bab ii kajian pustaka - repository.uksw.edu › bitstream › 123456789...2.1 pengertian ipa....

23
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian IPA Menurut Sagala (2004:68) Sains atau IPA dapat diartikan ilmu yang mempelajari sebab dan akibat kejadian yang terjadi di alam ini. Kamus yang dikutip sukama, sains adalah ilmu sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebenarn dan didasarkan terutama atas pengamatan dan induksi. Kemudian menurut Wahyana dalam Trianto (2010:136) mengatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Seperti halnya setiap ilmu pengetahuan, Ilmu Pengetahuan Alam mempunyai objek dan permasalahan jelas yaitu berobjek benda-benda alam dan mengungkapkan misteri (gejala-gejala) alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Powler (Usman Samatowa, 2006: 2), IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen. Berdasarkan definisi IPA menurut para ahli di atas, maka yang dimaksud dengan IPA dalam penelitian ini adalah suatu pengetahuan tersusun secara sistematik dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala- gejala alam dan ilmu yang mempunyai objek dan permasalahan jelas yaitu berobjek benda-benda alam dan mengungkapkan misteri (gejala-gejala) alam. 2.1.1 Hakikat IPA di SD Hendro Darmodjo dan Jenny R. E. Kaligis (1993: 12) menyatakan bahwa mengajar dan belajar merupakan suatu proses yang tidak dapat dipisahkan dalam pembelajaran. Pembelajaran akan berhasil apabila terjadi proses mengajar dan proses belajar yang harmoni. Proses belajar mengajar tidak dapat berlangsung

Upload: others

Post on 07-Feb-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 5

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Pengertian IPA

    Menurut Sagala (2004:68) Sains atau IPA dapat diartikan ilmu yang

    mempelajari sebab dan akibat kejadian yang terjadi di alam ini. Kamus yang dikutip

    sukama, sains adalah ilmu sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan

    gejala-gejala kebenarn dan didasarkan terutama atas pengamatan dan induksi.

    Kemudian menurut Wahyana dalam Trianto (2010:136) mengatakan

    bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik dan

    dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.

    Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh

    adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.

    Seperti halnya setiap ilmu pengetahuan, Ilmu Pengetahuan Alam

    mempunyai objek dan permasalahan jelas yaitu berobjek benda-benda alam dan

    mengungkapkan misteri (gejala-gejala) alam yang disusun secara sistematis

    yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh

    manusia. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Powler (Usman Samatowa,

    2006: 2), IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam dan

    kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang

    berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen.

    Berdasarkan definisi IPA menurut para ahli di atas, maka yang

    dimaksud dengan IPA dalam penelitian ini adalah suatu pengetahuan tersusun

    secara sistematik dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-

    gejala alam dan ilmu yang mempunyai objek dan permasalahan jelas yaitu

    berobjek benda-benda alam dan mengungkapkan misteri (gejala-gejala) alam.

    2.1.1 Hakikat IPA di SD

    Hendro Darmodjo dan Jenny R. E. Kaligis (1993: 12) menyatakan bahwa

    mengajar dan belajar merupakan suatu proses yang tidak dapat dipisahkan dalam

    pembelajaran. Pembelajaran akan berhasil apabila terjadi proses mengajar dan

    proses belajar yang harmoni. Proses belajar mengajar tidak dapat berlangsung

  • 6

    hanya dalam satu arah, melainkan dari berbagai arah (multiarah) sehingga

    memungkinkan siswa untuk belajardari berbagai sumber belajar yang ada.

    Ilmu Pengetahuan Alam sebagai disiplin ilmu dan penerapannyadalam

    masyarakat membuat pendidikan IPA menjadi penting. Struktur kognitif anak

    tidak dapat dibandingkan dengan struktur kognitifilmuwan. Siswa perlu diberi

    kesempatan untuk mendapatkanketerampilan-keterampilan dan dapat berpikir

    serta bertindak secarailmiah. Adapun IPA untuk anak Sekolah Dasar dalam

    Usman Samatowa (2006: 12) didefinisikan oleh Paolo dan Marten yaitu sebagai

    berikut: mengamati apa yang terjadi, mencoba apa yang diamati,

    mempergunakanpengetahuan baru untuk meramalkan apa yang akan terjadi,

    mengujibahwa ramalan-ramalan itu benar.

    Menurut Hendro Darmojo dan Jenny R. E. Kaligis (1993: 7),

    pembelajaran IPA didasarkan pada hakikat IPA sendiri yaitu dari segiproses,

    produk, dan pengembangan sikap. Pembelajaran IPA di SekolahDasar sebisa

    mungkin didasarkan pada pendekatan empirik denganasumsi bahwa alam raya

    ini dapat dipelajari, dipahami, dan dijelaskanyang tidak semata-mata bergantung

    pada metode kausalitas tetapi melaluiproses tertentu, misalnya observasi,

    eksperimen, dan analisis rasional. Dalam hal ini juga digunakan sikap tertentu,

    misalnya berusaha berlaku seobjektif mungkin dan jujur dalam mengumpulkan

    dan mengevaluasi data. Proses dan sikap ilmiah ini akan melahirkan penemuan-

    penemuanbaru yang menjadi produk IPA. Jadi dalam pembelajaran IPA siswa

    tidak hanya diberi pengetahuan saja atau berbagai fakta yang dihafal, tetapi

    siswa dituntut untuk aktif menggunakan pikiran dalam mempelajari gejala-gejala

    alam dengan didasarkan pada pendekatan empirik dengan asumsi bahwa alam

    raya ini dapat dipelajari, dipahami, dan dijelaskan yang tidak semata-mata

    bergantung pada metode kausalitas tetapi melaluiproses tertentu, misalnya

    observasi, eksperimen, dan analisis rasional.Pada hakikatnya IPA dapat

    dipandang dari segi proses, produk dan pemupukan sikap.

  • 7

    1) IPA Sebagai Pemupukan Sikap

    Menurut Wynne Harlen (Hendro Darmodjo dan Jenny R.E. Kaligis,

    1993:7) setidak-tidaknya ada Sembilan aspek sikap ilmiah yang dapat

    dikembangkan pada anak usia Sekolah dasar, yaitu:

    a. Sikap ingin tahu (curiousity)

    Sikap ingin tahu sebagai bagian sikap ilmiah di sini maksudnya adalah suatu

    sikap yang selalu ingin mendapatkan jawaban yang benar dari objek yang

    diamatinya. Kata benar di sini artinya rasional atau masuk akal dan objektif

    atau sesuai dengan kenyataan.

    b. Sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru (originality)

    Sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru bertitik tolak dari kesadaran

    bahwa jawaban yang telah mereka peroleh dari rasa ingin tahu itu tidaklah

    bersifat mutlak, tetapi masih bersifat sementara atau tentatif. Hal ini

    disebabkan keterbatasan kemampuan berpikir maupun keterbatasan

    pengamatan pancaindera manusia untuk menetapkan suatu kebenaran. Jadi,

    jawaban benar yang mereka peroleh itu sebatas pada suatu “tembok

    ketidaktahuan”. Sikap anak usia Sekolah Dasar seperti itu dapat dipupuk

    dengan cara mengajaknya melakukan pengamatan langsung pada objek-objek

    yang terdapat di lingkungan sekolah.

    c. Sikap kerja sama (cooperation)

    Yang dimaksud kerjasama disini adalah untuk memperoleh pengetahuan yang

    lebih banyak. Seorang yang bersikap cooperative ini menyadari bahwa

    pengetahuan yang dimiliki orang lain mungkin lebih banyak dan lebih

    sempurna daripada apa yang ia miliki. Oleh karena itu, untuk meningkatkan

    pengetahuannya ia merasa membutuhkan kerjasama dengan orang lain.

    Kerjasama ini dapat juga bersifat berkesinambungan. Anak usia Sekolah

    Dasar perlu dipupuk sikapnya untuk dapat bekerjasama satu dengan yang lain

    kerjasama itu dapat dalam bentuk kerja kelompok, pengumpulan data maupun

    diskusi untuk menarik suatu kesimpulan hasil observasi.

    d. Sikap tidak putus asa (perseverance)

  • 8

    Tugas guru untuk memberikan motivasi bagi anak didik yang mengalami

    kegagalan dalam upaya menggali ilmu dalam bidang IPA agar tidak putus

    asa.

    e. Sikap tidak berprasangka (open-mindedness)

    IPA mengajarkan kita untuk menetapkan kebenaran berdasarkan dua kriteria,

    yaitu rasionalitas dan objektivitas. Munculnya faktor objektivitas dalam

    menetapkan kebenaran menjadikan orang tidak lagi purba sangka. Sikap tidak

    purba sangka dapat dikembangkan secara dini kepada anak usia SD dengan

    jalan melakukan observasi dan eksperimen dalam mencari kebenaran ilmu.

    f. Sikap mawas diri (self criticism)

    Objektivitas tidak hanya ditunjukkan di luar dirinya tetapi juga terhadap

    dirinya sendiri. Itulah sikap mawas diri untuk menjunjung tinggi kebenaran.

    Anak usia SD harus dikembangkan sikapnya untuk jujur pada dirinya sendiri,

    menjunjung tinggi kebenaran dan berani melakukan koreksi pada dirinya

    sendiri.

    g. Sikap bertanggung jawab (responsibility)

    Sikap bertanggung jawab harus dikembangkan sejak usia SD misalnya

    dengan membuat dan melaporkan hasil pengamatan, hasil eksperimen

    ataupun hasil kerjanya yang lain kepada teman sejawat, guru atau orang lain,

    dengan sejujur-jujurnya.

    h. Sikap berpikir bebas (independence in thinking)

    Tugas guru untuk dapat mengembangkan pikiran bebas dari siswa (dan bukan

    sebaliknya untuk mendiktekan pendapatnya agar sesuai dengan buku teks).

    Jadi, mencatat atau merekam hasil pengamatan sesuai dengan apa adanya dan

    membuat kesimpulan dengan hasil kerja mereka sendiri merupakan saat-saat

    yang penting bagi anak dalam mengembangkan sikap berpikir bebas.

    i. Sikap kedisiplinan diri (self discipline)

    Menurut Morse dan Wingo (Hendro Darmodjo dan Jenny R.E. Kaligis, 1993:

    8) kedisiplinan diri dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk

    dapat menngontrol ataupun mengatur dirinya menuju kepada tingkah laku

    yang dikehendaki dan dapat diterima oleh masyarakat. Salah satu bentuk

  • 9

    pengembangan kedisiplinan diri adalah pengorganisasian kelas termasuk

    adanya regu-regu kebersihan dan sebagainya yang dapat diatur sendiri oleh

    siswa.

    2) IPA sebagai Proses

    Proses IPA tidak lain adalah metode ilmiah. Yang dimaksud dengan proses

    disini adalah proses mendapatkan IPA. Untuk anak usia SD, metode ilmiah

    dikembangkan secara bertahap dan berkesinambungan, dengan harapan bahwa

    pada akhirnya akan berbentuk suatu paduan yang lebih utuh sehingga anak SD

    dapat melakukan penelitian sedarhana. Adapun tahapan pengembangannya

    disesuaikan dengan tahapan dari suatu proses penelitian eksperimen yang

    meliputi: (1) observasi, (2) klasifikasi, (3) interpretasi, (4) prediksi, (5) hipotesis,

    (6) mengendalikan variabel, (7) merencanakan dan melaksanakan penelitian, (8)

    inferensi, (9) aplikasi, dan (10) komunikasi.

    2.1.2 Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di SD

    Ruang lingkup mata pelajaran sains (IPA) di sekolah dasar

    (Mulyasa,2010: 127) meliputi dua dimensi: a) kerja ilmiah dan b) pemahaman

    konsep dan penerapannya. Dalam kegiatan pembelajaran kedua dimensi ini

    dilaksanakan secara sinergi dan terintegrasi. Kerja ilmiah sains dalam kurikulum

    sekolah dasar terdiri dari penyelidikan, berkomunikasi ilmiah, pengembangan

    ilmiah, pengembangan kreativitas dan pemecahan masalah, sikap dan nilai

    ilmiah.

    Menurut Sri Sulistyorini (2007: 40), ruang lingkup bahan kajian IPA

    untuk SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

    a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.

    b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas.

    c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana.

    d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

    2.1.3 Tujuan Pembelajaran IPA di SD

    Menurut Hendro Darmodjo dan Jenny R. E. Kaligis (1993: 6), tujuan

    pembelajaran IPA di Sekolah Dasar sebagai berikut:

  • 10

    a. Memahami alam sekitarnya, meliputi benda-benda alam dan buatan manusia serta konsep-konsep IPA yang terkandung di

    dalamnya;

    b. Memiliki keterampilan untuk mendapatkan ilmu, khususnya IPA, berupa “keterampilan proses” atau metode ilmiah yang

    sederhana;

    c. Memiliki sikap ilmiah di dalam mengenal alam sekitarnya danmemecahkan masalah yang dihadapinya, serta menyadari

    kebesaranpenciptanya;

    d. Memiliki bekal pengetahuan dasar yang diperlukan untuk melanjutkanpendidikannya ke jenjang pendidikan yang lebih

    tinggi.

    Sedangkan tujuan pendidikan IPA di Sekolah Dasar berdasarkan

    Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau Kurikulum 2006 adalah agar

    peserta didik adalah mampu memiliki kemampuan sebagai berikut:

    a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkaan keberadaan, keindahan dan

    keteraturan alam ciptaan-nya.

    b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam

    kehidupan sehari-hari

    c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling

    mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan

    masyarakat

    d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan

    e. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam

    f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

    g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke

    SMP/MTs.

    Dengan demikian pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dapat melatih

    dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan

    keterampilan-keterampilan proses dan dapat melatih siswa untuk dapat berpikir

    serta bertindak secara rasional dan kritis terhadap persoalan yang bersifat ilmiah

    yang ada di lingkungannya. Keterampilan-keterampilan yang diberikan kepada

    siswa sebisa mungkin disesuaikan dengan tingkat perkembangan usia dan

  • 11

    karakteristik siswa Sekolah Dasar, sehingga siswa dapat menerapkannya dalam

    kehidupannya sehari-hari.

    2.2 Model Pembelajaran Project Based Learning (PBL)

    Arends (2007: 43) menyatakan bahwa esensinya Problem Based

    Learning (PBL) menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik

    danbermakna kepada siswa, yang dapat berfungsi sebagai batuloncatan untuk

    investigasi dan penyelidikan. PBL dirancang untuk membantu siswa

    mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan menyelesaikan

    masalah, mempelajari peran-peran orang dewasa dan menjadi pelajar yang

    mandiri. Model inimenyediakan sebuah alternatif yang menarik bagi guru yang

    menginginkan maju melebihi pendekatan-pendekatan yang lebih berpusat pada

    guru untuk menantang siswa dengan aspek pembelajaran aktif dari model itu.

    PBL adalah suatu pendekatan yang menggunakan masalah dunia nyata

    sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar berpikir kritis dan keterampilan

    pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan yang esensial dari

    mata pelajaran. PBL memiliki gagasan bahwa pembelajaran dapat dicapai jika

    kegiatan pendidikan dipusatkan pada tugas-tugas atau permasalahan yang

    autentik, relevan dan dipresentasikan dalam suatu konteks. Berdasarkan

    pendapat tersebut dapat dinyatakan bahwa PBL merupakan sebuah model

    pembelajaran alternatif yang dapat diterapkan oleh para pendidik. Guru perlu

    mengembangkan lingkungan kelas yang memungkinkan pertukaran ide secara

    terbuka sehingga pembelajaran ini menekankan siswa dalam berkomunikasi

    dengan teman sebayanya maupun dengan lingkungan belajar siswa, sehingga

    membantu siswa menjadi lebih mandiri dalam menyelesaikan masalah yang

    berkaitan dengan fakta.

    Fokus pembelajaran ada pada konsep yang dipilih sehingga siswa tidak

    saja mempelajari konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga

    metode ilmiah untuk menyelesaikan masalah tersebut. Masalah yang dijadikan

    fokus pembelajaran dapat diselesaikan siswa melalui kerja kelompok sehingga

    dapat memberi pengalaman-pengalaman belajar yang beragam padasiswa seperti

    kerjasama dan interaksi dalam kelompok. Keadaan tersebut menunjukan bahwa

  • 12

    model PBL dapat memberikan pengalaman yang kaya pada siswa. Dengan kata

    lain, penggunaan PBL dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang apa yang

    mereka pelajari sehingga diharapkan mereka dapat menerapkannya dalam

    kondisi yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.

    2.2.1 Karakteristik Model Problem Based Learning

    Setiap model pembelajaran, memiliki karakteristik masing-masing

    untuk membedakan model yang satu dengan model yang lain. Seperti yang

    diungkapkan Trianto (2010: 93) bahwa karakteristik model PBL yaitu: (a)

    adanya pengajuan pertanyaan atau masalah, (b) berfokus pada keterkaitan antar

    disiplin, (c) penyelidikan autentik, (d) menghasilkan produk atau karya dan

    mempresentasikannya, dan (e) kerja sama. Sedangkan karakteristik model PBL

    menurut Rusman (2010: 232) adalah sebagai berikut:

    a) Permasalahan menjadi starting point dalam belajar.

    b) Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur.

    c) Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective).

    d) Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan

    identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar.

    e) Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama.

    f) Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan

    proses yang esensial dalam Problem based learning.

    g) Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif.

    h) Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk

    mencari solusi dari sebuah permasalahan.

    i) sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar.

    j) Problem based learning melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.

    2.2.2 Tujuan Model ProblemBased Learning

    Setiap model pembelajaran memiliki tujuan yang ingin dicapai. Seperti

    yang diungkapkan Rusman (2010: 238) bahwa tujuan model PBL adalah

    penguasaan isi belajar dari disiplin heuristik dan pengembangan keterampilan

    pemecahan masalah. Hal ini sesuai dengan karakteristik model PBL yaitu belajar

  • 13

    tentang kehidupan yang lebih luas, keterampilan memaknai informasi,

    kolaboratif, dan belajar tim, serta kemampuan berpikir reflektif dan evaluatif.

    Trianto (2010: 94-95) menyatakan bahwa tujuan PBL yaitu membantu

    siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan mengatasi

    masalah, belajar peranan orang dewasayang autentik dan menjadi pembelajar

    yang mandiri. Sedangkan Ibrahim dan Nur (dalam Rusman, 2010: 242)

    mengemukakan tujuan model PBL secara lebih rinci yaitu: (a) membantu siswa

    mengembangkan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah; (b) belajar

    berbagai peran orang dewasa melalui keterlibatan mereka dalam pengalaman

    nyata dan; (c) menjadi para siswa yang otonom atau mandiri.

    2.2.3 Tahap-Tahap Problem Based Learning

    Sintaks dalam pemelajaran berisi langkah-langkah praktis yang

    dilakukandalam suatu kegiatan pembelajaran. menurut Sugiyanto (2009: 159)

    dalammodel PBL terdapat lima langkah utama, yang mencangkup perilaku

    gurudan siswa dalam setiap langkah. Setiap langkah akan dijelaskan dalam tabel

    2.1 di bawah ini:

    Tabel 2.1 Sintaks untuk PBL

    Fase Perilaku guru

    Fase 1.

    Orientasi mengenai

    masalah kepadasiswa

    Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan

    bahan yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau

    demonstrasi mengenai cerita yang memunculkan

    masalah dan memotivasi siswa alam memecahkan

    masalah

    Fase 2.

    Mengorganisasi siswa

    untuk belajar

    Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan

    mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan

    dengan masalah tersebut

    Fase 3.

    Membimbing

    penyelidikan mandiri dan

    kelompok

    Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi

    yang dibutuhkan, melaksanakan eksperimen dan

    mencari solusi

    Fase 4.

    Mengembangkan dan

    menyajikan hasil karya

    Guru membantu siswa dalam menyiapkan karya yang

    sesuai, seperti laporan, rakaman, video dan membantu

    siswa dalam menyampaikan hasil dari karyanya

    Fase 5.

    Menganalisis dan

    mengevaluasi proses

    memecahkan masalah

    Guru membantu siswa dalam melakukan refleksi dan

    evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-

    proses yang digunakan

  • 14

    (sumber: Arends, 2007: 56-60)

    Untuk lebih lanjut, Arends (2007: 56-60) menjabarkan masing-masing

    sintaks pembelajaran PBL tersebut:

    Fase 1. Memberikan orientasi permasalahan kepada siswa

    Seperti pada awal model pembelajaran lainya, guru menjelaskan tujuan

    pembelajaran, membangun sikap positif mengenai pembelajaran, dan

    menjelaskan mengenai indikator yang akan dicapai dalam pembelajaran.

    Untuk siswa yang belum pernah terlibat dalammodel PBL, guru harus

    menjelaskan mengenai prosedur model PBL secara rinci. Hal-hal yang

    perlu dijelaskan antara lain:

    1) Tujuan utama pelajaran.

    2) Permasalahan atau pertanyaan tidak memiliki jawaban yang

    mutlak.

    3) Dalam tahap penyelidikan siswa didorong untuk melontarkan

    pendapat dan mencari informasi.

    4) Dalam tahap analisis dan penjelasan siswa didorong untuk

    mengekspresikan idenya secara terbuka dan bebas. Dalam tahap

    ini guru diharapkan mampu menyajikan permasalahan semenarik

    mungkin. Masalah yang disajikan diharapkan mampu

    membangkitkan ketertarikan danmotivasi siswa untuk

    memecahkanya.

    Fase 2. Mengorganisasikan Siswa untuk Meneliti.

    PBL mengharuskan guru dalam mengembangkan kerjasama diantarasiswa

    dan membantu siswa dalam menginvestigasi masalah secara bersama-

    sama. Dalam tahap ini guru membentuk kelompok-kelompok belajar.

    Kelompok siswa dapat dibuat secara heterogen. Kelompok juga bisa

    berdasarkan atas minat yang sama mengenai suatu permasalahan atau

    berdasarkan pola pertemanan yang sudah ada. Intinya tim investigasi dapat

    dibentuk guru atau berdasarkan rasa sukarela diantara para siswa

  • 15

    Fase 3. Perencanaan Kooperatif.

    Setelah siswa menerima orientasi mengenai masalah yang dimaksud dan

    mereka telah membentuk kelompok penyelidikan, guru dan siswaharus

    meluangkan waktu yang cukup untuk menetapkan tugasinvestigatif dan

    jadwal yang spesifik. Untuk sebagian proyek, tugasperencanaanya dapat

    membagi situasi bermasalah yang bersifat umum menjadi sub tropik.

    Fase 4. Investigasi, pengumpulkan data dan eksperimentasi

    Investigasi dapat dilakukan secara mandiri, berpasangan dan melalui

    kelompok-kelompok belajar. Meskipun sebagian masalah mempunyai

    teknik penyelidikan yang berbeda, namun kebanyakan melibatkan proses

    mengumpulkan data, eksperimen, pembuatan hipotesis, penjelasan dan

    memberikan solusi. Aspek investigatif ini sangat penting. Dalam tahap

    inilah guru mendorong siswa dalam mengumpulkan data. Siswa perlu

    diajarkan oleh guru mengenai cara menjadi penyelidik yang aktif dan cara

    menggunakan metode-metode seperti observasi, wawancara dan membuat

    laporan.

    Fase 5. Mengembangkan hipotesis, menjelaskan dan memberi solusi

    Setelah siswa melakukan pengumpulan data dan informasi yang cukup

    serta melakukan eksperimen (bila perlu). Mereka akan memberikan

    hipotesis dan penjelasan mengenai sebuah solusi. Dalam tahap ini

    gurumendorong berbagai macam ide-ide dari siswa. Dalam fase ini guru

    juga bertugas untuk memberikan pertanyaan mengenai hipotesis yang

    diberikan oleh siswa, supaya siswa memikirkan mengenai apakah hipotesis

    mereka sudah tepat atau belum. Dalam fase ini guru bertugas memberikan

    bantuan yang siswa butuhkan. Untuk kondisi tertentuguru perlu untuk

    membantu menemukan bahan dan mengingatkan mereka tentang tugas

    yang harus mereka selesaikan.

    Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sintaks atau

    langkah-langkah praktis model PBL yang digunakan dalam penelitian ini,

    menggunakan pendapat dari Sugiyanto, yaitu: orientasi mengenaimasalah,

    mengorganisasi siswa untuk belajar, membimbing siswa dalam melakukan

  • 16

    penyelidikan mandiri dan kelompok, membimbing siswa dalam

    mengembangkan dan menyajikan karya yang berupa laporan, menganalisis

    dan mengevaluasi proses memecahkan masalah. Langkah-langkah tersebut

    dimunculkan dalam proses pembelajaran menggunakan model PBL yang

    tertuang di dalam RPP.

    2.2.4 Kelebihan dan Kekurangan Model Problem Based Learning

    Setiap model pembelajaran memiliki kelemahan dan kelebihan tidak

    terkecuali model PBL. Kelemahan dan kelebihan model PBL menurut Trianto

    (2010: 96) diantaranya:

    a) Kelebihan model PBL

    1) Sesuai dengan kehidupan nyata siswa

    2) Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa

    3) Memupuk sifat inkuiri siswa

    4) Retensi konsep yang kuat

    5) Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah

    b) Kelemahan model PBL

    1) Persiapan pembelajaran yang kompleks, yang meliputi persiapanmasalah,

    alat dan konsep.

    2) Sulitnya mencari masalah yang relevan bagi siswa

    3) Sering terjadi miss konsepsi

    4) Konsumsi waktu yang banyak

    2.3 Hasil Belajar

    2.3.1 Pengertian Belajar

    Belajar telah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Belajar terjadi

    seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan manusia. Bagi seorang pelajar,

    belajar merupakan sebuah kewajiban. Beberapa ahli mengemukakan pengertian

    belajar dalam memberikan gambaran tentang pengertian belajar. Reber

    (Sugihartono, 2007: 74) mendefinisikan belajar dalam 2 pengertian. Pertama,

    belajar sebagai proses memperoleh pengetahuan dan kedua, belajar sebagai

    perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang

  • 17

    diperkuat. Sugihartono (2007: 74) mendefinisikan belajar secara lebih rinci,

    dimana belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil

    interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

    Sejalan dengan pendapat tersebut, Abin Syamsudin (Conny R. Semiawan, 1999:

    245) mendefinisikan bahwa belajar adalah perbuatan yang menghasilkan

    perubahan perilaku dan pribadi. Dan pendapat tersebut diperkuat oleh Garry &

    Kingsley (Sunaryo Kartadinata, 1998: 57) yang mendefinisikan belajar adalah

    proses tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek

    dan latihan.

    Secara umum belajar juga dapat diartikan sebagai proses perubahan

    perilaku, akibat interaksi individu dengan lingkungan. Jadi perubahan perilaku

    adalah hasil belajar. Artinya seorang dikatakan telah belajar, jika ia dapat

    melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan sebelumnya (Asra dan Sumiati,

    2007:38). Menurut Gagne (dalam Sugihartono 2007: 81) mengartikan

    pembelajaran sebagai pengetahuan peristiwa yang berada diluar dari

    pengetahuan siswa, sedangkan menurut Sugandi (2000:16) Pembelajaran adalah

    suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan sengaja. Menurut Slameto

    (2010:2) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

    memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

    sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.

    Morgan (Heri, 2012:5) berpendapat belajar adalah perubahan tingkah laku yang

    relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan dan pengalaman. Belajar dalam hal

    ini merupakan proses yang bisa mengubah tingkah laku seseorang disebabkan

    adanya reaksi terhadap suatu situasi tertentu atau adanya proses internal yang

    terjadi dalam diri seseorang.

    Dari berbagai pendapat mengenai pengertian belajar yang dikemukakan

    oleh beberapa ahli, dapat diambil pengertian bahwa sebenarnya ada beberapa

    kata kunci di balik definisi kata belajar, yaitu perubahan, pengetahuan, perilaku,

    pribadi, permanen dan pengalaman. Jika dirumuskan maka belajar merupakan

    aktivitas atau pengalaman yang menghasilkan perubahan pengetahuan, perilaku

    dan pribadi yang bersifat permanen, belajar juga pada dasarnya adalah

  • 18

    pengalaman yang sama dan berulang-ulang dalam situasi tertentu serta berkaitan

    dengan perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku tersebut meliputi

    perubahan keterampilan, kebiasaan, sikap, pengetahuan dan pemahaman. Sedang

    yang dimaksud pengalaman adalah proses belajar tidak lain adalah interaksi

    antara individu dengan lingkungannya.

    2.3.2 Prinsip-Prinsip Belajar

    Belajar menurut Wingo (Asra dan Sumiati, 2007:41-43) didasarkan atas

    prinsip-prinsip sebagai berikut:

    a. Hasil belajar sepatutnya menjangkau banyak segi

    Dalam suatu proses belajar, banyak segi yang sepatutnya dicapai sebagai

    hasil belajar, yaitu meliputi pengetahuan dan pemahaman tentang konsep,

    kemampuan menjabarkan dan menarik kesimpulan serta menilai

    kemanfaatan suatu konsep, menyenangi dan memberi respon yang positif

    terhadap sesuatu yang dipelajari, dan diperoleh kecakapan melakukan suatu

    kegiatan tertentu.

    b. Hasil belajar diperoleh berkat pengalaman

    Pemahaman dan struktur kognitif dapat diperoleh seseorang melalui

    pengalaman melakukan suatu kegiatan. Dalam khasanah peristilahan

    pendidikan, hal ini dikenal dengan “learning by doing-yaitu belajar dengan

    jalan melakukansuatu kegiatan”. Pemahaman itu bersifat abstrak. Sesuatu

    yang abstrak akan mudah diperoleh dengan jalan melakukan kegiatan-

    kegiatan yang nyata atau konkrit, sehingga orang yang bersangkutan

    memperoleh pengalaman yang menuntun pada pemahaman yang abstrak.

    c. Belajar merupakan suatu kegiatan yang mempunyai tujuan

    Dalam proses belajar, apa yang ingin dicapai sepatutnya dirasakan dan

    dimiliki oleh setiap siswa.

    Prinsip belajar pada aktivitas Siswa. Prinsip belajar yang menekankan pada

    aktivitas siswa antara lain:

    1) Belajar dapat terjadi dengan proses mengalami

    2) Belajar merupakan transaksi aktif

  • 19

    3) Belajar secara aktif memerlukan kegiatan yang bersifat fital, sehingga

    dapat berupaya mencapai tujuan dan memenuhi kebutuhan pribadinya

    4) Belajar terjadi melalui proses mengatasi hambatan (masalah) sehingga

    mencapai pemecahan atau tujuan

    5) Hanya dengan melalui penyodoran masalah memungkinkan diaktifkanya

    motivasi dan upaya, sehingga siswa berpengalaman dengan kegiatan yang

    bertujuan

    6) Faktor-faktor yang mempengaruhi Belajar siswa

    2.3.3 Pengertian Hasil Belajar

    Setelah mengetahui pengertian belajar, maka akan dikemukakan apa itu

    hasil belajar. Menurut Sudjana (2005: 5) hasil belajar siswa pada

    hakikatnyaadalah perubahan tingkah laku dan sebagai umpan balik dalam

    upayamemperbaiki proses belajar mengajar. Tingkah laku sebagai hasil belajar

    dalampengertian luas mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik.

    Eko Putro Widoyoko (2009:1), mengemukakan bahwa hasil

    belajarterkait dengan pengukuran, kemudian akan terjadi suatu penilaian dan

    menujuevaluasi baik menggunakan tes maupun non-tes. Pengukuran, penilaian

    danevaluasi bersifat hirarki. Evaluasi didahului dengan penilaian (assessment),

    sedangkan penilaian didahului dengan pengukuran.

    Benyamin Bloom (Nana Sudjana, 2010: 22-31) mengemukakan secara

    garis besar membagi hasil belajar menjadi tiga ranah, yaitu ranahkognitif, ranah

    afektif dan ranah psikomotorik.

    a. Ranah kognitif Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar

    intelektual yangterdiri dari enam aspek, kedua aspek pertama

    disebut kognitiftingkat rendah dan keempat aspek berikutnya

    termasuk kognitiftingkat tinggi. Keenam jenjang atau aspek

    yang dimaksud adalah:

    1) Pengetahuan 2) Pemahaman 3) Aplikasi 4) Analisis 5) Sintesis 6) 6) Evaluasi

  • 20

    b. Ranah Afektif Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai yang

    terdiri darilima aspek.Kelima aspek dimulai dari tingkat dasar

    atau sederhanasampai tingkat yang kompleks sebagai berikut.

    1) Reciving/ attending (penerimaan) 2) Responding (jawaban) 3) Valuing (penilaian) 4) Organisasi 5) Karaakteristik nilai atau internalisasi nilai

    c. Ranah Psikomotor Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk

    keterampilan(skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada

    enam tingkatanketerampilan, yakni:

    1) gerakan refleks yaitu keterampilan pada gerakan yang tidaksadar;

    2) keterampilan pada gerakan-gerakan dasar; 3) kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya

    membedakanvisual, membedakan auditif, motoris dan lain-lain;

    4) kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisandan ketepatan;

    5) gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampaipada keterampilan yang kompleks;

    6) kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursiveseperti gerakan ekspresif dan interpretatif.

    Tohirin (2006:155) mengungkapkan seseorang yang berubah tingkat

    kognitifnya sebenarnya dalam kadar tertentu telah berubah pula sikap

    danperilakunya. Suharsimi Arikunto (2007: 121) mengungkapkan ranah kognitif

    pada siswa SD yang cocok diterapkan adalah ingatan, pemahaman dan aplikasi,

    sedangkan untuk analisis, sintesis, baru dapat dilatih di SLTP dan SMU dan

    Perguruan Tinggi secara bertahap sesuai urutan yang ada. Pengetahuan

    atauingatan merupakan proses berfikir yang paling rendah, misalnya mengingat

    rumus, istilah, nama-nama tokoh atau nama-nama kota. Kemudian pemahaman

    adalah tipe hasil belajar yang lebih tinggi dari pada pengetahuan, misalnya

    memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan atau menggunakan petunjuk

    penerapan pada kasus lain. Sedangkan aplikasi adalah penggunaan abstraksi

    pada situasi kongkret atau situasi khusus. Menerapkan abstraksi yaitu ide,

    teoriatau petunjuk teknis ke dalam situasi baru disebut aplikasi. Tujuan

    aspekkognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup

  • 21

    kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada

    kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungkan

    dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, model atau prosedur yang dipelajari

    untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah

    subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering

    berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu

    evaluasi.

    Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

    adalah penilaian hasil yang sudah dicapai oleh setiap siswa dalam ranah kognitif,

    afektif dan psikomotor yang diperoleh sebagai akibat usaha kegiatan belajar dan

    dinilai dalam periode tertentu. Di antara ketiga ranah tersebut, ranah kognitiflah

    yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan

    kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran (Nana Sudjana,

    2005: 23). Dalam pembatasan hasil pembelajaran yang akan diukur, peneliti

    mengambil ranah kognitif pada jenjang pengetahuan (C1), pemahaman (C2) dan

    aplikasi (C3), dimana hasilnya di ukur melalui pemberian tes setelah diberikan

    tindakan tiap siklus.

    2.3.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

    Menurut Masnur Muslich (2008:207) faktor-faktor yang mempengaruhi

    belajar siswa adalah:

    a. Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa), yaitu kondisi/keadaan jasmani

    dan rohani siswa

    b. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yaitu kondisi lingkungan sekitar

    siswa

    c. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yaitu jenis upaya belajar

    siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk

    melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.

    Menurut Suryabrata (Slameto 2003:17) ada tiga faktor yang

    mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor psikis, fisik, dan lingkungan. Adapun

    papaparannya sebagai berikut:

    a. Faktor Psikis

  • 22

    1) Kecerdasan

    Kecerdasan seseorang biasanya diukur dengan menggunakan alat

    tertentu, salah satunya dengan menggunakan test. Hasil dari

    pengukuran kecerdasan umumnya dinyatakan dengan angka yang

    menunjukkan perbandingan kecerdasan yang dikenal dengan sebutan

    Intelligence Quiotient (IQ).

    Berbagai penelitian telah menunjukkan adanya hubungan antara IQ

    dengan hasil belajar di sekolah. Secara kasar para ahli menetapkan

    bahwa orang normal memiliki IQ sekitar 90-110, lebih dari itu

    termasuk katagori sangat cerdas dan kurang dari 90 maka dianggap

    kurang atau tidak normal. Dengan demikian, guru diharapkan dapat

    memahami tingkat kecerdasan tiap siswa agar dapat memperkirakan

    tindakan yang tepat dalam memperlakukan siswa khususnya dalam

    proses belajar.

    2) Motivasi belajar

    Motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang

    untuk melakukan sesuatu. Jadi, motivasi untuk belajar adalah kondisi

    psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar. Tinggi atau

    lemahnya motivasi belajar pada tiap siswa dapat ditimbulkan oleh

    rangsangan dari luar. Motivasi dapat dibedakan menjadi dua bagian

    yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrensik. Motivasi intrinsik

    merupakan motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang,

    sedangkan motivasi ekstrensik adalah motivasi yang berasal dari luar

    diri seseorang. Salah satu contoh motivasi ekstrensik adalah motivasi

    yang berasal dari guru yang dapat berupa penghargaan ataupun

    pengarahan terhadapnya.

    3) Disiplin diri

    Siswa yang memiliki disiplin dalam belajar memiliki hasil belajar

    yang baik dibandingkan dengan siswa yang tidak mendisiplinkan

    dirinya dalam belajar.

    4) Konsentrasi

  • 23

    Siswa yang memiliki konsetrasi yang baik memiliki hasil tinggi,

    dibandingkan siswa yang tidak memiliki konsentrasi yang baik.

    5) Bakat

    Manusia telah dibekali dengan bakat yang beragam dari semenjak

    lahir, ada yang berbakat dalam bidang sosial, eksak, maupun kesenian.

    Hampir tidak ada orang yang membantah bahwa belajar pada bidang

    yang sesuai dengan bakat akan memperbesar kemungkinan

    berhasilnya usaha itu. Apabila bakat itu mendapat latihan dan

    pendidikan yang baik, maka bakat akan berkembang menjadi suatu

    kecakapan nyata dan apabila tidak, maka bakat yang terdapat pada diri

    seseorang tidak akan berkembang sebagaimana mestinya.

    6) Minat

    Minat atau interest adalah gejala psikis yang berkaitan dengan

    dengan obyek atau aktivitas yang menstimulir perasaan senang pada

    individu. Minat yang ada pada seseorang mempunyai hubungan yang

    menentukan terhadap proses belajar dan hasil yang dicapai, dan minat

    siswa biasanya berubah-ubah sesuai dengan tujuan pengajaran yang

    diterimanya, dan banyak siswa yang berminat mengikuti pelajaran

    yang tujuannya mendorong siswa untuk berimanjinasi,

    menyempurnakan keterampilan atau membangkitkan kreativitas.

    7) Percaya diri

    Siswa yang percaya diri akan kemampuan dirinya memiliki hasil

    yang baik, dibandingkan dengan siswa yang tidak percaya diri.

    b. Faktor Fisik

    1) Panca Indera yang baik

    Panca indera yang baik terutama mata dan telinga merupakan gerbang

    masuknya pengaruh dalam individu.

    2) Kesehatan

    Siswa yang kesehatannya baik dapat menangkap pelajaran dengan baik

    pula, dibandingkan siswa yang mengalami tidak enak badan.

    c. Faktor Lingkungan

  • 24

    1) Lingkungan Keluarga

    Lingkungan keluarga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Di dalam

    lingkungan keluarga umumnya yang paling besar peranannya adalah orang

    tua. Siswa yang mempunyai beban untuk mencari tambahan biaya

    penghidupan keluarga umumnya hasil belajar yang diraih tergolong rendah

    karena tidak mempunyai cukup waktu belajar. Begitu juga sebaliknya,

    biasanya siswa dapat meraih hasil belajar yang lebih baik jika mempunyai

    waktu penuh untuk belajar dirumahnya. Siswa yang keluarganya mengalami

    kesulitan ekonomi juga kesulitan mengadakan sarana belajar sehingga

    menjadi pengambat bagi siswa dalam belajar.

    2) Guru dan Metode Mengajar

    Guru memegang peranan yang sangat penting dalam proses pembelajaran.

    Keberhasilan suatu proses pembelajaran juga tergantung pada beberapa faktor

    yang terdapat dalam diri pengajar tersebut seperti watak, pengalaman, tingkat

    penguasaan materi pelajaran, serta kemampuannya dalam menyajikan materi

    pelajaran kepada siswa.

    Selain itu, metode mengajar yang digunakan guru sangat berpengaruh

    terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa. Seorang guru tidak akan dapat

    melaksanakan tugasnya bila ia tidak menguasai satupun metode mengajar

    yang telah dirumuskan dan dikemukakan para ahli psikologi dan pendidikan.

    Dengan demikian, seorang guru hendaknya menguasai lebih dari satu metode

    mengajar agar dapat mengantarkan siswa kepada tujuan pembelajaran secara

    optimal.

    3) Sarana dan Prasarana

    Sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran, media dan lain-lain.

    Sedangkan prasarana meliputi gedung sekolah, ruang belajar, perpustakaan

    dan lain-lain. Apabila sarana dan prasarana tidak menunjang akan dapat

    menyebabkan proses belajar mengajar terganggu atau tidak optimal.

    Untuk memperoleh hasil yang baik dari suatu kegiatan belajar perlu

    didukung oleh alat-alat yang lengkap. Alat-alat yang lengkap ini berfungsi

  • 25

    untuk membantu kelancaran bahan pelajaran yang disajikan, sehingga siswa

    lebih mudah dalam menguasai suatu materi pelajaran.

    Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa banyak faktor yang

    mempengaruhi tingkat hasil belajar siswa, salah satu faktor internal dan faktor

    eksternal. Faktor internal dapat berupa kondisi siswa itu sendiri, dan faktor-

    faktor eksternal berupa kondisi-kondisi di luar diri siswa tersebut.

    2.4 Kajian Penelitian Yang Relevan

    Anisa Septiana Mulyasari. 2012. Telah melakukan penelitian dengan judul

    “Peningkatan Hasil Belajar Ipa Melalui Metode Problem Based Learning (PBL)

    Materi Gaya Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Begalon 1 No 240 Surakarta Tahun

    Pelajaran 2011/2012”. Hasilnya menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model

    Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada

    pembelajaran IPA kelas IV SDN Begalon I Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012.

    Hal ini terbukti pada kondisi awal sebelum dilaksanakan tindakan nilai rata-rata

    siswa 28,89%, siklus I nilai rata-rata kelas 67,33% dengan persentase ketuntasan

    sebesar 53,33%, siklus II nilai rata-rata kelas 73,33% dengan presentase

    ketuntasan sebesar 82,22%.

    Laporan penelitian lain mengenai penerapan model PBL adalah penelitian

    yang telah dilakukan oleh Loly Mellisa (2013) dengan judul “Peningkatan

    Aktivitas dan Hasil Belajar Dengan Menggunakan Model Problem Based

    Learning (PBL) di Kelas IV SDN 16 Sintoga Padang Pariaman”. Hasilnya

    menunjukkan bahwa hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II mengalami

    peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata siklus I 45,5% dan pada

    siklus II meningkat menjadi 83%. Berdasarkan hasil dan temuan peneliti,

    disarankan kepada guru kelas IV SD. Dalam pembelajaran IPA hendaklah

    menggunakan model PBL.

    Fritza Wahyu Pety Perida. 2013. Telah melakukan penelitian dengan judul

    “Upaya Peningkatan Hasil belajar IPA tentang Sumber Daya Alam Melalui

    Penggunaan Model PBL Siswa Kelas IV SDN 6 Depok Kecamatan Toroh

    Kabupaten Grobogan”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa adanya

  • 26

    peningkatan dari awal yakni dari 29.17% meningkat menjadi 66.7% pada siklus I

    kemudian meningkat lagi menjadi 91.7% pada siklus II.

    Meninjau hasil penelitian tersebut, maka dapat diketahui bahwa model

    pembelajaran Problem Based Learning (PBL) telah terbukti meningkatkkan hasil

    belajar siswa, oleh karena itu peneliti memilih model pembelajaran PBL untuk

    mengatasi permasalahan di kelas V SDN Dukuh 3 yakni rendahnya hasil belajar.

    Namun terdapat perbedaan dengan penelitian yang terdahulu yakni, pada fokus

    mata pelajaran yang akan di teliti, yakni penelitian ini dilakukan pada mata

    pelajaran IPA. Kemudia perbedaan subyek, tempat dan waktu penelitian. Subyek

    pada penelitian ini adalah siswa kelas V dan tempat serta waktu penelitiannya

    adalah di kelas V SD Negeri Dukuh 3 pada Semester II tahun pelajaran

    2015/2016.

    2.5 Kerangka Pikir

    Berdasarkan latar belakang, pada pembelajaran IPA dikelas V yang masih

    menggunakan metode ceramah yang konvensional, guru belum memberikan

    kegiatan yang bisa membuat siswa berinteraksi aktif dalam pembelajaran sehingga

    menyebabkan masih ada siswa yang belum bisa mendapat hasil belajar yang

    memuaskan dan tidak fokus dalam pembelajaran. Hal ini mengakibatkan 8 siswa

    dari total 14 siswa hasil belajarnya masih dibawah KKM khususnya untuk mata

    pelajaran IPA.

    Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti pada pra siklus diduga kuat

    rata-rata nilai kelas yang rendah karena pembelajaran yang masih konvesional,

    guru masih mendominasi kelas dengan menggunakan metode ceramah, sehingga

    hasil belajar siswa menjadi rendah. Dalam mengatasi hal tersebut, peneliti

    melakukan perbaikan proses pembelajaran dengan menggunakan model

    pembelajaran PBL (Problem Based Learning). Penggunaan model PBL (Problem

    Based Learning) akan dilakukan atau diterapkan oleh guru pada siklus I, dan

    bilamana pada siklus I hasil belajar siswa belum maksimal atau meningkat secara

    signifikan, maka akan dilakukan evaluasi dan perbaikan terhadap kekurangan

    pada siklus I dan melakukan pembelajaran PBL (Problem Based Learning) pada

  • 27

    siklus ke II. Diharapkan setelah menerapkan pembelajaran dengan model PBL

    (Problem Based Learning) tersebut maka siswa akan lebih aktif dalam mengikuti

    pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa secara signifikan

    sehingga mencapai kriteria ketuntasan yang telah ditetapkan, serta keterampilan

    guru dan aktivitas siswa dalam pembelajaran juga dapat meningkat. Berdasarkan

    uraian tersebut dapat digambarkan melalui gambar bagan berikut ini.

    Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir

    2.6 Hipotesis Tindakan

    Berdasarkan kerangka pikir di atas dapat dirumuskan hipotesis tindakan

    dalam penelitian ini adalah penggunaan model pembelajaran PBL (Problem Based

    Learning) dapat meningkatkan hasil belajar IPA kelas V semester II SD Negeri

    Dukuh 03 Salatiga Tahun 2015/2016”.

    Siswa : hasil belajar

    rendah. Kegiatan

    Awal

    Guru menggunakan

    metode ceramah

    ,tanya jawab

    Siklus I :menggunakan

    model PBL. Hasil

    Belajar IPA Siswa

    mengalami

    peningkatan.

    Guru menggunakan

    model pembelajaran

    PBL pada mata

    pelajaran IPA Tindaka

    n Siklus II

    :menggunakan model

    PB. HasilBelajar IPA

    Siswa mengalami

    peningkatan secara

    menyeluruh

    Melalui model PBL dapat

    meningkatkan hasil belajar

    IPA bagi siswa kelas V

    SD Negeri Dukuh 3

    Semester II tahun

    pelajaran 2015/2016

    Kondisi

    Akhir