bab ii kajian pustaka 2.1 bakteri asam laktat · 2.1 bakteri asam laktat bakteri asam laktat (bal)...
TRANSCRIPT
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Bakteri Asam Laktat
Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri gram positif, tidak
menghasilkan spora, berbentuk bulat atau batang yang memproduksi asam laktat
sebagai produk akhir metabolik utama selama fermentasi karbohidrat. BAL
dikelompokkan ke dalam beberapa genus antara lain Streptococcus (termasuk
Lactococcus), Leuconostoc, Pediococcus, Lactobacillus (Pato, 2003). Menurut
Salminen et al., (2004) BAL diklasifikasikan menjadi 12 genera yaitu Aerococcus,
Carbobacterium, Enterococcus, Lactococcus, Lactobacillus, Leuconostoc,
Oenococcus, Pediococcus, Streptococcus, Tetragenococcus, Vogococcus, dan
Wiessela. Genus dari BAL yang paling sering digunakan sebagai probiotik adalah
Lactobacillus, Bifidobacterium, dan Streptococcus.
Beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh BAL untuk dapat bersifat sebagai
probiotik yaitu: (1) tahan terhadap pH rendah asam lambung, (2) stabil terhadap
garam empedu dan mampu bertahan hidup selama berada dalam usus kecil, (3)
memproduksi senyawa antimikroba seperti asam laktat, hidrogen peroksida, dan
bakteriosin, (4) mampu menempel pada usus, membentuk koloni, memiliki
aktivitas antagonis terhadap patogen, mampu mengatur sistem daya tahan tubuh,
dan mempercepat penyembuhan infeksi, (5) tumbuh baik dan berkembang dalam
saluran pencernaan, (6) dapat berkoagregasi (kemampuan untuk berinteraksi antar
kultur untuk saling menempel) membentuk lingkungan mikroflora yang normal dan
seimbang, serta (7) aman dikonsumsi manusia (Prado et al., 2008).
Mikroorganisme yang dapat digunakan sebagai probiotik dapat dilihat pada Tabel
2.1.
Tabel 2.1
Mikroorganisme yang digunakan sebagai probiotik
Mikroorganisme Spesies
Yeast Saccharomyces boulardi
Bakteri Gram negatif Escherichia coli Nissle 1917
Bakteri Gram positif Bifidobacterium bifidum, Bifidobacterium infantis,
Lactobacillus rhamnosus, Lactobacillus rhamnosus GG
Lactobacillus lactis, Lactobacillus acidophilus,
Lactobacillus plantarum 299v, Lactobacillus casei, Bacillus
polyfermenticus
Sumber : Gareau et.al., 2010
2.2 Probiotik
Lilley dan Stiwel pada tahun 1965 pertama kali mengemukakan istilah
probiotik sebagai sejenis senyawa yang dihasilkan oleh satu organisme yang
mampu menstimulasi pertumbuhan organisme lain (Neha et al., 2012). Probiotik
didefinisikan sebagai mikroorganisme hidup yang apabila dikonsumsi dalam
jumlah yang cukup dapat memberikan manfaat kesehatan bagi yang
mengkonsumsinya (FAO, 2002). Menurut Fuller (1989), probiotik adalah bakteri
hidup suplemen bahan makanan yang memberikan efek menguntungkan bagi
manusia dengan menjaga keseimbangan bakteri menguntungkan di dalam saluran
pencernaan. Pengertian-pengertian tentang probiotik menyatakan bahwa baik strain
maupun produk dari bakteri probiotik tersebut telah terbukti secara ilmiah aman
dan dapat memberikan manfaat bagi kesehatan (Salminen et al., 2004). Pengertian
probiotik kemudian dikembangkan oleh FAO/WHO (Food and Agriculture
Organization/World Health Organization) (2001) yang lebih ditujukan untuk
tujuan kesehatan yaitu mikroba hidup yang diberikan dalam jumlah memadai
mampu memberikan efek kesehatan terhadap inang.
Probiotik bermanfaat bagi kesehatan karena mikroba tersebut dapat
meningkatkan keseimbangan mikroba yang menguntungkan dalam saluran
pencernaan (Fuller, 1989). Bahan makanan yang mengandung probiotik juga
tergolong pangan fungsional jika secara nyata memiliki pengaruh terhadap satu atau
lebih fungsi tubuh sehingga memberikan efek kesehatan ataupun pengobatan pada
manusia diluar nilai nutrisi yang dimiliki (Salminen et al., 2004).
Probiotik umumnya dari golongan bakteri asam laktat (lactobacilli dan
bifidobacteria) karena bakteri ini telah diterima sebagai food grade bacteria dan
telah dianggap sebagai bakteri yang aman (GRAS, generally recognized as safe)
karena dipergunakan dalam produksi bahan pangan terfermentasi secara alamiah.
Penelitian tentang bakteri asam laktat menunjukkan bahwa lactobacilli dan
bifidobacteria merupakan spesies BAL dominan, sedangkan Weisella spp.,
Pediococcus spp, dan Leuconostoc spp. merupakan populasi yang sangat terbatas
dalam saluran pencernaan manusia (Vaughan et al., 2002; Sujaya et al., 2003a).
Produk probiotik bakteri yang beredar di pasar secara garis besar tujuan
penggunaannya adalah: (1) probiotik untuk mencegah diarrhea: Lactobacillus
acidophilus dikombinasikan dengan Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus.
rhamnosus GG, Enterococcus faecium SF68i dan Bifidobacterium longum,
Saccharomyces boulardi; (2) probiotik untuk gastroenteritis akut: Lactobacillus
rhamnosus GG, Lactobacillus reuteri, Lactobacillus casei strain Shirota,
Enterococcus faecium SF68 dan Saccharomyces boulardi (Marteau et al., 2001);
(3) penurun kolesterol Lactobacillus acidofillus, Lactobacillus plantarum,
Bifidobacterium, Lactobacillus reuteri, Bifidobacerium lactis, Bifidobacerium
longum, Bifidobacterium dari susu, Lactobacillus acidofillus, Lactobacillus
bulgaricus, Lactobacillus sporogenes, Lactobacillus reuteri NCIMB30242,
Enterococcus faecium (Kumar et al., 2012)
Pada awal perkembangan era probiotik, Lactobacillus casei strain Shirota
(Yakult) serta Lactobacillus rhamnosus GG, merupakan dua strain lactobacilli
yang mengawali perkembangan probiotik bakteri. Seiring dengan kemajuan
teknologi, beberapa strain baru dikembangkan sebagai probiotik dengan harapan
dapat memberikan berbagai keunggulan spesifik pada aspek kesehatan
(Klaenhammer and Kullen, 1999). Beberapa kriteria yang diharapkan dalam
pengembangan probiotik baru seperti: (1) kecocokan (untuk probiotik konsumsi
manusia sebaiknya diisolasi dari saluran pencernaan manusia sehingga mengurangi
resiko toksisitasnya); (2) kecocokan dalam teknologi pengembangan/produksi
dimana diharapkan mudah diproduksi secara massal/skala besar, viabilitas yang
tinggi, tidak mengganggu nilai sensoris bahan pangan apabila diikutkan dalam
bahan pangan tertentu, stabil secara genetis dan memungkinkan dilakukan rekayasa
genetika; (3) kemampuan bersaing seperti mampu bertahan dan berkembang biak
di dalam saluran pencernaan, tahan terhadap kondisi saluran pencernaan (asam
empedu, pH rendah), mampu bersaing dengan flora normal di dalam saluran
pencernaan, dan mampu melakukan adhesi pada sel epitel saluran pencernaan; (4)
efek fungsional seperti mampu menimbulkan dampak menyehatkan, antagonis
terhadap patogen, produksi zat antimikrobial, imunstimulator, anti karsinogenik
dan anti mutagenik, produksi bioaktif (enzyme, vaccines, peptida) (Klaemhammer
dan Kullen, 1999).
Probiotik telah diketahui dapat memberikan dampak menyehatkan pada
individu yang mengkonsumsinya. Beberapa aspek menyehatkan dari probiotik
antara lain: penanggulangan diare (Salazar et al., 2007; Pant et al., 2007; Collado
et al., 2009), menstimulasi sistem kekebalan (immune) tubuh (Isolauri et al., 2001;
Isolauri dan Salminen, 2008), menurunkan kadar kolesterol (Ooi et al., 2010;
Kumar et al., 2012; Lee et al., 2009), pencegahan kanker kolon dan usus (Pato,
2003; Liong, 2008), penanggulangan dermatitis atopik pada anak-anak (Betsi et al.,
2008; Torii et al., 2010), dan sebagai antioksidan (Sekhon, 2010; Kim, 2006; Gao,
2011, Spyropoulos et al., 2011, Chu-Chyn et al., 2009). Berbagai aspek
menyehatkan (efek fungsional) dari probiotik, memberi potensi baru dalam
pengembangan makanan fungsional. Dosis penggunaan probiotik untuk dapat
memberikan dampak menyehatkan tergantung pada strain yang digunakan dan
status klinik dari subyek. Dosis penggunaan probiotik yang efektif untuk manusia
adalah 107 cfu/hari sampai dengan 1011 cfu/hari, sedangkan untuk hewan adalah 107
cfu/hari sampai dengan 109 cfu/hari (Ooi dan Liong, 2010).
2.3. Antioksidan
Proses metabolisme di dalam tubuh dapat menyebabkan pembentukan
radikal bebas yang sangat diperlukan bagi kelangsungan beberapa proses fisiologis
dalam tubuh terutama untuk transportasi elektron. Radikal bebas adalah molekul
yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit
terluarnya. Elektron pada radikal bebas secara cepat ditransfer atau menarik
elektron makromolekul biologis sekitarnya seperti asam lemak jenuh, protein,
polisakarida, asam nukleat, dan asam deoksiribonukleat untuk menstabilkan dan
memulihkan keganjilan elektronnya. Radikal bebas dapat berasal dari dalam tubuh
(endogen) dan dari luar tubuh (eksogen). Radikal bebas endogen dihasilkan dari
makanan sumber lipid yang mengalami proses peroksidasi lipid di dalam tubuh,
peradangan, kondisi stres, olahraga berlebihan, infeksi, kanker dan penuaan.
Radikal bebas eksogen berasal dari udara dan pencemaran air, merokok, alkohol,
logam berat, obat-obatan tertentu (cyclosporine, tacrolimus), pelarut industri,
memasak dan radiasi. Setelah masuk ke dalam tubuh, senyawa dari luar tersebut
didekomposisi menjadi radikal bebas (Kabel, 2014). Menurut Kabel (2014) yang
termasuk radikal bebas adalah radikal superoksida (O2•), radikal hidroksil (OH•),
nitrat oksida (NO•), nitrogen dioksida (NO2•), peroksil (ROO•), peroxyl lipid
(LOO•), hidrogen peroksida (H2O2), ozon (O3), singlet oksigen, asam hipoklorit,
asam nitrat (HNO3), peroxynitrite, dinitrogen trioksida dan lipid peroksida.
Oksigen dapat menerima elektron tunggal dan membentuk molekul tak
stabil yang dikenal dengan molekul spesies oksigen reaktif/reactive oxygen species
(ROS). Reactive oxygen species adalah senyawa turunan oksigen yang lebih reaktif
dibandingkan dengan oksigen pada kondisi dasar, yang terdiri dari molekul oksigen
tanpa pasangan elektron seperti radikal hidroksil (OH•), radikal superoksida (O2•),
dan nitrit oksida (NO•), dan molekul reaktif yang memiliki elektron berpasangan
seperti hidrogen peroksida (H2O2), asam hipoklorous (HOCl), dan anion
peroksinitrit (ONOO-).
Radikal hidroksil (OH•) merupakan senyawa yang paling berbahaya
diantara senyawa-senyawa oksigen reaktif yang lain karena mempunyai tingkat
reaktivitas sangat tinggi. Radikal hidroksil dapat merusak senyawa makromolekul
seperti asam lemak tak jenuh ganda/ polyunsaturated fatty acid (PUFA) yang
merupakan komponen penting fosfolipid penyusun membran sel, DNA yang
merupakan piranti genetik dari sel dan protein yang memegang berbagai peran
penting seperti enzim, reseptor, antibodi, pembentuk matriks, dan sitoskeleton
(Halliwell dan Gutteridge, 1999; Valko et al., 2006).
Membran sel kaya akan asam lemak tak jenuh ganda/poly unsaturated fatty
acid (PUFA) yang sangat rentan terhadap oksidasi oleh radikal bebas atau molekul-
molekul reaktif lainnya, proses oksidasi ini disebut peroksidasi lipid/lemak. Lemak
yang diserang dapat berasal dari aliran darah seperti kolesterol, dan lemak netral,
dan juga berasal dari asupan makanan yaitu asam lemak tidak jenuh. Oksidasi
lemak terdiri dari tiga tahap utama yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi. Pada
tahap inisiasi terjadi pembentukan radikal asam lemak, yaitu suatu turunan asam
lemak yang tidak stabil dan sangat reaktif karena hilangnya satu atom hidrogen atau
adisi pada karbon rangkap. Tahap selanjutnya adalah tahap propagasi dimana
radikal lipid (R•) hasil tahap inisiasi bereaksi dengan oksigen membentuk radikal
lipid peroksida (ROO•). Radikal lipid peroksida yang terbentuk lebih lanjut akan
menyerang asam lemak yang lain membentuk lipid hidroperoksida (ROOH) dan
radikal asam lemak baru (R1•) melalui reaksi berantai sehingga menghasilkan
hidroperoksida lebih banyak. Pada tahap terminasi, sesama radikal dapat bergabung
menjadi molekul yang tidak reaktif atau bereaksi dengan senyawa antioksidan
setelah senyawa tersebut terbentuk (Ayala et al., 2014). Tahapan proses peroksidasi
lipid adalah sebagai berikut:
Tahapa inisiasi : Lipid + R• Lipid• + RH
Tahap propagasi : Lipid• + O2 Lipid OO•
Lipid OO• + lipid Lipid OOH + lipid•
Tahap Terminasi: Lipid OOH Lipid O•, Lipid OO•, aldehid
Produk utama peroksidasi lipid adalah lipid hidroperoksida yang sangat
tidak stabil. Lipid hidroperoksida dengan dikatalis oleh logam transisi dapat terurai
menghasilkan senyawa karbonil rantai pendek seperti aldehid dan keton yang
bersifat sitotoksik. Malondialdehida (MDA) merupakan senyawa aldehida yang
dibentuk sebagai produk sekunder selama peroksidasi lipid, dan merupakan produk
peroksidasi lipid yang paling mutagenik (Ayala et al., 2014).
Malondialdehida (MDA) adalah senyawa dialdehida dengan rumus molekul
C3H4O2 yang merupakan produk akhir peroksidasi lipid didalam tubuh, dan juga
merupakan metabolit komponen sel yang dihasilkan oleh radikal bebas.
Konsentrasi MDA yang tinggi menunjukkan adanya proses oksidasi dalam
membran sel, sehingga
MDA dikenal sebagai penanda (marker) peroksidasi lipid. Pengukuran MDA dapat
digunakan untuk mengukur kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh peroksidasi
lipid. Tokur et al. (2006) menyatakan bahwa prinsip pengukuran MDA adalah
reaksi satu molekul MDA dengan dua molekul asam tiobarbiturat (TBA)
membentuk kompleks senyawa MDA-TBA yang berwarna pink dan kuantitasnya
dapat dibaca dengan spektrofotometer.
Pembentukan ROS pada organisme hidup secara normal dijaga seminimal
mungkin oleh mekanisme pertahanan antioksidan. Antioksidan merupakan
senyawa yang diperlukan oleh tubuh untuk melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan
yang diakibatkan oleh radikal bebas. Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat
menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga dapat
menunda, memperlambat, dan mencegah proses oksidasi lipid. Kondisi tertentu
dimana mekanisme antioksidan menjadi tak seimbang, akan menyebabkan
beberapa kerusakan dalam jaringan, yang dikenal sebagai stres oksidatif (Mc Kee
dan Mc Kee, 2003).
Di dalam tubuh terdapat mekanisme antioksidan atau anti radikal bebas
secara endogen, tetapi bila jumlah radikal bebas dalam tubuh berlebih maka
dibutuhkan antioksidan yang berasal dari sumber alami atau sintetik dari luar tubuh.
Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dua yaitu antioksidan endogen dan
antioksidan eksogen. Antioksidan endogen adalah antioksidan yang dihasilkan oleh
tubuh yang terdiri atas enzim-enzim: superoksida dismutase/superoxide dismutase
(SOD), glutation peroksidase/glutathione peroxidase (GPx) atau glutation
reduktase/ glutathione reductase (GR) serta enzim katalase dan antioksidan non
enzimatik seperti glutation/glutathione (GSH), transferin, asam urat dan lain lain.
Antioksidan eksogen adalah antioksidan yang berasal dari luar seperti senyawa
senyawa flavonoid, vitamin C, vitamin E dan karotenoid yang banyak ditemukan
dalam sayur-sayuran dan buah-buahan (Heinonen dan Albanes, 1994).
Mekanisme antioksidan dalam menangkal radikal bebas adalah dengan
cara: (1) mengkatalisir pemusnahan radikal bebas dalam sel oleh enzim SOD,
katalase, (GPx), dan (GR), (2) pengikatan ion logam seperti Fe2+ dan Cu2+ oleh
antioksidan logam transisi terikat protein seperti: transferin, haptoglobin,
hemopeksin dan seruloplasmin, dan (3) pembersihan spesies oksigen reaktif (ROS)
oleh antioksidan dengan senyawa-senyawa yang memiliki berat molekul kecil yang
dapat menerima dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas, sehingga
membentuk senyawa baru yang stabil seperti: GSH, asam askorbat, bilirubin, α-
tokoferol dan asam urat (Halliwell dan Gutteridge, 1999). Mekanisme enzim
antioksidan dalam menangkal radikal bebas dapat dilihat pada Gambar 2.1.
SOD
2O2 - + 2H+ H2O2 + O2
GSH-Peroksidase
ROOH/H2O2 ROH/H2O + GSSG + GSH
Katalase
H2O2 2 H2O + O2
Gambar 2.1
Mekanisme enzim antioksidan dalam menangkal radikal bebas (Krishnamurthy
dan Wadhwani, 2012).
2.4. Lipoprotein
Lipid (lemak) merupakan salah satu zat makromolekul yang digunakan oleh
tubuh untuk proses metabolisme. Lipid berfungsi untuk melindungi organ tubuh,
membentuk sel, penghasil panas dalam tubuh, sebagai sumber asam lemak esensial,
dan pelarut vitamin yang larut dalam lemak. Lipid juga merupakan struktur penting
dari membran sel, saraf dan merupakan komponen asam empedu. Sumber lipid ada
dua yaitu dari makanan berlemak yang kita makan dan lipid yang diproduksi oleh
hati yang disekresikan bersama empedu ke usus halus. Lemak yang bersumber dari
makanan sebagian besar dalam bentuk triasilgliserol. Pada proses pencernaan
dalam usus lemak yang terdapat dalam makanan akan diuraikan menjadi kolesterol,
trigliserida, fosfolipid dan asam lemak bebas. Keempat unsur lemak ini akan
diserap dari usus dan masuk ke dalam darah dalam bentuk kilomikron.
Lemak yang sifatnya tidak larut air memerlukan modifikasi dengan bantuan
protein untuk dapat diangkut dalam sirkulasi darah. Ikatan antara lemak (kolesterol
bebas, kolesterol ester, trigliserida, dan fosfolipid) dengan protein ini disebut
lipoprotein (Gambar 2.2). Protein yang terdapat pada lipoprotein disebut apoprotein
atau apolipoprotein (Jhon-Sy, 2008). Lipoprotein dibagi menjadi beberapa jenis
berdasarkan berat jenisnya yang masing-masing terdiri dari kolesterol, trigliserida,
dan fosfolipid dalam jumlah yang berbeda antara lain : kilomikron, Very low density
lipoproteins (VLDL), Intermediate density lipoprotein (IDL), Low density
lipoprotein (LDL), dan High density lipoprotein (HDL) (Jhon-Sy, 2008).
Gambar 2.2
Struktur lipoprotein (Jhon-Sy, 2008)
Kilomikron adalah lipoprotein yang diproduksi oleh usus halus dan
berfungsi untuk mengangkut lipid yang terbentuk dari proses pencernaan dan
penyerapan menuju ke hati. Kilomikron mengandung 88% trigliserol yang berasal
dari makanan, 1% kolesterol bebas, 3% kolesterol ester, 8% posfolipid, dan
mengandung sekitar 1-2% protein (Arifah, 2006).
Very low density lipoproteins (VLDL) merupakan lipoprotein yang terdiri
atas 56% trigliserida, 20% posfolipid, 15% kolesterol, 8% kolesterol bebas, dan 7-
10% protein (Arifah, 2006) dan bertugas membawa kolesterol dari hati ke jaringan
perifer. Low density lipoprotein (LDL) merupakan lipoprotein yang kaya kolesterol
serta terbentuk dari metabolisme VLDL. Fungsi utama LDL adalah mengalihkan
kolesterol ke jaringan ekstrahepatik. LDL mengandung 13% trigliserida, 28%
Kolesterol
fosfolipid
Inti yang mengandung triasilgliserol dan kolesterol ester
posfolipid, 48% kolestrol ester, 10% kolesterol bebas dan 21% protein (Arifah,
2006). High density lipoprotein (HDL) bertugas membawa kolesterol dari jaringan
disekelilingnya menuju ke hati sehingga menurunkan kadar kolesterol darah. Kadar
HDL dalam darah yang tinggi akan mencegah terjadinya penimbunan LDL pada
dinding pembuluh darah. HDL dikenal sebagai kolesterol baik karena semakin
tinggi kadarnya semakin rendah resiko terkena serangan jantung (Fikri, 2009).
Komponen HDL adalah 16% trigliserida, 43% posfolipid, 31% kolesterol ester,
10% kolesterol bebas dan 33% protein (Arifah, 2006).
Trigliserida adalah satu jenis lemak yang terdapat dalam darah dan berbagai
organ dalam tubuh. Peningkatan kadar triasilgliserol yang berasal dari lipid eksogen
menyebabkan peningkatan pembentukan VLDL serta IDL, sehingga LDL yang
berasal dari IDL juga meningkat. Meningkatnya kadar trigliserida dalam darah juga
dapat meningkatkan kadar kolesterol. Sejumlah faktor dapat mempengaruhi kadar
trigliserida dalam darah seperti kegemukan, konsumsi alkohol, gula, dan makanan
berlemak (Fikri, 2009).
Kolesterol merupakan prekursor hormon steroid dan asam empedu serta
merupakan unsur penting dari membran sel. Kolesterol yang dibutuhkan manusia
secara normal diproduksi sendiri oleh tubuh dalam jumlah yang tepat, namun
jumlahnya dapat meningkat disebabkan karena makanan yang dikonsumsi.
Makanan berlemak yang dikonsumsi memberikan peluang meningkatkan kadar
kolesterol (Fikri, 2009). Kolesterol dihasilkan dari dalam tubuh (organ hati) yaitu
sekitar 80% dari total kolesterol dan sisanya sekitar 20% dari luar tubuh (zat
makanan). Kolesterol diangkut dalam plasma terutama sebagai kolesterol ester pada
lipoprotein dan kolesterol dari makanan diangkut dari usus halus ke hati dalam
bentuk kilomikron.
Metabolisme lipoprotein dapat dibagi atas tiga jalur yaitu jalur metabolisme
eksogen, jalur metabolisme endogen, dan jalur reverse cholesterol transport
(Gambar 2.3). Jalur metabolisme eksogen dan endogen berhubungan dengan
metabolisme kolesterol-LDL dan trigliserida, sedang jalur reverse cholesterol
transport merupakan metabolisme kolesterol-HDL (Dashty, 2014).
Jalur metabolism eksogen adalah jalur sintesis komponen lipid lipoprotein
yang bersumber dari makanan berlemak yang mengandung trigliserida dan
kolesterol. Selain dari makanan, dalam usus juga terdapat kolesterol yang berasal
dari hati yang disekresikan bersama empedu ke usus halus. Baik lemak di usus halus
yang berasal dari makanan maupun yang berasal dari hati disebut lemak eksogen.
Di dalam enterosit mukosa usus halus, trigliserida diserap sebagai asam lemak
bebas sedangkan kolesterol sebagai kolesterol. Kemudian di dalam usus halus asam
lemak bebas diubah menjadi trigliserida sedangkan kolesterol akan mengalami
esterifikasi menjadi kolesterol ester. Trigliserida, kolesterol, posfolipid dan
apolipoprotein akan membentuk lipoprotein yang dikenal dengan kilomikron.
Kilomikron ialah lipoprotein yang diproduksi oleh usus halus dan berfungsi untuk
mengangkut lipid yang terbentuk dari proses pencernaan dan penyerapan menuju
ke hati. Kilomikron masuk ke saluran limfe dan selanjutnya masuk ke dalam aliran
darah melalui duktus torasikus. Trigliserida dalam kilomikron akan mengalami
hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase menjadi asam lemak bebas yang dapat
disimpan sebagai trigliserida kembali di jaringan lemak (adiposa), tetapi bila
trigliserida berlebih sebagian akan diambil oleh hati sebagai bahan untuk
membentuk trigliserida hati. Kilomikron yang sudah kehilangan sebagian besar
asam lemak akan menjadi kilomikron remnant mengandung kolesterol ester yang
dibawa ke hati. Di dalam hati kolesterol dari sisa kilomikron digabungkan dengan
kolesterol yang disintesis oleh hati menjadi partikel VLDL (Dashty, 2014).
Jalur metabolisme endogen adalah sintesis komponen lipid oleh hati dan
disekresikan ke dalam sirkulasi jaringan ektrahepatik. Trigliserida dan kolesterol
pada hati akan disekresikan sebagai VLDL. Very low density lipoproteins (VLDL)
masuk ke dalam aliran darah dan membawa lemak-lemak ke jaringan sel tepi
sepanjang dinding pembuluh darah. Trigliserida dalam VLDL selama sirkulasi
mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase dan berubah menjadi IDL yang
selanjutnya mengalami hidrolisis menjadi LDL. Low density lipoproteins (LDL)
adalah lipoprotein yang paling banyak mengandung kolesterol. Fungsi utama LDL
adalah mengalihkan kolesterol ke jaringan ekstrahepatik. Low density lipoprotein
sebagian akan dibawa ke hati, kelenjar adrenal, testis, dan ovarium yang
mempunyai reseptor untuk kolesterol LDL. Jika sel-sel sudah cukup kolesterol,
maka LDL diblok masuk ke dalam sel jaringan dan kolesterol diakumulasi dalam
darah membentuk plak arteri (atherosclerosis). Low density lipoprotein sering juga
disebut kolesterol jahat, karena LDL membawa kelebihan kolesterol untuk
ditimbun pada dinding arteri dan perlahan mengendap sehingga menimbulkan
penyumbatan pada pembuluh darah arteri (arterosklerosis), meningkatkan resiko
terjadinya serangan jantung dan stroke (WHO, 2004). Sebagian lagi dari kolesterol-
LDL akan mengalami oksidasi dan ditangkap oleh reseptor scavenger-A (SRA) di
makrofag dan akan menjadi sel busa (foam cell). Makin banyak kadar kolesterol-
LDL dalam plasma makin banyak yang akan mengalami oksidasi dan ditangkap
oleh sel makrofag. Jumlah kolesterol yang akan teroksidasi tergantung dari kadar
kolesterol yang terkandung pada LDL (Dashty, 2014).
Jalur reverse cholesterol transport merupakan suatu proses yang membawa
kolesterol dari jaringan kembali ke hati. High density lipoprotein (HDL) berfungsi
membawa kolesterol dari jaringan disekelilingnya menuju ke hati sehingga
menurunkan kadar kolesterol darah. Kolesterol yang berlebih akan dikeluarkan dari
membran sel baik sebagai kolesterol bebas maupun sebagai senyawa esternya dan
diangkut oleh HDL yang terdapat dalam plasma darah kembali ke sel hati.
Selanjutnya kolesterol tersebut mengalami proses perombakan menghasilkan
cadangan kolesterol hati yang diperlukan untuk sintesis VLDL dan garam empedu
(Dashty, 2014).
Gambar 2.3
Metabolisme lipoprotein (Kwiterovich, 2000).
Kolesterol hati disekresikan dalam empedu sebagai kolesterol bebas atau
sebagai garam empedu (Gambar 2.4 ; Li, 2012).
Gambar 2.4
Sintesis garam empedu dari kolesterol (Li, 2012)
Kk Kole
stero
l
H
a
ti
Asa
m
kolat Asam
cenodi
oksiko
lat
Ika
tan
pe
pti
da
gl
isi
n
ta
uri
n
Misel
garam
empedu
Kolesterol digunakan oleh hati sebagai prekursor untuk mensintesis asam
empedu primer (terutama asam chenodeoxycholic (CDCA) dan asam kolat).
Empedu ini terdiri dari kolesterol, fosfolipid, asam empedu, dan pigmen biliverdin
(Begley et al., 2006). Asam empedu berkonjugasi dengan asam amino glisin dan
taurin kemudian disekresikan dari hati dan disimpan dalam kantung empedu
sebelum dikeluarkan ke dalam usus halus. Kelarutan asam empedu akan meningkat
apabila berkonjugasi dengan asam amino glisin dan taurin. Fungsi empedu sangat
penting dalam pencernaan lemak sebagai pembersih biologis dan membantu
mengemulsi dan melarutkan lemak untuk membentuk misel dan selanjutnya diserap
dari usus halus. Asam empedu diserap kembali dari usus halus sebanyak 97% dan
sisanya 3% tidak diserap dan dikeluarkan melalui feses.
2.5 Efek Fungsional Probiotik
2.5.1 Menurunkan Kolesterol
Probiotik, telah diketahui memberikan dampak menyehatkan pada individu
yang mengkonsumsinya. Salah satu dampak menyehatkan dari probiotik adalah
dapat menurunkan kolesterol darah (Ooi dan Liong, 2010; Kumar et al., 2012; Lee
et al., 2009). Beberapa strain probotik yang dapat menurunkan kolesterol darah
dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2
Strain probiotik yang dapat menurunkan kadar kolesterol
No. Sistem
penelitian
Probiotik
1 Kultur media Lactobacillus acidofillus, Lactobacillus plantarum,
Bifidobacterium
2 Tikus putih Lactobacillus reuteri, Bifidobacerium lactis,
Bifidobacerium longum
3 Manusia Bifidobacterium dari susu, Lactobacillus
acidofillus, Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus
sporogenes, Lactobacillus reuteri NCIMB30242,
Enterococcus faecium Sumber : Kumar et al., 2012
Penurunan kadar kolesterol oleh bakteri probiotik dapat terjadi melalui
beberapa mekanisme antara lain : (1) dekonjugasi asam empedu secara enzimatik
oleh enzim bile salt hidrolase (BSH) yang dihasilkan oleh bakteri probiotik, (2)
asimilasi kolesterol oleh probiotik, (3) penggabungan kolesterol ke dalam membran
sel probiotik selama pertumbuhan, (4) konversi kolesterol menjadi koprostanol, dan
(5) produksi asam lemak rantai pendek pada fermentasi prebiotik oleh probiotik
(Ooi dan Liong, 2010).
Beberapa strain probiotik dapat menghasilkan enzim bile salt hydrolase
(BSH) yang dapat mendekonjugasi garam empedu secara enzimatis. Bakteri yang
dapat menghasilkan BSH antara lain: Lactobacillus acidofillus, Latobacillus
plantarum, Bifidobacterium, Latobacillus gasseri, dan Latobacillus johnsonni (Li,
2011). Enzim BSH bertanggung jawab terhadap dekonjugasi garam empedu,
dimana glisin atau taurin dipisahkan dari steroid sehingga menghasilkan asam
empedu bebas atau terdekonjugasi. Asam empedu terdekonjugasi kelarutannya
berkurang, mengendap, dan sedikit diabsorbsi oleh usus sehingga meningkatkan
pengeluarannya di feses. Dekonjugasi garam empedu dapat dilihat pada Gambar
2.5.
Garam empedu sebagian besar mengalami resirkulasi dalam proses sirkulasi
enterohepatik. Untuk mempertahankan jumlah garam empedu yang dibutuhkan
pada sirkulasi enterohepatik, garam empedu yang sudah dikeluarkan
(terdekonjugasi) harus digantikan dengan cara mensintesis garam empedu
menggunakan kolesterol yang terkandung dalam tubuh, proses ini dapat
menurunkan kadar kolesterol dalam tubuh (Brashears et al., 1998; Yazid et al.,
1999).
Gambar 2.5
Dekonjugasi garam empedu (Lye et al., 2009)
Kemampuan bakteri probiotik untuk berasimilasi dengan molekul
kolesterol merupakan salah satu mekanisme bakteri probiotik untuk menurunkan
Taurine-
conjugated bile
glysine-
conjugated bile Enzim
Bile salt
hydrolase (BSH)
Free cholic acids
Taur
in
Glisi
n
+
Dikeluarkan
bersama
dengan feses
Diserap
kembali dalam
saluran
pencernaan
kadar kolesterol. Pada proses ini, kolesterol akan bergabung atau melekat pada
dinding sel bakteri sehingga mengurangi absorpsi kolesterol dari usus ke darah
(Brashears et al., 1998; Anderson and Gilliand (1999). Asimilasi kolesterol dalam
usus mungkin sangat berperan dalam mengurangi penyerapan kolesterol dari
saluran pencernaan ke dalam darah (Yazid et al.,1999).
Probiotik dapat mengikat kolesterol dalam membran sel selama
pertumbuhan. Penggabungan kolesterol ke dalam membran sel meningkatkan
konsentrasi asam lemak jenuh dan tak jenuh dan mengubah komposisi asam lemak
dalam membran sel, yang menyebabkan peningkatan kekuatan sel dan resistensi
yang lebih tinggi dari membran sel terhadap lisis (Lye et al., 2010a). Penggabungan
kolesterol ke dalam membran sel mengurangi penyerapan kolesterol dari saluran
pencernaan.
Kolesterol dapat dikonversi menjadi koprostanol di dalam usus.
Koprostanol merupakan zat yang tidak dapat diserap oleh usus, dan dikeluarkan
bersama-sama feses (Lye et al., 2010b). Enzim kolesterol dehidrogenase atau
kolesterol isomerase yang dihasilkan oleh Sterolibacterium denitrificans
mengkatalisis perubahan kolesterol menjadi choles-4-en-3-one yang merupakan
kofaktor yang mengubah kolesterol menjadi koprostanol (Chiang et al., 2008).
Penelitian lain menunjukkan bahwa strain lactobacilli (L.acidophilus, L. bulgaricus
dan L. casei ATCC 393) dapat menghasilkan enzim kolesterol reduktase yang dapat
mengkonversi kolesterol menjadi koprostanol (Lye et al., 2010b)
Prebiotik difermentasi dalam usus oleh bakteri usus besar, menghasilkan
asam lemak rantai pendek (SCFAs) seperti butirat, asetat dan propionat. Rossi et al.
(2005) menemukan bahwa butirat adalah produk fermentasi utama dari inulin,
sedangkan asetat dihasilkan dari fruktooligosakarida. Efek hipokolesterolemik dari
prebiotik dihubungkan dengan terbentuknya SCFAs selama fermentasi. Butirat
diketahui dapat menghambat sintesis kolesterol hati dan menyediakan sumber
energi bagi sel-sel epitel usus manusia, sementara propionat dapat menghambat
sintesis asam lemak di hati, sehingga menurunkan tingkat sekresi triasilgliserol.
Propionat juga terlibat dalam kontrol sintesis kolesterol hati dan mengurangi laju
sintesis kolesterol yang dapat menyebabkan penurunan kadar kolesterol plasma
(Trautwein et al., 1998).
2.5.2. Aktivitas antioksidan dari probiotik
Konsumsi probiotik atau produk-produk pangan yang mengandung
probiotik merupakan salah satu cara ideal untuk menjaga keseimbangan mikroflora
usus. Apabila keseimbangan mikroflora usus terganggu, maka keseimbangan antara
radikal bebas dan antioksidan juga terganggu dan dampaknya adalah terjadi stress
oksidatif. Bakteri probiotik menunjukkan aktivitas antioksidan melalui mekanisme:
(1) memperkuat pertahanan seluler dengan mensekresikan enzim antioksidan; (2)
melepaskan dan memacu produksi GSH yaitu antioksidan nonenzimatik utama dan
penangkap radikal bebas; (3) meningkatkan produksi biomolekul antioksidan
tertentu, seperti EPSS, dan (4) pengikatan ion logam (Spyropoulos et al., 2011).
Superoksida dismutase (SOD) merupakan enzim antioksidan endogen yang
menjadi lini pertahanan pertama antioksidan tubuh dalam melindungi sel dari
radikal bebas (Fridovich 1995). Superoksida dismutase (SOD) merupakan enzim
antioksidan endogen yang paling efektif dalam mengkatalisis dan mengkonversi
radikal bebas anion superoksida menjadi molekul oksigen dan hidrogen peroksida.
SOD bekerja melalui sistem pertahanan preventif, menghambat atau merusak
proses pembentukan radikal bebas. Beberapa spesies probiotik mempunyai
kemampuan dalam memproduksi dan melepaskan SOD. Lactobacillus plantarum
dan Lactococcus lactis mampu memproduksi dan melepaskan SOD dan
menunjukkan efek anti inflamasi dalam trinitrobenzene asam sulfonat (TNBS)
kolitis model (Spyropoulos et al., 2011). Lactobacillus casei Zhang mampu
meningkatkan aktivitas SOD dan GSH-Px pada hati dan serum tikus
hyperlipidemik (Zhang et al., 2010). Penelitian lain menunjukkan bahwa
Lactobacillus gasseri mampu menghasilkan Mn-SOD yang dapat mengurangi
radang usus pada tikus (Caroll et al., 2007). Dua strain Lactobacillus fermentum E-
3 dan E-18 dan Streptococcus thermophilus menunjukkan aktivitas antioksidan
yang signifikan karena mampu memproduksi SOD (Kullisaar et al., 2002; Chang
dan Hassan, 1997).
Molekul antioksidan non-enzimatik intraseluler yang paling penting adalah
glutation (GSH). Glutation adalah tripeptida yang berisi grup sulfhidril (-SH) yaitu
glutamin, sistein, and glisin yang sangat efisien dalam mendetoksifikasi spesies
reaktif oksigen dan peroksida. Dalam reaksi berantai oksidatif, GSH dikonversi
menjadi bentuk glutation disulfida teroksidasi (GSSG). Salah satu fungsi yang
paling penting dari GSH adalah bertindak sebagai penangkap radikal hidroksil
(OH•) apabila radikal hidroksil tidak dapat dihilangkan dengan reaksi enzimatik
(Pompella et al., 2003). Musenga et al., (2007) melaporkan bahwa strain probiotik
bifidobacterium dan lactococcus dapat langsung menghasilkan atau memacu
pelepasan glutathione ke usus, sehingga bisa memiliki nilai terapi yang potensial.
Strain probiotik Lactobacillus fermentum dapat memproduksi GSH dan prekursor
dipeptida γ-Glu-Sis yang memfasilitasi pemulihan peradangan jaringan pada model
TNBS kolitis tikus secara in vitro (Peran et al., 2006). Penelitian lain menunjukkan
bahwa jumlah GSH meningkat pada pankreas setelah pemberian probiotik
Lactobacillus acidophilus W70, L. casei W56, L. salivarius W24, Lactococcus
lactis W58, Bifidobacterium bifidum W23, dan B. lactis W52 (Lutgendorff et al.,
2008).
Probiotik dapat menunjukkan aktivitas antioksidan dengan memproduksi
senyawa antioksidan tertentu untuk mengurangi stres oksidatif yaitu
eksopolisakarida (EPS). Eksopolisakarida merupakan rantai panjang polisakarida
terdiri dari gula atau turunan gula, seperti galaktosa, glukosa, dan rhamnosa.
Bakteri probiotik melepaskan EPS ke lingkungan sekitarnya untuk melindungi diri
dari kondisi yang tidak menguntungkan seperti pada pH dan suhu yang ekstrim.
Kodali dan Sen (2008) melaporkan bahwa probiotik bakteri Bacillus coagulans
RK-02 mensintesis EPS ekstraselular dan EPS ini menunjukkan aktivitas
antioksidan dan menunjukkan penangkapan radikal bebas secara signifikan bila
dibandingkan dengan standar antioksidan seperti vitamin C dan vitamin E secara in
vitro.
Probiotik selain memproduksi zat dengan aktivitas antioksidan dan
penangkapan radikal bebas juga menunjukkan aktivitas pengikatan ion logam. Ion
logam berhubungan dengan patogenesis berbagai penyakit kronis seperti penyakit
jantung koroner, karsinogenesis, dan arthritis, terutama dengan memacu produksi
radikal bebas melalui reaksi Fenton. Pembentukan radikal bebas melalui reaksi
Fenton adalah sebagai berikut:
Fe2+ + H2O2 Fe2+ + OH•
Ion besi dan ion tembaga merupakan ion yang sangat reaktif dan memainkan peran
pada reaksi berantai radikal bebas. Ion logam transisi dapat memulai peroksidasi
lipid dan memulai reaksi berantai dengan memecah hidroperoksida (ROOH)
menjadi peroxyl (ROO*) dan radikal Alkyoxyl (RO*). Lin dan Yen (1999)
melaporkan bahwa Streptococcus thermophilus 821 dan Bifidobacterium longum
memiliki kemampuan tinggi dalam mengikat logam Cu2+ dan Fe2+. Amanatidou et
al. (2001) dan Lee et al. (2005) melaporkan bahwa Lactobacillus sake dan L.
casei KCTC 3260 mempunyai kemampuan dalam mengikat ion logam Fe.