bab ii kajian pustaka 2.1 landasan teorierepo.unud.ac.id/15119/3/0315351209-3-bab_ii.pdf · bab ii...

30
11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian efektivitas dan efisiensi Setiap perusahaan apapun bentuk dan jenisnya pasti menginginkan perolehan keuntungan secara optimal. Untuk mencapai tujuan tersebut, manajemen perusahaan dituntut untuk dapat mengelola sumber daya-sumber daya produksi yang dimiliki oleh perusahaan secara efektif dan efisien. Ada beberapa teori yang mengemukakan tentang pengertian efektivitas, antara lain : (1) Menurut Hani Handoko (1999 : 46) efektivitas merupakan suatu kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (2) Komarrudin (1997 : 148) menyatakan efektivitas sebagai suatu keadaan yang menunjukkan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (3) Menurut Supriyono (2000 : 67) efektivitas adalah hubungan antara keluaran pusat pertanggungjawaban dengan tujuannya. (4) Zulian Yamit (1998 : 14) menyatakan efektivitas adalah suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target yang dapat tercapai baik secara kualitas maupun waktu, orientasinya pada keluaran (output) yang dihasilkan. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa efektivitas merupakan suatu kondisi yang menyatakan tingkat keberhasilan pelaksanaan aktivitas atau kegiatan dalam usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Upload: ngodat

Post on 08-May-2018

218 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian efektivitas dan efisiensi

Setiap perusahaan apapun bentuk dan jenisnya pasti menginginkan perolehan

keuntungan secara optimal. Untuk mencapai tujuan tersebut, manajemen

perusahaan dituntut untuk dapat mengelola sumber daya-sumber daya produksi

yang dimiliki oleh perusahaan secara efektif dan efisien.

Ada beberapa teori yang mengemukakan tentang pengertian efektivitas, antara

lain : (1) Menurut Hani Handoko (1999 : 46) efektivitas merupakan suatu

kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (2) Komarrudin (1997 : 148) menyatakan

efektivitas sebagai suatu keadaan yang menunjukkan kegiatan manajemen dalam

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (3) Menurut Supriyono (2000 : 67)

efektivitas adalah hubungan antara keluaran pusat pertanggungjawaban dengan

tujuannya. (4) Zulian Yamit (1998 : 14) menyatakan efektivitas adalah suatu

ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target yang dapat tercapai baik

secara kualitas maupun waktu, orientasinya pada keluaran (output) yang

dihasilkan. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan

bahwa efektivitas merupakan suatu kondisi yang menyatakan tingkat keberhasilan

pelaksanaan aktivitas atau kegiatan dalam usaha untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan.

12

Selain telah dijelaskan pengertian mengenai efektivitas, ada beberapa teori

yang mengemukakan tentang efisiensi antara lain : (1) Efisiensi menurut Halim

(2002 : 130) merupakan suatu perbandingan antara besarnya biaya yang

dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang

diterima. (2) Efisien menurut Mardiasmo (2002 : 4) merupakan pencapaian output

yang maksimal dengan input tertentu atau penggunaan input yang terendah untuk

mencapai output tertentu. Efisiensi merupakan perbandingan output dengan input

yang dikaitkan dengan standar kinerja atau target yang telah ditetapkan. (3)

Efisiensi menurut Indra Bastian (2001 : 336) adalah hubungan antara input dengan

output dimana penggunaan barang dan jasa yang dibeli oleh organisasi untuk

mencapai output tertentu. (4) Menurut Mulyadi (2003 : 36) efisien merupakan

rasio perbandingan antara keluaran dengan masukan.

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa efisiensi merupakan

suatu ukuran yang menggambarkan perbandingan antara masukan dengan

keluaran. Semakin sedikit masukan yang dikonsumsi untuk menghasilkan

keluaran, semakin efisien aktivitas di dalam mengkonsumsi masukan. Atau

semakin banyak keluaran yang dapat dihasilkan dari konsumsi masukan tertentu,

semakin produktif aktivitas yang dilakukan oleh manajemen dalam menghasilkan

keluaran.

Efektivitas dan efisiensi aktivitas dalam suatu perusahaan saling terkait satu

dengan lainnya dalam mencapai apa yang menjadi target atau tujuan perusahaan.

Semakin efisien aktivitas perusahaan yang dilakukan untuk menghasilkan

13

keluaran, maka aktivitas perusahaan dalam mencapai kinerja atau target yang

telah ditetapkan akan semakin efektif.

2.1.2 Pengertian cost effectiveness

Mulyadi (2003 : 37) menyatakan bahwa cost effectiveness merupakan suatu

ukuran seberapa efektif sumber daya organisasi dimanfaatkan untuk

melaksanakan value-added activity dalam menghasilkan keluaran yang digunakan

untuk memenuhi kebutuhan customers. Customers akan memilih produsen yang

mampu menghasilkan produk barang maupun jasa yang berkualitas dengan harga

jual yang berlaku di pasar dunia. Harga jual tersebut hanya dapat dipenuhi oleh

produsen yang berkelanjutan melakukan pengelolaan terhadap aktivitas penambah

nilai dan menghilangkan aktivitas bukan penambah nilai bagi customers. Pada

hakikatnya aktivitas bukan penambah nilai adalah suatu pemborosan sehingga

perlu dilakukan pengelolaan. Tujuan pengelolaan aktivitas adalah penghilangan

pemborosan, dan dengan hilangnya pemborosan tersebut biaya dapat berkurang.

Pemborosan diakibatkan oleh adanya aktivitas bukan penambah nilai dan aktivitas

penambah nilai yang tidak dilakukan secara efisien. Dengan demikian cost

effectiveness menjadi salah satu faktor untuk memiliki daya saing jangka panjang

di pasar.

Untuk menjadikan kegiatan bisnisnya efektif, manajemen berusaha melakukan

pengelolaan aktivitas (activity management). Manajemen dengan berdasarkan

aktivitas (activity based management-ABM) merupakan pendekatan untuk

mengelola bisnis dengan mengidentifikasi aktivitas-aktivitas operasi utama,

menentukan sumber-sumber daya apa yang dikonsumsi oleh setiap aktivitas,

14

mengidentifikasi apa yang menyebabkan konsumsi sumber daya dari setiap

aktivitas tersebut, dan mengkategorikan aktivitas-aktivitas yang memberi nilai

tambah dan yang tidak memberikan nilai tambah bagi sebuah produk. Manajemen

berdasarkan aktivitas adalah pendekatan terintegrasi di seluruh sistem yang

mengarahkan perhatian manajemen pada aktivitas-aktivitas dengan tujuan

meningkatkan nilai pelanggan dan laba perusahaan (Hansen and Mowen, 2001 :

913). Mulyadi (1998 : 260) menyatakan bahwa pengelolaan aktivitas dilaksanakan

melalui empat langkah sebagai berikut :

1) Pemilihan atau seleksi aktivitas penambah nilai (activity selection)

Seleksi aktivitas melibatkan pemilihan diantara seperangkat aktivitas yang

berbeda yang disebabkan oleh strategi-strategi persaingan. Strategi yang

berbeda menyebabkan aktivitas yang berbeda. Strategi yang dipilih adalah

strategi yang berbiaya terendah. Jadi seleksi aktivitas dapat mempunyai

pengaruh yang signifikan pada pengurangan biaya.

2) Pembagian aktivitas penambah nilai (activity sharing)

Pembagian aktivitas dilakukan dengan cara menggunakan skala ekonomi yaitu

dengan meningkatkan aktivitas ke tingkat skala ekonomi. Dengan menaikkan

aktivitas sampai ke tingkat skala ekonomi, tanpa disertai dengan kenaikan

total biaya aktivitas itu sendiri, pengurangan biaya per satuan akan diperoleh.

Dengan menurunnya biaya satuan aktivitas, biaya yang akan dirunut ke

produk akan menurun.

3) Pengurangan aktivitas bukan penambah nilai (activity reduction)

15

Pengurangan aktivitas dapat mengurangi waktu dan sumber daya-sumber daya

yang diperlukan. Dalam strategi jangka pendek, pengurangan aktivitas adalah

untuk memperbaiki non-value added activities sampai dengan aktivitas

tersebut dieliminir. Contohnya aktivitas pemindahan, waktu dan biaya untuk

pemindahan komponen antar departemen dapat dikurangi dalam jumlah besar

yang artinya terjadinya pengurangan biaya.

4) Penghilangan aktivitas bukan penambah nilai (activity elimination)

Eliminasi aktivitas memusatkan pada aktivitas yang tidak bernilai tambah.

Aktivitas yang tidak bernilai tambah diidentifikasi, dan diukur untuk

mengeliminir aktivitas-aktivitas tersebut.

Konsep cost effectiveness juga memiliki beberapa keunggulan. Mulyadi (1998

: 445) menyatakan bahwa beberapa keunggulan konsep cost effectiveness, antara

lain :

1) Konsep cost effectiveness memasukkan customers ke dalam model

pengukuran kinerja sehingga memungkinkan manajemen memfokuskan

usahanya untuk melalukan improvement terhadap proses berdasarkan sudut

pandang customers.

2) Konsep cost effectiveness menganalisis proses menjadi aktivitas penambah

nilai dan aktivitas bukan penambah nilai, sehingga memungkinkan manajemen

melakukan pengelolaan aktivitas untuk menghasilkan pengurangan biaya

secara signifikan bagi kepentingan customers.

16

2.1.3 Konsep cost efficiency

Cost efficiency menunjukkan seberapa efisien suatu aktivitas mengkonsumsi

sumber daya dalam menghasilkan keluaran (Mulyadi, 2003 : 36). Efisien

merupakan rasio antara keluaran dengan masukan. Semakin sedikit masukan yang

dikonsumsi untuk menghasilkan keluaran, semakin efisien aktivitas di dalam

mengkonsumsi masukan. Atau semakin banyak keluaran yang dapat dihasilkan

dari konsumsi masukan tertentu, semakin produktif aktivitas yang dilakukan oleh

manajemen di dalam menghasilkan keluaran.

Keefektifan program kualitas berbagai perusahaan sangat bervariasi. Terbukti

masih banyaknya perusahaan yang belum melakukan pengendalian kualitas secara

optimal, sehingga masih banyak pekerjaan yang tidak sesuai dengan persyaratan

yang menyebabkan banyak terjadi kegagalan atau pemborosan. Hal ini tentu

mengakibatkan bertambahnya biaya yang dikeluarkan dan pemborosan waktu

yang berarti tidak efisiennya penggunaan faktor-faktor produksi. Dengan

melakukan pengendalian kualitas yang terus-menerus berarti manajemen telah

melakukan upaya peningkatan efisiensi.

2.1.4 Mengukur cycle efficiency suatu proses

Proses terdiri dari berbagai aktivitas untuk mengelola masukan menjadi

keluaran. Oleh karena keluaran suatu proses digunakan untuk memuaskan

kebutuhan customers, maka aktivitas yang dihasilkan untuk menghasilkan

keluaran perlu dihubungkan dengan kebutuhan customers, untuk menentukan

diperlukan atau tidaknya aktivitas ditinjau dari sudut pandang customers. Dari sini

timbullah konsep aktivitas penambah nilai (value-added activity) dan aktivitas

17

bukan penambah nilai (non-value added activity). Ukuran efisiensi proses

produksi barang atau jasa dapat dihitung dengan membandingkan processing

activities atau value-added activities dengan throughput activities yang lebih

dikenal dengan istilah cycle efficiency (Mulyadi, 1998 : 441). Seberapa besar

aktivitas bukan penambah nilai dikurangi dan dihilangkan dari proses pembuatan

produk atau jasa dapat diukur melalui cycle efficiency dengan rumus :

Cycle efficiency = Value-Added Activities

Throughput Activities

Dalam proses produksi barang dan jasa diperlukan throughput activities yang

merupakan keseluruhan kegiatan yang diperlukan untuk menghasilkan produk

atau jasa. Adapun throughput activities dapat dicari dengan cara sebagai berikut :

Throughput Activities = Value-Added Activities + Non-Value Added Activities

Cycle efficiency suatu proses juga dapat dihitung berdasarkan waktu. Ukuran

operasional berdasarkan waktu ini dikenal dengan istilah manufacturing cycle

efficiency (Hansen and Mowen, 1997 : 503). Manufacturing cycle efficiency

(MCE) dapat dihitung dengan rumus :

MCE = ggu. waktu tunn pemeriksaa waktu pemindahan waktu pemrosesanwaktu

pemrosesanwaktu

Waktu pemrosesan adalah waktu yang diperlukan untuk mengubah bahan

baku menjadi barang jadi. Aktivitas lainnya diidentifikasi sebagai aktivitas tidak

bernilai tambah. Jadi, idealnya adalah mengeliminasi aktivitas tidak bernilai

tambah dengan mengurangi waktu untuk masing-masing menjadi nol. Bila hal ini

dapat dilakukan, nilai MCE akan menjadi 1,0. Dengan peningkatan MCE

(mendekati 1,0), waktu siklus non-value added activities akan menurun.

18

2.1.5 Value-added activities dan non-value added activities

Sistem akuntansi biaya memfokuskan strategi produksinya pada aktivitas-

aktivitas yang mengkonsumsi sumber daya dan sumber daya yang dikonsumsi

menimbulkan biaya. Setelah mengklasifikasikan aktivitas-aktivitas yang ada maka

selanjutnya aktivitas-aktivitas mana saja yang tergolong value-added activities

dan non-value added activities. Menurut Simamora (2002 : 27) value-added

activities adalah aktivitas yang meningkatkan jasa produk bagi pelanggan. Value-

added activities adalah aktivitas yang diperlukan dalam menghasilkan nilai bagi

konsumen karena aktivitas ini dapat menambah nilai kepada sebuah produk atau

jasa. Aktivitas ini diperlukan untuk dapat bertahan dalam bisnis. Aktivitas-

aktivitas ini membutuhkan penggunaan sumber daya dan biaya-biaya yang terkait

yang berguna untuk memberikan kontribusi kepada jasa, mutu, dan biaya produk

akhir. Beberapa value-added activities merupakan aktivitas yang harus

dilaksanakan (required activities) yaitu aktivitas yang diwujudkan oleh peraturan

yang dikeluarkan pihak berwenang. Beberapa value-added activities lainnya

merupakan aktivitas kebijakan (discretionary activities). Value-added activities

memiliki sifat :

1) Aktivitas tersebut menyebabkan perubahan keadaan

2) Perubahan keadaan tidak dapat dicapai dengan aktivitas sebelumnya

3) Aktivitas tersebut memungkinkan aktivitas lain dapat dilaksanakan

Aktivitas bukan penambah nilai (non-value added activities) merupakan

aktivitas yang tidak diperlukan dalam menghasilkan nilai bagi konsumen.

Aktivitas yang tidak memenuhi ketiga ataupun salah satu dari tiga kriteria

19

aktivitas penambah nilai merupakan aktivitas bukan penambah nilai. Aktivitas

yang tidak menambah nilai merupakan aktivitas selain aktivitas yang mutlak

esensial untuk dapat bertahan dalam bisnis. Menurut Simamora (2002 : 117)

aktivitas yang tidak bernilai tambah merupakan aktivitas yang berkaitan dengan

produksi yang menambah biaya kepada suatu produk dan jasa namun tidak

meningkatkan nilai pasarnya.

Menurut Hansen and Mowen (1997 : 916) terdapat lima aktivitas yang bersifat

pemborosan dan tidak perlu dilakukan, yaitu :

1) Penjadwalan, yaitu aktivitas menentukan kapan suatu produk diproses atau

beberapa set up yang harus dilakukan. Penjadwalan merupakan suatu aktivitas

yang menggunakan waktu dan sumber daya untuk menentukan kapan produk

yang berbeda memiliki akses ke proses-proses (atau kapan dan berapa jumlah

persiapan harus dilakukan) dan bagaimana cara memproduksinya.

2) Pemindahan, yaitu aktivitas memindahkan barang-barang dari satu

departemen ke departemen lainnya.

3) Penungguan, yaitu aktivitas menunggu barang yang akan diolah dan diproses

pada proses berikutnya.

4) Inspeksi, yaitu aktivitas pemeriksaan agar produk sesuai dengan spesifikasi

yang diharapkan.

5) Penyimpanan, yaitu aktivitas menyimpan barang sebagai persediaan.

Aktivitas penambah nilai dan bukan penambah nilai ini akan menimbulkan

biaya. Biaya yang ditimbulkan adalah biaya penambah nilai (value-added cost)

dan biaya bukan penambah nilai (non-value added cost). Biaya yang menambah

20

nilai adalah biaya yang disebabkan oleh aktivitas-aktivitas yang menambah nilai

yang dilakukan dengan efisiensi sempurna. Sedangkan biaya yang tidak bernilai

tambah adalah biaya yang disebabkan oleh aktivitas-aktivitas yang tidak

menambah nilai atau kinerja yang tidak efisien dari aktivitas penambah nilai.

Penentuan atau pemisahan antara aktivitas yang bernilai tambah dengan

aktivitas yang tidak bernilai tambah sangat penting dilakukan oleh manajemen

karena dengan pemisahan kedua aktivitas tersebut akan tampak aktivitas mana

yang benar-benar diperlukan dalam suatu perusahaan dan aktivitas mana yang

merupakan pemborosan dan seharusnya tidak dibebankan ke produk. Pemisahan

ini perlu agar manajemen dapat memusatkan perhatiannya untuk mengurangi

bahkan menghilangkan aktivitas yang tidak bernilai tambah yang tentu saja akan

dapat menimbulkan biaya.

2.1.6 Pengertian strategic cost reduction

Lingkungan bisnis yang kompetitif menuntut personel perusahaan untuk

mampu mengurangi biaya dalam jumlah yang signifikan dan untuk jangka waktu

panjang. Pengurangan biaya seperti ini disebut sebagai pengurangan biaya yang

bersifat strategis (strategic cost reduction). Berikut ini disajikan fakta yang

berkaitan dengan strategic cost reduction (Mulyadi, 2003 : 408).

1) Strategic cost reduction mencakup jangka waktu panjang. Dengan ini

strategic cost reduction memerlukan sistem informasi biaya yang mencakup

jangka panjang, yang dapat menghasilkan informasi product life cycle costs.

2) Strategic cost reduction akan efektif jika difokuskan pada tahap perencanaan,

bukan pada tahap implementasi rencana.

21

3) Strategic cost reduction menjadikan pengurangan biaya bagian strategi untuk

menempatkan perusahaan pada posisi kompetitif, sehingga mencakup

keseluruhan rantai nilai (value chain), bukan hanya pengurangan biaya pada

tahap produksi, apalagi hanya berkaitan dengan pengurangan biaya tenaga

kerja.

4) Pencatatan biaya yang telah terjadi tidak dapat mempengaruhi perilaku

manajemen di dalam mengkonsumsi sumber daya, sedangkan strategic cost

reduction membutuhkan sistem informasi biaya yang dapat mempengaruhi

perilaku manajemen dalam melakukan improvement secara berkelanjutan.

Menurut Mulyadi (1998 : 234) strategic cost reduction adalah pengurangan

biaya secara strategis yang dilakukan oleh pihak manajemen untuk menempatkan

perusahaan pada posisi yang kompetitif. Strategic cost reduction adalah sebuah

pendekatan yang dilakukan perusahaan dalam mengambil langkah baru untuk

menciptakan dan menjaga kompetensi keunggulan perusahaan dalam jangka

panjang. Pengurangan biaya dalam strategic cost reduction merupakan tindak

lanjut dari kegagalan traditional cost reduction yang berfokus pada pemotongan

biaya gaji dan upah serta penghapusan pekerjaan. Pemotongan biaya gaji dan

upah tenaga kerja hanya dapat mengurangi biaya dalam jangka pendek yang

berdampak pada penurunan kualitas produk dan jasa yang ditawarkan. Strategic

cost reduction melakukan pemotongan biaya yang bersifat jangka panjang tanpa

menurunkan kualitas produk atau jasa yang ada.

Strategic cost reduction adalah pendekatan jangka panjang yang

mengintegrasikan strategi bersaing, strategi teknologi, strategi manajemen sumber

22

daya manusia dan desain organisasi untuk mencapai keunggulan perusahaan

(Brinker, 1993 : 155). Strategic cost reduction memfokuskan pada pengurangan

biaya pada penyebab timbulnya pemborosan yaitu kualitas. Jika dalam

aktivitasnya perusahaan mampu melaksanakan peningkatan kualitas secara

berkelanjutan, biaya pembuatan produk akan berkurang sebagai hasil dari

peningkatan kualitas tersebut.

Pengurangan biaya dalam strategic cost reduction terjadi setelah hasil

peningkatan bertahap terhadap 1) kualitas, 2) keandalan (dependability), dan 3)

kecepatan (speed) (Mulyadi, 1998 : 234). Peningkatan kualitas membantu

peningkatan keandalan, peningkatan kualitas dan keandalan meningkatkan

kecepatan, dan pada akhirnya dampak kumulatif peningkatan tiga hal tersebut

menghasilkan efisiensi biaya (Brinker, 1993 : 56). Improvement terhadap kualitas,

keandalan, dan kecepatan perusahaan sebagai penghasil produk inilah yang

sesungguhnya mengakibatkan pengurangan total biaya yang dibebankan kepada

customers. Improvement terhadap tiga hal tersebut tidak dapat dilaksanakan

melalui pendekatan jangka pendek, partial (hanya difokuskan pada biaya

tertentu), dan periodik, namun harus dilaksanakan melalui pendekatan jangka

panjang, bersistem (system approach), dan berkelanjutan. Implikasi dari

pengurangan biaya jangka panjang yang sukses didapat secara tidak langsung

melalui keberhasilan dari strategi-strategi lain. Oleh karena itu strategic cost

reduction harus selalu menyertai strategi bersaing perusahaan

23

2.1.7 Syarat-syarat strategic cost reduction

Untuk memperbaiki efektifitas program pengurangan biaya, pertama kali

harus dinyatakan bahwa pengurangan biaya harus bersifat strategis untuk

menempatkan perusahaan pada posisi kompetitif dalam persaingan pasar. Mulyadi

(1998 : 253) menyatakan bahwa persyaratan untuk melakukan pendekatan

strategis dalam pengurangan biaya adalah sebagai berikut :

1) Manajemen harus memiliki tujuan yang jelas,

2) Pemotongan biaya harus berorientasi jangka panjang,

3) Manajemen harus memiliki sifat yang proaktif dalam mengelola biaya, dan

4) Manajemen harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang sifat biaya.

2.1.8 Perbedaan traditional cost reduction dengan strategic cost reduction

Sebenarnya upaya pengurangan biaya telah dilakukan sejak dulu. Menurut

Mulyadi (1998 : 238) program pengurangan biaya di masa lalu umumnya berupa

crash program yang mengalami kegagalan berkaitan dengan sifat-sifat traditional

cost reduction. Adapun sifat-sifat traditional cost reduction adalah sebagai

berikut:

1) Tidak ada tujuan yang jelas

Suatu program pengurangan biaya yang tidak jelas tujuannya, dan yang tidak

dikaitkan dengan usaha untuk mencapai posisi kompetitif di pasar tidak mampu

membangkitkan semangat personel untuk mewujudkan program. Semangat besar

sangat diperlukan dalam program pengurangan biaya, karena pada dasarnya

pengurangan biaya menuntut perubahan mendasar dalam cara kerja dan setiap

perubahan memerlukan pengorbanan dari personel.

24

2) Berorientasi jangka pendek

Traditional cost reduction berfokus pada usaha menurunkan biaya dalam

jangka pendek, sehingga pada saat program mencapai tujuan jangka pendeknya,

program tersebut kemudian dihentikan. Sebagai akibatnya biaya kembali

mengalami kenaikan.

3) Bersifat reaktif

Program pengurangan biaya di masa lalu merupakan reaksi terhadap

perubahan drastis yang terjadi, bukan bagian dari strategi untuk menjadikan

perusahaan mencapai posisi kompetitif di pasar. Karena reaktif, program

pengurangan biaya lebih merupakan manajemen kritis sehingga alternatif yang

dipilih didasarkan pada langkah-langkah yang dalam waktu singkat menghasilkan

pengurangan biaya yang signifikan.

4) Tidak adanya pengetahuan memadai mengenai sifat biaya

Program pengurangan biaya di masa lalu, disamping bersifat reaktif dan

berjangka pendek, juga dilandasi kekurangpahaman manajemen terhadap sifat

biaya. Biaya yang paling rentan untuk dikurangi adalah biaya tenaga kerja

langsung karena menurut pemahaman manajemen tradisional biaya ini memicu

biaya yang lain.

5) Tidak tersedia informasi tentang penyebab terjadinya biaya

Sistem akuntansi biaya tradisional tidak menyediakan informasi tentang

aktivitas yang menyediakan penyebab terjadinya biaya. Padahal, hanya dengan

melakukan pengelolaan terhadap aktivitas (aktivitas dipilih, dibagi bebannya,

25

dikurangi, atau dihilangkan) biaya dapat dikurangi dalam jumlah signifikan dalam

jangka panjang.

Program pengurangan biaya di masa lalu umumnya diwujudkan dalam bentuk

(Mulyadi, 2003 : 411) :

1) Pendekatan teknologi

Perusahaan melakukan penggantian tenaga kerja dan teknologi, namun

implementasi pendekatan teknologi ini memerlukan dana, waktu, proses, inovasi

yang efektif, serta karyawan yang fungsional.

2) Lean and mean

Pendekatan ini memfokuskan sasarannya ke pengurangan jumlah karyawan,

bukan pengurangan pekerjaan. Dalam jangka pendek, perusahaan yang padat

karya (labor intensif) akan menikmati hasil program pengurangan biaya, namun

dalam jangka panjang, program pengurangan biaya ini akan menemui kegagalan,

karena pekerjaan yang tidak efisien tidak pernah direkayasa kembali

(reengineering) untuk menjadikan biaya perusahaan berkurang.

3) Pemindahan operasi ke lokasi yang upah tenaga kerjanya rendah

Perusahaan yang menempuh strategi pemindahan operasi ke lokasi akan

mempertinggi biaya permulaan (start-up cost) dari yang diperkirakan sebelumnya,

sementara kualitasnya lebih rendah dan waktu penyerahan lebih lama.

4) Merger

Masalah dari program ini akan timbul dari perbedaan gaya, kultur organisasi,

teknologi masing-masing perusahaan yang dimerger.

26

5) Diversifikasi

Diversifikasi seringkali memperluas operasi perusahaan yang bukan menjadi

kompetensi inti (core competencies) sehingga mengakibatkan kesulitan

pengembangan dan implementasi produk baru, teknologi, dan sistem distribusi,

yang sebagai akibatnya biaya lebih tinggi daripada yang diperkirakan sebelumnya.

Sedangkan strategic cost reduction menurut Mulyadi (2003 : 443) memiliki

sifat-sifat sebagai berikut :

1) Bertujuan untuk menempatkan perusahaan pada posisi yang kompetitif.

Strategic cost reduction hanya akan berhasil jika diarahkan untuk

menempatkan perusahaan pada posisi kompetitif dalam jangka panjang. Strategic

cost reduction merupakan strategi jangka panjang yang memadukan strategi untuk

menempatkan perusahaan pada posisi yang kompetitif, strategi teknologi, strategi

SDM, dan desain organisasi. Oleh karena biaya dalam jangka panjang

memerlukan energi yang luar biasa besarnya, perlu diarahkan untuk tujuan

penempatan perusahaan pada posisi yang kompetitif. Sehingga tujuan tersebut

mampu membangkitkan semangat di kalangan personel perusahaan.

2) Berlingkup luas (system thinking)

Strategic cost reduction dilandasi dengan cara berpikir sistem berlingkup luas

yang mencakup keseluruhan aspek manajemen. Untuk menempatkan perusahaan

pada posisi kompetitif, keseluruhan aspek manajemen tersebut harus berkualitas,

sehingga secara konsisten perusahaan mampu menghasilkan produk dan jasa

berkualitas.

27

3) Berjangka panjang

Strategic cost reduction harus merupakan usaha berjangka panjang yang

membentuk gaya manajemen tertentu, agar penurunan biaya menjadi suatu

program yang mampu bertahan lama.

4) Bersifat berkelanjutan

Strategic cost reduction dilandasi dengan semangat untuk melakukan

improvement berkelanjutan yang tertanam dalam inti personel. Semangat ini perlu

diarahkan pada peningkatan value bagi konsumen, agar improvement yang

dilaksanakan terhadap proses membuahkan hasil yang bermanfaat untuk

mempertahankan kelangsungan hidup dan pertumbuhan perusahaan.

5) Bersifat proaktif

Strategic cost dirancang untuk mengantisipasi kondisi yang ingin diwujudkan

di masa yang akan datang, bukan sebagai akibat problem yang telah dihadapi oleh

perusahaan. Jika strategic cost reduction merupakan usaha yang bersifat proaktif,

manajemen dapat mempertimbangkan dengan baik berbagai alternatif terbaik, dan

mempunyai waktu memadai untuk mewujudkan alternatif yang dipilih.

6) Berfokus keseluruh mata rantai nilai

Strategic cost reduction harus mencakup keseluruhan mata rantai nilai dalam

perusahaan, yaitu desain, pengembangan, produksi, pemasaran, distribusi, dan

layanan. Sebagian biaya telah merupakan komitmen begitu suatu produk atau jasa

selesai didesain, sehingga dalam tahap produksi dan distribusi hanya sedikit biaya

yang dapat dipengaruhi oleh tindakan manajemen.

28

2.1.9 Sistem informasi biaya untuk menunjang strategic cost reduction

Berbagai perusahaan yang mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya

dalam menghadapi lingkungan bisnis global telah mengembangkan berbagai

sistem informasi biaya untuk menunjang strategic cost reduction. Mulyadi (2003 :

421) mengatakan bahwa sistem informasi biaya yang dapat menunjang

diterapkannya strategic cost reduction antara lain :

1) Target costing

Merupakan suatu metode penentuan cost produk atau jasa pada barang (target

price) yang diperkirakan dapat diterima oleh customers. Target costing

seringkali disebut sebagai price driven costing, yaitu penentuan cost produk

yang dipacu oleh harga yang dapat diterima oleh customers. Harga jual yang

diperkirakan akan dapat diterima oleh customers (target price) dipakai sebagai

titik tolak dalam menentukan keputusan perusahaan untuk memasuki pasar.

Dalam target costing ditemukan bahwa pengurangan biaya yang

diimplementasikan pada tingkat pendesainan produk atau jasa dapat

mengurangi biaya lebih besar dan lebih cepat daripada pengurangan biaya

yang dilakukan pada tingkat fungsional lainnya seperti proses produksi dan

pemasaran.

2) Quality cost system

Obyek informasi dalam quality cost system dapat berupa kualitas produk atau

jasa. Menurut Mulyadi (2003 : 427) kualitas merupakan ukuran relatif

kebaikan suatu produk. Produk berkualitas (quality product) adalah suatu

produk yang memenuhi harapan customers. Dalam pendekatan analisis cost of

29

quality, produk atau jasa yang berkualitas rendah merupakan sumber pemicu

timbulnya high cost. Shank and govindarajan (2000 : 5) mengungkapkan

bahwa pengeluaran untuk membiayai salah satu aktivitas dalam rantai nilai

(value chain) seharusnya dapat meningkatkan kualitas sekaligus mengurangi

biaya yang dikeluarkan pada aktivitas tahap berikutnya dalam rantai nilai

(value chain) tersebut. Untuk memungkinkan manajemen melakukan

perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan tentang kualitas

produk, manajemen harus perlu memahami biaya kualitas (quality cost) yang

merupakan biaya yang terjadi karena adanya atau kemungkinan adanya

kualitas produk yang rendah.

3) Activity based cost system (ABC System)

Activity based cost system didesain untuk memungkinkan personel

memperoleh informasi berlimpah tentang aktivitas yang menjadi penyebab

timbulnya biaya. Dengan informasi tentang aktivitas inilah personel akan

mampu menyusun rencana pengelolaan aktivitas yang menjanjikan

pengurangan biaya dalam jumlah yang signifikan. Pengurangan biaya dalam

jumlah yang signifikan dapat dihasilkan melalui proses perencanaan yang

menggunakan data yang andal tentang penyebab terjadinya biaya.

Pengelolaan aktivitas bertujuan agar perusahaan menjadi produsen produk

yang cost effective dimana perusahaan harus memastikan bahwa aktivitas yang

dilakukan adalah aktivitas yang memiliki nilai tambah (value-added activity).

Serangkaian aktivitas dalam suatu jalur yang menambah atau memberi kontribusi

terhadap nilai dikenal dengan istilah value chain. Analisis rantai nilai dapat

30

membantu perusahaan dalam memfokuskan perencanaannya dalam mencapai

keunggulan-keunggulan kompetitif baik dalam kualitas maupun harga. Kunci

untuk menganalisis rantai nilai di sebuah perusahaan adalah dengan mengenali

dan memahami aktivitas-aktivitas yang dapat memberikan keunggulan kompetitif

dan memfokuskan perhatian terhadap aktivitas tersebut, kemudian mulai

mengeksplorasi aktivitas tersebut sampai pada tingkat paling menguntungkan.

Donelan dan Kaplan (2001 : 7) menyatakan bahwa evaluasi rantai nilai (value

chain) dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu :

1. Identifikasi analisis rantai nilai (value chain analysis)

a) Mengidentifikasi aktivitas-aktivitas yang bersifat abstrak atau tidak nyata.

Jenis aktivitas-aktivitas abstrak ini biasanya memberi nilai dengan cara

yang berbeda. Aktivitas-aktivitas tersebut juga memiliki jenis yang

berbeda, cost driver berbeda, penggunaan aset ataupun SDM yang berbeda

dari aktivitas lainnya. Misalnya aktivitas mendesain produk atau jasa yang

berbeda dengan aktivitas pemasaran produk atau jasa.

b) Mengidentifikasi aktivitas-aktivitas struktural, prosedural, dan operasional.

Aktivitas struktural merupakan aktivitas yang mendasar dari perusahaan

tersebut. Aktivitas prosedural meliputi aktivitas operasional perusahaan

yang dapat mencerminkan kemampuan perusahaan melakukan proses

produksi dengan efisien dan efektif.

c) Memfokuskan perhatian pada aktivitas-aktivitas struktural dan prosedural.

Hal ini disebabkan karena aktivitas yang bersifat operasional jika

dikurangi hanya akan memotong biaya dalam jangka waktu pendek tanpa

31

mampu memberikan keunggulan-keunggulan kompetitif terhadap

perusahaan.

2. Menentukan aktivitas-aktivitas yang bersifat strategis

a) Menentukan aktivitas yang strategis. Biaya suatu perusahaan dapat dilihat

dari hal-hal yang dianggap bernilai bagi customers dari suatu produk atau

jasa yang akan ditawarkan oleh perusahaan

b) Selanjutnya perusahaan harus mengembangkan karakter tersebut agar

dapat menentukan desain produk atau jasa yang akan ditawarkan oleh

perusahaan.

3. Menelusuri antara biaya dengan aktivitasnya.

Aktivitas-aktivitas dan biaya telah dapat ditelusuri dan dikenali, maka

perusahaan dapat dengan mudah memanajemen aktivitas tersebut agar lebih

efisien.

4. Mengembangkan manajemen analisis rantai nilai.

Dalam memenangkan lingkungan persaingan, perusahaan harus dapat

memanajemen rantai nilainya dengan baik dibandingkan pesaingnya. Ini

berarti perusahaan harus mengurangi biaya sekaligus memperluas atau

mengembangkan keunggulan-keunggulan kompetitifnya. Bukan berarti

seluruh biaya harus dikurangi, tetapi pengurangan biaya dilakukan terhadap

biaya-biaya yang tidak berhubungan dengan keunggulan-keunggulan

perusahaan.

32

2.1.10 Langkah-langkah yang ditempuh dalam strategic cost reduction

Menurut Mulyadi (2003 : 214) pengurangan biaya tidak dapat diwujudkan

hanya dengan melakukan perhitungan cost produk atau jasa. Pengurangan biaya

juga tidak dapat diwujudkan hanya dengan menyajikan kepada responsible

manager laporan biaya aktivitas yang berisi penandingan realisasi biaya dengan

biaya yang dianggarkan. Pengurangan biaya hanya dapat dicapai melalui tindakan

tertentu terhadap aktivitas yang menjadi penyebab timbulnya biaya. Hanya

melalui pengelolaan terhadap aktivitas, biaya dapat dikurangi secara signifikan

dalam jangka panjang.

Langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam strategic cost reduction adalah

sebagai berikut :

1. Mengetahui informasi tentang aktivitas-aktivitas yang digunakan oleh

perusahaan untuk menghasilkan produk atau jasa bagi customers.

2. Mengidentifikasi biaya yang bersifat value-added activities dan non-value

added activities yang terdapat dalam aktivitas yang digunakan oleh

perusahaan untuk menghasilkan produk atau jasa bagi customers.

3. Mengidentifikasi apakah aktivitas yang dilaksanakan oleh perusahaan

memiliki customers. Setiap aktivitas layak untuk tetap dijalankan jika cost

object yang dihasilkan mempunyai customers yang memanfaatkan cost object

tersebut.

4. Mengidentifikasi aktivitas yang memiliki cycle efficiency rendah. Cycle

efficiency adalah ukuran seberapa besar non-value added activities terdapat

dalam aktivitas yang digunakan untuk melayani customers.

33

5. Mencari dan memilih cara yang digunakan untuk mengurangi non-value

added activities.

2.1.11 Pengertian biaya

Menurut Supriyono (1999 : 16) menyatakan bahwa biaya adalah harga

perolehan yang dikorbankan atau dipergunakan dalam rangka memperoleh

penghasilan (revenue) dan akan dipakai sebagai pengurang penghasilan. Mulyadi

(2003 : 10) menyatakan bahwa biaya dalam arti sempit merupakan harga pokok

yaitu pengorbanan sumber ekonomi dalam mengelola aktiva menjadi aktiva lain,

sedangkan biaya dalam arti luas merupakan pengorbanan sumber ekonomi yang

diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau yang akan terjadi untuk tujuan

tertentu.

Biaya (cost) menurut Simamora (2002 : 36) adalah kas atau nilai setara kas

yang dikorbankan untuk barang atau jasa yang diharapkan memberikan manfaat

pada saat ini atau di masa yang akan datang bagi organisasi. Matz, dkk (2000 : 15)

menyatakan bahwa para akuntan telah mendefinisikan cost sebagai nilai tukar,

prasyarat atau pengorbanan yang telah dilakukan untuk memperoleh manfaat.

Dalam akuntansi keuangan, prasyarat atau pengorbanan tersebut pada tanggal

perolehannya dinyatakan dengan pengurangan kas atau aktiva lainnya pada saat

ini atau di masa yang akan datang.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa biaya merupakan

pengorbanan yang dilakukan untuk memperoleh barang atau jasa yang diukur

dalam satuan moneter, dimana prasyarat atau pengorbanan pada tanggal

perolehannya dinyatakan dengan pengurangan kas atau aktiva lainnya pada saat

34

ini maupun di masa yang akan datang. Pengendalian biaya adalah suatu

pengawasan terhadap biaya-biaya yang terjadi atau dikeluarkan oleh perusahaan

dalam usahanya untuk menekan biaya, sehingga keuntungan yang diharapkan

dapat tercapai secara optimal.

2.1.12 Penggolongan biaya

Penggolongan biaya diperlukan untuk mengembangkan data biaya yang dapat

membantu manajemen dalam pencapaian tujuannya. Menurut Simamora (2002 :

50) dalam perusahaan jasa biaya dapat digolongkan sebagai berikut :

1. Biaya langsung (direct cost), yaitu biaya yang dapat ditelusuri secara fisik ke

produk atau jasa tertentu, seperti; gaji yang dibayarkan ke akuntan.

2. Biaya tidak langsung (indirect cost), yaitu biaya yang tidak dapat ditelusuri ke

produk atau jasa, seperti; asuransi dan sewa kantor.

Mulyadi (2003 : 277) menambahkan penggolongan biaya berdasarkan

aktivitas. Aktivitas dapat digolongkan ke dalam kelompok value-added activity

dan non-value added activity. Value-added activity adalah aktivitas yang dapat

menyebabkan perubahan keadaan dimana perubahan tersebut tidak dapat dicapai

melalui aktivitas sebelumnya dan aktivitas tersebut memungkinkan aktivitas lain

dapat dilaksanakan. Biaya yang digunakan untuk membiayai aktivitas yang value-

added disebut value-added cost. Non-value added activity adalah aktivitas yang

tidak menyebabkan perubahan karena perubahan aktivitas tersebut dicapai melalui

aktivitas sebelumnya dan aktivitas tersebut tidak memungkinkan aktivitas lain

dapat dilaksanakan. Biaya yang digunakan untuk membiayai aktivitas yang non-

value added disebut non-value added cost.

35

2.1.13 Penggunaan sumber daya berdasarkan aktivitas (Activities resource

usage)

Sumber daya diperlukan untuk memungkinkan kegiatan dilakukan. Sumber

daya dikeluarkan atau disediakan untuk melaksanakan aktivitas atau pembuatan

penyediaan cost object dalam memenuhi kebutuhan customers. Seluruh sumber

daya akhirnya harus dibebankan ke aktivitas untuk menentukan biaya aktivitas,

dan pada gilirannya seluruh biaya aktivitas harus dibebankan ke cost object yang

dihasilkan. Sumber daya hanyalah elemen ekonomik dalam melakukan aktivitas.

Pengeluaran atas sumber daya adalah biaya untuk memperoleh kapasitas kegiatan

yang digunakan dalam memproduksi keluaran kegiatan, karenanya penggunaan

sumber daya ekuivalen dengan keluaran kegiatan. Jika semua kapasitas kegiatan

yang dimiliki tidak digunakan, maka akan timbul kapasitas yang tidak digunakan,

yang merupakan perbedaan antara kapasitas yang dimiliki dengan keluaran

kegiatan yang sebenarnya. Menurut Hansen and Mowen (1997 : 87) sumber daya

(resource) dalam suatu perusahaan dapat disediakan dengan salah satu dari tiga

cara berikut :

1. Sumber daya (resource) disediakan sesuai dengan yang digunakan dan

dibutuhkan perusahaan.

Sumber daya (resource) yang disediakan sesuai dengan yang digunakan dan

dibutuhkan perusahaan adalah sumber daya yang diperoleh dari sumber luar,

dimana istilah akuisisi tidak memerlukan komitmen jangka panjang untuk

sumber daya dalam jumlah berapapun. Karenanya, perusahaan bebas hanya

membeli sumber daya sesuai dengan yang dibutuhkan perusahaan saja.

Sebagai hasilnya, jumlah sumber daya yang dipasok sama dengan jumlah

36

yang diminta. Tidak terdapat kapasitas kegiatan yang tidak digunakan dalam

kategori ini. Karena biaya sumber daya yang dipasok saat dibutuhkan sama

dengan biaya sumber daya yang digunakan, jumlah biaya sumber daya

meningkat seiring meningkatnya permintaan untuk sumber daya tersebut.

2. Sumber daya (resource) disediakan atau dipasok di muka atau sebelum

penggunaan untuk jangka pendek.

Penyediaan sumber daya dengan cara ini dicontohkan dengan organisasi yang

memperoleh sumber daya di muka melalui kontrak implisit biasanya dengan

karyawan mereka. Kontrak implisit ini mensyaratkan fokus etik, karena

kontrak ini menyatakan secara tidak langsung bahwa organisasi akan

mempertahankan tingkat ketenagakerjaan meskipun terdapat penurunan

sementara pada jumlah kegiatan yang digunakan. Salah satu cara perusahaan

mengelola kesulitan yang berhubungan dengan mempertahankan tingkat biaya

tetap ini adalah dengan menggunakan pegawai kontrak atau sementara jika

diperlukan. Pengeluaran sumber daya untuk kategori ini pada dasarnya

berhubungan dengan biaya tetap diskrit yaitu biaya yang timbul untuk akuisisi

kapasitas kegiatan jangka pendek.

3. Sumber daya (resource) disediakan atau dipasok di muka atau sebelum

penggunaan untuk jangka panjang.

Banyak sumber daya diperoleh sebelum permintaan sebenarnya untuk sumber

daya tersebut terealisasi. Organisasi memperoleh banyak kapasitas

multiperiode dengan membayar kas di muka atau dengan menyepakati kontrak

eksplisit yang mensyaratkan pembayaran kas periodik. Beban tahunan

37

dihubungkan dengan kategori multi-periode independen terhadap penggunaan

sumber daya yang sebenarnya, karenanya beban ini dapat didefinisikan

sebagai biaya tetap. Biaya ini pada dasarnya berhubungan dengan biaya tetap

terikat yaitu biaya yang timbul untuk memberikan kapasitas jangka panjang.

Activities resource usage ini pada nantinya akan digunakan untuk

mengidentifikasi resource yang dikonsumsi oleh masing-masing aktivitas yang

tidak bernilai tambah pada setiap bagian di PT. PLN (Persero) AP Tabanan.

Activities resource usage digunakan untuk menunjukkan pada kategori manakah

resource yang dikonsumsi oleh aktivitas tidak bernilai tambah pada setiap bagian

di PT. PLN (Persero) AP Tabanan. Setelah diketahui resource yang dikonsumsi

oleh masing-masing aktivitas yang tidak bernilai tambah, maka dapat dirumuskan

beberapa alternatif untuk mengurangi biaya secara strategis pada aktivitas

tersebut.

2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya

Penelitian sebelumnya dilakukan oleh I G.A.A. Kusuma Dewi (2006) yang

meneliti tentang Strategic Cost Reduction pada CV. Griya Santriyan Beach

Cottages Sanur Bali. Perusahaan yang menjadi penelitian ini merupakan

perusahaan yang bergerak di bidang jasa perhotelan, yang menyediakan jasa

pelayanan kepada wisatawan yang datang dari dalam negeri maupun dari luar

negeri. Adapun yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah realisasi biaya

room related department tahun 2004 serta aktivitas yang dilakukan pada room

related departement CV. Griya Santriyan Beach Cottages Sanur Bali.

38

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah activity analysis, cost

effectiveness, cost efficiency, dan strategic cost reduction. Sedangkan teknik

analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis kualitatif

yang merupakan teknik analisis data yang digunakan pada tahap awal yaitu

dengan pengelompokkan aktivitas, dan teknik analisis kuantitatif yang merupakan

teknik analisis pengolahan data berupa angka yang digunakan pada tahap

pertengahan untuk mengukur cycle efficiency.

Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut dinyatakan bahwa aktivitas room

related departement yang memiliki nilai tambah terdapat pada bagian reservation,

reception, bell boy, telephone operator, front office chasier, guest relation (room

boy), houseman, laundry, dan gardener. Sedangkan aktivitas room related

departement yang tidak memiliki nilai tambah terdapat pada bagian reservation

seperti : menunggu pemesanan kamar melalui fax, telepon dan internet, bagian

telephone operator seperti : menunggu telepon masuk maupun telepon keluar, dan

pada bagian reception seperti menunggu kedatangan tamu yang check in dan

check out. Dari perhitungan cycle efficiency, aktivitas yang dilakukan perusahaan

masih mengandung aktivitas yang tidak bernilai tambah sebesar 17,7 % .

Pengurangan biaya secara strategis untuk aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai

tambah dapat dilakukan dengan activity sharing, activity reduction dan activity

elimination.

Penelitian sebelumnya juga dilakukan oleh Ni Nyoman Sri Budiari (2007)

yang meneliti Strategic Cost Reduction pada Hotel Nikki Denpasar yang juga

merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa perhotelan yang

39

menyediakan jasa kepada wisatawan yang datang baik dari dalam maupun luar

negeri. Adapun yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah aktivitas-aktivitas

yang dilakukan pada room departement dan realisasi biaya room departement

tahun 2005 yang ada pada Hotel Nikki Denpasar.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah activity analysis, cost

efficiency, activity resource usage, dan strategic cost reduction. Sedangkan teknik

analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis kualitatif

yakni teknik analisis terhadap data kualitatif perusahaan, serta teknik analisis

kuantitatif non statistik yakni teknik analisis terhadap data kuantitatif dengan cara

memasukkan data kuantitatif ke dalam suatu formula yang digunakan.

Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut dapat diketahui bahwa pada room

departement Hotel Nikki aktivitas yang tergolong aktivitas yang bernilai tambah

terdapat pada bagian front office chasier, guest transport, guest relation, room

boy, houseman, laundry, dan gardener. Sedangkan aktivitas yang tidak bernilai

tambah terdapat pada bagian receptionist seperti aktivitas menunggu pesanan

kamar melalui fax, telepon dan email, bagian reservation berupa aktivitas

menunggu tamu yang datang langsung ke hotel, bagian telephone operator berupa

aktivitas menunggu telepon yang masuk. Kemudian berdasarkan perhitungan

cycle efficiency, aktivitas yang dilakukan perusahaan masih mengandung aktivitas

yang tidak bernilai tambah yakni sebesar 97,39 % untuk bagian reservation, 94,59

% bagian receptionist, 88,67 % bellboy, 100 % front office chasier, guest

transport, guest relation, room boy, houseman, laundry, dan gardener, 77,03 %

telephone operator, 91,05 % flower shop dan decorating, serta 25,48 % bagian

40

linen. Pengurangan biaya secara strategis yang masih mengandung inefisiensi

dapat dilakukan dengan cara activities reduction untuk bagian reservation,

receptionist, bell boy, telephone operator, flower shop dan decorating, serta

activities sharing untuk linen.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada penelitian

Kusuma Dewi dan Budiari sama-sama meneliti perusahaan yang bergerak dalam

bidang jasa perhotelan, sedangkan pada penelitian ini meneliti perusahaan yang

bergerak dalam bidang jasa ketenagalistrikan yakni pada PT. PLN (Persero) AP

Tabanan. Variabel yang digunakan dalam penelitian Kusuma Dewi adalah activity

analysis, cost effectiveness, cost efficiency, serta strategic cost reduction. Pada

penelitian Budiari variabel yang digunakan meliputi activity analysis, cost

efficiency, activity resource usage, serta strategic cost reduction. Sedangkan pada

penelitian ini variabel yang digunakan meliputi activity analysis, activity resource

usage, serta strategic cost reduction. Persamaan penelitian ini dengan penelitian

sebelumnya adalah sama-sama melakukan penelitian terhadap aktivitas-aktivitas

yang dilakukan oleh perusahaan.