bab ii kajian pustaka a. penelitian terdahulu tabel 1.3...

19
10 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian ini dilaksanakan tidak lepas dari hasil penelitian yang sudah ada sebelumnya sebagai pertanda dan kajian dalam menulis penelitian ini.adapun penelitian yang dijadikan perbandingan yang tidak lepas dari topik penelitian yaitu tentang keberfungsian sosial penyandang cacat, antara lain: Tabel 1.3 Data Penelitian terdahulu Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian Andi Majid (2014) Peningkatan Keberfungsian Sosial Penyandang Tunagrahita (Kajian Terhadap Pelaksanaan Program Rehabilitasi Sosial Di Panti Sosial Bina Grahita (PSBG) Ciungwanara, Cibinong Bogor) Penelitian ini dilakukan pada 20 informan yang sesuai dengan tujuan penelitian, dari hasil penelitiannya bahwa peningkatan keberfungsian sosial tunagrahita cukup baik namun belum mencapai optimal. Mochamad Shodiq (2006) Problema Kehidupan Penyandang Cacat Netra Di Malang Subjek penelitian ini adalah penyandang cacat netra yang bekerja di sejumlah pasar di Kota Malang hasil penelitiannya bahwa para pekerja cacat netra adalah rata-rata mereka masih kurang untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok atau kebutuhan lainnya dengan membuka usaha sampingan. Sumber: data diolah (2017) Secara garis besar kedua peneliti diatas dan penelitian yang akan dilakukan sama yakni meneliti tentang penyandang tuna netra. Perbedaan

Upload: others

Post on 22-Nov-2020

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Tabel 1.3 ...eprints.umm.ac.id/44152/3/jiptummpp-gdl-junikahest-52862-3-babiik-a.pdfRetinitis Pigmentosa, yaitu penyakit pada retina yang

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian ini dilaksanakan tidak lepas dari hasil penelitian yang sudah ada

sebelumnya sebagai pertanda dan kajian dalam menulis penelitian ini.adapun

penelitian yang dijadikan perbandingan yang tidak lepas dari topik penelitian

yaitu tentang keberfungsian sosial penyandang cacat, antara lain:

Tabel 1.3

Data Penelitian terdahulu

Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian

Andi Majid (2014) Peningkatan

Keberfungsian Sosial

Penyandang

Tunagrahita (Kajian

Terhadap Pelaksanaan

Program Rehabilitasi

Sosial Di Panti Sosial

Bina Grahita (PSBG)

Ciungwanara,

Cibinong Bogor)

Penelitian ini dilakukan pada

20 informan yang sesuai

dengan tujuan penelitian, dari

hasil penelitiannya bahwa

peningkatan keberfungsian

sosial tunagrahita cukup baik

namun belum mencapai

optimal.

Mochamad Shodiq

(2006)

Problema Kehidupan

Penyandang Cacat

Netra Di Malang

Subjek penelitian ini adalah

penyandang cacat netra yang

bekerja di sejumlah pasar di

Kota Malang hasil

penelitiannya bahwa para

pekerja cacat netra adalah

rata-rata mereka masih

kurang untuk dapat

memenuhi kebutuhan pokok

atau kebutuhan lainnya

dengan membuka usaha

sampingan.

Sumber: data diolah (2017)

Secara garis besar kedua peneliti diatas dan penelitian yang akan

dilakukan sama yakni meneliti tentang penyandang tuna netra. Perbedaan

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Tabel 1.3 ...eprints.umm.ac.id/44152/3/jiptummpp-gdl-junikahest-52862-3-babiik-a.pdfRetinitis Pigmentosa, yaitu penyakit pada retina yang

11

terletak pada fokus penelitian masing-masing.Peneliti sebelumnya meneliti

tentang keberfungsian sosial yang berada di lembaga dan yang selanjutnya

fokus pada kehidupan penyandang tuna netra.Penelitian kali ini di fokuskan

keberfungsian sosial penyadandang tuna netra dalam kehidupan

bermasyarakat yaitu bagaimana seseorang untuk dapat berfungsi sosial di

masyarakat dari mulai memenuhi kebutuhan pokoknya, adaptasi,

menjalankan perannya, dan bagaimana seseorang mengatasi masalahnya.

B. Konsep Keberfungsian Sosial

1. Definisi keberfungsian sosial

Kata fungsi berasal dari bahasa latinFunctus yang secara harfiah:

untuk melakukan atau untuk beroperasi. Menurut Tyrer dan Casey (1993)

dalam psikiatri fungsi sosial didefinisikan sebagai, “tingkat dimana suatu

fungsi individu dalam konteks sosial-nya, fungsi tersebut berkisar antara

pelestarian diri dan ketrampilan hidup dasar bagi hubungan dengan orang

lain dalam masyarakat”. Dalam Konferensi Dunia di Montreal Kanada,

Juli tahun 2000, Internasional Federation of Social Workers (IFSW) (Tan

dan Envall,2005) dikutip (Suharto,2010) mendefinisikan pekerjaan sosial

sebagai berikut:

“the social work profession promotes problem solving in human

relationships, social change, empowerment and liberation of people,

and the enhancement of society, utilizing theories of human behavior

and social systems, social work intervenes at the points where people

interact with their environments. Principles of human rights and

social justice are fundamental to social work”

Selanjutnya dikemukakan Charles Zastrow, dalam bukunya Introduction to

social work and social welfare, tenth edition menyebutkan bahwa:

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Tabel 1.3 ...eprints.umm.ac.id/44152/3/jiptummpp-gdl-junikahest-52862-3-babiik-a.pdfRetinitis Pigmentosa, yaitu penyakit pada retina yang

12

“social work is the professional activity of helping individuals,

groups, or communities to enchance or restore their capacity for

social functioning and to their goals”

Keberfungsian sosial menurut Morales dan Sheafor (Fachrudin, 2012)

bahwa:

“social functioning is a helpful concept because it takes into

consideration both the environment. It suggests thay a person brings

to the situation a set of behaviors, needs, and belief that are the result

of his or her unique experiences from birth. Yet it also recognizes that

whatever is brough to the situation must be transaction between the

personand the parts of that person’s world that tge quality of life can

be enhanced or damaged”

Konsep keberfungsian sosial tidak lepas dari karakteristik orang dalam

konteks lingkungan sosial dikutip (Fahruddin,2012) Siporin

mengemukakan bahwa:

“social functioning refers to the way indivuals or collectivities

(families, associations, communities, and so on) behave in order to

carry out their life task and meet their needs”

Keberfungsian sosial menunjuk pada cara-cara individu-individu

maupun kolektivitas dalam rangka melaksanakan tugas-tugas

kehidupannya dan memenuhi kebutuhannya.Oleh karena itu

keberfungsian seseorang selalu berkaitan dengan peranan-peranan

sosialnya.

Keberfungsian sosial dapat pula diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang

dianggap penting dalam menampilkan beberapa peranan yang diharapkan

atau yang seyogianya ditamplkan oleh setiap orang karena keanggotannya

dalam kelompok-kelompok sosial.

Fokus utama pekerjaan sosial adalah meningkatkan keberfungsian sosial

(social fuctioning) melalui intervensi yang bertujuan atau bermakna.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Tabel 1.3 ...eprints.umm.ac.id/44152/3/jiptummpp-gdl-junikahest-52862-3-babiik-a.pdfRetinitis Pigmentosa, yaitu penyakit pada retina yang

13

Keberfungsian sosial merupakan konsepsi penting bagi pekerjaan sosial.Ia

merupakan pembeda antara pekerjaan sosial dan profesi lainnya.

“social functioning to be a central purpose of social work and

intervention was seen as the enchancement of social functioning”

begitu kata Skidmore, Thackeray, dan Farley (Suharto,2007).

Keberfungsian sosial merupakan resultan dari interaksi individu dengan

berbagai sistem sosial di masyarakat, seperti sistem pendidikan, sistem

keagamaan, sistem keluarga, sistem politik, sistem pelayanan sosial dst.

Suharto dkk mendefinisikan keberfungsian sosial sebagai kemampuan

orang (individu, keluarga, kelompok atau masyarakat) dan sistem sosial

(lembaga dan jaringan sosial) dalam memenuhi dan merespon kebutuhan

dasar, menjalankan peranan sosial serta menghadapi goncangan dan

tekanam (shock and stress).

2. Indikator Keberfungsian Sosial

Keberfungsian sosial berkaitan dengan kemampuan seseorang

dalam memenuhi kebutuhan dasar diri dan keluarga, serta dalam

memberikan kontribusi positif bagi masyarakat.bahwa manusia adalah

subyek dari segala aktivitas kehidupannya. Bahwa manusia memiliki

kemampuan dan potensi yang dapat terus dikembangkan.Bahwa manusia

dapat menjangkau, memanfaatkan, dan memobilisasi asset dan sumber-

sumber yang ada di sekitar dirinya.

Keberfungsian sosial individu dalam situasi ini seringkali

tergantung pada keluarga yang secara bersama-sama dengan jaringan

sosial membantu para anggotanya dengan pemberian bantuan ekonomi,

tempat tinggal dan bantuan mendesak lainnya.Seharusnya konsep

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Tabel 1.3 ...eprints.umm.ac.id/44152/3/jiptummpp-gdl-junikahest-52862-3-babiik-a.pdfRetinitis Pigmentosa, yaitu penyakit pada retina yang

14

keberfungsian sosial lebih menekankan pada “apa yang dimiliki individu”,

ketimbang “apa yang tidak dimiliki individu”. (Suharto,2002).

Penjelasan diatas dapat disimpulkan dan menjadi fokus peneliti dalam

memberikan klasifikasi keberfungsian sosial yaitu:

(a) Mampu memenuhi kebutuhan pokoknya, bagaimana cara penyandang

tuna netra dalam memenuhi kebutuhan mulai dari gaji, pekerjaan serta

segala hal-hal yang menganggu dalam memenuhi kebutuhan dirinya.

(b) Mampu menjalin interaksi sosial bagaimana cara untuk bisa

membangun komunikasi kembali setelah menjadi tuna netra, dan segala

sesuatu mengenai mobilitas, kepercayaan diri penyandang tuna netra

dalam beradaptasi di lingkungan

(c) Mampu menjalankan peranan sosialnya, mulai dari keluarga dan

masyarakat untuk mendapat hak-haknya sebagai warga negara dan hak

sosialnya

(d) Mampu mengatasi masalah jika dihadapkan dengan masalah,cara cara

yang dilakukan disaat ketergantungan yang dirasakan penyandang tuna

netra dalam memecahkan masalah.sampai mandiri

C. Penyandang Cacat

Menurut Undang-Undang nomor 4 tahun 1997 pasal 1 tentang penyandang

cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental

yang dapat menganggu atau merupakan rintangan dan hambatan untuk

melakukan secara selayaknya yang terdiri dari:

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Tabel 1.3 ...eprints.umm.ac.id/44152/3/jiptummpp-gdl-junikahest-52862-3-babiik-a.pdfRetinitis Pigmentosa, yaitu penyakit pada retina yang

15

1. Penyandang cacat fisik seperti : tuna netra (hambatan penglihatan), tuna

rungu (hambatan pendengaran dan bicara), tuna daksa (cacat tubuh seperti

mengalami polio dan gangguan gerak)

2. Penyandang cacat mental, seperti : tuna grahita (keterbelakaan mental),

tuna laras (mengalami gangguan emosi dan sosial), autis (mengalami

gangguan interaksi, komunikasi dan perilaku yang berulang-ulang dan

terbatas)

3. Penyandang cacat fisik dan mental, seperti : tuna ganda (mengalami lebih

dari satu hambatan)

D. Definisi penyandang Tuna Netra

Murakama (2005) mengemukakan bahwa “blind person (tuna netra)”

mencakup tunanetra yang tidak mampu melihat sesuatu sama sekali dan tuna

netra yang tidak mampu melihat bentuk-bentuk obyek tetapi pada tingkat

tertentu masih dapat melihat sinar. Istilah “visually impraiment person

(penyandang cacat netra), secara umum istilah tersebut akan dipakai untuk

mendefinisikan ketunanetraan secara legal (seseorang yang telah memperoleh

sertifikat ketunanetraan yang diberikan oleh pemerintah.)diantara tunanetra

ada yang tidak mampu melihat sejak mereka lahir atau tak lama setelahnya

(congenitally blind) dan sebagian lainnya kehilangan penglihatan dalam usia

lanjut (adventitiously blind).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1974 ketentuan

pokok kesejahteraan sosial pasal 1 menyebutkan bahwa setiap warganegara

berhak atas taraf kesejahteraan sosial yang sebaik-baiknya dan berkewajiban

untuk sebanyak mungkin ikut serta dalam usaha-usaha kesejahteraan sosia

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Tabel 1.3 ...eprints.umm.ac.id/44152/3/jiptummpp-gdl-junikahest-52862-3-babiik-a.pdfRetinitis Pigmentosa, yaitu penyakit pada retina yang

16

Dalam kamus besar bahasa Indonesia “tunanetra” diartikan tidak dapat

melihat. Padahal bila mengambil pengertian dari “tuna” adalah berarti kurang

dari asalnya. Dari segi bahasa pengertian tuna netra dapat diartikan ketajaman

mata yang kurang dari normal.(Gunari,2000).

E. Pandangan Medis tentang cacat netra

Dunia medis dikenal dua bentuk penglihatan, yaitu: Reversibel dan

Ireversibel. Reversibel adalah kekeruhan media penglihatan sedangkan

ireversibel adalah kelainan retina dan syaraf optik yang mengambil bentuk

parsial dan total (Hamurwono,1984).

Gangguan penglihatan ireversibel atau yang tidak dapat diperbaiki secara

medis dapat memanfaatkan rehabilitasi berdasarkan cacat penglihatan yang

dinyatakan dengan tajam penglihatan. Dikenal nilai cacat penglihatan sebagai

berikut:

(a) Penglihatan normal

(b) Mata normal

(c) Penglihatan dengan ketajaman 6/6-6/7,5 atau 95-100%

(d) Penglihatan mata normal dan sehat

Penyandang cacat dapat dikatakan low vision nyata jika penyandang cacat

netra tersebut memiliki:

(a) Penglihatan 6/240 atau 5%

(b) Gangguan masalah orientasi dan mobilitas

(c) Perlu tongkat putih untuk berjalan

(d) Umumnya memerlukan saran abaca dengan huruf braille, radio dan

pustaka kaset.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Tabel 1.3 ...eprints.umm.ac.id/44152/3/jiptummpp-gdl-junikahest-52862-3-babiik-a.pdfRetinitis Pigmentosa, yaitu penyakit pada retina yang

17

Penyandang cacat dapat dikatakan butal total jika penyandang cacat netra

tersebut memiliki ciri:

(a) Tidak mengenal adanya rangsangan sinar

(b) Seluruhnya tergantung pada alat indera selain mata

Secara umum dapat dikatakan bahwa kebutaan adalah seseorang yang

tidak dapat melihat atau nyata penglihatannya tidak bermanfaat.Sedangkan

low vision adalah tajam penglihatan yang terletak antara 6/12 dengan 6/120

pada mata yang terbaik setelah diberi pengobatan, pembedahan atau koreksi

dengan kaca mata.Efisiensi penglihatan ini adalah 5-60%.

F. Penyebab Tunanetra

Menurut Aqila Smart (2014:36-44) penyebab ketunanetraan dapat di

tinjau dari pre-natal dan post natal, antara lain sebagai berikut:

1. Pre-natal, faktor penyebab tunanetra pada masa pre-natal diantaranya

sebagai berikut: 1) Keturunan,2) Pertumbuhan anak di dalam kandungan.

a. Keturunan

Pernikahan dengan sesama tuna netra dapat menghasilkan anak

dengan kekurangan yang sama, yaitu tunanetra. Selain dari pernikahan

tunanetra, jika salah satu orang tua memiliki riwayat tunanetra, juga

akan mendapatkan anak tunanentra.

Ketunanetraan akibat faktor keturunan antara lainRetinitis

Pigmentosa, yaitu penyakit pada retina yang umumnya merupakan

keturunan. Selain itu, katarak jaga disebabkan oleh faktor keturunan.

b. Pertumbuhan anak di dalam kandungan

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Tabel 1.3 ...eprints.umm.ac.id/44152/3/jiptummpp-gdl-junikahest-52862-3-babiik-a.pdfRetinitis Pigmentosa, yaitu penyakit pada retina yang

18

Faktor penyebab tunanetra pada masa pre-natal sangat erat kaitannya

dengan adanya riwayat dari orang tuanya atau adanya kelainan pada

masa kehamilan. Ketunanetraan anak yang disebabkan pertumbuhan

anak dalam kandungan biasa disebabkan oleh:

(1) Gangguan pada saat ibu hamil

(2) Adanya penyakit menahun, seperti TBC sehingga merusak sel-sel

darah tertentu selama pertumbuhan janin dalam kandungan

(3) Kekurangan vitamin tertentu dapat menyebabkan gangguan

pada mata sehingga kehilangan fungsi penglihatan

2. Post-natal, faktor penyebab tunanetra pada masa post natal adalah sebagai

berikut: 1) Kerusakan pada mata atau syarat mata pada waktu persalinan 2)

Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit gonorrhoe bakteri

gonorrhoe menular pada bayi, 3) Mengalami penyakit mata yang

menyebabkan ketunanetraan, 4) Kerusakan mata yang disebabkan

terjadinya kecelakaan. Berikut penjelasannya:

a. Kerusakan pada mata atau syaraf mata pasa waktu persalinanm akibat

benturan alat-alat atau benda keras

b. Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit gonorrhoe sehingga

bakteri menular pada bayi, yang pada akhirnya setelah bayi lahir

mengalami sakit dan berakibat hilangnya daya penglihatan.

c. Glaucoma, yaitu penyakit mata karena bertambahnya cairan dalam

bola mata sehingga tekanan pada bola mata meningkat

d. Diabetic Retinopathy, yaitu gangguan pada retina mata yang

disebabkan oleh penyakit diabetes mellitus. Retina penuh dengan

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Tabel 1.3 ...eprints.umm.ac.id/44152/3/jiptummpp-gdl-junikahest-52862-3-babiik-a.pdfRetinitis Pigmentosa, yaitu penyakit pada retina yang

19

pembuluh-pembuluh darah dan dapat dipengaruhi oleh kerusakan

sistem sirkulasi hingga merusak penglihatan.

e. Kerusakan mata yang disebabkan terjadinya kecelakaan, seperti

masuknya benda keras atau tajam, cairan kimia yang berbahaya,

kecelakaan dari kendaraan dan lain-lain.

G. Permasalahan Penyandang tuna netra

Penyandang cacat merupakan salah satu permasalahan sosial yang terjadi

di Indonesia. Masalah pada hakekatnya adalah merupakan kebutuhan, karena

masalah mencerminkan adanya kebutuhan dan sebaliknya kebutuhan apabila

tidak dipenuhi akan menimbulkan masalah. Menurut Horton dan Leslie

(Suharto,1997:153) masalah sosial adalah suatu kondisi yang dirasakan

banyak orang tidak menyenangkan serta menuntut pemecehan melalui aksi

sosial secara kolektif. Batasan di atas menjelaskan penyandang cacat disebut

masalah sosial karena suatu kondisi yang mengarah kepada reaksi yang

mengakibatkan adanya ketidaksamaan sosial, diskriminasi, permasalahan

keluarga, pendistribusian yang salah tentang sumber-sumber bantuan yang

mungkin dapat di jangkau oleh penyandang cacat.

Pembangunan kesejahteraan sosial mencakup seluruh masyarakat

termasuk warga yang menyandang masalah kesejahteraan sosial. Salah

satunya adalah orang-orang yang berstatus penyandang cacat (keputusan

Menteri Sosial 1996:17) Kebijakan pemerintah dalam penanganan

penyandang cacat ini tertuang dalam Undang-Undang no.4 tahun 1997

tentang penyandang cacat dan peraturan pemerintah no 43 tahun 1997

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Tabel 1.3 ...eprints.umm.ac.id/44152/3/jiptummpp-gdl-junikahest-52862-3-babiik-a.pdfRetinitis Pigmentosa, yaitu penyakit pada retina yang

20

tentang upaya peningkatan kesejahteraan sosial (UPKS) bagi penyandang

cacat.

Berdasarkan kedua landasan tersebut, bahwa pemerintah dan masyarakat

mempunyai tanggung jawab yang sama dalam melakukan pembinaan demi

kesejahteraan penyandang cacat. untuk itu, pemerintah dalam menjalankan

tugasnya tersebut, memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada

masyarakat untuk bersama-sama pemerintah melakukan kegiatan peningkatan

kesejahteraan sosial penyandang cacat (pasal 23-25 no.4 tahun 1997).

Permasalahan penyandang cacat terutama penyandang tuna netra adalah

satu satu persoalan bangsa. Mereka hidup seperti anggota masyarakat lainnya,

ingin dihargai, ingin dicintai, ingin memiliki dan dimiliki, mereka memiliki

kelebihan dan kekurangan sama seperti manusia lainnya. Mau tidak mau,

suka tidak suka permasalahan penyandang cacat akan tetap ada di tengah

masyarakat kalau tidak ditangani dengan benar. banyak orang dari mereka

sering meremehkan dan menganggap enteng kemampuan tuna netra,

berkaitan dengan ini pada dasarnya, semua manusia memiliki kemampuan

yang sama yang membuatnya berbeda adalah cara mengoptimalkan

kemampuan tersebut.

Kebutuhan diri juga sangat erat kaitannya dengan permasalahan yang

dekat dengan penyandang tuna netra, seperti dalam Teori Maslow (purnama,

febri dan pratomo,eko. 2013) menjabarkan tentang teori hierarki kebutuhan

yaitu:

1. kebutuhan fisiologis yang paling dasar yaitu makanan, minuman, tempat

berteduh, seks, tidur, dan oksigen dalam penelitian ini kebutuhan

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Tabel 1.3 ...eprints.umm.ac.id/44152/3/jiptummpp-gdl-junikahest-52862-3-babiik-a.pdfRetinitis Pigmentosa, yaitu penyakit pada retina yang

21

fisiologis menjadi acuan untuk mengetahui seseorang penyandang tuna

netra mampu berfungsi sosial di dalam masyarakat, situasi yang

berhubungan dengan memenuhi kebutuhan makan dan minumnya atau

tempat tinggalnya.

2. kebutuhan akan rasa aman, segera setelah kebutuhan-kebutuhan fisilogis

terpenuhi secukupnya, kemudian muncul apa yang Maslow tuliskan

bahwa kebutuhan akan rasa aman ini berhubungan dengan neurotik dan

kecemasan, dimana jika kebutuhan ini tidak terpenuhi maka individu

akan bersikap seperti layaknya orang yang cemas dan ketakutan.

Penyandang tuna netra sanagt sensitif jika berkaitan dengan cemas dan

ketakutan , cemas akan siapa saja yang tidak suka karena keadaan

dirinya, takut orang lain tidak ingin berteman dengan seorang

penyandang tuna netra, hal ini menjadi salah satu cara untuk mengetahui

sejauh mana seorang penyadang tuna netra mampu untuk mengendalikan

rasa cemas dan takutnya dalam kehidupan bermasyarakat.

3. kebutuhan akan rasa yang dimiliki-memiliki dan akan kasih sayang,

selanjutnya orang akan mendambakan hubungan yang penuh kasih

sayang dengan orang lain pada umumnya, khususnya kebutuhan akan

rasa memiliki tempat tinggal di tengah kelompoknya dan ia akan

berusaha keras untuk mencapai tujuan yang satu ini. Bagi penyandang

tuna netra kebutuhan ini juga menjadi acuan bahwa seseorang berhak

untuk mendapat rasa aman saat berada di lingkungan sekitarnya tanpa

diskriminasi dan dukungan yang baik dari lingkungan tempat tinggalnya

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Tabel 1.3 ...eprints.umm.ac.id/44152/3/jiptummpp-gdl-junikahest-52862-3-babiik-a.pdfRetinitis Pigmentosa, yaitu penyakit pada retina yang

22

4. kebutuhan akan penghargaan, bahwa seseorang memiliki 2 kategori

kebutuhan akan penghargaan yakni, harga diri dan penghargaan dari

orang lain. perlu bagi penyandang tuna netra untuk percaya diri hal ini

akan menjadi hal baik untuk bisa mendapat penghargaan dari orang lain

bahwa dirinya tidak lagi minder, dan tidak putus asa dengan keadaanya.

5. kebutuhan akan aktualisasi diri, setiap orang harus berkembang sepenuh

kemampuannya, oleh Maslow menyebutkan kebutuhan ini sebagai hasrat

untuk semakin menjadi diri sepenuh kemampuan dirinya. Maslow

menemukan bahwa kebutuhan aktualisasi biasanya muncul sesudah

kebutuhan akan rasa cinta dan akan penghargaan terpuaskan secara

memadai.

Kehidupan juga tidak lepas dari peran-peran yang ada di dalam

masyarakat, mengenai peran didalam kamus Bahasa Indonesia peran ialah

perangkat tingkah laku yang diharapakan dimiliki oleh orang yang

berkedudukan di masyarakat.

Teori Peran (Role Theory) Robert Linton (1936) dikutip (Mustafa,2011)

telah mengembangkan teori peran menggambarkan interaksi sosial dalam

terminologi actor-aktor yang bermain sesuai dengan apa-apa yang

ditetapkan oleh budaya. Sesuai dengan teori ini, harapan-harapan peran

merupakan pemahaman bersama yang menuntun kita untuk berperilaku

dalam kehidupan sehari-hari.kemudian Sosiolog yang bernama Glen Elder

(1975) membantu memperluas penggunaan teori peran. Pendekatannnya

yang dinamakan “life-cource” memaknakan bahwa setiap masyarakat

mempunyai harapan kepada setiap anggotanya untuk mempunyai perilaku

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Tabel 1.3 ...eprints.umm.ac.id/44152/3/jiptummpp-gdl-junikahest-52862-3-babiik-a.pdfRetinitis Pigmentosa, yaitu penyakit pada retina yang

23

tertentu sesuai dengan kategori-kategori usia yang berlaku dalam

masyarakat tersebut.

Pemerintah punya andil bagian dalam mewujudkan situasi yang tanpa

diskriminasi, memenuhi hak-hak warganya tanpa memandang bagaimana

keadaannya, serta memberikan kesempatan kepada semua anggota

masyarakatnya tanpa terkecuali bagi penyandang cacat.

Kata atau istilah yang dilekatkan pada penyandang cacat (baik dalam

bahasa Indonesia atau Inggis) selama ini lebih banyak mengacu kepada

kondisi ketidakmampuan, kelemahan, ketidakberdayaan, kerusakan dan

makna lain yang berkonotasi negatif. Seperti tuna netra, tuna daksa, tuna

grahita. Istilah tersebut secara langsung maupun tidak langsung telah

menimbukan pengaruh psikologis terhadap penyandang difabel

(Mutasim,2016).

Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun (1999) tentang hak asasi

manusia, menjelaskan bahwa diskriminasi adalah setiap pembatasan,

pelecehan atau pengucilan yang labgsung maupun tidak langsung

didasarkan pada perbedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik,

kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa,

keyakinan politik, karakteristik tertentu yang berikabat pada pengangguran,

penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan

hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual

maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan

aspek lainnya.

Masalah yang dihadapi oleh penyandang tuna netra yaitu:

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Tabel 1.3 ...eprints.umm.ac.id/44152/3/jiptummpp-gdl-junikahest-52862-3-babiik-a.pdfRetinitis Pigmentosa, yaitu penyakit pada retina yang

24

1. Permasalahan kerja para penyandang tuna netra juga merupakan wujud

dari stigma masyarakat. Pernyataan ini diperkuat oleh pendapat Marpaung

(2010) bahwa manifestasi stigma pada penyandang difabel oleh

lingkungan dan masyarakat dengan diskriminasi dan pembatasan

integrasinya dalam masyarakat.

2. Masalah psikis menyangkut perasaan harga diri, hal ini memunculkan

perasaan pesimis, malu untuk bergaul, putus asa, merasa dirinya gagal,

rendah diri, tidak memiliki semangat hidup, dan bahkan hilangnya

keberanian untuk melakukan sesuatu.

3. Tidak berhenti pada masalah pribadi, namun juga berkaitan dengan

keluarga yang menjadi bagian penting dalam permasalahan penyandang

cacat, perlakuan salah yang dilakukan oleh anggota keluarga kepada

anggota keluarga yang mengalami kecacatan, mereka di kurung tidak

boleh keluar rumah, tidak disekolahkan, tidak boleh bergaul dan

lingkungan yang kurang baik bagi penyandang tuna netra. Hal ini

berdampak pada disfungis peranan sosial bagi penyandang tuna netra

Karena kekangan keluarganya.

4. Pemanjaan dari pihak keluarga, karena keluarga tidak bisa berbuat

banyak dengan keadaan penyandang tuna netra akhirnya pemanjaan

itupun muncul, segala sesuatunya dipenuhi, karena hanya itu yang bisa

dilakukan oleh pihak keluarga dan tidak memberikan kesempatan kepada

penyandang tuna netra untuk mandiri.

Cara penyandang tuna netra untuk bisa bertahan agar tidak menjadi obyek

diskiriminasi adalah dengan beradaptasi, salah satu cara untuk beradaptasi

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Tabel 1.3 ...eprints.umm.ac.id/44152/3/jiptummpp-gdl-junikahest-52862-3-babiik-a.pdfRetinitis Pigmentosa, yaitu penyakit pada retina yang

25

adalah dengan rasionalisasi yaitu usaha untuk menghindari dari masalah

psikologis dengan selalu memberikan alasan secara rasional, sehingga

masalah yang dihadapi dapat teratasi. Adaptasi sendiri merupakan suatu

proses perubahan yang menyertai individu dalam berespon terhadap

perubahan yang ada di lingkunga dan dapat mempengaruhi perilaku adaptif

(Al-Aziz Alimul Hidayat,2007).

H. Rehabilitasi Sosial

1. Definisi Rehabilitasi Sosial

Penyelenggara kesejahteraan sosial ditujukan untuk meningkatkan

kualitas kehidupan dan kesejahteraan sosial, termasuk penyandang tuna

netra. Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya-upaya nyata dari

pemerintah pusat, pemerintah dan masyarakat agara kesamaan dan

kesetaraan dapat terwujud. Adapun salah satu upaya yang telah dilakukan

oleh pemerintah untuk menagani permasalahan penyandang tuna netra

adalah melalui rehabilitasi sosial.

Sesuai dengan yang tercantum dalam Undang-Undang nomor 11

tahun 2009 tentang Kesejahteraan sosial, rehabilitasi sosial dimaksudkan

untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang

mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya

secara wajar. Hal ini dimaksudkan agar dapat memulihkan kembali rasa

harga diri, percaya diri, kesadaran diri, keluarga maupun masyarakat atau

lingkungan sosialnya, serta memulihkan kembali kemauan dan

kemampuan untuk dapat melaksanakan dan kemampuan untuk dapat

melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.Rehabilitasi sosial bisa

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Tabel 1.3 ...eprints.umm.ac.id/44152/3/jiptummpp-gdl-junikahest-52862-3-babiik-a.pdfRetinitis Pigmentosa, yaitu penyakit pada retina yang

26

diartikan sebagai pemulihan kembali keadaan individu yang mengalami

permasalahan sosial kembali seperti semula, sehingga mereka dapat

mandiri, minim tergantung dengan orsang lain, dan kesejahteraan sosial

mereka dapat tercapai.

Dalam peraturan Menteri Sosial (Permensos) Republik Indonesia

tentang standar rehabilitasi sosial penyandang disabilitas oleh lembaga di

bidang kesejahteraan sosial, kegiatan rehabilitasi sosial bagi penyandang

disabilitas dilaksanakan dalam bentuk: (1) bimbingan motivasi dan

diagnosis psikososial; (2) perawatan dan pengasuhan; (3) bimbingan sosial

dan konseling psikosial; (4) bimbingan mental dan spiritual,;(5) bimbingan

fisik; (6) pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan; (7)

pelayanan aksesibilitas,;(8) bimbingan resosialisasi; (9) bimbingan lanjut;

dan/atau (10) rujukan.

2. Model Pelayanan Rehabilitasi Sosial

a. Institutional Based Rehabilitation (IBR) yaitu sistem pelayanan

rehabilitasi sosial dalam suatu institusi/ lembaga

b. Extra-institutional Based Rehabilitation, yaitu sistem sistem

pelayanan rehabilitasi sosial di luar kelembagaan (dalam

keluarga/masyarakat) seperti home careataupun day care.

c. Community Based Rehabilitation (CBR) yaitu sistem pelayanan

rehabilitasi sosial yang dilakukan pada tingkatan masyarakat

denganmenggunakan sumber daya dan potensi yang dimilikinya

seperti kegiatan Praktek Belajar Kerja (PBK).(Fathurrachmanda,

Syam., Suryani., Pratiwi, Ratih Nur., 2013)

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Tabel 1.3 ...eprints.umm.ac.id/44152/3/jiptummpp-gdl-junikahest-52862-3-babiik-a.pdfRetinitis Pigmentosa, yaitu penyakit pada retina yang

27

Konsep rehabilitasi berbasis masyarakat atau Community Based

Rehabilitation (CBR) menurut WHO,

“CBR is a strategy general community development for the rehabilitation,

equalization of opportunities and social inclusion of all people with

disability”.

CBR adalah pengembangan masyarakat umum untuk rehabilitasi,

pemerataankesempatan dan inklusi sosial dari semua orang dengan

kecacatan.

Diimplementasikan melalui usaha gabungan dari para penyandang cacat

diri sendiri, keluarga, organisasi dan komunitas dan relevans pemerintah

dan non kesehatan pemerintah, pendidikan, kejuruan, sosial dan layanan

lainnyaagar dapat berjalan dengan baik, program harus mendapat

dukungan dari semua pihak dan segala aspek penunjang dapat terpenuhi

untuk mendukung program rehabilitasi sosial bagi penyandang tuna netra.

Rehabilitasi berbasis masyarakat juga mempromosikan hak-hak

penyandang cacat untuk hidup sebagai warga negara yang sama dalam

masyarakat untuk menikmati kesehatan dan kesejahteraan, untuk

berpartisipasi penuh dalam kegiatan pendidikan, sosial, budaya, agama,

ekonomi dan politik

Peneliti memfokuskan pada rehabilitasi berbasis masyarakat yang

mempromosikan kolaborasi antara tokoh masyarakat, penyandang cacat,

keluarga mereka dan warga yang peduli lainnya untuk memberikan

kesempatan yang sama bagi semua orang penyandang cacat. kegiatan seperti

ini akan memudahkan penyandang cacat tentang apa yang harus

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Tabel 1.3 ...eprints.umm.ac.id/44152/3/jiptummpp-gdl-junikahest-52862-3-babiik-a.pdfRetinitis Pigmentosa, yaitu penyakit pada retina yang

28

dilakukan karena lingkungan dan keluarga sudah siap untuk menjaid tempat

yang nyaman bagi penyandang cacat untuk bisa beraktivitas normal.

UPT Rehabilitasi Sosial Bina Netra sebagai salah satu panti yang

memberikan pelayanan dan Rehabilitasi Sosial secara teratur untuk

membantu individu, kelompok dan masyarakat guna meniadakan atau

meringankan masalah sosial atau rintangan yang dialaminya, sehingga

para penyandang tuna netra mampu menolong dirinya sendiri dan ikut

aktif berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat. Tujuan pelayanan dan

rehabilitasi sosial adalah untuk memulihan kembali kepercayaan diri, harga

diri, kesadaran dan tanggung jawab sosial baik terhadap dirinya,

keluarga, dan masyarakat lingkungannya.

Program rehabilitasi yang diberikan oleh UPT Rehabilitasi Sosial Bina Netra

berdasarkan kebutuhan dasar penyandang tuna netra untuk meningkatkan

harga diri, kepercayaan diri dan kemampuan diri, mandiri (dalam aktivitas

sehari-hari dan tidak bergantung pada orang lain), melaksanakan fungsi

sosialnya secara wajar dan menyesuaikan diri