bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori 2.1.1 pengertian...
TRANSCRIPT
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pengertian Model Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki
kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk
membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah: pendekatan pembelajaran, strategi
pembelajaran, metode pembelajaran; teknik pembelajaran; taktik pembelajaran;
dan model pembelajaran. Berikut ini akan di paparkan istilah tentang (model
pembelajaran) khususnya untuk menunjang keperluan penelitian mengengai
efektivitas model tersebut.
Menurut Joyce (dalam Trianto, 2010: 21) model pembelajaran adalah
suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk
menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku,
film, komputer, kurikulum dan lain- lain. Selanjutnya Joyce menyatakan bahwa
setiap model pembelajaran mengarahkan kita ke dalam mendesain pembelajaran
untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga mampu tercapainya
tujuan pembelajaran.
Adapun menurut Soekamto, dkk dalam Trianto (2010: 21) menjelaskan
maksud dari model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman para perancang
pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.
Arends dalam (Trianto. 2010: 21) menyatakan, “ The trem teaching model
refres to a particular approach to instruction that include its goals, syntax,
enviroment, and management system.” Istilah model pengajaran mengarah pada
satu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaknya,
lingkungannya, dan sistem pengelolaannya.
Menurut Udin dalam Endang (2011: 212) model pembelajaran adalah
kerangka konseptualyang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
6
mengorganisasikan pengalaman belajar yang akan diberikan untuk mencapai
tujuan tertentu. Model berfungsi sebagai pedoman bagi guru dalam merencanakan
dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Model pembelajaran berisi unsur
tujuan dan asumsi, tahap-tahap kegiatan, setting pembelajaran (situasi yang
dikehendaki pada model pembelajaran tersebut), kegiatan guru dan sisiwa,
perangkat pembelajaran (sarana, bahan dan alat yang diperlukan. Dengan
demikian model pembelajaran dapat menggunakan beberapa metode, teknik dan
taktik pembelajaran sekaligus. Dengan demikian, perancangan model
pembelajaran hampir sama dengan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP) yang lengkap dengan perangkatnya. Dalam RPP sudah termuat tujuan ,
materi pelajran, kegiatan guru dan siswa, metode, media, sumber belajara dan alat
evaluasi.
2.1.2 Problem Based Learning
Membuat siswa berfikir, menyelesaikan masalah, dan menjadi pelajar
yang otonom bukan tujuan baru bagi pendidikan. Terdapat banyak model
pembelajaran yang merujuk pada tujuan tersebut. Problem based learning (PBL)
mengambil psikologi kognitif sebagai dukungan teoritisnya. Fokusnya tidak
banyak pada apa yang sedang dikerjakan siswa (perilaku mereka) selama mereka
mengerjakannya. Meskipun peran guru dalam dalam pembelajaran berbasis
masalah kadang seorang guru juga harus melibatkan diri mempresentasikan dan
menjelaskan hal kepada siswa, tetapi guru harus sering memfungsikan diri sebagai
pembimbing dan fasilitator sehinnga siswa dapat belajar untuk berfikir dan
menyelesaikan masalahnya sendiri.
2.1.2.1 Hakekat Problem Based Learning
Dalam pusdiklat kesehatan, 2003 menyatakan Problem Based Learning
adalah lingkungan belajar yang di dalamnya menggunakan masalah untuk belajar.
Yaitu sebelum pebelajar mempelajari suatu hal, mereka diberikan suatu masalah.
Masalah diajukan sedemikian rupa sehingga para pelajar menemukan kebutuhan
belajar mereka tentang pengetahuan baru sebelum mereka dapat memecahkan
masalah tersebut.
7
Menurut Dewey dalam Trianto (2011: 67) belajar berdasarkan masalah
adalah interaksi antara stimulus dengan respon , merupakan hubungan antara dua
arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberikan masukan kepada siswa
berupa bantuan dan masalah. Arends dalam Trianto (2011: 68) menjelasakan
bahwa pembelajaran beardasarkan masalah merupakan pembelajaran dimana
siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun
pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan kemampuan berfikir
tingkat tinggi mengembangkan kemandirian dan percaya diri. Model
pembelajaran ini mengacu pada model pembelajaran yang lain, seperti “
pembelajaran berdasarkan proyek (project based instruction)”, pembelajaran
berdasarkan pengalaman (experience-based instruction)”, “belajar otentik
(autentic learning)”, dan pembelajaran bermakna (anchored instruction)”.
Berdasar dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa problem
based learning adalah proses pembelajaran yang diawali dengan penyajian
masalah yang biasanya diambil dari kasus-kasus kongkrit yang ada di masyarakat.
Kemudian peserta didik secara berkelompok aktif merumuskan masalah,
mengidentifikasi, menelaah dan merumuskan penyelesaian. Metode ini tidak
hanya efektif untuk mempelajari pengetahuan tertentu, tetapi juga dapat
membantu pengajar membangun kecapakan dan kompetensi peserta didik dalam
menyelesaikan masalah, kerjasama dan berkomunikasi. Metode ini juga
membantu meningkatkan kemampuan dalam mengatur diri sendiri (self directed),
kolaboratif, berfikir secara metakognitif, dan penggalian informasi.
2.1.2.2 karakteristik Problem Based Learning
Menurut Arends dalam Trianto (2011: 93). Berbagai pengembangan
pengajaran berdasarkan masalah telah memberikan model pengajaran itu memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1. Pengajuan pertanyaan atau masalah. Bukannya mengorganisasikan di sekitar
prinsip-prinsip atau ketrampilan akademik tertentu, pembelajaran berdasarkan
masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah
yang dua-duanya secara soaial penting dan secara pribadi bermakna untuk
siswa.
8
2. Berfokus pada keterkaitan antardisiplin. Meskipun pembelajaran masalah
berpusat pada mata pelaajaran tertentu (IPA, matematika, dan ilmu-ilmu
sosial) masalah yang diselidikitelah dipilih benar-benar nyataagar dalam
pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari banya matapelajaran.
3. Penyelidikan autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan
siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata
terhadap masalah nyata.
4. Menghasilkan produk dan memamerkannya. Pembelajaran berdasarkan
masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk
karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bntuk
penyelesaian masalah yang mereka temukan.
5. Kolaborasi. Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang
bekerja sama satu dengan yang lainnya, secara berpasangan atau secara
berkelompok.
Menurut Tan dalam Taufiq Amir (2010: 22) karakteristik yang terdapat
dalam proses PBL adalah:
1. Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran
2. Biasanya masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang
disajikan secara mengambang (ill-structured).
3. Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk (multiple perspektif)
4. Masalah membuat pebelajar tertantang untuk mendapatkan pembelajaran di
ranah pembelajaran yang baru.
5. Sangat mengutamakan belajar mandiri ( self direct learning).
6. Memanfaattkan sumber pengetahuan yang bervariasi tidak dari satu sumber
saja.
7. Pembelajaran kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif. Pemelajar bekerja
dalam kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan (peer teaching), dan
melakukan presentasi.
2.1.2.3. Tujuan Problem Based Learning
Disebutkan bahwa ciri-ciri utama pembelajaran berdasarkan masalah
adalah meliputi suatu pengajuan pertanyaan atau masalah memusatkan karakter
9
antardisiplin. Penyelidikan autentik, kerjasama, dan menghasilkan karya atau
peragaan.
Berdasarkan kriteria tersebut menurut Trianto (2011: 94-96) pembelajran
berdasarkan masalah memiliki tujuan :
1. Membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir dan ketrampilan
pemecahan masalah. PBL memberikan dorongan kepada peserta didik untuk
tidak untuk berfikir sesuai yang bersifat konkret tapi lebih dari itu berfikir
terhadap ide-ide yang abstrak dan kompleks.
2. Belajar eranan orang tua yang autentik. Menurut Resnick dalam Trianto
(2011: 95) bahwa model pembelajaran berdasarkan masalah amat penting
untuk menjembatani gap antara pembelajaran di sekolah formal dengan
aktivitas mental yang lebih praktis yang dijumpai di luar sekolah. Berdasar
pendapat resnick tersebut PBL memiliki implikasi (1) mendorong siswa
kerjasama dalam menyelesaikan tugas. (2) memiliki element-element magang,
hal ini mendorong pengamatan dan dialogdengan orang lain sehingga secar
bertahap siswa dapat memahami peran orang yang diamati atau yang diajak
dialog (ilmuan, guru, dokter, dan sebagainya). (3) melibatkan siswa dalam
penyelidikan pilihan sendiri, sehingga memungkinkan mereka
menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata dan membangun
pemahaman terhadap fenomena itu sendiri.
3. Menjadi pembelajar yang mandiri. PBL berusaha membantu siswa menjadi
pembelajar yang mandiri dan otonom. Dengan bimbingan guru secara
berulang-ulang mendorong dan mengarahkan mereka untuk mengajukan
pertanyaan, mencari penyelesaian terhadap masalah nyata oleh mereka
sendiri.
2.1.2.4. Perencanaan Problem Based Learning
Ditingkat paling fundamental, PBL ditandai oleh siswa yang bekerja
berpasangan atau dalam kelompok-kelompok kecil untuk menginvestigasi
masalah kehidupan nyata yang membingungkan. PBL seprti model pengajaran
interaktif lain yang berpusat pada siswa, membutuhkan upaya perencanaan yang
sama banyaknya atau bahkan lebih. Perancangan gurulah yang memfasilitasi
10
perpindahan yang mulus satu fase ke pelajaran bebrbasis masalah ke fase lainnya
dan memfasilitasi pencapaian tujuan instruksional yang diinginkan. Menurut
Sugiyanto (2010, 156-159) dalam merancang PBL harus memperhatikan beberapa
faktor, yaitu:
a. Memutuskan sasaran dan tujuan
Problem Based Learning dirancang untuk membantu mencapai tujuan-tujuan
seperti meningkatkan ketrampilan intelektual dan investigasi, memahami
peran orang dewasa, dan membantu siswa untuk menjadi pelajar yang
mandiri.
b. Merancang situasi bermasalah yang tepat
Sebuah situasi bermasalah yang baik harus memenuhi lima kriteriapenting,
yaitu: (1) Situasi mestinya autentik. Hal ini berarti masalah yang dipakai
harus dikaitkan dengan pengalaman riil siswa dan bukan dengan prinsip-
prinsip disiplin akademis tertentu. (2) Maslah itu mestinya tidak jelas/tidak
sederhana sehingga menciptakan misteri atau teka-teki. Masalah yang tidak
jelas tida dapat diselasaikan dengan masalah yang sederhanadan memiliki
solusi-solusi alternatif dengan kelebiahan dan kekurangan masing-masing. (3)
Mmaslah itu seharusnya bermakna bagi siswa dan sesuai dengan tingkat
perkembangan intelektual. (4) Masalah haruslah memiliki ccakupan yang luas
sehingga memberikan kesempatan bagi guru untuk memenuhi tujuan
instruksionalnya. (5) Masalah yang baik harus mendapatkan manfaat dari
usaha kelompok.
c. Mengorganisasikan sumber daya dan merancang logistik
PBL mendorong siswa untuk bekerja dengan bahan dan alat, sebagian
beralokasi diruang kelas, sebagian lainnya di perpustakaan atau laboraturium
komputer dan sebagian diluar sekolah.
2.1.2.5. Tahap Pelaksanakan Problem Based Learning
Endang (2011: 221) menyebutkan ada 4 langkah dalam dalamproses
pembelajara berbasis masalah yaitu: (1) guru menjelaskan tujuan pembelajaran
kemudian memberi tugas atau masalah untuk dipecahkan . masalah yang
dipecahkan adalah masalah yang memiliki jawaban kompleks atau luas, (2) guru
11
menjelaskan prosedur yang harus dilakukan dan memotivasi siswa agar lebih aktif
dalam pemecahan masalah, (3) guru membantu siswa menyusun laporan hasil
pemecahan masalah yang sistematis, (4) guru membantu siswa untuk melakukan
evaluasi dan refleksi proses-proses yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah.
Proses PBL yang didiskripsikan oleh M. Taufik Amir (2009: 24-25) akan
dapat dijalankan bila pengajar siap dengan segala perangkat yang diperlukan
(masalah, formulir pelengkap, dan lain- lain). Peserta didik sudah harus memahami
prosesnya, dan telah membentuk kelompok-kelompok kecil dan setiap kelompok
menjalankan langkah- langkah sebagai berikut: (1) mengklarifikasi istilah dan
konsep yang belum jelas, (2) merumuskan masalah, (3) menganalisis masalah, (4)
menata gagasan anda dan secara sistematis menganalisis lebih dalam, (5)
memformulasikan tujuan pembelajaran, (6) mencari informasi tambahan dari
sumber yang lain, (7) mensintesa (menggabungkan) dan menguji informasi baru,
dan membuat laporan untuk guru/kelas.
Menurut Sugiyanto (2010: 159) terdapat beberapa tahapan dalam
pembelajaran model PBL dan perilaku yang dibutuhkan oleh guru, yaitu:
12
Tabel 2.1
Sintaks Pembelajaran PBL
No Fase Perilaku guru
1 Memberikan orientasi tentang
permasalahannya kepada siswa
Guru membahas tentang tujuan
pembelajaran mendiskripsikan dan
memotivasi siswa untuk terlibat dalam
kegiatan mengatasi masalah
2 Mengorganisasikan siswa untuk
mandiri
Guru membantu siswa untuk
mendifinisikan dan mengorganisasikan
tugas-tugas belajar yang terkait dengan
permasalahannya
3 Membantu investigasi mandiri
dan kelompok
Guru mendorong siswa untuk
mendapatkan informasi yang tepat
melaksanakan eksperimen dan mencari
penjelasan dan solusi
4 Mengembangkan dan
mempresentasikan hasil
Guru membantu siswa dalam
merencanakan dan menyiapkan hasil-
hasil yang tepat, seperti laporan
rekaman,video dan model-model dan
membantu untuk menyampaikankepada
orang lain.
5 Menganalisis dan mengevaluasi
proses mengatasi masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan
refleksi terhadap investigasinya dan
proses-proses yang mereka gunakan
2.1.2.6 Manfaat Problem Based Learning
Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru
memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Menurut Ibrahim dan
13
Nur dalam Trianto (2011: 96) Pengajaran berdasarkan masalah dikembangkan
untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berfikir, pemecahan
masalah,dan ketrampilan intelektual;belajar berbagai peran orang dewasa melalui
pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pelajar
yang otonom dan mandiri.
Menurut Smith dalam Amir (2010: 27) yang khusus meneliti beberapa
manfaat yang alkan diperoleh oleh pemelajar antara lain adalah: (1) Menjadi lebih
ingat dan meningkat pemahamannya atas materi ajar; (2) Meningkatkan fokus
pada pengetahuan yang relevan; (3) Mendorong untuk berfikir; (4) Membangun
kerja tim, kepemimpinan, dan keterampilan sosial; (5) Membangun kecakapan
belajar (life- long learning skills); (6) Memotivasi pebelajar.
2.1.2.7 Kelebihan Dan Kelemahan PBL
Berdasarkan penjelasan Trianto (2011: 96-97) Model pembelajaran
berdasrkan masalah memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan PBL sebagai
model pembelajaran adalah: (1) realistic dengan kehidupan siswa; (2) Konsep
sesuai denagn kebutuhan siswa; (3) memupuk sifat inquiri siswa; (4) retensi
konsep jadi kuat; dan (5) memupuk kemampuan problem solving.
Kelemahan PBL antara lain: (1) persiapan pembelajaran (alat, problem,
konsep) yang kompleks; (2) sulitnya mencari problem yang relevan; (3) sering
terjadi miss-konsepsi; dan (4) konsumsi waktuyang cukup dalam proses
penyelidikan.
2.1.2.8. Bentuk evaluasi PBL
Menurut Sugiyanto (2010, 165) Prosedur-prosedur evaluasi harus selalu
disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Tugas untuk evaluasi
PBL tidak cukup hanya dalam bentuk tes-tes tertulis tetapi memerlukan asesmen
performance , assesment portofolio, assesment autentik. Beberapa bentuk evaluasi
untuk PBL antara lain tes pemahaman, checklist, rating skill.
2.1.3 Efektivitas Pembelajaran
Keefektifan pembelajaran menurut (Sadiman, 1987 dalam Trianto, 2010:
20) adalah hasil guna yang diperoleh setelah pelaksanaan proses belajar
14
mengajar. Menurut tim pembina matakuliah Didaktik Metodik kurikulum IKIP
Surabaya (1988) dalam Trianto (2010: 20) bahwa efisiensi dan keefektifan
mengajar dalam proses interaksi belajar yang baik adalah segala daya dan upaya
para guru untuk membantu para siswa agar bisa belajar dengan baik. Untuk
mengetahui keefektifan mengajar, dengan memberikan tes. Sebab hasil tes dapat
dipakai untuk mengevaluasi berbagai aspek proses pengajaran.
Menurut Sambasalim dalam Mawardi dan Puspitasari (2011: 199)
pembelajaran dikatakan efektiv apabila dalam proses pembelajaran setiap elemen
berfungsi secara keseluruhan, peserta merasa senang, puas dengan hasil
pembelajaran, membawa kesan, sarana dan prasarana memadai, materi da n
metode yang affordable, guru profesional.
Tinjauan utama dari efektivitas pembelajaran adalah outputnya yaitu
kompetensi siswa. Dalam penelitian ini untuk mengetahui efektivitas
pembelajaran dapat dilakukan dengan menberikan tes. Dari tes akan didapat skor
hasil belajar siswa yang mampu yang mampu mengevaluasi berbagai aspek dalam
proses pembelajaran.
2.1.4 Hakekat Matematika
Istilah matematika berasal dari bahasa Yunani mathein atau manthenein
yang artinya mempelajari, namun di duga erat kaitannya dengan kata sansekerta
medha dan widya yang artinya kepandaia, ketahuan atau intelegensi.
Ruseffendi dalam Karso (2004:1.39) menyatakan bahwa matematika itu
terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi,
aksioma-aksioma, dan dalil-dalil, dimana dalil-dalil setelah dibuktikan
kebenarannya berlaku secara umum, karena itulah matematika sering disebut ilmu
deduktif.
Selanjutnya Karso (2004: 1.39-1.40) mengungkapkan beberapa pendapat
tentang matematika seperti menurut Johnson dan Rising (1972) menyatakan
bahwa matematika adalah pola pikir, pola pengorganisasian pembuktian yang
logik; matematika itu adalah bahasayang menggunakan istilahyang didefinisikan
dengan cermat, jelas dan akurat representasinya dengan simbol dan padat, lebih
berupa bahasa simbol mengenai arti daripada bunyi. Menurut Reys (1984)
15
mengatakan bahwa matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu
jalan atau pola pikir, suatu seni suatu bahasa dan suatu alat. Sedangkan menurut
Kline (1973) bahwa metematika itu bukan pengetahuansendiri yang dapat
sempurna karena dirinya sendiri. Tapi beradanya itu terutama untuk membantu
manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi dan
alam.
Menurut (Karso, 2004: 1.40) matematika adalah merupakan suatu ilmu
yang berhubungan dengan penelaah bentuk-bentuk atau struktur-struktur yang
abstrak dan hubungan diantara hal-hal itu.
2.1.5 Pembelajaran Matematika Di SD
Pada dasarnya tujuan pelajaran matematika yang sesuai dengan hakikat
matematika merupakan sasaran utama. Sedangkan peran teori- teori belajar
merupakan strategi terhadap pemahaman matematika. Dengan demikian
matematika diharapka matematika dapat dipahami secara wajar sesuai dengan
kemampuan anak. Tujuan akhir dari pelajaran matematika adalah pemahaman
terhadap konsep-konsep matematika yang relatif abstrak.
Objek pembelajaran dalam matematika adalah abstrak. Menurut teori
Piaget bahwa siswa usia SD belum bisa berfikir formal mereka barada pada
tingkat operasi konkret. Dengan demikian pembelajaran matematika di SD tak
bisa lepas dari sifat-sifat matematika yang abstrak dan perkembangan intelektual
siswa yang masih konkret. Oleh karena itu kita perlu memperhatikan beberapa
sifat atau karakteristik pembelajaran matematika di SD.
1. Pembelajaran matematika adalah berjenjang (bertahap)
dimulai dari konsep yag sederhana ke konsep yang lebih sukar. Pembelajaran
matematika harus dimulai dari yang konkret ke semi konkret dan berakhir ke
yang abstrak.
2. Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral
Dalam setiap memperkenalkan konsep atau bahan yang baru perlu
memperkenalkan konsep atau bahan yang telah dipelajari siswa sebelumnya.
Bahan yang baru selalu dikaitkan dengan bahan yang telah dipelajari dan
sekaligus untuk mengingatkannya kembali.
16
3. Pembelajaran matematika menekankan pada pola pendekatan induktif.
Matematika adalah ilmu deduktif. Matematika tersusun secara deduktif
aksiomatik. Namun sesuai dengan perkembangan intelektual di SD. Maka
dalam pembelajaran matematika perlu ditempuh dengan pola pikir atau
pendekatan induktif.
4. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi
Kebenaran matematika sesuai dengan struktur deduktif aksiomatiknya.
Kebenaran-kebenaran dalam matematika pada dasarnya merupakan kebenaran
konsistensi, tidak ada pertentangan antara konsep yang satu dengan konsep
yang lainnya. Dalam pembelajaran matematika di SD kebenaran konsistensi
tersebut mempunyai nilai didik yang sangat tinggi dan amat penting untuk
pembinaan sumber daya manusia dalam kehidupan sehari-hari.
2.1.5.1 Tujuan Matematika Di SD
Di dalam Permendiknas No 22 tahun 2006 mengenai standar isi dijelaskan
bahwa mata pelajaran Matematika bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut.
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat, dalam pemecahan masalah
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi
yang diperoleh
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah
17
2.1.5.2 Ruang Lingkup Pembelajaran Matematika Di SD
Secara garis besar ruang lingkup pokok atau subpokok pembahasan
matematika di SD meliputi lima point seperti yang tercantum di dalam
Permendiknas No 22 Tahun 2006, yaitu:
1. Unit aritmatika (berhitung)
Unit aritmatika dasar atau berhitung mendapat porsi dan penekanan utama.
Sebagian besar dari bahan kajian di SD adalah berhitung yaitu bagian dari
matematika yang membahas bilangan dengan opersinya beserta sifat-sifatnya.
2. Unit pengantar aljabar
Unit pengantar aljabar adalah perluasan terbatas dari unit ar itmatika dasar.
Dengan dasar pemahaman tentang bilangan, dilakukan perintisan penganalan
aljabar.
3. Unit geometri
Unit geometri mengutamakan pengenalan bangun datar dan bangun ruang.
4. Unit pengukuran
Pengukuran diperkenalka sejak kelas I sampai kelas VI dan diawali dengan
pengukuran tanpa menggunakan satua baku.adapun konsep-konsep
pengukuran yang dikenalkan mencakup pengukuran panjang, keliling, luas,
berat, volume, sudut, dan waktu dengan satuan ukurannya.
5. Unit kajian data
Yang dimaksud kajian data adalah pembahasa materi statistik secara
sederhana di SD. Dalam kajian ini terdapat kegiatan pengumpulan data,
menyusun data, menyajikan data secara sederhana serta menmembaca data
yang telah disajikan dalam bentuk diagram.
Adapun standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika yang ada di
SD khususnya kelas V semester ganjil dapat dilihat pada tabel 2.2.
18
Tabel 2.2
SK dan KD Matematika kelas V Semester Ganjil
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
1. Melakukan operasi hitung bilangan bulat dalam pemecahan masalah
1.1. Melakukan operasi hitung bilangan bulat termasuk penggunaan sifat-sifatnya, pembulatan, dan penaksiran
1.2. Menggunakan faktor prima untuk menentukan KPK dan FPB
1.3. Melakukan operasi hitung campuran bilangan bulat
1.4. Menghitung perpangkatan dan akar sederhana
1.5. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan operasi hitung, KPK dan FPB
2. Menggunakan pengukuran waktu, sudut, jarak, dan kecepatan dalam pemecahan masalah
2.1. Menuliskan tanda waktu dengan menggunakan notasi 24 jam
2.2. Melakukan operasi hitung satuan waktu
2.3. Melakukan pengukuran sudut
2.4. Mengenal satuan jarak dan kecepatan
2.5. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan waktu, jarak, dan kecepatan
3. Menghitung luas bangun datar sederhana dan menggunakannya dalam
pemecahan masalah
3.1. Menghitung luas trapesium dan layanglayang
3.2. Menyelesaik-an masalah yang berkaitan dengan luas bangun datar
4. Menghitung Volume Kubus Dan Balok Dan Menggunakannya Dalam Pemecahan Masalah
4.1. Menghitung volume kubus dan balok 4.2. Menyelesaik-an masalah yang berkaitan
dengan volume kubus dan balok
Untuk Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika kelas V
semester genap dapat dilihat pada tabel 2.3.
19
Tabel 2.3
SK dan KD Matematika kelas V Semester Genap
Satandar Kompetensi Kompetensi Dasar
5. Menggunakan pecahan dalam
pemecahan masalah
5.1.Mengubah pecahan ke bentuk persen
dan desimal serta sebaliknya
5.2.Menjumlahkan dan mengurangkan
berbagai bentuk pecahan
5.3.Mengalikan dan membagi berbagai
bentuk pecahan
5.4.Menggunakan pecahan dalam
masalah perbandingan dan skala
6. Memahami sifat-sifat bangun dan
hubungan antar bangun
6.1.Mengidentifikasi sifat-sifat bangun
datar
6.2.Mengidentifikasi sifat-sifat bangun
ruang
6.3.Menentukan jaring-jaring berbagai
bangun ruang sederhana
6.4.Menyelidiki sifat-sifat
kesebangunan dan simetri
6.5.Menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan bangun datar dan
bangun ruang sederhana
2.1.6 Hasil Belajar
Setiap proses belajar mengajar, keberhasilan dapat diukur dari seberapa
jauh hasil belajar yang dicapai siswa. Hasil belajar dapat diartikan sebagai hasil
maksimal dari apa yang telah dilakukan. Menurut Nana Sudjana, (2010: 22-23)
hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya.
Dimyati dan Mudjiono (2009: 20) menyatakan bahwa hasil belajar
merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut terjadi terutama
20
berkat evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran dan dampak
pengiring. Kedua dampak bermanfaat bagi siswa dan guru. Menurut Davies dalam
Dimyati dan Mudjiono (2009: 201), ranah tujuan pendidikan berdasarkan hasil
belajar siswa secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 3, yakni ranah kognitif,
afektif, dan psikomotor. Sementara menurut Lindgren dalam Suprijono (2011: 7),
hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap.
Sedangkan menurut Sudjana (2011: 22), bahwa hasil belajar adalah kemampuan-
kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.
Definisi yang dikembangkan oleh Ralph Tyler dalam Arikunto (2009: 3)
mengatakan bahwa evaluasi adalah sebuah proses pengumpulan data untuk
menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan pendidikan
sudah tercapai. Lebih lanjut Cronbach dan Stufflebeam tamabahan devinisi
tersebut adalah proses evaluasi bukan sekedar mengukur sejauh mana tujuan
tmenuruyercapai , tetapi digunakan untuk membuat keputusan.
Dalam penelitian ini untuk melihat hasil belajar atau ketercapain proses
pembelajaran hanya dilihat dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitif hasil
belajar dapat dilihat dari skor yang diperoleh siswa dari tes yang diberikan guru
setelah proses pembelajaran.
2.2 Kajian Penelitian Yang Relevan
Sholikhin, Bagus I. 2011. Pengaruh Problem Based Learning (PBL)
Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas V SD di Gugus Kartini
Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2010/2011.
Hasil penelitian menunjukkan besarnya thitung -0,116 dan ttabel -2,311 maka
thitung lebih besar daripada ttabel dengan taraf signifikasi 0,389 sehingga H0
diterima, artinya tidak ada pengaruh Problem Based Learning (PBL) terhadap
prestasi belajar matematika siswa kelas V SD di Gugus Kartini Kecamatan
Sidorejo Kota Salatiga semester II tahun ajaran 2010/2011. Hal ini disebabkan
masalah waktu yang dibutuhkan dalam mengimplementasikan PBL lebih lama
daripada pembelajaran konvensional serta masalah perubahan tuntutan siswa dari
sitem pembelajaran konvensional ke PBL.
21
Penelitian Astuti (2007) yang berjudul Model Pembelajaran Berbasis
Masalah (Problem Based Learning) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
Kelas VIII Semester II SMP N 5 Semarang Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi
Datar Tahun Pelajaran 2006/2007. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pada
siklus I belum menunjukkan hasil yang optimal dalam meningkatkan hasil be lajar,
oleh karena itu dilakukan siklus II. Pada siklus II menunjukkan adanya
peningkatan antara lain: Pada siklus I yang tuntas belajar sebanyak 32 siswa
dengan prosentase ketuntasan klasikal 76,19% denagn nilai rata-rata kelasnya
76,36 dan pada siklus II banyaknya siswa yang tuntas adalah 35 siswa dengan
prosentase ketuntasan klasikal 88,1% dengan nilai rata-rata kelasnya 81,7 %.
Penelitian Putro (2010) yang berjudul Penerapan Metode Pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) Sebagai Upaya Meningkatkan Keaktifan dan
Prestasi Belajar Siswa Kelas XI IPS 2 SMA Negeri 8 Surakarta pada Mata
Pelajaran Matematika Tahun Ajaran 2009/2010. Penelitian ini menyatakan bahwa
Sebelum diterapkan metode pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
keaktifan siswa masih rendah terlihat dari keaktifan siswa pada aspek visual
activities 35,49%, oral activities 22,58%, listening activities 41,94%, dan writing
activities 45,16%. Penelitian siklus I diperoleh peningkatan hasil keaktifan pada
aspek visual activities 48,39%, oral activities 45,16%, listening activities 54,84%
dan writing activities 58,09%. Penelitian siklus II diperoleh peningkatan hasil
keaktifan siswa pada aspek visual activities 74,19% , oral activities 67,73%,
listening activities 77,41% dan writing activities mencapai 70,96%. Sedangkan
nilai rata-rata kelas sebelum diterapkan metode pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) adalah 60,4. Siswa yang sudah tuntas sebesar 51,6% atau 16
siswa, sedangkan siswa yang belum tuntas sebesar 48,4% atau 15 siswa. Pada
prestasi belajar siswa siklus I nilai rata-rata kelas menjadi 71,90 dan 76,32 pada
siklus II. Pada pelaksanaan siklus I siswa yang sudah tuntas sebesar 77,42% atau
24 siswa, sedangkan siswa yang belum tuntas sebesar 22,58% atau 7 siswa. Pada
pelaksanaan siklus II siswa yang sudah tuntas sebesar 87,09% atau sebanyak 27
siswa, sedangkan siswa yang belum tuntas sebesar 12,91% atau sebanyak 4 siswa.
22
2.3 Kerangka Berfikir
Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang objek kajiannya abstrak.
Pada sisi lain anak usia SD (6-12 tahun) masuk dalam fase perkembangan
operasional konkret. Dari kedua hal tersebut terlihat perbedaan yang terlihat jelas
antara kajian matematika dengan tahap perkembangan kognitif anak.
Pembelajaran yang terjadi di lingkungan SD kurang mendukung adanya
kesinambungan antara objek matematika dengan tahap perkembangan anak.
Seringkali pembelajaran yang terjadi hanyalah pengenalan konsep-konsep saja
dan guru menjadi sumber utama (teacher centered). Hal ini mengkibatkan
pembelajaran yang terjadi kurang bermakna.
Pembelajaran dengan menggunakan model problem based laearning
merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan oleh seorang guru dalam
memberikan materi tentang matematika. Problem Based Learning merupakan
suatu pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Dalam Problem Based
Learning, siswa dikondisikan untuk aktif memecahkan masalah yang diberikan
dengan menggunakan dan memberdayakan ide dan gagasan yang mereka miliki.
Masalah yang digunakan dalam Problem Based Learning (PBL) diambil dari
kehidupan atau lingkungan sekitar siswa. Sehingga anak akan mendapat
pengalaman langsung yang akan menjadikan pembelajaran lebih bermakna.
2.4 Hipotesis Penelitian
Dari rumusan masalah didapatkan hipotesis penelitian yaitu:
H0: Tidak terdapat perbedaan efektivitas antara pembelajaran Matematika
yang dilaksanakan menggunakan model Problem Based Learning (PBL)
dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD
semester II desa Depok tahun ajaran 2011/2012.
Ha: Terdapat perbedaan efektivitas antara pembelajaran Matematika yang
dilaksanakan menggunakan model Problem Based Learning (PBL)
dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD
semester II desa Depok tahun ajaran 2011/2012.