bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori 2.1.1 hakikat...
TRANSCRIPT
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA
Manusia akan senantiasa mengikuti perkembangan dan perubahan jaman.
Untuk dapat mengikuti perkembangan dan perubahan dengan baik, maka manusia
harus senantiasa untuk belajar. Pengertian dari belajar sendiri menurut Cronbach
(dalam Hosnan, 2014: 3) memberi batasan bahwa, “learning is shown by change
in behavior as a result of experience” (belajar sebagai suatu aktivitas yang
ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman). Menurut
Budiningsih (dalam Suprihatiningrum, 2013: 15) menyatakan bahwa belajar
adalah “suatu proses pembentukan pengetahuan, yang mana siswa aktif
melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep, dan memberi makna
tentang hal-hal yang sedang dipelajari”. Sedangkan menurut Woolfolk dan
Nicolish 1980 (dalam Hosnan, 2014: 3) belajar adalah “perubahan tingkah laku
yang ada dalam diri seseorang sebagai hasil dari pengalaman”.
Simpulan pengertian belajar dari yang dikemukakan beberapa tokoh
tersebut adalah suatu proses kegiatan yang sengaja dilakukan untuk memperoleh
perubahan cara pikir dan tingkah laku dalam mengembangkan kemampuan diri
seseorang menjadi lebih baik.
Pengertian pembelajaran yang merupakan kata jamak dari kata belajar
menurut Slavin (dalam Hosnan, 2014: 4) pembelajaran didefinisikan sebagai
“perubahan tingkah laku individu yang disebabkan oleh pengalaman”. Achjar
Chalil (dalam Hosnan, 2014: 4) mendefinisikan pembelajaran adalah “proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar”. Sedangkan menurut Corey (dalam Hosnan, 2014: 4), pembelajaran
adalah “suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola
untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-
kondisi khusus”.
9
Simpulan pengertian pembelajaran dari beberapa tokoh tersebut bahwa
pembelajaran adalah suatu proses yang sengaja dilakukan dengan memadukan
berbagai macam unsur seperti sumber belajar, lingkungan belajar dan interaksi
antar individu yang diwujudkan dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan
pembelajaran tertentu yang ingin dicapai.
Pengertian dari IPA menurut Hendro Darmojo (dalam Samatowa, 2010: 2)
adalah “pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan
segala isinya”. Selain itu Nash (dalam Samatowa, 2010: 3) menyatakan bahwa
IPA itu adalah “suatu cara atau metode untuk mengamati alam”. Hal ini juga
sesuai dengan yang dikemukakan oleh Winaputra (dalam Samatowa, 2010: 3)
yang mengemukakan bahwa IPA tidak hanya kumpulan pengetahuan tentang
benda atau mahluk hidup, tetapi memerlukan kerja, cara berpikir, dan cara
memecahkan masalah. Sementara itu Susanto (2013: 167) mengemukakan IPA
adalah “usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang
tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran
sehingga mendapatkan suatu kesimpulan”. Sedangkan menurut Permendiknas
Nomor 22 Tahun 2006 adalah “berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam
secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan
yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga
merupakan suatu proses penemuan”.
Pengertian dari beberapa tokoh diatas dapat disimpulkan bahwa IPA
adalah kumpulan pengetahuan yang lahir dan berkembang dari hasil observasi,
eksperimen dan penyelidikan terhadap alam yang menghasilkan suatu kesimpulan.
Sehingga dalam pembelajaran IPA akan memberikan ruang yang lebih kepada
siswa untuk dapat mencari tahu, menggali informasi dari diri sendiri dan
lingkungan disekitarnya dan dapat membangun pengetahuan dari penemuan untuk
menunjang pengetahuannya. IPA adalah ilmu yang diterapkan dalam kegiatan dan
kehidupan sehari-hari dalam memenuhi kebutuhan manusia. Penerapan IPA
secara bijaksana sangatlah penting dilakukan suapaya tidak memberikan dampak
buruk bagi lingkungan dan alam sekitar.
10
Mata pelajaran IPA pada jenjang Sekolah Dasar menurut Badan Nasional
Standar Pendidikan 2006 (dalam Susanto, 2013: 171) memiliki beberapa tujuan
agar peserta didik memiliki kemampuan antara lain sebagai berikut:
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya
sebagai salah satu ciptaan Tuhan. 7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs
IPA juga memiliki ruang lingkup tersendiri yang berkaitan dengan hal-hal
apa saja yang ada dan dipelajari dalam IPA pada tingkat Sekolah Dasar/ MI.
Ruang Lingkup bahan kajian IPA untuk SD/ MI (Permendiknas No 22 Tahun
2006) meliputi aspek-aspek berikut:
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan
interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan
2. Benda/ materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas
3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda
langit lainnya.
Tujuan pembelajaran dan ruang lingkup IPA yang telah dipaparkan diatas,
dapat menginformasikan bahwa pembelajaran IPA di SD menuntut untuk mampu
menciptakan pembelajaran yang aktif dan berpusat pada siswa. Siswa diajak untuk
melakukan interaksi dengan lingkungan dan alam sekitarnya. Dengan demikian,
diharapkan siswa akan memiliki rasa cinta terhadap alam dan lingkungannya.
Guru lebih bertindak sebagai fasilitator yang senantiasa membimbing dan
megarahkan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan
sesuai dengan materi dan kompetensi dasar yang sedang dibahas. Dalam
pembelajaran yang diselenggarakan, guru harus dapat memadukan tujuan yang
ingin dicapai dalam mata pelajaran IPA itu sendiri dan tujuan yang tercantum
11
dalam materi pada standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dirumuskan
berdasarkan materi dan tingkatan kelas yang sedang diampu.
Tercapainya tujuan pembelajaran IPA seperti yang telah dirumuskan
tersebut, dapat diperoleh dalam pelaksanaan pembelajaran yang didukung dengan
penggunaan model yang sesuai dengan karakteristik IPA. Terdapat beberapa
model pembelajaran yang mendukung dengan perkembangan pembelajaran IPA.
Beberapa model pembelajaran yang dianggap mendukung sesuai dengan
perkembangan IPA adalah problem based learning dan project based learning.
Hal ini dikarenakan model problem based learning dan project based learning
memiliki karakteristik yang sesuai dengan pembelajaran IPA yang didalamnya
mengandung unsur permasalahan dalam kehidupan sehari-hari, memunculkan rasa
ingin tahu dan membangun pengetahuan dari hasil pencarian/ penemuan atas
informasi yang didapat dari lingkungan dan sumber-sumber yang ada di alam
sekitar.
Kegiatan pembelajaran memuat Standar Kompetensi yang harus dicapai
oleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Pengertian dari
standar kompetensi sendiri dalam Permendiknas No 41 Tahun 2007 merupakan
“kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan
pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas
dan atau semester pada suatu mata pelajaran”. Standar kompetensi (SK) dapat
dirinci ke dalam kompetensi dasar (KD). Sedangkan Kompetensi Dasar dalam
Permendiknas No 41 Tahun 2007 adalah “sejumlah kemampuan yang harus
dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan
indikator kompetensi dalam suatu pelajaran”. Secara rinci SK dan KD untuk mata
pelajaran IPA yang ditujukan bagi siswa kelas IV SD pada semester 2 disajikan
dalam tabel berikut:
12
Tabel 2.1
SK dan KD IPA Kelas IV SD Semester 2 Sesuai
Permendiknas No 22 Tahun 2006
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Energi dan
Perubahannya
7 Memahami gaya dapat mengubah gerak dan
atau bentuk suatu benda
7.1 Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya (dorongan dan tarikan) dapat mengubah gerak
suatu benda
7.2 Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya (dorongan dan tarikan) dapat mengubah bentuk
suatu benda
8 Memahami berbagai
bentuk energi dan cara penggunaannya dalam
kehidupan sehari-hari
8.1 Mendeskripsikan energi panas dan bunyi yang
terdapat di lingkungan sekitar serta sifat-sifatnya
8.2 Menjelaskan berbagai energi alternatif dan cara
penggunaannya 8.3 Membuat suatu karya/model untuk
menunjukkan perubahan energi gerak akibat
pengaruh udara, misalnya roket dari
kertas/baling-baling/pesawat kertas/parasut 8.4 Menjelaskan perubahan energi bunyi melalui
penggunaan alat musik
Bumi dan Alam Semesta
9 Memahami perubahan
kenampakan permukaan
bumi dan benda langit hubungannya dengan
penggunaan sumber
daya alam.
9.1 Mendeskripsikan perubahan kenampakan bumi
9.2 Mendeskripsikan posisi bulan dan kenampakan
bumi dari hari ke hari
10 Memahami perubahan lingkungan fisik dan
pengaruhnya terhadap
daratan
10.1 Mendeskripsikan berbagai penyebab perubahan lingkungan fisik (angin, hujan, cahaya matahari,
dan gelombang air laut)
10.2 Menjelaskan pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan (erosi, abrasi, banjir, dan
longsor)
10.3 Mendeskripsikan cara pencegahan kerusakan lingkungan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor)
11 Memahami hubungan
antara sumber daya
alam dengan lingkungan, teknologi,
dan masyarakat
11.1 Menjelaskan hubungan antara sumber daya
alam dengan lingkungan
11.2 Menjelaskan hubungan antara sumber daya alam dengan teknologi yang digunakan
11.3 Menjelaskan dampak pengambilan bahan alam
terhadap pelestarian lingkungan
13
Penelitian ini hanya menggunakan 1 kompetensi dasar dari penjabaran 1
standar kompetensi yang telah dirumuskan. Standar kompetensi yang digunakan
yaitu 11. Memahami hubungan antara sumber daya alam dengan lingkungan,
teknologi, dan masyarakat. Sedangkan kompetensi dasarnya yaitu 11.1
Menjelaskan hubungan antara sumber daya alam dengan lingkungan.
2.1.2 Model Pembelajaran Problem Based Learning
2.1.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Problem Based Learning
Model pembelajaran probem based learning (PBL) menurut Arends
(dalam Hosnan, 2014: 295) adalah “model pembelajaran dengan pendekatan
pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga siswa dapat menyusun
pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan ketrampilan yang lebih tinggi
dan inquiry, memandirikan siswa dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri”.
Serafino & Cicchelli (dalam Eggen dan Kauchak, 2012: 307) adalah
“seperangkat model mengajar yang menggunakan masalah sebagai fokus untuk
mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, materi dan pengaturan diri”.
Duch (dalam Riyanto, 2009: 285) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis
masalah adalah “suatu model pembelajaran yang menghadapkan peserta didik
dalam belajar untuk belajar”. Sedangkan menurut Tan (dalam Rusman 2013: 229),
pembelajaran berbasis masalah “merupakan inovasi dalam pembelajaran karena
dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui
proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat
memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan
berpikirnya secara berkesinambungan”.
Simpulan pengertian dari beberapa tokoh tersebut bahwa model
pembelajaran problem based learning adalah model pembelajaran dengan
menggunakan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari sebagai dasar untuk
merangsang dan mengembangkan kemampuan berpikir siswa dalam menemukan
informasi, memecahkan masalah dan membangun pengetahuannya sendiri sesuai
dengan materi dan kegiatan pembelajaran. Pembelajaran model problem based
learning juga dapat memupuk solidaritas antar teman dengan adanya kerjasama,
14
saling bertukar pendapat dan berdiskusi untuk mencari berbagai informasi dan
memecahkan masalah dengan pemanfaatan berbagai sumber belajar yang tersedia.
2.1.2.2 Karakteristik Model Problem Based Learning
Model pembelajaran memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain
yang dapat dijadikan sebagai pedoman atau ciri dari model pembelajaran itu
sendiri. Karakteristik yang dmiliki juga merupakan suatu gambaran umum tentang
kegiatan yang dilakukan dengan penerapan pembelajaran model itu sendiri.
Karakteristik model pembelajaran problem based learning menurut Hosnan
(2014: 300) adalah sebagai berikut:
1. Pengajuan masalah atau pertanyaan.
Pengaturan pembelajaran tertuju pada masalah atau pertanyaan yang
penting dengan memenuhi kriteria autentik, jelas, mudah dipahami dan
bermanfaat. Sehingga siswa dapat memahami permasalahan yang disajikan
dengan jelas tanpa adanya kesalahan pemahaman.
2. Keterkaitan dengan berbagai masalah disiplin ilmu.
Dalam pembelajaran ini, masalah yang diajukan dapat mengaitkan atau
melibatkan berbagai disiplin ilmu.
3. Penyelidikan yang autentik.
Penyelidikan dan penyelesaian masalah bersifat nyata. Siswa dapat
menganalisis dan merumuskan masalah, mengembangkan dan meramalkan
hipotesis, mencari dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber,
melaksanakan percobaan jika diperlukan, membuat kesimpulan dan
menggambarkan hasil ahir.
4. Menghasilkan dan memamerkan hasil/ karya.
Siswa memiliki tugas untuk menyusun hasil penyelesaian masalah dalam
pembelajaran dalam bentuk karya yang dikomunikasikan didepan kelas.
Bentuk karya yang dimaksud dapat dibuat dalam bentuk laporan.
5. Kolaborasi.
15
Pada pembelajaran berbasis masalah, penyelesaian tugas-tugas dilakukan
dengan komunikasi dan kerjasama yang baik antar teman dalam suatu
kelompok dengan bimbingan guru.
2.1.2.3 Sintak atau Langkah-langkah Model Problem Based Learning
Sintak atau langkah-langkah dari model pembelajaran problem based
learning menurut Nur (dalam Hosnan, 2014: 302):
1. Mengorientasikan peserta didik terhadap masalah.
Guru memberi penjelasan tentang tujuan pembelajaran dan mengarahkan peserta didik terhadap masalah yang telah ditentukan. Guru memotivasi
peserta didik untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah nyata yang
dipilih atau ditentukan. 2. Mengorganisasi peserta didik untuk belajar.
Guru dapat membantu peserta didik untuk mengorganisasi tugas belajar,
tentang kegiatan yang akan dilakukan yang berhubungan dengan masalah
yang sudah diorientasikan pada tahap sebelumnya. 3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok.
Guru membimbing peserta didik untuk mengumpulkan berbagai informasi
yang sesuai dengan masalah dan melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan kejelasan yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah.
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
Guru membantu peserta didik untuk berbagi tugas dan merencanakan atau
menyiapkan hasil karya yang sesuai dengan kegiatan pemecahan masalah dalam bentuk laporan, video atau model.
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap proses pemecahan masalah yang telah dilakukan.
Arends (dalam Warsono dan Haryanto, 2014: 151) mengemukakan
beberapa sintaks atau langkah-langkah dalam model pembelajaran problem based
learning adalah sebagai berikut:
1. Melakukan orientasi masalah kepada siswa. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, menjelasakan logistik (bahan dan
alat) apa yang diperlukan bagi penyelesaian masalah serta memberikan
motivasi kepada siswa agar menaruh perhatian terhadap aktivitas
penyelesaian masalah. 2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar.
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan pembelajaran
agar relevan dengan penyelesaian masalah. 3. Mendukung kelompok investigasi.
Guru mendorong siswa untuk mencari informasi yang sesuai, melakukan
eksperimen, dan mencari penjelasan dan pemecahan masalahnya.
4. Mengembangkan dan menyajikan artefak dan memamerkannya.
16
Guru membantu siswa dalam perencanaan dan pewujudan artefak yang
sesuai dengan tugas yang diberikan seperti laporan, video, dan model-model
serta membantu mereka saling berbagi satu sama lain terkait hasil karyanya.
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses penyelesaian masalah. Guru membantu siswa melakukan refleksi terhadap hasil penyelidikan serta
proses-proses pembelajaran yang telah dilakukan.
John R. Savery and Thomas M. Duffy (dalam Riyanto, 2009: 293)
megidentifikasi langkah-langkah dalam model pembelajaran berbasis masalah
adalah sebagai berikut:
1. Memulai dengan masalah autentik.
Masalah yang diajukan berdasarkan kehidupan nyata yang ada
dilingkungan sekitar atau yang sering dihadapi.
2. Pemecahan masalah.
Pemecahan masalah dilakukan dengan pencarian informasi dan diskusi
kelompok yang memanfaatkan berbagai sumber belajar yang melibatkan
kerja kelompok yang aktif antar anggotanya.
3. Presentasi hasil pemecahan.
Kegiatan presentasi meliputi kegiatan mengkomunikasikan hasil
pemecahan masalah yang telah dilakukan didepan guru dan teman anggota
kelompok lain. Dalam presentasi, siswa secara berkelompok menyajikan
hasil presentasinya berupa hasil karya, baik laporan maupun karya lain
yang sesuai dengan masalah yang diajukan sebelumnya.
4. Simpulan atas pemecahan.
Simpulan diberikan dan dibuat setelah hasil presentasi. Guru dan teman
lain juga dapat berperan dalam memberikan pendapat dan saran atas hasil
presentasi.
Langkah-langkah model pembelajaran probem based learning yang
dijelaskan oleh tiga ahli secara keseluruhan, Nur dan Arends mengemukakan
langkah-langkah yang hampir sama. Berdasarkan pendapat dari tiga tokoh yang
telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah model pembelajaran
problem based learning dengan terstruktur dan terencana adalah sebagai berikut:
17
Tabel 2.2
Langkah-Langkah Model Pembelajaran Problem Based Learning
Fase/ Langkah-langkah Penjelasan
1. Mengorientasikan peserta didik pada
masalah yang akan
dipecahkan.
Dalam tahap pertama, guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan sarana atau sumber belajar yang
dibutuhkan untuk penyelesaian masalah sesuai materi
dan kegiatan pembelajaran dengan jelas. Guru juga harus memotivasi siswa untuk bersikap positif dan aktif dalam
pembelajaran, menjelaskan tentang aktivitas yang
diharapkan dapat dilakukan siswa dalam kegiatan
pembelajaran dan mendorong siswa untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah nyata yang dipilih atau
ditentukan pada awal kegiatan pembelajaran.
2. Mengorganisasi dan membimbing
untuk kegiatan
belajar
Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasi tugas atau kegiatan belajar yang harus
dilakukan berhubungan dengan cara pemecahan masalah
yang sudah diorientasikan pada tahap sebelumnya.
3. Membimbing penyelidikan
pemecahan
masalah
Guru mendorong peserta didik untuk dapat melaksanakan kegiatan belajar yang telah direncanakan dan
mengumpulkan informasi yang sesuai dari berbagai
macam sumber yang berfungsi untuk memecahkan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya.
4. Membimbing
penyelesaian dan
penyajian hasil pemecahan
masalah.
Guru membimbing peserta didik untuk menyelesaikan
dan menyiapkan hasil dari kegiatan penyelidikan yang
telah dilaksanakan untuk pemecahan masalah yang telah ditentukan sebelumnya. Hasil yang dimaksudkan dapat
berupa laporan yang berisi solusi pemecahan masalah
berdasarkan hasil pencarian informasi dan penyelidikan yang telah dilakukan. Kemudian dalam kegiatan
penyajian dapat dilakukan dengan presentasi didepan
kelas.
5. Melakukan analisis dan penilaian dari
pemecahan
masalah
Dalam tahap terahir, guru membimbing dan membantu siswa untuk melakukan refleksi atau penilaian serta dapat
pula memberikan saran dan masukan terhadap hasil
penyelidikan pemecahan masalah yang telah dilakukan.
2.1.2.4 Kelebihan dan Kekurangan Model Problem Based Learning
Model pembelajaran memiliki kelebihan yang berbeda-beda satu sama
lain. Kelebihan dari model pembelajaran problem based learning menurut
Warsono dan Hariyanto (2014: 152) adalah:
1. Siswa akan terbiasa menghadapi masalah dan merasa tertantang untuk
menyelesaikan masalah, tidak hanya terkait dengan pembelajaran dalam
kelas, tetapi juga menghadapi masalah yang ada dalam kehidupan sehari-
hari.
18
2. Memupuk solidaritas sosial dengan terbiasa berdiskusi dan bertukar
pendapat dengan teman-teman sekelompok kemudian berdiskusi dengan
teman-teman sekelasnya.
3. Semakin mengakrabkan hubungan antar guru dengan siswa. 4. Karena ada kemungkinan suatu masalah harus diselesaikan siswa melalui
eksperimen, hal ini juga akan membiasakan siswa dalam menerapkan
metode eksperimen.
Gijselaers (dalam Hosnan, 2014: 298) menyatakan sesuai dengan
penelitian yang telah dilakukannya penggunaan model pembelajaran problem
based learning dapat menjadikan peserta didik mampu mengidentifikasi informasi
yang diketahui dan diperlukan serta strategi yang diperlukan untuk menyelesaikan
masalah.
Pendapat yang dipaparkan oleh beberapa tokoh diatas dapat dirangkum
mengenai kelebihan model problem based learning sebagai berikut:
1. Membiasakan siswa untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapi baik
yang berkaitan dengan pembelajaran dikelas maupun permasalahan yang
ada dalam kehidupan sehari-hari.
2. Mampu mengembangkan kemampuan siswa untuk dapat mengidentifikasi
informasi yang diketahui dan dibutuhkan. Hal ini juga dapat
mengembangkan kemampuan siswa dalam penggunaan sumber belajar,
media dan proses pencarian informasi.
3. Membangun kerjasama yang baik anatar siswa dan guru dalam kegiatan
belajar dan mengembangkan ketrampilan dalam berdiskusi. Ketrampilan
mengkomunikasikan pendapat juga dapat dikembangkan dengan kegiatan
presentasi.
Model pembelajaran problem based learning juga memiliki kekurangan
atau kelemahan. Kelemahan dari model problem based learning menurut
Warsono dan Hariyanto (2014: 152) adalah:
1. Tidak banyak guru yang mampu mengantarkan siswa kepada pemecahan
masalah.
2. Seringkali memerlukan biaya mahal dan waktu yang panjang. 3. Aktivitas siswa yang dilaksanakan diluar sekolah, sulit dipantau guru..
Simpulan dari kelemahan yang telah dipaparkan yaitu tidak semua guru
mampu membimbing dalam kegiatan pembelajaran pemecahan masalah karena
19
tidak terbiasa untuk menghantarkan pembelajaran berbasis masalah. Selain itu,
juga membutuhkan biaya mahal dan waktu yang panjang karena adanya proses
penyelidikan dari pemecahan masalah sehingga siswa lupa mengontrol waktu.
Kesulitan memantau aktivitas siswa terjadi disaat siswa mencari informasi atau
melakukan penyelidikan karena penyelidikan juga bisa dilakukan diluar
lingkungan sekolah. Upaya untuk dapat mengatasi kelemahan tersebut diantaranya
yaitu guru terlebih dahulu harus mempersiapkan, membuat rencana dan
mempelajari tentang langkah dan kegiatan pembelajaran problem based learning.
Supaya tidak memerlukan biaya mahal dan waktu yang lama, sebaiknya dalam
kegiatan penyelidikan dapat menggunakan sumber belajar yang ada di lingkungan
sekitar serta ditentukan atau direncanakan dahulu batasan waktu dalam
pengerjaanya. Siswa juga dapat dilatih terlebih dahulu untuk dapat mencari
informasi sendiri dengan baik dalam proses pembelajaran. Aktivitas peyelidikan
sebaiknya juga dilakukan dilingkungan sekolah atau dilingkungan terdekat saja.
2.1.3 Model Pembelajaran Project Based Learning
2.1.3.1 Pengertian Model Pembelajaran Project Based Learning
Pengertian model pembelajaran project based learning menurut Bound
dan Felleti (dalam Hosnan 2014: 320) menjelaskan bahwa project based learning
adalah “cara yang konstruktif dalam pembelajaran menggunakan permasalahan
sebagai stimulus dan berfokus aktivitas pelajar”. Menurut Thomas J. W.
Moursund, et al (dalam Hosnan, 2014: 321) adalah “model pengajaran dan
pembelajaran yang berpusat pada siswa dalam suatu proyek”. Menurut Paul
Suparno (al-Tabany, 2014: 44) mengemukakan bahwa project based learning
adalah “pembelajaran dimana peserta didik dalam kelompok diminta untuk
membuat atau melakukan suatu proyek bersama, dan mempresentasikan hasil dari
proyek itu”. Sedangkan Warsono dan Hariyanto (2014: 154) juga menyatakan
bahwa semakin tinggi kelas siswa maka semakin kompleks pula proyek yang
harus diselesaikan. Hal ini menunjukkan bahwa pembuatan proyek juga
disesuaikan dengan tingkat usia atau kelas siswa.
20
Definisi model pembelajaran project based learning dari beberapa tokoh
tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran project based learning
adalah model pembelajaran yang menuntun siswa untuk bertindak aktif dan
berpikir kritis untuk mampu memecahkan masalah atau menyelesaikan tugas yang
berkaitan dengan masalah atau kehidupan nyata sehari-hari dan menciptakan suatu
karya nyata yang berguna bagi diri sendiri atau orang lain sesuai tingkat usia atau
kemampuan siswa. Dalam model project based learning siswa dapat belajar
menemukan pengetahuannya sendiri, memunculkan dan mengembangkan ide-ide
baik secara individual maupun berkelompok. Selain mengembangkan kreativitas
dalam membuat karya, project based learning juga dapat mengembangkan
kemampuan berpikir dan kerjasama antar siswa dengan adanya pengerjaan
proyek. Sejalan dengan hal tersebut, kemampuan siswa juga akan lebih
berkembang karena adanya kerjasama dan tukar pendapat antar teman dalam
suatu kelompok.
Model pembelajaran project based learning juga menggunakan masalah
sebagai langkah awal pembelajarannya. Hanya saja masalah yang dimaksud
berupa tugas yang mengarah kepada kebutuhan siswa akan kegiatan tertentu.
Kebutuhan itulah yang kemudian dijadikan sebagai proyek, sesuatu yang harus
dikerjakan, dibuat atau dilakukan siswa melalui proses pembelajaran. Dengan
demikian, akhir dari pembelajaran dapat menghasilkan suatu produk yang berupa
kegiatan ataupun berwujud karya.
2.1.3.2 Karakteristik Model Project Based Learning
Pembelajaran dengan model project based learning memiliki potensi yang
besar untuk memberikan pengalaman belajar yang menarik dan bermakna bagi
siswa. Hal ini dikarenakan siswa dapat mengalami sendiri suatu kegiatan
pembelajaran yang menuntun untuk penyelesaian tugas dengan pembuatan suatu
karya. Menurut Buck Institute for Education (dalam Hosnan, 2014: 322)
menyatakan pembelajaran berbasis proyek memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Siswa mengambil keputusan sendiri dalam kerangka kerja yang telah
ditentukan bersama sebelumnya. 2. Siswa berusaha memecahkan sebuah masalah atau tantangan yang tidak
memiliki satu jawaban pasti.
21
3. Siswa ikut merancang proses yang akan ditempuh dalam mencari solusi.
4. Siswa didorong untuk berpikir kritis, memecahkan masalah, berkolaborasi,
serta mencoba berbagai macam bentuk komunikasi.
5. Siswa bertanggung jawab mencari dan mengelola sendiri informasi yang mereka kumpulkan.
6. Siswa secara reguler merefleksikan dan merenungi apa yang telah mereka
lakukan, baik proses maupun hasilnya. 7. Produk akhir dari proyek (belum tentu berupa material, tapi bisa berupa
presentasi, drama dan lain-lain) dipresentasikan didepan umum dan
dievaluasi kualitasnya.
8. Di dalam kelas dikembangkan suasana penuh toleransi terhadap kesalahan dan perubahan, serta mendorong bermunculannya umpan balik.
Karakteristik model project based learning yang telah dipaparkan dapat
dirangkum bahwa model pembelajaran project based learning mencakup
pembelajaran yang difokuskan dengan suatu kegiatan proyek, berupa produk yang
berdasarkan masalah awal berupa tugas atau masalah yang telah ditentukan
sebelumya. Disini, siswa juga dibimbing untuk dapat mengekspresikan
pemikirannya dengan suatu kegiatan dan dapat mencari informasi serta
memanfaatkan berbagai macam bahan dilingkungan sekitar yang dapat dirubah
menjadi sesuatu yang lebih bermakna. Namun, produk yang dihasilkan tidak
selalu berupa material tetapi juga dapat berbentuk laporan, presentasi dan lain
sebagainya.
2.1.3.3 Sintak atau Langkah-langkah Model Project Based Learning
Pembelajaran berbasis proyek menurut Hosnan (2014: 325) yang
mengadaptasi dari Keser dan Karagonca 2010 memiliki langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Penentuan proyek.
Penentuan proyek dapat berupa tugas langsung atau dari permasalahan
yang harus diselesaikan.
2. Perancangan langkah-langkah penyelesaian proyek.
Menyusun langkah kegiatan yang akan dilakukan dalam penyelesaian
tugas/ proyek.
3. Penyusunan jadwal pelaksanaan proyek.
Meliputi penyusunan jadwal sesuai langkah untuk menyelesaikan tugas
atau proyek yang telah ditentukan sebelumnya.
22
4. Penyelesaian proyek dengan fasilitasi dan monitoring guru.
Meliputi penyelesaian proyek dengan melakukan aktifitas penyelesaian
proyek seperti yang telah dirancang sebelumnya dengan bimbingan dan
pengawasan guru.
5. Penyusunan laporan dan presentasi/ publikasi hasil proyek.
Penyusunan laporan dan publikasi berdasarkan penyelesaian tugas yang
dikomunikasikan kepada teman-teman lain dan juga guru.
6. Evaluasi proses dan hasil proyek.
Kegiatan ini mencakup refleksi atas aktivitas dan hasil tugas/ proyek yang
telah dikerjakan.
Warsono dan Hariyanto (2014: 158) yang mengadaptasi dari Brown dan
Campione 1994, menyatakan bahwa langkah-langkah dalam kegiatan
pembelajaran berbasis proyek adalah sebagai berikut:
1. Timbulnya masalah dari para siswa.
Dalam hal ini terkait dengan menghadapai masalah (problem facing),
mendefinisikan masalah (problem definition), dan kategori masalah (problem categorization).
2. Memunculkan adanya proyek sebagai alternatif pemecahan masalah.
3. Pembentukan tim pembelajaran kolaboratif atau kooperatif untuk
menyelesaikan masalah. 4. Setelah kajian lebih lanjut dalam tim mereka, para siswa yang cepat belajar
(expert) membantu rekannya yang lambat belajar sehingga tidak
mengganggu kelangsungan proyek.
5. Hal ini mencapai titik kulminasinya berupa pengerjaan serangkaian tugas
berkelanjutan bagi semua anggota tim yang memungkinkan terciptanya hasil
pemikiran siswa yang nyata, dapat dilihat dan dipublikasikan berupa suatu
artefak atau karya pemikiran yang bermakna.
The George Lucas Educational Foundation 2005 (dalam al-Tabany, 2014:
52) langkah-langkah project based learning adalah sebagai berikut:
1. Dimulai dengan pertanyaan yang esensial.
Mengambil topik yang sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan suatu investigasi mendalam. Pertanyaan esensial diajukan untuk
memancing pengetahuan, tanggapan, kritik dan ide peserta didik mengenai
tema proyek yang akan diangkat.
2. Perencanaan aturan pengerjaan proyek. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat
mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara
mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek.
23
3. Membuat jadwal aktivitas.
Pendidik dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas
peserta didik selama menyelesaikan proyek. Jadwal ini disusun untuk
mnegetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam pengerjaan proyek. 4. Memonitoring perkembangan proyek peserta didik.
Pendidik bertanggung jawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas
peserta didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara memfasilitasi peserta didik pada setiap proses.
5. Penilaian hasil kerja peserta didik.
Penilaian dilakukan untuk membantu pendidik dalam mengukur
ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi peserta didik, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai peserta didik,
membantu pendidik dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya.
6. Evaluasi pengalaman belajar peserta didik. Pada akhir proses pembelajaran, pendidik dan peserta didik melakukan
refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses
refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini peserta didik diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamannya
selama menyelesaikan proyek.
Langkah-langkah model Project Based Learning dalam pembelajaran yang
dijelaskan oleh tiga ahli secara keseluruhan, Hosnan yang mengadaptasi dari
Keser & Karagonca dan George Lucas mengemukakan langkah-langkah yang
hampir sama. Berdasarkan pendapat dari tiga tokoh yang telah dipaparkan, dapat
disimpulkan bahwa langkah-langkah model pembelajaran project based learning
dengan terstruktur dan terencana sebagai berikut:
24
Tabel 2.3
Langkah-Langkah Model Pembelajaran Project Based Learning
Fase/ Langkah –langkah Penjelasan
1. Menentukan proyek yang akan
dikerjakan
Dalam tahap pertama, peserta didik dengan bimbingan atau kesepakatan dengan guru menentukan terlebih
dahulu proyek atau tugas yang akan dikerjakan.
2. Membuat rencana
kegiatan dalam penyelesaian
proyek
Dalam langkah kedua, siswa dibimbing membuat rencana
kegiatan penyelesaian proyek, dari awal sampai akhir secara berkelompok. Kegiatan perencanaan proyek berisi
cara pelaksanaan tugas proyek, pemilihan aktivitas dan
sarana atau bahan yang dapat mendukung penyelesaian tugas proyek. Kekompakan dan kerjasama yang baik
antar anggota kelompok juga sangat mempengaruhi
dalam penrancangan proyek.
3. Menyusun jadwal aktivitas
penyelesaian
proyek
Melalui bimbingan guru, peserta didik dapat melakukan penyusunan jadwal sesuai dengan rencana kegiatan yang
telah direncanakan sebelumnya. Jadwal tersebut dapat
menunjukkan berapa lama proyek itu dapat diselesaikan atau tahapan pelaksanaan. Jadwal yang dimaksud juga
disesuaikan dengan program yang disediakan guru itu
sendiri, alokasi waktu serta kemampuan siswa dalam menyelesaikan proyek.
4. Menyelesaikan
proyek sesuai
rencana dan jadwal dengan
bimbingan dan
pengawasan guru.
Siswa mulai melakukan aktivitas penyelesaian proyek
dengan menyesuaikan kegiatan dan jadwal yang sudah
direncanakan sebelumnya. Peserta didik juga dapat mencari berbagai informasi dari berbagai sumber. Guru
berperan untuk memotivasi, mengarahkan,
mengkoordinasikan dan membimbing siswa sehingga kegiatan dan proyek yang dikerjakan dapat berjalan
dengan baik dan tepat waktu.
5. Menyusun dan
melakukan presentasi hasil
penyelesaian
proyek.
Siswa mulai menyusun penyelesaian hasil proyek yang
telah dikerjakan dan melakukan presentasi kepada teman lain dan guru sebagai bentuk menyajikan hasil
penyelesaian proyek atau tugas. Dalam kegiatan ini siswa
dilatih untuk mempertanggungjawabkan hasil kegiatan yang telah dilakukannya.
6. Melakukan
evaluasi
pengalaman belajar dan hasil
penyelesaian
proyek
Guru dan peserta didik melakukan refleksi terhadap
aktivitas pengalaman belajar dan hasil penyelesaian
proyek yang telah dikerjakan. Siswa diberikan kesempatan untuk mengemukakan pengalamnnya berupa
kesan beserta kesulitan yang dihadapi. Guru kemudian
memberikan umpan balik berupa masukan dan saran berdasarkan kegiatan dan penyelesaian proyek/ produk
yang telah dihasilkan.
25
2.1.3.4 Kelebihan dan Kekurangan Model Project Based Learning
Model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan atau kelemahan
sebagai suatu dampak yang mendukung dalam penggunaan model pembelajaran.
Menurut Anatta (dalam al-Tabany, 2014: 48) beberapa kelebihan dari
pembelajaran berbasis proyek, anatara lain sebagai berikut:
1. Meningkatkan motivasi
Siswa akan lebih tekun dan berusaha keras dalam mencapai proyek dan
merasa bahwa belajar dalam proyek lebih menyenangkan.
2. Meningkatkan kemampuan pemecahkan masalah
Project based learning menggunakan lingkungan belajar yang dapat
meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, membuat siswa lebih
aktif dan berhasil memecahkan masalah berdasarkan tugas yang diberikan
dengan kompleks.
3. Meningkatkan kolaborasi
Model ini juga mendukung dalam mengembangkan adanya kerjasama
yang baik antar anggota kelompok. Sehingga ketrampilan untuk
berkomunikasi, bekerjasama, berdiskusi dan saling bertukar pendapat antar
siswa juga akan meningkat. Teori-teori kignitif yang baru dan
konstruktivistik juga menegaskan bahwa belajar adalah fenomena sosial,
dan bahwa siswa akan belajar lebih didalam lingkungan yang kolaboratif.
4. Meningkatkan ketrampilan mengelola sumber
Pembelajaran berbasis proyek dapat memberikan pengalaman dan
pembelajaran keapda siswa dalam mengorganisasikan perencanaan
penyelesaian proyek, merencanakan alokasi waktu dan sumber-sumber
lain sebagai perlengkapan menyelesaikan tugas.
Han dan Bhattacharya (dalam Warsono dan Hariyanto, 2014: 157)
mengemukakan beberapa kelebihan dari pembelajaran berbasis proyek (project
based learning) yaitu:
1. Meningkatkan motivasi belajar siswa 2. Meningkatkan kecakapan siswa dalam pemecahan masalah
3. Memperbaiki ketrampilan menggunakan media pembelajaran
26
4. Meningkatkan semangat dan ketrampilan berkolaborasi
5. Meningkatkan ketrampilan dalam manajemen berbagai sumber daya
Kelebihan yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh diatas dapat dirangkum
bahwa model pembelajaran project based learning memiliki kelebihan yang dapat
membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah,
meningkatkan kerjasama dan komunikasi yang baik, memotivasi siswa untuk
terus belajar serta mampu mengelola sumber belajar dan media belajar dengan
baik.
Model project based learning juga memiliki kekurangan atau kelemahan.
Susanti (dalam al-Tabany, 2014: 49) mengemukakan beberapa kekuranagan dari
model pembelajaran project based learning yaitu:
1. Kondisi kelas agak sulit dikontrol dan mudah menjadi ribut saat pelaksanaan proyek, karena adanya kebebasan pada siswa sehingga memberi peluang
untuk ribut dan untuk itu diperlukannya kecakapan guru dalam penguasaan
dan pengelolaan kelas yang baik.
2. Walaupun sudah mengatur alokasi waktu yang cukup, masih saja memerlukan waktu yang lebih banyak untuk pencapaian hasil yang
maksimal.
Pendapat yang dikemukakan diatas dapat dirangkum bahwa model
pembelajaran project based learning memiliki kekurangan atau kelemahan
diantaranya memerlukan waktu yang cukup banyak mengingat kemampuan siswa
dalam menyelesaikan tugas berbeda-beda dan memerlukan berbagai macam
peralatan dan biaya yang cukup banyak. Keadaan ini dapat dimengerti dengan
adanya kegiatan pembuatan proyek yang memerlukan peralatan beraneka ragam
sesuai dengan kebutuhan dan kreasi siswa.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kelemahan dari model
pembelajaran project based learning yaitu dengan membagi siswa menjadi
kelompok yang heterogen terdiri dari beberapa siswa dengan kemampuan kognitif
yang berbeda sehingga apabila ada siswa yang ribut akan dapat saling
mengingatkan dan dapat saling membantu dalam bertukar informasi. Sedangkan
untuk mengatur waktu sebaiknya guru membuat rencana terlebih dahulu guna
memberikan arahan dalam pengerjaan proyek supaya siswa dapat mengontrol dan
menyesuaikan waktu yang telah ditentukan. Penggunaan berbagai macam bahan
27
dan peralatan sebaiknya juga menggunakan yang telah tersedia di lingkungan
sekitar sehingga tidak menghabiskan biaya yang mahal.
2.1.4 Hasil Belajar
Indikator untuk mengetahui tercapai atau tidaknya suatu tujuan
pembelajaran salah satunya dengan melakukan pengukuran terhadap hasil belajar.
Hasil belajar menjadi puncak dari suatu proses pembelajaran. Hasil belajar
menurut Nawawi (dalam Susanto, 2013: 5) menyatakan bahwa hasil belajar dapat
diartikan sebagai “tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran
di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai
sejumlah materi pelajaran tertentu”. Menurut Gagne & Briggs 1979 (dalam
Suprihatiningrum, 2013: 37) adalah “kemampuan-kemampuan yang dimiliki
siswa sebagai akibat perubahan belajar dan dapat diamati melalui penampilan
siswa (learner’s performance)”. Sedangkan menurut Susanto (2013: 5)
menyatakan yang dimaksud dengan hasil belajar yaitu “perubahan-perubahan
yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor sbagai hasil dari kegiatan belajar”. Pendapat lain juga dikemukakan
oleh Reigeluth 1983 (Suprihatiningrum, 2013: 37) berpendapat bahwa “hasil
belajar atau pembelajaran dapat juga dipakai sebagai pengaruh yang memberikan
suatu ukuran nilai dari metode (strategi) alternatif dari kondisi yang berbeda”. Ia
juga mengatakan secara spesifik bahwa “hasil belajar adalah suatu kinerja
(performance) yang diindikasikan sebagai suatu kapabilitas (kemampuan) yang
telah diperoleh”.
Pengertian mengenai hasil belajar yang telah dipaparkan oleh beberapa
tokoh dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil atau bukti keberhasilan
siswa dalam mengikuti proses pembelajaran yang sengaja dirancang berupa
perubahan tingkah laku atau kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa.
Hasil belajar sendiri meliputi pemahaman konsep (aspek kognitif), ketrampilan
proses (aspek psikomotor), dan sikap siswa (aspek afektif). Namun, pada
penelitian ini aspek yang akan diteliti adalah hasil belajar aspek kognitif. Hasil
28
belajar aspek kognitif dalam penelitian ini dapat diukur melalui teknik tes dan
kegiatan pembelajaran siswa dapat diukur/ dilihat melalui teknik non tes.
Suryanto Adi, dkk (dalam Wardani, dkk, 2012: 70) tes adalah
“seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk memperoleh
informasi tentang trait atau sifat atau atribut pendidikan yang setiap butir
pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar”.
Sedangkan menurut Wardani, dkk, (2012: 70) juga mengemukakan bahwa tes
merupakan “alat ukur yang standar dan objektif sehingga dapat digunakan secara
meluas untuk mengukur dan membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku
individu”. Jenis tes yang digunakan berdasarkan cara pengerjaanya dalam
penelitian ini adalah tes tertulis yang harus dijawab dengan memberikan jawaban
tertulis berbentuk tes objektif pilihan ganda.
Pengukuran untuk melihat terlaksananya kegiatan pembelajaran yang
dilakukan oleh guru dan siswa pada kedua kelompok menggunakan teknik non
tes. Teknik non-tes berisi pertanyaan atau pernyataan yang tidak memiliki
jawaban benar atau salah (Wardani, dkk. 2012: 73). Jenis-jenis teknik non tes
yang digunakan adalah observasi. Pengertian dari observasi sendiri menurut
Purwanto (2012: 149) ialah “metode atau cara-cara menganalisis dan mengadakan
pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau
mengamati indvidu atau kelompok secara langsung”. Pada kelompok eksperimen,
guru dan siswa akan diobservasi menggunakan pertanyaan atau pernyataan sesuai
dengan sintak model pembelajaran problem based learning dan kegiatan yang ada
di RPP. Sedangkan pada kelompok kontrol juga disesuaikan dengan sintak model
pembelajaran project based learning dan kegiatan yang ada di RPP.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar menurut Wasliman
2007 (dalam Susanto, 2013: 12) antara lain:
1. Faktor Internal
Merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik, yang memengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal meliputi: kecerdasan,
minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar,
serta kondisi fisik dan kesehatan. 2. Faktor Eksternal
Merupakan faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang
memengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.
29
Wasliman (dalam Susanto, 2013: 12) juga mengemukakan bahwa sekolah
merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan hasil belajar siswa. Semakin
tinggi kemampuan belajar siswa dan kualitas pengajaran di sekolah, maka
semakin tinggi pula hasil belajar siswa.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian ini tidak terlepas dari penelitian-penelitian terdahulu yang
menjadi acuan dalam penelitian ini. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
Merinda Dian Prametasari (2012) dengan judul “Efektifitas Penggunaan Model
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning-PBL) Terhadap Hasil
Belajar IPA Siswa Kelas V di SD Gugus Hasanudin Salatiga Semester II Tahun
Ajaran 2011/2012” menunjukkan adanya perbedaan rata-rata dari hasil belajar
kelas kontrol dan kelas eksperimen dengan perolehan rata-rata nilai tes siswa
kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional lebih rendah
daripada rata-rata nilai tes siswa kelas eksperimen yang menggunakan model
pembelajaran problem based learning, yaitu 74,53 < 83,38 dengan perbedaan
rata-rata (mean difference) sebesar 8,851. Perbedaan tersebut ditinjau dari
kesignifikansiannya nampak t hitung > t tabel (3.201 > 1.674) dengan taraf
signifikansi diperoleh angka 0,002 < 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa terdapat efektifitas penggunaan model pembelajaran berbasis masalah
(problem based learning-PBL) terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V di SD
Gugus Hasanudin Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2011/2012.
Penelitian berikutnya dilakukan oleh Alim (2012) dengan penelitiannya
yang berjudul "Perbedaan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV
Menggunakan Metode Pembelajaran Problem Based Learning (Pbl) Dengan Teori
Dienes Dan Metode Pembelajaran Mekanistik". Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar matematika siswa kelas
IV menggunakan metode pembelajaran problem based learning (PBL) dengan
teori Dienes dan metode pembelajaran mekanistik. Hasil penelitian menunjukkan
siswa yang diajar menggunakan metode pembelajaran problem based learning
(PBL) dengan teori Dienes lebih baik dari pada siswa yang diajar menggunakan
30
metode pembelajaran mekanistik. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata post-
test yang diperoleh siswa kelas eksperimen adalah 85 dengan standar deviasi
sebesar 9,374 sedangkan nilai rata-rata post-test siswa kelas kontrol adalah 73,9
dengan standar deviasi sebesar 14,073. Uji hipotesis menunjukkan bahwa T
Hitung sebesar 3,797 dan T Tabel 1,669, maka T Hitung ˃ T Tabel, sehingga Ha
diterima, ini berarti ada perbedaan hasil belajar matematika siswa kelas IV
menggunakan metode pembelajaran problem based learning (PBL) dengan teori
Dienes dan metode pembelajaran mekanistik.
Prisky Chitika (2012) dengan judul “Pengaruh Penggunaan Model
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Terhadap Hasil
Belajar IPA Siswa Kelas IV SDN 3 Jepon Kecamatan Jepon Kabupaten Blora
Semester II Tahun Ajaran 2011/2012” juga memperoleh hasil yang menunjukkan
bahwa setelah diberikan perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran
berbasis masalah dan metode pembelajaran konvensional ditemukan bahwa nilai t
hitung > t tabel (5.345>4660). Signifikansi (0.000<0.005). Dari perhitungan
tersebut dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak berarti Ha diterima. Dengan
demikian, penelitian yang dilakukan dapat disimpukan bahwa terdapat perbedaan
pengaruh penggunaan model pembelajaran berbasis masalah dalam pembelajaran
IPA pada siswa kelas IV SD Negeri 3 Jepon semester II tahun ajaran 2011/2012.
Pembelajaran menggunakan model problem based learning terbukti lebh efektif
dilihat dari nilai rata-rata pembelajaran menggunakan model problem based
learning lebih besar dibanding dengan pembelajaran konvensional (88,6 >
714,1).
Penelitian di dalam jurnal dengan menggunakan model project based
learning yang dilakukan oleh I.A. Diyah Kamayani (2013) dengan judul
“Pengaruh Model Pembelajaran Project Based Lerning Berbantuan Media Tiga
Dimensi Terhadap Hasil Belajar Ipa Di Sd Gugus IX Kecamatan Buleleng”
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar IPA
siswa kelas IV semester genap SD Gugus IX Kecamatan Buleleng antara siswa
yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran Project Based
Learning berbantuan media tiga dimensi dan model pembelajaran konvensional
31
(thit>ttab, t hit = 3,89 dan ttab = 2,021). Siswa yang dibelajarkan menggunakan
model pembelajaran project based learning mendapatkan nilai rata-rata yang
tergolong sangat tinggi dengan (M) 40,7 lebih tinggi dibanding siswa yang
dibelajarkan menggunakan model konvensional dengan nilai rata-rata yang
tergolong tinggi dengan (M) 29,41. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan pengaruh penggunaan model pembelajaran project based
learning dalam pembelajaran IPA pada siswa kelas IV Sd Gugus IX Kecamatan
Buleleng.
Ni Kt Nik Aris Sandi Dewi (2013) dalam jurnal yang berjudul “Pengaruh
Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project- Based Learning) Terhadap Hasil
Belajar Ipa Siswa Kelas IV SD N 8 Banyuning” menunjukkan bahwa perhitungan
hasil analisis uji-t membuktikan dimana, t hitung lebih besar dari t tabel yaitu
4,48 > 2,006, dengan derajat kebebasan 57. Rata-rata skor hasil belajar IPA
dengan projek based learning adalah 22,07 yang berada pada kategori tinggi.
Rata-rata skor hasil belajar IPA siswa yang belajar dengan model pembelajaran
konvensional pada kelompok kontrol adalah 17,27 berada pada kategori sedang.
Rata-rata skor hasil belajar IPA siswa yang belajar dengan model pembelajaran
berbasis proyek pada kelompok eksperimen lebih tinggi dibanding rata-rata nilai
hasil belajar siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh
penggunaan model pembelajaran project based learning dalam pembelajaran IPA
pada siswa kelas IV SD N 8 Banyuning.
Penelitian relevan yang pertama sampai ketiga diatas dapat disimpulkan
bahwa penggunaan model pembelajaran problem based learning berpengaruh
terhadap hasil belajar IPA dan juga matematika di Sekolah Dasar. Sedangkan
pada penelitian relevan keempat dan kelima dapat disimpulkan bahwa
penggunaan model pembelajaran project based learning juga berpengaruh
terhadap hasil belajar IPA di Sekolah Dasar.
Pemaparan penelitian relevan diatas menjadi salah satu faktor yang
memunculkan keinginan peneliti menggunakan kedua model pembelajaran untuk
membandingkan apakah ada perbedaan yang signifikan dalam penggunaan kedua
32
model pembelajaran ditinjau dari hasil belajar IPA. Keinginan ini juga didasarkan
bahwa kedua model pembelajaran dalam penelitian relevan juga tidak
dibandingkan secara bersamaan. Selain itu, siswa pada kelas atau kelompok
tertentu dalam setiap sekolah memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Peneliti
juga menggunakan kedua model pembelajaran dalam mata pelajaran IPA dengan
materi yang berbeda.
2.3 Kerangka Pikir
Kegiatan pembelajaran IPA terdapat banyak suatu kegiatan yang
mendorong siswa untuk bertindak aktif dan melakukan berbagai macam
penyelidikan, pengumpulan informasi, percobaan dalam pembuktian suatu teori
atau fakta. Pembelajaran IPA juga menuntut siswa untuk dapat menemukan
sendiri pengetahuannya melalui pengalaman belajar baik di lingkungan sekolah
atau di lingkungan sekitar. Sehingga pengetahuan yang didapatkan siswa akan
terserap dengan baik dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Model pembelajaran problem based learning jika dikaitkan dengan materi
yang akan diteliti diharapkan dapat membuat siswa mampu memecahkan masalah
yang berkaitan dengan macam-macam jenis SDA, manfaat dan cara menjaga atau
melestarikannya dengan benar. Model ini dimulai dengan sintak yang pertama
adalah mengorientasikan siswa pada masalah yang akan dipecahkan, kemudian
kegiatan mengorganisasi dan membimbing perencanaan kegiatan belajar dan
melakukan penyelidikan atau pencarian informasi secara mandiri dari berbagai
sumber. Selain itu siswa juga dilatih untuk dapat bekerjasama dan berdiskusi
dengan baik untuk menemukan solusi penyelesaian masalah. Setelah itu siswa
dibimbing untuk mengkomunikasikan hasil pemecahan masalah dengan penuh
tanggung jawab dan melakukan evaluasi bersama dari hasil pemecahan masalah
yang telah diselesaikan.
Pembelajaran IPA dengan model project based learning jika dikaitkan
dengan materi yang akan diteliti, maka siswa diharapkan mampu membuat suatu
karya dari masalah atau tugas yang dipaparkan mengenai jenis SDA, manfaat dan
cara menjaga atau melestarikannya. Model dimulai dengan sintak yang pertama
33
yaitu menentukan tugas atau proyek yang akan dikerjakan. Kemudian siswa
dibimbing untuk merencanakan langkah kegiatan penyelesaian proyek. Siswa juga
dibimbing untuk melakukan penjadwalan kegiatan penyelesaian proyek. Dalam
tahap ini siswa juga didorong untuk mampu berpikir kreatif memunculkan ide,
mencari bahan-bahan yang diperlukan dan melaksanakan penyelesaian tugas atau
proyek dengan baik. Setelah itu siswa secara berkelompok dibimbing untuk
menyusun dan melakukan presentasi/ mengkomunikasikan hasil penyelesaian
proyek/ hasil karyanya dengan penuh tanggung jawab. Dan pada kegiatan ahir,
guru dan siswa melakukan evaluasi hasil penyelesaian tugas atau proyek.
Penjelasan diatas dapat menjelasakan secara singkat perbedaan kegiatan
pembelajaran yang dilakukan dengan model pembelajaran problem based
learning dan project based learning. Namun kedua model memiliki tujuan yang
sama yaitu diharapkan mampu mempengaruhi kualitas hasil belajar siswa. Maka
dari itu penelitian ini membandingkan model pembelajaran problem based
learning dan project based learning untuk mengetahui ada atau tidaknya
perbedaan yang signifikan dari penggunaan model pembelajaran problem based
learning dan project based learning ditinjau dari hasil belajar dalam pembelajaran
IPA kelas IV SD N Plumbon 01 semsester 2 tahun ajaran 2015/2016. Namun
sebelum diberi tindakan dan dibandingkan hasilnya, terlebih dahulu kedua kelas
diukur kemampuan awalnya menggunakan pretest untuk mengetahui kesamaan
varian kedua kelompok.
Bagan kerangka pikir penelitian menggunakan model pembelajaran
problem based learning dan project based learning disajikan pada gambar
berikut:
34
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Model Pembelajaran Problem
Based Learning dan Project Based Learning
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian masih bersifat sementara dan perlu diuji kebenaranya.
Berdasarkan kerangka pikir yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan
hipotesis penelitian ini sebagai berikut:
Ho : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara penggunaan model
pembelajaran problem based learning dan project based learning ditinjau
dari hasil belajar dalam pembelajaran IPA kelas IV SD N Plumbon 01
Semester II Tahun Ajaran 2015/2016.
Ha : Terdapat perbedaan yang signifikan antara penggunaan model
pembelajaran problem based learning dan project based learning ditinjau
dari hasil belajar dalam pembelajaran IPA kelas IV SD N Plumbon 01
Semester II Tahun Ajaran 2015/2016.
Kelompok
Kontrol Pretest
Uji beda rata-rata
hasil posttest apakah terdapat
perbedaan yang
signifikan antara
penggunaan model pembelajaran PBL
dan PjBL ditinjau
dari hasil belajar
IPA kelas IV SD
Pembelajaran
IPA dengan
model pembelajaran
Problem Based
Learning
Pembelajaran
IPA dengan
model pembelajaran
Project Based
Learning
Posttest
Posttest
Kemampuan awal kedua
kelompok
sama
Kelompok
Eksperimen Pretest