bab ii kajian pustaka 2.1 hakikat...
TRANSCRIPT
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Hakikat Puisi
Seorang kritikus sastra yang terkenal yaitu A. Richards menunjukkan
kepada kita bahwa “suatu puisi mengandung suatu makna keseluruhan” yang
merupakan perpaduan dari tema penyair (yaitu mengenai inti pokok puisi itu),
perasaan (yaitu sikap sang penyair terhadap bahan atau objeknya), nada (yaitu
sikap sang penyair terhadap pembaca atau penikmatnya) dan amanat (yaitu
maksud atau tujuan sang penyair). (Morris [et al] 1964:617). Demikianlah
dapat disimpulkan bahwa menurut Richards hakekat puisi itu terdiri dari:
a. Tema ; makna (sense)
b. Rasa (feeling)
c. Nada (tone)
d. Amanat ; tujuan ; maksud (intention)
Keempat unsur atau ciri itu merupakan caturtunggal, satu sama lainnya
berhubungan erat. Berikut ini adalah penjelasan singkat masing-masing:
a. Tema atau makna
Jelas bahwa dengan puisinya sang penyair yang ingin
mengemukakan sesuatu bagi para penikmatnya. Sang penyair melihat atau
mengalami beberapa kejadian dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Dia ingin mengemukakan, mempersoalkan, mempermasalahkan hal-hal itu
dengan caranya sendiri. Atau dengan perkataan lain, sang penyair ingin
9
mengemukakan pengalaman-pengalamannya kepada para penikmat “the
poet in a sense is a maker of experiences”.
Setiap puisi mengandung suatu “subject matter” untuk
dikemukakan atau ditonjolkan dan hal ini tentu saja tergantung kepada
beberapa faktor, antara lain falsafah hidup, lingkungan, agama, pekerjaan,
pendidikan sang penyair. Kiranya sangatlah sulit untuk mengerti bila ada
sebuah puisi yang tanpa “subject matter”. Hanya terkadang sang penyair
sangat lihai menyelebunginya sehingga para penikmat harus berusaha
sekuat daya untuk mengungkapkannya. Di samping itu setiap puisi juga
harus mengandung makna, sekalipun mungkin dalam beberapa puisi
makna tersebut rada saru samar, terlebih lagi kalau sang penyair begitu
mahir dalam mempergunakan “figurative languange” dalam karyanya.
b. Rasa
Rasa atau feeling adalah “the poet’s attitude toward his subject
matter”, yaitu sikap sang penyair terhadap pokok permasalahan yang
terkandung dalam puisinya. Dalam kehidupan sehari-hari sering kita
jumpai dua orang atau lebih menghadapi keadaan yang sama tetapi justru
dengan sikap yang berbeda.
c. Nada
Nada adalah “sikap sang penyair terhadap pembacanya”. Atau
dengan perkataan lain: sikap sang penyair terhadap para penikmat
karyanya. Nada yang dikemukakan oleh seorang penyair dalam suatu sajak
akan ada sangkut pautnya atau hubungannya yang erat dengan tema dan
rasa yang terkandung dalam puisi tersebut.
10
d. Tujuan
Orang hidup ada tujuan, orang bekerja ada tujuan dan orang belajar
tentu juga memiliki tujuan. Tujuanlah yang mendorong orang melakukan
sesuatu. Hanya terkadang tujuan itu tidak disadari namun dia tetap ada
secara eksplisit atau secara implisit. Demikian pula dengan para penyair,
sadar atau tidak sadar dia mempunyai tujuan dengan sajak-sajak
ciptaannya. Apakah tujuan ini untuk memenuhi kebutuhan pribadi sendiri
atau orang lain bergantung kepada pandangan hidup sang penyair.
1) Unsur Batin Puisi
Adapun unsur batin puisi adalah sebagai berikut:
a) Tema atau makna
Tema adalah gagasan pokok yang dikemukakan oleh
penyair melalui puisinya. Tema mengacu pada penyair, tema
bersifat khusus (diacu oleh penyair), objektif (semua pembaca harus
menafsirkan sama), lugas (bukan makna kias yang diambil dari
konotasinya). Tema yang biasanya sering terdapat dalam puisi
adalah sebagai berikut:
(1) Tema ketuhanan
Tema ketuhanan sering disebut tema religius filosofis, yaitu
tema puisi yang mampu membawa manusia untuk lebih
bertaqwa, lebih merenungkan kekuasaan Tuhan dan menghargai
alam seisinya.
11
(2) Tema kemanusiaan
Melalui peristiwa atau tragedi yang digambarkan penyair dalam
puisi, penyair berusaha meyakinkan pembaca tentang
ketinggian martabat manusia.
(3) Tema patriotisme
Penyair mengajak pembaca untuk meneladani orang-orang yang
telah berkorban demi bangsa dan tanah air. Mereka rela mati
demi kemerdekaan.
(4) Tema cinta tanah air
Tema tanah air berupa pujaan kepada tanah kelahiran atau
negeri tercinta.
(5) Tema cinta kasih antara pria dan wanita
Mengungkapkan kisah cinta pria dan wanita.
(6) Tema kerakyatan atau demokrasi
Mengungkapkan bahwa rakyat memiliki kekuasaan karena
sebenarnya rakyatlah yang menentukan pemerintah suatu
negara.
(7) Tema keadilan sosial (protes sosial atau kritik sosial)
Tema keadilan sosial ditampilkan oleh puisi-puisi yang
menuntut keadilan bagi kaum yang tertindas. Puisi jenis ini juga
disebut sebagai puisi protes sosial karena mengungkapkan
protes terhadap ketidakadilan di dalam masyarakat yang
dilakukan oleh kaum kaya, penguasa bahkan negara terhadap
rakyat jelata.
12
(8) Tema pendidikan atau budi pakerti
Tema ini berupa nasihat-nasihat.
b) Rasa, yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang
terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat
kaitannya dengan latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin,
kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman,
sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman
pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah
tidak bergantung pada kemampuan penyair dalam memilih kata-
kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja tetapi juga lebih
bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan
kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan
psikologis.
c) Nada dan suasana, yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada
juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat
menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja
sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan
masalah begitu saja kepada pembaca dengan nada sombong
menganggap bodoh dan rendah pembaca dan lain-lain.
d) Amanat, pesan atau nasihat yang ditangkap pembaca. Sikap dan
pengalaman pembaca sangat berpengaruh kepada amanat puisi.
Cara menyimpulkan amanat puisi sangat berkaitan dengan cara
pandang pembaca kepada suatu hal. Meskipun ditentukan
13
berdasarkan cara pandang pembaca, amanat tidak dapat lepas dari
tema puisi yang dikemukan penyair.
Ditinjau dari bentuk maupun isinya, ragam puisi itu bermacam-
macam. Ragam puisi ini sedikitnya akan dibedakan diantaranya:
1) Puisi epik, yakni puisi yang di dalamnya mengandung cerita
kepahlawanan.
2) Puisi naratif, yakni puisi yang di dalamnya mengandung suatu cerita
dengan pelaku, perwatakan, setting, maupun rangkaian peristiwa
tertentu yang menjalin suatu cerita.
3) Puisi lirik, yakni puisi yang berisi luapan batin individual penyairnya
dengan segala macam endapan pengalaman, sikap, maupun suasana
batin yang melingkupinya.
4) Puisi dramatik, yakni salah satu jenis puisi yang secara objektif
menggambarkan perilaku seseorang, baik lewat lakuan, dialog, maupun
monolog sehingga mengandung suatu gambaran kisah tertentu.
5) Puisi didaktik, yakni puisi yang mengandung nilai-nilai kependidikan
yang umumnya tertampil eksplisit.
6) Puisi satirik, yaitu puisi yang mengandung sindiran atau kritik tentang
kepincangan atau ketidakberesan kehidupan suatu kelompok maupun
suatu masyarakat.
7) Romance, yakni puisi yang berisi luapan rasa cinta seseorang terhadap
sang kekasih.
8) Elegi, yakni puisi ratapan yang mengungkapkan rasa pedih seseorang.
14
9) Ode, yaitu puisi yang berisi pujian terhadap seseorang yang memiliki
jasa ataupun sikap kepahlawanan.
10) Himne, yaitu puisi yang berisi pujian kepada Tuhan maupun ungkapan
rasa cinta terhadap bangsa ataupun tanah air.
2.2 Anatomi Puisi
Puisi adalah sintesis dari berbagai peristiwa bahasa yang telah tersaring
semurni-murninya dan berbagai proses jiwa yang mencari hakikat
pengalamannya, tersusun dengan system korespodensi dalam salah satu
bentuk.
Bila dibandingkan dengan prosa, puisi lebih bersifat:
1. Intuisi
Intuisi adalah satu daya atau kemampuan melihat sesuatu kebenaran
atau kenyataan tanpa pengalaman langsung atau dibantu oleh suatu proses
logika. Sebuah puisi dapat diumpamakan sebagai suatu pernyataan, yang
muncul dari suatu kemampuan penyairnya melihat sesuatu secara antusias
dengan jurus yang tepat. Intuisi merupakan suatu ketajaman hati atau
bisikan kalbu dalam menangkap isyarat-isyarat alam yang penuh makna.
2. Imajinasi
Imajinasi dapat dikatakan sebagai suatu hasil kreatifitas berfikir.
Imajinasi dalam puisi merupakan upaya memperkuat kesan suatu
pengalaman jiwa yang hendak disampaikan penyairnya. Disamping itu ia
berperan pula menghubungkan satu bagian dengan bagian lain, sehingga ia
bagaikan membentuk suatu jaringan yang akhirnya membentuk satu puisi
yang kompak.
15
3. Sintesis
Sintesis berarti suatu kesatuan, suatu gabungan atau ikatan yang
merupakan lawan dari analisis yang berarti terurai, yang terlihat unsure –
unsur yang membentuk keseluruhan. Sutu karakteristik dari kesintesisan
puisi adalah pernyataan yang bersifat unik, tidak langsung, tetapi dapat
mengandung pengertian yang luas.
Puisi bila ditinjau dari bentuk mentalnya dibagi atas:
1. Epik
Epik adalah salah satu jenis puisi yang panjang. Ia menceritakan suatu
peristiwa yang pada umumnya menyangkut tokoh–tokoh yang gagah
perkasa, pemberani dalam membela kebenaran.
2. Lirik
Lirik ialah puisi yang sangat pendek yang mengekpresikan emosi.
3. Dramatik
Dramatik ialah puisi yang berbentuk dialog. Biasanya dibaca oleh lebih dari
satu orang agar lebih dapat dihayati atau ditangkap pesannya secara baik.
4. Naratif
Naratif adalah puisi yang menggambarkan tentang penderitaan hidup yang
disampaikan secara indah tetapi karakter pelakunya sederhana dan tidak
sepanjang puisi epik.
Unsur–unsur yang membangun puisi dibagi menjadi dua bagian yaitu:
16
1. Bentuk fisik puisi, mencakup penampilannya dalam bentuk nada dan larik
puisi. Termasuk kedalamnya irama, sajak, intonasi, pengulangan dan
kebiasaan lainnya.
2. Bentuk mental, terdiri dari tema, urutan logis, pola asusiasi, satuan arti yang
dilambangkan dan pola-pola citra dan emosi.
3. Kedua bentuk ini, terjalin dan terkondinasi secara utuh yang membentuk
dan memungkinkan sebuah puisi itu memantulkan makna, keindahan, dan
imajinasi bagi pembacanya.
Beberapa cara untuk mencapai kepuitisan dan keindahan adalah sebagai
berikut:
1. Adanya keaslian
2. Kejelasan
3. Memukau
4. Sugestif
5. Cara berfikir runtut dan bercerita yang menarik
Emosi member pengaruh terhadap cara berbuat dan cara berfikir
seseorang. Emosi yang ada dalam puisi harus cocok dengan tujuan dan situasi
yang dikemukakannya. Pemanfaatan emosi dalam suatu puisi akan tergantung
kepada pembentukan asosiasi mental.
Asosiasi mempunyai kekuatan yang besar untuk membangkitkan
emosi. Asosiasi dalam puisi berperan utama dalam member efek atau pengaruh
kepada pembaca. Puisi tidak dapat melengahkan masalah asosiasi. Semua
metafora tergantung pada asosiasi, sedangkan metafora itu sendiri merupakan
jiwa puisi.
17
Bunyi dalam puisi memegang peranan yang amat penting, tanpa bunyi
yang merdu dan harmonis tidak bakal ada puisi yang dapat dikatakan puitis dan
indah.
Irama adalah suatu gerak yang teratur, sutu rentetan bunyi berulang dan
menimbulkan variasi-variasi yang menciptakan gerak yang hidup. Pengaruh
irama dalam puisi sangat besar, ia menyebabkan terjadinya rasa keindahan,
timbulnya imajinasi, munculnya daya pukau, dan lebih dari itu ia dapat
memperkuat pengertian.
Diksi berarti pemilihan kata. Pemilihan dan pemanfaatan kata
merupakan aspek yang utama dalam dunia puisi. Puisi mempunyai nilai seni
bila pengalaman jiwa yang menjadi dasarnya dapat dijelmakan kedalam kata.
Seorang penyair mestinya sensitive kepada bahasanya, kepada pilihan kata-
kata.
Pengimajian adalah penataan kata yang menyebabkan makna yang
abstrak menjadi konkrit dan cermat. Beberapa upaya dalam pengimajian ini
adalah dengan menggunakan kombinasi kata dan repetisi.
1. Kombinasi kata
Membuat kombinasi kata dapat ditempuh berbagai cara.
a. Penjajaran paralelisme,yakni menggunakan kata yang sama artinya.
b. Penjajaran paradoksal, yakni penjajarankata yang artinya bertentangan.
c. Penjajaran yang bersifat perbandingan,yakni pengucapan yang
berhubungan dengan perbandingan langsung.
d. Personifikasi, yakni cara pengimajian dengan memberikan sifat-sifat
manusia kepada benda mati.
18
e. Perumpamaan, yakni dengan cara perbandingan biasa, yang
menggunakan kombinasi kata-kata.
2. Repetisi
Repetisi adalah cara pengimajian dengan mengulang bagian –
bagian tertentu, diharapkan bagian tersebut lebih mendapat perhatian, lebih
ditekankan, dan lebih jelas maknanya.
3. Simbolik
Dengan simbolik sesuatu yang abstrak bias dijadikan lebih konkrit,
dan dengan simbolik dapat pula memberikan kesan yang yang dalam
pengalaman luas tentang sesuatu hal yang mempunyai sifat yang
bermacam-macam.Penggunaan simbolik tidak lain disebabkan anggapan
kaum simbolis bahwa apapun yang dapat ditangkap panca indra hanyalah
lambing dari kenyataan yang sebenarnya, sedangkan kenyataan sebenarnya
tidak dapat ditangkap panca indra seberti bentuk cinta, kecewa, atau sukses.
4. Inversi
Inversi adalah gaya pengucapan yang membalikkan urutan subjek
dan predikat atau membalikkan pola susunan kata dalam suatu frase. Dalam
puisi, inverse digunakan untuk penegasan idea tau perasaan.
2.3 Sosiologi Sastra dalam Puisi
Sosiologi sastra, yang memahami fenomena sastradalam hubungannya
dengan aspek sosial,merupakan pendekatan atau cara membaca danmemahami
sastra yang bersifat interdisipliner. Oleh karena itu, sebelum menjelaskan
hakikat sosiologi sastra, seorang ilmuwan sastra seperti Swingewood dalam
19
The Sociology of Literature (1972) mendefinisikan sosiologi sebagai studi yang
ilmiah dan objektif mengenai manusia dalam masyarakat, studi mengenai
lembaga-lembaga dan proses-proses sosial. Sosiologi berusaha menjawab
pertanyaan mengenai bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana cara
kerjanya, dan mengapa masyarakat itu bertahan hidup.
Sedangkan seorang ilmuwan sastra seperti Abdul Chaer menjelaskan
bahwa sosiologi adalah kajian yang objektif dan ilmiah mengenai manusia
dalam masyarakat dan mengenai lembaga-lembaga serta proses sosial yang ada
di dalam masyarakat (Chaer dan Agustina, 1995:3). Definisi tersebut tidak jauh
berbeda dengan definisi mengenai sosiologi yang dikemukakan oleh Soerjono
Sukanto (1970), bahwa sosiologi adalah ilmu yang memusatkan perhatian pada
segi-segi kemasyarakatan yang bersifat umum dan berusaha untuk
mendapatkan pola-pola umum kehidupan masyarakat.
Baik sosiologi maupun sastra memiliki objek kajian yang sama, yaitu
manusia dalam masyarakat,memahami hubungan-hubungan antarmanusia
danproses yang timbul dari hubungan-hubungan tersebutdi dalam
masyarakat.Bedanya, kalau sosiologi melakukan telaah objektif dan ilmiah
tentang manusia dan masyarakat, telaah tentang lembaga dan proses sosial,
mencari tahu bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana ia berlangsung
dan bagaimana ia tetap ada, maka sastra menyusup, menembus permukaan
kehidupan sosial dan menunjukkan cara-cara manusia menghayati masyarakat
dengan perasaannya, melakukan telaah secara subjektifdan personal
(Damono,1979).
20
Swingewood (1972) memandang adanya duacorak penyelidikan
sosiologi yang mengunakan data sastra. Yang pertama, penyelidikan yang
bermuladari lingkungan sosial untuk masuk kepada hubungansastra dengan
faktor di luar sastra yang terbayangdalam karya sastra. Oleh Swingewood, cara
sepertiini disebut sociology of literature (sosiologi sastra).Penyelidikan ini
melihat faktor-faktor sosial yang menghasilkan karya sastra pada masa dan
masyarakat tertentu. Kedua, penyelidikan yang menghubungkan struktur karya
sastra kepada genre dan masyarakat tertentu. Cara kedua ini dinamakan literary
of sociology (sosiologi sastra).
Dalam paradigma studi sastra, sosiologi sastra, terutama sosiologi karya
sastra, dianggap sebagai perkembangan dari pendekatan mimetik, yang
dikemukakan Plato, yang memahami karya sastra dalam hubungannya dengan
realitas dan aspek sosial kemasyarakatan. Pandangan tersebut dilatarbelakangi
oleh fakta bahwa keberadaan karya sastra tidak dapat terlepas dari realitas
sosial yang terjadi dalam masyarakat. Seperti yang pernah dikemukakan oleh
Ritzer (1975) menganggap sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang
multiparadigma. Ritzer menemukan setidaknya tiga paradigma yang
merupakan dasar dalam sosiologi, yaitu paradigma fakta-fakta sosial,
paradigma definisi sosial, dan paradigma perilaku sosial. Oleh karena itu,
pemahaman terhadap karya sastrapun harus selalu menempatkannya dalam
bingkaiyang tak terpisahkan dengan berbagai variabeltersebut: pengarang
sebagai anggota masyarakat,kondisi sosial budaya, politik, ekonomi yang
ikutberperan dalam melahirkan karya sastra, sertapembaca yang akan
membaca, menikmati, sertamemanfaatkan karya sastra tersebut.
21
Sosiologi merupakan studi yang ilmiah dan objektif mengenai manusia
dalam masyarakat, studi mengenai lembaga sosial dan proses-proses sosial.
Sosiologi berusaha menjawab pertanyaan mengenai bagaimana masyarakat
dimungkinkan, bagaimana cara kerjanya dan mengapa masyarakat itu bertahan
hidup. Lewat penelitian yang ketat mengenai lembaga-lembaga sosial, agama,
ekonomi, politik, dan keluarga yang secara bersama-sama membentuk apa
yang disebut sebagai struktur sosial, sosiologi dikatakan memperoleh
gambaran mengenai cara-cara manusia menyesuaikan dirinya dan ditentukan
oleh masyarakat-masyarakat tertentu, gambaran mengenai mekanisme
sosialisasi, proses belajar secara kultural, yang dengannya individu-individu
dialokasikan pada dan menerima peranan-peranan tertentu dalam struktur
sosial itu (Swingewood dalam Faruk, 2010: 1).
Mengenai ragam pendekatan terhadap karya sastra kajian sosiologis
mempunyai tiga klasifikasi (Wellek dan Warren: 1986) (a) Sosiologi
pengarang (b) Sosiologi karya sastra (c) Sosiologi sastra dalam sosiologi
pengarang. wilayahya mencakup dan memasukkan status sosial , ideologi
sosial dan lain sebagainya menyangkut pengarang, dalam hal ini berhubungan
posisi sosial pengarang dalam masyarakat dan hubungannya dengan
rnasyarakat sastra: mengenai sosiologi karya sastra, yaitu mempermasalahkan
karya sastra itu sendiri dengan kata lain menganalisis struktar karya dalam
hubungannya antara karya seni dengan kenyataan dengan tujuan menjelaskan
apa yang dilakukan dalam proses membaca dan memahami karya sastra,
sosiologi sastra, wilayah cakupannya dan memasalahkan pembaca sebagai
penyambut dan penghayat karya sastra serta pengaruh sosial karya sastra
22
terhadap pembaca atau dengan kata lain memasalahkan tentang pembaca dan
pengaruh sosialnya terhadap masyarakat.
Penelaahan unsur sosiologis karya sastra khususnya roman juga
dikaitkan dengan sistem kemasyarakatan karena dalam sistem ini terjadi
interaksi sosial yang cenderung menghasilkan suatu kebudayaan .Dimana di
dalamnya mengatur cara manusia hidup berkelompok clan berinteraksi dalam
jalinan hidup bermasyarakat. Hal ini berpengaruh terhadap kehidupan manusia
yang mengalarni berbagai modernisasi. Manusia dalam menjalani kehidupan
manusia harus menyadari akan kefanaan hidup itu sendiri.
Sebagai pendekatan yang memahami, menganalisis, dan menilai karya
sastra dengan mempetimbangkan segi-segi kemasyarakatan (sosial), maka
dalam perspektif sosiologi sastra, karya sastra tidak lagi dipandang sebagai
sesuatu yang otonom, sebagaimana pandangan strukturalisme. Keberadaan
karya sastra, dengan demikian selalu harus dipahami dalam hubungannya
dengan segi-segi kemasyarakatan. Sastra dianggap sebagai salah satu
fenomena sosial budaya, sebagai produk masyarakat. Pengarang, sebagai
pencipta karya sastra adalah anggota masyarakat. Dalam menciptakan karya
sastra, tentu dia juga tidak dapat terlepas dari masyarakat tempatnya hidup,
sehingga apa yang digambarkan dalam karya sastra pun sering kali merupakan
representasi dari realitas yang terjadi dalam masyarakat.
Bertolak dari hal tersebut, maka dalam kerangka sosiologi sastra, karya
sastra antara lain dapatdipandang sebagai produk masyarakat, sebagai
saranamenggambarkan kembali (representasi) realitas dalam masyarakat.
Sastra juga dapat menjadi dokumendari realitas sosial budaya, maupun
23
politikyang terjadi dalam masyarakat pada masa tertentu.Demikian juga,
pembaca yang menikmati karya sastra. Pembaca pun merupakan anggota
masyarakat, dengan sejumlah aspek dan latar belakang sosial budaya, politik,
dan psikologi yang ikut berpengaruh dalam memilih bacaan maupun memaknai
karya yang dibacanya. Di samping itu, sastra juga dapat menjadi sarana untuk
menyampaikan nilai-nilai ataupun ideologi tertentu pada masyarakat pembaca.
Sastra juga sangat mungkin menjadi alat melawan kebiadaban atau
ketidakadilan dengan mewartakan nilai-nilai yang humanis.
2.4 Jenis-Jenis Kritik Sosial
Kritik sosial adalah salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat
yang bertujuan atau berfungsi sebagai kontrol terhadap jalannya suatu sistem
sosial. Kritik sosial terdiri dari dua istilah yakni dari kata kritik dan sosial.
Dalam pengertian kamus besar Bahasa Indonesia di jelaskan bahwa kritik ialah
suatu kecaman atau tanggapan serta uraian dan pertimbangan baik buruk suatu
hasil karya, pendapat dan sebagainya. Pengertian sosial memiliki arti berteman,
bersama, berserikat, yang bermaksud untuk mengerti kejadian-kejadian dalam
masyarakat yaitu persekutuan manusia, untuk dapat berusaha mendatangkan
perbaikan dalam kehidupan bersama.
Seiring perkembangan zaman, kritik sosial politik bisa dilayangkan
dengan cara dan bentuk pusparagam, salah satunya adalah dengan
menggunakan media seni dan sastra. Media seni dan sastra sendiri sejatinya
sudah lama dijadikan media untuk melayangkan kritik perlawanan atas
kemapanan dan penindasan yang dilakukan oleh elit penguasa. Pada umumnya,
kritik dan perlawanan yang muncul dalam media musik, seni rupa dan sastra
24
sulit untuk dipahami makna kritiknya. Di dalam ranah penelitian sastra, kritik
sosial sangat berperan penting dalam mempertimbangkan baik buruk hasil
karya sastra tersebut.
Menurut Sawardi (1974:2), kritik berarti menyodorkan kenyataan
secara penuh tanggung jawab dengan tujuan agar orang yang bersangkutan
mengadakan perbaikan diri. Sastra pada umumnya menampilkan gambaran
kehidupan sosial tertentu. Kenyataan sosial yang ditampilkan oleh pengarang
dalam karyanya dapat merubah nilai-nilai kehidupan pembaca atau dalam
fungsi ini Sawardi (1974:2) menyatakan bahwa sastra dapat dijadikan sebagai
sarana kritik sosial. Sastra berada di tengah masyarakat yang muncul karena
desakan-desakan emosional atau rasional dari masyarakat. Sastra
mencerminkan persoalan sosial yang ada dalam masyarakat dan pengarang
memiliki taraf kepekaan yang tinggi dalam menerjemahkan sosial
dilingkungan tersebut. Karya sastra juga mencerminkan kritik sosial yang
barangkali tersembunyi.
Menurut Suyitno (2009:1) kata kritik berasal dari bahasa Yunani Kuno
krites untuk menyebut hakim. Kata benda krites itu berasal dari kata kerja
krinein yang berarti menghakimi. Kata krinein merupakan pangkal dari kata
benda kriterion yang berarti dasar penghakiman. Kemudian timbul kata
kritikos yang diartikan sebagai hakim karya sastra. Kritik sastra merupakan
bidang studi sastra untuk “menghakimi” karya sastra, untuk memberi penilaian
atau keputusan mengenai bermutu atau tidaknya suatu karya sastra (Pradopo,
2002: 32). Dalam kritik sastra, suatu karya sastra diuraikan (dianalisis) unsur-
unsurnya atau norma-normanya, diselidiki, diperiksa satu per satu, kemudian
25
ditentukan berdasarkan “hukum-hukum” penilaian karya sastra, bernilai atau
kurang bernilainya karya sastra itu.
Fananie (2000:20) menjabarkan bahwa kritik sastra adalah semacam
pertimbangan untuk menunjukkan kekuatan atau kebagusan dan juga
kekurangan yang terdapat dalam karya sastra. Karena itu hasil dari kritik sastra
biasanya mencakup dua hal yaitu baik dan buruk (goodness atau dislikeness).
Pada proses penciptaan sebuah karya, tidak jarang pengarang atau pencipta
lagu (seniman) menyelipkan pesan-pesan sosial yang hendak disampaikan
kepada pembaca. Diantaranya dapat berupa kritik sosial yang sengaja
dihadirkan untuk disampaikan kepada para penikmat sastra. Kritik sosial yang
dihadirkan dalam sebuah karya sastra menjadi penting peranannya, ketika
seorang pengarang tersebut di dalam melahirkan karya sastranya mempunyai
tujuan atau sebuah misi.
Bahkan beratasnamakan amanat sosial yang diembannya, ia akan
dengan sengaja menyampaikan kritik sosial tersebut melalui karya yang
diciptakannya. Kritik sosial merupakan alat atau mediasi antar golongan dalam
masyarakat. Sebagaimana diungkapkan oleh Ratna (2008:243), bahwa karya
seni, khususnya sastra merupakan alat atau media untuk menyatukan individu,
kelompok, suku dan bahkan antar bangsa. Karya sastra dapat juga dijadikan
sebagai sarana aspirasi masyarakat dan dapat pula dikatakan sebagai
perjuangan non fisik, selanjutnya juga ditambahkan bahwa sastra bisa
disampaikan melalui sarana gaya bahasa, peribahasa, kiasan semboyan dan
berbagai manifestasi metaforis dalam kehidupan sehari-hari.
26
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kritik
sosial dalam karya sastra merupakan upaya yang dilakukan seorang pengarang,
dengan cara memberikan suatu tanggapan terhadap persoalan-persoalan yang
ia lihat pada masyarakat. Sedangkan, tanggapan tersebut biasanya disertai
dengan pertimbangan atau pemikiran pengarang. Tanggapan atau
ketimpangan-ketimpangan yang berbentuk kritik dalam karya sastra dapat pula
berasal dari sebagian orang atau sebagian kelompok yang merasakan dampak
dari ketimpangan-ketimpangan yang terjadi. Selanjutnya, pengarang mencoba
menyatakan kesalahan atau ketimpangan dalam masyarakat yang ia ketahui
dan ia dengar melalui bentuk sindiran, ejekan, bahkan celaan dengan tujuan
menyadarkan objek sasaran.
Jenis-jenis kritik sosial adalah sebagai berikut:
1. Kritik Sosial terhadap Pemerintah
Pemerintah dalam hal ini memegang peranan penting karena dalam
suatu negara pemerintah yang menetapkan, menyatakan dan menjalankan
kemauan individu-individu yang tergabung dalam organisasi politik.
Rosyada dkk (2000:47) mengemukakan pemerintah adalah alat
kelengkapan negara yang bertugas memimpin organisasi negara untuk
mencapai tujuan negara. Kritik dari masyarakat berfungsi sebagai kontrol
terhadap pemerintah untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
Ketika pemerintah mampu menjalankan tugas sesuai dengan fungsinya
maka kehidupan dalam negara ini akan berjalan kondusif. Oleh karena itu
pemerintah harus memperbaiki sistem-sistem yang belum sepenuhnya
berpihak kepada rakyat.
27
2. Kritik terhadap Kekuasaan
Mahyudin (2009:218) mengatakan bahwa kekuasaan merupakan
kemampuan pelaku untuk mempengaruhi tingkah laku pelaku lain
sedemikian rupa sehingga tingkah laku pelaku terakhir menjadi sesuai
dengan keinginan pelaku yang mempunyai kekuasaan. Ketika kekuasaan
hanya mementingkan kepentingan pribadi tanpa memperdulikan
kepentingan rakyatmaka rakyat kecil akan semakin dikesampingkan.
Hukum di Indonesia masih mengistimewakan seseorang yang mempunyai
kekuasaan. Dalam hal ini kekuasaan bukan hanya dimiliki oleh para pejabat
pemerintah. Namun, kekuasaan juga dimiliki oleh seseorang yang
mempunyai taraf ekonomi tinggi. Banyak kasus hukum yang tidak tuntas
dan tidak diketahui penyelesaiannya. Hal tersebut dikarenakan hukum di
Indonesia masih ternilai dengan angka, sehingga masih ada oknum jaksa
yang terkena kasus suap.
3. Kritik terhadap Ekonomi
Menurut Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam
(2008:14) secara umum ekonomi didefinisikan sebagai perlakuan manusia
dalam menggunakan sumber daya untuk memproduksi barang dan jasa
yang dibutuhkan manusia.Jadi ekonomi merupakan sebuah proses kegiatan
manusia yang memanfaatkan sumber daya untuk menghasilkan barang
maupun jasa demi terpenuhinya kebutuhan manusia. Tingkat
perekonomian sebuah negara akan mempengaruhi daya hidup rakyatnya.
Apabila tingkat ekonominya tinggi maka akan menyejahterakan rakyatnya,
28
dan apabila perekonomian sebuah negara lemah maka akan membuat
rakyat sulit untukmemperoleh kehidupan yang layak.
Indonesia merupakan negara berkembang, di mana kesenjangan
masyarakat taraf ekonomi menengah kebawah dan masyarakat yang
bertaraf ekonomi menengah ke atas sangat jelas terlihat. Keputusan atau
kebijakan pemerintah dirasa kurang berpihak pada rakyat kecil.
Penggusuran perumahan padat penduduk tanpa jalan keluar, kenaikan
harga bahan pokok yang tidak terkontrol, undang-undang ketenagakerjaan
yang memberlakukan sistem kontrak, dan sebagainya semakin membuat
rakyat kecil sulit untuk mendapatkan kehidupan yang layak.
4. Kritik terhadap HAM (Hak Asasi Manusia)
Rosyada dkk (2000:200) mengatakan bahwa HAM (Hak Asasi
Manusia) adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati
dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati,
dijaga dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat atau negara. Melalui
HAM itulah manusia akan memiliki rasa saling menghormati dan
menghargai hak antar sesama. Jadi HAM adalah suatu hal yang harus
dijaga baik oleh individu masyarakat maupun negara yang menjadi tempat
singgahnya suatu kelompok manusia agar tercipta sebuah kehidupan yang
kondusif.
2.5 Sinopsis Kumpulan Puisi Nyanyian Akar Rumput
Wiji Thukul merupakan salah satu penyair Indonesia yang berhasil
mencatatkan namanya di jagad perpuisian Indonesia. Puisi-puisinya banyak
menyuarakan penderitaan masyarakat akar rumput (kaum marginal, kelas
29
bawah). Suara akar rumput inilah yang selalu menjadi tema utama dalam puisi-
puisinya yang ditulis sekitar tahun 1980-an hingga menjelang reformasi tahun
1998. Bahkan berbagai kritik tajam yang dituangkan dalam puisi-puisinya
sempat membuat gerah rezim penguasa saat itu. Hal ini pula yang diduga
menjadi penyebab hilangnya Wiji Thukul yang sampai sekarang tidak
diketahui kabar dan keberadaannya.
Wiji Thukul lahir di kampung Sorogenen, Solo pada 26 Agustus 1963.
Lahir dari keluarga tukang becak, Wiji drop out dari sekolahnya di Sekolah
Menengah Karawitan untuk kemudian menjadi buruh pelitur mebel. Menulis
puisi sejak SD, bakatnya tertempa ketika ikut teater sejak SMP. Puisi-puisinya
telah diterbitkan dalam sejumlah buku kumpulan puisi. Di antaranya ada Puisi
Pelo dan Darman dan Lain-lain (keduanya diterbitkan Taman Budaya
Surakarta pada 1984), Mencari Tanah Lapang (Manus Amici, Belanda 1994)
dan Aku Ingin Jadi Peluru (Indonesia Tera, 2000).Namun, di luar itu
sebenarnya masih banyak lagi karya Wiji Thukul yang tersebar di berbagai
selebaran, majalah, koran mahasiswa, jurnal buruh dan media lainnya.
Nyanyian Akar Rumput: Kumpulan Lengkap Puisi Wiji
Thukul merupakan buku kumpulan lengkap puisi Wiji Thukul, baik yang
pernah diterbitkan dalam bentuk buku, maupun yang tersebar di berbagai
media. Buku kumpulan lengkap puisi yang diterbitkan Gramedia Pustaka
Utama, Maret 2014 ini menjadi salah satu buku yang berupaya mengumpulkan
semua. Total ada 171 puisi yang dibagi dalam 7 bab. Yakni, bab (1)
Lingkungan Kita si Mulut Besar, (2) Ketika Rakyat Pergi, (3) Darman dan
Lain-lain, (4) Puisi Pelo, (5) Baju Loak Sobek Pundaknya, (6) Yang Tersisih,
30
dan (7) Para Jendral Marah-marah. Judul buku, “Nyanyian Akar Rumput”
diambil dari salah satu puisi yang diambil dari bab pertama, hal 25.
Berikut petikannya.
jalan raya dilebarkan/ kami terusir/ mendirikan kampung/ digusur/
kami pindah-pindah/ menempel di tembok-tembok / dicabut/ terbuang/
kami rumput/ butuh tanah/ dengar!/ ayo gabung ke kami/ biar jadi
mimpi buruk presiden! / juli 88.
Puisi-puisi dalam kumpulan ini kental bicara tentang kemiskinan,
ketertindasan, keterpinggiran yang dialami oleh kaum marginal (masyarakat
kelas bawah). Puisi-puisi tersebut masih relevan hingga kini. Kata-kata dan
bahasanya sangat keras, tegas, dan jauh dari basa-basi, romantisme, dan kata-
kata yang berbunga-bunga. Tak perlu mengerutkan kening untuk memahami
puisi-puisi Wiji Thukul, semua begitu gamblang diekspresikan oleh penyair.
Berbagai hal yang dekat dengan masyarakat bawah banyak ditampilkan dalam
buku puisi ini, misalnya gudang, pabrik, perkampungan kumuh, air comberan,
sambal bawang, dan masih sebagainya. Puisi-puisi Wiji Thukul dalam
kumpulan puisi ini menyuarakan penderitaan, tetapi tidak dengan cara yang
cengeng dan rapuh.
Nyanyian akar rumput menjadi pengingat sekaligus potret buram
perjalanan negeri ini. Di saat para pejabat menikmati kekuasaan mereka, selalu
ada rakyat kecil yang terjepit dan menjerit. Nasib rakyat menjadi permainan
kekuasaan. Selarik puisinya yang berjudul ”perlawanan” menjadi jargon yang
sangat terkenal dalam perjuangan melawan penindasan dan kesewenang-
wenangan rezim penguasa: Hanya satu kata, lawan!