bab ii kajian pustaka bahasa dan media - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/38816/3/bab ii.pdf ·...

16
10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Bahasa dan Media Sebagai makhluk sosial, manusia menggunakan bahasa sebagai alat ucap untuk berkomunukasi dan saling berhubungan antara anggota. Tidak ada masyarakat tanpa bahasa dan tidak ada bahasa tanpa masyarakat. Oleh karena itu, manusia mutlak memerlukan bahasa terlepas dari objek mana yang muncul terlebih dahulu, masyarakat atau bahasa. Seiring berkembangnya zaman, perkembangan terus terjadi hingga ditemukan media cetak sebagai penghubung komunikasi yang lebih luas. Dalam hal ini, media yang dimaksud adalah media cetak yang berupa surat kabar (koran). Koran merupakan salah satu media cetak yang sampai saat ini masih banyak diminati oleh banyak kalangan. Salah satu hal yang membuktikannya adalah masih banyaknya perusahaan surat kabar yang masih tetap eksis di berbagai belahan dunia. Beberapa alasan mengapa koran masih masih banyak diminati oleh masyarakat adalah karena harganya yang relatif terjangkau dan dapat dicari dari berbagai tempat. Selain itu, karena media cetak ini berupa tulisan-tulisan atau teks maka media ini bisa disimpan, dibaca berulang-ulang dan bisa didokumentasikan. Badara (2013: 24) mengatakan bahwa bahasa yang digunakan dalam berita surat kabar termasuk dalam kategori bahasa transaksional yang memiliki karakteristik dan lebih berorientasi pada penyampaian pesan secara efektif. Ditinjau dari ragam bahasa, bahasa berita merupakan bagian dari bahasa

Upload: vukiet

Post on 30-Jun-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA Bahasa dan Media - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/38816/3/BAB II.pdf · KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Bahasa dan Media. Sebagai makhluk sosial, manusia menggunakan

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Bahasa dan Media

Sebagai makhluk sosial, manusia menggunakan bahasa sebagai alat ucap

untuk berkomunukasi dan saling berhubungan antara anggota. Tidak ada

masyarakat tanpa bahasa dan tidak ada bahasa tanpa masyarakat. Oleh karena itu,

manusia mutlak memerlukan bahasa terlepas dari objek mana yang muncul

terlebih dahulu, masyarakat atau bahasa. Seiring berkembangnya zaman,

perkembangan terus terjadi hingga ditemukan media cetak sebagai penghubung

komunikasi yang lebih luas. Dalam hal ini, media yang dimaksud adalah media

cetak yang berupa surat kabar (koran).

Koran merupakan salah satu media cetak yang sampai saat ini masih

banyak diminati oleh banyak kalangan. Salah satu hal yang membuktikannya

adalah masih banyaknya perusahaan surat kabar yang masih tetap eksis di

berbagai belahan dunia. Beberapa alasan mengapa koran masih masih banyak

diminati oleh masyarakat adalah karena harganya yang relatif terjangkau dan

dapat dicari dari berbagai tempat. Selain itu, karena media cetak ini berupa

tulisan-tulisan atau teks maka media ini bisa disimpan, dibaca berulang-ulang dan

bisa didokumentasikan.

Badara (2013: 24) mengatakan bahwa bahasa yang digunakan dalam berita

surat kabar termasuk dalam kategori bahasa transaksional yang memiliki

karakteristik dan lebih berorientasi pada penyampaian pesan secara efektif.

Ditinjau dari ragam bahasa, bahasa berita merupakan bagian dari bahasa

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA Bahasa dan Media - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/38816/3/BAB II.pdf · KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Bahasa dan Media. Sebagai makhluk sosial, manusia menggunakan

11

jurnalistik (language of mass comunication), yaitu gaya bahasa yang digunakan

dalam tulisan di media massa, termasuk surat kabar. Ditinjau dari sifatnya, bahasa

jurnalistik dapat dibagi dua, (a) komunikatif dan (b) spesifik.

Komunikatif artinya langsung menjamah materi atau ke pokok persoalan

(straight to the point), tidak berbunga-bunga, tidak bertele-tele, dan tidak basa-

basi. Spesifik artinya mempunyai gaya bahasa penulisan tersendiri, yakni

sederhana, kalimatnya pendek-pendek, kata-katanya jelas, dan mudah dimengerti

oleh kalangan awam (massa) (Badara, 2013: 24).

Budyatna (2007: 45) mengatakan bahwa konteks pemakaian bahasa

jurnalistik di surat kabar memiliki bentuk-bentuk kebahasaan yang bernilai rasa

tentu saja tidak banyak dipilih karena sifat pokok berita yang umumnya objektif

dan faktual, akan tetapi, tidak berarti bahwa pers tidak perlu menggunakan kata-

kata yang bernilai rasa itu di dalam koran atau media massa dalam penyampaian

berita. Hal ini sesuai fakta yang terjadi di lapangan.

Nilai rasa pemakaian bahasa dalam media diperlukan kepandaian dan

pengalaman para jurnalis atau redaktur bahasanya dalam menggunakan bahasa

indonesia itu sendiri. Hal ini akan berguna untuk menciptakan nilai rasa tersendiri

bagi media massa tersebut. Kata-kata yang bernilai rasa tinggi itu cenderung akan

melekat dibenak khalayak pembaca dibandingkan dengan kata-kata yang bernilai

rasa rendah (Budyatna, 2007: 46). Hal ini dapat dipahami secara psikologis

misalnya, kata bernilai rasa tinggi menunjukkan penghormatan kepada orang atau

subjek yang sedang dibicarakan. Misalnya penggunaan kata pelacur, lonte,

pekerja seks komersial dan PSK.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA Bahasa dan Media - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/38816/3/BAB II.pdf · KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Bahasa dan Media. Sebagai makhluk sosial, manusia menggunakan

12

Penggunaan kata pelacur dan lonte akan terkesan akan menghinakan

dan tidak menunjukkan rasa empati sama sekali. Padahal sebagian besar pekerja

seks komersial sampai terjerumus ke lembah hitam bukan karena pilihan,

keinginan atau sebuah cita-cita, tetapi justru karena desakan ekonomi dan sebagai

akibat korban kekerasan seksual. Memvonis atau menyebut mereka sebagai lonte

atau pelacur dianggap tidak manusiawi dan cenderung melecehkan. Namun,

dalam sejumlah hal dan situasi lain, eufemisme justru dianggap sebagai hal yang

berbahaya karena eufemisme dapat dipahami sebagai gaya bahasa yang

diperhalus, namun dalam taraf penghalusan, sering orang lupa bahwa makna yang

hendak disampaikan telah lenyap. Perwujudan seperti ini jelas merupakan bentuk

manipulasi bahasa pers yang digunakan untuk menutupi kenyataan yang ada.

2.2 Eufemisme

Eufemisme atau eufemismus berasal dari kata Yunani euphemizen yang

berarti menggunakan kata-kata dengan arti yang baik atau dengan tujuan yang

baik. Sebagai gaya bahasa, eufemisme adalah semacam acuan berupa ungkapan-

ungkapan yang tidak menyinggung perasaan orang, atau ungkapan-ungkapan yang

halus untuk menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan menghina,

menyinggung perasaan atau mensugestisikan sesuatu yang tidak menyenangkan

(Keraf, 2010: 132).

Tarigan (1986: 143) mengemukakan bahwa eufemisme berasal dari bahasa

Yunani yaitu euphemizein yang berarti ‘berbicara’ dengan kata-kata yang jelas

dan wajar. Eufemisme ini merupakan turunan dari kata eu’baik’ dan phanai

‘berbicara’. Secara singkat eufemisme berarti ‘pandai berbicara, berbicara ‘baik’.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA Bahasa dan Media - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/38816/3/BAB II.pdf · KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Bahasa dan Media. Sebagai makhluk sosial, manusia menggunakan

13

Jadi, eufemisme adalah ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan

yang dianggap lebih kasar, yang dianggap merugikan atau yang tidak

menyenangkan.

Chaer (1994:144) mengatakan bahwa eufemisme adalah gejala

ditampilkannya kata-kata atau bentuk-bentuk yang dianggap memiliki makna

yang lebih halus, atau lebih sopan daripada yang akan digantikan. Misalnya, kata

penjara atau bui diganti dengan ungkapan yang maknanya dianggap lebih halus

yaitu Lembaga pemasyarakatan. Kata korupsi diganti dengan menyalahgunakan

jabatan, dan sebagainya.

Eufemisme ini termasuk ke dalam perubahan makna. Perubahan makna

dapat disebabkan oleh faktor-faktor yakni, perkembangan dalam ilmu

pengetahuan dan teknologi, perkembangan sosial budaya, perbedaan bidang

pemakaian, pertukaran tanggapan indera, perbedaan tanggapan, adanya proses

gramatikal, dan adanya pengembangan istilah. Selain eufemisme yang merupakan

bagian dari perubahan makna, ada juga beberapa istilah lain yang juga merupakan

bagian dari perubahan makna yaitu makna peyoratif dan makna amelioratif. Kata-

kata yang nilainya merosot menjadi rendah disebut dengan peyoratif, sedangkan

yang nilainya naik menjadi tinggi disebut amelioratif. Misalnya kata istri

dianggap amelioratif dari kata bini yang dianggap peyoratif (Chaer, 1994: 145).

Djajasudarma (1999: 78) mengatakan bahwa eufemisme ini termasuk ke

dalam pergeseran makna. Pergesersssan makna terjadi pada kata-kata (frase)

dalam bahasa Indonesia yang disebut dengan eufemisme (melemahkan makna).

Caranya dapat dengan menggantikan simbolnya baik kata maupun frase dengan

yang baru dan maknanya bergeser, biasanya terjadi pada kata-kata yang dianggap

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA Bahasa dan Media - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/38816/3/BAB II.pdf · KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Bahasa dan Media. Sebagai makhluk sosial, manusia menggunakan

14

memiliki makna yang menyinggung perasaan orang yang mengalaminya.

Misalnya, kata dipecat yang dirasakan terlalu keras diganti dengan diberhentikan

dengan hormat atau dipensiunkan.

Dalam pembicaraan menenai penghalusan ini, kita berhadapan dengan kata-

kata atau bentuk-bentuk yang dianggap memiliki makna yang lebih halus, atau lebih

sopan daripada yang akan digantikan. Kecenderungan untuk menghaluskan makna

kata yang tampaknya merupakan gejala umum dalam masyarakat bahasa indonesia.

Misalnya kata penjara atau bui deganti dengan kata atau ungkapan yang maknanya

dianggap lebih halus yaitu lembaga permasyarakatan, dipenjara atau dibui deganti

menjadi dimasukkan ke lembaga kemasyarakatan. Kata korupsi diganti dengan

menyalahgunakan jabatan, kata pemecatan dari pekerjaan diganti dengan pemutusan

hubungan kerja (PHK), kata babu diganti dengan pembantu rumah tangga dan kini

diganti lagi menjadi pramuwisma.

Wijana (2008: 96) mengatakan bahwa bentuk-bentuk kebahasaan memiliki

hubungan yang arbiter dengan maknanya atau dengan referensinya. Sehubungan

dengan hal ini, kata-kata yang referenya memiliki komponen semantis yang

negatif dapat dipergunakan oleh penutur yang menyerang orang lain. Penggunaan

bentuk-bentuk kebahasaan yang memiliki nilai rasa tidak sopan atau ditabuhkan

disebut desfeminisme. Sebaliknya, untuk menghormati lawan-lawan tuturnya dan

menjaga citra dirinya, penutur dengan berbagai cara harus menghindari

pemakaian kata-kata yang memiliki komponen-komponen semantik yang negatif.

Dengan dipergunakannya bentuk-bentuk yang sopan, hubungan dengan lawan

bicaranya dapat dipelihara, dan akses-akses negatif mungkin timbul dapat

dihindarkan.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA Bahasa dan Media - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/38816/3/BAB II.pdf · KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Bahasa dan Media. Sebagai makhluk sosial, manusia menggunakan

15

Referensi eufemisme antara lain, (a) benda dan binatang, maksudnya

benda-benda yang dikeluarkan oleh aktivitas organ tubuh manusia ada beberapa di

antaranya memiliki referen yang men jijikkan. Misalnya air kencing. kata-kata ini

perlu diganti dengan kata yang lebih sopan yaitu air seni, air kecil, pipis

(diucapkan oleh anak-anak). (b) bagian tubuh, maksudnya benda-benda tubuh

tertentu, yang karena fungsinya berhubungan dengan aktivitas seksual, yakni yang

tidak bebas dibicarakan secara terbuka. Bagian-bagian tubuh itu adalah kemaluan.

(c) profesi, maksudnya profesi-profesi yaang dipandang rendah martabatnya.

Untuk menghormati orang-orang yang memiliki atau menjalani profesi semacam

itu, perlu dibentuk kata-kata atau ungkapan-ungkapan yang bersifat eufemistis.

Kata pelacur, pembantu, pemulung, gelandangan, pengemis adalah profesi

yang dipandang rendah profesinya dan harus diganti dengan kata wanita

penghibur, tunawisma, dan laskar mandiri. (e) penyakit maksudnya, penyaakit

yang diderita seseorang tentu saja merupakan hal yang tidak mengenakkan bagi

penderitanya. Penyakit-penyakit yang referenya mmenjijikkan lazimnya dihindari

penyebutanya defemistisnya. Dan harus diganti dengan bentuk eufemistisnya. (f)

aktivitas, maksudnya aktivitas yang sering memerlukan bentuk eufemistis adalah

aktivitas seksual. Kata bersenggama dan bersetubuh harus diganti dengan

berhubungan intim atau meniduri.

Berikutnya (g) peristiwa, maksudnya peristiwa buruk atau menyedihkan

yang dialami oleh seseorang ada bermacam-macam. Diantara periswa tersebut

adalah kematian. Kata mati sering dikatakan tidak sopan, maka dari itu harus

diganti dengan meninggal. (h) keadaan, maksudnya keadaan buruk atau

kekerungan pada orang lain sering kali merupakan kata yang harus diganti dengan

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA Bahasa dan Media - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/38816/3/BAB II.pdf · KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Bahasa dan Media. Sebagai makhluk sosial, manusia menggunakan

16

bentuk eufeimistisnya, seperti bodoh, miskin, diganti dengan lemah dan kurang

mampu. (Wijana, 2008: 97-103).

2.2.1 Bentuk Eufemisme

Eufemisme merupakan sebuah bentuk yang khas dalam pemakaian bahasa.

Pemakaian bahasa tersebut dapat berbentuk lisan atau tulisan. Moeliono (1989:

145-146) mengatakan bahwa ada dua perbedaan yang mencolok antara ujaran dan

bahasa tulis, yaitu berhubungan dengan suasana peristiwa dan beberapa upaya

yang kita gunakan dalam ujaran. Berhubungan dengan suasana peristiwa dan

beberapa upaya yang kita gunakan dalam ujaran. Berhubungan dengan suasana

peristiwa, maksudnya jika kita menggunakan sarana tulis kita beranggapan bahwa

orang yang diajak berbicara tidak ada dihadapan kita. Akibatnya, bahasa yang

dipakai harus lebih terang dan jelas karena ujaran kita tidak dapat diikuti oleh

gerak isyarat, pandangan atau anggukan serta tidak mengemukakan makna ganda.

Adapun bentuk eufemisme terkait dengan unsur-unsur bahasa yang ada

seperti kata, frasa, dan klausa. Menurut Keraf (2010: 13) mengemukakan bahwa

kata merupakan bentuk yang dapat berdiri sendiri dan digunakan seseorang untuk

memperhalus bahasa sehingga orang yang terlibat dalam komunikasi tidak

tersinggung. Ada kata yang boleh diucapkan secara terang-terangan, dan ada kata

yang harus disembunyikan. Kata yang dianggap kurang sopan, harus diganti

dengan kata lain yang dianggap lebih sopan. Misalnya, pada kata bunting

dianggap kurang sopan, lalu diganti dengan kata hamil atau mengandung.

Frasa adalah gabungan dua kata tau lebih yang merupakan satu kesatuan,

dan menjadi salah satu unsur atau fungsi kalimat (subjek, predikat, objek atau

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA Bahasa dan Media - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/38816/3/BAB II.pdf · KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Bahasa dan Media. Sebagai makhluk sosial, manusia menggunakan

17

keterangan). Jadi, dengan kata lain frasa merupakan gabungan dua kata atau lebih

yang tidak melebihi satu batas fungsi. Fungsi tersebut merupakan jabatan berupa

subjek, predikat, objek, pelengkap dan keterangan (Chaer, 1995: 301).

Klausa adalah satuan gramatikal yang berupa kelompok kata, sekurang-

kurangnya terdiri atas subjek dan predikat yang berpotensi menjadi kalimat.

Klausa bisa dikatakan kalimat yang lengkap (kalimat mayor) apabila diberi

intonasi final. Dalam klausa terdapat komponen berupa kata atau frase yang

berfungsi sebagai predikat dan yang lain berfungsi sebagai subjek, objek dan lain

sebagainya (Chaer, 1995: 303).

Telaah dijelaskan bahwa bentuk-bentuk kebahasaan memiliki hubungan

yang arbiter dengan maknanya atau referensinya. Hanya saja, di dalam berbicara

penutur-penutur selalu menghubungkan kata-kata yang diucapkan dengan

referennya itu. Sehubungan dengan ini, kata-kata yang referennya memiliki

komponen semantis yang negatif yang dapat dipergunakan oleh penutur yang

menyerang orang lain.

Penggunaan bentuk-bentuk kebahasaan yang memiliki nilai rasa tidak

sopan tuturnya dan menjaga citra dirinya, penutur dengan berbagai cara harus

menghindari pemakaian kata-kata yang memiliki komponen-komponen semantik

yang negatif. Dengan dipergunakannya bentuk bentuk yang sopan, hubungan

dengan lawan bicarannya dapat dipelihara, dan aksen-aksen negatif yang mungkin

timbul dapat dihindarkan (Rohmadi, 2008: 96).

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA Bahasa dan Media - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/38816/3/BAB II.pdf · KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Bahasa dan Media. Sebagai makhluk sosial, manusia menggunakan

18

2.2.2 Fungsi Eufemisme

Fungsi eufemisme terkait dengan fungsi bahasa yaitu sebagai alat

komunikasi. Dengan komunikasi seseorang dapat menyampaikan maksud, dan

memungkinkan dapat menciptakan kerjasama antar sesama. Karena dengan

komunikasi yang kurang lancar maka pesan dari penutur 1 (pembicara/penulis)

tidak bisa disampaikan dengan baik kepada penutur (pendengar/pembaca). Untuk

itu, pemakaian eufemisme oleh seorang penutur dalam kegiatan komunikasi

dimasukkan untuk menghaluskan ungkapan-ungkapan yang hendak disampaikan

agar tidak mnimbulkan kesan yang kurang sopan. Ungkapan-ungkapan yang

dipilih tersebut sebenarnya diupayakan agar mengganti acuan atau referensi

tertentu yang mungkin apabila digunakan akan menyinggung atau menimbulkan

rasa yang tidak menyenangkan.

Terkadang penutur bahasa tidak sadar berhadapan dengan pemilihan kata

yang digunakan. Komunikasi dapat berjalan secara efektif dan efisien apabila

penutur memilih kata yang tepat dan mampu menggunakan makna yang di

maksud. Untuk itu, penutur bahasa yang ingin memperhalus kekayaan

kosakatanya dapat di bantu dengan (a) pemakain kata umum dan kamus sinonim

yang baik, (b) memasukkan kata baru di dalam tulisan maupun lisan, dan (c)

berusaha membaca literatur tulisan sebanyak, banyaknyasehingga memperoleh

kepekaan bahasa yang lebih luas (Moeliono, 1989: 173).

Wijana dan Rohmadi (2008: 105-109) mengatakan eufemisme sebagai alat

untuk mengemas bentuk-bentuk yang ditabuhkan sehingga para pemakai bahasa

memungkinkan membicarakan aspek-aspek atau aktivitas kehidupan yang tidak

menyenangkan memiliki bermacam-macam fungsi di dalam hidup manusia yakni

(a) sebagai alat untuk menghaluskan ucapan, (b) sebagai alat untuk merahasiakan

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA Bahasa dan Media - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/38816/3/BAB II.pdf · KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Bahasa dan Media. Sebagai makhluk sosial, manusia menggunakan

19

sesuatu (c) sebagai alat untuk berdiplomasi, (d) sebagai alat pendidikan, dan (e)

sebagai alat penolak bahaya.

Dari penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan

penutur dalam memilih bahasa (eufemisme) dikarenakan oleh banyaknya referensi

atau kosa kata yang dibacanya. Akan tetapi penutur harus mengetahui bahwa

eufemisme yang digunakan dapat berfungsi sebagai sarana memperhalus bahasa,

maksudnya menghaluskan bahasa yang digunakan oleh penutur/penulis agar si

penerima/pembaca tidak tersinggung dengan apa yang dimaksudkan oleh penulis.

Para pejabat senantiasa dituntut kemampuannya untuk memberikan penjelasan

yang memuaskan kepada bawahannya agar tidak menimbulkan aksen-aksen yang

tidak diinginkan. Demikian, untuk kepentingan ini para atasan, pemerintah, atau

pejabat seringkali harus mengemas ucapannya dengan bentuk-bentuk eufemistis.

Misalnya, bentuk kenaikan harga seringkali dikatakan penyesuaian harga. Untuk

menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, para pejabat kepolisian harus

membuat pernyataan-pernyataan yang bersifat eufemistis. Kata ditahan,

ditangkap, atau dimasukkan ke dalam tahanan sering diperkaya dengan

diamankan, diinapkan, dan dimintai keterangan.

Pateda (2001: 193) mengungkapkan ada beberapa yang menyebabkan

seseorang untuk melemahkan makna yakni (a) pertimbangan sikologis,

maksudnya agar orang tidak tersinggung perasaanya atau orang tidak merasa

trtekan secara sikologis, (b) pertimbangan secara politis, maksudnya agara

masyarakat tidak sampai terganggu ketentramannya dan mengganggu

keamanannya, (c) pertimbangan sosiologis, maksudnya agar masyarakat tidak

resah, (d) pertimbangan religius, maksudnya agar orang yang dikenai kata tidak

tertekan imannya, dan (e) pertimbangan kemanusiaan, maksudnya manusia

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA Bahasa dan Media - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/38816/3/BAB II.pdf · KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Bahasa dan Media. Sebagai makhluk sosial, manusia menggunakan

20

mempunyai hak yang disebut, hak-hak asasi manusia yang antara lain menyangkut

martabat dan kehormatan abadi, dan bahwa manusia yang satu dengan yang lain

mempunyai hak yang sama.

2.2.3 Makna Eufemisme

Jenis makna dilihat dari sudut pandang ada tidaknya nilai rasa pada sebuah

kata, maka dibedakan menjadi dua yaitu makna denotataif dan makna konotataif.

Eufeminisme kecenderungan memiliki makna yang menjurus ke pengertian yang

lebih halus sebagai pengganti ungkapan atau ujaran yang kasar. Hal ini

dimaksudkan agar tidak menyinggung perasaan penutur II (pendengar/pembaca).

Misalnya, jika seseorang mengatakan hendaknya mengatakan peristiwa kematian,

maka penutur I bisa menggunakan kata berpulang ke rahmatullah. Kata ini

merupakan ungkapan yang dirasakan lebih halus jika dibandingkan dengan kata

mati. Begitu juga dengan kata tunakarya yang akan lebih halus jika dibandingkan

dengan kata pengangguran.

Makna denotatif biasanya diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai

dengan hasil observasi (penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan) atau

pengalaman lainnya. Dengan kata lasin kata yang tidak mengandung makna dan

perasaan-perasaan tambahan disebit kata denotataif, atau maknanya disebut

makna denotataif. Sedangkan makna kata yang mengandung arti tambahan,

perasaan tertentu, atau nilai rasa tertentu disamping makna dasar yang umum

dinamakan makna konotatif atau konotasi (Aminudin, 2011: 130)

Makna eufeminisme juga terjadi pada kata atau frase yang mengalami

makna konotatif. Makna konotatif berkaitan dengan nilai rasa baik positif maupun

negatif. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki konotasi.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA Bahasa dan Media - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/38816/3/BAB II.pdf · KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Bahasa dan Media. Sebagai makhluk sosial, manusia menggunakan

21

Hal ini dapat dilakukan dengan cara memperhalus pemakaian bahasa untuk

mengganti kata atau atau istilah yang dianggap berkonotasi negatif. Maka dalam

bahasa Indonesia muncullah kata tunawicara untuk menggati bisu, tunawisma

untuk mengganti gelandangan, dan pramuniaga untuk mengganti pelayan toko.

Misalnya, pada kata buta diartikan tidak dapat melihat. Seseorang akan lebih

senang disebut tunanetra daripada dengan sebutan buta. Penyebutan tunanetra

lebih dirasakan pada maknanya, yakni makna konotatif. Jadi sebenarnya arti yang

terkandung pada kata “buta” dan “tunanetra” sama. Kata “buta” mengandung

makna denotatif yakni dirasakan pada penunjuk sebuah arti yang lugas sedangkan

“tunanetra” menunjuk pada makna konotatif (Chaer, 1994:69).

Adapun makna konotatif lebih berhubungan dengan nilai rasa pemakai

bahasa. Perasaan atau pikiran itu ditimbulkan oleh pembicara (penulis) dan

pendengar (pembaca). Maka konotatif berubah dari zaman ke zaman, banyak

makna konotatif tumbuh di dalam bahasa Indonesia, misalnya kata diamankan,

diciduk, atau dirumahkan, dan di-PHK (Chaer, 1994:69). Dari uraian di atas dapat

disimpulkan bahwa konotasi adalah makna suatu kata yang telah mengalami

penambahan rasa atau nilai rasa. Maksudnya, penggunaan kata menimbulkan

perasaan tertentu , baik positif maupun perasaan negatif. Maka dari itu, makna

konotasi dibedakan atas dua jenis yaitu:

a. Konotasi positif : mengandung nilai rasa positif, seperti rasa sopan,

menenangkan, dan tidak menyinggung perasaan orang lain.

b. Konotasi negatif : mengandung nilai rasa negatif, seperti nilai rasa rendah,

tidak sopan, menyinggung perasaan, kasar, kotor, dan lain sebagainya.

Berdasarkan penjesalan di atas dapat digambarkan dalam tabel berikut.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA Bahasa dan Media - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/38816/3/BAB II.pdf · KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Bahasa dan Media. Sebagai makhluk sosial, manusia menggunakan

22

Kata Makna Denotasi Makna Konotasi

Putih Salah satu warna Suci, bersih

Meninggal Mati Nilai rasa sopan (positif)

Bunting Hamil Nilai rasa tidak sopan (negatif)

Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita dapat kenyataan bahwa makna

kata tetap dipertahankan meskipun lambangnya diganti. Maksud penggantian

lambang tersebut, yakni ingin melemahkan makna agar orang yang dikenai makna

tersebut tidak tersinggung. Dengan jalan melemahkan makna, kadang-kadang

orang tidak merasa bahwa sesuatu tindakan terlalu berat. Dahulu, di indonesia

dikenal kata bui, penjara. Bui, penjara berfungsi sebagai tempat orang yang

diadali, orang yang mendapat putusan pengadilan untuk menjalani hukuman

badan. Dengan bui, penjara terbayang pada kita orang-orang yang kehilangan

kebebasan untuk melaksanakan aktifitas. Kalau orang mengatakan “dia baru

keluar dari bui” maka orang atau keluarga yang menjalani hukuman tersebut

merasa ada tekanan psikologis. Karena itu, maknanya dilemahkan dengan jalan

mengganti kata. (Pateda, 2001: 192)

Selain itu pelemahan makna terjadi pada kata-kata atau frasa yang

bermakna terlalu menyinggung perasaan orang yang mengalaminya. Oleh karena

itu, lazimnya tidak mengatakan orang sudah tua di depan mereka yang sudah tua,

bila dirasakan menyinggung perasaan yang bersangkutan, maka muncullah orang

yang lanjut usia. Dalam hal ini pemakai bahasa memanfaatkan atau memakai

unsur yang terdapat di dalam bahasa. Pemakai bahasa berusaha agar lawan

bicaranya tidak terganggu secara psikologis. Untuk itu, pergeseran makna hanya

mengalami bergantian lambang (simbol) makna semula yang masih berkaitan erat,

tetapi makna tambahan yakni eufeminisme (menghaluskan bahasa).

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA Bahasa dan Media - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/38816/3/BAB II.pdf · KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Bahasa dan Media. Sebagai makhluk sosial, manusia menggunakan

23

Djajasudarma (1999:79) mengatakan pelemahan makna di dalam bentuk

imperatif seperti pada kata segera laksanakan yang melemahkan maknanya

menjadi harap dilaksanakan dan mohon dilaksanakan makna tersebut termasuk

dalam eufeminisme (penghalusan bahasa). Modalitas keharusan yang muncul

dengan kata harus untuk prinsip eufeminisme, misalnya harus datang menjadi

mohon hadir, mohon datang. Begitu juga dalam kata memberi intruksi dirasakan

terlalu kasar dan biasanya diganti dengan memberikan pengarahan atau

memberikan pembinaan.

Pateda (2001: 193) mengungkapkan ada beberapa yang menyebabkan

seseorang untuk melemahkan makna yakni (a) pertimbangan sikologis,

maksudnya agar orang tidak tersinggung perasaanya atau orang tidak merasa

trtekan secara sikologis, (b) pertimbangan secara politis, maksudnya agara

masyarakat tidak sampai terganggu ketentramannya dan mengganggu

keamanannya, (c) pertimbangan sosiologis, maksudnya agar masyarakat tidak

resah, (d) pertimbangan religius, maksudnya agar orang yang dikenai kata tidak

tertekan imannya, dan (e) pertimbangan kemanusiaan, maksudnya manusia

mempunyai hak yang disebut, hak-hak asasi manusia yang antara lain menyangkut

martabat dan kehormatan abadi, dan bahwa manusia yang satu dengan yang lain

mempunyai hak yang sama.

2.3 Eufemisme dalam Berita Politik

Bahasa yang digunakana para politisi, banyak dipengaruhi oleh sistem

hirarki (urutan tataran atau tata tingkat dalam bahasa) dan eufimisme. Akibatnya

banyak terjadi pengaburan makna atau makna sesungguhnya yang akan

diungkapkan kepada pendengar atau pembaca menjadi tidak tersampaikan dengan

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA Bahasa dan Media - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/38816/3/BAB II.pdf · KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Bahasa dan Media. Sebagai makhluk sosial, manusia menggunakan

24

baik, maka diperlukan sebuah komunikasi yang lancar dengan cara menggunkan

bahasa yang jelas, sehingga dapat dimengerti oleh pendengar dan pembaca.

Sejalan dengan pemikiran tersebut Badudu (1999:1) mengatakan bahwa

bahasa yang digunkan untuk keperluan politik menuntut adanya penggunaan

kalimat yang lugas, tepat, objektif, mudah dipahami, serta menggunakan kata-kata

yang sesuai dengan pengertian yang dimaksud. Adapun pemlihan kata-kata dalam

bahasa politik harus diperhatikan dengan benar. Sehingga penggunaa kata yang

tidak tepat maknanya, dapat memunculkan pengertian yang berbeda degan apa

yang dimaksudkan oleh politikus. Karena kalimat yang tidak tersusun dengan baik

akan mengurangi kemampuan pembaca atau pendenganr untuk memahaminya,

bahkan dapat membingungkan atau menimbulkan makna yang ambigu atau

mendua.

Berbeda dengan pendapat Letug (2002: 1) mengatakan bahwa bahasa

politik mengacu pada manusia dengan manusia. Maka ciri bahasa politik adalah

keterbukaannya untuk memberikan pertanggungjawaban rasional kepada publik

atau orang lain. Selain itu, bahasa politik adalah bahasa publik. Artinya bahasa

politik itu tidak mengenai kepentingan individu tetapi mengatasi kepentingan

bersama. Sehingga bahasa politk dituntuk terbuka, rasional sebab dasar bahasa

poltik bukanlah yang mutlak tetapi kepentingan umum.

Pada dasarnya bahasa politik sama saja dengan bahasa yang digunakan

sehari-hari dan bahasa tersebut, sama seperti kata-kata pada umumnya. Hal yang

membedakan hanya berasal dari sisi wacana yang menggunakan tema politik.

Adapun tema politik dalam wacana berita dapat berisi tentang peristiwa, kejadian,

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA Bahasa dan Media - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/38816/3/BAB II.pdf · KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Bahasa dan Media. Sebagai makhluk sosial, manusia menggunakan

25

dan fakta- fakta seputar politik. Misalnya pada peristiwa kampanye pemilu, sidang

DPR atau MPR, pembelotan tokoh politik, dan sebagainya.