bab ii kajian pustaka 2.1 hakikat belajar 2.1.1 pengertian...
TRANSCRIPT
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Hakikat Belajar
2.1.1 Pengertian Belajar
Menurut Gagne (Suprijono,2009:2) belajar adalah perubahan atau
kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Selanjutnya menurut
Suprijono (2009:3) guru bertindak sebagai pengajar yang berusaha memberikan
ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya dan peserta didik giat mengumpulkan atau
menerimanya. Proses belajar mengajar ini banyak didominasi aktivitas menghafal.
Peserta didik sudah belajar jika mereka sudah hafal dengan hal-hal yang telah
dipelajarinya. Menurut Cronbach (Syaiful Bahri Djamarah, 2008: 13) belajar
adalah suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil
dari pengalaman.
Menurut Harold Spears (M.Thobroni, 2015:19) belajar adalah mengamati,
membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar, dan mengikuti arah tertentu.
Menurut Baharuddin (2015:14) dalam bukunya Teori Belajar dan Pembelajaran.
menjelaskan belajar merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk
mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau
pengalaman-pengalaman.
Menurut Slameto (2010:2) dalam bukunya Belajar dan Faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Menjelaskan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan sebagai hasil pengalamanya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungan. Belajar sebagai suatu proses artinya kegiatan belajar terjadi secara
dinamis dan terus-menerus yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam diri
anak. Perubahan yang dimaksud dapat berupa pengetahuan (knowledge) atau
7
perilaku (behavior). Dari definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
belajar sesungguhnya mengadung tiga unsur yaitu:
1. Belajar merupakan perubahan tingkah laku.
2. Perubahan tingkah laku itu terjadi karena didahului oleh proses latihan dan
pengalaman secara berulang-ulang
3. Perubahan tingkah laku karena belajar bersifat relative permanen dan
secara terus menerus
2.1.2 Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh individu setelah
proses belajar berlangsung yang dapat memberikan perubahan tingkah laku baik
pengetahuan, pemahaman, sikap dan keterampilan sehingga lebih baik dari pada
sebelumya. Menurut Nana Sudjana (2014:22) hasil belajar adalah segala
kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
Menurut Purwanto (2014:38) hasil belajar adalah proses dalam diri
individu yang berinteraksi dengan lingkungannya untuk mendapatkan perubahan
dalam perilakunya yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah
lakunya. Sedangkan meurut Dimyanti dan Mudjiono (Saur Tampubolon,
2014:140) hasil belajar adalah hasil yang ditunjukkan dari suatu interaksi tindak
belajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru. Gagne
(Aunnurrahman, 2014:47) menyimpulkan ada lima macam hasil belajar:
1) Keterampilan intelektual, atau pengetahuan prosedural yang mencakup
belajar konsep, prinsip, dan pemecahan masalah yang diperoleh melalui
penyajian materi di sekolah.
2) Strategi kognitif, yaitu kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah
baru dengan jalan mengatur proses internal masing-masing individu dalam
memperhatikan, belajar, mengingat, dan berpikir.
3) Informasi vebal, yaitu kemampuan untuk mendeskripsikan sesuatu dengan
kata-kata dengan jalan mengatur informasi-informasi yang relevan.
4) Keterampilan motorik, yaitu kemampuan untuk melaksanakan dan
mengkoordinasikan gerakan-gerakan yang berhubungan dengan otot.
8
5) Sikap, yaitu suatu kemampuan internal yang mempengaruhi tingkah laku
seseorang yang didasari oleh emosi, kepercayaan-kepercayaan serta faktor
intelektual.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
suatu atau hasil yang dicapai atau dimiliki siswa dari suatu kegiatan atau usaha
yang dilakukan selama mengalami aktivitas belajar yang merupakan bukti
keberhasilan seseorang setelah mengalami proses/pengalaman dalam belajar.
Untuk mengukur bukti keberhasilan seseorang setelah mengalami proses belajar
digunakan alat penilaian yaitu tes evaluasi dangan hasil yang dinyatakan dalam
bentuk nilai. Jadi, berhasil tidaknya seseorang dalam proses belajar tergantung
dari faktor-faktor yang mempengaruhinya.
2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu dari dalam diri
siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan.
Selanjutnya menurut Slameto (2010:54) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
siswa yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern terdiri atas faktor-faktor
jasmaniah, psikologi, minat, motivasi dan cara belajar. Sedangkan faktor ekstern
terdiri dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Kedua faktor yang ada
sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
Selanjutnya menurut Slameto (Saur Tampubolon, 2014:142) faktor-faktor
yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi tiga golongan yang
ada pada diri siswa itu sendiri meliputi:
1) Faktor biologis: meliputi kesehatan, gizi, pendengaran dan penglihatan.
Jika salah satu faktor biologis terganggu, hal itu akan mempengaruhi hasil
belajar.
2) Faktor psikologis: meliputi inteligensi, minat dan motivasi, serta perhatian
ingatan berpikir.
3) Faktor kelelahan: meliputi jasmani dan rohani. Kelelahan jasmani ditandai
dengan lemah tubuh, lapar, haus, dan mengantuk. Sedangkan kelelahan
9
rohani dapat dilihat dengan adanya kebosanan sehingga minat dan
dorongan untuk menghasilkan sesuatu akan hilang.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal adalah fisiologis dan psikologis yang terdiri dari
motivasi, minat, kebiasaan dan cara belajar. Sedangkan faktor eksternal adalah
lingkungan dan instrumental yang terdiri dari lingkungan keluarga (suasana rumah
dan keadaan ekonomi), sekolah (model mengajar dan alat peraga yang digunakan)
dan masyarakat (teman bergaul). Keduanya dapat diminimalisir apabila guru
dalam hal ini selaku pendidik mampu dan mau berusaha mengorganisir atau
mengelola proses belajar mengajar yang tidak hanya dilakukan didalam kelas saja.
2.2 Hakikat IPA
2.2.1 Pengertian Pembelajaran IPA
IPA merupakan salah satu pelajaran wajib di sekolah Dasar. Dengan
belajar IPA siswa akan dapat mempelajari diri sendiri dan alam sekitar.
Pendidikan IPA menekankan pada pemberian pemahaman langsung dan kegiatan
praktis untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan
memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk mencari
tahu dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman
yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), ilmu pengetahuan
alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran wajib disekolah. IPA merupakan
mata pelajaran yang berhubungan dengan fenomena seluk beluk alam dan
fenomenanya. Melalui mata pelejaran IPA siswa diharapkan mampu memahami
manfaat alam dalam kehidupan sehari-hari.
Samatowa, (2011) menerangkan bahwa pembelajaran IPA yang baik harus
mengaitkan ide-ide siswa, membangun rasa ingin tahu tentang segala sesuatu yang
ada di lingkungannya, membangun keterampilan yang diperlukan dan
menimbulkan kesadaran siswa bahwa belajar IPA menjadi sangat perlu dan
penting untuk dipelajari. Pembelajaran IPA di sekolah dasar seharusnya
10
difokuskan pada pengembangan kemampuan berpikir siswa dan keterlibatan siswa
secara aktif dalam pembelajaran. Namun hal tersebut belum sepenuhnya
dilaksanakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Menurut Wahyana (Trianto,
2010:136) IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematis dan
dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.
Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan faktor, tetapi oleh
adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.
Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah dan
sikap ilmiah. Menurut Trianto (2010: 141) dalam bukunya Model pembelajaran
Terpadu dijelaskan bahwa hakikat IPA adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses yang dikenalkan dengan
proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud
sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa
konsep, prinsip dan teori yang berlaku secara universal. Menurut Kardi dan Nur
(Trianto, 2010:136) IPA atau ilmu kealaman adalah ilmu tentang zat, baik
makhluk hidup maupun benda mati yang diamati.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA pada
dasarnya adalah ilmu yang mempelajarai segala sesuatu yang ada di alam yang
dibangun atas dasar sikap ilmiah yang dipandang dari segi proses, produk dan
pengembangan sikap.
2.2.2 Tujuan Pembelajaran IPA di SD
Suatu tujuan pendidikan ditetapkan untuk menentukan arah dan kegiatan
pendidikan yang dilaksanakan.Tujuan pendidikan IPA di Indonesia dinyatakan
dalam tujuan kurikuler mata pelajaran IPA Sekolah Dasar yang dinyatakan dalam
Permendiknas No 22 tahun 2006 Tentang Standar Isi sebagai cakupan kelompok
mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi pada SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk mengenal,
menyikapi dan mengapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menanamkan
kebiasaan berpikir dan perilaku ilmiah yang kritis, kreatif dan mandiri.
11
Berdasarkan Permendiknas No. 22 Tahun 2006, mata pelajaran IPA di
SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat.
4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah, dan membuat keputusan.
5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga
dan melestarikan lingkungan alam.
6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTS.
Maksud dari tujuan tersebut adalah agar siswa dapat memiliki pengetahuan
untuk mempelajari gejala alam, beberapa jenis perangkat lingkungan yang dapat
ditemukan melalui pengamatan. Hal itu dilakukan agar siswa tidak buta pada
pengetahuan dasar mengenai IPA
2.2.3 Pembelajaran IPA di SD
Kegiatan pembelajaran IPA mencakup pengembangan kemampuan dalam
mengajukan pertanyaan, mencari jawaban, memahami jawaban, menyempurnakan
jawaban tentang “apa”, “mengapa”, dan “bagaimana” tentang gejala alam maupun
karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistematis yang akan diterapkan dalam
lingkungan dan teknologi.
Dalam belajar IPA peserta didik diarahkan untuk membandingkan hasil
prediksi peserta didik dengan teori melalui eksperimen dengan menggunakan
metode ilmiah. Pendidikan IPA di sekolah diharapkan dapat menjadi wahana bagi
peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitarnya, serta prospek
12
pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari,
yang didasarkan pada metode ilmiah.
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) menekankan pada
pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik
mampu memahami alam sekitar melalui proses “mencari tahu” dan “berbuat”. Hal
ini akan membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih
mendalam. Keterampilan dalam mencari tahu atau berbuat tersebut dinamakan
dengan keterampilan proses penyelidikan atau “enquiry skills” yang meliputi
mengamati, mengukur, menggolongkan, mengajukan pertanyaan, menyusun
hipotesis, merencanakan eksperimen untuk menjawab pertanyaan,
mengklasifikasikan, mengolah, dan menganalisis data, menerapkan ide pada
situasi baru, menggunakan peralatan sederhana serta mengkomunikasikan
informasi dalam berbagai cara, yaitu dengan gambar, lisan, tulisan, dan
sebagainya. Melalui keterampilan proses dikembangkan sikap dan nilai yang
meliputi rasa ingin tahu, jujur, sabar, terbuka, tidak percaya tahyul, kritis, tekun,
ulet, cermat, disiplin, peduli terhadap lingkungan, memperhatikan keselamatan
kerja, dan bekerja sama dengan orang lain.
Pembelajaran IPA di sekolah sebaiknya memberikan pengalaman pada
peserta didik untuk belajar menguji suatu pernyataan yang didapat dari
pengamatan terhadap kejadian sehari-hari, sehingga dari hasil pengujian tersebut
mereka dapat memperoleh jawaban sementara dari pengamatan yang dilakukan.
Adanya jawaban sementara yang dibuat dapat membantu peserta didik untuk
berpikir logis terhadap suatu bentuk peristiwa alam yang terjadi karena
pembelajaran IPA dapat membantu menjawab berbagai masalah yang berkaitan
dengan peristiwa alam yang terjadi Trianto, (2010:151-153). IPA di SD
hendaknya membuka kesempatan untuk memupuk rasa ingin tahu anak didik
secara alamiah. Hal ini akan membantu mereka mengembangkan kemampuan
bertanya dan mencari jawaban berdasarkan bukti serta mengembangkan cara
berfikir ilmiah. Fokus program pengajaran IPA di SD hendaknya ditunjukkan
untuk memupuk minat dan pengembangan anak didik terhadap dunia mereka
dimana mereka hidup (Samatowa, 2011:2).
13
Jadi pembelajaran IPA di SD hendaknya membuka kesempatan kepada
anak didik untuk memperoleh pemahaman secara mendalam dan pengalaman
secara langsung untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar secara ilmiah
2.3 Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Slavin (2015:4), mengemukakan pendapatnya bahwa pembelajaran
kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa
bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainya
dalam mempelajari materi pelajaran. Hal ini bertujuan agar proses pembelajaran
tidak didominasi oleh satu orang, melainkan setiap anggota kelompok memiliki
kewajiban dan tanggung jawab yang sama dalam menyelesaikan masalah
kelompoknya sehingga proses pembelajaran yang terjadi dapat berperan dalam
mengaktifkan semua sisswa dan lebih berpusat kepada siswa.
Koes (Isjoni, 2013:20) menyebutkan bahwa belajar kooperatif didasarkan
pada hubungan antara motivasi, hubungan interpersonal, strategi pencapaian
khusus, suatu ketegangan dalam individu memotivasi gerakan ke arah pencapaian
hasil yang diinginkan. Dalam pembelajaran kooperatif terdapat elemen-elemen
yang saling terkait didalamnya, akuntabilitas individual, keterampilan untuk
menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan sosial yang sengaja diajarkan.
Nurhadi (Isjoni,2013:20) mengemukkan bahwa keempat elemen tersebut tidak
bisa dipisahkan dalam pembelajaran kooperatif karena sangat mempengaruhi
kesuksesan dari pembelajaran kooperatif sendiri. Pada pembelajaran kooperatif
diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik
di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar
kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan
kepada temannya. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah
mencapai ketuntasan.Tujuan pembelajaran kooperatif sebagai berikut: 1) untuk
meningkatkan partisipasi siswa, 2) untuk memfasilitasi siswa dengan pengalaman
sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, 3) memberikan
kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang
berbeda latar belakangnya (Trianto, 2010:42).
14
2.4 Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Menurut Tan, (Rusman, 2014: 229) Pembelajaran Berbasis Masalah
merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir
siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang
sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan
mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambung.
Pelajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk
pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk
memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun
pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajran ini
cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks.
Dalam model ini siswa dilatih untuk berinteraktif dengan bertanya dan
mengemukakan pendapat mengenai masalah yang dikemukakan di awal
pembelajaran. Untuk mencapai jawaban dari permasalahan yang diajukan maka
siswa melakukan kegiatan penyelidikan, mengumpulkan dan menganalisa
informasi, mencari jawaban, sampai akhirnya siswa mampu menghasilkan produk
yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian dari masalah yang mereka
temukan. Hal itu sesuai dengan yang dikemukan Tan, (Rusman, 2014:230)
merupakan pendekatan pembelajaran yang relevan dengan tuntutan abab ke-21
dan umumnya kepada para ahli dan praktisi pendidikan yang memusatkan
perhatiannya pada pengembangan dan inovasi sistem pembelajaran.
Menurut Ibrahim dan Nur, (Rusman, 2014:241) mengemukakan bahwa
Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan salah satu pendekatan pembelajaran
yang digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi
yang berorientasi pada masalah dunia nyata, termasuk di dalamnya belajar
bagaimana belajar. Depdiknas, (Rusman, 2014:241) mengemukakan bahwa
Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar
tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk
memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pembelajaran
15
Mendasarkan pada pendapat para ahli di atas tentang pengertian model
pembelajaran berbasis masalah (PBM), maka peneliti menyimpulkan bahwa
model pembelajaran berbasis masalah adalah sebuah model pembelajaran dimana
siswa dihadapkan pada masalah nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari,
dimana masalah nyata ini disuguhkan pada awal pembelajaran, sehingga
membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya
dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya.
Dari berbagai pemaparan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
model pembelajaran merupakan sebuah rencana atau pola yang
mengorganisasikan pembelajaran dalam kelas dan menunjukkan penggunaan
materi pembelajaran, dimana model pembelajaran itu sendiri berbeda dengan
metode maupun strategi pembelajaran. Ciri mendasar yang membuat model
pembelajaran berbeda dengan metode pembelajaran maupun strategi pembelajaran
adalah bahwa model pembelajaran merupakan satu kesatuan yang disebut sintaks
atau tingkah laku mengajar.
2.4.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Tahapan-tahapan Model Problem Based Learning menurut Ibrahim dan
Nur (Rusman, 2014:243) sebagai berikut.
Tabel 2.1
Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Fase Indikator Guru
1 Orientasi siswa pada
masalah
Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik
yang diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah
2 Mengorganisasi siswa
untuk belajar
Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan
tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut
3 Membimbing Pengalaman
individual/ kelompok
Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah
4 Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya
Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan
karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka
untuk berbagai tugas dengan temannya
5 Menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah
Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan
16
2.4.2 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Berbasis Masalah
a. Kelebihan
Sebagai suatu model pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa
kelebihan Sanjaya, (2007) sebagai berikut:
1. Menantang kemampuan siswa serta memberikan keluasan untuk
menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
2. Meningkatkan motivasi dan aktivitas pembelajaran siswa.
3. Membantu siswa dalam mentransfer pengetahuan siswa untuk
memahami masalah dunia nyata.
4. Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan
bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Di
Disamping itu, PBM dapat mendorong siswa untuk melakukan
evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.
5. Mengembangkan kemampuan siswa untuk berfikir kritis dan
mengembangkan kemampuan mereka untuk meyesuaikan dengan
pengetahuan baru.
6. Memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengaplikasikan
pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
7. Mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar
sekali pun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
8. Memudahkan siswa dalam menguasai konsep-konsep yang dipelajari
guna memecah kan masalah dunia nyata.
b. Kelemahan
Disamping kelebihan diatas, PBM juga memiliki kelemahan Sanjaya,
(2007), diantaranya:
1. Manakala siswa tidak memiliki minat atau mempunyai kepercayaan
bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka
akan merasakan enggan untuk mencobanya.
2. Untuk sebagian siswa beranggapan bahwa tanpa pemahaman
mengenai materi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah
mengapa mereka harus berusaha untuk memecahkan masalah yang
17
sedang dipelajari, maka mereka akan belajar apa yang mereka ingin
pelajari.
Sumber:https://www.google.com/search?q=kelebihan+dan+kekurangan+PB
L+wikipedia&ie=utf-8&oe=utf-8
2.4.3 Karakteristik Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran berbasis masalah merupakan penggunaan berbagai macam
kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan
dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala suatu yang baru dan
kompleksitas yang ada menurut Tan, (dalam Rusman, 2014:232) karakteristik
pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut:
a. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar
b. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata
yang tidak terstruktur
c. Permasalahan, membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective)
d. Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap,
dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan
belajar dan bidang baru dalam belajar
e. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama
f. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya.
g. Belajar adalah kalaboratif, komunikkasi, dan kooperatif
h. Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama
pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari
sebuah permasalahan
i. Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari
sebuah proses belajar
j. PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses
belajar.
Alur proses Pembelajaran Berbasis Masalah dapat dilihat pada flowchart
berikut ini.
18
Bagan 2.1
Bagam 2.1 Keberagaman Pendekatan PBM
PBM digunakan tergantung dari tujuan yang dicapai apakah berkaitan
dengan: (1) penguasaan isi pengetahuan yang bersifat multidisipliner; (2)
penguasaan keterampilan proses dan disiplin heuristik; (3) belajar keterampilan
pemecahan masalah; (4) belajar keterampilan kolaboratif; dan (5) belajar
keterampilan kehidupan yang lebih luas. Ketika tujuan PBM lebih luas, maka
permasalahan pun menjadi lebih kompleks dan proses PBM membutuhkan siklus
yang lebih panjang. Jenis PBM yang akan dimasukkan dalam kurikulum
tergantung pada profil dan kematangan siswa, pengalaman masa lalu siswa,
fleksibilitas kurikulum yang ada, tuntutan evaluasi, waktu, dan sumber yang ada.
Menetukan Masalah
Kesimpulan, Integrasi dan Evaluasi
Analisis Masalah dan Isu
Belajar
Pertemuan Solusi dan
Laporan
Penyajian Solusi dan
Refleksi
Belajar
Pengarahan Diri
Belajar
Pengarahan Diri
Belajar
Pengarahan Diri
Belajar
Pengarahan Diri
19
2.5 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian Yang dilakukan oleh Reno, Agus (2013) yang berjudul .Upaya
Peningkatan Partisipasi dan Prestasi Belajar IPA Menggunakan Model
Pembelajaran Berbasis Masalah Siswa Kelas 4 SDN Tlogo Kecamatan Tuntang
Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2012/2013. Hasil penelitian
menunjukkan adanya peningkatan partisipasi dan prestasi belajar IPA siswa kelas
4 SDN Tlogo Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang. Setelah diberikan
tindakan pembelajaran berbasis masalah, persentase partisipasi tinggi pada siklus I
sebesar 56,7% dan siklus II 100%. Disamping itu, terjadi juga peningkatan
prestasi belajar siswa yang ditunjukkan oleh kenaikan persentase ketuntasan
belajar siswa. Sebelum tindakan sebanyak 7 siswa (23.3%).Setelah diberikan
tindakan pada siklus I, terjadi peningkatan jumlah yang tuntas menjadi 17 siswa
(56.7%). Pada siklus II terjadi peningkatan jumlah yang tuntas menjadi 30
(100%).
Nurhaelah, (2011). Upaya Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar
IPA dengan Menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah pada Siswa
Kelas IV SDN Pagerwangi Lembang. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa
perolehan nilai rata-rata hasil tes meningkat yaitu nilai rata-rata individu pada
siklus I adalah 50.2, sedangkan nilai rata-rata individu pada siklus II adalah 62
dan pada siklus III adalah 71.3. Dari perolehan ini dapat disimpulkan bahwa
penerapan model pembelajaran Berbasis Masalah dapat meningkatkan minat dan
hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA pada siswa kelas IV SDN Pagerwangi
Kecamatan Lembang.
2.6 Kerangka Pikir
Ada berbagai macam cara guru untuk meningkatkan hasil belajar
siswanya, misalnya dengan menggunakan media yang beragam agar pembelajaran
tidak membosankan bagi siswa. Untuk itu salah satu model yang digunakan dalam
penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe Pembelajaran Berbasis
Masalah model pembelajaran ini diharapkan dapat mengubah paradigma
pembelajaran agar media yang digunakan dapat membangkitkan semangat belajar
20
siswa serta hasil belajar siswa meningkat karena dengan menggunakan model ini
siswa dilatih untuk berpikir kritis teliti dan melatih tanggung jawab siswa atas apa
yang dipelajarinya.
Bagan 2.2
Kerangka Berfikir
Kondisi awal Guru belum
menggunakan model
PBM
Siklus II
menggunakan model
pembelajaran berbasis
masalah dalam
pembelajaran dengan
alat peraga dan LCD
Hasil belajar siswa belum
mencapai KKM
Menggunakan
model PBM
dalam
pembelajaran IPA
melalui 2 siklus
Tindakan
Siklus I menggunakan
model pembelajaran
berbasis masalah
dalam pembelajaran
dengan alat peraga
dan LCD
Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah hasil belajar
siswa dalam pembelajaran IPA meningkat mencapai
KKM.
Kondisi akhir
21
2.7 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan uraian pada landasan teori dan kerangka berpikir
sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka hipotesis tindakan penelitian ini
adalah melalui “Penggunaan model pembelajaran berbasis masalah dapat
meningkatkan hasil belajar IPA Siswa Kelas 4 SD N Sidorejo Lor 05 Salatiga “