bab ii kajian pustaka 2.1 kajian pustaka 2.1.1 stand up...
TRANSCRIPT
14
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Fenomena Stand Up Comedy di Indonesia
Fenomena Stand Up Comdy menjadi fernomena tersendiri, khusunya
bagi pelajar, mahasiswa maupun karyawan yang ingin menyuarakan pendapat
atau kritikan memlalui media humor. Stand Up Comedy juga menjadi daya
tarik untuk melestarikan budaya daerah, cara komika melestarikan budaya
maupun mengkritik fenomena sosial adalah membuat materi tentang hal
tersebut untuk di jadikan materi Stand Up Comedynya. Oleh karena itu Stand
Up Comedy ini banyak di minati oleh kalangan mahasiswa.
Stand Up comedy merupakan bentuk pertunjukan lisan yang sangat
berbeda dengan pertunjukan-pertunjukan linsan yang di anggap asli Indonesia.
Pada umumnya, pertunjukan lisan tradisional di Indoensia erat dengan
kebudayaan lokal serta daerah, mulai dari bahasa, adat istiadat yang sudah ada
secara turun menurun, seperti Pantun yang di miliki oleh budaya betawi dan
sebagaijnya. Hal ini berbed dengan Stand Up Comedy yang lkebih modern,
dengan pertunjukan yang berkembang sesuai dengan situasi dan kondisi
kehidupan sosial, budaya dan bahasa setiapo zamanya.
Stand Up Comedy adalah salah satu genre komedi, pelawak tampil
seorang diri di hadapan penonton, dan berbicara langsung ke mereka dengan
membawakan materi-materi lucu yang mengundang tawa, sebutan pelaku
Stand Up Comedy adalah komik, pelawak Stand Up atau hanya Stand Up saja.
(Pandji, 2011 : 24)
15
Stand Up Comedy muncul di Amerika Serikat pada tahun 1800-an.
Melalui proses panjang yang akhirnya humor lisan tersebut hadir di indonesia.
(Pandji, 2011 : 35) ada beberapa nama yang tidak bisa lepas dari sejarah Stand
Up Comedy Indonesia, perti Warkop, Taufik Savalas, Ramon Papana dan iwel.
Humor yang di bawakan Oleh Warkop (Dono, Kasino, Indro)bukan jenis
Stand Up Comedy. Akan tetapi, perubahan menuju Stand Up Comedy di
indonesia berawal dari mereka. Mereka telah menperkenalkan humor yang
mengandalkan ucapan, Taufik Safalas kemudian yang menjadi komedian
pertama Indonesia yang berhasil membawa humor melalui monolog. Akan
tetapi, humor yang dibawakan Taufik baru berupa joke telling. Joke telling
berisi lelucon umum dan tebak-tebakan yang mengandung humor jenaka
(Pandji, 2012: xxi).
Terbentuknya komunitas Stand up Comedy indonesa pada tanggal 13
Juli 2011 bertempat di Cafe Kemang jakarta selatan sekaligus peresmian
komunitas dan pertama kali Open Mic “sebutan kegitan yang menimpilkan
komika-komika” yang di tonton sebanyak 200 orang, dibentuk oleh anak-ank
muda yaitu Raditya dika, Pandji Pragiwaksono, Ersest Prakasa dan masih
banyak lagi. Awalnya mereka membuat akun Twitter bernama
“@StandUpIndo”, dengna bertujuan menggiring siapapun yang ingin tau
Stand up Comed. (Nugroho, 2011 : 24-26) Meski belum genap berusia enam
bulan komunitas ini sudah punya cabang di 44 kota seperti Medan, Pekanbaru,
Jambi, Palembang, Semarang, Malang, Yogyakarta, Solo, Surabaya dan
sebagainya. Latar belakang anggota Stand up Indo beragam mulai dari pelajar,
mahasiswa, karyawan, Office boy, hingga pengusaha.(Nugroho, 2011:24-26)
16
Kota malang terdapat komunitas yang bergerak di bidang Stand Up
Comedy yang bernama Stand Up Comedy malang. Terbentuknya stand up
comedy malang pada tahun 2011, dibentuk oleh 6 orang, terbentuknya
komunitas ini adalah ingin mewadahi masyrakat sesama pencinta stand up
comedy. Seiring berjalanya waktu stand up comedy di indonesia semakin
berkembang pesat, komunitas stand up comedy di berbagai kota pun ada,
mulai dari bekasi hingga surabaya tidak terkecuali komunitas stand up comedy
malang.
2.1.2 Fenomena Komika
Fenomena adalah rangkaian peristiwa serta bentuk keadaan yang dapat
diamati dan dinilai lewat kaca mata ilmiah atau lewat disiplin ilmu tertentu.
Salah satunya adalah fenomena yang yang terjadi di kehidupan sehari-hari
dalah fenomena sosial dan budaya, fenomena sosial dan budaya adalah gejala-
gejala atau peristiwa yang terjadi dan dapat di amati dalam kehidupan sosial,
komika merupakan salah satu fenomena sosial budaya. Kesenian yang
berkgerak di bidang komedi, komika memiliki fenomena yang khas yang
berkaitan dengan komedi, komedi yang di buat oleh komika dari
kegelihasaanya atas fenomena soal yang terjadi. Oleh karena para komika
biasanya memberikan beragam humor, lelucon pendek atau kritik-kritik
berupa sindiran terhadap sesuatu yang sifatnya cenderung umum dengan
berbagai macam sajian gerakan dan gaya. Tidak heran jika kota malang ada
komunitas Stand Up Comedy, karena kota malang adalah kota pendidikan
yang banyak di huni oleh mahasiswa, kemudia mahasiswa tidak kehabisan
akal untuk mengkritik dengan gaya yang baru, yaitu dengan gaya komedi.
17
Kesamaan latar belakng anggota Komunitas Stand Up Comedy Malang
membuat anggota tersebut mempertahankan identitasnya sebagai tindakan
Strategis, ikatann emosional menjadi dasar terbangunnya interaksi sosial,
mempererat ikan-ikan sosial dan menumbuhkan kepentingan kolektif dalam
struktur komunitas Stand Up Comedy Malang. Dalam interaksi sosial budaya,
tumbuh dorongan menyatakan eksistensi sosial budaya, dalam identitas aktor
dan budaya kolektif yang berakar dari kesamaan hobi. Anggota komunitas
Stand Up Comedy Malang sebagian besar adalah anak-anak muda yang
kreatif, oleh karena itu anak-anak muda yang berada di Komunitas Stand Up
Comedy Malang memiliki dua peranan, peran yang pertama yaitu sebagai
komika (Front Stage) dan yang kedua adalah sebagai mahasiswa (Back Stage).
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang memiliki relefansi penelitian yang akan di lakukan
tentang dramaturgi yang ada di komunitas adalah yang pertama, penelitian milik Dwi
Angraeni tahun 2017 yang berjudul Front Stage dan Back Stage Sinder. Studi di
Desa Wangi Kecamatan Jatirogo Kabupaten Tuban. Yang kedua Ruang Indentitas
Gay dalam Interaksi Sosial (Studi Dramatgis Pada Komunitas Guy di Kota
Bengkulu). Nanda Fauziah, DIE009096, Program Studi Ilmu Komunikasi. Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Bengkulu, 2014. Dan yang terakhir yaitu
Pengelolaan Kesan Oleh Pengemis (Studi Deskriptif Dramaturgi terhadap Pengemis
Di Sekitar Jalan Permindo Kota Padang), Gisky Andria Putra, 0910863049, 2016.
Beberapa penelitian terdahulu memiliki relefansi dengan penelitian yang akan
di lakukan. Dapat di llihat dai judul penelitian dan hasil temuan masing-masing
18
penelitian terdahulu yang telah di lakukan, sehingga dapat ditemukan relefansi
penelitian dapat di lihat dari tabel berikut.
Penelitian yang di lakukan oleh Dwi Anggraeni ini berjudul Front Stage dan
Back Stage Sinder. (Studi di Desa Wangi Kecamatan Jatirogo Kabupaten Tuban).
Penelitiain ini dilakukan pada tahun 2017 yang sama-sama menggunakan teori Erving
Goffman dengan Konsep Dramaturgi yang kemudian memiliki focus penelitian
kepada actor sider, penelitian Dwi Anggraeni ini terfokus kepada panggung depan
dan panggung belakang sinder dalam pementasan tersebut.
Hasil penelitian yang di temukan oleh peneliti ini adalah mengungkap
abgaimana Sinder memainkan sebuah peran tertentu saat berada dalam Front Stage
atau saat dalam sebuah pementasan. Dan juga mengungkap bagai mana sinder saat
sedang di luar pementasan, yaitu kehidupan keseharianya seperti sisi religiusitas,
profesi lai, hubungan masyarakat sekitar dan lain-lain.
Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian sebelumnya dengan
penelitian yang akan dilakukan adalah sama sama membicarakan tentang permainan
peran, sama-sama menggunakan teori Dramaturgi Erving Goffman. Namun penelitian
terdahulu memiliki objek penelitian yaitu sinder sedangkan penenlitian yang akn di
lakukan memiliki objek penelitian yaitui komika,perbedaan lainya adalah lokasi
penelitian, penelitian terdahulu memiliki lokasi penelitian di Desa Wangi Kecamatan
Jatirogo Kabupaten Tuban, sedangkan penelitian yang akan di lakukan berlokasi di
malang , tepatnya di jl kawi atas no 23 kelurahan bareng kecamatan Klojen Malang.
Penelitian yang di lakukan oleh Nanda Fauziah ini berjudul Ruang Indentitas
Gay dalam Interaksi Sosial (Studi Dramatgis Pada Komunitas Guy di Kota
Bengkulu). Penelitian ini dilakukan pada tahun 2014, yang sama-sama menggunakan
teroi Erving Goffman dengan Konsep Dramaturgi yang kemudian memiliki objek
19
penelitian kepada Gay (Sesuka Sesama Jenis). Focus penelitian ini kepada panggung
depan dan panggung belakang actor tersebut yang berinteraksi untuk menemukan
identitasnya.
Panggung teater dimana gay berperan sebagai aktor yang berada di panggung
depan (Front Stage) dan panggung belakang Back Stage). Setiap panggungnya
memperliahatkan bahawa cara manusia mengartikan dunia itu dan dirinya sendiri
berkaitan erat dengan masyarakat. Maka dari itu sesungguhnya ruang identitas yang
bergantung pada interaksi bukan dipengaruhi oleh situasi namun tersituasikan oleh
keadaan sehingga aktor (gay) berperan dalam interaksinya.
Persamaan penelitian terdahulu dan penelitian yang akan di lakukan sama-
sama menggunakan terori dari Erving Goffman dengan konsep Dramaturgi. Namun
penelitian terdahulu terfokus di dalam ruang identitas actor yang akan di teliti yang
oleh situasi sehingga actor berperan dalam interaksinya. Sedangkan penelitian yang
akan di lakukan terfokus kepada dramaturgi komika dan bagaimana komika tersebut
memerankan peran di depan panggung dan di belakang panggung. Perbedaan
penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan di lakukan adalah objek
penelitian, dimana objek penelitian terdahulu adalah gay (sesuka sesame jenis)
sedangkan penelitian yang akan di lakukan objek penelitiannya dalah komika.
Perbedaan terakhir dari penenlitian terdahulun denngan penelitian yang akan di
lakukan yaitu lokasi penelitian, dimana lokasi penelitian terdahulu berlokasi di kota
Bengkulu, sedangkan penenlitian yang akan di lakukan berlokasi di kota malang.
Penelitian yang dilakukan oleh Gisky Andria Putra ini berjudul Pengelolaan
Kesan Oleh Pengemis (Studi Deskriptif Dramaturgi terhadap Pengemis Di Sekitar
Jalan Permindo Kota Padang) penelitian ini dilakukan pada tahun 2016 yang sama-
20
sama menggunakan Teori dari Erving Goffman dengan konsep Dramaturgi, penelitian
ini terfokus kepada pengelolaan kesan pengemis terhadap calon dermawan.
Dari hasil yang diperoleh, pengelolaan kesan oleh pengemis, meliputi aspek
verbal dan non verbal. Aspek verbal yang di gunakan di wilayah paangung depan
(Front Stage) adalah dengan mengucapkan assalamualaikum dan allhamdulillah,
sedangkan aspek non verbal meliputi dengan nada suara, gerakan tubuh, penampilan
ekspresi wajah, alat dan mistifikasi. Wilayah panggung belakang (Back Stgae),
pengemis melakukan menampilkan kesan yang berbeda pada kedua setting tersebut.
Wilayah panggung depan pengemis sengaja membentnuk kesan untuk mendapatkan
pemberian ataun sedekah dari orang lain (calon dermawan), sedangkan di wilayah
panggung belakang (Back Stage), pengemis membentuk kesan seperti orang biasa
dalam sebuah lingkungan social.
Persamaan terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan sama –sama
menggunakan teori Erving Goffman dengan konsep Dramaturgi. Persamaan
penelitian terdahulu dengan penelitian yang dengan penelitian yang akan di lakukan
sama-sama ingin mengetahui panggung depan dan panggung belakang objek
penelitian, namun penelitian terdahulu terfokus kepada pengelolaan kesan terhadap
objek yang diteliti, sedangkan penelitian yang akan di lakukank terfokus kepada
pemeeranan peran terdap objek yang diteliti. Perbedaan penelitian terdahulu dengtan
penelitan yang akan di lakukan adalah lokasi penelitian, dimana pernelitian terdahulu
melakukan penelitian di kota padang, sedangkan penelitian yang akan di lakukan
berlokasi di kota malang.
21
Hasil temuan dan relefansi penelitian dapat dilihat dari tabel berikut :
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No Judul Penelitian Temuan Relefansi
1. Front Stage dan Back Stage Sinder.
(Studi di Desa Wangi Kecamatan
Jatirogo Kabupaten Tuban). Dwi
Anggraeni 201210310311035, Program
Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Universitas
Muhammadiyah Malang, tahun 2017.
Hasil penelitian yang
di temukan oleh
peneliti ini adalah
mengungkap
abgaimana Sinder
memainkan sebuah
peran tertentu saat
berada dalam Front
Stage atau saat dalam
sebuah pementasan.
Dan juga
mengungkap bagai
mana sinder saat
sedang di luar
pementasan, yaitu
kehidupan
keseharianya seperti
sisi religiusitas,
profesi lai, hubungan
masyarakat sekitar
dan lain-lain.
Penelitian yang akan
di lakukan sama
degan penelitian
sebelumnya tentang
Dramaturgi atau
Front Stage dan
Back Stage seorang
komika. Akan tetapi
dari tempat dan objek
penelitian berbeda
degan penelitian
sebelumnya.
Penelitian
sebelumnya
dilakukan di Desa
Wangi Kecamatan
Jtigoro Kabupaten
Tuban. Penelitian
yang akan di
dilakukan di
Komunitas Stand Up
Comedy Malang.
2. Ruang Indentitas Gay dalam Interaksi
Sosial (Studi Dramatgis Pada
Komunitas Guy di Kota Bengkulu).
Nanda Fauziah, DIE009096, Program
Studi Ilmu Komunikasi. Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik. Universitas
Bengkulu, 2014.
di panggung teater.
Dimana gau berperan
sebagai aktor yang
berada di panggung
depan (Front Stage)
dan panggung
belakang Back
Stage). Setiap
panggungnya
memperliahatkan
bahawa cara manusia
mengartikan dunia
itu dan dirinya
sendiri berkaitan erat
dengan masyarakat.
Maka dari itu
sesungguhnya ruang
identitas yang
Penelitian yang akan
dilakukan sama
degan penelitian
sebelumnya dengan
memakai konsep
dramaturgi dan
memiliki objek yang
sama yaitu
komunitas. Tetapi
penelitian ini melihat
sisi mikro dari
sebuah komunitas,
yaitu aktor yang ada
di komunitas. Akan
tetapi dari tempat
dengan penelitian
sebelumnya
dilakukan di kota
22
bergantung pada
interaksi bukan
dipengaruhi oleh
situasi namun
tersituasikan oleh
keadaan sehingga
aktor (gay) berperan
dalam interaksinya.
bengkulu, sedangkan
penelitina ini
bertempat di kota
malang, lebih
khususnya di
komunitas Stand Up
Comedy Malang.
3. Pengelolaan Kesan Oleh Pengemis
(Studi Deskriptif Dramaturgi terhadap
Pengemis Di Sekitar Jalan Permindo
Kota Padang), Gisky Andria Putra,
0910863049, 2016.
Dari hasil yang
diperoleh,
pengelolaan kesan
oleh pengemis,
meliputi aspek verbal
dan non verbal.
Aspek verbal yang di
gunakan di wilayah
paangung depan
(Front Stage) adalah
dengan mengucapkan
assalamualaikum dan
allhamdulillah,
sedangkan aspek non
verbal meliputi
dengan nada suara,
gerakan tubuh,
penampilan ekspresi
wajah, alat dan
mistifikasi. Wilayah
panggung belakang
(Back Stgae),
pengemis melakukan
menampilkan kesan
yang berbeda pada
kedua setting
tersebut. Wilayah
panggung depan
pengemis sengaja
membentnuk kesan
untuk mendapatkan
pemberian ataun
sedekah dari orang
lain (calon
dermawan),
sedangkan di wilayah
panggung belakang
(Back Stage),
Penelitian yang akan
di lakukan sama
dengan penelitian
sebelumnya dengan
memakai konsep
dramturgi. Relevansi
dari panelitian ini
adalah ingun
mengetaui panggung
depan (Front Stage)
dan panggung
belakang (Banck
Stage) individu.
Objek penelitian
sebelumnya yaitu
seorang pengemis,
dari hasil penelitian
sebelumnya, peneliti
berhasil menemukan
panggung depan
(Front Stgae) dan
panggung belakang
(Back Stage). Itu
akan menjadi acuan
bagaimana peneliti
mengetahui
panggung depan
(Front Stage) dan
panggung belakng
(Back Stage)
pengemis.
23
pengemis
membentuk kesan
seperti orang biasa
dalam sebuah
lingkungan sosial.
2.3 Landasan Teori Dramaturgi – Erving Goffman
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Dramaturgi dari Erving
Goffman. Goffman memakai anaogi drama dan teater dalam menjelaskan manusia,
karena alasan inilah Goffman disebut sebagai seorang Dramaturgist, yang
menggunkan bahasa dan tamsil panggung teater. Konsep teori dramaturgi milik
Goffman, terdapat salah satu aspek mengenai Fornt Stage atau yang lebih dikenal
sebagai panggung depan, panggung depan adalah “bagian penampilan individu yang
secara teratur berfungsi didalam mode umum dan tetap untuk mendefinisikan situasi
bagi mereka yang menyaksikan penempilan itu” panggung depan aktor akan
memainkan sebuah peran tertentu yang nantinya akan disaksikan oleh para penonton
perjuntukan tersebut. Dalam Front Stage, aktor harus benar-benar memainkan peran
yang diinginkan oleh penonton. (Rizter, 2014 ; 402)
Informan yang berpropesi sebagai komika, dalam aspek Front Stagenya ia
berperan sebagai tokoh yang lucu di depan penonton dalam pertunjukan Stand Up
Comedy. Untuk memeran tokoh komika ini, terlebih dahulu komika tersebut
menyiapkan materi dan materi tersebut haruslah lucu, karena jikalau tidak lucu maka
komika tersebut gagal memeran kan tokoh tersebut. Dalam aspek Front Stage,
terdapat bagian yang disebut Fornt Personal, yaitiu berbagai macam barang
perlengkapan aktor yang dapat menunjang perjukan tersebut. Aspek Front Personal
ini kemudian dikategorikan menjadi dua, yakni penampilan dan gaya. Penampilan ini
meliputi macam-macam barang dan keperluan lainya yang dapat membuat penonton
24
mengenali aktor tersebut. Sedangkan gaya digunakan agar penonton mengetahui
peran seperti apa yang akan di tampilkan oleh sang aktor. (Poloma, 2010 : 232)
Berikutnya adalah aspek back stage atau panggung belakang, yaitu bagian dari
sebuah pertunjukan dimana sang aktor menyembunykan fakta dari dirinya utuk tidak
di tunjukan kepada para penonton. Aktor tidak mengharapkanm penonton mengetahui
panggung belakangnya, begitu juga pula sebaliknya. Back Stage atau panggung
belakang informan yang berprofesi sebagai Komika adalah seorang mahasiswa dari
salah satu universitas yang ada di Malang. Goffman melanjutkan niatnya dalam
menjelaskan interaksi tatap muka khusus mengenai bagaimana orang mengendalikan
kesan yang diberikanya ketika berinteraksi dengan orang lain. kaitanya dengan
permasalahan ini, dalam drama pertunjukan Stand Up Comedy informan memainkan
peran sebagai komika. Informan melakukan metode pengelolaan kesan dengan cara
kedua dan ketiga, cara kedua adalah aktor menjaga kesadaran untuk menghindari
kesalahan, mempertahankan pengendalian diri serta mengelola ekspresi wajah, nada
suara dan intonasi nada suara ketika aktor memainkan peranya. (Rizter, 2014 : 400)
Dalam membehas pertunjukan, Goffman menyaksikan bahwa indiviu dapat
menyajikan suatu pertunjukan (Show) bagi orang lain, tetapi kesan (Inpression) si
pelaku terhadap pertunjukan ini bisa berbeda-beda seseorang bisa merasa sangat yakin
akan tindakan yang akan di perlihatkannya, atau bisa pula bersikap sinis terhadap
pertunjukan itu. Seorang komika, misalnya dapat sangat lucu ketika di atas panggung
untuk menghibur para penonton yang menyaksikanya. Akan tetapi, pada saat aktor
tersebut bukan di atas panggung Stand Up Comedy ia bukan pribadi yang lucu,
melainkan pribadi yang tidak lucu bahkan bisa menjadi pribadi yang menyebalkan
atau menjengkelkan.
25
Aspek lain dari dramaturgi pada panggung depan adalah bahwa aktor sering
kali mencoba menampilkan kesan bahwa mereka lebih dekat kepada audien daripada
kenyataanya. Sebagai contoh aktor mungkin saja mencoba menonjolkan kesan bahwa
pertunjukan yang mereka lakukan pada saat itu adalah satu-satunya pertunjukan atau
paling tidak sesuatu yang terpenting. Untuk melakukan itu, aktor harus yakin bahwa
audien mereka tersegregasi sehingga kepalsuan pertunjukan tidak dapat di temukan.
Sekali di temukan, audien sendiri mungkin mencoba mengatasi kepalsuan tersebut
sedemikian rupa sehingga tidak mengatasi kepalsuan tersebut sedemikian rupa
sehingga tidak meruntuhkan gambaran ideal sang aktor. kesuksesan pertunjukan
tergantung kepada keterlibatan semua pihak. Contoh lain dari menejemen kesan
adalah upaya aktor mengungkapkan gagassan tentang adanya sesuatu yang unik
dalam pertunjukan tersebut maupun hubunganya dengan audien. Audienpun ingin
merasa bahwa ia adalah penikmat pertunjukan uniuk tersebut. Aktor mencoba
memastikan bahwa seluruh pertunjukann menyatu. Pada beberapa kasus, aspek yang
tidak selaras dapat merusak pertunjukan. Namun, pertunjukan bervariasi dalam hal
konsistensi yang diperlukan.
Teknik lain yang digunakan oleh pementas adalah Mistifikasi. Sering kali aktor
cenderung memistifikasi pertunjukan mereka dengan membatasin kontak diri dengan
mereka para audien. Dengan membangun jarak sosial antara diri mereka dengan
audien, mereka mencoba membuat audien terpesona. Pada giliranya, ini mencegah
agar audien tidak mempertanyakan pertunjukan. Sekali lagi Goffman menunjukan
bahwa audien terlibat dalam proses ini dan sering kali berusaha memlihara kredibilitas
pertunjukan mereka dengan menjaga jarak dari pementas. (Rizter, 2014 : 401)
Salah satu pernyataan pokok yang dihadapi si pelaku atau aktor ialah membuat
“kesan Realitas” kepada sesamanya agar dapat menyakinkan gambaran (citra) yang
26
hendak diberikan kepada orang lain. Dalam hal ini, Goffman menyatakan bahwa aktor
yang berperan di dalam kehidupan sosial harus menyakinkan dirinya dalam
pandangan orang lain dengan mengadaptasi penampilan melalui peran dari “Drama”
dalam kehidupan sehari-hari. (Goffman : 1959 : 17)
Pikiran-pikiran pokok analisa dramaturgi seperti yang diutarakan Goffman
adalah sebagai berikut : (Goffman : 1959 : 13)
a. Interakasi dan struktur sosial mempengaruhi anggota masyarakat secara kritis dan
penting
b. Interaksi sosial dituntun oleh pembagian makna tertentu
c. Realitas terkonstuksi secara sosial
Goffman menggunakan istilah Team sebagai sejumlah individu yang bekerja
sama dalam mementaskan suatu penampilan yang rutin. Dalam hal ini, team yang
demikian itu berupa Komika dengan Stand Up Comedynya. Team ini selalu ada
dalam setiap pertunjukan Stand Up Comedy, para anggota team in harus bekerja sama
mempertahankan suatu situasi tertentu. Sebagai satu kesatuan tim, mereka juga harus
tahu bagaimana bertindak serta jumlah masalah yang berada perlindungan yang
dipahaminya, cenderung diarahkan oleh ketentuan-ketentuan yang disebut
“kebiasaan”. Namun apabila terdapat pihak luar dan interaksi berlebihan dari pihak
penonton, maka sudah menjadi tugas untuk mengendalikan suasana kembali ke
pertunjukan Stand Up Comedy. Berbagai macam cara dilakukan untuk meningkatkan
rekan kerja yang di dalam ini juga menambnah pendapatan bagi Komika. (Goffman,
1959 : 77)
Dramaturgi berkontribusi penting untuk pemahaman seseorang tentang
dirinya, penawaran tema perilaku manusisa dalam situasi sosial dan cara yang
diberikan oleh orang lain. Goffman telah menggunakan sebagai susunan metafora
27
dalam kinerja teaternya. Setiap orang di kehidupan sosialnya sehari-hari membawakan
kegiatanya kegiatanya untuk orang lain, bertujuan agar pengalamanya agar terbentuk
siapa dia, dan menggunakan sebagai teknik tertentu untuk mempertahamkan
penampilannya, dengan cara seorang aktor mempertunjukan perannya di hadapan
audien. (Goffman, 1959 : 239)