bab ii kajian pustaka 2.1. 2.1 -...

25
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Belajar Para pakar pendidikan mengemukakan pengertian yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, namun demikian selalu mengacu pada prinsip yang sama yaitu setiap orang yang melakukan proses belajar akan mengalami suatu perubahan dalam dirinya. Menurut Slameto (1995:2) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut Abdillah dalam Aunurrahman (2011:33) belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu. Selanjutnya Winkel (1996:53) mengatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi yang aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Menurut Dahar (1996:11) perubahan itu bersifat secara relatif konstant. Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Kemudian Hamalik (1983:2) mendefinisikan belajar adalah suatu pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan. Berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku pada individu yang dilakukan secara sengaja untuk mencapai tujuan tertentu sebagai hasil dari pengalaman dan interaksi dengan lingkungannya. 2.1.2 Pembelajaran Belajar dan pembelajaran adalah suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Oleh karena itu belajar merupakan gejala yang terkait dalam pembelajaran. Menurut Slameto (2007:4) pembelajaran adalah proses

Upload: lamdang

Post on 06-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/819/3/T1_292008055_BAB II.pdf · efektifitas belajar adalah tingkat pencapaian tujuan belajar

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori

2.1.1 Belajar

Para pakar pendidikan mengemukakan pengertian yang berbeda antara

satu dengan yang lainnya, namun demikian selalu mengacu pada prinsip yang

sama yaitu setiap orang yang melakukan proses belajar akan mengalami suatu

perubahan dalam dirinya. Menurut Slameto (1995:2) belajar adalah suatu proses

usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku

yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam

interaksi dengan lingkungannya. Menurut Abdillah dalam Aunurrahman

(2011:33) belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam

perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut

aspek kognitif, afektif dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu.

Selanjutnya Winkel (1996:53) mengatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas

mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi yang aktif dengan lingkungan,

yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman,

keterampilan dan nilai sikap. Menurut Dahar (1996:11) perubahan itu bersifat

secara relatif konstant. Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana

suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Kemudian

Hamalik (1983:2) mendefinisikan belajar adalah suatu pertumbuhan atau

perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku

yang baru berkat pengalaman dan latihan.

Berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli, maka dapat disimpulkan

bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku pada individu yang

dilakukan secara sengaja untuk mencapai tujuan tertentu sebagai hasil dari

pengalaman dan interaksi dengan lingkungannya.

2.1.2 Pembelajaran

Belajar dan pembelajaran adalah suatu kegiatan yang tidak terpisahkan

dari kehidupan manusia. Oleh karena itu belajar merupakan gejala yang terkait

dalam pembelajaran. Menurut Slameto (2007:4) pembelajaran adalah proses

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/819/3/T1_292008055_BAB II.pdf · efektifitas belajar adalah tingkat pencapaian tujuan belajar

8

penguasaan pengetahuan, sikap dan keterampilan melalui belajar, mengajar, dan

pengalaman. Pembelajaran menurut Dimyati dan Mudjiono dalam Saiful Sagala

(2006:61) adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional,

untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan pada penyediaan

sumber belajar. Darsono (2001:24) pembelajaran adalah suatu kegiatan yang

dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah ke

arah yang lebih baik. Sedangkan menurut Hamalik (2008:55) pembelajaran adalah

suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material,

fasilitator, perlengkapan, dan proses yang saling mempengaruhi mencapai tujuan

pembelajaran.

Menurut Sudjana (2004:2) Pada dasarnya ada lima prinsip yang menjadi

landasan pengertian pembelajaran yaitu :

1. Pembelajaran sebagai usaha memperoleh perubahan perilaku

Prinsip ini mengandung makna bahwa ciri utama proses pembelajaran

itu adalah adanya perubahan perilaku dalam diri individu walaupun

tidak semua perubahan perilaku individu merupakan hasil

pembelajaran. Pengertian yang dirumuskan oleh Hamalik (2004:3),

bahwa pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi

unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur

yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.

2. Hasil pembelajaran ditandai dengan perubahan perilaku secara

keseluruhan, perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran adalah

meliputi semua aspek perilaku dan bukan hanya satu atau dua aspek

saja. Perubahan itu meliputi aspek kognitif ,afektif dan motorik.

3. Pembelajaran merupakan suatu proses

Pembelajaran merupakan suatu aktivitas yang berkesinambungan yang

terjadi melalui tahapan-tahapan aktivitas yang sistematis dan terarah.

4. Proses pembelajaran terjadi karena adanya sesuatu yang mendorong

dan adanya suatu tujuan yang akan dicapai. Prinsip ini mengandung

makna bahwa pembelajaran itu terjadi karena adanya kebutuhan yang

harus dipuaskan dan adanya tujuan yang ingin dicapai. Belajar tidak

akan efektif tanpa adanya dorongan dan tujuan.

5. Pembelajaran merupakan bentuk pengalaman

Pengalaman pada dasarnya adalah kehidupan melalui situasi yang

ternyata dengan tujuan tertentu , pembelajaran merupakan bentuk

interaksi individu dengan lingkungannya sehingga banyak memberikan

pengalaman diri situasi nyata.

Kelima prinsip tersebut menjadi landasan pengertian pembelajaran sebagai

kondisi pembelajaran yang berkualitas.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/819/3/T1_292008055_BAB II.pdf · efektifitas belajar adalah tingkat pencapaian tujuan belajar

9

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah

suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan

yang baru melalui aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotorik

(keterampilan).

2.1.3 Efektivitas Pembelajaran

Efektifitas berasal dari bahasa Inggris yaitu Effective yang berarti berhasil,

tepat atau manjur. Starawaji dalam Jurnal Ilmiah Pendidikan ke-SD-an Scholaria

Volume 1 Nomor 1, (2011:199) mengemukakan bahwa efektifitas menunjukkan

taraf tercapainya suatu tujuan. Suatu usaha dikatakan efektif jika usaha itu

mencapai tujuannya.

Menurut Hasan Sadly dalam Maryanti (2010: 50) yang dimaksud dengan

efektifitas belajar adalah tingkat pencapaian tujuan belajar. Pencapaian tujuan

tersebut berupa peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta pengembangan

sikap melalui proses pembelajaran. Efektifitas juga menunjukkan taraf

tercapainya tujuan. Suatu usaha dapat dikatakan efektif jika mencapai tujuan.

Pembelajaran efektif adalah pembelajaran yang dikelola sedemikian rupa

sehingga dengan input yang ada dan proses yang dikelola dapat dicapai hasil

seoptimal mungkin.

Menurut Slameto (2003:93) mengungkapkan bahwa pembelajaran yang

efektif adalah pembelajaran yang dapat membawa siswa belajar efektif.

Pembelajaran akan efektif jika waktu yang tersedia sedikit saja untuk guru

melakukan ceramah dan waktu yang besar adalah untuk kegiatan intelektual dan

untuk pemeriksaan pemahaman siswa. Pembelajaran dikatakan efektif jika

memenuhi beberapa syarat. Syarat-syarat tersebut antara lain:

1. Belajar secara aktif, baik secara mental maupun fisik, 2. Adanya variasi

metode dalam pembelajaran, 3. Adanya motivasi, 4. Kurikulum yang baik dan

seimbang, 5. Adanya pertimbangan perbedaan individu, 6. Adanya perencanaan

sebelum pembelajaran, 7. Adanya suasana yang demokratis, 8. Penyajian bahan

pelajaran yang merangsang siswa untuk berfikir, 9. Interaksi semua pelajaran, 10.

Kaitan antara kehidupan nyata dan kehidupan di sekolah, 11. Kebebasan siswa

dalam interaksi pembelajaran, 12. Pengajaran remedial.

Sudjana (2008:35) mengungkapkan bahwa suatu pembelajaran efektif

dapat ditinjau dari segi proses dan hasilnya. Dari segi proses suatu pembelajaran

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/819/3/T1_292008055_BAB II.pdf · efektifitas belajar adalah tingkat pencapaian tujuan belajar

10

haruslah merupakan interaksi dinamis sehingga siswa sebagai subyek belajar

mampu mengumbangkan potensi secara efektif. Dari segi hasil atau produk

menekankan pada penguasaan tujuan oleh siswa baik dari segi kualitas maupun

kuantitas.

Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu

pembelajaran dikatakan efektif jika sesuai dengan materi dan tujuan yang hasilnya

optimal. Sesuai tujuan pembelajaran, maka suatu strategi efektif dapat membuat

siswa berhasil mencapai hasil yang diharapkan, dalam hal ini adalah prestasi

akademik yang optimal. Untuk menciptakan pembelajaran yang diharapkan dapat

efektif dan efisien, maka peneliti dan guru menyiapkan perencanaan sebaik

mungkin sebelum pembelajaran, diantaranya menggunakan strategi yang tepat.

Dalam penelitian ini, indikator efektifitas pembelajaran hanya ditinjau dari

tingkat pencapaian hasil belajar ranah kognitif siswa yang diukur dari ketuntasan

hasil belajar siswa setelah mengerjakan soal post-test dalam bentuk tes pilihan

ganda (tes formatif) setelah melakukan proses belajar mengajar

2.1.4 Pendekatan Pembelajaran

Istilah pendekatan pembelajaran memiliki konsep yang sama dengan

model, strategi, dan metode pembelajaran, semuanya berfokus pada proses

pembelajaran, atau interaksi belajar-mengajar. Menurut Sukmadinata (2004:229),

pendekatan pembelajaran mempunyai lingkup yang lebih luas, melihat

pembelajaran sebagai proses belajar siswa yang sedang berkembang untuk

mencapai tujuan perkembangannya.

Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita

terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan

tentang terjadinya suatu proses yang bersifat sangat umum. Strategi dan metode

pembelajaran yang digunakan dapat bersumber atau tergantung dari pendekatan

tertentu. Roy Killen dalam Sanjaya (2008:295) mencatat ada dua pendekatan

dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centered

approach) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student-centered approach).

Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran langsung

(direct instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori. Pada

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/819/3/T1_292008055_BAB II.pdf · efektifitas belajar adalah tingkat pencapaian tujuan belajar

11

strategi ini peran guru sangat menentukan baik dalam pemilihan isi atau materi

pelajaran maupun penentuan proses pembelajaran. Pendekatan pembelajaran yang

berpusat pada siswa menurunkan strategi pembelajaran discovery dan inquiry.

Menurut Subarinah dalam Kriswandani (2008:51), pendekatan

pembelajaran merupakan suatu konsep atau prosedur yang digunakan dalam

membahas bahan pelajaran untuk mencapai tujuan belajar mengajar. Terdapat

beberapa pendekatan pembelajaran matematika yaitu pendekatan spiral, deduktif,

induktif, analitik dan sintetik.

2.1.5 Pendekatan Pembelajaan Matematika Realistik

Menurut Zulkardi (2003:2) Pendekatan Pembelajaran Matematika

Realistik adalah pendekatan pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang

“real” bagi siswa. Pendekatan ini menekankan keterampilan "Process of doing

mathematics”, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman

sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri (“Student inventing” sebagai

kebalikan dari “teener telling”) dan pada akhirnya dapat menggunakan

matematika itu untuk menyelesaikan masalah, baik secara individu maupun

kelompok.

Pendekatan Matematika Realistik diperkenalkan oleh Prof. Dr. Jan de

Lange, Direktur Freudanthal Institude suatu institute atau lembaga pendidikan dan

pengembangan pendidikan matematika di Universitas Of Ultrecth, tempat PMR

dilahirkan dan dikembangkan selama hampir tiga dekade sebelum diekspor

kebanyak negara di dunia. Pengalaman beliau sebagai salah seorang pakar PMR

yang terkenal dalam membantu proses reformasi pendidikan matematika di

berbagai negara di Eropa, USA, Afrika selatan dan Panama.

Pendekatan Matematika Realistik adalah suatu pendekatan pendidikan

matematika yang pertama kali diuji cobakan di Netherland. Kata realistik diambil

dari salah satu di antara empat pendekatan pembelajaran matematika. Empat

pendekatan pembelajaran matematika tersebut yaitu :

a. Mekanistik

Menurut filosofi mekanistik manusia diibaratkan komputer. Manusia

secara mekanik dapat diprogram dengan cara drill untuk mengerjakan

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/819/3/T1_292008055_BAB II.pdf · efektifitas belajar adalah tingkat pencapaian tujuan belajar

12

hitungan (Suherman, dkk., 2003:146). Pada pendekatan ini, baik

matematisasi horizontal dan vertikal tidak digunakan.

b. Empiristik

Menurut filosofi empiristik bahwa dunia adalah kenyataan, dimana siswa

dihadapkan dengan situasi dimana mereka harus menggunakan aktifitas

matematisasi horizontal. Treffers mengatakan bahwa pendekatan ini secara

umum jarang digunakan dalam pendidikan matematik (Zulkardi, 2003: 2).

c. Strukturalistik

Pendekatan Strukturalistik lebih menekankan struktur dalam cabang

matematika yakni mempelajari matematika dalam arah vertikal

(Marpaung, 2001:2). Sehingga peserta didik lebih ditekankan pada aspek

proses pembelajarannya.

d. Realistik

Realistik adalah pendekatan yang menggunakan suatu situasi dunia nyata

atau suatu konteks sebagai titik tolak dalam belajar matematika. Pada

tahap ini siswa melakukan aktifitas matematisasi horizontal (Zulkardi,

2003:2). Maksudnya siswa mengorganisasikan masalah dan mencoba

mengidentifikasi aspek matematika yang ada pada masalah tersebut

Kemudian, dengan menggunakan matematisasi vertikal siswa tiba pada

tahap pembentukan konsep. Perbedaannya dapat dilihat dalam Tabel 2.1

Tabel 2.1

Perbedaan Matematika Horizontal dan Matematika Vertikal

Type Matematisasi

Horizontal

Matematisasi

Vertikal

Mekanistik - -

Empiristik + -

Strukturalistik - +

Realistik + +

Dalam pembelajaran matematika dua komponen matematisasi tersebut

adalah penting, yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal,

Pendekatan Realistik selain mempelajari dalam arah vertikal juga mempelajari

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/819/3/T1_292008055_BAB II.pdf · efektifitas belajar adalah tingkat pencapaian tujuan belajar

13

dalam arah horizontal, Matematisasi horizontal menunjuk pada proses

transformasi masalah yang dinyatakan dalam bahasa sehari-hari ke bahasa

matematika. Matematisasi vertikal adalah proses dalam matematika itu sendiri.

Bagian dari matematisasi horizontal mencakup tiga tahap yaitu enaktif, ikonik dan

simbolik. Tiga tahap itu menurut Bruner dalam Nugroho (2009:23) yaitu :

1) Tahap Enaktif

Dalam tahap ini anak terlibatdalam memanipulasi (mengotak-atik) objek.

2) Tahap Ikonik

Dalam tahap ini kegiatan yang dilakukan anak berhubungan dengan mental,

yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya. Anak

tidak langsung memanipulasi objek yang dilakukan siswa dalam tahap

enaktif.

3) Tahap Simbolik

Dalam tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang

objek tertentu. Anak tidak lagi terkait dengan objek-objek pada tahap

sebelumnya. Siswa pada tahap ini sudah mampu menggunakan notasi tanpa

keterangan terhadap objek riil. (Suherman,dkk.,2003:44).

Pembuktian dalam matematika merupakan bagian dari matematisasi

vertikal. Kedua jenis matematisasi memiliki nilai yang sama dalam pendekatan

pembelajaran matematika realistik, dalam hal ini digambarkan bahwa:

Pengembangan Matematika Realistik didasarkan pada pandangan Freudenthal

terhadap matematika yaitu sebagai berikut: (1) matematika harus dikaitkan

dengan hal yang nyata bagi murid dan (2) matematika harus dipandang sebagai

suatu aktivitas manusia.

Menurut Asmin (2001:8) pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik

dilandasi oleh pandangan bahwa siswa harus aktif, tidak boleh pasif. Dia harus

aktif mengkonstruksi pengetahuan matematika itu. Dalam hal ini guru berperan

sebagai fasilitator artinya murid harus didorong dan diberi keleluasaan untuk

mengekspresikan jalan pikirannya, menyelesaikan sendiri masalah yang diajukan

menurut idenya sendiri, mengkomunikasikannya dan pada saatnya belajar dari ide

teman-teman sendiri.

Menurut Sutawijaya dalam Kriswandani (2008:72), pendekatan realistik

menuntun siswa untuk berfikir menggunakan pengalamannya mulai dari objek

nyata (konkrit) yang bersifat konstektual bagi siswa melalui skema atau model ke

arah yang abstrak. Berbekal kemampuan dan pengalaman dalam pendidikan dari

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/819/3/T1_292008055_BAB II.pdf · efektifitas belajar adalah tingkat pencapaian tujuan belajar

14

tingkat sebelumnya, siswa dituntut untuk mempunyai pemikiran secara logis,

rasional, kritis, cermat, efisien dan efektif. Berpikir logis didasarkan pada

manipulasi/ penelitian objek-objek nyata dan kemampuannya dalam menunjukkan

keterkaitan hubungan dengan pengalaman empiris/ peristiwa yang langsung

dialami dengan pelajaran yang berlangsung. Selain itu, melalui model ini, siswa

dapat belajar matematika dari alam/ lingkungan disekitarnya sehingga siswa tidak

mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika yang merupakan pelajaran

yang abstrak.

Berdasarkan kajian tentang berbagai pendapat mengenai pendekatan

pembelajaran matematika realistik yang dikemukakan oleh para ahli diatas maka

dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika realistik adalah proses

pembelajaran matematika yang menggunakan konteks dunia nyata sebagai titik

awal pembelajaran dan mengutamakan keaktifan siswa selama proses

pembelajaran.

Menurut de Lauge dalam Suwarsono (2001:40) terdapat lima karakteristik

Pembelajaran Matematika Realistik. Kelima karakteristik tersebut adalah sebagai

berikut:

1. Pembelajaran harus dimulai dari masalah kontekstual yang diambil dari dunia

nyata. Masalah yang digunakan sebagai titik awal pembelajaran harus nyata

bagi siswa agar mereka dapat langsung terlibat dalam situasi yang sesuai

dengan pengalaman mereka.

2. Dunia abstak dan nyata harus dijembatani oleh model. Model harus sesuai

dengan tingkat abstraksi yang harus dipelajari siswa. Di sini model dapat

berupa keadaan atau situasi nyata dalam kehidupan siswa, seperti cerita-

cerita lokal atau bangunan-bangunan yang ada di tempat tinggal siswa.

Model dapat pula berupa alat peraga yang dibuat dari bahan-bahan yang juga

ada di sekitar siswa.

3. Siswa dapat menggunakan strategi, bahasa, atau simbol mereka sendiri dalam

proses mematematikakan dunia mereka. Artinya, siswa memiliki kebebasan

untuk mengekspresikan hasil kerja mereka dalam menyelesaikan masalah

nyata yang diberikan oleh guru.

4. Proses pembelajaran harus interaktif. Interaksi baik antara guru dan siswa

maupun antara siswa dengan siswa merupakan elemen yang penting dalam

pembelajaran matematika. Di sini siswa dapat berdiskusi dan bekerjasama

dengan siswa lain, bertanya dan menanggapi pertanyaan, serta mengevaluasi

pekerjaan mereka.

5. Hubungan di antara bagian-bagian dalam matematika, dengan disiplin ilmu

lain, dan dengan masalah dari dunia nyata diperlukan sebagai satu kesatuan

yang saling kait mengait dalam penyelesaian masalah.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/819/3/T1_292008055_BAB II.pdf · efektifitas belajar adalah tingkat pencapaian tujuan belajar

15

Menurut Asmin dalam Nugroho (2009:24) syntak atau langkah-langkah

pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Pembelajaran Matematika

Realistik yaitu :

a. Memperkenalkan masalah realistik dalam matematika kepada seluruh siswa

serta membantu untuk memberi pemahaman masalah.

b. Mengulang semua konsep-konsep yang berlaku sebelumnya dan mengaitkan

masalah yang dikaji saat itu ke pengalaman siswa sebelumnya.

c. Memecahkan masalah berdasarkan pada pengetahuan informal atau formal

yang dimiliki siswa.

d. Mendiskusikan pemecahan-pemecahan dengan berbagai strategi yang siswa

lakukan.

e. Menyimpulkan pekerjaan siswa.

Tabel 2.2

Sintak Implementasi Matematika Realistik

Aktivitas Guru Aktivitas Siswa

Guru memberikan masalah/persoalan

kontekstual dan meminta siswa untuk

memahami masalah tersebut.

Siswa memahami masalah konstektual

yang diberikan guru

Guru menjelaskan masalah kontekstual dan

guru menjelaskan situasi dan kondisi soal

dengan memberikan petunjuk seperlunya

terhadap bagian tertentu yang belum

dipakai siswa

Siswa memikirkan masalah konstektual

berdasarkan petunjuk yang diberikan guru

Guru memotivasi siswa untuk

menyelesaikan masalah dengan cara

mereka sendiri-sendiri. Guru hanya

memberikan arahan berupa pertanyaan

langkah atau pertanyaan penggiring agar

siswa mampu menyelesaikan masalah

sendiri.

Siswa menyelesaikan masalah atau soal,

jawaban siswa diperbolehkan berdeda

dengan siswa yang lain. Siswa

mengerjakan soal pada lembar kerja

kelompok

Guru memfasilitasi diskusi dan

menyediakan waktu untuk membandingkan

dan mendiskusikan jawaban dari soal

secara kelompok, dan selanjutnya dengan

diskusi kelas.

Siswa berdiskusi untuk menyelesaikan

masalah konstektual

Guru menyimpulkan hasil diskusi Siswa menarik kesimpulan suatu konsep,

lalu meringkas dalam buku

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/819/3/T1_292008055_BAB II.pdf · efektifitas belajar adalah tingkat pencapaian tujuan belajar

16

Menurut Suwarsono (2001:5-10) keunggulan dan kelemahan Pendekatan

Pembelajaran Matematika Realistik adalah sebagai berikut:

a. Keunggulan:

1) Siswa membangun sendiri pengetahuannya sehingga siswa tidak

mudah lupa dengan pengetahuannya.

2) Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena

menggunakan realitas kehidupan, sehingga siswa tidak cepat bosan

untuk belajar matematika.

3) Siswa merasa dihargai dan semakin terbuka karena setiap jawaban

siswa ada nilainya,

4) Memupuk kerja sama dalam kelompok.

5) Melatih keberanian siswa karena harus menjelaskan jawabannya.

6) Melatih siswa untuk terbiasa berpikir dan mengemukakan pendapat.

7) Pendidikan budi pekerti, misalnya: saling kerja sama dan menghormati

teman yang sedang berbicara

b. Kelemahan:

1) Karena sudah terbiasa diberi informasi terlebih dahulu maka siswa

masih kesulitan dalam menemukan sendiri jawabannya,

2) Membutuhkan waktu yang lama terutama bagi siswa yang lemah.

3) Siswa yang pandai kadang-kadang tidak sabar untuk menanti

temannya yang belum selesai.

4) Membutuhkan alat peraga yang sesuai dengan situasi pembelajaran

saat itu.

2.1.6 Pembelajaran Konvensinal

Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang harus dilakukan

oleh guru seperti metode ceramah, tanya jawab dan latihan soal (Kamus Besar

Bahasa Indonesia, 2002:92). Menurut Sagala (2007:187) pembelajaran

konvensional adalah pembelajaran klasikal atau yang disebut juga pembelajaran

tradisional. Pembelajaran klasikal adalah kegiatan penyampaian pelajaran kepada

sejumlah siswa, yang biasanya dilakukan oleh pengajar dengan berceramah di

kelas. Pembelajaran klasikal memandang siswa sebagai objek belajar yang hanya

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/819/3/T1_292008055_BAB II.pdf · efektifitas belajar adalah tingkat pencapaian tujuan belajar

17

duduk dan pasif mendengarkan penjelasan guru. Menurut Slameto (2003:65) guru

yang mengajar dengan metode ceramah saja menyebabkan siswa menjadi bosan

dan pasif. Suherman (2003:257) juga menjelaskan bahwa dalam pembelajaran

klasikal guru sangat mendominasi dalam menentukan semua kegiatan

pembelajaran. Pembelajaran klasikal tidak dapat melayani kebutuhan belajar

siswa secara individu.

Ujang Sukardi dalam Jurnal Ilmiah Pendidikan ke-SD-an Scholaria

Volume 1 Nomor 1, (2011:215) mendeskripsikan bahwa pendekatan konvensional

ditandai dengan guru mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep

bukan kompetensi, tujuannya adalah siswa mengetahui sesuatu bukan mampu

untuk melakukan sesuatu, dan pada saat proses pembelajaran siswa lebih banyak

mendengarkan. Selanjutnya Iwayan Sukra juga mengungkapkan bahwa metode

pembelajaran konvensional merupakan metode pembelajaran yang berpusat pada

guru dimana hampir seluruh kegiatan pembelajaran dikendalikan oleh guru. Jadi

guru memegang peranan utama dalam menentukan isi dan proses belajar termasuk

dalam menilai kemajuan siswa.

Menurut Syaiful Sagala (2006:187) dalam pembelajaran konvensional,

perbedaan individu kurang diperhatikan karena seorang guru hanya mengelola

kelas dan mengelola pembelajaran dari depan kelas. Pembelajaran konvensional

cenderung menempatkan siswa dalam posisi pasif. Kegiatan-kegiatan yang

bersifat menerima dan menghafal pada umunya diberikan secara klasikal dengan

ceramah. Dalam pembelajarannya siswa dituntut untuk selalu memusatkan

perhatiannya pada pelajaran, kelas harus sunyi dan siswa harus duduk di tempat

masing-masing mengikuti uraian guru. Menurut Djamarah dalam Jurnal Ilmiah

Pendidikan ke-SD-an Scholaria Volume 1 Nomor 1, (2011:216-220)

pembelajaran konvensional ditandai dengan ceramah, pemberian tugas dan

latihan.

a. Metode Ceramah

Ceramah adalah sebuah bentuk interaksi melalui penerangan dan

penuturan lisan dari guru kepada peserta didik. Dalam pelaksanaan

ceramah untuk menjelaskan uraiannya, guru dapat menggunakan alat-alat

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/819/3/T1_292008055_BAB II.pdf · efektifitas belajar adalah tingkat pencapaian tujuan belajar

18

bantu seperti gambar atau audio visual lainnnya. Ceramah juga sebagai

kegiatan memberikan informasi dengan kata-kata yang mengaburkan dan

kadang-kadang ditafsirkan salah (Sagala,2009:201). Metode ceramah yaitu

metode yang boleh dikatakan sebagai metode tradisional, karena sejak

dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara

guru dengan anak didik dalam proses belajar mengajar. Penyampaian

materi pembelajaran secara lisan sangat berbeda dengan penyampaian

secara tertulis, karena dalam metode inii siswa sangat tergantung pada cara

guru mengajar. Kecepatan serta volume bicara atau suara yang diucapkan

guru. Oleh karena itu menyampaikan materi pelajaran dengan

menggunakan metode ceramah harus dengan prosedur.

Menurut Jusuf Djajadisastra dalam Azizah (2006: 21), prosedur

penggunaan metode ceramah antara lain:

1) Merumuskan tujuan khusus pengajaran yang akan dipelajari siswa.

Dengan tujuan tersebut dapat ditetapkan apakah metode ceramah

benar-benar merukan metode yang tepat.

2) Menyusun bahan ceramah secara sistematis

3) Mengidentifikasi istilah-istilah yang sukar dan perlu diberi

penjelasan dalam ceramah

4) Melaksanakan ceramah dengan memperhatikan:

a) Sajikan kerangka materi dan pokok-pokok yang akan diuraikan

dalam ceramah

b) Uraian pokok-pokok tersebut dengan jelas dan usahakan istilah

yang sukar dijelaskan secara khusus

c) Upayakan bahan pengait atau advance organizer agar penyajian

lebih bermakna

d) Dapat dilakukan dengan pendekatan induktif ataupun deduktif

e) Gunakan multi metode dan multi media

5) Menyimpulkan pokok-pokok isi materi yang diceramahkan dikaitkan

dengan tujuan pembelajaran

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/819/3/T1_292008055_BAB II.pdf · efektifitas belajar adalah tingkat pencapaian tujuan belajar

19

b. Metode Penugasan

Metode penugasan adalah metode penyajian bahan dimana guru

memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. (Bahri

Djamarah dan Aswan Zain, dalam Azizah (2006:22). Ada langkah-langkah

yang harus diikuti dalam penggunaan metode penugasan, yaitu:

1. Fase pemberian tugas

Tugas yang diberikan kepada siswa hendaknya mempertimbangkan:

a) Tujuan yang dicapai

b) Jenis tugas yang jelas dan tepat sehingga anak mengerti apa yang

ditugaskan tersebut

c) Sesuai dengan kemampuan siswa

d) Ada petunjuk/ sumber yang dapat membantu pekerjaan siswa

e) Sediakan waktu yang cukup untuk mengerjakan tugas tersebut

2. Langkah pelaksanaan tugas

a) Guru memberikan bimbingan / pengawasan

b) Guru memberikan dorongan sehingga anak mau bekerja

c) Guru mengarahkan agar tugas tersebut dekerjakan oleh siswa

sendiri, tidak menyuruh orang lain

d) Guru menganjurkan agar siswa mencatat hasil-hasil yang ia

peroleh dengan baik dan sistematis

3. Fase mempertanggungjawabkan tugas

a) Laporan siswa baik lisan/ tertulis dari apa yang telah

dikerjakannya

b) Ada tanya jawab/ diskusi kelas

c) Penilaian hasil pekerjaan siswa baik dengan tes mapupun nontes

atau cara lain

c. Metode Latihan

Menurut Bahri Djamarah dan Aswar Zain dalam Azizah (2006:24)

metode latihan adalah suatu cara menajar tang baik untuk menanmakan

kebiasaan-kebiasaan tertentu.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/819/3/T1_292008055_BAB II.pdf · efektifitas belajar adalah tingkat pencapaian tujuan belajar

20

Langkah-langkah memberikan latihan menurut Russefendi dalam

Jurnal Ilmiah Pendidikan ke-SD-an Scholaria Volume 1 Nomor 1

(2011:218-219):

a. Guru menjelaskan materi yang berkaitan dengan latihan yang akan

diberikan.

b. Guru memberikan contoh latihan dan cara menyelesaikannya

c. Guru menyuruh siswa melakukan latihan

d. Guru menganalisis hasil latihan siswa

Karakteristik model pembelajaran konvensional dalam penerapannya di

kelas, antara lain: (1) Siswa adalah penerima informasi, (2) Siswa cenderung

bekerja secara individual, (3) Pembelajaran cenderung abstrak dan teoritis, (4)

Perilaku dibangun atas kebiasaan, (5) Keterampilan dikembangkan atas dasar

latihan, (6) Siswa tidak melakukan yang jelek karena dia takut hukuman, (7)

Bahasa diajarkan dengan pendekatan stuktural.

Pembelajaran konvensional dipandang efektif terutama untuk: (1) Berbagi

informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain, (2) Menyampaikan

informasi dengan cepat, (3) Membangkitkan minat akan informasi, (4) Mengajari

siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan.

Menurut Suryosubroto dalam Taniredja (2011:48) kebaikan metode

ceramah antara lain (a) guru dapat menguasai seluruh arah kelas; (b) organisasi

kelas sederhana. Sedangkan kelemahan metode ceramah antara lain (a) guru sukar

mengetahui sampai dimana murid-murid telah mengerti pembicaraannya; (b)

murid sering kali memberi pengertian lain dari hal yang dimaksudkaan guru.

Selanjutnya menurut Rahardja (2002:53-54) kelebihan dan kelemahan

metode ceramah antara lain;

Kelebihan metode ceramah:

1. Tepat untuk menyampaikan pengantar atau informasi baru

2. Gunakan bila anak sudah mendapatkan motivasi

3. Tepat bagi guru yang bias berbicara secara jelas dan baik

4. Lebih tepat bagi orang-orang dewasa, karea dapat berkonsentrasi relative

agak lama

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/819/3/T1_292008055_BAB II.pdf · efektifitas belajar adalah tingkat pencapaian tujuan belajar

21

5. Tepat untuk kelas besar dan untuk menekankan hal-hal penting yang telah

dipelajari

6. Dapat untuk menghabiskan bahan pelajaran yang banyak dalam waktu

yang singkat

7. Tidak terlalu menuntut menggunakan banyak alat/ media peraga

8. Untuk menjelaskan bahan pelajaran yang penting dan tidak terdapat dalam

buku teks

9. Untuk bahan pelajaran yang dirasa sukar walaupun terdapat dalam buku

teks, tetapi guru perlu menjelaskan

10. Untuk membangkitkan minat, hasrat siswa

Sedangkan kelemahan metode ceramah antara lain;

1. Hanya menghasilkan ingatan jangka pendek pada siswa

2. Kurang tepat bagi anak kecil, karena belum bisa berkonsentrasi dalam

waktu yang lama dan sulit menangkap penjelasan guru yang terlau banyak

mengeluarkan kalimat-kalimat

3. Kegiatan lebih berpusat pada guru sehingga anak pasif

4. Dapat melemahkan perhatian siswa, membosankan siswa bila ceramahnya

terlalu lamakarena setelah 20 menit pertama perhatian siswa menurun dan

bicara guru tidak menarik

5. Kurang tepat/sejalan dengan prinsip pembelajaran aktif dan menimbulkan

sekolah duduk

6. Merugikan siswa yang tidak peka mendengarkan dari tidak dapat mencatat

secara cepat/merusak tulisan

7. Tidak dapat untuk pengajaran aspek ketrampilan (psikomotorik)

2.1.7 Hasil Belajar

Menurut Dimyati dan Mudjiono (1999:250) hasil belajar merupakan hal

yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi

siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila

dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut

terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sedangkan

dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/819/3/T1_292008055_BAB II.pdf · efektifitas belajar adalah tingkat pencapaian tujuan belajar

22

Menurut Hamalik (2006:30) hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan

terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu

menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Menurut Sudjana

(2004:22) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa

setelah menerima pengalaman belajarnya. Sedangkan menurut Horwart Kingsley

dalam Sudjana (2004:2) membagi tiga macam hasil belajar mengajar : (1).

Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan pengarahan, (3). Sikap dan

cita-cita.

Menurut Sardiman A.M (2001:54), hasil belajar adalah penguasaan

pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran yang

biasanya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan guru. Jadi

yang dimaksud hasil belajar di sini adalah nilai tes matematika yang diberikan

guru sebagai hasil penguasaan pengetahuan dan keterampilan peserta didik.

Menurut Slameto (2003:54) Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil

belajar dapat dibedakan menjadi 2 golongan yaitu:

1. Faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang disebut faktor individu

(Intern), yang meliputi : (1). Faktor biologis, meliputi: kesehatan, gizi,

pendengaran, dan penglihatan. Jika salah satu dari faktor biologis terganggu

akan mempengaruhi hasil prestasi belajar, (2). Faktor Psikologis, meliputi:

intelegensi, minat dan motivasi serta perhatian ingatan berfikir, (3). Faktor

kelelahan, meliputi: kelelahan jasmani dan rohani. Kelelahan jasmani

nampak dengan adanya lemah tubuh, lapar dan haus serta mengantuk.

Sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan

kebosanan sehingga minat dan dorongan untuk mengahsilkan sesuatu akan

hilang.

2. Faktor yang ada pada luar individu yang di sebut dengan faktor Ekstern, yang

meliputi: (1). Faktor keluarga. Keluarga adalah lembaga pendidikan yang

pertama dan terutama. Merupakan lembaga pendidikan dalam ukuran kecil

tetapi bersifat menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar. (2). Faktor

Sekolah, meliputi : metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan

siswa, siswa dengan siswa dan berdisiplin di sekolah. (3). Faktor Masyarakat,

meliputi : bentuk kehidupan masyarakat sekitar dapat mempengaruhi prsetasi

belajar siswa. Jika lingkungan siswa adalah lingkungan terpelajar maka siswa

akan terpengaruh dan mendorong untuk lebih giat belajar.

Berdasarkan kajian tentang berbagai pendapat mengenai hasil belajar yang

dikemukakan oleh para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

adalah hasil yang telah dicapai siswa dari keberhasilan belajar yang menghasilkan

perubahan, pengetahuan, pemahaman, sikap, nilai dan keterampilan yang dicapai

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/819/3/T1_292008055_BAB II.pdf · efektifitas belajar adalah tingkat pencapaian tujuan belajar

23

siswa dalam mata pelajaran tertentu setelah siswa mengalami proses belajar untuk

mencapai tujuan pembelajaran yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh

dari hasil tes dalam satu satuan waktu, berupa semester atau tahun pelajaran.

2.1.8 Matematika dan Pembelajaran Matematika

2.1.8.1 Pengertian Matematika

Istilah Matematika berasal dari bahasa Yunani, mathein atau manthenien

yang artinya mempelajari. Kata matematika diduga erat hubungannya dengan kata

Sangsekerta, medha atau widya yang artinya kepandaian, ketahuan atau

intelegensia dikemukakan oleh Subariah (2006:1). Menurut Ruseffendi (1993),

matematika adalah terjemahan dari Mathematics. Namun definisi yang tepat tidak

dapat diterapkan secara pasti karena cabang-cabang matematika sangat banyak.

Menurut Ruseffendi (1993:27-28), matematika itu terorganisasikan dari unsur-

unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma dan dalil-dalil

yang dibuktikan kebenarannya, sehingga matematika disebut ilmu deduktif.

Ruseffendi juga mengutip beberapa definisi matematika menurut pendapat

beberapa ahli, yaitu:

1. Menurut James dan James, matematika adalah ilmu tentang logika

mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang saling

berhubungan satu sama lainnya dengan jumlah yang banyaknya terbagi

ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri.

2. Menurut Johnson dan Rising, matematika merupakan pola pikir, pola

mengorganisasikan pembuktian logic, pengetahuan struktur yang

terorganisir memuat: sifat-sifat, teori-teori dibuat secara deduktif

berdasarkan unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori

yang telah dibuktikan kebenarannya (Ruseffendi, 1993:28),

3. Reys, matematika merupakan telaah tentang pola dan hubungan, suatu

jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat

(Ruseffendi ,1993:28)

4. Menurut Kline dalam Ruseffendi (1993:28) matematika bukan

pengetahuan tersendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri,

tetapi keberadaannnya karena untuk membantu manusia dalam

memahami dan menguasai permasalahan sosial.

Dari beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa matematika

merupakan ilmu pengetahuan yang memperlajari struktur yang abstrak dan pola

hubungan yang ada didalamnya. Belajar matematika pada hakikatnya adalah

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/819/3/T1_292008055_BAB II.pdf · efektifitas belajar adalah tingkat pencapaian tujuan belajar

24

belajar konsep, struktur konsep dan mencari hubungan antar konsep dan

strukturnya.

2.1.8.2 Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar (SD)

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi

informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di

bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit.

Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan

penguasaan matematika yang kuat sejak dini (BSNP, 2006).

Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (2006) mata pelajaran

matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar

untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis,

sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut

diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh,

mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang

selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Selain itu dimaksudkan pula untuk

mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan

masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol,

tabel, diagram, dan media lain. Hal senada juga disampaikan oleh Muijs &

Reynolds dalam Jurnal Ilmiah Pendidikan ke-SD-an Scholaria Volume 1 Nomor

1, (2011:128) bahwa matematika merupakan “kendaraan” utama untuk

mengembangkan kemampuan berpikir logis dan ketrampilan kognitif yang lebih

tinggi pada anak-anak.

Menurut Badan Standart Nasional Pendidikan (2006) menyatakan bahwa

tujuan pembelajaran matematika di Sekolah Dasar adalah untuk:

a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan

mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan

tepat, dalam pemecahan masalah

b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau

menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/819/3/T1_292008055_BAB II.pdf · efektifitas belajar adalah tingkat pencapaian tujuan belajar

25

c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan

solusi yang diperoleh.

d. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media

lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu

memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari

matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan tujuan di atas, pembelajaran matematika di SD diharapkan

dapat menjadi bekal bagi siswa untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.

Menurut BSNP (2006) tujuan Pendidikan Dasar adalah meletakan dasar

kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk

hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Jadi, Sekolah Dasar

merupakan dasar dari keseluruhan jenjang pendidikan selanjutnya yang sangat

penting dalam menentukan masa depan dan keberhasilan peserta didik pada

jenjang pendidikan berikutnya. Pentingnya Pendidikan di Sekolah Dasar juga

diungkapkan oleh Sayidiman Suryohadiprojo dalam Tilaar (2002:165) yaitu

bahwa Pendidikan Dasar yang menentukan hasil usaha pendidikan secara

keseluruhan. Apabila tidak ada pendidikan dasar yang bermutu, sukar diharapkan

penyelenggaraan pendidikan menengah dan perguruan tinggi dengan peserta

pendidikan yang memadai kemampuannya. Akibatnya pendidikan menengah

menjadi kurang bermutu, dan sebagai mata rantai berikutnya, pendidikan tinggi

akan kurang dapat menghasilkan pakar dalam berbagai bidang yang bermutu.

Menurut Suherman (2003) pembelajaran matematika di sekolah tidak bisa

terlepas dari sifat-sifat matematika yang abstrak dan sifat perkembangan

intelektual siswa. Karena itu perlu memperhatikan karakteristik pembelajaran

matematika di sekolah yaitu sebagai berikut:

a. Pembelajaran matematika berjenjang (bertahap)

Materi pembelajaran diajarkan secara berjenjang atau bertahap, yaitu dari hal

konkrit ke abstrak, hal yang sederhana ke kompleks, atau konsep mudah ke

konsep yang lebih sukar.

b. Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral

Setiap mempelajari konsep baru perlu memperhatikan konsep atau bahan

yang telah dipelajari sebelumnya. Bahan yang baru selalu dikaitkan dengan

bahan yang telah dipelajari. Pengulangan konsep dalam bahan ajar dengan

cara memperluas dan memperdalam adalah perlu dalam pembelajaran

matematika (Spiral melebar dan menaik).

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/819/3/T1_292008055_BAB II.pdf · efektifitas belajar adalah tingkat pencapaian tujuan belajar

26

c. Pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif

Matematika adalah deduktif, matematika tersusun secara deduktif

aksiomatik. Namun demikian harus dapat dipilihkan pendekatan yang cocok

dengan kondisi siswa. Dalam pembelajaran belum sepenuhnya menggunakan

pendekatan deduktif tapi masih campur dengan induktif.

d. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi

Kebenaran-kebenaran dalam matematika pada dasarnya merupakan

kebenaran konsistensi, tidak bertentangan antara kebenaran suatu konsep

dengan yang lainnya. Suatu pernyataan dianggap benar bila didasarkan atas

pernyataan-pernyataan yang terdahulu yang telah diterima kebenarannya.

Menurut Hudoyo (2003:63-64) pembelajaran metematika di sekolah juga

disesuaikan dengan kekhasan bahan ajar dengan mempertimbangkan tingkat

perkembangan intelektual siswa. Menurut penelitian J.Piaget, perkembangan

intelektual anak dapat dibagi dalam tiga fase yaitu :

a. Fase pra-operasional

Pada fase ini siswa mempresentasikan tindakannya melalui pikiran dan

bahasa tetapi proses berpikirnya belum didasari pada keputusan logis. Fase

ini dicapai oleh anak pada usia 2-7 tahun. Pada fase ini anak mulai mampu

menggunakan simbol-simbol dari benda-benda di sekitarnya tetapi masih

sukar melihat hubungan-hubungannya.

b. Fase operasi konkrit

Pada fase ini siswa mulai berpikir logis tetapi masih berorientasi dan terbatas

pada kenyataan yang langsung dialami oleh siswa. Fase ini dicapai pada usia

7-11 tahun atau 7-12 tahun, yaitu usia SD.

c. Fase operasi formal

Pada fase ini, siswa mulai dapat memikirkan objek yang tidak konkrit. Siswa

mampu berpikir logis dan menyelesaikan masalah dengan cara yang lebih

baik dan kompleks daripada fase sebelumnya. Fase ini dicapai setelah anak

berusia 11 atau 12 tahun.

Dari uraian di atas tahap-tahap perkembangan anak dimulai dari tahap

yang konkrit menuju tahap yang abstrak. Karena itu pembelajaran di sekolah

harus disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan anak, yaitu dimulai dari hal-

hal yang konkrit kemudian mengarah pada hal-hal yang abstrak.

Anak-anak usia SD (berumur sekitar 7-11 tahun), menurut Piaget

diklasifikasikan dalam tahap berfikir operasional konkrit. Bagi anak yang berada

pada tahap ini pengalaman diperoleh melalui perbuatan fisik (gerakan anggota

tubuh) dan sensori (koordinasi alat indera). Pada mulanya pengalaman itu bersatu

dengan dirinya, ini berarti bahwa suatu objek itu ada bila ada pada

penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia mulai berusaha untuk mencari

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/819/3/T1_292008055_BAB II.pdf · efektifitas belajar adalah tingkat pencapaian tujuan belajar

27

objek yang asalnya terlihat kemudian menghilang dari pandangannya, asal

perpindahannya terlihat. Akhir dari tahap ini ia mulai mencari objek yang hilang

bila benda tersebut tidak terlihat perpindahannya objek mulai terpisah dari dirinya

dan bersamaan dengan itu konsep objek dalam struktur kognitifnya mulai matang

dikemukakan oleh Hudoyo (2003:65). Pada fase operasi konkrit anak telah

sanggup untuk memahami banyak konsep matematika, namun mereka belum

mampu untuk menyatakan secara formal matematis apa yang mereka lakukan

walaupun mereka benar-benar mampu untuk berbuat berdasarkan aturan-aturan

itu. Jadi dalam mengajarkan konsep-konsep pokok, guru perlu

mempertimbangkan untuk membantu anak itu secara berangsur-angsur dari

berpikir konkrit ke arah berpikir secara konseptual dengan metode yang sesuai

dengan perkembangan intelektual anak yang dikemukakan Nasution (2005:8).

Siswa perlu dilibatkan secara aktif dan berinteraksi langsung dengan objek-objek

nyata yang relevan dengan kehidupannya sehari-hari sehingga siswa dapat

mengkonstruksi sendiri pengetahuannya.

Menurut Suherman (2003:57) siswa belajar matematika melalui abstraksi

dan generalisasi. Dalam abstraksi, siswa dibiasakan untuk memperoleh

pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak

dimiliki dari sekumpulan objek. Siswa dapat belajar abstraksi melalui model-

model yang berbeda. Semakin banyak model yang berbeda akan semakin

memungkinkan siswa untuk menggali sifat dan karakteristik umum dari model-

model tersebut sehingga siswa dapat membuat abstraksi. Sedangkan dalam

generalisasi, siswa dilatih untuk membuat perkiraan atau kecenderungan

berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang dikembangkan melalui contoh-

contoh dan noncontoh dari konsep yang sedang dipelajarinya.

Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran matematika bagi siswa Sekolah Dasar perlu mengacu pada beberapa

hal, yaitu:

a. Materi yang diajarkan harus sesuai dengan tahapan perkembangan anak

pada usia SD, yaitu tahap operasional konkrit dan disajikan dengan cara

yang menyenangkan bagi siswa.

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/819/3/T1_292008055_BAB II.pdf · efektifitas belajar adalah tingkat pencapaian tujuan belajar

28

b. Siswa belajar matematika dengan bertumpu pada dua hal, yaitu abstraksi dan

generalisasi. Akan tetapi karena siswa SD masih berada pada tahap

operasional konkrit maka proses abstraksi dan generaliasai harus dimulai

dari objek-objek yang konkrit bagi mereka. Hal ini bisa dilakukan melalui

model-model yang berbeda, baik yang merupakan contoh maupun

noncontoh dari konsep yang sedang dipelajari.

c. Masalah yang disajikan harus relevan dengan kehidupan sehari-hari siswa

dan ada keterkaitan dengan pelajaran yang lalu sehingga pembelajaran akan

lebih bermakna bagi siswa.

2.2 Kajian Penelitian yang relevan

Pada dasarnya suatu penelitian yang akan dibuat dapat memperhatikan

penelitian lain yang dapat dijadikan rujukan dalam mengadakan penelitian.

Adapun penelitian yang terdahulu adalah sebagai bertikut:

Hari Nugroho dalam penelitianya yang berjudul Penggunaan pendekatan

pembelajaran matematika realistik dalam meningkatkan prestasi belajar

matematika siswa kelas V di SDN 2 Tempuranduwur pada pokok bahasan bangun

datar tahun pelajaran 2008 / 2009. Dari penelitian tersebut di dapat hasil sebagai

berikut, dengan diterapkannya pendekatan pembelajaran matematika realistik

dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan bangun datar

tentang penanaman konsep luas persegi panjang, segi tiga, trapesium serta layang-

layang hal ini dapat dilihat dari peningkatan hasil belajar siswa pada pembelajaran

siklus I dan siklus II. Terjadi peningkatan prestasi belajar siswa pada

pembelajaran siklus I dari rata-rata pretes 59,26 menjadi 73,70 pada postes atau

meningkat sebesar 24,36%. Terjadinya peningkatan prestasi belajar siswa pada

pembelajaran siklus II dari rata-rata nilai pretes 58,59 meningkat menjadi 80,37

pada postes atau meningkat sebesar 36,47%. Meningkatnya Nilai rata-rata hasil

belajar siklus I dari rata-rata 73,70 menjadi 80,37 pada siklus II atau mengalami

peningkatan sebesar 9,05%.

Dari penelitian tersebut terdapat perbedaan dengan penelitian yang akan

dilakukan yaitu pada penelitian ini menekankan pada perbedaan efektivitas

penerapan pendekatan Pembelajarn Matematika Realistik dengan pembelajaran

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/819/3/T1_292008055_BAB II.pdf · efektifitas belajar adalah tingkat pencapaian tujuan belajar

29

konvensional terhadap hasil belajar matematika pada siswa kelas IV SD desa

Ketundan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang.

2.3 Kerangka berpikir

Dalam upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan, khususnya

meningkatkan hasil belajar siswa, selama ini sudah diterapkan berbagai

pendekatan pembelajaran, akan tetapi sampai saat ini belum menunjukkan hasil

yang memuaskan, sesuai dengan yang diharapkan oleh pemerintah dan

masyarakat.

Implementasi pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik akan

membantu siswa dalam proses belajar mengajar di kelas. Pendekatan ini dapat

membantu mengurangi kebosanan siswa yang selama ini belajarnya tidak

produkif dan terjebak dalam rutinitas. Penggunaan pendekatan tradisional, yaitu

ceramah, tanya jawab dan mencatat apa yang ditulis guru di papan tulis akan

membuat siswa merasa jenuh dan bosan. Sebagai akibatnya minat siswa terhadap

pembelajaran matematika menjadi berkurang dan prestasi belajarnya menjadi

rendah. Maka harus ada pilihan pendekatan pembelajaran yang berpihak dan

memberdayakan siswa, menyenangkan, dan menggembirakan.

Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik diharapkan dapat

membantu guru dalam mengkaitkan antara materi yang akan diajarkan dengan

dunia nyata siswa yang dapat mendorong siswa untuk membuat hubungan antara

pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk mencapai proses belajar yang ideal, hendaknya digunakan variasi

dalam menggunakan pendekatan pembelajaran. Melalui pendekatan Pembelajaran

Matematika Realistik diharapkan dapat memberikan cara dan suasana baru yang

menarik dalam pengajaran khususnya pada mata pelajaran matematika. Model

kerangka berpikir dapat dilihat dalam gambar sebagai berikut:

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/819/3/T1_292008055_BAB II.pdf · efektifitas belajar adalah tingkat pencapaian tujuan belajar

30

Gambar 2.1 Model Kerangka Berpikir

Uji Kesetaraan

Kelas Kontrol

SDN Sekayu Subjek Penelitian Kelas

Eksperimen

SDN

Ketundan1

Pembelajaran

konvensional Pendekatan Pembelajaran

Matematika Realistik Analisis Normalitas dan

Analisis Homogenitas

Post-test

(Tes Hasil Pembelajaran)

UJI HIPOTESIS

Uji normalitas, analisis deskriptif dan uji beda

KESIMPULAN

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/819/3/T1_292008055_BAB II.pdf · efektifitas belajar adalah tingkat pencapaian tujuan belajar

31

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, kajian teori, dan kerangka berfikir, maka

hipotesis dalam penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut;

H0 : PMR ≠ pembelajaran konvensional = y ≠ y

“Tidak ada perbedaan efektivitas pembelajaran yang signifikan antara

penerapan pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik dengan

pembelajaran konvensional pada mata pelajaran matematika siswa kelas IV

SD desa Ketundan Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang semester II

tahun pelajaran 2011/2012?

H1 : PMR = pembelajaran konvensional = y = y

“Ada perbedaan efektivitas pembelajaran yang signifikan antara penerapan

pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik dengan pembelajaran

konvensional pada mata pelajaran matematika siswa kelas IV SD desa

Ketundan Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang semester II tahun

pelajaran 2011/2012?