominan dalam
mempengaruhi perilaku masyarakat.
97
Daulat HLM. Tampubolon,. Pendidikan Bermutu untuk Semua. Makalah Seminar
Meningkakan Mutu Pendidikan Indonesia, 12 Mei 2005, Jakarta: IBII, 2005
109
Cutlip menyatakan bahwa terdapat beberpa cara membentuk citra
positif bagi organisasi atau lembaga, antara lain yaitu98
: 1) Menciptakan public
understanding. Pengertian public understanding berarti persetujuan atau
penerimaan, dan persetujuan belum berarti penerimaan; 2) Menciptakan public
confidence; 3) Menciptakan public support; 4) Menciptakan public corporate;
adalah adanya kerjasama dari publik terhadap organisasi atau lembaga.
Sasaran pencitraan adalah bagaimana tercipta opini publik dalam
kaitannya dengan keberadaan sebuah lembaga yang melayani atau
memperjelas lembaga tersebut yang tergabung dalam istilah public relations
atau humas. Mereka menjadi penghubung antara lembaga dan khalayak,
dengan harapan penjelasan pesan-pesan dari public relations atau humas akan
mampu mengubah citra publik terhadap institusi atau perusahaan melalui
media massa. Upaya untuk memperkenalkan diri kepada khalayak untuk
memperoleh pengikut bukanlah persoalan yang mudah, sebab dewasa ini
orang menyamakan dirinya dengan orang lain atau pihak lain tidak semata-
mata mengikuti aspek kebutuhan nyata tetapi lebih pada rasa kebutuhan itu
sendiri. Tugas penting dari lembaga adalah merumuskan nilai penting yang
bisa mendekatkan produk dan institusinya kepada segmen penghubung antara
lembaga dengan khalayak. Salah satu hal penting yang harus diperhitungkan
dalam membangun citra adalah unsur budaya. Dengan demikian, pencitraan
bagi lembaga sangat penting karena sangat dibutuhkan untuk memberikan
nilai positif.
98
Scott M. Coultip, Allen HLM. Center & Gleen M. Broom, Effective Public Relations,
Alih bahasa Tri Wibowo, (Jakarta: Prenada Media, 2006)
110
Ada hubungan sinergis antara kepercayaan, pendekatan manajer, dan
respon masyarakat. Apabila kepercayaan tinggi, pendekatan aktif, maka
menghasilkan respon yang positif; Bila kepercayaan tinggi, pendekatan
sedang, maka respon cukup positif; Bila kepercayaan tinggi, pendekatan pasif,
maka respon agak positif; Bila kepercayaan sedang, pendekatan aktif maka
respon masyarakat ada peningkatan; Bila kepercayaan sedang, pendekatan
sedang, maka respon masyarakat pasif; Bila kepercayaan sedang, pendekatan
pasif, maka respon masyarakat agak negatif. Bila kepercayaan rendah,
pendekatan aktif, maka respon ada sedikit peningkatan; Bila kepercayaan
rendah, pendekatan sedang, maka responnya negatif; dan bila kepercayaan
rendah, pendekatan pasif, maka respon masyarakat pasti negatif sekali.
Penjelasan hubungan sinergisme sebagaimana tabel berikut:
Tabel 2.1
Hubungan sinergis antara kepercayaan, pendekatan manajer, dan respon
masyarakat99
Trustment Approach Respon
Tinggi Aktif Positif
Tinggi Sedang Cukup positif
Tinggi Pasif Agak positif
Sedang Aktif Ada peningkatan
Sedang Sedang Pasif
Sedang Pasif Agak negatif
Rendah Aktif Sedikit peningkatan
Rendah Sedang Negatif
Rendah Pasif Negatif sekali
a. Pemasaran produk dan jasa termasuk sekolah terkait dengan konsep:
permintaan, produk (jasa dan lulusan). Jasa: kurikuler, penelitian,
pengembangan kehidupan bermasyarakat, ekstrakurikuler dan
99
Mujamil Qomar, Manajemen…, hlm. 190
111
administrasi, nilai dan kepuasan pelanggan. Langkah-langkah mengelola
pemasaran sekolah adalah: a) Identifikasi pasar, b) Segmentasi
pasar/positioning, c) Diferensiasi produk, d) Komunikasi pemasaran.
100
Sedangkan salah satu cara untuk membangun citra lembaga pendidikan
yaitu dengan cara mengelola hubungan yang baik dengan stakeholders,
sehingga melalui hubungan yang baik dan strategis itu dapat mencapai
hubungan yang baik dan strategis itu dapat mencapai tujuan lembaga
pendidikan secara realistis. Dari asumsi dan uraian tersebut, pencapaian fungsi
public relations di lembaga pendidikan harus mampu mengidentifikasi dan
memetakan sasaran dan stakeholders pendidikan yang meliputi: santri,
guru/ustadz, staf administrasi, alumni, masyarakat, pemerintah, media pers,
dan orang tua/wali santri. Untuk lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut:
1. Santri/siswa
Siswa/santri merupakan publik internal yang penting bagi lembaga
sekolah dan juga public relations. Opini dan sikap santri merupakan faktor
kuat yang dapat meningkatkan persepsi publik terhadap lembaga
pendidikan Islam.
2. Staf administrasi .
Staf administrasi merupakan publik internal pesantren yang
menangani manajemen dan administrasi pesantren, sehingga hubungan
baik juga harus dijalin.
3. Dewan Asaˆtidz.
100
Philip Kotler, Marketing Management, 10th edition, (Upper Saddle River:Prentice Hall,
Inc, 2000).
112
Dewan asaˆtidz merupakan publik internal yang bertanggung
jawab terhadap pelaksanaan kegiatan pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat. Maka hubungan dengan dewan asâtidz
juga harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Karena image suatu lembaga
pendidikan Islam terutama pesantren juga dipengaruhi oleh gerak-gerik
dewan asaˆtidz.
4. Alumni
Alumni merupakan output dari proses pendidikan, dalam hal ini
kontribusi merupakan dukungan yang sangat besar bagi sekolah maupun
lembaga pendidikan yang lain. Misalnya alumninya ada yang sudah
menjadi profesor atau kiai, maka citra lembaga pendidikan tersebut juga
akan menanjak di kalangan masyarakat umum.
5. Hubungan dengan masyarakat dan lingkungan bisnis
Hubungan ini harus dibangun dengan baik untuk membangun citra
positif. Masyarakat diharapkan dapat berpartisipasi dalam program
pendidikan yang dicanangkan oleh suatu lembaga pendidikan. Di samping
itu, lembaga pendidikan juga menyediakan diri sebagai agen pembaru atau
mercu penerang bagi masyarakat,101
maka dalam hal ini lembaga
pendidikan atau sekolah selain sebagai layanan terhadap masyarakat yang
berupa pendidikan dan pengajaran juga sebagai agen pembaru, karena
banyak hal baru bagi masyarakat yang bersumber dari lembaga
pendidikan
101
Pidarta, Manajemen Pendidikan..., hlm. 181
113
6. Pemerintah
Sebagai negosiator, public relations harus mampu memonitor dan
melaporkan perkembangan kebijakan dan segala informasi dari kedua
belah pihak. Maka dari itu, seorang public relations yang mempunyai
jaringan dan relasi yang cukup kuat dalam sistem pemerintahan agar
mengetahui perkembangan kebijakan yang muncul untuk disosialisasikan.
7. Media Massa
Lembaga pendidikan Islam harus membangun hubungan baik
dengan surat kabar, majalah, radio, dan televisi. Hal ini disebabkan karena
media massa sebagai sumber berita yang menyorot pesantren tersebut.
8. Orang Tua/wali santri
Orang tua/wali santri sebagai donator dan penyandang dana bagi
suatu lembaga pendidikan, terlebih lagi pesantren dalam meningkatkan
sarana dan prasarana. Tanpa adanya dorongan dari wali santri atau orang
tua murid, maka lembaga pendidikan akan merasa sulit untuk
mengembangkan pendidikan yang dikelolanya.
Di atas telah disebutkan berbagai strategi yang dikemukakan oleh
Mujamil untuk membina hubungan yang baik dengan masyarakat. Dalam
kesempatan ini penulis mengutip pendapat El Qorni, bahwa agar lebih mudah
untuk membangun citra lembaga pendidikan, menurut El Qorni ada beberapa
strategi yang harus ada dalam public relations, yaitu:102
102
Ahmad Kurnia El-Qorni, http://manajemenkomunikasi.blogspot.com/2008/01/tujuan-
dan-fungsi-public-relations.html
114
1. Strategi persuasive
a. Informasi atau pesan yang disampaikan harus berdasarkan pada
kebutuhan atau kepentingan khalayak sebagai sasarannya.
b. Public relations sebagai komunikator dan sekaligus mediator
berupaya membentuk sikap dan pendapat yang poistif dari masyarakat
melalui rangsangan atau stimulasi.
c. Mendorong publik untuk berperan serta dalam aktifitas
perusahaan/organisasi agar tercipta perubahan sikap dan penilaian
d. Perubahan sikap dan penilaian dari publik dapat terjadi maka
pembinaan dan pengembangan terus-menerus dilakukan agar peran
serta tersebut terpelihara dengan baik.
2. Strategi melalui kontribusi pada tujuan dan misi perusahaan atau lembaga
pendidikan:
a. Menyampaikan fakta dan opini yang ada di dalam maupun diluar
perusahaan atau lembaga pendidikan.
b. Menelusuri dokumen resmi perusahaan atau lembaga pendidikan dan
mempelajari perubahan yang terjadi secara historis
c. Melakukan analisa SWOT (Strenghts, Weaknesses, Opportunities,
Threats)
Menurut James E. Grunig dan Fred Repper, dalam Kasali, seperti
yang dikutip oleh Soemirat dan Ardianto, mengemukakan model strategic
manajement dalam kegiatan public relations melalui tujuh tahapan,
dimana tiga tahapan pertama mempunyai cakupan luas sehingga lebih
115
bersifat analisis. Empat langkah selanjutnya merupakan penjabaran dari
tiga tahap pertama yang diterapkan pada unsur yang berbeda-beda,
yakni:103
1. Tahap stakeholder
Yaitu sebuah organisasi mempunyai hubungan dengan
publiknya bilamana perilaku organisasi tersebut mempunyai pengaruh
terhadap stakeholdernya atau sebaliknya. public relations harus
melakukan survey untuk terus membaca perkembangan lingkungannya,
dan membaca perilaku organisasinya serta menganalisis konsekuansi
yang akan timbul. Komunikasi yang dilakukan secara kontinyu dengan
stakeholders ini membantu organisasi untuk tetap stabil.
2. Tahap Publik
Publik terbentuk ketika organisasi menyadari adanya problem
tertentu. Publik selalu eksis bilamana ada problem yang mempunyai
potensi akibat (konsekuensi) terhadap mereka. Publik bukanlah suatu
kumpulan massa umum biasa, mereka sangat efektif dan spesifik
terhadap suatu kepentingan tertentu dan problem tertentu. Oleh karena
itu public relations perlu terus-menerus mengidentifikasi publik yang
muncul terhadap berbagai problem.
3. Tahap Isu
Publik muncul sebagai konsekuansi dari adanya problem yang
selalu mengorganisasi dan menciptakan isu. Isu di sini dimaksudkan
103
Sormirat dan Elvinaro, Dasar-Dasar…, hlm. 94-95.
116
bukan berarti kabar burung atau kabar tak resmi yang berkonotasi
negatif, melainkan suatu tema yang dipersoalkan. Mulanya pokok
persoalan demikian luas dan mempunyai banyak pokok, tetapi kemudian
akan terjadi kristalisasi sehingga pokoknya menjadi lebih jelas karena
pihak-pihak yang terkait saling melakukan diskusi.
Public relations mengantisipasi dan responsif terhadap isu-isu
tersebut. Langkah ini dalam manajemen dikenal dengan Issues
Manajement. Pada tahap ini media memegang peranan yang sangat
penting karena media akan mengangkat suatu pokok persoalan kepada
masyarakat dan masyarakat akan menanggapinya. Media mempunyai
peranan yang sangat besar dalam perluasan isu dan bahkan
membelokkannya sesuai dengan persepsinya. Media104
dapat
melunakkan sikap publik atau sebaliknya meningkatkan perhatian
publik, khususnya bagi hot-issue, yakni yang menyangkut kepentingan
publik lebih luas.
Kegiatan public relations dalam konteks manajemen strategis, bisa
berupa sosialisasi secara cermat dan hati-hati kepada lingkungan internal
organisasi, dan secara fungsional menjadi bagian yang menjalankan
strategi pada tingkat divisi/bagian yang menjalankan strategi organisasi
secara keseluruhan.105
Public relations selain sebagai salah satu unit dalam organisasi
menjalankan strategi dan mendukung strategi organisasi pada tingkat
104
Media ini bisa berupa media massa dan media mismassa. 105
Yosal Iriantara, Manajemen Strategis Public Relations, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
2004), hlm. 73.
117
operasional/fungsional. Semua proses manajemen strategis itu, ketika
masih dalam bentuk konsep, dinamakan perencanaan strategis. Tahapan-
tahapan dalam perencanaan strategis ini bisa dilihat pada bagian di bawah
ini, yang dibuat oleh Robson, seperti yang dikutip oleh Iriantara.
Gambar: 2.6 Model Perencanaan Strategis106
Menurut Simandjuntak,dkk, perencanaan strategis selalu dimulai
dengan penentuan misi organisasi, dimana misi adalah suatu tujuan jangka
panjang ke mana organisasi akan mengarah. Proses pembuatan rencana
strategik biasanya dimulai dengan melakukan apa yang dikenal dengan
106
Ibid., hlm. 74
118
nama mereview keberadaan organisasi. Dalam tahap ini apa yang telah
dilakukan oleh organisasi selama ini akan dianalisis apakah sudah baik
atau masih ada kelemahan. Kesemua itu akan dicatat dan dikelompokkan
menjadi bagian-bagian yang nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk
membuat rencana kedepan.107
Adapun Citra yang berkaitan dengan lembaga pendidikan Islam
(pesantren) akan terbangun dari image dan trustment dari khalayak melalui
interaksi108
timbal balik antara khalayak dengan lembaga/institusi. Hal ini
sebagaimana diungkap oleh kotler dan Sanaky yang menyatakan bahwa
citra adalah kepercayaan, ide, dan impresi seseorang terhadap sesuatu.109
Sedangkan konsep dasar untuk membangun/pembentukan citra menurut
Rosady Ruslan adalah sebagai diagram berikut dibawah ini:
CITRA
I
Gambar: 2.7 Proses Image Bulding110
107
Simanjuntak,dkk, Public Relations …, hlm. 81. 108
Dadang Shugiana, Strategi Pemasaran Merek Corporate (Pencitraan Produk),
(Bandung: Resensi, 2007) 109
Sanaky, Peran Public Relations dalam Kompetisi Dunia Usaha, (Yogyakarta: Rake
Sarasin, 2006) 110
Nasution, Manajemen Humas..., hlm. 25.
Faktor
Penentu
Latar
belakang
budaya
Pengalaman
masa lalu
Nilai-nilai yg
dianut
Berita yg
bercabang
Perse
psi
Opini Konse
nsus Opini
Public
SIKAP Afektif
Behavior
Cognitif
119
Sehubungan dengan konsep membangun citra tersebut di atas,
implementasi pembangunan citra di pondok pesantren tidak terlepas dari
opini publik yang dibangun dan juga sikap out put yang terbentuk dari
pondok pesantren tersebut. Namun demikian sikap dan kharisma seorang
kiai tetap menjadi mercusuar pondok pesantren dalam menjalin
komunikasi dan berinteraksi guna mencari dukungan positif dari khalayak.
Pembangunan citra pondok pesantren bisa diukur dari seberapa besar
pendidikan pondok pesantren mampu memainkan peran pemberdayaan
(enpowerment) dan mampu mentransformasikan nilai-nilai social society
secara efektif dalam masyarakat.111
Latar belakang budaya dan nilai
sebagai faktor penentu dari pesantren berupa nilai-nilai (values) religius,
keyakinan (values), budaya (culture) dan norma perilaku yang dianggap
bersifat tradisional oleh khalayak menjadi suatu hal yang memiliki nilai
keunikan dan interest publik tersendiri dan harus tetap dipertahankan
karena justru faktor penentu inilah yang menjadikan pesantren bisa
diterima oleh masyarakat dengan memberikan label/citra positif. Faktor
penentu tersebut merupakan landasan bagi perubahan dalam hidup pribadi
atau kelompok,112
yang mana jika faktor-faktor penentu tersebut
dihilangkan justru gaung pesantren akan redup.
111
Marzuki Wahid, Pondok Pesantren dan Penguatan Civil Society, (Aula no. 2 tahun
XXII, Pebruari, 2000), hlm. 76 112
Stephen HLM. Robbins, Organizational Behavior, Mexico: Prentice Hall, 2003), hlm.
81
120
E. Model Public Relations
Model dapat dipahami sebagai suatu tipe atau desain, suatu deskripsi
atau analogi yang dipergunakan untuk membantu proses visualisasi sesuatu
yang tidak dapat langsung diamati. Model juga dipahami sebagai suatu sistem
asumsi-asumsi, data-data dan inferensi-inferensi yang dipergunakan untuk
menggambarkan secara sistematis suatu objek atau peristiwa,113
sehingga
model public relations merupakan suatu deskripsi dari suatu sistem yang
mungkin atau imajiner, terjemahan realitas dari sistem kerja public relations
yang disederhanakan. Menurut James Grunnig dan Todd Hunt, terdapat empat
model public relations, yaitu: 1) Press agentry/publicity model, 2) Public
information model, 3) two way asymmetric model, dan 4) two way symmetric
model.114
Adapun penjelasan dari keempat model tersebut adalah sebagai
berikut:
Pertama, Press agentry/publicity model adalah sebuah model dimana
informasi bergerak satu arah, dari organisasi menuju publik. Model ini adalah
bentuk paling tua dari public relations dan model ini bermakna sama dengan
promosi dan publisitas. Praktisi public relations yang mempraktikkan model
ini selalu mencari kesempatan agar nama baik organisasi mereka muncul di
media. Mereka tidak banyak melakukan riset tentang publiknya. Termasuk
dalam praktik model ini adalah taktik propaganda seperti penggunaan nama
113
Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm. 152 114
James E. Grunig and Todd Hunt, Managing PublicRelations, (Belmont, CA: Thompson
Wadworth, 1984), hlm. 22. Lihat pula Alison Theaker, The Public Relations Handbook, (London
and New York: Routledge Taylor & Francis Group, 2004), hlm. 11-14, dan Theodore J.
Kowalski, Public Relations in School, (New Jersey: Pearson, Merrill Prentice), 2004),
hlm. 9.
121
selebriti dan perangkat yang bisa memancing perhatian orang; pemberian
hadiah gratis, parade, dan grand opening. Walaupun press agentry ini
dianggap etis, namun juga dianggap sebagai sesuatu yang tidak etis. Semakin
keras mereka bersuara, semakin banyak perhatian yang akan mereka peroleh,
terlepas mereka salah atau benar sehingga akan semakin baik dalam melakukan
pekerjaan mereka.
Kedua, Public Information Model. Model ini berbeda dengan press
agentry, karena tujuan utamanya adalah untuk memberi tahu publik dan bukan
untuk promosi dan publisitas, namun alur komunikasinya masih tetap satu
arah. Sekarang model ini mewakili praktik public relations di pemerintahan,
lembaga pendidikan, organisasi nirlaba, dan bahkan di beberapa korporasi.
Para praktisi public relations yang bekerja dengan model seperti ini sedikit
sekali melakukan riset terhadap audiensi mereka dalam rangka menguji
kejelasan pesan yang mereka sampaikan. Mereka adalah “jurnalis-di-rumah”
yang menghargai akurasi, tetapi memutuskan sendiri [tanpa riset] tentang
informasi apa yang paling baik dikomunikasikan kepada publik mereka.
Ketiga, Model Two-way Asymmetric Model. Model ini memandang
bahwa public relations sebagai kerja persuasi ilmiah. Model ini
menerapkan metode riset ilmu sosial untuk meningkatkan efektivitas
persuasi dari pesan yang disampaikan. Praktisi public relations dengan
model ini menggunakan survei, wawancara, dan fokus group untuk mengukur
serta menilai publik sehingga mereka bisa merancang program public
relations yang bisa memperoleh dukungan dari publik kunci. Walaupun
122
timbal balik (feedback) dari semua itu dipertimbangkan ke dalam proses
pembuatan program, namun organisasi dengan model ini masih lebih tertarik
mengenai bagaimana publik menyesuaikan diri dengan mereka ketimbang
sebaliknya, organisasi yang menyesuaikan dengan kepentingan publik.
Keempat, Two-way symmetric model. Model ini menggambarkan
sebuah orientasi public relations di mana organisasi dan publik saling
menyesuaikan diri. Model ini berfokus pada penggunaan metode riset ilmu
sosial untuk memperoleh rasa saling pengertian serta komunikasi dua arah
antara publik dan organisasi ketimbang persuasi satu arah. Tahun 2001, James
E. Grunig menciptakan nama lain dari model ini; mixed motives, collaborative
advocacy, dan cooperative antagonism. Tujuannya adalah untuk
mempresentasikan sebuah model yang “menyeimbangkan kepentingan pribadi
dengan kepentingan publik dalam proses memberi serta menerima yang bisa
berfluktuasi antara advokasi dan kolaborasi”. Grunig berpendapat bahwa
model ini merupakan model yang paling etis karena semua kelompok
merupakan bagian dari resolusi masalah.
Untuk lebih jelasnya, karakteristik empat model public relations adalah
sebagaimana tabel berikut:
123
Tabel 2. 2 Characteristics of Four Models of Public Relations115
Characteristic
Model
Press Agentry/publicity
Public Information Two-way asymmetric
Two-way symmetric
Purpose Propaganda Dissemination of
information
Scientific
persuasion
Mutual
understanding
Nature of communication
One-way: complete
truth not essential
One-way: truth
important
Two-way:
imbalanced effects
Two-way: balanced
effects
Communication model
Source rec. Source rec. Sourcerec.
feedback
Groupgroup
Nature of research Little; „counting
house‟
Little; readibility,
readership
Formative;
evaliative of
attitudes
Formatives;
evaluative of
understanding
Leading historical figures
PT. Barnum Ivy Lee Edward L. Bernays Bernays, educators,
profesional leaders
Where practised today
Sport, theatre,
product promotion
Government,non-
profit associations,
business
Competitive
business, agencies
Regulated
business, agencies
Estimated percentage of organizations practising today
15 50 20 15
Pada model public relations yang ketiga, yaitu two way asymmetric,
terdapat pengembangan model yang menjelaskan bagaimana public
relations dilakukan secara lebih efektif, yaitu dengan adanya temuan tentang
dua model pengembangan: model prediktor kultural (the cultural interpreter
model) dan model pengaruh personal (personal influence model). Kedua model
ini dapat dimasukkan ke dalam kategori asimetris karena kedua model ini
115
Grunig and Hunt, Characteristics of Four Models of Public Rekations, dalam Alison
Theaker, The Public Relations…, hlm. 11
124
memberikan lebih banyak hal untuk dipikirkan dalam memahami public
relations.116
Ikhtisar singkat dari kedua model itu adalah sebagai berikut:
1. Model prediktor kultural menggambarkan praktik public relations dalam
organisasi yang melakukan bisnis di negara lain, “di mana mereka
membutuhkan seseorang yang memahami bahasa, budaya, adat-istiadat,
dan sistem politik dari negara bersangkutan.”
2. Model pengaruh personal menggambarkan praktik public relations, di
mana praktisinya berusaha membangun hubungan personal dengan tokoh-
tokoh kunci “sebagai orang yang dapat dimintai bantuannya”.
Dari penjabaran tentang karakteristik model tersebut di atas
menunjukkan bahwa public relations di insitusi pemerintahan dan nonprofit,
termasuk di dalamnya lembaga pendidikan termasuk dalam kategori model
kedua, yaitu model public information dan menuju model ketiga two way
asymmetric. Demikian penjabaran tentang model public relations berdasar
pendapat para pakarnya. Selanjutnya peneliti membahas tentang pemahaman
public relations dalam perspektif manajemen pendidikan Islam.
F. Public Relations dalam Perspektif Manajemen Pendidikan Islam
Sebelum membahas secara lebih mendalam mengenai public relations
dalam perspektif manajemen pendidikan Islam, penulis perlu menghadirkan
116
Kedua model ini ditemukan dari riset yang dilakukan oleh mahasiswa lulusan University
of Maryland yang kembali ke negara asalnya, India, Yunani, dan Taiwan untuk menguji apakah
praktisi public relations di negara mereka menggunakan empat model asli public relations atau
tidak. Walaupun kedua model ini bisa saja merepresentasikan praktik public relations di budaya
lain, mereka melihat aplikasi kedua model ini juga dijalankan dalam praktik public relations di
Amerika. Lihat Dan Lattimore, Otis Baskin, Suzette T.Heiman, dan Elizabeth L.Toth, Public
Relations Profesi dan Praktik, hal. 63-65
125
definisi manajemen pendidikan Islam dan bahan dasar manajemen pendidikan
Islam untuk membedakan dari manajemen pendidikan pada umumnya. Hal
tersebut dikarenakan public relations merupakan bagian dari manajemen
pendidikan Islam.
Menurut Mujamil Qomar, manajemen pendidikan Islam adalah suatu
proses pengelolaan secara Islami terhadap lembaga pendidikan Islam dengan
cara menyiasati sumber-sumber belajar dan hal-hal yang terkait untuk
mencapai tujuan pendidikan Islam secara efektif dan efisien.117
Berdasarkan
definisi tersebut maka manajemen pendidikan Islam mempertimbangkan
bahan-bahan sebagai berikut:
a. Teks-teks wahyu baik al-Qur‟an maupun hadits yang terkait dengan
manajemen pendidikan.
b. Perkataan-perkataan (aqwâl) pada sahabat Nabi maupun ulama dan
cendikiawan Muslim yang terkait dengan manajemen pendidikan.
c. Realitas perkembangan lembaga pendidikan Islam.
d. Kultur komunitas (pimpinan dan pegawai) lembaga pendidikan Islam.
e. Ketentuan kaidah-kaidah manajemen pendidikan.118
Selanjutnya penulis akan menjelaskan prinsip dan kaidah serta etika
public relations untuk mengantarkan pembahasan public relations dalam
manajemen pendidikan Islam
117
Qomar, Manajemen Pendidikan ..., hlm. 6 118
Ibid., hlm. 11-12.
126
1. Prinsip dan Kaidah serta Etika Public Relations dalam Perspektif Al-
Qur’an
Prinsip dan kaidah public relations yang terdapat dalam al-Qur‟an
adalah sebagai berikut:
a. Menggunakan perkataan yang benar
ق ول ولي قولوا اللو ف ليت قوا عليهم خافوا ضعافا ذرية خلفهم من ت ركوا لو ينالذ وليخش (9) سديدا
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang
mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar. (Q.S.al-Nisa‟/3: 9)119
Kata qawlan sadidan (perkataan yang benar) ini dalam
bahasanya al-Alusi adalah perkataan yang benar yang disertai lemah
lembut dan adab yang baik.120
Maka hendaknya dipahami oleh
seorang manajer bahwa dalam mengkomunikasikan sesuatu kepada
publik hendaknya dilakukan dengan benar dan tidak kasar juga
dengan tata krama yang baik.
b. Menggunakan bahasa yang mudah dipahami serta berbekas pada
pihak lain.
(63) بليغا ق ول أن فسهم ف لم وقل
....dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa
mereka. (Q.S.al-Nisa‟/3: 63)
119
Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 1982), hlm. 79.
Selanjutnya buku referensi ini digunakan peneliti untuk pengambilan kutipan ayat dari al-Qur‟an. 120
Shihab al-Din al-Alusi, Tafsir Ruh al-Ma‟ani, juz 3, (Mauqi‟u al-Tafasir: Dalam
Software al-Maktabah al-Syamilah, 2005), hlm. 444
127
Kata baliighan dalam ayat ini mengindikasikan kata atau
komunikasi yang membekas pada jiwa. Pakar tafsir al-Alusi
mengartikan kata ini dengan kata ma‟tsuran.121
Hal ini dapat dipahami
bahwa seorang praktisi humas hendaknya dalam berkata-kata atau
berkomunikasi mempunyai rasa atau membekas pada komunikan atau
publik. Maka selayaknya bagi praktisi menguasai etika dalam
melakukan public relations yang akan penulis bahas di bawah ini.
Komunikasi yang membekas adalah komunikasi yang
mempunyai rasa dalam jiwa dan dapat tersimpan dalam hati. Ibarat
orang yang mengatakan cinta yang dilakukan sepenuh hati, maka
orang yang dicintai akan selalu terngiang-ngiang dengan
perkataannya, bahkan sampai tidak dapat tidur karena selalu
memikirkan perkataan itu. Seorang manajer diharapkan dalam
berkomunikasi dilakukan dengan hati menuju ke hati agar komunikasi
yang dilakukan dapat diterima dengan baik oleh komunikan, ibarat
orang yang mengatakan cinta kepada kekasihnya.
c. Menggunakan komunikasi yang menyenangkan pihak lain
(23) كرميا ق ول لما وقل....
....dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia (Q.S. al-
Isra‟/17:23)
121
Ibid., hlm. 112
128
Kata kariˆman diartikan oleh al-Baidhawi dengan kata
jamiˆlan la sirasyata fiˆhi.122
Hal itu mengindikasikan bahwa
kariˆman adalah perkataan yang mulia yang tidak ada niat untuk
mencela komunikan. Maka implementasinya seorang manajer
hendaknya menggunakan kata-kata yang mulia dalam berkomunikasi,
terlebih lagi berkomunikasi dengan organisasi yang berada di atasnya.
Hal ini sesuai dengan peribahasa hormatilah dan muliakanlah orang
lain agar kamu dihormati dan dimuliakan orang lain.
d. Menggunakan bahasa komunikasi yang mulia (menghormati dan
menghargai pihak lain)
(28) ميسورا ق ول لم ف قل ت رجوىا بكر من رحة ابتغاء عن هم ت عرضن وإما
Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari
Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka
ucapan yang pantas. (Q.S. al-Isra‟/17:28)
Kata maisuˆran di sini diartikan dengan perkataan yang lembut
yang menghormati orang lain namun dengan berharap rahmat allah.123
Dari sini terdapat prinsip bahwa seorang praktisi humas harus
menghormati orang lain dan juga senantiasa berharap rahmat Allah
ketika melakukan komunikasi agar tujuan komunikasi tersebut
berhasil.
122
Nashr al-Din al-Baidhawi, Tafsir Anwar al-Tanzil wa asrar al-Ta‟wil, juz 3, (Mauqi‟u
al-Tafasir: Dalam Software al-Maktabah al-Syamilah, 2005), hlm. 415 123
Ibid., hlm. 419
129
e. Menggunakan bahasa komunikasi yang agung dan memuliakan pihak
lain.
(40) يماعظ ق ول لت قولون إنكم إناثا الملئكة من واتذ بالبني ربكم أفأصفاكم
Maka apakah patut Tuhan memilihkan bagimu anak-anak laki-laki
sedang Dia sendiri mengambil anak-anak perempuan di antara para
malaikat? Sesungguhnya kamu benar-benar mengucapkan kata-kata
yang besar (dosanya). (Q.S. al-Isra‟/17:40)
Implikasinya bahwa seorang praktisi humas harus biasa
menggunakan kata-kata yang mempunyai daya tarik dalam moments-
moments tertentu. Tapi jangan menggunakan secara terus menerus
kata-kata tersebut, karena akan menimbulkan kesulitan pemahaman
bagi masyarakat umum.
f. Menggunakan bahasa komunikasi yang baik
(5) معروفا ق ول لم وقولوا
dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. (Q.S.al-
Nisa‟/3:5)
Kata ma‟rufan dalam bahasa ushul fiqih berarti kebaikan yang
dinilai oleh masyarakat sekitar. Sedangkan dalam penafsiran Ibn
Katsir, berarti kebaikan dalam rangka menjalin persaudaraan.124
Maka
untuk menjalin komunikasi public relations yang baik, seorang
praktisi harus bisa menyesuaikan komunikasinya dengan keadaan
masyarakat tersebut dan dilakukan dengan lemah lembut.
124
Abu al-Fida' Isma'il ibn Umar al-Dimasqa, Tafsir al-Qur'an Adzim, juz 2, (Mauqi'u al-
Islam: Dalam Software al-Maktabah al-Syamilah, 2005), hlm. 215
130
g. Menggunakan bahasa yang lemah lembut
(44) يشى أو ي تذكر لعلو لي نا ق ول لو ف قول
maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang
lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut."(Q.S.Taha/20: 44)
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa dalam berbicara
harus dilakukan dengan lemah lembut walaupun dengan lawan
sekalipun. Lemah lembut tapi mempunyai rasa yang kuat di hati. Jadi
istilahnya dengan menggunakan kata-kata yang lembut tapi
menghanyutkan. Seperti yang dilakukan oleh seorang wanita.
Kelembutan wanita kadang bisa mengalahkan keperkasaan seorang
laki-laki.
h. Menggunakan sistem kelompok atau kerjasama dengan pihak lain
dalam suatu urusan (terorganisir, ter-manage)
يعا انفروا أو ث بات فانفروا حذركم خذوا اآمنو الذين أي ها يا (71) ج
Hai orang-orang yang beriman, bersiap siagalah kamu, dan majulah
(ke medan pertempuran) berkelompok-kelompok, atau majulah
bersama-sama! (Q.S.al-Nisa‟/3:71)
Hal ini berarti dalam melakukan public relations tidak dapat
dilakukan secara sendiri-sendiri atau personal, namun harus dinaungi
oleh organisasi, sebagaimana perkataan (qawl) dari Sayyidina Ali bin Abi
Thalib.125
بالنظام الباطل ي غلبو نظام بل الق“Kebenaran yang tidak diorganisir dapat dikalahkan oleh kebatilan
yang diorganisir.”
125 Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam: Strategi Baru Pengelolaan Lembaga
Pendidikan Islam, ( Jakarta: Erlangga, 2008), hlm. 25
131
Qawl ini mengingatkan kita tentang pentingnya berorganisasi
dan sebaliknya bahayanya suatu kebenaran yang tidak diorganisir
melalui langkah-langkah yang kongkrit dan strategi-strategi yang
mantap. Maka tidak ada garansi bagi perkumpulan apa pun yang
menggunakan identitas Islam meski memenangkan pertandingan,
persaingan maupun perlawanan jika tidak dilakukan pengorganisasian
yang kuat. Hal ini tidak ada sangkut pautnya dengan teologi
malainkan murni pengorganisasian.
Oleh karena itu, qawl yang berasal dari Sayyidina Ali ini
memberikan inspirasi tentang pendidikan berorganisasi. Dari sisi
wadah, organisasi memayungi manajemen yang berarti organisasi
lebih luas daripada manajemen, tetapi dari sisi fungsi, organisasi
(organizing) sebagai bagian dari fungsi manajemen, yang berarti
organisasi lebih sempit daripada manajemen.
ىو ربك إن أحسن ىي بالت وجادلم السنة والموعظة بالكمة ربك سبيل إل ادع (125) بالمهتدين أعلم وىو سبيلو عن ضل نب أعلم
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah126
dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S.al-Nahl/16: 125)127
Dari ayat ini dapat diambil pelajaran, bahwa seorang manajer
yang melakukan public relations harus mampu bermasyarakat dan
126
Hikmah: ialah Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak
dengan yang bathil 127
Al-Qur‟an…, hlm. 282
132
mengajak masyarakat dengan hikmah dan pelajaran yang baik. Secara
etimologi hikmah adalah bentuk masdar dari hakama, yang berarti
kebijaksanaan. Dan dalam al-Qur'an, kata hikmah ini tertera sebanyak
20 kali dalam 19 ayat termuat dalam 11 surah, yaitu Q.S. al-
Baqarah/2:129, 151, 231, 269, Q.S. Ali Imran/3:48, 81, 164, Q.S. al-
Nisa/4:54, 113, Q.S. al-Maidah/5:11, Q.S. al-Nahl/16:125, Q.S. al-
Isra'/17:39, Q.S. Luqman/31:12, Q.S. al-Ahzab/33:20, 34, Q.S. Al-
Zuhruf/43:63, Q.S. al-Qamar/54:5, Q.S. al-Jumu'ah/62:2. Namun
sebagaimana dikutip Miftahul Huda, dari tafsir Mafaˆtihul Ghaib,
pendapat Muqatil menyatakan bahwa secara umum kata hikmah yang
tertera dalam al-Qur'an memiliki empat makna, yaitu: nasehat-nasehat
al-Qur'an (Q.S. al-Nisa'/4:114), pemahaman dan pengetahuan (Q.S.
Luqman/31:12), kenabian (Q.S. al-Nisa'/4:57) dan rahasia-rahasia al-
Qur'an (Q.S.al-Nahl/16:125).128
Sementara menurut terminologi, terdapat berbagai penafsiran,
antara lain: Quraish Shihab, mengemukakan bahwa arti hikmah adalah
mengetahui yang paling utama dari segala sesuatu, baik pengetahuan
maupun perbuatan. Ia adalah ilmu amaliah dan amal ilmiah. Ia adalah
ilmu yang didukung oleh amal, dan amal yang tepat dan didukung
oleh ilmu.129
128
Huda, Interaksi Pendidikan...., hlm. . 193 129
M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur'an Vol 11,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. .121. Hal ini sama dengan pendapat al-Razi, yaitu beramal
dengan ilmu, lihat Fakhr al-Din al-Razi, Tafsir Mafatih al-Ghaib, juz 12, (Mauqi'u al Tafasir:
Dalam Software al-Maktabah al-Syamilah, 2005), hlm. 266
133
Menurut Mujahid, hikmah adalah pemahaman, akal, benar
dalam perkataan dan bukan kenabian.130
Menurut Baghawi, akal,
pengetahuan dan aplikasinya dan benar dalam perbuatan.131
Menurut
Jumhur ulama, pemahaman dan akal.132
Menurut al-Nasafi, benar
dalam perbuatan dan perkataan.133
Sedangkan menurut Abu Hayyan
adalah perkataan yang dijadikan nasehat, diingat-ingat dan dipikirkan
oleh manusia.134
Menurut Ibn Katsir, pemahaman, pengetahuan dan
pengungkapan.135
Menurut sebagian ulama, kesempurnaan jiwa
manusia dengan mengambil ilmu teoritis sebagai landasan gerak
menuju kesempurnaan perbuatan sesuai dengan kemampuannya.136
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
hikmah mencakup benar pada pengetahuan atau ilmu, pemahaman,
perkataan dan perbuatan sehingga menjadikan seseorang tersebut
mampu beramal dan menempatkan sesuatu pada tempatnya.
Dari pemahaman ayat ini, dapat ditarik kesimpulan, bahwa
seorang manajer yang melakukan public relations harus mempunyai
pengetahuan atau ilmu, pemahaman, perkataan dan perbuatan
sehingga menjadikan seseorang tersebut mampu beramal dan
menempatkan sesuatu pada tempatnya supaya dapat mengajak
masyarakat untuk berpartisipasi di dalamnya.
130
Al-Thabari, Tafsir al-Jami' ....juz 20, hlm. 136 131
Al-Baghawi, Mu'allim al-Tanzil.... juz 6, hlm. 286. 132
Ibid. 133
Al-Nasafi, Madarik al-Tanzil.....juz 3, hlm. 106. 134
Abu Hayyan, Tafsir Bakhr al-Mukhit..., juz 9, hlm. 101 135
Ibn Katsir, Tafsir al-Qur'an....,juz 6, hlm. 335. 136
Nashir al-Din al-Baidhawi, Anwar al-Tanzil wa asrari al-Ta'wil, juz 4, (Mauqi'u al
Tafasir: Dalam Software al-Maktabah al-Syamilah, 2005), hlm. 492.
134
فاعف حولك من لن فضوا القلب غليظ فظا كنت ولو لم لنت اللو من رحة فبما يب اللو إن اللو على ف ت وكل عزمت ذافإ المر ف وشاورىم لم واست غفر عن هم
(159) المت وكلي
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.137
Kemudian
apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada
Allah.. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal
kepada-Nya.(Q.S.Ali Imran/3:159)138
Ayat ini menunjukkan perintah musyawarah. Musyawarah untuk
mencapai mufakat merupakan salah satu cara atau alat yang ampuh untuk
mengatasi konflik dalam suatu organisasi dan juga merupakan salah satu
kaidah dari public relations. Musyawarah berasal dari kata syawara-
yusyawiru yang berarti saling memberi dan meminta nasihat atau saran.
Imam al-Tabrasi mendefinisikan term as-syura sebagai diskusi untuk
menemukan hak. Sedangkan Raqib al-Asfahani menegaskan bahwa
syura adalah upaya menemukan pemikiran yang selaras dengan pendapat
orang banyak. Ibn Arabi dalam bukunya, Ahkam Al-Qur‟an menyatakan
bahwa yang dimaksud dengan as-syura adalah pertemuan yang
mendiskusikan silang pendapat untuk menemukan pemikiran terbaik.139
Dengan demikian, esensi musyawarah adalah proses pengambilan
137
Maksudnya: urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan politik,
ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya 138
Al-Qur‟an…, hlm. 72 139
Ibn Arabi, Ahkam al-Qur‟an, juz 6, (Mauqi‟u al-Islam: Dalam Software al-Maktabah al-
Samilah, 2005), hlm. 79.,
135
keputusan yang melibatkan orang banyak demi menghasilkan keputusan
yang terbaik bagi masyarakat atau demi kebaikan bersama.140
Maka konsekuensinya seorang manajer yang melakukan public
relations harus rajin-rajin untuk bermusyawarah dengan masyarakat dan
mendengarkan ide-ide masyarakat juga mensosialisasikan program dari
lembaga pendidikan tersebut.
Etika berasal dari bahasa Inggris: ethic, latin: ethicus, yunani:
ethicos adalah himpunan azas-azas moral yang berkaitan dengan perilaku
salah dan benar.141
Dalam Islam etika ini dinamakan akhlak. Akhlaq
bentuk jama' dari khuluq, artinya perangai, tabiat, rasa malu dan adat
kebiasaan.142
Menurut Quraish Shihab, "Kata akhlak walaupun terambil
dari bahasa Arab (yang biasa berartikan tabiat, perangai, kebiasaan
bahkan agama), namun kata seperti itu tidak ditemukan dalam al Qur'an.
143". Yang terdapat dalam al-Qur'an adalah kata khuluq, yang merupakan
bentuk mufrad dari kata akhlak.
Akhlak adalah kelakuan yang ada pada diri manusia dalam
kehidupan sehari-hari. Maka dari itu ayat di atas ditunjukkan kepada
Nabi Muhammad yang mempunyai kelakuan yang baik dalam kehidupan
yang dijalaninya sehari-hari. Jika dilihat dari tinjauan terminologis,
terdapat berbagai pengertian antara lain sebagaimana al-Ghazali, yang
dikutip Abidin Ibn Rusn, menyatakan: "Akhlak adalah suatu sikap yang
140
http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=A3884_0_3_0_M 141
Marfu‟ah, dkk, Dasar-Dasar..., hlm. 48 142
Sahilun A.Nasir, Tinjauan Akhlak, (Surabaya: Al Akhlas, tt), hlm. 14. 143
Quraish Shihab, Wawasan Al Qur'an: Tafsir Maudhu'I atas Pelbagai Persoalan Umat,
(Bandung: PT Mizan Pustaka, 2003), hlm. 253.
136
mengakar dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan
mudah dan gampang, tanpa perlu pemikiran dan pertimbangan"144
. Ibn
Maskawaih, sebagaimana dikutip Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga,
memberikan arti akhlak adalah "Keadaan jiwa seseorang yang
mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui
pertimbangan pikiran (lebih dulu)"145
. Bachtiar Afandie, sebagaimana
dikutip Isngadi, menyatakan bahwa "akhlak adalah ukuran segala
perbuatan manusia untuk membedakan antara yang baik dan yang tidak
baik, benar dan tidak benar, halal dan haram."146
Sementara itu Akhyak
dalam Meretas Pendidikan Islam Berbasis Etika, mengatakan, bahwa
"akhlak adalah sistem perilaku sehari-hari yang dicerminkan dalam
ucapan, sikap dan perbuatan"147
Dari berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa akhlak
adalah keadaan jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan tanpa melalui
pemikiran dan pertimbangan yang diterapkan dalam perilaku dan sikap
sehari-hari. Berarti akhlak adalah cerminan keadaan jiwa seseorang.
Apabila akhlaknya baik, maka jiwanya juga baik dan sebaliknya, bila
akhlaknya buruk maka jiwanya juga jelek. Adapun etika public relations
yang terdapat dalam al-Qur‟an adalah sebagai berikut:
144
Abidin Ibn Rusn, Pemikiran Al Ghazali Tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009), hlm. 99. 145
Zahruddin AR, Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2004), hlm. 4. 146
Isngadi, Islamologi Populer, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1984), hlm. 106. 147
Akhyak, Meretas Pendidikan Islam Berbasis Etika, (Surabaya: eLKAF, 2006), hlm. 175.
137
a. Amanah
تكموا أن الناس ب ي حكمتم وإذا أىلها إل المانات وات ؤد أن يأمركم اللو إنيعا كان اللو إن بو يعظكم نعما اللو إن بالعدل (58) بصريا س
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan
dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-
baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar
lagi Maha melihat. (Q.S.al-Nisa‟/4:58)
b. Menepati janji
.....بالعقود أوفوا آمنوا الذين أي ها يا
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad148
itu....(Q.S.al-
Maidah/5:1)
c. Benar
ف وجاىد الخر والي وم باللو آمن كمن الرام المسجد وعمارة الاج سقاية أجعلتم (19) الظالمي القوم ي هدي ل واللو اللو عند يست وون ل اللو سبيل
Apakah (orang-orang) yang memberi minuman orang-orang yang
mengerjakan haji dan mengurus Masjidil haram kamu samakan
dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian
serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah; dan
Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.149(Q.S.al-
Taubah/9:19)
d. Ikhlas
وذلك الزكاة وي ؤتوا الصلة ويقيموا حن فاء الدين لو ملصي لوال لي عبدوا إل أمروا وما (5) القيمة دين
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan)
agama yang lurus,150
dan supaya mereka mendirikan shalat dan
148
Aqad (perjanjian) mencakup: janji prasetia hamba kepada Allah dan Perjanjian yang
dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya 149
Ayat ini diturunkan untuk membantah anggapan bahwa memberi minum Para haji dan
mengurus Masjidilharam lebih utama dari beriman kepada Allah serta berhijrah di jalan Allah 150
Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan
138
menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang
lurus.(Q.S.al-Bayyinah/98:5)
e. Adil
والب غي والمنكر الفحشاء عن وي ن هى القرب ذي وإيتاء حسانوال بالعدل يأمر اللو إن
(90) تذكرون لعلكم يعظكم
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
(Q.S.al-Nahl/16:90)
f. Sabar
لونكم شروب والثمرات والن فس الموال من ون قص والوع الوف من بشيء ولنب
(156) راجعون إليو وإنا للو إنا قالوا مصيبة أصاب ت هم إذا الذين (155) الصابرين
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu)
orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:
"Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun”.151
(Q.S.al-Baqarah/2:155-
156)
g. Kasih sayang
(17) بالمرحة وت واصوا بالصب وت واصوا آمنوا الذين من كان ث
Dan Dia (tidak pula) termasuk orang-orang yang beriman dan saling
berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang.
(Q.S.al-Balad/90:17)
151
Artinya: Sesungguhnya Kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah Kami kembali.
kalimat ini dinamakan kalimat istirjaa (pernyataan kembali kepada Allah). Disunatkan
menyebutnya waktu ditimpa marabahaya baik besar maupun kecil
139
h. Pemaaf
ف والمهاجرين والمساكي القرب أول ي ؤتوا أن والسعة منكم الفضل أولو يأتل ول (22) رحيم غفور واللو لكم اللو ي غفر أن تبون أل وليصفحوا ولي عفوا اللو سبيل
Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan
kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan
memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang
miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan
hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang dada. Apakah kamu
tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.152(Q.S. al-Nur/24:22)
i. Kuat
(139) مؤمني كنتم إن العلون وأن تم تزنوا ول تنوا ول
Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih
hati, Padahal kamulah orang-orang yang paling Tinggi (derajatnya),
jika kamu orang-orang yang beriman. (Q.S.ali Imron/3: 139)
j. Memelihara kesucian diri
(10) دساىا من خاب وقد (9) زكاىا من أف لح قد
Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. dan
Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (Q.S.al-
Syams/91: 9-10)
Demikian beberapa prinsip, kaidah dan etika public relations
yang diambil dari al-Qur‟an. Maka seorang manajer yang melakukan
152
Ayat ini berhubungan dengan sumpah Abu Bakar r.a. bahwa Dia tidak akan memberi
apa-apa kepada kerabatnya ataupun orang lain yang terlibat dalam menyiarkan berita bohong
tentang diri 'Aisyahlm. Maka turunlah ayat ini melarang beliau melaksanakan sumpahnya itu dan
menyuruh mema'afkan dan berlapang dada terhadap mereka sesudah mendapat hukuman atas
perbuatan mereka itu.
140
public relations harus menggunakan kaidah dan prinsip tersebut juga
bertindak sesuai dengan etika tersebut jika ia ingin berhasil untuk
menarik partisipasi masyarakat.
2. Prinsip dan Kaidah serta Etika Public Relations dalam Perspektif Al-
Hadits
Sebagian prinsip dan kaidah, serta etika public relations yang
terdapat dalam al-hadits adalah sebagai berikut:
a. Menerapkan musyawarah untuk mufakat
تتمع ل أمت إن ي قول وسلم عليو اللو صلى اللو رسول سعت ي قول مالك بن أنس153العظم بالسواد ف عليكم اختلفا رأي تم فإذا ضللة على
Artinya: Anas bin Malik berkata: Sesungguhnya umatku tidak
dibenarkan untuk berkumpul dalam satu kebatilan, apabila
menemukan perbedaan selesaikanlah dengan syawadhil a‟dham
(musyawarah untuk mufakat).
اللو صلى اللو رسول من لصحابو ورةمش أكث ر أحدا رأيت ما قال ىري رة أب عن154وسلم عليو
Artinya: Dari Abu Hurairah berkata Aku tidak menemukan orang lain
yang paling sering bermusyawarah dengan para sahabatnya selain
Rasulullah SAW.
b. Menghormati, menghargai dan mengakui hak asasi manusia
153
Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, juz 11, (Mauqi'u al-Islam: Dalam Software al-Maktabah
al-Syamilah, 2005), hlm. 442. Sanadnya adalah
ث نا مشقي عثمان بن العباس حد ث نا الد ث نا مسلم بن الوليد حد ثن السلمي رفاعة بن معان حد قال العمى خلف أبو حد مالك بن أنس سعت
154 al-Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, Juz 6, (Mauqi'u al-Islam: Dalam Software al-Maktabah al-
Syamilah, 2005), hlm. 312. Hadits tersebut lengkapnya:
ث نا ث نا ىناد حد ا قال اللو عبد عن عب يدة أب عن مرة بن عمرو عن العمش عن عاويةم أبو حد وجيء بدر ي وم كان لم وف عيسى أبو قال طويلة الديث ىذا ف قصة فذكر السارى ىؤلء ف ت قولون ما وسلم عليو اللو صلى اللو رسول قال بالسارى
رأيت ما قال ىري رة أب عن وي روى أبيو من يسمع ل عب يدة وأبو حسن حديث وىذا ىري رة وأب وأنس أيوب وأب عمر عن الباب وسلم عليو اللو صلى اللو رسول من لصحابو مشورة أكث ر اأحد
141
المسلم قال وسلم عليو اللو صلى النب عن عن هما اللو رضي عمرو بن اللو عبد عن 155عنو اللو ىن ه ما ىجر من والمهاجر ويده لسانو من المسلمون سلم من
Artinya: Dari Abd Allah bin „Amr RA, dari Rasulullah SAW berkata:
Orang Islam yang sempurna adalah orang yang apabila orang-orang
muslim (di dekatnya) selamat dari lisannya dan tangannya
(kekuasaannya), dan orang yang hijrah yaitu orang yang hijrah dari
sesuatu yang dilarang Allah.
ل واللو ي ؤمن ل واللو منؤي ل واللو قال وسلم عليو اللو لىص النب أن شريح أب عن156ب وايقو جاره يأمن ل الذي قال اللو رسول يا ومن قيل ي ؤمن
Artinya: Dari Abu Syuraih: Sesungguhnya Nabi SAW bersabda; demi
Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak
beriman. Dikatakan, siapa hai rasul? Nabi berkata: orang yang
tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya (tipu dayanya).
c. Menggunakan perkataan yang baik
ا اللو معصية ف طاعة ل وقال حسنا ق ول للخرين وقال.... ف الطاعة إن157المعروف
Artinya: …Nabi berkata kepada sahabat yang lain dengan perkataan
yang baik, dan Nabi berkata: tidak ada ketaatan pada maksiat kepada
Allah dan sesungguhnya ketaatan itu hanya pada sesuatu yang baik.
d. Menggunakan bahasa yang lugas
158شديدا ق ول لو وقال...
155
Muhammad al-Bukhari, Shahih Bukhari, Juz 3, (Mauqi'u al-Islam: Dalam Software al-
Maktabah al-Syamilah, 2005), hlm. 65. Sanad hadits tersebut adalah
ث نا ث نا قال إياس أب بن آدم حد الشعب عن خالد أب بن وإساعيل السفر بأ بن اللو عبد عن شعبة حد156
Ibid., juz 18, hlm. 433. Sanad hadits tersebut:
ث نا ث نا علي بن عاصم حد سعيد عن ذئب أب ابن حد157
Muslim, Shahih Muslim, juz 9, (Mauqi‟u al-Islam: Dalam Software al-Maktabah al-
Syamilah, 2005), hlm. 371. Sanad hadits tersebut adalah:
ث نا د حد ث نا قال المث ن لبن واللفظ بشار وابن المث ن بن مم ث نا جعفر بن ممد حد بن سعد عن زب يد عن شعبة حد علي نع الرحن عبد أب عن عب يدة
158 Ibid., juz 8, hlm. 496. Sanad hadits tersebut adalah:
142
Artinya…Nabi berkata kepada laki-laki tersebut dengan perkataan
yang lugas…
e. Menggunakan bahasa penjelasan
تو عن حصي بن يي عن عت ها قال الصي أم جد اللو رسول مع حججت قولت س ق ول وسلم عليو اللو صلى اللو رسول ف قال قالت الوداع حجة وسلم عليو اللو صلىعتو ث كثريا ....ي قول س
159
Artinya: Dari Yahya ibn Husain dari neneknya, yaitu ummu al-
Husain. Yahya berkata: saya mendengar nenek saya berkata: “saya
melaksanakan haji wada‟ bersama Nabi Muhammad saw”. Ummu al-
Husain berkata: Rasulullah bersabda. dengan perkataan yang banyak
(penjelasan) kemudian saya mendengarkan beliau bersabda…
Demikian beberapa prinsip dan kaidah serta etika public relations
dalam perspektif al-hadits. Sebenarnya masih banyak prinsip, kaidah serta
etika public relations dalam al-hadits. Tapi di sini bukan tempatnya
mengeksplore prinsip dan kaidah serta etika tersebut.
F. Public Relations di Pondok Pesantren Salafiyah
Public relations di pondok pesantren salafiyah adalah hubungan
antara pondok pesantren dengan masyarakat. Pesantren membangun sinergi
dengan masyarakat, baik dalam hal menjaga citra dalam masyarakat juga
menjalin kesinambungan antara pondok pesantren dengan masyarakat. Kalau
berbicara mengenai pondok pesantren, maka kurang tepat apabila belum
membicarakan pengertian pondok pesantren terlebih dahulu, baik ditinjau dari
segi asal kata maupun elemen-elemennya. Walaupun pembicaraan tersebut
ث نا ر شيبة أب بن بكر وأبو السعدي حجر بن علي حد ث نا قالوا حرب بن وزىي أب عن أيوب عن علية ابن وىو إسعيل حد حصي بن عمران عن المهلب أب عن قلبة
159 Ibid., juz 9, hlm. 369
143
tidak mendalam dan hanya sekilas saja. Istilah pondok berasal dari pengertian
asrama-asrama para santri yang disebut pondok atau tempat tinggal yang
dibuat dari bambu atau berasal dari bahasa Arab fundug, yang berarti hotel
atau asrama.160
Sedangkan perkataan pesantren berasal dari kata santri161
,
dengan awalan pe- dan akhiran–an yang berarti tempat para santri. Sedangkan
menurut Nurcholish Madjid terdapat dua pendapat tentang arti kata “santri”
tersebut. Pertama, pendapat yang mengatakan beradal dari kata “shastri”,
yaitu sebuah kata sanskerta yang berarti melek huruf. Kedua, pendapat yang
mengatakan bahwa kata tersebut berasal dari bahasa jawa “cantrik” yang
berarti seseorang yang selalu mengikuti seorang guru kemanapun guru itu
pergi menetap.162
Nama “pesantren” sering kali dikaitkan dengan kata
“santri” yang mirip dengan istilah bahasa india “shastri” yang berarti orang
yang mengetahui buku–buku suci agama Hindu atau orang yang ahli tentang
kitab suci.163
Selanjutnya kata pondok dan kata pesantren digabung menjadi satu
sehingga membentuk pondok pesantren. Pondok pesantren menurut Arifin
adalah suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui
160
Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren; Studi pandangan Hidup kyai (jakarta; LP3ES,
1994), hlm. 18 161
Dalam penelitiannya, Clifford geertz berpendapat, kata santri mempunyai arti luas dan
sempit. Dalam arti sempit santri adalah seorang murid satu sekolah agama yang disebut pondok
atau pesantren. Oleh sebab itu perkataan pesantren diambil dari perkataan santri yang berarti
tempat untuk para santri. Dalam arti luas dan umum santri adalah bagian penduduk Jawa yang
memeluk Islam secara benar-benar, bersembahyang, pergi ke masjid dan berbagai aktifitas
lainnya. Lihat Clifford Geertz, Abangan Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa, terj. Aswab
Mahasin, (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1983), hlm. 268. Lihat juga Imron Arifin, Kepemimpinan
Kiai: Kasus Pondok Pesantren Tebuireng, (Malang: Kalimasahada Press, 1993), hlm. 4 162
Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren, (Jakarta: Paramadina, 2006), hlm. 21. Lihat
juga Yasmadi, Modernisasi Pesantren: Kritik Nurcholis Madjid terhadap Pendidikan Tradisional,
(Ciputat Press: Jakarta, 2002), hlm. 62 163
Fuad Jabali dan Jamhari, IAIN dan Modernisasi Islam di Indonesia (Jakarta : Logos
Wacana Ilmu, 2002), hlm. 94 lihat juga dalam Dhofier, Tradisi pesantren..., hlm. 18
144
masyarakat sekitar dengan sistem asrama (komplek) dimana santri-santri
menerima pendidikan agama melalui system pengajian atau madrasah yang
sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari leadership seorang atau
beberapa orang kiai dengan cirri-ciri khas yang bersifat karismatik serta
independent dalam segala hal.164
Sedangkan Zuhairini memberikan definisi mengenai pondok pesantren
adalah tempat murid-murid (disebut santri) mengaji agama Islam dan
sekaligus diasramakan di tempat itu.165
Sedangkan Mahpuddin Noor
memberikan definisi pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam
yang minimal terdiri dari tiga unsur, yaitu Kiai/ustadz yang mendidik serta
mengajar, masjid dan pondok atau asrama.166
Dari berbagai definisi di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa
pondok pesantren adalah lembaga pendidikan agama Islam yang dipimpin
oleh seorang Kiai yang mempunyai karismatik dan bersifat independent
dimana santri disediakan tempat untuk menginap.
Jika ditelusuri secara lebih mendalam, maka akan ditemukan statemen
bahwa pondok pesantren adalah lembaga pendidikan yang tertua di Indonesia
yang berasal dari pribumi.167
Sebelum membahas lebih jauh mengenai asal
usul pesantren, maka terlebih dahulu penulis akan membahas mengenai
pendiri pesantren pertama kali. Terdapat pendapat yang mengatakan bahwa
164
M.Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara, 1991),
hlm. 240 165
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm. 212 166
Mahpuddin Noor, Potret Dunia Pesantren: Lintasan Sejarah, Perubahan dan
Perkembangan Pondok Pesantren, (Bandung: Humaniora, 2006), hlm. 19 167
Depag RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah: Pertumbuhan dan
Perkembangannya, (Jakarta: Direktorat Jendral Kelembagaan Islam, 2003), hlm. 7
145
asal usul kapan persisnya kemunculan pesantren di Indonesia belum bisa
diketahui dengan pasti. Bahkan, peneliti tarekat dan tradisi Islam asal
Belanda, Martin Van Bruinessen, menyatakan tidak mengetahui kapan
lembaga tersebut muncul untuk pertama kalinya. Namun, memang banyak
pihak yang menyebut –dengan berpijak pada pendapat sejarawan yang
banyak mengamati kondisi masyarakata Jawa, Pigeud dan de Graaf–
pesantren sudah ada semenjak abad ke 16.168
Dari catatan sejarah, lembaga pendidikan pesantren tertua adalah
Pesantren Tegalsari di Ponorogo, yang didirikan pada tahun 1724. Namun
sekitar seabad kemudian, yakni melalui survei Belanda tahun 1819, tampak
sekali bahwa pesantren tumbuh dan berkembang secara sangat pesat,
terutama di seluruh pelosok Pulau Jawa. Survei itu melaporkan lembaga
pendidikan ini sudah terdapat di Priangan, Pekalongan, Rembang, Kedu,
Surabaya, Madiun, dan Ponorogo. Melihat data itu Martin Van Bruinessen
yakin bahwa sebelum abad ke 18 atau sebelum berdirinya Pesantren Karang,
belum ada lembaga yang layak disebut pesantren. Yang ada hanyalah tempat
pengajaran perorangan atau perorangan biasa atau tidak terstruktur.
Pada fakta lain, dalam Serat Centhini, memang sempat disebutkan
bahwa tokoh Jayengresmi yang hidup sezaman dengan Sultan Agung
Mataram, yaitu pada paruh Abad ke-17, mempunyai lembaga pendidikan
pesantren. Tapi ini diragukan karena serat Centhini baru disusun pada awal
abad ke-19. Sedangkan, `klaim‟ lain bahwa pesantren sudah berdiri sejak ke-
168
www.Google.com sejarah pesantren di Indonesia
146
16169
atau seiring masuknya Islam di Banten sudah ada pesantren yang
disebut Perguruan Karang, juga diragukan.
Saridjo sebagaimana dikutip Arifin, berpendapat bahwa pondok
pesantren tertua di Jawa Timur (sejak masa perubahan) ialah pondok
pesantren Tebuireng yang didirikan oleh KH.Hasyim Asy‟ari.170
Pesantren ini
merupakan pesantren yang paling berpengaruh di Jawa dalam abad ke 20171
dan merupakan kiblatnya pesantren di Jawa dan Madura, sekalipun fakta
sejarah menunjukkan bahwa pondok pesantren tertua di Jawa Timur yang ada
sampai sekarang ini, yang keberadaannya dicatat dalam Serat Centhini yang
ditulis pada abad ke-18 adalah pesantren Sidosermo di Surabaya dan
pesantren Tegalsari di Ponorogo.172
Mengenai pendiri pesantren, sebagian ahli sejarah menyebutkan
bahwa Syaikh Maulana Malik Ibrahim adalah pendiri pesantren pertama kali
di Jawa.173
Sementara itu, Said dan Affar, sebagaimana dikutip oleh Mujamil,
menyatakan bahwa Sunan Ampel atau Raden Rahmat sebagai pendiri
pesantren pertama di Kembang Kuning Surabaya.174
Bahkan Kiai Machrus
Ali menginformasikan bahwa disamping Raden Rahmat di Surabaya, ada
yang mengatakan bahwa Sunan Gunung Jati di Cirebon sebagai pendiri
169
Abd. Rachman Assegaf, Politik Pendidikan Nasional, Yogyakarta: Kurnia Kalam,
2005), hlm. 106 170
Arifin, Kepemimpinan Kiai ..., hlm. 21. 171
Dhofier, Tradisi Pesantren…, hlm. 103 172
Arifin, Kepemimpinan Kiai ..., hlm. 21. Lihat juga Harits Daryono Ali Haji, Dari
Majapahit Menuju Pondok Pesantren: Santri-Santri Negarawan Majapahit sebelum Wali Songo
dan Babad Pondok Tegalsari, (Tulungagung: Surya Alam Mandiri, 2009). 173
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung,
1985), hlm. 231 174
Mujamil Qomar, Pesantren: Dari Transformasi Metodologi menuju Demokratisasi
Institusi,(Jakarta: Erlangga, 2005), hlm. 8
147
pesantren pertama, sewaktu mengasingkan diri bersama pengikutnya dalam
khalwat, beribadah secara istiqamah untuk bertaqarrub kepada Allah.175
Dari berbagai pendapat tersebut, penulis lebih memilih pendapat yang
menyatakan bahwa pendiri pesantren pertama kali adalah Syaikh Maulana
Malik Ibrahim dengan alasan bahwa beliau adalah penyebar Islam pertama
kali di Jawa yang melakukan akulturasi kebudayaan dan merupakan peletak
dasar pertama sendi-sendi berdirinya pesantren.
Sebagai model pendidikan yang mempunyai karakter dan ciri khusus
dan berbeda dengan yang lain, maka sistem pondok pesantren ini telah
mengundang berbagai macam spekulasi. Teori pertama menyebutkan bahwa
pondok pesantren merupakan bentuk adapasi terhadap pendidikan Hindu dan
Budha sebelum Islam datang.176
Sistem tersebut diberi nama Mandala.177
Teori kedua mengklaim bahwa pesantren berasal dari India. Ini
dikarenakan persamaan madzhab yang dianut antara Islam di pesantren
dengan yang berkembang di daerah Gujarat, yaitu madzhab Syafi‟i. Di
samping itu, India merupakan daerah transit para penyebar Islam di
Indonesia. Teori ketiga menyatakan bahwa model pondok pesantren
ditemukan di Baghdad.178
Teori ini diilhami oleh perkembangan madrasah
175
Machrus Ali “Hakekat Cita Pondok Pesantren” dalam Soeparlan Soeryopratondo dan
M. Syarif, Kapita Selekta Pondok Pesantren, (Jakarta: PT Paryu Burkah, tt), hlm. 40 176
Manfred Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial, terj. Butche B. Soendjojo,
(Jakarta: P3M, 1986), hlm. 100. 177
Haji, Dari Majapahit …, hlm. 171. Disebutkan mandala adalah suatu wanasrama yang
berisi bangunan tempat sang Resi atau Dewaguru yang disebut tapowana atau pajaran. Karena tata
letak kompleks bangunan yang konsentris maka bisa jadi wanasrama itulah yang disebut mandala. 178
George Makdisi yang dikutip Maksum, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya,
(Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 80
148
Nidzamiyah yang ada di Baghdad. Pesantren merupakan system pendidikan
pengadopsian dari Madrasah Nidzamiyah.
Teori keempat menyatakan bahwa model pondok pesantren
merupakan perpaduan Hindu budha dan India179
. Ini merupakan perpaduan
dari teori pertama dan kedua yang mengalami akulturasi. Teori kelima
mengungkapkan bahwa model pondok pesantren berasal dari perpaduan dari
kebudayaan Hindu Budha dan Arab. Di sini terdapat akulturasi kebudayaan
Hindu Budha yang bernama Mandala dengan kegiatan pendidikan yang
dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW ketika mendidik sahabatnya dengan
membentuk halaqah, dimana beliau mengambil tempat mula-mula di bukit
yang jauh dari keramaian.180
Teori keenam menegaskan bahwa model pondok pesantren merupakan
perpaduan dari India dan orang Islam Indonesia.181
Ini berarti pondok
pesantren merupakan lembaga asli karya orang Islam Indonesia dan ciri khas
Islam di Indonesia. Penyebar Islam dari Arab yang singgah di India hanya
memfasilitasi berdirinya pondok pesantren dengan mengadopsi budaya India.
Teori ketujuh menilai bahwa model pesantren adalah perpaduan dari model
timur tengah, India dan tradisi local yang lebih tua.182
Teori ini menyatakan
bahwa pondok pesantren merupakan akulturasi dari ketiga budaya, baik
budaya penyebar Islam maupun budaya masyarakat lokal.
179
Qomar, Pesantren…, hlm. 10 180
Dawam Rahardjo, “Dunia Pesantren dalam Peta Pembaharuan” dalam Dawam Rahardjo
(ed), Pesantren dan Pembaharuan, (t.kp: LP3ES,1995), hlm. 32 181
Qomar, Pesantren…, hlm. 10 182
Ibid.
149
Terdapat lima elemen dasar yang mutlak ada dalam sebuah tradisi
pondok pesantren. Lima elemen tersebut antara lain: pondok sebagai asrama
santri, masjid sebagai sentral peribadatan dan pendidikan Islam, santri,
pengajaran kitab-kitab klasik dan kiai.183
a. Pondok
Sebuah pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan
Islam tradisional di mana para siswanya tinggal bersama dan belajar di
bawah bimbingan seorang (atau lebih) guru yang dikenal dengan sebutan
kiai. Pondok, asrama bagi santri merupakan ciri khas tradisi pesantren,
yang membedakannya dengan sistem pendidikan tradisional di masjid-
masjid yang berkembang di kebanyakan wilayah Islam negara-negara
lain.184
Kata pondok berarti kamar, gubuk, rumah kecil yang dalam bahasa
Indonesia menekankan kesederhanaan bangunan.185
Tetapi ada juga yang
mengatakan bahwa pondok itu berasal dari bahasa Arab funduq yang
berarti ruang tidur, wisma, atau motel sederhana.186
Dahulu memang
tempat asrama bagi para santri tersebut merupakan tempat yang sederhana,
namun sekarang telah berkembang sesuai dengan perkembangan zaman,
sehingga memunculkan berbagai tipologi pondok pesantren.
b. Masjid
183
Dhofier, Tradisi Pesantren…, hlm. 44. Arifin, Kepemimpinan Kiai ..., hlm. 5-6 184
Ibid., (Tradisi Pesantren), hlm. 45 185
Ziemek, Pesantren..., hlm. 18 186
Arifin, Kepemimpinan Kiai ..., hlm. 6
150
Menurut Sidi Gazalba, dilihat dari segi harfiah, perkataan masjid
berasal dari kata bahasa Arab. Masjid berasal dari pokok sujudan, dengan
fi‟il madli sajada yang berarti tempat sujud atau tempat sembahyang, dan
karena berupa isim makan, maka diberi awalan “ma” yang kemudian
berubah kata menjadi masjidu. Umumnya dalam bahasa Indonesia huruf
“a” menjadi “e”, sehingga kata masjid ada kalanya disebutkan dengan
mesjid.187
Sependapat dengan Sidi Gazalba, Wahyudin Sumpeno
memberikan pengertian masjid secara harfiah sebagai kata yang berasal
dari bahasa Arab. Kata pokoknya sujudan, masjidun yang berarti tempat
sujud atau tempat shalat, sehingga masjid mengandung pengertian tempat
melaksanakan kewajiban bagi umat Islam untuk melaksanakan shalat lima
waktu yang diperintahkan Allah SWT. Pengertian lain tentang masjid,
yaitu seluruh permukaan bumi, kecuali kuburan adalah tempat sujud atau
tempat beribadah bagi umat Islam.188
Dalam pendapat yang lain, menurut
Yusuf al-Qardhawi, “masjid adalah rumah Allah SWT, yang dibangun
agar umat mengingat, mensyukuri, dan menyembah-Nya dengan baik”.189
Lembaga-lembaga pesantren di jawa memelihara tradisi
tersebut, bahkan pada zaman sekarang di daerah yang belum begitu
terkontaminasi dengan pengaruh, dapat ditemukan kiai yang selalu
187
Sidi Gazalba, Mesjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna,
Cetakan V, 1989), hlm. 118. 188
Wahyudin Supeno, Perpustakaan Masjid, Pembinaan dan Pengembangannya,ed. Abdul
Hamid, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1984), hlm. 1. 189
Yusuf Al-Qardhawi, Tuntunan Membangun Masjid, ter. Abdul Hayyie al-Kattani, ed.
Darmadi, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), hlm. 7.
151
memberikan wejangan kepada muridnya di masjid. Masjid merupakan
elemen yang tak dapat dipisahkan dengan pesantren dan dianggap sebagai
tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam
praktek sembahyang lima waktu, khutbah, shalat jum‟ah dan pengajaran
kitab-kitab Islam klasik. Dalam pesantren, kedudukan masjid sebagai pusat
pendidikan yang merupakan manifestasi universalisme dari sistem
pendidikan Islam tradisional.190
c. Santri
Santri merupakan sebutan bagi para siswa yang belajar mendalami
agama di pesantren.191
Para santri tinggal di pondok yang menyerupai
asrama. Mereka melakukan kegiatan sehari-hari seperti mencuci, memasak
dan lain sebagainya di tempat tersebut.
Dhofier, sesuai dengan pengamatannya, membagi santri menjadi
dua kelompok, yaitu:
1) Santri mukim, yaitu murid-murid yang berasal dari daerah yang jauh
dan menetap dalam kelompok pesantren.
2) Santri kalong, yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa di
sekeliling pesantren yang biasanya tidak menetap dalam pesantren.
Untuk mengikuti pelajarannya di pesantren, mereka bolak-balik
(nglajo) dari rumahnya sendiri.192
d. Pengajaran kitab-kitab klasik
190
Dhofier, Tradisi Pesantren…, hlm. 49 191
Arifin, Kepemimpinan Kiai ..., hlm. 11 192
Dhofier, Tradisi Pesantren…, hlm. 51-52
152
Pengajaran kitab-kitab klasik merupakan salah satu elemen yang
tak terpisahkan dari sistem pesantren. Bahkan ada seorang peneliti yang
mengatakan, sebagaimana yang dikutip Arifin, apabila pesantren tidak lagi
mengajarkan kitab-kitab kuning, maka ke-asli-an pesantren itu semakin
kabur, dan lebih tepat dikatakan sebagai sistem perguruan atau madrasah
dengan sistem asrama daripada sebagai pesantren.193
Hal tersebut dapat
berarti bahwa kitab-kitab Islam klasik merupakan bagian integral dari nilai
dan faham pesantren yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
Kitab-kitab klasik biasanya ditulis atau dicetak di kertas berwarna
kuning dengan memakai huruf arab dalam bahasa Arab, melayu, jawa dan
sebagainya. Huruf-hurufnya tidak diberi vokal, atau biasa disebut dengan
kitab gundul. Lembaran-lembarannya terpisah-pisah atau biasa disebut
dengan koras. Satu koras terdiri dari 8 lembar. 194
e. Kiai
Kiai bukan berasal dari bahasa Arab melainkan dari bahasa Jawa.
Kata-kata kiai mempunyai makna yang agung, keramat dan dituahkan.
Untuk benda-benda yang dikeramatkan dan dituahkan di Jawa seperti
keris, tombak, dan benda lain yang keramat disebut kyai. Selain untuk
benda, gelar kiai juga diberikan kepada laki-laki yang lanjut usia, arif dan
dihormati di Jawa.195
Namun pengertian paling luas di Indonesia, sebutan kiai
dimaksudkan untuk para pendiri dan pemimpin pesantren, yang sebagai
193
Arifin, Kepemimpinan Kiai ..., hlm. 8 194
Ibid., hlm. 9 195
Ibid., hlm. 13. Lihat juga Dhofier, Tradisi Pesantren…, hlm. 55
153
muslim terpelajar telah membaktikan hidupnya untuk Allah serta
menyebarluaskan dan memperdalam ajaran-ajaran pandangan Islam
melalui kegiatan pendidikan.196
Jadi pada dasarnya kiai adalah sebutan
bagi orang yang ahli dalam pengetahuan Islam.
Kiai mutlak keberadaannya dalam sebuah pondok pesantren. Tanpa
adanya kiai, maka pesantren tersebut tidak dapat berjalan. Dalam sebuah
pesantren, kiai mempunyai otoritas penuh. Kiai biasanya mengajar kitab
kuning kepada santrinya dengan metode bandongan atau sorogan.
Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia
yang tetap memiliki daya tarik untuk diamati, diteliti dan didialogkan,
terlepas dari adanya kelemahan dan kelebihannya. Pesantren merupakan salah
satu jenis pendidikan Islam di Indonesia yang bersifat tradisional dan berciri
khusus, baik sistem pendidikan, sistem belajar maupun tujuan serta
fungsinya. Saat ini jumlah pesantren di Indonesia tidak kurang dari 7.000
buah dengan jumlah santri sekitar 11 juta orang dan jumlah tenaga pendidik
sekitar 150 ribu orang197
. Jumlah tersebut sangat strategis dan
menguntungkan bagi pembangunan bangsa Indonesia, terutama dalam era
globalisasi, dengan catatan jika potensi ini dapat diberdayakan secara
maksimal dan tidak mengalami kendala yang signifikan.
Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan Islam yang
sejak awal berdirinya telah memberikan kontribusi nyata dalam upaya
mencerdaskan bangsa, dan juga telah memberikan andilnya yang besar dalam
196
Ibid. 197
Pesantren di Indonesia, Jawa Pos, (31 Oktober 2006), hlm. 3
154
pembinaan dan pengembangan kehidupan umat Islam di Indonesia.198
Keberadaan pesantren selalu mendapat perhatian dan pengakuan dari
masyarakat. Para pengamat perkembangan masyarakat di Indonesia akan
mengakui bahwa pesantren telah berhasil melahirkan banyak pemimpin.
Tidak sedikit pemimpin-pemimpin negeri ini, baik pemimpin yang duduk
dalam pemerintahan atau bukan, besar ataupun kecil, yang dilahirkan oleh
pondok pesantren, misalnya Abdurrahman Wahid, Said Aqil Siradj, dan lain
sebagainya.
Catatan sejarah memang menunjukkan bahwa pesantren juga banyak
melahirkan pemimpin masyarakat, di samping mencetak kyai. Menurut E.
Shobirin Nadj, ada pesantren besar yang harum namanya karena dulu banyak
melahirkan kyai dan ada pula pesantren yang terkenal karena namanya selalu
dikaitkan dengan beberapa alumninya yang menjadi pemimpin masyarakat.
Tetapi sekarang, kemampuan pesantren untuk melahirkan calon kyai atau
pemimpin itu disangsikan. Bahkan belakangan ini, ada pesantren yang
dilanda masalah kepemimpinan ketika ditinggalkan kyai pendirinya karena
tidak adanya anak kyai yang sanggup meneruskan kepemimpinan ayahnya,
baik dari segi penguasaan, segi ilmu-ilmu keislaman maupun segi
pengelolaan kelembagaannya.199
Seperti pondok pesantren yang didirikan
oleh Mbah Saren di Solo. Mengenai kondisi pesantren ini, dulunya pesantren
198
A. Malik Fajar, “Sintesa Antara Perguruan Tinggi dan Pesantren”, dalam Nurcholis
Madjid, Bilik-bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan Madrasah dan Tantangan Modernitas,
(Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 86 199
E. Shobirin Najd, “Perpektif Kepemimpinan dan Manajemen Pesantren”, dalam M.
Dawam Rahardo (ed), Pergulatan Dunia Pesantren Membangun dari Bawah, (Jakarta: P3M,
1985), hlm. 114
155
itu sangat terkenal tapi sekarang hanya jadi asramanya tukang jahit. Kalau
malam mereka di pesantren mengaji, wiridan dan sebagainya, paginya di
Pasar Klewer.
Sebagai lembaga pendidikan Islam tertua, disamping otoritas kiai
untuk membuat model-model sesuai dengan keinginannya, pesantren hingga
kini telah berkembang dengan berbagai variasinya, sehingga sulit
digeneralisir. Berbagai pesantren dalam berbagai variasi dan tipologinya
sekarang telah berkembang dengan pesat.
Variasi pesantren itu dapat dipandang dari berbagai sudut sehingga
menghasilkan kategorisasi yang rinci. (1) Dilihat dari segi rangkaian
kurikulumnya, pesantren dibagi menjadi tiga macam, ada pesantren modern,
pesantren tahassus, dan pesantren campuran; (2) Dilihat dari segi kemajuan
berdasarkan muatan kurikulumnya, pesantren juga dibagi menjadi tiga
macam, ada pesantren paling sederhana, pesantren sedang, dan pesantren
paling maju; (3) Dilihat dari segi jumlah santri dan pengaruhnya, pesantren
dibagi menjadi tiga macam, ada pesantren kecil, pesantren menengah, dan
pesantren besar; (4) Dilihat dari segi spesifikasi keilmuan, pesantren dibagi
menjadi empat macam, ada pesantren alat, pesantren fiqh, pesantren qira'ah,
dan pesantren tasawuf; (5) Dilihat dari segi jenis santri, pesantren dibagi
menjadi empat macam, ada pesantren khusus untuk anak-anak balita,
pesantren khusus orang tua, dan pesantren mahasiswa, ada pesantren umum;
(6) Dilihat dari segi kecenderungan pada organsiasi sosial keagamaan, ada
pesantren NU, pesantren Muhammadiyah, pesantren Persis, pesantren netral,
156
dan sebagainya, Gontor dan al-Yaqin termasuk pesantren yang netral itu; (7)
Dilihat dari segi sistem pendidikan yang dikembangkan ada tiga macam; (8)
Dilihat dari segi unsur-unsur pesantren ada lima macam; (9) Dilihat dari segi
kelembagaan yang dikaitkan dengan sistem pengajarannya menjadi lima
kategori; dan (10) Dilihat dari segi keterbukaannya terhadap perubahan-
perubahan yang terjadi ada pesantren salafi dan khalafi.200
Jika dilihat dari unsur pesantren, pesantren dibagi menjadi 5 pola atau
tipe. Tipe pertama adalah yang sederhana, yaitu yang terdiri dari masjid dan
rumah Kiai. Kiai mempergunakan masjid atau rumahnya sebagai tempat
untuk mengajar. Dalam pondok pesantren ini, santri yang datang hanya santri
sekitar pesantren itu sendiri, dan rata-rata tidak menginap. Tipe kedua,
pesantren yang terdiri dari masjid, rumah Kiai dan asrama. Pesantren tipe
kedua ini memberi kesempatan santrinya untuk menginap. Tipe ketiga, terdiri
dari masjid, rumah Kiai, pondok dengan sistem wetonan dan sorogan. Pondok
pesantren tipe ketiga ini menyelenggarakan pendidikan formal dalam bentuk
klasikal. Tipe keempat, pondok pesantren ini selain memiliki komponen fisik
seperti tipe ketiga, juga memiliki tempat untuk pendidikan ketrampilan
seperti kerajinan, perbengkelan, sawah, ladang dan sebagainya. Tipe kelima,
pondok pesantren ini merupakan pondok pesantren modern atau pondok
pesantren pembangunan. Tambahan bangunannya meliputi: perpustakaan,
dapur umum, ruang makan, kantor administrasi, toko, rumah penginapan
tamu, ruang operation, dan sebagainya.201
200
Qomar, Pesantren…, hlm. 16-18 201
Dikutip dari Arifin, Kepemimpinan Kiai ..., hlm. 7
157
Istilah pesantren salafi dan khalafi pertama kali dipopulerkan oleh
Zamakhsyari Dhofier. Pertama, pesantren Salafi yang tetap mempertahankan
pengajaran kitab-kitab Islam klasik sebagai inti pendidikan di pesantren.
Sistem madrasah diterapkan untuk memudahkan sistem sorogan yang dipakai
dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama tanpa mengenalkan
pengajaran pengetahuan umum. Masih cukup besar jumlah pesantren yang
mengikuti pola ini, yaitu pesantren Lirboyo dan Ploso di Kediri, pesantren
Maslahul Huda di Pati, dan pesantren Termas di Pacitan. Kedua, pesantren
Khalafi yang telah memasukkan pelajaran-pelajaran umum dalam madrasah-
madrasah yang dikembangkannya, atau membuka tipe sekolah-sekolah umum
dalam lingkungan pesantren. Pondok pesantren Gontor tidak mengajarkan
lagi kitab-kitab Islam Klasik. Pesantren-pesantren besar, seperti Tebuireng
dan Rejoso di Jombang, telah membuka SMP, SMA dan Universitas, dan
sementara itu tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik.202
Distingsi pesantren salafi dan khalafi ini dapat memudahkan untuk
memahami variasi pesantren, tetapi masih menimbulkan masalah baru. Sebab
ada pesantren yang menamakan modern (khalafi) seperti Gontor ternyata
mengajarkan kitab Bidayat al-Mujtahid, sebuah kitab Fiqh Muqarani (Fiqh
perbandingan) yang ditulis Ibn Rusyd (1126-1198 M), sementara itu, periode
klasik terjadi 650-1250 M. Pada kejadian lain, ada pesantren yang
menamakan diri sebagai pesantren salafiyah, tetapi dulu mengajarkan
Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan Bahasa Inggris seperti Pesantren
202
Dhofier, Tradisi Pesantren…, hlm. 41-42
158
Langitan Tuban, dan mengajarkan ilmu administrasi seperti pesantren
Lirboyo Kediri.
Pada perkembangan terakhir, sistem pendidikan pesantren telah
mengalami proses konvergensi dan sedikitnya dapat diklasifikasikan ke
dalam lima tipe, yaitu : (1) pesantren yang menyelenggarakan pendidikan
formal dengan menerapkan kurikulum nasional, baik yang hanya memiliki
sekolah keagamaan sekaligus sekolah umum; (2) pesantren yang
menyelenggarakan pendidikan keagamaan dalam bentuk madrasah dan
mengajarkan ilmu-ilmu umum meski tidak menerapkan kurikulum nasional;
(3) pesantren yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama dalam bentuk
madrasah diniyyah; (4) pesantren yang hanya menjadi tempat pengajian
(majlis taklim); (5) pesantren yang disediakan untuk asrama mahasiswa dan
pelajar sekolah umum203
Pada akhirnya pondok pesantren beserta tipologinya mengalami
perkembangan dan menghadapi kejamnya era modernitas ini. Ada pesantren
yang berkembang pesat karena mampu mempertahankan eksistensinya dan
menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Ada pesantren yang kembang
kempis atau bahkan mati karena tidak mampu menyesuaikan dengan
perkembangan zaman dan permintaan masyarakat. Namun secara garis besar,
penulis tetap memilih kategorisasi yang dilakukan oleh Dhofier, yaitu
membagi pesantren menjadi dua, salafi dan khalafi.
203
Raharjo, Pergulatan Dunia …, hlm. 116
159
Di pesantren, tugas seorang kiai menjadi multifungsi: sebagai guru,
muballigh, dan manajer sekaligus.204
Sebagai guru, kiai menekankan pada
kegiatan mendidik para santri dan masyarakat sekitar agar memiliki
kepribadian Muslim yang utama; Sebagai muballigh, kiai berupaya
menyampaikan ajaran Islam kepada siapapun yang ditemui berdasarkan
prinsip memerintahkan yang baik dan mencegah yang munkar (amar ma'rûf
nahi munkar); dan sebagai manajer, kiai berperan dalam hal pengendalian
bawahannya. Di dalam pesantren, top manajer dipegang oleh kiai. Maka dari
itu, kiai memegang otoritas penuh terhadap maju mundurnya juga
berkembangnya pesantren.
Dari tiga fungsi tersebut, fungsi sebagai muballigh itulah yang
mempengaruhi performance-nya termasuk penampilan ketika me-manage
pesantren sehingga ditemukan kenyataan pola-pola manajerial serba mono
dan serba tidak formal. Menurut tradisinya, kegiatan dakwah tidak didasari
perencanaan dengan matang, pengorganisasian yang mapan maupun
pengawasan yang ketat. Dengan pengertian lain, kegiatan dakwah bi al-lisân
biasanya dipraktekkan ala kadarnya dan sesuai dengan situasi dan kondisi
yang terjadi pada saat itu.
Nur Syam juga mengemukakan beberapa fungsi kiai, antara lain:
Pertama, sebagai agen budaya, kiai memerankan diri sebagai penyaring
budaya yang datang ke masyarakat; Kedua, kiai sebagai mediator, yaitu
menjadi penghubung antara kepentingan berbagai segmen masyarakat,
204
Farchan dan Syarifuddin, Titik Tengkar…, hlm. 68-69
160
terutama kelompok elit dengan masyarakat; Ketiga, sebagai makelar budaya
dan mediator, kiai menjadi penyaring budaya sekaligus sebagai penghubung
berbagai kepentingan masyarakat.205
Dalam hal ini, kiai tidak hanya berkiprah
di pesantren saja, melainkan juga memainkan kiprahnya di masyarakat.
Di kalangan masyarakat, kiai mendapat posisi yang terhormat. Kiai
senantiasa dituakan (dianggap orang tua atau sesepuh) sehingga menjadi
tempat pengaduan masyarakat dari berbagai persoalan yang dihadapinya baik
menyangkut persoalan sosio-kultural, sosio-religius, sosio-politik, sosio-
ekonomik maupun persoalan-persoalan pembangunan desa bahkan tidak
jarang menyangkut masalah kesehatan juga dikonsultasikan pada kiai. Maka
dalam hal ini, kiai dituntut mengerti dan mampu memahami persoalan yang
terjadi di masyarakat, disamping memahami berbagai disiplin ilmu sebagai
alat penyelesaian persoalan tersebut.
Penghargaan dan penghormatan masyarakat kepada kiai begitu tinggi
karena masyarakat kita adalah masyarakat paternalistik. Terlebih lagi
masyarakat pedesaan yang belum begitu terkontaminasi dengan budaya
modernisasi. Dalam masyarakat tersebut, kiai dianggap sebagai bapak yang
selalu mendidik mereka dan tidak mungkin menyesatkan mereka, sehingga
mereka menaruh kepercayaan penuh pada kiai. Konsekuensinya segala
(perintah) kiai mendapat respon yang tinggi dari mereka. Bahkan hal ini juga
merambah dalam masalah politik dan ekonomi.
205
Nur Syam, "Kepemimpinan dalam Pengembangan Pondok pesantren", dalam A. Halim
et.al (eds), Manajemen Pesantren, ( Yokyakarta: Pustaka Pesantren, 2005), hlm. 79-80
161
Perilaku masyarakat itu terhadap kiai juga terjadi di kalangan santri di
pesantren. Bahkan di pesantren perilaku santri lebih sistematis dalam
melakukan penghormatan yang sangat tinggi kepada kiainya sehingga muncul
kekhawatiran kualat jika tidak mentaati kiai, su' al-adâb dan tidak mendapat
barokah, sehingga kiai di pesantren salafiyah dianggap hampir menyamai
keyakinan bahwa kiai terhindar dari kesalahan. Fatwa-fatwanya dianggap
selalu benar sehingga tidak boleh dikritik. Maka dari itu, kemudian timbul
penyucian pemikiran agama (taqdîs afkâr al-dîni) dari komunitas pesantren
terutama para santri.
Dalam hal ini Abdurrahman Mas'ud mengatakan bahwa para santri
menerima kepemimpinan kiai karena percaya pada konsep dalam
masyarakat jawa ,yaitu berkah atau baraka yang didasarkan atas doktrin
keistimewaan status seorang alim dan wali.206
Mereka meyakini bahwa
orang yang alim maupun wali memiliki kemampuan istimewa yang
tidak dimiliki orang pada umumnya sehingga menerima kepemimpinannya
sebagai keniscayaan. Kepercayaan masyarakat dan santri terhadap karomah
kepemimpinan kiai biasanya sangat kuat. Namun, tradisi tersebut agak luntur
dikalangan santri yang melanjutkan studinya di perguruan tinggi..
Di dalam pesantren, penerimaan santri pada kepemimpinan kiai lebih
niscaya lagi baik karena pertimbangan struktural, teologis maupun kultural.
Secara struktural, posisi kiai di pesantren ibarat posisi raja di kerajaan. Jadi
posisinya tertinggi, dan tidak mungkin ditandingi posisi orang lain. Secara
206
Abdurahman Mas'ud, Intelektual Pesantren Perhelatan Agama dan Tradisi,
(Yokyakarta: LKIS, 2004), hlm. .13
162
teologis, kiai diyakini dapat membantu atau memberikan kenikmatan tetapi
juga bisa mengakibatkan bahaya. Sedangkan secara kultural, kiai sebagai
orang tua dari sisi usianya atau dituakan karena kedalaman ilmunya mesti
harus dihormati dan dijadikan panutan/pemimpin.
Secara tradisional, kepemimpinan pesantren dipegang oleh satu
atau dua kiai, dan biasanya merupakan pendiri pesantren yang
bersangkutan.207
Pesantren menekankan sikap konservatif yang bersandar
dan berpusat pada figur kiai.208
Tanpa kiai, maka pesantren akan menjadi
vakum dan tidak dapat menentukan sesuatu atau bahkan akan mati. Maka
Sindu Galba menyimpulkan, "Kiai merupakan elemen yang paling
esensial dari suatu pesantren."209
Oleh karena itu, kiailah dan bukan
pribadi lain, yang mewarnai pesantren selama ini.
Kiai dalam pesantren merupakan figur sentral, otoritatif dan pusat
seluruh kebijakan dan perubahan.210
Maka selain kiai, walaupun keluarga
kiai, tidak mempunyai peran yang berpengaruh dan membawa perubahan
dalam dunia pesantren. Dalam pesantren, kiai adalah pemimpin tunggal
yang memegang wewenang hanpir mutlak. Di sini tidak ada orang lain yang
lebih dihormati daripada kiai.211
Bahkan apabila seorang bupati masuk ke
pesantren, ia harus tunduk kepada seorang kiai. Maka kiai tetap mendapat
207
Azra, Pendidikan Islam…, hlm. 104 208
Fadjar, Holistika Pemikiran…, hlm. 219. 209
Sindu Galba, Pesantren Sebagai Wadah Komunikasi, Ed. Riri Manan, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1995), hlm. 62 210
Masyhud dan Khusnuridho, Manajemen Pesantren…,hlm. 14-15 211
Pradjarta Dirdjosanjoto, Memelihara Umat Kiai Pesantren-Kiai Langgar di Jawa,
(Yokyakarta: LKIS, 1999), hlm. 156
163
penghormatan yang tertinggi. Sejak Islam menjadi agama yang banyak dianut
di Jawa, kiai menikmati status sosial yang tinggi itu.212
Kiai menguasai dan mengendalikan seluruh sektor kehidupan
pesantren. Orang lain tidak diberikan akses untuk mengendalikan sesuatu.
Ustadz, apalagi santri, baru berani melakukan sesuatu tindakan di luar
kebiasaan setelah mendapat restu dari kiai. Dia ibarat raja, segala titahnya
menjadi konstitusi --baik tertulis maupun konversi--yang berlaku bagi
kehidupan pesantren.213
Masa depan pesantren sangat ditentukan oleh faktor manajerial.214
Pesantren yang kecil akan berkembang secara signifikan manakala dikelola
secara profesional. Dengan pengelolaan yang sama pesantren yang sudah
besar akan bertambah besar lagi. Sebaliknya pesantren yang telah maju akan
mengalami kemunduran manakala manajemennya tidak terurus dengan baik.
Sementara itu, karena mengabaikan manajemen, pesantren yang kecil akan
gulung tikar menghadapi tantangan multidimensional.
Tantangan itu bisa berupa tuntutan-tuntutan keterbukaan
(inklusivisme), pengembangan metodologi, kemampuan manajerial,
kolektivitas, demokratisasi, kebersamaan, egalitarianisme, dan lain-lain.
Semua tantangan itu terakumulasi menjadi satu tantangan besar yang
memaksa pesantren untuk mengadakan perubahan manajemen.
Dalam kaitan ini penyelenggaraan manajemen pendidikan pesantren
memiliki nilai sama pentingnya dengan upaya menjaga estafet
212
Mas'ud, Intelektual Pesantren…, hlm. 14 213
Qomar, Pesantren…, hlm. 31 214
Rahman, "Menggugat Manajemen.....", hlm. 114
164
kepemimpinan. Untuk itu, kiai harus menguasai ilmu keislaman, mengetahui
tugas-tugas manajerial dan hal-hal ilmu keduniaan yang menjadi tuntutan
perkembangan zaman.215
Dengan pengertian lain, kiai harus visioner menatap
masa depan, sehingga orientasinya tidak semata-mata pada kecakapan
beribadah tetapi juga kecakapan fungsional dalam menghadapi tantangan-
tantangan baru.
Berdasarkan pengamatan terhadap pesantren yang ada, dapat
ditegaskan, "Pesantren yang berhasil membutuhkan pemimpin, bukan
pengatur, bahkan perusahaan yang berhasil membutuhkan pemimpin bukan
pengatur."216
Ada perbedaan mendasar antara pemimpin dan pengatur.
Pengatur lebih berorientasi pada penerapan aturan-aturan legal formal kepada
bawahan sehingga sentuhannya bercorak hierarkhis-birokratis. Sedangkan
pemimpin lebih berorientasi upaya mengayomi, melindungi, memberi
tauladan dalam kehidupan sehari-hari, dan memotivasi sehingga sentuhannya
lebih bercorak human skill (keahlian menyadarkan orang lain sebagai
bawahan).
Tampaknya, manajemen pesantren harus mencakup berbagai
komponen yang segera mendapat penanganan karena telah lama menjadi
problem yang terabaikan secara manajerial. Farchan dan Syarifuddin
memberikan alternatif solusi bahwa untuk menata manajemen pesantren agar
lebih maju, banyak hal yang harus dibenahi dengan cara: (a) Mengadopsi
manajemen modern; (b) Membuat wira usaha; (c) Melakukan pelatihan
215
Ibid., hlm. 116 216
Imam Suprayogo, Reformasi Visi Pendidikan Islam, (Malang: STAIN Press, 1999), hlm.
162
165
kewirausahaan; (d) Membuat network ekonomi.217
Alternatif ini lebih
menekankan pada pemberdayaan ekonomi daripada pemberdayaan
intelektual, sosial, kultural dan struktural misalnya. Padahal yang dibutuhkan
adalah adanya pemberdayaan secara relatif menyeluruh terhadap komponen-
komponen pendidikan pesantren sehingga terdapat keseimbangan.
Keberhasilan dan kemajuan sebuah pesantren tidak terlepas dari faktor
manajerial. Pola kepemimpinan karismatik dalam pesantren menjadi salah
satu faktor kelemahan pesantren, selain faktor lainnya. Perlu diadakan
pembaharuan dalam manajerial pesantren dan membutuhkan solusi–solusi
yang lebih komprehensif dan menyebar ke berbagai komponen pendidikan,
untuk mengembangkan dan memperbaiki kwalitas dan kwantitas pesantren.
Fakta menggambarkan bahwa pesantren tradisional tersebut dikelola
berdasarkan tradisi dan bukan secara profesional yang berdasarkan keahlian
(skill) baik human skill, conceptual skill maupun technical skill secara terpadu
sehingga pengelolaan pesantren tidak mengenal perencanaan yang matang,
distribusi kekuasaan atau kewenangan, dan sebagainya. Tradisi sebagai
kelemahan pesantren meskipun dalam batas-batas tertentu sebagai
kelebihannya. Dalam perspektif manajerial, landasan tradisi dalam mengelola
suatu lembaga termasuk pesantren menyebabkan produk pengelolaan itu asal
jadi, tidak memiliki fokus strategi tertentu, dominasi personal terlalu besar,
dan cenderung eksklusif dalam pengembangannya. Hal itu menyebabkan
ketergantungan pesantren pada satu orang saja, dan mengakibatkan pesantren
217
Ibid., hlm. 70-73
166
sulit untuk maju, terutama dalam bidang manajemennya, termasuk bidang
humas atau public relations-nya.
Jika pesantren tradisional itu sejak semula dikelola secara profesional
berdasarkan skill manajerial yang terpadu, maka tentunya telah mampu
berkembang dengan pesat sebagai pusat kajian keislaman yang progresif dan
produktif. Jadi pada intinya faktor utama keterlambatan dan ketertinggalan
pesantren tersebut adalah disebabkan faktor manajemen. Dalam pesantren
salafiyah biasanya menerapkan program alumni dalam hubungan dengan
masyarakat. Biasanya pondok pesantren salafiyah juga menerapkan sistem
dakwah yang dilaksanakan oleh ustadz-ustadznya.
Oleh karena itu, manajemen merupakan faktor kelemahan pesantren
tradisional, padahal keberadaan manajemen yang mapan untuk sebuah
institusi semacam pesantren sangat diperlukan agar kelangsungan proses
belajar mengajar dapat berjalan dengan baik.218
Dalam public relations
pondok pesantren salafiyah, kiai masih berperan secara eksis dan otoritasnya
masih mendominasi secara penuh. Maka hubungan pesantren salafiyah
dengan masyarakat luar harus mendapat restu dari kiai, sebagai leader.
Hal itu dikarenakan kebanyakan pesantren menganut pola serba mono,
mono manajemen dan mono administrasi sehingga tidak ada delegasi
kewenangan ke unit-unit kerja yang ada dalam organisasi.219
Keputusan-
keputusan kiai yang bersifat deterministik itu mengharuskan untuk
dijalankan, termasuk juga public relations yang ada dalam lembaga tersebut.
218
Farchan dan Syarifuddin, Titik Tengkar …, hlm. 110 219
Masyhud dan Khusnuridho, Manajemen Pondok …, hlm. 115
167
Prin
sip d
an K
aidah
Public R
elatio
ns d
alam P
erspek
tif Islam
Maka seharusnya kiai memberikan kewenangan kepada para ustadznya untuk
melakukan hubungan dengan masyarakat, agar hubungan dengan masyarakat
lebih terjalin dan masyarakat benar-benar merasakan peran pesantren.
Dari pembahasan mengenai beberapa teori tersebut di atas, dapat
peneliti visualisasikan sebagai berikut:
Gambar. 2.8. Visualisasi Teori Manajemen Public Relations
Pri
nsi
p d
an K
aidah
Publi
c R
elati
ons
dal
am P
ersp
ekti
f I
slam
Keberadaan Komunikasi
Citra
Two ways communication
Proses
Teori Thomas L. Harris
PR-Marketing-Komunikasi-Citra
Teori word of mouth
Teori Eduard L. Bernays
How to inform
How to persuade
How to integrate
Teori Agenda setting
Teori Organizational Saga
Teori Image building
Teori Spiral Keheningan
Pelaku, sasaran,
Kondisi sosiologis
& kultural
persepsi
publiksikap
opinikonsensusopi
ni publikterbangun
citra lembaga
MANAJEMEN PUBLIC RELATIONS
Teori James Grunig & Todd Hunt
1. Press Agentry
2. Public Informations
MANAJEMEN PUBLIC RELATIONS
Teori James Grunig & Todd Hunt
3. Two Ways Asymmetris
4. Two Ways Symmetris
Public
Relations