bab ii kajian pustaka 2.1 media massaeprints.umm.ac.id/42534/3/bab ii.pdf · dalam memahami...

23
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Massa Media massa atau mass media memiliki peran penting dalam proses komunikasi. Menurut Tamburaka (2012: 13), media massa adalah sarana yang menyalurkan dan menyampaikan informasi serta menyebarkannya kepada khalayak secara massal. Media juga berfungsi sebagai saluran yang mempengaruhi bagaimana masyarakat mengambil atau memahami pengertian- pengertian mengenai realitas (Simons, 2010: 62). Menurut W. James Potter (2009) yang dikutip Jim Macmara (2010: 31), secara umum berdasarkan kerangka studi media massa dalam bentuk teori yang lebih luas, media massa didefinisikan sebagai teknologi produksi pesan yang disediakan untuk khalayak luas dalam waktu yang bersamaan oleh organisasi dengan tujuan untuk menciptakan dan memelihara khalayak. Dibandingkan teknologi saluran, sifat organisasi media, jumlah audiens, atau kualitas audiens, Potter lebih menitikberatkan pada bagaimana saluran digunakan. Dalam proses pembuatan berita, Negri (2005: 12) memaparkan bahwa terdapat tingkat interaksi atau strategi tawar-menawar antara sumber berita dan berita media. Saling mengisi, menginformasikan, terjadi reaksi timbal balik dan berkelanjutan dibanding sebaliknya yang tidak searah. Produk dari interaksi tawar-menawar konten media ini dipantau oleh khalayak luas. Menurut Mary Vipon (2011: 118), apa yang dikomunikasikan menggunakan media massa tidak sederhana pernyataan para ahli. Hal tersebut

Upload: others

Post on 22-Oct-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 9

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Media Massa

    Media massa atau mass media memiliki peran penting dalam proses

    komunikasi. Menurut Tamburaka (2012: 13), media massa adalah sarana yang

    menyalurkan dan menyampaikan informasi serta menyebarkannya kepada

    khalayak secara massal. Media juga berfungsi sebagai saluran yang

    mempengaruhi bagaimana masyarakat mengambil atau memahami pengertian-

    pengertian mengenai realitas (Simons, 2010: 62).

    Menurut W. James Potter (2009) yang dikutip Jim Macmara (2010: 31), secara

    umum berdasarkan kerangka studi media massa dalam bentuk teori yang lebih luas,

    media massa didefinisikan sebagai teknologi produksi pesan yang disediakan untuk

    khalayak luas dalam waktu yang bersamaan oleh organisasi dengan tujuan untuk

    menciptakan dan memelihara khalayak. Dibandingkan teknologi saluran, sifat

    organisasi media, jumlah audiens, atau kualitas audiens, Potter lebih menitikberatkan

    pada bagaimana saluran digunakan.

    Dalam proses pembuatan berita, Negri (2005: 12) memaparkan bahwa

    terdapat tingkat interaksi atau strategi tawar-menawar antara sumber berita dan

    berita media. Saling mengisi, menginformasikan, terjadi reaksi timbal balik dan

    berkelanjutan dibanding sebaliknya yang tidak searah. Produk dari interaksi

    tawar-menawar konten media ini dipantau oleh khalayak luas.

    Menurut Mary Vipon (2011: 118), apa yang dikomunikasikan

    menggunakan media massa tidak sederhana pernyataan para ahli. Hal tersebut

  • 10

    karena media massa tidak hanya sebagai penyalur komunikasi dan informasi

    tetapi juga merepresentasikan kepercayaan masyarakat, nilai-nilai, dan tradisi

    secara keseluruhan dari gaya hidup. Media juga berperan dalam merefleksikan

    dan membantu terbentuknya budaya. Media massa menyeleksi dan

    mengintrepretasikan realitas yang telah mereka konstruksi untuk khalayak dengan

    menyediakan sebuah kerangka pemahaman.

    2.1.1 Fungsi Media Massa

    Menurut Denis Mcquail (2000) dalam Pieter J. Fourie (2007), berdasarkan peran

    media dalam masyarakat, media massa mempunyai beberapa fungsi. Media memberikan

    sebuah struktur kerangka untuk meninjau pentingnya tugas media sebagai kunci sosialisasi

    dan instrument ideologi:

    1. Informasi (information)

    Menyediakan informasi mengenai peristiwa dan kondisi di masyarakat dan

    dunia, menunjukkan hubungan-hubungan kekuasaan, memudahkan inovasi,

    adaptasi dan progres.

    2. Korelasi (correlation)

    Menjelaskan, menginterpretasikan, dan mengulas makna seputar peristiwa-

    peristiwa dan informasi, menyediakan dukungan terbentuknya kewenangan

    dan norma-norma, sosialisasi, menyelaraskan masing-masing kegiatan,

    berkontribusi membentuk mufakat, menetapkan urutan prioritas dan dengan

    memberikan status tanda sebuah topik.

    3. Kontinuitas (continuity)

  • 11

    Media dapat menandakan kultur dominan dan mengenali sub-kultur dan

    membangun kultur baru, menempa dan memelihara komponen dari nilai-

    nilai.

    4. Hiburan (entertainment)

    Memberikan hiburan yang merelaksasi, menurunkan ketegangan sosial.

    5. Mobilitas Gerakan (mobilisation)

    Kampanye untuk tujuan sosial dalam bidang politik, perang, ekonomi,

    perkembangan, pekerjaan dan kepercayaan.

    Sedangkan secara fungsi politik, peneliti asal Belanda Jan van Cuilenburg,

    Otto Scholten dan G. W. Noomen berpendapat bahwa dalam sebuah demokrasi media

    mengikuti fungsi-fungsi politik seperti untuk menginformasikan mengenai

    perkembangan-perkembangan politik, untuk memandu opini publik tentang keputusan-

    keputusan politik, untuk menyatakan perbedaan pandangan tentang perkembangan dan

    keputusan politik, untuk mengkritik perkembangan dan putusan politik (Fourie, 2007:

    188).

    2.1.2 Realitas dalam Ranah Media Massa

    Dalam memahami realitas, terdapat dua konsep realitas yang dapat

    digunakan yaitu dalam paradigma positivis dan konstruksionis. Paradigma

    positivis melihat media murni sebagai saluran pesan yang netral bukan sebagai

    agen dalam membentuk realitas. Hal tersebut bertolak belakang dengan realitas

    dalam pandangan konstruksionis. Menurut pandangan yang digagas oleh Peter L.

    Berger dan Thomas Luckman ini, realitas merupakan sebuah sesuatu yang

    dibentuk dan dikonstruksi. Sebuah realitas merupakan hasil dari subjektivitas

  • 12

    sudut pandang wartawan. Realitas tersebut dapat berbeda-beda tergantung dari

    bagaimana konsepsi yang dipahami wartawan dalam mengkonstruksi berita,

    sehingga berita bukan sebuah refleksi dari realitas melainkan konstruksi dari

    realitas yang melibatkan pandangan, ideologi, serta nilai-nilai wartawan atau

    media. (Eriyanto, 2012: 25-28)

    Dalam penelitian konstrusionis, peneliti tidak dipandang sebagai subjek

    tetapi bagian dari objek yang diamati. Setiap pesan komunikasi tidak hanya

    terdapat isi tetapi juga makna yang dihasilkan dari hasil negosiasi antara teks dan

    peneliti. Makna tidak dikirimkan atau ditransmisikan dari pengirim (sender)

    kepada penerima (receiver), tapi merupakan negosiasi antara teks, pengirim dan

    penerima pesan tersebut. Ketika pesan dikirimkan sebenarnya yang dikirimkan

    hanya isi dari pesan dan interpretasinya tergantung dari proses pemaknaan dari

    penerima, sehingga jika makna yang dimaksud oleh pengirim berbeda dengan

    makna dari penerima tidak dianggap sebagai kegagalan dalam berkomunikasi.

    (Eriyanto, 2012: 61)

    Perbedaan dalam realitas subjektif tersebut karena setiap individu mempunyai

    pengalaman, preferensi, pendidikan, dan lingkungan pergaulan yang berbeda meski

    dihadapkan pada objek yang sama. Demikian halnya dengan berita. Berita bukan

    merupakan peristiwa atau fakta yang riil. Ia adalah produk yang dihasilkan dari

    interaksi dan dialektika antara apa yang ada di benak wartawan dengan fakta apa yang

    dilihat dan observasi (proses internalisasi). Demikian juga dalam proses wawancara

    terjadi proses eksternalisasi dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan serta sudut

    pandang yang dibuat pewawancara yang membatasi pandangan narasumber.

    (Eriyanto, 2012: 18- 21)

  • 13

    Menurut Shirley Biagi dalam Media/Impact: An Introduction to Mass

    Media (2015: 317), Kejujuran wartawan dalam mengimplikasikan prinsip

    ketidakberpihakan dapat ditandai dari tidak adanya motif keuntungan pribadi

    penulis untuk sebuah liputan, tidak ada keuntungan tersembunyi bagi oganisasi

    penulis atau narasumber dari cerita yang terwakili atau tersembunyi. Kritik pers

    timbul mengkritisi hubungan-hubungan yang terbangun antar reporter dan kisah-

    kisah yang tak mereka ungkap (insider friendships), wartawan yang menerima

    keuntungan finansial personal dari sumber, sponsor atau iklan (conflict of

    interest), wartawan yang membayar narasumber untuk sebuah kisah peristiwa

    (cheeckbook journalism).

    2.1.3 Strategi Realitas Media Massa

    Dalam konstruksi realitas, bahasa adalah unsur utama. Bahasa, baik verbal

    maupun non-verbal menjadi instrumen pokok dalam mengkonstruksi realitas.

    Tanpa bahasa maka tidak akan ada alat narasi yang digunakan untuk

    menggambarkan sebuah realitas. Penggunaan bahasa juga menentukan format

    narasi yang digunakan dalam penyajian suatu konstruksi realitas. Penggunaan

    bahasa ini berimplikasi pada bentuk konstruksi realitas dan makna yang

    dikandungnya. Hal tersebut karena hal-hal seperti setiap rangkaian kata, angka,

    dan simbol lain dalam bahasa mengandung makna. Mengutip Denis McQuail

    (1994) dalam Ibnu Hamad mengenai tiga tindakan yang biasa diakukan pekerja

    media, khususnya para komunikator massa dalam mengkonstruksi realitas,

    termasuk realitas politik. (Ibnu Hamad, 2004: 16-24)

  • 14

    1. Pemilihan kata (symbol)

    Media massa akan mempertimbangkan hal-hal yang dianggap memiliki nilai

    berita dari dari sebuah peristiwa politik. Dalam setiap wawancara terdapat banyak

    pilihan bagian dalam wawancara yang dapat dikutip atas pertimbangan tertentu.

    Simbol-simbol yang dipilih media massa akan mempengaruhi makna yang muncul

    dan membentuk sebuah arahan realitas yang dikonstruksi.

    2. Pemilihan fakta (framing)

    Pembentukan framing dengan memilih fakta tertentu untuk ditonjolkan,

    disembunyikan, bahkan dihilangkan hingga membentuk sebuah isu bermakna

    berdasarkan berbagai pertimbangan internal dan eksternal. Analisis ini untuk

    mengetahui perspektif atau pendekatan yang digunakan dalam

    mengkonstrukikan sebuah peristiwa.

    3. Menyediakan ruang atau tempat (space)

    Media massa memberikan ruang dan waktu untuk sebuah isu agar

    masyarakat akan lebih memperhatikan isu yang ditonjolkan tersebut. Sebuah

    berita yang ditempatkan di bagian headline tentu akan lebih banyak mendapat

    perhatian dibanding di bagian halaman dalam atau di pojok bawah. Apa yang

    disajikan media akan diingat masyarakat. Oleh karena itu, sebuah isu yang

    tidak dimuat oleh media akan jarang diperbincangkan meskipun mungkin isu

    tersebut penting untuk diketahui.

  • 15

    2.2 Online Journalism dalam Media Online

    Keterbatasan jarak dan waktu tidak lagi menjadi halangan untuk

    mendapatkan informasi mengenai berbagai peristiwa-peristiwa yang terjadi

    dibelahan bumi lain. Perkembangan teknologi yang semakin pesat membuat

    online journalism atau jurnalistik dalam bentuk online menjadi media yang

    menghilangkan batas-batas tersebut dengan media online. Online journalism

    memiliki fungsi yang berbeda dari jurnalisme jenis lainnya dengan menggunakan

    komponen teknologi internet sebagai faktor utama penentu dalam cakupan sebuah

    definisi.

    Menurut Chris A. Paterson (2008: 201) dalam bukunya Making Online

    News: The Ethnography of New Media Production, format media online

    mempertimbangkan pilihan publik untuk merespon (feedback), berinteraksi atau

    melakukan beberapa perubahan cerita (interactivity), menghubungkan satu cerita

    dengan cerita lainnya, mengarsipkan data, sumber dan menghubungkan dengan

    hyperlinks (hypertextuality), serta memungkinkan berita untuk dapat

    dikumpulkan, diedit. Dalam online journalism ini memungkinkan untuk

    memposting wawancara panjang yang tidak mungkin dimuat media cetak karena

    keterbatasan space atau ruang. Tidak hanya berita dalam bentuk tulisan, berita

    dengan format video, audio, foto juga dapat dipublikasikan dengan

    menguploadnya di situs berita. (Siapera dan Veglis, 2012)

    Internet hadir tidak hanya sebagai medium, namun juga sekaligus

    mempengaruhi gaya hidup kita, termasuk dalam hal bagaimana memproduksi dan

    mengonsumsi berita. Teknologi menyebabkan proses penyebaran informasi terjadi

    secara cepat menyebar dengan bantuan interconnected-networking atau internet.

  • 16

    Dalam dunia online journalism memiliki beberapa kelebihan dalam

    menyampaikan informasi kepada komunikan. Informasi mengenai berbagai

    peristiwa di belahan bumi lain dapat dengan mudah didapat hanya dalam kedipan

    mata. Hal tersebut tentu berbeda dengan media cetak dan elektronik seperti

    televisi dan radio. Namun kecepatan dalam menyampaikan informasi tersebut

    tidak berbanding lurus dengan kualitas dan kredibilitas informasi yang

    disampaikan kepada masyarakat.

    Atas dasar kecepatan, tuntutan traffic membuat lembaga berita online

    seringkali menyampaikan kepada masyarakat informasi yang belum selesai

    terverifikasi. Traffic merupakan kunjungan dan aktivitas pengguna internet dalam

    sebuah halaman situs. Semakin banyak jumlah pengunjung dalam sebuah situs,

    menyebabkan semakin banyak juga aktivitas yang dilakukkan di laman-laman

    situs maka jumlah traffic akan semakin meningkat. Traffic tersebut yang akan

    ditawarkan oleh media online kepada pengiklan untuk memperoleh penghasilan.

    Traffic berkaitan dengan daya tarik berita dengan menampilkan judul yang

    menarik, ruang interaktivitas seperti dalam halaman-halaman komentar, forum,

    commerce, games yang mencerminkan media baru interaktivitas situs (Margianto

    dan Syaefullah, 2013: 29-30). Tak jarang masyarakat tertipu dengan media online

    karena judul. Seringkali ditemukan berita-berita dengan judul yang bombastik

    namun setelah di-klik, isinya tidak sesuai dengan judul yang ditanyangkan.

    Dalam hal traffic tersebut, media online di Indonesia biasanya menerapkan

    breaking news atau berita yang dipecah-pecah. Menurut Margianto dan Syaefullah

    (2013: 32), berita-berita yang dipecah-pecah itu karena berita dalam format online

    haruslah cepat dan merupakan rangkaian perkembangan sebuah peristiwa. Hal

  • 17

    tersebut berdampak untuk melipatgandakan jumlah traffic yang dalam sisi

    ekonomi menguntungkan media. Tidak seperti berita media cetak, di Indonesia

    perkembangan berita dalam bentuk online biasanya lebih pendek atau terdiri dari

    empat paragraf yang khas. Media online juga tidak mengenal batasan ruang

    penulisan atau space seperti media cetak.

    Dalam perkembangannya, jika biasanya informasi baru bisa didapatkan

    keesokan harinya atau dalam jangka waktu tertentu setelah peristiwa, kini

    informasi dapat dengan cepat diketahui masyarakat dalam hitungan detik bahkan

    saat kejadian tengah berlangsung (Haryanto, 2014: 212). Sesuai dengan ungkapan

    speed is not a friend of accuracy. Adu kecepatan media dalam hal update dan

    mengalir dalam menampilakan berita secepat-cepatnya seringkali tidak dibarengi

    dengan akurasi. Haryanto (2014: 5) juga menyinggung mengenai jumlah staf yang

    tidak memadai di situs berita juga sering kali menjadi salah satu faktor lolosnya

    pengawasan terhadap data atau informasi yang didapat. Proses verifikasi dan

    konfirmasi yang belum pasti dapat menjadi sebuah berita. Tak jarang dalam berita

    online sering kali terjadi kesalahan kesalahan ejaan nama narasumber hingga

    subtansi berita.

    Media seolah tak peduli dengan kualitas berita termasuk kebenaran

    informasi. Linda Tangdiala, Pemimpin Redaksi Kabar24.com, mengakui bahwa

    dalam relasi berita-berita antara Kabar24.com dan Bisnis Indonesia, surat kabar

    lebih menampilakn berita yang bersifat indepth dan media online hanya berita-

    berita ringan saja. Padahal hal tersebut telah tercantum Kode Etik Wartawan

    Indonesia (KEWI) pasal 3 yang menyatakan, “Wartawan Indonesia selalu menguji

    informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini

  • 18

    yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tidak bersalah”. (Haryanto,

    2014: 39-40)

    2.3 Konstruksi Media Online

    Realitas konstruksi media massa adalah sebuah realitas yang diciptakan melalui

    segenap aktivitas media dalam membingkai realitas sosial (Hamad, 2004; McQuail,

    2010). Media online dalam menyusun realitasnya disusun menggunakan beragam

    simbol digital seperti emoticon, gambar, grafik, tulisan, warna, suara, musik (Pratama,

    2017: 81). Idealnya media media massa menampilkan berita yang berimbang atau

    cover both side. Dalam media online seringkali menyajikan berita yang hanya

    bersumber pada satu narasumber. Pada media online, prinsip keberimbangan tersebut

    tidak muncul dalam berita pertama, melainkan pada berita kedua, ketiga, dan

    selanjutnya karena konsep media online lebih kepada update dengan berita yang

    dipecah-pecah. Hal tersebut sehingga tak jarang menimbulkan kesalahan persepsi dan

    mis-interpretasi sebuah fakta.

    Sementara di sisi lain, seringkali dalam berita-berita yang bersifat tendensius

    berpotensi menyebabkan kerugian pada pihak tertentu. Namun, pihak yang merasa

    dirugikan tersebut tidak mendapat kesempatan mengklarifikasi berita dan opini publik

    sudah terlanjur terbentuk. Pihak yang dirugikan tersebut tetap merasa dirugikan, bahkan

    setelah berita klarifikasi yang merugikan tersebut muncul karena mereka anggap

    klarifikasi tersebut terlambat (Haryanto, 2014: 43). Jurnalis media online harus lebih

    hati-hati dalam pemberitaannya karena ruang lingkup media online yang lebih luas

    dibanding media cetak sehingga dampaknyapun dapat menjadi lebih besar.

  • 19

    2.4 Paradigma Hierarchy of Influences

    Dalam model Hierarchy of Influences ini terdapat tingkatan-tingkatan yang

    melingkupi media. Menurut Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese (1996)

    membuat klasifikasi hirarki atau tingkatan-tingkatan. Tingkatan-tingkatan itulah yang

    dapat menjelaskan adanya pengaruh terhadap berita yang dihasilkan dari sebuah

    realitas yang dikonstruksi. Lima tingkatan tersebut yakni faktor individual, faktor

    rutinitas media (media routin), faktor organisasi, faktor ekstra media, dan faktor

    ideologi.

    Pengaruh model “Hierarchy of Influences Theory”

    Ideological level

    Extramedia level

    Organization level

    Individual level

    Media Routines Level

    Gambar 1.

    (Sumber: Shoemaker dan Reese, 1996)

    1. Tingkat Individual (Individual Level)

    Pengaruh pertama adalah pengaruh yang disebabkan oleh pekerja individu.

    Paradigma ini melihat pada komunikator berupa karakteristik pekerja media (jenis

    kelamin, etnis), latar belakang individu dan pengalaman (agama, status sosial

    ekonomi orang tua), latar belakang profesional (latar belakang pendidikan,

    pengalaman profesi di bidang komunikasi. Sikap, nilai-nilai, dan kepercayaan

  • 20

    komunikator juga berpengaruh terhadap konten media massa secara tidak

    langsung.

    2. Tingkat Rutinitas Media (Media Routin)

    Isi media dipengaruhi oleh rutinitas media seperti kegiatan proses seleksi

    dan sortir itu terjadi dalam sebuah rutinitas kerja redaksional. Pemberitaan juga

    dipengaruhi dari bagaimana media menyusunnya. Dalam organisasi terdapat

    rutinitas yang mempengaruhi seperti kebijakan dan struktur organisasi media.

    Praktik organisasi semacam ini dimaksudkan sebagai pembagian kerja,

    efektivitas, dan pelimpahan wewenang, akhirnya berubah menjadi bentuk seleksi

    tersendiri. Hal tersebut dapat menghambat atau melanjutkan keputusan.

    3. Tingkat Organisasi (Organization Level)

    Pada banyak kasus tingkat organisasi media seringkali menimbulkan

    konflik. Contohnya ketika terjadi kedekatan antara wartawan dengan narasumber,

    namun disisi lain pihak editor justru mementingkan kebutuhan khalayak,

    ditambah adanya otoritas pihak-pihak yang berpengaruh dalam menyokong

    perekonomian (pengiklan) media.

    4. Tingkat Ekstramedia (Ekstramedia Level)

    Dalam pembentukan sebuah berita, narasumber memiliki pengaruh

    penting terhadap informasi yang dimiliki. Narasumber bisa saja menyediakan

    informasi kepada wartawan berupa kebohongan-kebohongan.

    5. Tingkat Ideologi (Ideology Level)

    Dengan ideologi yang berbeda, masyarakat atau suatu komunitas dapat

    membuat sebuah fenomena atau peristiwa yang sama dalam perspektif yang

    berbeda-beda. Setiap pekerja media dapat memiliki andil dalam mengkonstruksi

  • 21

    sebuah fakta sesuai dengan nilai-nilai yang dimiliki masing-masing individu yang

    dianutnya. Berita merupakan hasil dari refleksi kegiatan jurnalistik yang diproses

    oleh para pekerja media, mulai dari menulis kembali peristiwa sesuai kerangka

    yang digunakan wartawan dan kebijakan-kebijakan redaksional media.

    2.5 Konsep Framing

    Eriyanto (2012: 79) menjelaskan, framing adalah pendekatan untuk mengetahui

    bagaimana cara cara pandang atau perspektif yang digunakan wartawan ketika

    menyeleksi atau menulis berita. Perspektif tersebut menentukan realitas mana yang

    diambil, ditonjolkan, dan dihilangkan. Tujuan menampilkan pemberitaan yang

    menonjol tersebut untuk membuat aspek-aspek tertentu dari relitas yang diwacanakan

    agar lebih meaningful, memorable, dan noticable bagi khalayak pembaca.

    Ia juga menjelaskan perbedaan pola konstruksi dalam media massa

    menyebabkan bagaimana media memandang sebuah peristiwa berbeda. Dalam konsep

    framing hal yang paling menjadi titik fokus adalah bagaimana bagaimana framing

    tersebut dikembangkan oleh media, bukan apakah media memberitakan positif atau

    negatir. (Eriyanto, 2012: 7)

    Ada dua aspek dalam framing dalam buku Eriyanto (2012: 81-82) . Pertama,

    memilih fakta/realitas apa yang dipilih (included) atau dibuang (exluded) berdasarkan

    pada asumsi wartawan karena tidak mungkin melihat peristiwa tanpa perspektif.

    Perspektif dilakukan dengan memilih dan membuang angle atau fakta tertentu. Hal

    tersebut dapat membuat perbedaan pemahaman dan konstruksi antara satu media

    dengan media yang lainnya.

  • 22

    Kedua, menuliskan fakta. Proses ini berhubungan dengan bagaimana fakta

    tersebut disajikan melalui kata, kalimat, proposisi, dan dengan aksentuasi foto

    atau gambar yang digunakan, hal tersebut sebagai implikasi dari pemilihan aspek

    tertentu dalam realitas. Hal tersebut juga berkaitan dengan bagaimana fakta

    ditekankan melalui penempatan ruang (di headline depan, atau di bagian

    belakang), pengulangan, pemakaian grafis sebagai pendukung, pemakaian label

    tertentu dalam menggambarkan orang atau peristiwa dan lainnya. Isu yang

    mendapat porsi yang mencolok mempunyai kemungkinan lebih besar lebih

    diperhatikan dan mempengaruhi khalayak dalam memahami sesuatu.

    Konstruksi realitas yang dilakukan media tertentu tidak dianggap atau dimaknai

    sebagai hal yang biasa, karena apa yang dilaporkan media biasanya merupakan

    predisposisi perseptuil atau pandangan mereka ketika melihat dan meliput sebuah

    peristiwa.

    2.5.1 Model-model Framing

    Berikut ini adalah definisi framing yang dipaparkan para ahli. Meski

    dalam penjelasanya memiliki penekanan yang berbeda, namun secara garis besar

    memiliki penekanan bahwa realitas adalah bentukan media.

    Tabel 1.1

    Model-model Framing

    Robert N. Entman Proses seleksi dari berbagai aspek

    reallitas sehingga bagian tertentu dari

    peristiwa itu lebih menonjol ketimbang

    aspek lain. Ia juga menyertakan

    penempatan informasi-infomasi dalam

    konteks yang khas sehingga sisi tertentu

    mendapatkan alokasi lebih besar

    daripada sisi yang lain.

    William A. Gamson Cara bercerita atau gugusan ide-ide

    yang terorganisir sedemikian rupa dan

  • 23

    menghasilkan konstruksi makna dan

    peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan

    objek suatu wacana. Cara bercerita itu

    terbentuk dalam sebuah kemasan

    (package). Kemasan itu semacam skema

    atau struktur pemahaman yang digunakan

    individu untuk mengkonstruksi makna

    pesan-pesan yang ia sampaikan, serta

    untuk menafsirkan makna pesan-pesan

    yang ia terima.

    Todd Gitlin Strategi bagaimana realitas / dunia

    dibentuk atau disederhanakan

    sedemikian rupa untuk ditampilkan

    kepada khalayak pembaca. Peristiwa-

    peristiwa ditampilkan dalam

    pemberitaan agar tampak menonjol dan

    menarik perhatian khalayak pembaca.

    Itu dilakukan dengan seleksi,

    pengulangan, penekanan, dan presentasi

    akpek tertentu dari realitas.

    David E. Snow and Robert Sanforn Pemberian makna untuk

    menafsirkan peristiwa dan kondisi

    yang relevan. Frame

    mengkoordinasikan sistem

    kepercayaan dan diwujudkan dalam

    kata kunci tertentu, anak kalimat,

    cira tertentu, sumber informasi, dan

    kalimat tertentu.

    Amy Binder Skema interpretasi yang digunakan

    oleh individu untuk menempatkan,

    menafsirkan, mengidentifikasi, dan

    melabeli berita secara langsung atau

    tidak langsung. Frame mengorganisir

    peristiwa yang kompleks ke dalam

    bentuk dan pola yang mudah dipahami

    dan membantu individu untuk

    mengerti makna peristiwa.

    Zhondang Pan and Gerald M.

    Kosicki

    Strategi konstruksi dan memproses

    berita. Perangkat kognisi yang

    digunakan dalam mengkode

    informasi, menafsirkan peristiwa,

    dan dihubungkan dengan rutinitas

    dan konvensi pembentukan berita. Sumber: Eriyanto. 2011. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. Yogyakarta: LkiS.

    2.5.2 Framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki

  • 24

    Menurut Pan dan Kosicki, terdapat dua konsepsi mengenai framing. Pertama,

    framing dalam konsepsi psikologi yang menekankan pada proses internal bagaimana

    seseorang secara kognitif memproses suatu informasi dalam dirinya dalam cara

    pandang tertentu dengan menempatkan elemen tertentu dari informasi menjadi lebih

    menonjol dalam kognisi seseorang. Penyeleksian elemen-elemen tersebut menjadi

    penting dalam mempengaruhi pertimbangan dalam membuat keputusan tentang

    realitas. Kedua, framing dalam pandangan sosiologis. Berbeda dengan konsep

    psikologi yang lebih fokus terhadap proses internal pikiran, framing dalam konsep

    sosiologis lebih melihat bagaimana lingkungan sosial dikonstruksi seseorang. Framing

    dalam pandangan sosiologis yang lebih melihat pada bagaimana seseorang

    mengklasifikasikan, mengorganisasikan, dan menafsirkan pengalaman sosialnya untuk

    mengidentifikasi, memahami suatu realitas yang telah dilabeli dengan label tertentu

    sehingga seseorang dapat memahami dirinya dan relitas di luar dirinya. (Eriyanto,

    2012: 291)

    Framing dalam media dipahami sebagai perangkat kognisi untuk membuat

    kode, menafsirkan, dan menyimpan informasi. Informasi tersebut kemudian

    dikomunikasikan kepada khalayak yang semuanya dihubungkan dengan konvensi,

    rutinitas, dan praktik kerja profesional wartawan. Wartawan bukanlah satu-

    satunya agen yang menafsirkan dan mengkonstruksi realitas melainkan ada

    beberapa pihak yang saling berkaitan lainnya dalam proses penafsiran itu:

    wartawan, sumber, dan khalayak.

    Setiap pihak melakukan penafsiran dan mengkonstruksi realitas dengan

    penafsiran masing-masing, serta berusaha agar pemahamannya menjadi paling

    dominan dibanding lainnya. Menurut Eriyanto (2012: 292), wartawan

  • 25

    mengkonstruksi realitas tidak hanya menggunakan konsepsi di pikirannya tetapi

    juga ada hal lain yang dijadikan pertimbangan. Pertama, nilai sosial dalam diri

    wartawan yang mempengaruhi bagaimana relitas dipahami juga memiki andil

    dalam mengkonstruksi peristiwa. Nilai-nilai sosial dimiliki wartawan sebagai

    bagian dari lingkungan sosial dalam masyarakat. Kedua, wartawan

    mempertimbangkan khalayak dalam menulis rangkaian kata dan mengkonstruksi

    realitas sehingga nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakatpun ikut

    mempengaruhi pemaknaan dalam proses konstruksi tersebut. Ketiga, terlibatnya

    standar kerja, profesi jurnalistik, dan standar profesional wartawan juga

    menentukan proses konstruksi.

    Setiap berita memiliki frame yang berfungsi sebagai pusat dari organisasi

    ide atau makna. Untuk mengungkapkan pemaknaan dalam peristiwa, wartawan

    menggunakan perangkat atau tanda yang dimunculkan dan dihubungkan dalam

    teks seperti kutipan sumber, kata atau kalimat tertentu, latar informasi, lead,

    hubungan antar kalimat, foto, grafik, dan perangkat lainnya sehingga dapat

    dipahami khalayak.

    Frame berhubungan dengan makna. Melalui perangkat tanda yang

    dimunculkan dan dihubungkan tersebut secara struktural dapat diketahui dan diamati

    melalui aturan dan konvensi tertentu bagaimana seseorang memaknai sebuah

    peristiwa. Perangkat atau tanda tersebut dapat berfungsi sebagai perangkat framing

    karena dapat dikenal dan dialami, dapat dikonseptualisasikan ke dalam elemen yang

    konkret dalam suatu wacana. Pembuat berita dapat menyusun dan memanipulasi

    suatu wacana untuk dikomunikasikan kedakam kesadaran komunikasi. Terdapat

    empat struktur besar perangkat framing dalam pendekatan ini.

  • 26

    1. Sintaksis

    Sintaksis adalah struktur yang mengacu pada bagaimana cara wartawan

    menyusun fakta ke dalam bentuk umum berita. Struktur ini dapat diamai pada

    susunan dan bagan teks berita secara keseluruhan seperti lead yang digunakan,

    latar informasi, headline, pengutipan sumber berita. Teks berita mempunyai

    bentuk skema dimana susunan dan bagan berita dalam bentuk tetap dan teratur.

    Skema tersebut dapat menjadi panduan untuk mengetahui bagaimana wartawan

    memaknai sebuah fakta disusun. Struktur piramida terbalik (inverted pyramid)

    adalah salah satu yang paling poluler digunakan dalam skema teks berita dengan

    mengemukakan fakta/data dari yang terpenting di awal kemudian diikuti dengan

    fakta yang kurang penting di bawahnya. Struktur ini memudahkan pembaca dalam

    efisiensi waktu dan lebih menarik perhatian pembaca. Selain itu, bentuk ini juga

    memudahkan kerja editor dalam melakukan penyuntingan naskah (cutting) jika

    kolom atau ruang yang tersedia terbatas (Romli, 2009: 12). Skema ini dimulai

    dengan judul headline, lead, episode, latar, dan penutup.

    Dibandingkan bagian berita lain, menurut Keny Goshom dan Oscar H.

    Gandy (1995) yang dikutip Eriyanto (2012: 296-297) headline memiliki fungsi

    framing yang kuat dalam menunjukkan kecenderungan berita. Wartawan

    menggunakan headline untuk mengkonstruksi sebuah isu dengan menggunakan

    tanda tertentu. Tanda tanya digunakan untuk menunjukkan perubahan sedangkan

    tanda kutip digunakan untuk menunjukkan adanya jarak perbedaan. Sedangkan

    lead menunjukkan perspektif sudut pandang tertentu dari peritiwa yang

    diberitakan.

  • 27

    Bagian lain berita yang dapat menentukan arah pandangan khalayak

    adalah latar. Latar yang dipilih biasanya ditampilkan di awal sebelum perspektif

    wartawan yang sebenarnya muncul untuk memberikan kesan bahwa pendapat

    wartawan tersebut sangat beralasan. Pengutipan sumber dalam berita

    dimaksudkan untuk memberi tekanan bahwa apa yang ditulis wartawan tersebut

    semata-mata tidak hanya perspektif wartawan melainkan didukung oleh ahli yang

    kompeten sehingga pendapat tersebut lebih berbobot.

    2. Skrip

    Struktur skrip ini berhubungan dengan strategi bagaimana cara wartawan

    mengisahkan peristiwa ke dalam bentuk kisah dengan awal, adegan, klimaks, dan

    akhir yang mengaduk unsur emosi dan gaya bercerita yang dramatis untuk

    menarik perhatian pembaca. Pola umum yang digunakan adalah 5W + 1H (who,

    what, when, where, why, dan how). Setiap berita tidak selalu menampilkan pola

    ini, meskipun demikian kelengkapan unsur berita ini dapat menjadi penanda

    framing yang penting karena mempengaruhi kesan makna yang ditekankan.

    Dalam mengkonstruksi peristiwa, skrip memberikan tekanan bagian mana yang

    didahulukan untuk membuat kesan menonjol dan strategi untuk menyembunyikan

    informasi penting dengan menempatkan pada bagian akhir.

    3. Tematik

    Tematik berhubungan dengan bagaimana fakta ditulis. Semua perangkat

    seperti peristiwa yang diliput, pengutipan sumber dan pernyataan semata-mata

    untuk membuat dukungan yang logis bagi hipotesis wartawan. Pemakaian

  • 28

    kalimat, penulisan sumber, dan penempatan dalam teks berita secara keseluruhan.

    Elemen perangkat tematik yang dapat diamati di antaranya adalah koherensi:

    pertalian atau jalinan antar kata, proposisi atau kalimat.

    Proposisi dalam teks berita dapat dilihat dari kata hubung yang digunakan.

    Fakta berbeda dalam dua kalimat dapat dihubungkan dengan koherensi. Pertama,

    koherensi sebab-akibat yang ditandai dengan kata hubung “sebab” dan “karena”.

    Kedua, koherensi penjelas dengan kata hubung “dan” atau “lalu”. Ketiga,

    koherensi pembeda ditandai dengan tanda hubung “dibandingkan” atau

    “sedangkan”.

    4. Retoris

    Perangkat retoris digunakan untuk membuat citra, menekankan dan

    menonjolkan pesan tertentu dan meningkatkan gambaran yang diinginkan.

    Beberapa elemen struktur yang digunakan wartawan adalah leksikon, pemilihan

    dan pemakaian kata (designator) tertentu. Umumnya setiap fakta memiliki kata

    yang merujuk pada fakta tersebut. Setiap peristiwa yang sama dapat digambarkan

    dengan kata-kata yang berbeda sesuai sikap dan ideologi bagaimana wartawan

    memandang peristiwa.

    Penekanan kata juga dapat dilakukan dengan unsur grafis seperti huruf

    tebal, huruf miring, pemakaian garis bawah, ukuran huruf yang lebih besar,

    pemberian warna pada huruf, pemakaian caption, raster, grafik, gambar, tabel.

    Pemakaian elemen tersebut untuk menekankan makna penting hal tertentu dalam

    suatu pesan sehingga memberikan efek kognitif mendapat perhatian lebih dari

    khalayak.

  • 29

    2.5 Media dan Diplomasi

    Berdasarkan Oxford English Dictionary, diplomasi adalah: “management of

    international relations by negotiation; the method by which these relations are

    adjusted and managed by ambassadors and envoys; the business or art of the

    diplomat”. Diplomasi adalah tentang bagaimana cara mengatur hubungan

    internasional dengan negosiasi. Untuk menerapkan hubungan tersebut dilakukan

    dengan cara yang dikelola oleh duta (duta besar atau atase-atasenya) yang

    merupakan seni dari diplomasi. Tujuan dari proses diplomasi adalah untuk

    mewujudkan kepentingan nasional (national interest). Adanya diplomasi

    menyebabkan terjadinya interaksi dari berbagai bangsa yang diatur dengan aturan

    internasional. Aturan ini agar proses tersebut berjalan sesuai standar internasional

    sehingga akan mencipta kondisi negara-negara yang damai sehingga setiap masing-

    masing negara dapat berfokus pada peningkatan kesejahteraan bangsanya.

    (Supriyatno, 2014: 159)

    Media massa mempunyai peranan penting dalam proses kebijakan luar

    negeri yang tak dapat terbantahkan. Pemberitaan media berpengaruh terhadap

    kebijakan nasional atau kebijakan luar negeri suatu negara. Media mampu untuk

    mendefinisikan situasi dan berunding legitimasi untuk sebuah peristiwa dan

    menurut ukuran tertentu (agenda setting funcions) dan sebagai alat propaganda

    media dalam membentuk dan melaksanakan kebijakan luar negeri. Media dapat

    menjadi katalisator dan dapat benar-benar mengklarifikasi atau mengubah sebuah

    isu. Fungsi lainnya media dapat mempercepat menghambat kebijakan pemerintah

    dalam hal kebijakan luar negeri. Meskipun semua pengaruh dalam kebijakan luar

  • 30

    negeri, media tidak dapat mengubah kebijakan-kebijakan atau mendikte kebijakan

    politik. (Malek, 1997: 39)

    Lebih dari itu, menurut Yoel Cohen (1986: 8) banyak unsur diplomasi

    media menjadi bagian dari pola-pola:

    1. Media adalah sumber informasi dan gagasan untuk beberapa langkah-langkah

    proses kebijakan luar negeri.

    2. Media menghubungkan publik kepada pembuat kebijakan dalam bertindak

    sebagai sebuah forum debat terkait kebijakan luar negeri dan merefleksikan

    perbedebatan tersebut kedalam opini publik untuk pembuat kebijakan.

    3. Diplomasi media erat kaitannya dengan konsep pengaruh; media menentukan

    bagian dan subjek mana yang dipilih dan diolah; media merubah kebijakan.

    4. Diplomasi media berfokus bagaimana media menghubungkan pembuat

    kebijakan (policy makers) untuk pemerintah luar negeri dan untuk khalayak.

    Indonesia juga tidak bisa melepaskan diri dari peran media massa. Di satu

    sisi, agar media dapat menjalankan fungsi dan perannya, media membutuhkan

    pemberitaan terkait Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung. Salah

    satu yang paling penting adalah dalam hal kebijkan luar negeri. Di lain sisi,

    Indonesia juga membutuhkan media untuk agenda publikasi ringan dan untuk

    kepentingan-kepentingan khusus dalam berbagai hal seperti ekonomi, sosial,

    budaya.

    Selain itu, mengingat pemilik dan praktisi Tempo dan The Jakarta Post

    merupakan warga Indonesia yang tentu saja memiliki nasionalisme, maka bukan

    tidak mungkin ada kecenderungan untuk mendukung pemerintah. Media massa

  • 31

    juga merupakan industri yang menitikberatkan pada keuntungan. Media massa

    Indonesia juga membutuhkan kebebasan usaha untuk melakukan penetrasi dan

    ekspansi global mereka dengan dukungan dari pemerintah Indonesia. Meskipun

    demikian, media massa tidak selalu mendukung kebijakan negaranya mengingat

    pluralisme dan prinsip kebebasan yang ada. Sesekali timbul kritikan terhadap

    suatu kebijakan dengan tajam dan tidak sealur. Begitu juga dengan media di

    Indonesia, Tempo dan The Jakarta Post. Media tersebut memiliki peran penting

    dalam agenda diplomasi kasus narkoba Bali Nine.

    Diplomasi memiliki beberapa perbedaan dengan propaganda. Propaganda

    lebih ditunjukkan untuk masyarakat internasional dibanding dengan

    pemerintahannya dan propaganda lebih mengedepankan kepentingan dari satu

    pihak saja. Hal tersebut tentu saja berbeda dengan diplomasi yang

    mengedepankan negosiasi untuk kepentingan bersama. Media massa seperti

    Tempo dan The Jakarta Post memiliki peran besar untuk meyakinkan publik

    domestik dan internasional dalam mempengaruhi opini publik bahwa kebijakan

    negara yang dilakukan adalah sesuatu yang benar dan mendapat dukungan

    masyarakat.