bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori 2.1.1 model...

33
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Suprihatiningrum (2013:191) pembelajaran kooperatif atau cooperative learning mengacu pada metode pembelajaran yang mana siswa bekerja bersama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar. Siswa dapat saling membantu dalam memahami materi, atau berdiskusi membahas suatu permasalahan atau fenomena yang sedang terjadi. Pembelajaran yang seperti ini akan membuat kemampuan sosial siswa meningkat, karena untuk mencapai tujuan belajar siswa bisa bekerja sama dengan teman kelompoknya. Sedangkan Slavin (2010:4) mengemukakan: Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing Lebih lanjut Slavin mengungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang menekankan pada pembagian siswa kedalam kelompok-kelompok kecil untuk tujuan tertentu. Kelompok-kelompok kecil yang terbentuk terdiri dari siswa yang heterogen. Setiap anggota dalam kelompok heterogen mendapatkan tugas kelompok, dalam menyelesaikan tugas kelompok tersebut. Setiap anggota harus saling bekerjasama dan membantu untuk memahami suatu materi maupun bahan pembelajaran. Proses pembelajaran kooperatif memiliki ciri khusus dalam pembelajarannya yaitu lebih menekankan pada proses kerjasama dalam kelompok dan bagaimana siswa saling bertukar informasi. Menurut Rusman (2010:203) pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam suatu kelompok kecil untuk saling berinteraksi. Isjoni (2011:14) berpendapat bahwa pembelajaran

Upload: dangthu

Post on 28-Apr-2019

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7960/3/T1_292010182_BAB II.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA . ... akan membuat kemampuan sosial

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Suprihatiningrum (2013:191) pembelajaran kooperatif atau

cooperative learning mengacu pada metode pembelajaran yang mana siswa

bekerja bersama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar. Siswa

dapat saling membantu dalam memahami materi, atau berdiskusi membahas suatu

permasalahan atau fenomena yang sedang terjadi. Pembelajaran yang seperti ini

akan membuat kemampuan sosial siswa meningkat, karena untuk mencapai tujuan

belajar siswa bisa bekerja sama dengan teman kelompoknya. Sedangkan Slavin

(2010:4) mengemukakan:

Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode

pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil

untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi

pelajaran. Dalam kelas kooperatif para siswa diharapkan dapat saling

membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi untuk mengasah

pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan

dalam pemahaman masing-masing

Lebih lanjut Slavin mengungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif

merupakan pembelajaran yang menekankan pada pembagian siswa kedalam

kelompok-kelompok kecil untuk tujuan tertentu. Kelompok-kelompok kecil yang

terbentuk terdiri dari siswa yang heterogen. Setiap anggota dalam kelompok

heterogen mendapatkan tugas kelompok, dalam menyelesaikan tugas kelompok

tersebut. Setiap anggota harus saling bekerjasama dan membantu untuk

memahami suatu materi maupun bahan pembelajaran. Proses pembelajaran

kooperatif memiliki ciri khusus dalam pembelajarannya yaitu lebih menekankan

pada proses kerjasama dalam kelompok dan bagaimana siswa saling bertukar

informasi.

Menurut Rusman (2010:203) pembelajaran kooperatif adalah strategi

pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam suatu kelompok kecil

untuk saling berinteraksi. Isjoni (2011:14) berpendapat bahwa pembelajaran

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7960/3/T1_292010182_BAB II.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA . ... akan membuat kemampuan sosial

9

kooperatif yaitu pembelajaran dengan strategi kelompok dengan anggota

kelompok kecil dengan kemampuan yang berbeda-beda, dimana setiap anggota

bertanggung jawab atas anggota lainnya untuk mencapai tujuan yang telah

ditentukan. Sedangkan menurut Suprijono (2012:54) pembelajaran kooperatif

adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk

bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Ketiga

pendapat ahli diatas memiliki inti yang hampir sama karena sama-sama

berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang

dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil, anggota yang heterogen dan

melibatkan partisipasi siswa. Kelompok dalam pembelajaran kooperatif biasanya

hanya beranggotakan 4-6 orang, anggotanya pun heterogen dalam arti memiliki

kemampuan yang berbeda-beda serta melibatkan partisipasi siswa dalam

pembelajaran yang artinya siswa tidak hanya pasif mendengarkan penjelasan dari

guru.

Menurut Roger dan David Johnson (Lie, 2004:31) tidak semua kerja

kelompok bisa dianggap Cooperative Learning. Untuk mencapai hasil yang

maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan,

selengkapnya dijabarkan sebagai berikut :

a. Saling ketergantungan positif

Faktor keberhasilan dalam suatu kelompok bergantung pada keberhasilan

individu, sehingga terdapat kesinambungan dalam mencapai tujuan

bersama. Guru menyusun dengan jelas kegiatan yang dirancang sehingga

anggota kelompok dapat menyelesaikan tugasnya sendiri untuk mencapai

tujuan bersama. Evaluasi yang dilakukan guru secara menyeluruh

sehingga anggota kelompok dapat memberikan kontribusi pada

kelompok secara merata dan termotivasi untuk meningkatkan usaha

dalam mencapai tujuan bersama. Dengan demikian sisw ayang kurang

b. Tanggungjawab perseorangan

Setiap individu memiliki tanggung jawab dalam memberikan usaha yang

terbaik untuk mencapai tujuan bersama. Jika setiap anggota kelompok

mempunyai kemauan untuk memberikan yang terbaik bagi kelompoknya,

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7960/3/T1_292010182_BAB II.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA . ... akan membuat kemampuan sosial

10

maka mereka akan bekerja keras untuk mencapai tujuan bersama. Jika

salah satu anggota kelompok tidak melaksanakan tugasnya, maka

kelompok itu tidak akan mencapai tujuan bersama.

c. Interaksi personal

Dalam pembelajaran kooperatif, interaksi pesonal adalah unsur

terpenting. Interaksi sosial membutuhkan komunikasi antar anggota.

Dengan adanya komunikasi antar anggota maka akan timbul sinergi yang

dapat memberikan keuntungan bagi kelompok. Adanya sinergi dalam

kelompok akan membuat tiap anggota kelompok akan dapat saling

menghargai perbedaan, hal itu berdampak bagi tiap anggota untuk

memanfaatkan semaksimal mungkin kelebihan dari masing-masing

anggota kelompok dan saling mengisi kekurangan masing-masing.

Pemikiran masing-masing anggota kelompok akan memperkaya hasil

pemikiran sehingga dapat menyelesaikan masalah.

d. Keahlian kerjasama

Komunikasi sangat penting dalam keahlian kerjasama. Setiap anggota

kelompok saling mengutarakan pendapatnya kemudian menyatukannya

sehingga menjadi suatu hasil. Hal ini juga akan melatih mereka untuk

belajar mendengarkan ketika orang lain berbicara, menghargai pendapat

orang lain, dan belajar menyampaikan pendapat tanpa menyinggung

perasaan orang lain.

e. Evaluasi proses kelompok

Guru menjadwalkan waktu secara khusus bagi kelompok untuk

mengevaluasi proses kerja kelompok untuk mengevaluasi proses kerja

kelompok dan hasil dari kerja kelompok, sehingga bisa bekerja sama

dengan lebih efektif.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

kooperatif merupakan desain pembelajaran yang dilakukan dalam kelompok-

kelompok kecil yang heterogen dimana setiap anggota kelompok harus memiliki

kesadaran dan tanggung jawab untuk bekerjasama demi keberhasilan

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7960/3/T1_292010182_BAB II.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA . ... akan membuat kemampuan sosial

11

kelompoknya dan untuk membangun pengetahuan bersama-sama melalui interaksi

yang terjadi didalam kelompok.

2.1.2 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Game Tournament

Model pembelajaran kooperatif tipe Team Game Tournament merupakan

salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh

Slavin. Menurut Slavin (2010:163) Team Game Tournament (TGT) merupakan

turnamen akademik dan menggunakan kuis-kuis dan sistem skor kemajuan

individu, dimana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota

tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti mereka.

Suprihatiningrum (2013:210) berpendapat bahwa pembelajaran TGT

menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5-6

orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku atau ras yang

berbeda. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa model

pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah suatu pembelajaran yang menempatkan

siswa kedalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki kemampuan, jenis

kelamin dan suku atau ras yang berbeda untuk mengikuti turnamen akademik

melawan anggota tim lain yang kemampuan akademiknya setara, menjawab kuis

dan untuk bekerja sama mencapai tujuan tim mereka. Ada beberapa unsur penting

dalam TGT yaitu turnamen, kuis serta siswa yang satu melawan siswa perwakilan

dari kelompok lain yang kemampuan akademiknya setara. Hal ini berarti setiap

anggota kelompok harus bekerjasama untuk memperoleh skor dalam turnamen

dengan menjawab kuis bersama lawan yang seimbang, sehingga siswa yang

kemampuan akademiknya rendah sekalipun memiliki kesempatan yang sama

untuk memperoleh skor.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan pembelajaran

kooperatif tipe TGT (Slavin, 2010:166-167) tercermin kedalam 5 prinsip berikut :

a. Presentasi Kelas

Pelaksanaan prinsip presentasi kelas ini dimulai dengan memperkenalkan

materi pembelajaran yang diberikan secara langsung atau

mendiskusikannya didalam kelas. Guru dalam hal ini berperan sebagai

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7960/3/T1_292010182_BAB II.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA . ... akan membuat kemampuan sosial

12

fasilitator. Pembelajaran yang dilakukan mengacu pada apa yang

disampaikan oleh guru agar nantinya dapat membantu siswa dalam

mengikuti game / tournament.

b. Team (Kelompok)

Kelompok haruslah heterogen berdasarkan kemampuan akademiknya

dan jenis kelamin, jika memungkinkan berdasarkan suku, ras atau kelas

sosial. Tujuan utama pembentukan kelompok adalah untuk meyakinkan

siswa bahwa semua anggota kelompok belajar dan semua anggota

mempersiapkan diri untuk mengikuti game dan tournament dengan

sebaik-baiknya. Diharapkan tiap anggota kelompok melakukan yang

terbaik untuk kelompoknya dan berusaha semaksimal mungkin untuk

membantu anggota kelompoknya sehingga dapat meningkatkan

kemampuan akademik dan menumbuhkan pentingnya kerjasama diantara

siswa serta meningkatkan rasa percaya diri.

c. Game (Permainan)

Permainan (game) dibuat dengan isi pertanyaaan-pertanyaan untuk

mengetes pengetahuan siswa yang didapat dari presentasi kelas dan

latihan kelompok. Game dimainkan dengan meja berisi tiga murid yang

diwakili tiga kelompok yang berbeda. Siswa mengambil kartu bernomor

dan berusaha untuk menjawab pertanyaan sesuai dengan nomor.

Aturannya memperbolehkan pemain untuk menantang jawaban yang

lain.

d. Tournament (Kompetisi)

Biasanya tournamen diselenggarakan akhir minggu, setelah guru

membuat presentasi kelas dan kelompok-kelompok mempraktikan tugas-

tugasnya. Turnamen yang pertama guru mengelompokan siswa dengan

kemampuan serupa yang mewakili tiap timnya. Kompetisi ini juga

memungkinkan bagi siswa dari semua level di penampilan sebelumnya

untuk memaksimalkan nilai kelompok mereka menjadi terbaik.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7960/3/T1_292010182_BAB II.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA . ... akan membuat kemampuan sosial

13

e. Penghargaan Kelompok (Rekognisi Tim)

Setelah mengikuti game dan tournament, setiap kelompok akan

memperoleh poin. Rata-rata poin kelompok yang diperoleh dari game

dan tournament akan digunakaan sebagai penentu penghargaan

kelompok. Jenis penghargaan sesuai dengan kriteria yang telah

ditentukan. Penghargaan kelompok dapat berupa hadiah, sertifikat dan

sebagainya.

TEAM A

TEAM B TEAM C

Penempatan pada Meja Turnamen

Keterangan:

MT 1, MT 2, MT 3, MT 4 : Meja Turnamen

A-1, B-1, C-1 : Siswa berkemampuan akademik tinggi

A-2, B-2, C-2 : Siswa berkemampuan akademik sedang

A-3, B-3, C-3 : Siswa berkemampuan akademik sedang

A-4, B-4, C-4 : Siswa berkemampuan akademik rendah

Sebelum melakukan turnamen terlebih dahulu guru memberikan materi

pembelajaran di kelas, siswa dibentuk dalam kelompok yang terdiri dari 4 – 5

A-1 A-2 A-3 A-4

Tinggi Sedang Sedang Rendah

B-1 B-2 B-3 B-4

Tinggi Sedang Sedang Rendah

C-1 C-2 C-3 C-4

Tinggi Sedang Sedang Rendah

MT

1

MT

2

MT

3

MT

4

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7960/3/T1_292010182_BAB II.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA . ... akan membuat kemampuan sosial

14

anggota secara heterogen berdasarkan kemampuan akademik siswa yang

ditempatkan pada meja – meja turnamen. Dalam meja turnamen tersebut sudah

disiapkan alat-alat permainan yang dilengkapi dengan pertanyaan, jawaban, kartu

permainan bernomor dan lembar skor. Turnamen dilakukan memungkinkan siswa

dari semua tingkat kemampuan menyumbangkan poin bagi kelompoknya. Bagi

kelompok yang menyumbangkan poin terbanyak akan diberikan penghargaan.

Selain prinsip model pembelajaran Kooperatif tipe TGT yang

dikemukakan oleh Slavin diatas, Silberman (2004:181) juga mengemukakan

tahapan pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan versi yang lebih sederhana

namun lebih terperinci, sebagai berikut :

a. Bagilah siswa menjadi sejumlah tim beranggotakan 2-8 siswa. Pastikan

bahwa tim memiliki jumlah anggota yang sama atau hampir sama.

b. Berikan materi kepada tim untuk dipelajari bersama anggota tim yang

lain.

c. Buatlah beberapa pertanyaan yang menguji pemahaman dan atau

ingatan siswa akan materi pelajaran. Usahakan memudahkan penilaian

sendiri, misalnya pilihan ganda, mengisi titik-titik, benar salah, atau

definisi istilah.

d. Berikan sebagian pertanyaan kepada siswa. Sebutlah ini sebagai “ronde

satu” dari turnamen belajar. Tiap siswa harus menjawab pertanyaan

secara perseorangan.

e. Setelah pertanyaan diajukan sediakan jawabannya dan perintahkan

siswa untuk menghitung jumlah pertanyaan yang mereka jawab benar.

Selanjutnya perintahkan mereka untuk menyatukan skor mereka dengan

tiap anggota tim mereka untuk mendapat skor tim. Umumkan skor tiap

tim.

f. Perintahkan siswa untuk belajar lagi untuk ronde kedua dalam

turnamen. Kemudian ajukan pertanyaan tes lagi sebagai bagian dari

“ronde kedua”. Perintahkan tim untuk sekali lagi menggabungkan skor

mereka dan menambahkannya ke skor mereka di ronde pertama.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7960/3/T1_292010182_BAB II.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA . ... akan membuat kemampuan sosial

15

g. Guru bisa membuat ronde sebanyak yang guru mau, namun pastikan

untuk memberi kesempatan tim untuk menjalani sesi belajar antar

masing-masing ronde.

Berdasarkan pendapat para ahli mengenai tahapan model pembelajaran

kooperatif tipe TGT diatas dapat disimpulkan tahapan pembelajaran Kooperatif

tipe TGT pada awal, inti dan akhir penelitian adalah sebagai berikut :

1) Guru membagikan materi yang akan dipelajari siswa, dan

membimbing siswa dalam kegiatan tanya jawab tentang materi yang

akan dipelajari siswa.

2) Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok kecil yang

heterogen.

3) Siapkan pertanyaan untuk di diskusikan siswa bersama kelompoknya.

4) Berikan kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan hasil

diskusinya bersama kelompok.

5) Guru mengajak siswa untuk melakukan permainan sebagai permulaan

sebelum turnamen.

6) Siapkan turnamen “Ronde Satu” beserta daftar pertanyaannya kedalam

kartu-kartu pertanyaan.

7) Turnamen “Ronde Satu” diikuti oleh seluruh anggota kelompok secara

bergantian melawan anggota kelompok lain yang kemampuan

akademiknya setara.

8) Jika seluruh anggota sudah bertanding maka hitunglah skor yang

diperoleh kelompok dengan cara menjumlahkan poin-poin berdasarkan

jumlah jawaban benar dari pertanyaan yang diajukan.

9) Berikan kesempatan kepada kelompok untuk berdiskusi membahas

kelemahan kelompok mereka dan untuk belajar bersama supaya pada

ronde selanjutnya kelompok mereka mendapat poin yang lebih banyak

10) Siapkan turnamen “Ronde Dua” beserta daftar pertanyaannya kedalam

kartu-kartu pertanyaan.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7960/3/T1_292010182_BAB II.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA . ... akan membuat kemampuan sosial

16

11) Turnamen “Ronde Dua” diikuti oleh seluruh anggota kelompok secara

bergantian melawan anggota kelompok lain yang kemampuan

akademiknya setara.

12) Jika seluruh anggota sudah bertanding maka hitunglah skor yang

diperoleh kelompok dengan cara menjumlahkan poin-poin berdasarkan

jumlah jawaban benar dari pertanyaan yang diajukan ditambah lagi

dengan hasil perolehan poin pada ronde pertama.

13) Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang mendapat poin

tertinggi.

Terlihat dalam tahapan pembelajarannya bahwa model pembelajaran

kooperatif tipe TGT ini memiliki desain pembelajaran yang menarik dan

membutuhkan aktifitas siswa. Selain itu dalam pembelajaran TGT juga sangat

mengandalkan kerjasama tim dimana yang pintar membantu yang kurang pintar

untuk memperoleh poin bagi tim mereka. Diharapkan dengan pembelajaran

kooperatif tipe TGT ini dapat lebih efektif dalam meningkatkan hasil belajar dan

keaktifan siswa.

2.1.3 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Team Game Tournament

Model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Team Game Tournament) ini

mempunyai kelebihan dan kekurangan. Menurut Suarjana (Windarti, 2013:24)

yang merupakan kelebihan dan manfaat dari model pembelajaran kooperatif tipe

TGT antara lain:

1. Lebih meningkatkan pencurahan waktu pada tugas

2. Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu

3. Siswa dapat menguasai materi secara mendalam

4. Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa

5. Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain

6. Motivasi belajar lebih tinggi

7. Hasil belajar lebih baik

8. Meningkatkan kebaikan budi kepekaan dan toleransi

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7960/3/T1_292010182_BAB II.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA . ... akan membuat kemampuan sosial

17

Namun model pembelajaran kooperatif tipe TGT juga memiliki kelemahan

sebagai berikut :

1. Bagi Guru

a. Sulitnya pengelompokan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen

dari segi akademis. Kelemahan ini dapat diatasi jika guru bertindak

sebagai pemegang kendali teliti dalam menentukan pembagian kelompok.

b. Waktu yang dihabiskan untuk diskusi oleh siswa cukup banyak sehingga

melewati waktu yang sudah ditetapkan. Kesulitan ini dapat diatasi jika

guru menguasai kelas secara menyeluruh.

2. Bagi Siswa

a. Masih adanya siswa berkemampuan tinggi yang kurang terbiasa dan sulit

memberikan penjelasan kepada siswa lainnya. Untuk mengatasi

kelemahan ini, tugas guru adalah membimbing dengan baik siswa yang

mempunyai kemampuan akademik tinggi agar dapat dan mampu

menularkan pengetahuannya kepada siswa yang lain

b. Pada setiap pembagian kelompok biasanya siswa ribut sehingga kelas

tidak dapat dikondisikan.

2.1.4 Pembelajaran Konvensional

Dalam dunia pendidikan terdapat istilah yang tidak asing lagi, yaitu

pembelajaran konvensional. Pembelajaran konvensional sering kali disebut

sebagai pembelajaran tradisional. Suyitno dalam Puspitasari (2012:20)

mengemukakan bahwa metode konvensional adalah cara menyampaikan

pembelajaran dari seorang guru kepada siswa di dalam kelas dengan cara

berbicara diawal pembelajaran, menerangkan materi dan contoh soal.

Susanto (2013:192) mengungkapkan bahwa model pembelajaran

konvensional biasanya lebih menekankan pada latihan pengerjaan soal atau drill,

prosedural dan banyak menggunakan rumus dan algoritme sehingga siswa dilatih

mengerjakan soal seperti mekanik atau mesin. Lebih lanjut Susanto juga

menyatakan bahwa dalam pembelajaran konvensional siswa cenderung menyimak

penjelasan gurunya dalam memberikan contoh dan menyelesaikan soal-soal di

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7960/3/T1_292010182_BAB II.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA . ... akan membuat kemampuan sosial

18

papan tulis, kemudian meminta siswa bekerja sendiri dalam buku teks atau lembar

kerja siswa yang telah disediakan.

Berdasarkan definisi metode konvensional yang disebutkan oleh Suyitno,

dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran pada metode konvensional

bersifat teacher-centered, atau terpusat pada guru. Guru lebih mendominasi dalam

pembelajaran, sehingga guru lebih banyak berbicara, dan siswa sebagai pendengar

/ sebagai penerima informasi. Hanafiah (Puspitasari, 2012:20) menyebutkan

bahwa guru yang menggunakan metode konvensional dalam pembelajaran

menyusun materi pelajaran secara hirearkis dan sistematis, hal ini berakibat guru

yang menerangkan dan siswa hanya menerima.

Berdasarkan beberapa penjelasan mengenai pembelajaran konvensional

diatas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa pembelajaran konvensional adalah

suatu kegiatan pembelajaran dimana guru lebih aktif dan siswa hanya pasif

menerima penjelasan dari guru lalu dilanjutkan dengan mengerjakan soal latihan.

Kegiatan dalam pembelajaran konvensional siswa tidak diberi keleluasaan untuk

aktif, siswa mendapatkan kesempatan untuk berbicara ketika bertanya tentang

materi yang belum diketahui. Selebihnya siswa akan diberi latihan soal dari guru

jika materi pelajaran telah selesai disampaikan oleh guru.

2.1.5 Hasil Belajar

Menurut Gagne (Suprijono, 2012:2) belajar adalah perubahan disposisi

atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi

tersebut bukan diperoleh secara langsung dari proses pertumbuhan seseorang

secara alamiah. Sedangkan menurut Sudjana (2011:22) yang dimaksud dengan

hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah

menerima pengalaman belajarnya. Kedua pendapat diatas saling berkaitan, belajar

adalah sebuah proses yang menghasilkan perubahan disposisi atau kemampuan

melalui aktivitas yang dilakukan pada saat menerima pengalaman belajar, dan

hasil dari proses inilah yang disebut dengan hasil belajar.

Sejalan dengan pendapat dari Sudjana, Arikunto (2009) menyatakan

bahwa hasil belajar adalah hasil akhir setelah mengalami proses belajar,

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7960/3/T1_292010182_BAB II.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA . ... akan membuat kemampuan sosial

19

perubahan itu tampak dalam perbuatan yang dapat diamati dan dapat diukur.

Gagne dan Briggs (Suprihatiningrum, 2013:37) juga mengungkapkan

pendapatnya bahwa yang dimaksud hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan

yang dimiliki siswa sebagai akibat perbuatan belajar dan dapat diamati melalui

penampilan siswa (Learner’s Performance). Suatu proses belajar akan

memberikan suatu hasil dalam diri peserta didik baik dalam perubahan perilaku

maupun dalam kemampuannya. Perubahan ini dapat diamati melalui penglihatan

dan dapat diukur melalui kegiatan evaluasi hasil belajar. Perubahan perbuatan

yang dapat dikategorikan sebagai hasil dari proses belajar misalnya dari belum

tahu menjadi tahu, dari yang belum mengerti menjadi mampu menjelaskan

sesuatu dengan tepat, dari yang awalnya berperilaku kurang baik menjadi lebih

sopan dan mampu menghargai dan sebagainya.

Menurut Suprijono (2012:5) hasil belajar adalah pola-pola perbuatan,

nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Lebih

lanjut Suprijono (2012:7) mengungkapkan bahwa hasil belajar adalah perubahan

perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan

saja. Perubahan perilaku sebagai hasil dari proses belajar mencakup tiga aspek

yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Aspek kognitif mencakup

pengetahuan, pemahaman, menerapkan, menguraikan, mengorganisasikan dan

mengevaluasi atau menilai. Aspek afektif misalnya sikap menerima, memberikan

respon, dan nilai-nilai. Aspek psikomotorik meliputi keterampilan, sikap-sikap

dan perbuatan.

Menurut Sudjana (2011) hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses

belajar mengajar yang optimal ditunjukan dengan ciri-ciri sebagai berikut :

1) Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi

belajar intrinsik pada diri siswa. Siswa tidak mengeluh dengan

prestasi yang rendah dan ia akan berjuang lebih keras untuk

memperbaikinya atau setidaknya mempertahankan apa yang

telah dicapai.

2) Menambah keyakinan dan kemampuan dirinya, artinya ia tahu

kemampuan dirinya dan percaya bahwa ia mempunyai potensi

yang tidak kalah dari orang lain apabila ia berusaha

sebagaimana mestinya

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7960/3/T1_292010182_BAB II.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA . ... akan membuat kemampuan sosial

20

3) Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya, akan tahan

lama diingat, membentuk perilaku, bermanfaat untuk

mempelajari aspek lain, kemauan dan kemampuan untuk belajar

sendiri dan mengembangkan kreativitasnya.

4) Hasil belajar yang diperoleh siswa secara menyeluruh, yakni

mencakup ranah kognitif, pengetahuan atau wawasan, ranah

afektif dan ranah psikomotorik, keterampilanatau perilaku.

5) Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan

mengendalikan diri terutama dalam menilai hasil yang

dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan

usaha belajar.

Gagne (Suprijono, 2012:5) mengungkapkan ada lima kategori hasil

belajar. Kategori hasil belajar tersebut yakni informasi verbal, kecakapan

intelektual, strategi kognitif, sikap dan keterampilan. Sementara Bloom

(Suprijono, 2012:6) mengungkapkan hasil belajar mencakup kemampuan kognitif,

afektif dan psikomotorik. Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat

disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dapat

diamati, dapat diukur dan harus dimiliki oleh peserta didik setelah menerima

pengalaman belajar yang mencakup kemampuan kognitif, afektif dan

psikomotorik.

2.1.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Moh. Uzer umar dan Lilis setyowati (Iriyanti, 2012:23) mengemukakan

faktor–faktor yang menentukan pencapaian hasil belajar sebagai berikut :

1. Faktor internal (yang berasal dari dalam diri)

a) Faktor jasmani yang bersifat bawaan maupun yang

diperoleh, yaitu panca indra yang tidak berfungsi

sebagaimana mestinya seperti mengalami sakit cacat tubuh

atau perkembangan tidak sempurna.

b) Faktor psikologis baik bersifat bawaan maupun diperoleh

yaitu sebagai berikut :

1) Faktor intelektif yang meliputi faktor potensial yaitu

kecerdasan dan bakat serta faktor kecakapan nyata yaitu

prestasi yang dimiliki.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7960/3/T1_292010182_BAB II.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA . ... akan membuat kemampuan sosial

21

2) Faktor intelektif yaitu unsur – unsur kepribadian tertentu

seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi,

emosi, dan penyesuaian diri.

c) Faktor kematangan fisik maupun psikis

2. Faktor eksternal (yang berasal dari luar diri).

a) Faktor sosial yang terdiri dari lingkungan keluarga,

lingkungan sekolah, masyarakat, dan lingkungan kelompok.

b) Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan,

teknologi, dan kesenian.

c) Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah dan fasilitas

belajar.

d) Faktor lingkungan spirirtual dan keagamaan.

Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa

faktor yang mempengaruhi hasil belajar seseorang yaitu ada faktor internal yang

berasal dari dalam diri individu dan faktor eksternal yang berasal dari luar

individu. Faktor Internal antara lain faktor jasmani, faktor psikologis, dan faktor

kematangan fisik maupun psikis. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi

hasil belajar siswa antara lain faktor sosial, faktor budaya, faktor lingkungan fisik

dan faktir lingkungan spiritual.

2.1.7 Keaktifan Siswa

Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas

dan kreatifitas peserta didik melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar.

Keaktifan belajar siswa merupakan unsur dasar yang penting bagi keberhasilan

proses pembelajaran. Menurut Rosyada (Riadi, 2012) pembelajaran aktif adalah

belajar yang memperbanyak aktivitas siswa dalam mengakses berbagai informasi

dari berbagai sumber, untuk dibahas dalam proses pembelajaran dalam kelas,

sehingga memperoleh berbagai pengalaman yang tidak saja menambah

pengetahuan, tapi juga kemampuan analisis dan sintesis. Siswa harus dilibatkan

dalam proses belajar mengajar sehingga siswa lebih aktif dalam mengikuti

pembelajaran. Siswa diberikan suatu rangsangan untuk memancing semangatnya

sehingga dengan sendirinya siswa akan berusaha mengakses informasi dari

berbagai sumber lalu mendiskusikannya dikelas setelah itu siswa mampu

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7960/3/T1_292010182_BAB II.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA . ... akan membuat kemampuan sosial

22

menguraikan pendapatnya dan menarik suatu pemahaman dari kegiatan

belajarnya.

Berbicara mengenai pembelajaran yang aktif tidak akan terlepas dari

pengertian keaktifan itu sendiri. Keaktifan berasal dari kata dasar aktif lalu

memperoleh imbuhan ke-an. Aktif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

(2005:23) berarti giat (bekerja, berusaha) dan keaktifan diartikan sebagai hal atau

keadaan dimana siswa dapat aktif. Pengertian keaktifan menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia ini mengindikasikan bahwa siswa dapat dikatakan memiliki

keaktifan apabila dalam pembelajaran siswa giat bekerja dan berusaha, tentu saja

dalam konteks pembelajaran. Pendapat lain mengemukakan bahwa keaktifan

adalah kegiatan yang bersifat fisik maupun mental, yaitu berbuat dan berfikir

sebagai suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan (Sardiman, 2011:98). Hal ini

berarti untuk dapat memproses dan mengolah hasil belajarnya secara efektif,

peserta didik dituntut untuk aktif baik dalam kegiatan yang bersifat fisik misalnya

melakukan sesuatu sekaligus dalam kegiatan yang bersifat mental misalnya

memikirkan sesuatu dan menganalisis.

Menurut Rohani (2010:6-7) belajar yang berhasil harus melalui berbagai

macam aktifitas, baik aktifitas fisik maupun psikis. Aktifitas fisik adalah siswa

giat aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain maupun bekerja, ia

tidak hanya duduk dan mendengarkan, melihat atau hanya pasif. Siswa yang

memiliki aktifitas psikis (kejiwaan) adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak–

banyaknya atau banyak berfungsi dalam rangka pembelajaran. Aktifitas siswa

yang termasuk kedalam aktifitas psikis misalnya menggunakan logikanya untuk

pemecahan masalah, siswa akan mencari berbagai informasi yang diperlukan

selain itu siswa akan berdiskusi dengan teman kelompoknya atau dengan siswa

lain untuk memperkuat ataupun memperbaiki pendapatnya. Segala pengetahuan

harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan

sendiri, dengan bekerja sendiri dengan fasilitas yang diciptakan sendiri.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa keaktifan siswa

adalah segala kegiatan siswa yang bersifat fisik maupun non fisik yang diperlukan

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7960/3/T1_292010182_BAB II.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA . ... akan membuat kemampuan sosial

23

dalam proses pembelajaran dan berlangsung sebagai satu rangkaian yang tidak

terpisahkan.

2.1.8 Klasifikasi dan Pengukuran Keaktifan Siswa

Menurut Sardiman (2011 : 100–101) keaktifan siswa dalam belajar dapat

diklasifikasikan sebagai berikut :

a) Visual activities

Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen,

demonstrasi, dan mengamati orang lain bekerja.

b) Oral activities

Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu

kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran,

mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi dan interupsi.

c) Listening activities

Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau

diskusi kelompok, mendengarkan musik, pidato.

d) Writing activities

Menulis cerita, menulis laporan, karangan, angket, menyalin.

e) Drawing activities

Menggambar, membuat grafik, diagram, peta.

f) Motor activities

Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan

pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan,

menari dan berkebun.

g) Mental activities

Merenung, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis

faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan dan membuat

keputusan.

h) Emotional activities

Minat, membedakan, berani, tenang dan lain-lain.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan keaktifan siswa dapat

dikelompokan menjadi aktivitas yang bersifat memperhatikan, mengucapkan,

mendengarkan, menulis, menggambar, melakukan, menanggapi dan aktivitas yang

bersifat emosional. Sedangkan keaktifan siswa itu sendiri nampak dalam

perbuatannya yaitu mau bekerja sama, keterlibatanya dalam tugas, bertanya, mau

mencari informasi, mau berdiskusi, mampu mengevaluasi dirinya dan temannya

serta mau melatih diri dan menerapkan apa yg dipelajarinya.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7960/3/T1_292010182_BAB II.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA . ... akan membuat kemampuan sosial

24

Salah satu penilaian proses pembelajaran adalah melihat sejauh mana

keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar. Jamal Ma’mur Asmani

(2012:81-83) mengungkapkan bahwa suatu kegiatan pembelajaran dapat

dikatakan merupakan kegiatan belajar aktif apabila guru dan siswa sama-sama

beraktifitas pada saat kegiatan berlangsung. Aktifitas tersebut terbagi kedalam

empat komponen sebagai berikut:

1. Pengalaman

Kegiatan siswa yang tergolong dalam komponen pengalaman antara lain

melakukan pengamatan, melakukan percobaan, membaca, melakukan

wawancara, menghitung, mengukur, membuat sesuatu. Sedangkan kegiatan

guru antara lain membuat kegiatan yang beragam, mengamati siswa bekerja,

sesekali mengajukan pertanyaan yang menantang.

2. Interaksi

Kegiatan siswa yang tergolong dalam komponen interaksi antara lain

berdiskusi, mengajukan pertanyaan, meminta pendapat orang lain, dan

bekerja dalam kelompok. Sedangkan kegiatan guru antara lain mendengarkan

dan sesekali mengajukan pertanyaan yang menantang; mendengarkan, tidak

menertawakan dan memberi kesempatan terlebih dahulu kepada siswa lain

untuk menjawab; berkeliling ke kelompok, sesekali duduk bersama

kelompok, mendengarkan perbincangan kelompok dan sesekali memberikan

komentar pertanyaan yang menantang.

3. Komunikasi

Kegiatan siswa yang tergolong dalam komponen komunikasi antara lain

memperhatikan atau memberi komentar atau pertanyaan yang menantang,

menceritakan, mendengarkan atau memberi komentar atau mempertanyakan,

melaporkan secara lisan atau tertulis, dan mengemukakan pikiran atau

pendapat. Sedangkan kegiatan guru antara lain mendemonstrasikan atau

mempertunjukan, menjelaskan, berbicara, bercerita, tidak menertawakan,

memajang hasil karya, memantau agar pajangan dapat dibaca semua siswa.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7960/3/T1_292010182_BAB II.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA . ... akan membuat kemampuan sosial

25

4. Refleksi

Kegiatan siswa yang tergolong dalam komponen refleksi adalah memikirkan

hasil kerja atau pikiran sendiri. Sedangkan kegiatan guru antara lain

mempertanyakan dan meminta siswa lain untuk memberikan

komentar/pendapat.

Pendapat dari Jamal Ma’mur Asmani diatas dapat dijadikan sebagai acuan

untuk mengukur seberapa besar keaktifan siswa selama mengikuti proses

pembelajaran. Kaitannya dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis

mengenai keaktifan siswa, maka komponen dan kegiatan yang akan digunakan

sebagai indikator penilaian keaktifan siswa dalam penelitian ini disesuaikan

dengan materi pembelajaran yang digunakan sebagai bahan uji coba. Adapun

indikator keaktifan siswa yang dipakai dalam penelitian ini antara lain sebagai

berikut:

1. Komponen Pengalaman

Pengalaman didapat setelah siswa mengalami, dalam hal mengalami siswa

banyak belajar melalui berbuat dan pengalaman langsung dengan

mengaktifkan banyak indra. Kegiatan siswa yang tergolong dalam komponen

pengalaman dalam penelitian ini antara lain :

a. Melakukan pengamatan

b. Membaca

c. Menghitung

2. Komponen Interaksi

Interaksi antara siswa dengan guru atau siswa dengan siswa lain perlu untuk

selalu dijaga, dengan interaksi pembelajaran menjadi lebih hidup dan

menarik. Kegiatan siswa yang tergolong dalam komponen interaksi dalam

penelitian ini antara lain :

a. Berdiskusi

b. Mengajukan pertanyaan

c. Meminta pendapat orang lain

d. Bekerja dalam kelompok

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7960/3/T1_292010182_BAB II.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA . ... akan membuat kemampuan sosial

26

3. Komponen Komunikasi

Jika sebelumnya telah dibahas mengenai komponen interaksi maka tidak

dapat terlepas dari komponen komunikasi karena salah satu cara untuk

berinteraksi adalah dengan berkomunikasi. Kegiatan siswa yang tergolong

dalam komponen komunikasi dalam penelitian ini antara lain :

a. Memperhatikan

b. Memberi komentar

c. Menceritakan

d. Melaporkan secara lisan atau tertulis

e. Mengemukakan pikiran atau pendapat

4. Komponen Refleksi

Refleksi berarti memikirkan kembali apa yang diperbuat/dipikirkan. Melalui

kegiatan refleksi ini siswa dapat menemukan pembaharuan atau pembetulan

dari pandangan dan pikirannya. Kegiatan siswa yang tergolong dalam

komponen refleksi dalam penelitian ini adalah memikirkan kembali hasil

kerja atau pikiran sendiri.

2.1.9 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keaktifan

Keaktifan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Gagne dan Briggs (Yamin,

2007:84) menjelaskan rangkaian kegiatan pembelajaran didalam kelas yang dapat

mempengaruhi keaktifan siswa antara lain :

1. Memberikan motivasi atau menarik perhatian peserta didik, sehingga

mereka berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran;

2. Menjelaskan tujuan instruksional (kemampuan dasar kepada peserta

didik);

3. Mengingatkan kompetensi belajar kepada peserta didik;

4. Memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep yang akan dipelajari);

5. Memberikan petunjuk kepada peserta didik cara mempelajari;

6. Memunculkan aktifitas, partisipasi peserta didik dalam kegiatan

pembelajaran;

7. Memberikan umpan balik (feedback);

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7960/3/T1_292010182_BAB II.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA . ... akan membuat kemampuan sosial

27

8. Melakukan tagihan-tagihan kepada peserta didik berupa tes sehingga

kemampuan peserta didik selalu terpantau dan terukur;

9. Menyimpulkan setiap materi yang disampaikan diakhir pembelajaran.

Selain pendapat yang dikemukakan oleh Gagne dan Briggs, keaktifan

siswa juga dapat ditingkatkan dan diperbaiki pada saat belajar. Seperti dijelaskan

oleh Moh. Uzer Usman (2010:26-27) cara untuk memperbaiki keterlibatan siswa

diantaranya yaitu abadikan waktu yang lebih banyak untuk kegiatan belajar

mengajar, tingkatkan partisipasi siswa secara efektif dalam kegiatan belajar

mengajar, serta berikanlah pengajaran yang jelas dan tepat sesuai dengan tujuan

mengajar yang akan dicapai. Selain memperbaiki keterliban siswa juga dijelaskan

cara meningkatkan keterlibatan siswa atau keaktifan siswa dalam belajar. Cara

meningkatkan keterlibatan atau keaktifan siswa dalam belajar adalah mengenali

dan membantu anak-anak yang kurang terlibat dan menyelidiki penyebabnya dan

usaha apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan keaktifan siswa, sesuaikan

pengajaran dengan kebutuhan-kebutuhan individual siswa. Hal ini sangat penting

untuk meningkatkan usaha dan keinginan siswa untuk berfikir secara aktif dalam

kegiatan belajar.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa keaktifan

siswa dalam pembelajaran dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti

tindakan guru dalam menarik atau memberikan motivasi kepada siswa untuk

berperan serta dalam kegiatan pembelajaran dan keaktifan juga dapat

ditingkatkan, salah satu cara meningkatkan keaktifan yaitu dengan mengenali

keadaan siswa yang kurang terlibat dalam proses pembelajaran.

2.1.10 Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Matematika merupakan ide-ide abstrak yang berisi simbol-simbol, maka

konsep-konsep matematika harus dipahami terlebih dahulu sebelum memanipulasi

simbol-simbol itu (Susanto, 2013:183). Konsep dalam matematika misalnya

konsep keliling, sebelum siswa menggunakan simbol-simbol dalam rumus

keliling siswa harus paham terlebih dahulu bahwa yang dimaksud keliling

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7960/3/T1_292010182_BAB II.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA . ... akan membuat kemampuan sosial

28

merupakan penjumlahan dari panjang sisi-sisinya. Sedangkan menurut Corey

(Susanto, 2013:186) yang dimaksud dengan pembelajaran adalah suatu proses

dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia

turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau

menghasilkan respons terhadap situasi tertentu. Penjelasan tersebut menegaskan

bahwa pembelajaran melibatkan kegiatan memanipulasi lingkungan seseorang

tujuannya adalah untuk memperlancar proses belajar dari orang tersebut.

Memanipulasi lingkungan dapat dilakukan dengan membuat ruang kelas menjadi

nyaman bagi siswa yang akan belajar, misalnya dengan mengecat ruang kelas

dengan warna-warna yang ceria sehingga menjadikan siswa semangat untuk

belajar

Menurut Gatot (Pangestuti, 2012:25) pembelajaran matematika adalah

proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian

kegiatan yang terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi tentang

bahan matematika yang dipelajari. Sementara Susanto (2013:186) berpendapat

bahwa:

“Pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang

dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang

dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan

kemampuan menkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya

meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi matematika.”

Pembelajaran matematika diberikan diketiga tingkat pendidikan di

Indonesia, yaitu pendidikan dasar (Sekolah Dasar/SD), pendidikan menengah

(Sekolah Menengah Pertama/SMP dan Sekolah Menengah Atas/SMA) yang

artinya pembelajaran matematika perlu diberikan sejak anak mengikuti

pendidikan ditingkat SD. Sejalan dengan pendapat tersebut pemerintah melalui

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 dalam Standar Isi

(BSNP, 2006:147) menyebutkan bahwa :

“Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik

mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan

kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta

kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta

didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7960/3/T1_292010182_BAB II.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA . ... akan membuat kemampuan sosial

29

memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu

berubah, tidak pasti, dan kompetitif”

Pemerintah dengan jelas menuangkan harapannya kedalam Standar Isi

bahwa pembelajaran matematika diharapkan dapat diajarkan sejak dini mulai dari

tingkat pendidikan sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan

kemampuan berpikir yang logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif.

Berdasarkan hal tersebut seorang guru haruslah memfasilitasi pembelajaran agar

peserta didik dapat memiliki kemampuan berpikir seperti yang diharapkan oleh

pemerintah.

Pembelajaran matematika yang dirancang oleh guru tertuang dalam

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dikembangkan sesuai dengan

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang ada dalam Standar Isi. Selain

mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, rencana tersebut juga

harus mengacu pada tujuan pembelajaran matematika di SD. Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 dalam Standar Isi (BSNP, 2006:148)

menyebutkan bahwa pembelajaran matematika bertujuan agar peserta didik

memiliki kemampuan sebagai berikut :

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan

mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan

tepat, dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau

menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan

solusi yang diperoleh.

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media

lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu

memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari

matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7960/3/T1_292010182_BAB II.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA . ... akan membuat kemampuan sosial

30

Lebih lanjut dalam Standar Isi juga disebutkan bahwa mata pelajaran

Matematika pada satuan pendidikan SD meliputi tiga aspek yaitu Bilangan,

Geometri dan pengukuran dan Pengolahan data. Berdasarkan pernyataan diatas

dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran matematika bertujuan untuk

membekali peserta didik dengan kemampuan memahami konsep matematika,

menggunakan penalaran, memecahkan suatu permasalahan matematika,

mengkomunikasikan gagasan serta memiliki sikap menghargai kegunaan

matematika dalam kehidupan dalam ruang lingkup Bilangan, Geometri dan

pengukuran dan Pengolahan Data. Ketercapaian tujuan tersebut akan menjadi

indikator keberhasilan pembelajaran matematika yang dilakukan oleh guru.

Apabila tujuan tersebut tidak tercapai atau pun belum tercapai secara maksimal

maka akan menjadi sebuah masalah dalam kegiatan belajar mengajar.

Permasalahan dalam kegiatan belajar mengajar juga dialami di SD Negeri

Cukil 01 seperti yang telah penulis kemukakan di bab I. Penulis melakukan

pengamatan terhadap proses pembelajaran yang berlangsung di kelas IV, ternyata

siswa kurang aktif dan hasil belajar siswa disemester 1 juga kurang memuaskan.

Oleh karena itulah peneliti melakukan penelitian supaya dapat membantu guru

dalam upaya meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa disemester 2.

Kompetensi yang harus dicapai oleh siswa kelas IV disemester 2 telah dijabarkan

oleh pemerintah kedalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Menurut

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 dalam Standar Isi

(BSNP, 2006:154) Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran

Matematika kelas IV semester 2 meliputi aspek bilangan dan geometri dan

pengukuran. Aspek bilangan tebagi kedalam 3 Standar Kompetensi, sedangkan

aspek geometri dan pengukuran terbagi kedalam 1 Standar Kompetensi yang

kemudian dijabarkan kembali kedalam Kompetensi Dasar. Secara terperinci

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Matematika kelas IV

semester II dapat dilihat dalam tabel berikut :

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7960/3/T1_292010182_BAB II.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA . ... akan membuat kemampuan sosial

31

Tabel 2.1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika

Kelas IV Semester II

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Bilangan

5. Menjumlahkan dan

mengurangkan bilangan

bulat

5.1 Mengurutkan bilangan bulat

5.2 Menjumlahkan bilangan bulat

5.3 Mengurangkan bilangan bulat

5.4 Melakukan operasi hitung campuran

6. Menggunakan pecahan

dalam pemecahan

masalah

6.1 Menjelaskan arti pecahan dan urutannya

6.2 Menyederhanakan berbagai bentuk pecahan

6.3 Menjumlahkan pecahan

6.4 Mengurangkan pecahan

6.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan

dengan pecahan

7. Menggunakan lambang

bilangan Romawi

7.1 Mengenal lambang bilangan Romawi

7.2 Menyatakan bilangan cacah sebagai bilangan

Romawi dan sebaliknya

Geometri dan Pengukuran

8. Memahami sifat bangun

ruang sederhana dan

hubungan antar bangun

datar

8.1 Menentukan sifat-sifat bangun ruang

sederhana

8.2 Menentukan jaring-jaring balok dan kubus

8.3 Mengidentifikasi benda-benda dan bangun

datar simetris

8.4 Menentukan hasil pencerminan suatu bangun

datar

Penelitian ini akan memusatkan perhatian pada pembelajaran matematika

kelas IV semester 2 pada materi bilangan Romawi. Materi bilangan Romawi

terangkum dalam Standar Kompetensi yang ketujuh yaitu menggunakan lambang

bilangan Romawi. Sementara Kompetensi Dasar yang akan diteliti adalah

Kompetensi Dasar 7.2 menyatakan bilangan cacah sebagai bilangan Romawi dan

sebaliknya. Pemilihan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ini berdasarkan

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7960/3/T1_292010182_BAB II.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA . ... akan membuat kemampuan sosial

32

arahan dari guru kelas IV A dan IV B SD Negeri Cukil 01 dengan

mempertimbangkan kesulitan materi dan alokasi waktu yang tersedia.

2.1.11 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT dalam Pembelajaran

Matematika di SD

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang

Standar Isi menyebutkan bahwa pembelajran matematika di SD mencakup tiga

aspek yaitu bilangan, geometri dan pengukuran dan pengolahan data. Selain itu

dalam standar isi juga menyebutkan 5 tujuan pembelajaran matematika seperti

yang telah dikemukakan sebelumnya. Semua kompetensi yang diharapkan dapat

dicapai oleh siswa terangkum kedalam Standar Kompetensi dan Kompetensi

Dasar. Penelitian ini memusatkan perhatian pada pembelajaran matematika kelas

IV semester 2 pada materi bilangan Romawi. Materi bilangan Romawi terangkum

dalam Standar Kompetensi yang ketujuh yaitu menggunakan lambang bilangan

Romawi. Sementara Kompetensi Dasar yang akan diteliti adalah Kompetensi

Dasar 7.2 menyatakan bilangan cacah sebagai bilangan Romawi dan sebaliknya.

Pemilihan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ini berdasarkan arahan dari

guru kelas IV A dan IV B SD Negeri Cukil 01 dengan mempertimbangkan

kesulitan materi dan alokasi waktu yang tersedia.

Pelaksanaan pembelajaran diruang-ruang kelas perlu memperhatikan

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang sudah terangkum kedalam

Standar Isi. Selain itu pendidik juga perlu memperhatikan Standar Proses, seperti

yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 41 tahun

2007. Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP (BSNP,

2007:8). Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti

dan kegiatan penutup.

Berdasarkan Standar Isi dan Standar Proses yang telah ditetapkan oleh

pemerintah maka peneliti membuat rencana pelaksanaan pembelajaran

matematika. Kaitannya dengan penelitian ini maka pembelajaran matematika yang

akan dilakukan adalah pembelajaran matematika untuk kelas IV Semester II

Standar Kompetensi yang ketujuh yaitu menggunakan lambang bilangan Romawi.

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7960/3/T1_292010182_BAB II.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA . ... akan membuat kemampuan sosial

33

Sementara Kompetensi Dasar yang akan diteliti adalah Kompetensi Dasar 7.2

menyatakan bilangan cacah sebagai bilangan Romawi dan sebaliknya. Model

pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran kooperatif tipe TGT

(Team Game Tournament). Menurut Slavin (2010:163) TGT (Team Game

Tournament) merupakan turnamen akademik dan menggunakan kuis-kuis dan

sistem skor kemajuan individu, dimana para siswa berlomba sebagai wakil tim

mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti

mereka. Berikut adalah rencana kegiatan pembelajaran matematika menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam penelitian ini.

Pertemuan I

1. Kegiatan Awal (10 menit)

- Guru mengucapkan salam

- Guru menyiapkan peserta didik secara fisik dan psikis untuk mengikuti

pembelajaran dengan bernyanyi “Halo Apa Kabar”

- Guru bertanya kepada siswa ”Sekarang kalian kelas berapa?”,

“Bagaimana cara penulisan angka 4 untuk menyatakan kelas kalian?”

- Guru menyampaikan tujuan pembelajaran

2. Kegiatan Inti (45 menit)

Guru menjelaskan materi bilangan Romawi dan siswa mencatat hal-hal

yang penting. (Eksplorasi)

Guru dan siswa bertanya jawab mengenai materi bilangan Romawi.

(Eksplorasi)

Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok, setiap kelompok

beranggotakan 4-5 orang siswa. (Eksplorasi)

Guru membagikan lembar diskusi kepada siswa untuk dikerjakan bersama

kelompoknya. (Elaborasi)

Guru memberikan instruksi kepada siswa untuk bekerja sama

mengerjakan soal dan mengajari siswa dalam kelompoknya yang belum

paham cara pengerjaannya. (Elaborasi)

Guru dan siswa bersama-sama membahas hasil diskusi. (Elaborasi)

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7960/3/T1_292010182_BAB II.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA . ... akan membuat kemampuan sosial

34

Guru menunjuk perwakilan dari masing-masing kelompok secara acak

untuk menjelaskan hasil diskusinya. (Elaborasi)

Guru menjelaskan cara melakukan permainan kartu menempel.

(Elaborasi)

Siswa mencoba permainan kartu menempel. (Elaborasi)

Guru mengumumkan kelompok yang mendapatkan poin tertinggi dan

memberikan penghargaan. (Elaborasi)

Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui siswa.

(Konfirmasi)

Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman,

memberikan penguatan dan penyimpulan. (Konfirmasi)

3. Kegiatan Penutup (15 menit)

Guru mengumumkan kegiatan pembelajaran selanjutnya.

Guru memberikan tugas untuk dikerjakan siswa.

Guru mengakhiri pelajaran dengan mengucapkan salam penutup.

Pertemuan II

1. Kegiatan Awal (10 menit)

- Guru mengucapkan salam

- Guru menyiapkan peserta didik secara fisik dan psikis untuk mengikuti

pembelajaran dengan melakukan gerakan Tepuk Rumah.

- Guru dan siswa bertanya jawab mengenai kegiatan pembelajaran pada

pertemuan sebelumnya.

- Guru menyampaikan tujuan pembelajaran

2. Kegiatan Inti (45 menit)

Guru mengingatkan kembali materi bilangan Romawi pada pertemuan

sebelumnya. (Eksplorasi)

Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya sebelum

turnamen dimulai. (Eksplorasi)

Guru meminta siswa duduk berkelompok bersama anggota kelompoknya

masing-masing. (Eksplorasi)

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7960/3/T1_292010182_BAB II.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA . ... akan membuat kemampuan sosial

35

Guru menjelaskan peraturan bertanding di turnamen ronde satu.

(Eksplorasi)

Guru memulai turnamen ronde satu dengan memanggil anggota pertama

dari masing-masing kelompok. (Elaborasi)

Guru meminta siswa perwakilan untuk memilih kartu yang berisi soal

untuk dikerjakan. (Elaborasi)

Siswa perwakilan kelompok yang berhasil menjawab dengan benar akan

menyumbangkan 1 poin utuk kelompoknya. (Elaborasi)

Langkah tersebut diulangi sampai seluruh anggota kelompok

mendapatkan giliran untuk bertanding. (Elaborasi)

Guru memberikan waktu bagi siswa untuk membahas kelemahan

kelompon dan memperbaikinya. (Elaborasi)

Guru menjelaskan peraturan bertanding di turnamen ronde dua.

(Elaborasi)

Guru memulai turnamen ronde dua dengan memanggil anggota pertama

dari masing-masing kelompok. (Elaborasi)

Guru meminta siswa perwakilan untuk memilih kartu yang berisi soal

untuk dikerjakan. (Elaborasi)

Siswa perwakilan kelompok yang berhasil menjawab terlebih dahulu

dengan jawaban yang benar akan menyumbangkan 3 poin untuk

kelompoknya dan apabila salah akan dikurangi 1 poin. (Elaborasi)

Langkah tersebut diulangi sampai seluruh anggota kelompok

mendapatkan giliran untuk bertanding. (Elaborasi)

Guru mengumumkan kelompok yang mendapatkan poin tertinggi dan

memberikan penghargaan. (Elaborasi)

Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui siswa.

(Konfirmasi)

Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman,

memberikan penguatan dan penyimpulan. (Konfirmasi)

3. Kegiatan Penutup (15 menit)

Guru mengumumkan kegiatan pembelajaran selanjutnya.

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7960/3/T1_292010182_BAB II.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA . ... akan membuat kemampuan sosial

36

Guru memberikan tugas untuk dikerjakan siswa.

Guru mengakhiri pelajaran dengan mengucapkan salam penutup.

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan

a. Hasil penelitian eksperimen yang dilakukan oleh F. Sunario pada tahun 2012

dengan judul “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Cooperative

Learning Tipe Team Game Tournament Terhadap Hasil Belajar Matematika

Siswa Kelas V SD Negeri Kauman Lor 03 Kecamatan Pabelan, Kabupaten

Semarang Semester Genap Tahun 2011/2012”. Penelitian ini menyimpulkan

bahwa model pembelajaran Cooperative Learning tipe Team Game

Tournament mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar

matematika siswa kelas V SD Negeri Kauman Lor 03. Hal tersebut

ditunjukan oleh rata-rata nilai postest siswa kelas eksperimen lebih tinggi

daripada rata-rata nilai postest kelas kontrol, yaitu 87,22 > 67,48. Perbedaan

rata-rata dari rata-rata nilai postest antara kedua kelas tersebut sebesar 12,739,

dimana t hitung 3,678 > t tabel 2,017 dengan tingkat signifikan 0,001 dimana

0,001<0,005, maka dapat dikatakan bahwa model pembelajaran Cooperative

Learning tipe Team Game Tournament (TGT) dapat meningkatkan hasil

belajar matematika siswa kelas V SD Negeri Kauman Lor 03.

b. Hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Sutikno pada tahun 2011

dengan judul “Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa pada

Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Melalui Pembelajaran

Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT) Kelas VI SD Negeri 1

Gabusan Semester I Tahun Pelajaran 2011/ 2012” hasil penelitian

menunjukan adanya peningkatan keaktifan dan hasil belajar PKn yang

dibuktikan dengan tercapainya indikator kinerja oleh siswa. Pada indikator

keaktifan dari 6 indikator aktivitas siswa 4 diantaranya berada pada tingkat

keaktifan Baik dan 2 katagori aktivitas berada pada tingkat keaktifan sangat

baik. Hasil belajar siswa juga telah mencapai indikator kinerja, pada akhir

siklus II menunjukan rata-rata hasil belajar meningkat menjadi 85,2 dengan

siswa yang mendapatkan nilai dibawah KKM menjadi 3 siswa (12%) dan

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7960/3/T1_292010182_BAB II.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA . ... akan membuat kemampuan sosial

37

siswa yang mendapat nilai diatas KKM menjadi 22 siswa (88%). Dapat

dilihat bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif tipe Team Games

Tournament pada mata pelajaran PKn dapat meningkatkan keaktifan dan hasil

belajar siswa kelas VI SD Negeri 1 Gabusan Semester I tahun pelajaran

2011/2012

c. Hasil penelitian eksperimen yang dilakukan oleh Pangestuti pada tahun 2012

dengan judul “Pengaruh Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT

(Team Game Turnament) Terhadap Hasil Belajar Matematika Berdasarkan

Gender Siswa Kelas IV SD Negeri Krapyak Gugus Mendhut Kabupaten

Wonogiri Semester 2 Tahun Pelajaran 2011/2012. Berdasarkan hasil

penelitian, disimpulkan bahwa ada pengaruh penerapan pembelajaran TGT

terhadap hasil belajar tetapi gender tidak berperan menentukan hasil belajar.

Hal ini dapat dilihat dari hasil posttest nilai rata-rata kelas eksperimen 78,79

dan nilai rata-rata kelas kontrol 69,84. Nilai rata-rata 78,79 > 69,84 dimana

selisih 8,95 yang berarti kelompok eksperimen dengan pembelajaran

kooperatif tipe TGT lebih baik daripada kelompok kontrol yang

menggunakan pembelajaran konvensional. Pengujian hipotesis pengaruh

penerapan pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan hasil

belajar siswa berdasarkan gender berdasarkan tabel between-subject effect

menunjukan nilai sig 0,770 dimana sig 0,770 > 0,05 artinya tidak ada

pengaruh penerapan pembelajaran kooperatif tipe TGT terhadap hasil belajar

siswa berdasarkan gender dengan kata lain gender tidak berperan menentukan

hasil belajar.

Penelitian tersebut diatas walaupun berbeda akan tetapi masih

berhubungan dengan penelitian ini yaitu pembelajaran kooperatif tipe TGT

kaitannya dengan hasil belajar dan keaktifan siswa sehingga penelitian diatas

sangat mendukung penelitian ini. Penelitian ini menekankan pada pengaruh

penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT terhadap hasil belajar dan

keaktifan siswa pada mata pelajaran matematika.

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7960/3/T1_292010182_BAB II.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA . ... akan membuat kemampuan sosial

38

2.3 Kerangka Pikir

Pembelajaran matematika yang dilakukan guru masih berkonsentrasi pada

pemaparan dan latihan soal, selain itu pembelajaran yang dilakukan oleh guru

terkesan monoton dan berpusat pada guru sehingga siswa kurang aktif dan hasil

belajarnya pun kurang baik. Hal ini terlihat dari rendahnya hasil belajar siswa dan

kurangnya antusias siswa dalam mengikuti pembelajaran sehingga siswa kurang

aktif.

Penelitian ini akan mencari tahu apakah ada perbedaan yang cukup

signifikan antara model pembelajaran konvensional dengan model pembelajaran

kooperatif tipe TGT dalam hasil belajar dan keaktifan siswa. Kelas kontrol

menggunakan pembelajaran konvensional, pembelajaran disampaikan dengan cara

ceramah, tanya jawab, dan pemberian evaluasi sehingga pembelajaran terpusat

pada guru. Kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

Pembelajaran Team Game Tournament yang diharapkan dapat memberikan

pembelajaran dimana siswa menjadi lebih aktif serta dapat meningkatkan hasil

belajar siswa. Pembelajaran kooperatif tipe TGT dilaksanakan dengan langkah-

langkah presentasi kelas oleh guru, pembagian team (Kelompok), Game

(Permainan), Tournament (Kompetisi), lalu pemberian penghargaan kelompok

(Rekognisi Tim).

Penelitian ini akan mencari apakah ada pengaruh penggunaan model

pembelajaran kooperatif tipe Team Game Tournament terhadap hasil belajar dan

keaktifan siswa pada mata pelajaran Matematika. Pengaruh penggunaan model

pembelajaran kooperatif tipe TGT terhadap hasil belajar dan keaktifan siswa dapat

diketahui dengan cara membandingkan hasil belajar dan keaktifan siswa selama

mengikuti pembelajaran di kelas kontrol dan di kelas eksperimen.

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7960/3/T1_292010182_BAB II.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA . ... akan membuat kemampuan sosial

39

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

2.4 Hipotesis

Apakah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Team

Game Tournament) efektif dalam meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa

pada pembelajaran matematika Kelas IV SD Negeri Cukil 01 Semester II

2013/2014.

1. Rumusan hipotesis mengenai efektivitas penggunaan model pembelajaran

kooperatif tipe TGT (Team Game Tournament) dalam meningkatkan hasil

Pembelajaran Matematika

Hasil Belajar dan Keaktifan Siswa rendah

Kelas Kontrol Kelas Eksperimen

Pembelajaran

Konvensional

Pembelajaran Kooperatif

Tipe TGT

Langkah-langkah

pembelajaran konvensional :

1. Ceramah

2. Tanya Jawab

3. Evaluasi

Langkah-langkah

pembelajaran kooperatif Tipe

TGT :

1. Presentasi Kelas

2. Team (Kelompok)

3. Game (Permainan)

4. Tournament (Kompetisi)

5. Penghargaan Kelompok

(Rekognisi Tim)

Perbandingan Hasil Belajar dan Keaktifan Siswa

Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen

Diduga Terdapat Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe TGT Terhadap Hasil Belajar Dan Keaktifan Siswa

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7960/3/T1_292010182_BAB II.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA . ... akan membuat kemampuan sosial

40

belajar siswa pada pembelajaran matematika Kelas IV SD Negeri Cukil 01

Semester II 2013/2014 adalah sebagai berikut:

: Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Team Game

Tournament) tidak efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada

pembelajaran matematika Kelas IV SD Negeri Cukil 01 Semester II

2013/2014.

: Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Team Game

Tournament) efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada

pembelajaran matematika Kelas IV SD Negeri Cukil 01 Semester II

2013/2014.

2. Rumusan hipotesis mengenai efektivitas penggunaan model pembelajaran

kooperatif tipe TGT (Team Game Tournament) dalam meningkatkan

keaktifan siswa pada pembelajaran matematika Kelas IV SD Negeri Cukil 01

Semester II 2013/2014.

: Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Team Game

Tournament) tidak efektif dalam meningkatkan keaktifan siswa pada

pembelajaran matematika Kelas IV SD Negeri Cukil 01 Semester II

2013/2014.

: Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Team Game

Tournament) efektif dalam meningkatkan keaktifan siswa pada

pembelajaran matematika Kelas IV SD Negeri Cukil 01 Semester II

2013/2014.

Dasar pengambilan keputusan hipotesis adalah sebagai berikut:

1. Apabila sig. (2-tailed) > 0,05, maka diterima dan ditolak.

2. Apabila sig. (2-tailed) < 0,05, maka ditolak dan diterima.