bab ii kajian pustaka 2.1 2.1 -...

53
13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran Tematik Integratif Pembelajaran tematik terpadu (integratif) merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga memberikan pengalaman bermakna bagi siswa (Lampiran Permendikbud Nomor 57 Tahun 2014). Pengertian pembelajaran tematik integratif dalam permendikbud ini menekankan adanya tema yang digunakan untuk mengikat mata pelajaran. Hasil integrasi dari beberapa mata pelajaran dikemas dalam satu tema sehingga memberikan pengalaman bermakna bagi siswa. Pembelajaran tematik integratif pada hakikatnya merupakan kegiatan pembelajaran dengan mengaitkan materi dari beberapa mata pelajaran menggunakan suatu tema (Hajar, 2013: 21). Pengertian tersebut menegaskan bahwa jika guru ingin mengadakan kegiatan belajar mengajar, maka guru harus merancang pebelajaran berdasarkan tema-tema tertentu dari berbagai mata pelajaran.

Upload: haduong

Post on 09-Apr-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif

a. Hakikat Pembelajaran Tematik Integratif

Pembelajaran tematik terpadu (integratif)

merupakan suatu pendekatan pembelajaran

yang menggunakan tema untuk mengaitkan

beberapa mata pelajaran sehingga memberikan

pengalaman bermakna bagi siswa (Lampiran

Permendikbud Nomor 57 Tahun 2014).

Pengertian pembelajaran tematik integratif

dalam permendikbud ini menekankan adanya

tema yang digunakan untuk mengikat mata

pelajaran. Hasil integrasi dari beberapa mata

pelajaran dikemas dalam satu tema sehingga

memberikan pengalaman bermakna bagi siswa.

Pembelajaran tematik integratif pada

hakikatnya merupakan kegiatan pembelajaran

dengan mengaitkan materi dari beberapa mata

pelajaran menggunakan suatu tema (Hajar,

2013: 21). Pengertian tersebut menegaskan

bahwa jika guru ingin mengadakan kegiatan

belajar mengajar, maka guru harus merancang

pebelajaran berdasarkan tema-tema tertentu

dari berbagai mata pelajaran.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

14

Definisi senada dikemukakan oleh

Rusman (2012: 254) bahwa pembelajaran

tematik integratif merupakan salah satu model

pembelajaran terpadu yang merupakan suatu

sistem pembelajaran yang memungkinkan

siswa baik secara individual maupun kelompok

aktif menggali dan menemukan konsep serta

prinsip-prinsip keilmuan secara holistik,

bermakna dan autentik. Holistik bermakna

bahwa pembelajaran tematik integratif akan

mampu mengembangkan tiga ranah (kognitif,

afektif dan psikomotorik) siswa secara utuh.

Bermakna berarti bahwa materi pembelajaran

tematik integratif sesuai dengan alam pikir

siswa. Autentik berarti bahwa pembelajaran

tematik integratif yang dikembangkan mampu

memberikan pengalaman nyata dan langsung

kepada siswa.

Berdasarkan pengertian pembelajaran

tematik integratif dari Permendikbud, Hajar,

dan Rusman, penulis merangkum komponen-

komponen utama pembelajaran tematik

integratif yang menjadi dasar dalam penelitian

R&D ini, yaitu, a) pembelajaran tematik

integratif merupakan suatu pendekatan

pembelajaran, b) adanya suatu tema yang

digunakan untuk mengikat berbagai muatan

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

15

mata pelajaran, c) materi pelajaran disusun

dari beberapa mata pelajaran dalam suatu

tema, d) memungkinkan siswa baik secara

individual maupun kelompok aktif menggali

pengetahuannya sendiri, dan e) pembelajaran

lebih bermakna dan autentik.

Pembelajaran tematik integratif terdiri

dari beberapa komponen yaitu tujuan, bahan

ajar, metode, media dan evaluasi (Ibrahim &

Sukmadinata, 2010: 4). Agar tercipta sistem

pembelajaran yang baik, maka seluruh

komponen tersebut harus berinteraksi

membentuk suatu kesatuan yang utuh. Secara

lebih jelas, interaksi antarkomponen

pembelajaran dapat di gambarkan pada

gambar 2.1 berikut.

Setiap komponen berinteraksi dengan

komponen yang lain sehingga terbentuk sistem

Gambar 2.1 Komponen-Komponen Pembelajaran

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

16

pembelajaran yang bermakna. Pertama,

komponen tujuan pembelajaran merupakan

sasaran yang akan dicapai dalam

pembelajaran. Umumnya tujuan pembelajaran

dipilah menjadi dua, yaitu tujuan

pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran

khusus. Tujuan pembelajaran umum sifatnya

masih umum, belum menggambarkan perilaku

spesifik yang akan dicapai. Tujuan

pembelajaran khusus sudah lebih spesifik dan

operasional. Dalam pembelajaran tematik

integratif di SD berdasarkan Kurikulum 2013,

tujuan umum mencakup tujuan kurikuler

yang dirumuskan dalam bentuk kompetensi

inti (KI) dan tujuan pembelajaran umum yang

dituangkan dalam rumusan kompetensi dasar

(KD). Tujuan khusus dirumuskan dalam

bentuk indikator pencapaian kompetensi

dasar. Tujuan umum dan tujuan khusus

dalam pembelajaran tematik integratif di SD

merupakan gabungan dari KD dan indikator

yang diturunkan dari KI tertentu dari berbagai

muatan mata pelajaran yang diintegrasikan

(Permendikbud No. 22 Tahun 2016).

Kedua, komponen bahan ajar tematik

integratif berkaitan dengan materi

pembelajaran sebagai isi pokok bahasan.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

17

Organisasi bahan ajar bertumpu pada tema

dan subtema yang dipilih berdasarkan latar

belakang dan kebutuhan pengetahuan siswa.

Materi pembelajaran ranah kognitif terdiri dari

lima komponen, yaitu fakta, konsep, proses,

prosedur, dan prinsip (Clark & Mayer, 2008:

15). Di samping ranah kognitif, terdapat materi

yang berisi nilai-nilai dan keterampilan. Materi

tematik integratif merupakan materi

interdisipliner, karena kajiannya ditinjau dari

berbagai disiplin ilmu. Dalam kurikulum SD

tahun 2013, materi pembelajaran tematik

integratif diorganisasikan berdasarkan tema

dan sub tema tertentu sebagai pengikat

pembelajaran, serta disesuaikan dengan ranah

KI-nya. KI-1 berisi nilai-nilai dan sikap

spiritual, KI-2 nilai-nilai dan sikap sosial, KI-3

pengetahuan dan KI-4 keterampilan.

Pengembangan materi pada setiap

pembelajaran (kecuali PPKn dan Agama)

dikembangkan bahan ajar mencakup materi

pengetahuan dan keterampilan, sedangkan

untuk ranah nilai-nilai/sikap tidak

dirumuskan dalam bentuk bahan ajar,

melainkan merupakan dampak pengiring

pembelajaran (Permendikbud No. 21 Tahun

2016).

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

18

Ketiga, komponen strategi pembelajaran.

Terdapat beberapa istilah yang mempunyai

makna berdekatan dengan makna strategi

pembelajaran, yaitu model dan metode. Ketiga

hal tersebut mempunyai hubungan hierarkis

fungsional. Model pembelajaran merupakan

kerangka konseptual yang melukiskan

prosedur secara sistematis dalam

mengorganisasikan pengalaman belajar untuk

mencapai tujuan belajar, sementara strategi

dan metode pembelajaran merupakan bagian

dari model tersebut (Joyoatmojo, 2011: 102).

Salah satu tugas guru SD dalam merancang

pembelajaran adalah memilih strategi dan

metode pembelajaran yang sesuai model

pembelajaran yang diikuti. Pemilihan strategi

pembelajaran harus disesuaikan dengan

karakteristik siswa, tujuan pembelajaran,

karakteristik materi, dan kondisi guru.

Keempat, komponen media

pembelajaran. Media pembelajaran merupakan

segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai

alat bantu menyampaikan pesan dan informasi

materi pembelajaran dalam rangka mencapai

tujuan. Media pembelajaran yang cocok

digunakan untuk siswa SD adalah media yang

bersifat konkret, sehingga siswa lebih mudah

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

19

dalam memahami. Pemilihan dan

pengembangan media pembelajaran

semestinya disesuaikan dengan karakteristik

materi dan strategi pebelajaran yang

digunakan (Permendikbud No. 22 Tahun

2016).

Kelima, evaluasi pembelajaran. Evaluasi

pembelajaran merupakan sarana untuk

menilai kualitas pembelajaran dan internalisasi

karakter serta pembentukan kompetensi siswa.

Salah satu hal yang ditekankan dalam

penilaian pembelajaran tematik adalah

penilaian autentik. Hakikat penilaian autentik

adalah menilai peserta didik baik proses

maupun hasil dengan berbagai instrumen

penilaian yang disesuaikan dengan tuntutan

kompetensi yang ada di Standar Kompetensi

(SK) atau Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi

Dasar (KD) (Kunandar, 2013:35-36). Penilaian

autentik di SD, siswa diminta untuk

menerapkan konsep atau teori dalam keadaan

sebenarnya sesuai dengan kemampuan atau

keterampilan yang dimiliki siswa. Oleh karena

itu, guru harus memperhatikan keseimbangan

antara penilaian kompetensi sikap,

keterampilan dan pengetahuan.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

20

Model pembelajaran tematik integratif

mencakup: 1) model terpisah (fragmented),

yaitu model pembelajaran yang paling lemah

integrasinya karena dirancang dari berbagai

disiplin ilmu yang berbeda dan saling terpisah;

2) model keterkaitan/keterhubungan

(connected) model pembelajaran di mana

topik-topik dalam satu disiplin ilmu

berhubungan satu sama lain; 3) model

berbentuk sarang/kumpulan (nested), yaitu

keterampilan-keterampilan sosial, berpikir, dan

kontent (contents skill) dicapai di dalam satu

mata pelajaran (subject area); 4) dalam satu

rangkaian (sequence), yaitu model

pembelajaran terpadu dimana persamaan-

persamaan yang ada diajarkan secara

bersamaan, meskipun termasuk ke dalam

mata pelajaran yang berbeda; 5) berbentuk

jaring laba-laba (webbed) yaitu pengajaran

tematis, menggunakan suatu tema sebagai

dasar pembelajaran dalam berbagai disiplin

mata pelajaran; 6) dalam satu alur (treaded),

yaitu model keterpaduan di mana ketrampilan-

ketrampilan sosial, berpikir, berbagai jenis

kecerdasan, dan keterampilan belajar

direntangkan melalui berbagai disiplin; 7)

terpadu (integratif), yaitu proses pemaduan

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

21

konsep yang saling tumpang tindih dalam

berbagai disiplin ilmu, dicari keterampilan,

konsep, dan sikap-sikap yang sama; 8)

immersed; yaitu memadukan apa yang

dipelajari dengan cara memandang seluruh

pengajaran melalui perspektif bidang yang

disukai; dan 9) membentuk jejaring

(networked), yaitu proses pemaduan topik yang

dipelajri melalui pemilihan jejaring pakar dan

sumber daya (Robin Fogarty, 2009: 22-116).

Dari ragam model pembelajaran tematik

yang telah dipaparkan, model pembelajaran

tematik yang paling cocok diterapkan dalam

pembelajaran di SD adalah jaring laba-laba

(webbed). Model ini dimulai dari menentukan

tema, kemudian dikembangkan menjadi

subtema dengan memperhatikan keterkaitan

tema dengan mata pelajaran yang terkait.

Melalui subtema tersebut diharapkan aktivitas

siswa dapat berkembang secara mandiri

(Mawardi dan Bambang S. Sulasmono, 2011:

96).

b. Pentingnya Pembelajaran Tematik Integratif

Pembelajaran tematik integratif

merupakan pembelajaran yang

mengintegrasikan materi dari beberapa mata

pelajaran dalam satu tema. Pembelajaran

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

22

tematik integratif dikembangkan untuk

mencapai tujuan pembelajaran yang telah

ditetapkan. Adapun tujuan pembelajaran

tematik integratif adalah: 1) mudah

memusatkan perhatian pada satu tema atau

topik tertentu; 2) mempelajari pengetahuan

dan mengembangkan berbagai kompetensi

muatan pelajaran dalam tema yang sama; 3)

memiliki pemahaman terhadap materi

pelajaran lebih mendalam dan berkesan; 4)

mengembangkan kompetensi berbahasa lebih

baik dengan mengkaitkan berbagai muatan

pelajaran lain dengan pengalaman pribadi

peserta didik; 5) lebih bergairah belajar karena

mereka dapat berkomunikasi dalam situasi

nyata, seperti bercerita, bertanya, menulis

sekaligus mempelajari pelajaran yang lain; 6)

lebih merasakan manfaat dan makna belajar

karena materi yang disajikan dalam konteks

tema yang jelas; 7) guru dapat menghemat

waktu, karena mata pelajaran yang disajikan

secara terpadu dapat dipersiapkan sekaligus

dan diberikan dalam 2 atau 3 pertemuan

bahkan lebih dan atau pengayaan; dan 8) budi

pekerti dan moral peserta didik dapat

ditumbuhkembangkan dengan mengangkat

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

23

sejumlah nilai budi pekerti sesuai dengan

situasi dan kondisi (Kemendikbud, 2014: 16).

Secara garis besar, berdasar pada

Kemendikbud (2014: 16) pembelajaran tematik

integratif bertujuan untuk menjadikan

pembelajaran lebih berkesan dan bermakna,

sehingga memudahkan peserta didik dalam

mempelajari pengetahuan dan

mengembangkan berbagai kompetensi dari

beberapa muatan pelajaran.

c. Proses Pembelajaran Tematik Integratif

Proses pembelajaran tematik integratif

sepenuhnya diarahkan pada pengembangan

tiga ranah yakni: ranah kognitif, affektif dan

psikomotor. Ketiga ranah tersebut

dikembangkan secara utuh/holistik, artinya

pengembangan ranah yang satu tidak bisa

dipisahkan dengan ranah lainnya. Dengan

demikian proses pembelajaran secara utuh

melahirkan kualitas pribadi yang memiliki

sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Sikap

diperoleh melalui aktivitas “menerima,

menjalankan, menghargai, menghayati, dan

mengamalkan”. Pengetahuan diperoleh melalui

aktivitas “mengingat, memahami, menerapkan,

menganalisis, mengevaluasi, mencipta”.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

24

Keterampilan diperoleh melalui aktivitas

“mengamati, menanya, mencoba, menalar,

menyaji, dan mencipta” (Permendikbud nomor

22 tahun 2016).

Pembelajaran tematik integratif

dilakukan dengan pendekatan ilmiah

(scientific). Pendekatan scientific bertujuan

untuk memberikan pemahaman kepada

peserta didik dalam mengenal, memahami

berbagai materi dengan menggunakan

informasi yang berasal dari mana saja, kapan

saja, tidak hanya bergantung pada informasi

searah dari guru. Adapun langkah-langkah

pendekatan scientific meliputi: 1) mengamati,

yaitu peserta didik melakukan observasi

melalui membaca, mendengarkan, menyimak,

melihat untuk menemukan fakta pada objek

yang diamati; 2) menanya, peserta didik

mengajukan pertanyaan tentang informasi

yang tidak dipahami dari apa yang diamati

atau pertanyaan untuk mendapat informasi

tambahan tentang apa yang diamati; 3)

menalar, yaitu proses berfikir yang logis dan

sistematis atas fakta-fakta empiris yang

diobservasi; 4) mencoba, yaitu peserta didik

melakukan percobaan; 5) mengolah, yaitu

peserta didik mengolah informasi yang

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

25

diperoleh dari percobaan secara kolaboratif; 6)

menyimpulkan, yaitu peserta didik

menyimpulkan hasil kegiatan mengolah

informasi bersama kelompok; 7) menyajikan

dan mengkomunikasikan, yaitu peserta didik

menyajikan dan mengkomunikasikan hasil

pekerjaan yang telah disusun (Kemendikbud,

2013: 200-209).

2.1.2 Kompetensi Pedagogik Guru SD

a. Definisi Kompetensi Pedagogik Guru SD

Guru merupakan tenaga profesional

yang dituntut memiliki berbagai kompetensi

yang menunjang pelaksanaan tugasnya

sebagai pendidik. Kompetensi guru tersebut

menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi

tercapainya tujuan pembelajaran. Tanpa

adanya kompetensi yang melekat pada guru,

tujuan pembelajaran tidak akan tercapai.

Dengan adanya kompetensi guru maka

pembelajaran akan direncanakan dengan baik,

dilaksanakan sesuai rancangan dan dievaluasi

untuk perbaikan. Sehingga, akan membantu

siswa memperoleh makna dalam pembelajaran.

Syah (2000: 229) mendefinisikan

kompetensi adalah kemampuan, kecakapan,

keadaan berwenang, atau memenuhi syarat

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

26

menurut ketentuan hukum. Lebih lanjut, Syah

mengemukakan bahwa kompetensi guru

adalah kemampuan seorang guru dalam

melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara

bertanggung jawab dan layak.

Agak berbeda dengan pendapat Syah,

Danim (2012: 171) mendefinisikan kompetensi

adalah spesifikasi dari pengetahuan,

keterampilan, dan sikap yang dimiliki

seseorang serta penerapannya dalam

pekerjaan, sesuai dengan standar kinerja yang

dibutuhkan oleh masyarakat dan dunia kerja.

Lebih lanjut Danim menjelaskan kompetensi

guru memiliki taksonomi standar meliputi

standar isi, standar proses, dan standar

penampilan. Standar isi meliputi muatan

pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang

ditunjukkan dalam pelatihan; standar proses

mencakup kriteria kinerja dalam aktivitas

transformasi pengetahuan, keterampilan, dan

sikap yang dituntut, termasuk daya dukung

fasilitatif; standar penampilan berkenaan

dengan standar performansi, yaitu bagaimana

guru menampilkan penguasaan pengetahuan,

sikap, dan keterampilannya dalam

menjalankan fungsinya sebagai guru

profesional.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

27

Berdasar pada Undang-undang No.14

tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,

kompetensi diartikan sebagai seperangkat

pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang

harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh

guru atau dosen dalam melaksanakan tugas

profesional.

Dari berbagai pandangan mengenai

kompetensi guru, dapat disimpulkan bahwa

kompetensi guru merupakan spesifikasi dari

pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang

direfleksikan kedalam kebiasaan berperilaku

dalam menjalankan fungsinya sebagai guru.

Lebih lanjut dalam pasal 10 ayat (1)

Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang

Guru dan Dosen, kompetensi guru dipilah

menjadi empat, yaitu kompetensi pedagogik,

kompetensi kepribadian, kompetensi sosial,

dan kompetensi profesional. Sebagai guru

sekolah dasar, harus memiliki empat

kompetensi tersebut. Kompetensi pedagogik

merupakan kemampuan guru dalam

merencanakan program belajar mengajar,

kemampuan melaksanakan atau mengelola

proses belajar mengajar, dan kemampuan

melakukan penilaian. Kompetensi kepribadian

adalah kemampuan kepribadian yang mantap,

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

28

berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta

menjadi teladan peserta didik. Kompetensi

sosial merupakan kemampuan untuk

menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan

lingkungan sekitar pada waktu membawakan

tugasnya sebagai guru. Kompetensi profesional

adalah kemampuan penguasaan materi

pelajaran secara luas dan mendalam.

Kompetensi yang menjadi titik fokus pada

penelitian dan pengembangan ini adalah

kompetensi pedagogik guru.

b. Aspek-Aspek Kompetensi Pedagogik Guru

SD

Berdasarkan Standar Kualifikasi

Akademik dan Kompetensi Guru sebagaimana

tertuang dalam Lampiran Permendiknas nomor

16 tahun 2007, terdapat 10 aspek kompetensi

pedagogik guru, yaitu: 1) Menguasai

karakteristik peserta didik dari aspek fisik,

moral, sosial, kultural, emosional, dan

intelektual, 2) Menguasai teori belajar dan

prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik, 3)

Mengembangkan kurikulum yang terkait

dengan bidang pengembangan yang diampu, 4)

Menyelenggarakan kegiatan pembelajaran yang

mendidik, 5) Memanfaatkan teknologi

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

29

informasi dan komunikasi untuk kepentingan

penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang

mendidik, 6) Memfasilitasi pengembangan

potensi peserta didik untuk

mengaktualisasikan berbagai potensi yang

dimiliki, 7) Berkomunikasi secara efektif,

empatik, dan santun dengan peserta didik, 8)

Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi

proses dan hasil belajar, 9) Memanfaatkan

hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan

pembelajaran, dan 10) Melakukan tindakan

reflektif untuk peningkatan kualitas

pembelajaran.

c. Pentingnya Kompetensi Pedagogik Guru

Secara garis besar, kemampuan yang

harus dikuasai guru terkait dengan

kompetensi pedagogik adalah kemampuan

merancang dan mengembangkan

pembelajaran, melaksanakan pembelajaran

sesuai rancangan, melakukan penilaian

sekaligus melakukan refleksi terhadap proses

dan hasil pembelajaran. Sunardi, Sujadi,

Winarni & Suryanti (2017: 1) menyatakan

bahwa sebagai guru penguasaan kompetensi

pedagogik tersebut merupakan suatu

keharusan oleh karena: (1) Guru memerlukan

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

30

bekal kompetensi yang memadai karena guru

merupakan ujung tombak pembelajaran, yang

secara langsung berhadapan dengan siswa

dalam rangka agar siswa menjadi manusia

yang cerdas, terampil, dan berkarakter baik;

(2) Guru dituntut untuk memiliki

kemampuan yang diperlukan sebagai pendidik

dan pengajar. Sebagai pengajar guru dituntut

harus menguasai bahan ajar yang diajarkan

dan terampil dalam mengajarkannya; (3)

Dalam proses pembelajaran, penguasaan

model, strategi dan metode pembelajatran

dalam rangka menyampaikan materi

pembelajaran murupakan hal yang mutlak.

Tidak dikuasainya model, strategi dan metode

tersebut akan berdampak pada kegagalan guru

dalam pembelajaran; (4) Pemahaman guru

tentang karakteristik siswa, penguasaan

terhadap teori-teori belajar dan pembelajaran

sangat diperlukan dalam merancang,

melaksanakan dan menilai pembelajaran, agar

dapat mengarahkan siswa berpartisipasi

secara intelektual dalam belajar, sehingga

belajar menjadi bermakna; (5) Guru juga

harus mampu merencanakan pembelajaran,

memilih media pembelajaran yang tepat,

melaksanakan proses dan melakukan

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

31

penilaian; (6) Guru juga perlu mengerti

bagaimana seharusnya melakukan refleksi

pembelajaran sehingga guru dapat melakukan

perbaikan terhadap proses pembelajaran yang

telah dilakukan.

d. Strategi Mengembangkan Kompetensi

Pedagogik Guru

Buku 4 Pedoman Kegiatan

Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan

(Kemendiknas, 2010: 1) menyatakan bahwa

konsekuensi dari jabatan guru sebagai profesi,

diperlukan suatu sistem pembinaan dan

pengembangan terhadap profesi guru secara

terprogram dan berkelanjutan.

Pengembangan keprofesian berkelanjutan

(PKB) hakikatnya merupakan pengembangan

kompetensi guru seiring dengan

pengembangan karier guru. Salah satu unsur

PKB yang langsung berkaitan dengan

pengembangan kompetensi guru adalah

komponen pengembangan diri.

Kegiatan pengembangan diri dilakukan

melalui pendidikan dan pelatihan (diklat)

dan/atau kegiatan kolektif guru. Diklat adalah

kegiatan guru dalam mengikuti pendidikan

atau latihan yang bertujuan untuk

meningkatkan keprofesian guru yang

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

32

bersangkutan dalam kurun waktu tertentu.

Macam kegiatan dapat berupa kursus,

pelatihan, penataran, maupun berbagai bentuk

diklat yang lain. Kegiatan kolektif guru

adalah kegiatan guru dalam mengikuti

kegiatan pertemuan ilmiah atau mengikuti

kegiatan bersama yang dilakukan guru

yang bertujuan untuk meningkatkan

keprofesian guru yang bersangkutan

(Kemendiknas, 2010: 15-17).

Mengacu buku panduan PKB seperti

tersebut di atas, kegiatan perancangan

pelatihan kurikulum 2013 menggunakan

model CEM merupakan salah satu strategi

dalam mengembangkan kompetensi guru,

termasuk kompetensi pedagogik.

e. Indikator Pengukuran Kompetensi

Pedagogik Guru SD

Sebagai tenaga profesional, konsekuensi

sebagai guru profesional adalah memiliki

kompetensi, salah satunya kompetensi

pedagogik. Dari sepuluh aspek kompetensi

pedagogik guru sebagaimana dipaparkan pada

bagian 2.1.2 sub b di atas, terdapat 3 aspek

yang relevan terhadap pelatihan

pengembangan pembelajaran tematik integratif

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

33

di SD. Aspek-aspek tersebut diantaranya yaitu

1) mengembangkan kurikulum yang terkait

dengan bidang yang diampu menggunakan

berbagai pendekatan, strategi, metode, dan

teknik pembelajaran yang mendidik secara

kreatif; 2) menyelenggarakan kegiatan

pembelajaran yang mendidik; dan 3)

menyelenggarakan penilaian sekaligus evaluasi

proses dan hasil belajar (Lampiran

Permendiknas nomor 16 tahun 2007: 18).

Tuntutan kompetensi yang bersifat

umum ini tentu akan disesuaikan dengan

perkembangan dunia pendidikan di Indonesia,

termasuk menyesuaikan dengan tuntutan

kurikulum 2013 SD tematik integratif versi

2017. Dalam rangka penyesuaian tersebut,

sudah semestinya standar kompetensi

pelatihan pengembangan pembelajaran tematik

integratif mencakup: 1) menguasai secara luas

dan mendalam hakikat pembelajaran tematik

integratif yang mendukung pembelajaran

tematik integratif di SD; 2) mampu

mengembangkan pembelajaran tematik

integratif sesuai lingkungan sekolah.

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

34

Standar kompetensi tersebut kemudian

dijabarkan menjadi kompetensi dasar dan

indikator berikut:

1) memahami karakteristik model-model desain

pembelajaran tematik integratif di SD,

mencakup indikator: a) menentukan

karakteristik model-model desain pembelajaran

tematik integratif; b) menentukan kelebihan

dan kelemahan model-model desain

pembelajaran tematik integratif di SD; dan c)

memilih model desain pembelajaran tematik

integratif yang cocok diterapkan di SD.

2) Merancang jaring tema berbasis lingkungan

untuk pembelajaran tematik integratif di SD,

mencakup indikator: menyusun jaring tema

berbasis lingkungan untuk pembelajaran

tematik integratif di SD.

3) Memahami hubungan antara SKL, KI, KD, dan

Silabus, dengan indikator: a) menyebutkan

butir-butir SKL, KI, KD, dan Silabus; dan b)

memerinci butir-butir SKL, KI, KD, dan

Silabus.

4) Menganalisis SKL, KI, KD, dan Silabus serta

membuat indikator, dengan indikator

mentabulasikan SKL, KI, KD dalam Silabus.

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

35

5) Memahami karakteristik pembelajaran dengan

pendekatan Saintifik, Problem Based Learning,

Project Based Learning, dan Discovery Learning,

dengan indikator: a) menjelaskan pengertian

pembelajaran dengan pendekatan Saintifik,

Problem Based Learning, Project Based

Learning, dan Discovery Learning; b)

membedakan karakteristik pembelajaran

dengan pendekatan Saintifik, Problem Based

Learning, Project Based Learning, dan Discovery

Learning; dan c) memilih model pembelajaran

tematik sesuai dengan materi pembelajaran.

6) Menyusun skenario pembelajaran tematik

integratif, dengan indikator merancang

skenario pembelajaran sesuai model

pembelajaran yang dipilih.

7) Menentukan teknik penilaian sikap,

pengetahuan, dan keterampilan, dengan

indikator: a) menentukan kompetensi dasar

pengetahuan dan keterampilan pada masing-

masing semester; dan b) menentukan teknik

penilaian sikap, pengetahuan, dan

keterampilan.

8) Menyusun instrumen penilaian sikap,

pengetahuan, dan keterampilan dengan

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

36

indikator menyusun instrumen penilaian

sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

9) Memahami prinsip penyusunan RPP, dengan

indikator menelaah prinsip penyusunan RPP.

10) Merancang RPP berdasarkan kurikulum 2013

dengan indikator menyusun RPP kelas 4 SD

untuk 1 (satu) kali pembelajaran dilengkapi

dengan materi pembelajaran.

2.1.3 Model Pelatihan Critical Event Model (CEM)

a. Model-model Pelatihan

Seorang manajer di suatu organisasi

sekolah terikat pada fungsi menajerialnya

(planning, organizing, actuating, controlling)

termasuk dalam mengelola sumber daya

manusianya. Pengelolaan sumber daya

manusia (guru) yang relevan dalam rangka

menyambut pemberlakuan kurikulum 2013

adalah dalam bentuk pelatihan-pelatihan.

Pelatihan merupakan salah satu fungsi

manajemen yang perlu dilaksanakan secara

terus menerus dalam rangka pembinaan

ketenagaan suatu organisasi. Program

pelatihan tidak hanya penting bagi individu,

tetapi juga lembaga atau organisasi dan

hubungan manusiawi dalam kelompok kerja.

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

37

Pelatihan merupakan upaya investasi sumber

daya manusia dalam sebuah lembaga.

Pelatihan sebagai proses mengajarkan

pengetahuan, keterampilan dan sikap tertentu

agar pegawai semakin terampil dan mampu

melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik

(Mangkuprawira, 2004: 15). Pelatihan adalah

aktivitas-aktivitas yang dirancang untuk

memberi para pembelajar pengetahuan dan

keterampilan yang dibutuhkan untuk

pekerjaan mereka saat ini (Mondy, 2008: 256).

Pelatihan adalah modifikasi perilaku sistematis

melalui pembelajaran, yang terjadi sebagai

hasil dari pendidikan, pengembangan

pembelajaran, dan pengalaman yang

direncanakan (Armstrong, 2009: 67). Pelatihan

merupakan upaya yang direncanakan oleh

suatu lembaga pendidikan untuk

mempermudah pembelajaran tentang

kompetensi-kompetensi yang berkaitan dengan

pekerjaan, yang meliputi pengetahuan,

keterampilan, sikap dan perilaku (Noe, 2014:

351).

Mengacu pendapat Noe (2014: 351),

pelatihan guru adalah upaya yang

direncanakan untuk meningkatkan

penguasaan kompetensi guru yaitu

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

38

penguasaan pengetahuan, keterampilan dan

sikap dalam melaksanakan tugas

profesionalnya.

Tujuan pelatihan bagi karyawan secara

garis besar ada 2 (dua) yaitu untuk menutup

gap antara kecakapan atau kemampuan

karyawan dengan permintaan jabatan; (2)

program-program tersebut diharapkan dapat

meningkatkan efesiensi dan efektivitas kerja

karyawan dalam mencapai sasaran-sasaran

kerja yang telah ditetapkan (Handoko, 2008:

103).

Pelatihan bagi guru bertujuan agar guru:

(1) mampu memperbaiki kinerjanya. Guru yang

memiliki kinerja kurang atau tidak

memuaskan dapat disebabkan kurangnya

pengetahuan, keterampilan dan sikap terhadap

bidang pekerjaannya; (2) dapat

memuthakhirkan keahliannya sejalan dengan

kemajuan teknologi dan dapat menerapkannya

dalam dalam pekerjaan sehari-hari; (3)

membekali guru baru agar kompeten dalam

pekerjaan, karena seringkali guru baru tidak

menguasai keahlian dan kemampuan yang

dibutuhkan dalam menjalankan tugas-

tugasnya; (4) membantu memecahkan masalah

yang dihadapi guru dalam menjalankan

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

39

tugasnya, sehingga program pelatihan

hendaknya dilandasi pada kebutuhan guru; (5)

mengembangkan karier guru.

Terdapat berbagai model pelatihan yang

dapat digunakan dalam mengembangkan

sumber daya guru SD, tentu saja model-model

tersebut disesuaikan dengan pendekatan,

strategi serta materi latihan. Kamil (2003: 11-

14) merangkum berbagai model pelatihan,

diantaranya adalah model latihan keterampilan

kerja (Skill training for the job) yang

dikembangkan oleh Louis Genci pada tahun

1966; model Training Design and Evaluation

Model yang dirancang oleh Craig tahun 1976;

dan Model Tujuh Langkah (The Seven-step

Model) yang dikemukakan oleh Parker pada

tahun 1976.

Di samping model-model tersebut,

terdapat model pelatihan yang menekankan

pada peristiwa-peristiwa penting yang harus

dirancang oleh desainer pelatihan. Model

tersebut adalah Critical Event Model (CEM) yang

dikembangkan oleh Nadler (2011).

b. Model Pelatihan Critical Event Model (CEM)

The Critical Events model (CEM)

merupakan model pelatihan terbuka yang

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

40

setiap eventnya selalu dievaluasi. Pada model

ini tidak semua variabel bisa diidentifikasi atau

ditetapkan pada saat dilakukan perancangan

program pelatihannya, namun pada setiap

langkahnya selalu di evaluasi dan sebagai

follow up. Pada dasarnya CEM berguna untuk

program pelatihan yang berkaitan dengan

pekerjaan yang dimiliki individu. Tujuan model

ini adalah menggambarkan apa yang mungkin

terjadi, namun tidak dapat memprediksi

produk akhir yang tepat. Nadler juga

mengungkapkan keberhasilan CEM yang

dibuktikan oleh siswa dan kliennya dengan

menyelaraskan sebagai sebuah model. It is one

with which I have had success that my student

have found useful and that my client have been

able to relate to so offer it as one model (Nadler,

1988: 11).

Model yang dikembangkan Nedler ini

dimulai dari: 1) menentukan kebutuhan

organisasi, 2) menspesifikasikan kinerja

peserta pelatihan, 3) mengidentifikasi

kebutuhan peserta pelatihan, 4) merumuskan

tujuan pelatihan, 5) memilih kurikulum

pelatihan, 6) memilih strategi pelatihan, 7)

mendapatkan sumber belajar, dan 8)

melaksanakan pelatihan, dan selanjutnya

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

41

kembali lagi ke menentukan kebutuhan.

Perputaran ini bertujuan untuk melihat

keunggulan dan kelemahan dari pelatihan

yang telah dilaksanakan, apakah masih perlu

diadakan perbaikan atau memang sudah

sesuai dengan tujuan yang diinginkan oleh

organisasi. Siklus pelatihan pada CEM dapat

digambarkan seperti pada gambar 2.2.

The Critical Events Model

Gambar 2.2. The Critical Event Model (Nadler & Nadler,

1988: 12; 2011: 15)

Identify the Needs of

the Organization

Specify Job

Performance Conduct

Training

Identify

Learner

Needs

Obtain Instructional

Resources

Select Instructional

Strategies Determine

Objectives

Build

Curriculum

Eva

lua

tio

m a

nd

Fee

db

ack

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

42

Secara lebih rinci, setiap langkah pada

gambar 2.2 dapat dijabarkan sebagai berikut.

Pertama, Identify the needs of the organization

yaitu menentukan masalah/kebutuhan

mendasar. Tahap ini merupakan pijakan awal

dari langkah selanjutnya. Teknik pengumpulan

data yang digunakan untuk menjembatani

kesenjangan antara kenyataan dan harapan

adalah front-end analysis. Menurut Firdousi

(2011: 113), sebelum melakukan pelatihan,

diwajibkan untuk mengidentifikasi kebutuhan

pelatihan dalam organisasi agar tercapai

tujuan yang diinginkan.

Identifikasi kebutuhan merupakan

komponen kritis dan sangat penting dalam

keseluruhan proses pelatihan bahwa

menganalisis kebutuhan pelatihan organisasi

merupakan langkah pertama yang harus

dilakukan dalam mendesain program pelatihan

(Dick, Carey & Carey, 2009: 23; Hariandja dan

Hardiwat, 2007: 174). Hasil penelitian Kanada

(2015: 158), bahwa pelatihan In-House Training

secara konsisten dan berkesinambungan dapat

terjamin secara kuantitas, tetapi disisi lain

dibutuhkan pelatihan yang terjamin secara

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

43

kualitas. Untuk menjamin kualitas pelatihan,

dibutuhkan analisis kebutuhan pelatihan

organisasi, jabatan, dan individu pegawai.

Kedua, Specify Job Performance, yaitu

menspesifikasikan kinerja. Pada tahap ini

diperoleh data tentang spesifikasi kinerja para

peserta pelatihan. Teknik pengumpulan data

dapat menggunakan kuesioner, wawancara,

rapat, observasi, dan lain sebagainya.

Kinerja guru dispesifikasikan dalam

bentuk Standar Kompetensi (SK) dan

Kompetensi Dasar (KD) pelatihan yang

dikembangkan dari Permendiknas nomor 16

tahun 2007. Pemetaan kompetensi ini senada

dengan pandangan Hakim (2009: 243),

kompetensi pedagogik merupakan suatu

performansi (kemampuan) seseorang dalam

bidang ilmu pendidikan. Untuk menjadi guru

yang profesional harus memiliki pengetahuan

dan pemahaman serta kemampuan dan

keterampilan pada bidang profesi

kependidikan. Kompetensi pedagogik atau

akademik ini merujuk kepada kemampuan

guru untuk mengelola proses belajar,

mengajar, termasuk di dalamnya perencanaan

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

44

dan pelaksanaan, evaluasi hasil belajar dan

pengembangan siswa sebagai individu-

individu.

Menurut Atwi Suparman (2012: 68)

hakikat kompetensi dalam pelatihan berbasis

kompetensi sebenarnya adalah tujuan umum

yang hendak dicapai oleh sebuah pelatihan.

Ketiga, Identify Learner Needs, yaitu

mengidentifikasi kebutuhan peserta pelatihan.

Tujuan utama dari event ini adalah

mengidentifikasi kebutuhan peserta pelatihan.

Jika pada event sebelumnya berfokus pada

kinerja peserta pelatihan, maka pada event ini

berfokus pada orang yang melakukan kinerja

tersebut. Teknik identifikasi kebutuhan guru

menggunakan front-end analysis. Menurut

Nedler (1988: 19) untuk mengetahui

kebutuhan yang muncul dapat dilihat dari

kesenjangan antara kondisi yang diharapkan

dengan kondisi faktualnya. Sejalan dengan

pandangan tersebut, Mawardi (2014: 34)

menguraikan langkah-langkah untuk

mengidentifikasi defisit kompetensi pedagogik

dan profesional sebagai kebutuhan pelatihan

dengan analisis awal-akhir (front-end analysis).

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

45

Proses front-end analysis terdiri dari: analisis

kinerja (performance analysis), analisis

kebutuhan (need assessment), dan analisis

pekerjaan (job analysis) untuk program

pelatihan tertentu. Pengumpulan data pada

event ini dapat dilakukan dengan cara rapat,

wawancara, observasi, kuesioner, dan tes.

Keempat, Determine Objectives, yaitu

merumuskan tujuan pelatihan. Pada tahap ini

desainer mengidentifikasi elemen-elemen yang

harus dipertimbangkan dalam merumuskan

tujuan program pelatihan dan pengalaman

yang akan didapat oleh peserta pelatihan.

Soetarno Joyoatmojo (2011: 80-81)

menyatakan bahwa indikator pelatihan

sebenarnya merupakan tujuan

pembelajaran/pelatihan khusus yang

dikembangkan dari tujuan umum pelatihan

(SK dan KD). Tujuan pelatihan khusus

merupakan deskripsi pengetahuan,

keterampilan dan sikap yang akan dicapai oleh

perserta pelatihan, sekaligus sebagai acuan

dalam memilih materi, strategi dan instrumen

penilaian. Tujuan pelatihan khusus yang

dinyatakan dengan jelas akan menjadi

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

46

pedoman bagi peserta pelatihan untuk

menguasai kompetensi pelatihan.

Senada dengan Soetarno Joyoatmojo,

perumusan tujuan pelatihan yang didasarkan

pada indikator yang telah dikembangkan dari

SK dan KD pelatihan ini, Mujiman (2011: 70),

menyatakan bahwa tujuan pelatihan mengacu

pada penguasaan terhadap kemampuan yang

ditargetkan untuk dapat dikuasai pada akhir

pelatihan.

Kelima, Build Curriculum, yaitu memilih

kurikulum pelatihan. Event ini merupakan

point utama dalam CEM, karena pada event ini

desainer menentukan apa saja yang harus

dipelajari serta urutan pembelajaran yang

akan didapat oleh peserta pelatihan. Pemilihan

materi pelatihan dapat menggunakan materi

yang telah ada asalkan sesuai dengan tujuan

pelatihan (Joyoatmojo, 2011: 86). Pendapat

senada juga disampaikan oleh Mujiman (2011:

71) bahwa pemilihan materi ini harus

disesuaikan dengan tujuan pelatihan. Lebih

lanjut, Mujiman menjelaskan bahwa dalam

menyusun materi pelatihan, perlu

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

47

didiskusikan dengan kolega untuk

mendapatkan masukan.

Keenam, Select Instructional Strategies,

yaitu memilih strategi pelatihan. Pada event ini

berisi pemilihan strategi yang berupa aktivitas

instruktur dan peserta pelatihan dalam

melakukan pelatihan. Pemilihan strategi

pembelajaran perlu disesuaikan dengan materi

pelatihan (Nadler, 2011: 164). Berbeda dengan

pandangan Nadler, Mujiman (2011: 71)

mengungkapkan bahwa strategi pembelajaran

dalam pelatihan ditentukan oleh tujuan

pembelajaran, karakteristik peserta pelatihan,

ketersediaan alat bantu pembelajaran,

preferensi, kemampuan instruktur, dan

sebagainya.

Ketujuh, Obtain Instructional Resources,

yaitu mendapatkan sumber pembelajaran.

Sumber pembelajaran yang dimaksud dalam

event ini meliputi sumber belajar fisik (ruang

pelatihan, soundsystem, ATK, dll), finansial,

dan sumber daya manusia (Supervisor,

instruktur, pengelola, dan peserta). Hal senada

juga ditegaskan oleh Mujiman (2011: 72)

bahwa sumber belajar pelatihan dapat berupa

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

48

bahan ajar baik cetak maupun elektronik, alat

bantu belajar, instruktur, dan peserta

pelatihan.

Kedelapan, Conduct Training, yaitu

melaksanakan pelatihan. Tujuan event ini

adalah untuk melakukan program pelatihan

yang telah dirancang sebelumnya. Pada tahap

ini, aktivitas perancang semakin berkurang

dan diambil alih oleh instruktur pelatihan.

Aktivitas perancang beralih menjadi pengawas

proses pelatihan meskipun kompetensi

perancang tidak sama dengan kompetensi

pengawas sesungguhnya. Hal ini tetap

dilakukan karena setidaknya perancang

mengetahui keseluruhan desain pelatihan yang

dirancang. Evaluation and Feedback wajib

dilakukan pada setiap event sebagai output

event yang sedang berlangsung dan input pada

event berikutnya (Nadler & Nadler, 1988: 12;

2011: 15).

Penelitian dan pengembangan ini

memilih model Critical Event Model (CEM),

dengan pertimbangan: 1) CEM memiliki

langkah-langkah prosedural, artinya tahapan

demi tahapan pelaksanaan pelatihan memiliki

keterkaitan logis. Output tahapan sebelumnya

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

49

menjadi input bagi tahapan berikutnya yang

berkonsekuensi menindak lanjuti tahapan

sebelumnya mengarah pada keefektifan sistem

pelatihan sistemik; 2) CEM memiliki langkah-

langkah fungsional yang saling terkait dan

saling membutuhkan; 3) CEM bersifat inovatif,

sejauh penelusuran hasil penelitian tentang

CEM dijurnal cetak maupun online baru

ditemukan satu hasil penelitian tentang

pelatihan yang menggunakan model CEM; 4)

CEM dilaksanakan sesuai dengan bekal

pengetahuan awal peserta pelatihan, pada

hakikatnya pelatihan CEM cocok untuk

meningkatkan kompetensi sumber daya

manusia yang sudah mempunyai pekerjaan.

Pelatihan CEM mempunyai dampak

terhadap kinerja sumber daya manusia. Hal ini

telah ditegaskan oleh Nadler bahwa

keampuhan pelatihan CEM telah dibuktikan

oleh siswa dan kliennya yang kemudian

diselaraskan sebagai sebuah model. It is one

with which I have had success that my student

have found useful and that my client have been

able to relate to so offer it as one model (Nadler,

1988: 11). Senada dengan pernyataan tersebut,

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

50

Mulastin (2016) melalui penelitian dan

pengembangan yang dilakukan telah

membuktikan keberhasilan pelatihan CEM

untuk meningkatkan sumber daya manusia.

c. Desain Pelatihan menggunakan CEM

Pelaksanaan suatu program tidak dapat

terlepas dari suatu rancangan atau desain.

Desain dapat diartikan sebagai peta jalan atau

kerangka kerja sebagai pedoman bagi

pelaksana program mencapai tujuan yang

ditetapkan. Tanpa adanya desain, maka

pelaksanaan suatu program tidak dapat

mencapai tujuan. Begitu pula dalam

pelaksanaan program pelatihan bagi guru

mengembangkan pembelajaran tematik

integratif, harus didesain sedemikian rupa agar

tujuan pelatihan dapat tercapai.

Desain pelatihan merupakan proses

sistematis dalam mencapai tujuan pelatihan

secara efektif dan efisien melalui

pengidentifikasian masalah, pengembangan

strategi dan bahan pelatihan, serta

pengevaluasian terhadap strategi dan bahan

pelatihan untuk menentukan hal-hal yang

Page 39: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

51

harus direvisi. Hasil akhir dari desain

pelatihan adalah satu set produk pelatihan

yang efektif dan efisien dalam mencapai tujuan

pelatihan. Proses desain pelatihan dimulai dari

mengidentifikasi masalah, mengembangkan

strategi dan bahan pelatihan, diakhiri dengan

mengevaluasi efektifitas dan efisiensi produk

(Suparman, 2012: 99). Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa desain pelatihan merupakan

blue print untuk mengembangkan bahan dan

media untuk mencapai tujuan pelatihan.

Mendesain pelatihan adalah kegiatan

merancang penyajian bahan pelatihan dalam

bentuk lesson plan yang dapat digunakan oleh

instruktur. Secara garis besar lesson plan

pelatihan harus memuat topik, masalah pokok,

tujuan, materi, alokasi waktu, metode, media,

dan instrumen evaluasi (Mudjiman, 2011: 73).

2.1.4 Hasil Penelitian Relevan

Penelitian dan pengembangan tentang

desain pelatihan CEM untuk meningkatkan

kompetensi guru mengembangkan

pembelajaran tematik integratif ini didukung

oleh beberapa hasil penelitian sebelumnya.

Penelitian tersebut berkaitan dengan penelitian

Page 40: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

52

pelatihan guru secara umum, penelitian model

CEM secara khusus, dan penelitian tentang

peningkatan kompetensi guru dalam

mengembangkan pembelajaran tematik

integratif SD.

Pertama, penelitian relevan terkait

pelatihan guru dilakukan oleh Kazu, H. &

Demiralp, D. (2016) tentang Faculty Members’

Views on the Effectiveness of Teacher Training

Programs to Upskill Life-Long Learning

Competence. Pada akhir penelitiannya

diperoleh data bahwa guru kekurangan

kompetensi life-long learning seperti rasa ingin

tahu, melek informasi, terbuka untuk belajar,

semangat meneliti bahkan guru tidak dapat

memenuhi kompetensi yang dibutuhkan oleh

bidang keahliannya. Teacher Training Programs

(TTP) yang dilakukan ternyata tidak sesuai

untuk meningkatkan kompetensi life-long

learning dan tidak memadai dalam

pengembangan personal guru pra-jabatan. Hal

ini disebabkan karena guru telah lulus dari

fakultas pendidikan sebelum mendapatkan

kompetensi life-long learning dan juga belum

dapat memenuhi kompetensi yang dibutuhkan

Page 41: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

53

oleh bidang keahliannya. Hal ini

mengindikasikan bahwa diperlukan

pengaturan kurikulum yang mendorong

pembelajaran life-long learning. Kazu &

Demiralp menyarankan pada kagiatan

pelatihan selanjutnya diharapkan program

pelatihan dilengkapi dengan proyek yang

berorientasi praktik, memungkinkan

pembelajaran berbasis reflektif dan berbasis

kompetensi. Penelitian dan pengembangan ini

berusaha menjawab temuan Kazu & Demiralp,

dengan menyelenggarakan pelatihan dilengkapi

dengan praktik dan memungkinkan

pembelajaran berbasis kompetensi yang

dibutuhkan.

Selain Kazu, Jalmo dan Rustaman (2010)

juga melakukan penelitian pengembangan

tentang Program Pelatihan Peningkatan

Kompetensi Guru IPA menemukan hasil

berikut: 1) Program Pelatihan Guru dengan

strategi Scaffolding (PPGS) merupakan program

yang efektif dalam meningkatkan kompetensi

peserta; 2) terdapat enam karakteristik PPGS;

3) kelemahan PPGS adalah tidak efisien waktu;

dan 4) keunggulan PPGS adalah student

Page 42: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

54

centered dan memotivasi peserta bekerja keras

untuk meningkatkan kompetensinya. Temuan

ini mendukung R&D yang dilakukan oleh

peneliti yaitu melakukan pelatihan untuk

meningkatkan kompetensi guru. Hasil yang

diperoleh menunjukkan bahwa program

pelatihan mampu meningkatkan kompetensi

guru. Bedanya pada temuan Jalmo dan

Rustaman menggunakan strategi Scaffolding,

sedangkan pada R&D yang dilakukan peneliti

menggunakan desain CEM.

Selanjutnya, Tuginem dan Muhyadi

(2014) meneliti tentang keefektifan pelatihan

penyusunan bahan ajar berbasis Lectora,

menunjukkan hasil bahwa melalui program

pelatihan penyusunan bahan ajar, standar

kompetensi pedagogik guru terpenuhi dalam

kategori sangat efektif (>22,75). Temuan ini

mendukung R&D yang dilakukan oleh peneliti,

bahwa melalui program pelatihan dapat

meningkatkan kompetensi pedagogik guru

secara efektif.

Yoto (2015) melakukan penelitian kajian

literatur pengembangan pendidikan melalui

pendidikan dan pelatihan menemukan bahwa

Page 43: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

55

guru perlu melakukan pelatihan secara terus-

menerus agar mengetahui dan memahami

perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi. Melalui pelatihan, guru mampu dan

terampil dalam memainkan peran di hadapan

peserta didik, sehingga mutu pendidikan akan

menjadi baik dan lulusannya mampu bersaing

dalam mencari pekerjaan. Hasil penelitian

literatur yang dilakukan oleh Yoto sangat

mendukung penelitian dan pengembangan

yang dilakukan oleh peneliti, bahwa kegiatan

pelatihan guru penting dilakukan bahkan

secara continew agar mengetahui kebutuhan

yang harus dipenuhi dan bagaimana

meningkatkan kompetensinya. Hasil penelitian

Wangid, Mustadi, dan Astuti (2013)

menunjukkan bahwa Pelatihan Pembelajaran

Tematik Integratif Bagi Guru Sekolah Dasar

dapat membantu upaya pemerintah dalam

memberikan pelatihan terhadap guru-guru

dalam implementasi kurikulum 2013.

Keberhasilan penelitian tersebut dibuktikan

dengan dua indikator: 1) adanya peningkatan

nilai rata-rata pretes dan postes; 2) adanya

Page 44: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

56

peningkatan nilai rata-rata RPP yang dibuat

sebelum pelatihan dan sesudah pelatihan.

Masrukhi, Widodo, Sukestiyarno dan

Raharjo (2015) melakukan R&D tentang

Pengembangan Model Pelatihan PTK Berbasis

Pendampingan memperoleh hasil model dan

perangkat pelatihan PTK yang terdiri dari buku

panduan instruktur dan peserta, model

pelatihan PTK berbasis pendampingan, buku

pedoman pelatihan, dan modul materi

pelatihan. Setelah dilakukan kegiatan

pelatihan, peserta mampu menghasilkan

produk berupa karya ilmiah laporan hasil PTK.

Temuan ini mendukung R&D yang dilakukan

oleh peneliti tentang pengembangan desain

pelatihan CEM. Bedanya dalam penelitian yang

dilakukan oleh Masrukhi, Widodo,

Sukestiyarno dan Raharjo adalah

mengembangkan model pelatihan PTK berbasis

pendampingan dengan menghasilkan beberapa

produk berupa buku panduan instruktur dan

peserta, buku pedoman pelatihan, dan modul

materi pelatihan, sedangkan pada R&D yang

dilakukan peneliti adalah mengembangkan

desain pelatihan menggunakan CEM dengan

produk berupa silabus, RPP, dan materi

pelatihan.

Page 45: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

57

Secara garis besar, beberapa hasil

penelitian di atas menunjukkan pentingnya

program pelatihan bagi guru untuk

meningkatkan kompetensi yang dimilikinya.

Meskipun dari kajian tersebut belum

ditemukan hasil penelitian tentang pelatihan

bagi guru untuk meningkatkan kompetensinya

dengan menggunakan desain pelatihan CEM

sebagaimana yang dilakukan peneliti pada

R&D ini.

Kedua, penelitian relevan terkait

pelatihan CEM. Penelitian R&D tentang

keefektifan pelatihan penelitian bagi dosen

STIKes Jawa Tengah menggunakan model

integratif CEM dilakukan oleh Mulastin,

Samsudi, Rusdarti (2016). Hasil penelitian

menunjukankan: 1). Hasil analisis pelatihan

yang ada selama ini berkaitan dengan

perencanaan dan pelaksanaan pelatihan

penelitian bagi dosen masih kurang efektif dan

2). Integrated Critical Event Model (ICEM)

terbukti efektif digunakan dalam pelatihan

penelitian bagi Dosen Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan di Jawa Tengah (t-hitung = 10,72>

nilai t-tabel 2,101). Model pelatihan ini

menyisipkan teori ICEM, yaitu sebuah konsep

berkenaan dengan penentuan kebutuhan

Page 46: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

58

kelembagaan, spesifikasi tugas yang harus

dijalankan, tujuan, kurikulum, memilih

strategi pembelajaran, hingga mendapatkan

sumber pembelajaran.

Model pelatihan ICEM yang

dikembangkan oleh Mulastin mempunyai

kesamaan dengan model pelatihan CEM

sebagaimana yang dilakukan dalam R&D ini,

hanya saja pada model ICEM peneliti

mengkombinasikannya dengan strategi

mentoring sehingga program pelatihan dapat

terlaksana secara efektif.

Barger (2008) melakukan penelitian

literatur tentang keampuhan model pelatihan

CEM. Barger menyimpulkan bahwa model CEM

merupakan model terbuka, fleksibel dan dapat

melibatkan pihak-pihat terkait dalam

merancang pelatihan melalui proses evaluasi

dan pemberian umpan balik (feedback).

Evaluasi dan umpan balik bukan merupakan

aktivitas tunggal dalam pelatihan, melainkan

merupakan sebuah proses pada setiap tahap.

Fleksibilitas CEM terlihat pada pertanyaan

yang muncul setiap tahapan sebagai bantuan

perancang untuk memutuskan tindakan

selanjutnya.

Page 47: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

59

Ketiga, penelitian relevan terkait

peningkatan kompetensi guru dalam

mengembangkan pembelajaran tematik

integratif SD. Rahayu, Pujianto dan

Purwaningsih (2014) melakukan R&D tentang

Pelatihan Pengembangan Model Pembelajaran

Tematik dan Terintegrasi ‘Webbed’ Bermuatan

Kearifan Lokal bagi Guru-Guru SD untuk

Meningkatkan Kompetensi Guru sebagai

Penunjang Kesiapan Implementasi Kurikulum

2013. Penelitian ini menghasilkan

pengetahuan dan pemahaman guru-guru

terhadap pengembangan perangkat

pembelajaran tematik dan produk berupa

tujuh tema pembelajaran. Temuan ini

mendukung penelitian dan pengembangan

yang dilakukan oleh peneliti, khususnya pada

penggunaan model pembelajaran tematik

integratif ‘Webbed’ untuk mengembangkan

pembelajaran berbasis tema.

Selanjutnya, Yama dan Setiyani (2016)

melakukan penelitian mengenai pengaruh

pelatihan guru, kompetensi guru, dan

pemanfaatan sarana prasarana terhadap

kesiapan guru dalam implementasi kurikulum

2013. Pembuktian secara statistik

Page 48: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

60

menunjukkan bahwa terdapat pengaruh

pelatihan guru dalam implementasi kurikulum

2013. Artinya pemberian treatmen berupa

pelatihan kepada guru dapat menunjang

kesuksesan implementasi kurikulum 2013.

Temuan ini juga mendukung R&D ini bahwa

kegiatan pelatihan guru dalam rangka

menyukseskan implementasi kurikulum 2013

adalah hal yang penting untuk dilakukan.

Kasmad (2015) melakukan penelitian

tindakan untuk meningkatkan kualitas

pembelajaran tematik terpadu melalui kegiatan

In House Training (IHT) bagi guru kelas 1 SD.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui

kegiatan IHT, kreativitas guru dan kualitas

pembelajaran tematik integratif pada kelas 1

menjadi meningkat. Tindakan yang diberikan

pada kegiatan IHT ini adalah workshop tentang

pembelajaran tematik integratif dan

pembahasan instrumen pengamatan

pembelajaran tematik. Keberhasilan penelitian

ini dapat dilihat dari capaian nilai guru pada

pelaksanaan pembelajaran tematik melalui

peer teaching. Pada siklus 1 terdapat 2 guru

yang mendapat nilai C, 3 guru mendapat nilai

Page 49: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

61

B, dan 1 guru mendapat nilai A. Pada siklus 2,

sudah tidak ada guru yang memperoleh nilai

C, 1 diantaranya mendapat nilai B, 5 lainnya

mendapatkan nilai A. Artinya, temuan ini

mendukung penelitian R&D yang dilakukan

oleh peneliti, bahwa melalui sebuah treatmen

pelatihan dapat meningkatkan kompetensi

guru dalam melaksanakan pembelajaran

tematik integratif.

Berdasarkan kajian hasil penelitian di

atas tampak bahwa program pelatihan bagi

guru telah sering dilakukan dengan tujuan

meningkatkan kompetensi yang dibutuhkan

sesuai bidang yang diampu. Dari beberapa

literatur yang dikaji, diperoleh hasil yang relatif

sama yaitu program pelatihan terbukti efektif

dalam memperbaiki dan meningkatkan

kompetensi guru mengembangkan perangkat

dan melaksanakan pembelajaran tematik

integratif. Hasil penelitian Sari (2014: 47)

menunjukan bahwa kompetensi pedagogik

memberikan konstribusi terhadap kinerja

mengajar guru. Lebih lanjut hasil penelitian

Sari menunjukkan bahwa semakin tinggi

kompetensi pedagogik guru maka semakin

Page 50: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

62

tinggi pula kinerja mengajar guru dan

sebaliknya semakin rendah kompetensi

pedagogik yang dimiliki guru maka semakin

rendah pula kinerja mengajarnya. Meskipun

terdapat hasil penelitian yang kontradiktif,

bahwa kegiatan pelatihan guru belum mampu

memenuhi kompetensi yang dibutuhkan oleh

bidang keahliannya; disarankan untuk

program pelatihan berikutnya dilengkapi

dengan praktik dan memungkinkan

pembelajaran berbasis kompetensi yang

dibutuhkan guru.

Penelitian ini berfokus pada

pengembangan desain pelatihan CEM untuk

meningkatkan kompetensi guru

mengembangkan pembelajaran tematik

integratif. Hal yang membedakan penelitian ini

dengan penelitian sebelumnya terletak pada

desain pelatihan. Sepanjang pencarian literatur

mengenai program pelatihan menggunakan

CEM, baru ditemukan satu literatur hasil

penelitian mengenai efektifitas desain pelatihan

CEM. Hasil yang diperoleh menunjukkan

bahwa desain program pelatihan CEM terbukti

efektif digunakan dalam pelatihan penelitian

Page 51: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

63

bagi dosen. Dalam penelitian ini akan

menggunakan desain pelatihan CEM untuk

meningkatkan kompetensi guru SD

mengembangkan pembelajaran tematik

integratif.

2.1.5 Kerangka Pikir

Hasil studi pendahuluan menunjukkan

bahwa terdapat kesenjangan kompetensi

pedagogik guru SD dalam mengembangkan

pembelajaran tematik integratif. Analisis

lanjutan terhadap permasalahan kompetensi

guru SD ini dilakukan dengan menggunakan

langkah-langkah CEM. Terutama langkah

analisis kebutuhan sekolah, menentukan

spesifikasi pelaksanaan tugas guru, dan

menentukan kebutuhan guru. Hasil analisis ini

menemukan bahwa dalam rangka

meningkatkan mutu sekolah, para guru harus

memiliki kompetensi yang memadai,

khususnya dalam mengembangkan

pembelajaran tematik integratif. Kenyataannya

adalah terdapat kesenjangan atau defisit

kompetensi guru dalam mengembangkan

pembelajaran tematik, maka dilakukan

alternatif pemecahan masalah dengan

pelatihan menggunakan model CEM.

Page 52: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

64

Selanjutnya ditentukan tujuan pelatihan,

kurikulum pelatihan, strategi pelatihan,

sumber materi dan kemudian dilaksanakan

pelatihan. Pelatihan yang dirancang secara

sistematis dengan menganalisis kebutuhan

seperti ini akan berdampak pada

meningkatnya kompetensi pedagogik guru SD

dalam mengembangkan pembelajaran tematik

integratif alternatif (tidak cukup hanya

panduan yang dikembangkan oleh

Kemendikbud). Akhirnya pembelajaran tematik

integratif yang dilakukan di SD akan lebih

bermutu. Seiring dengan perubahan, maka

kompetensi pedagogik guru ini harus selalu

dikembangkan terus-menerus. Bisa saja

kompetensi guru tidak lagi mencukupi

kebutuhan sekolah, sehingga perlu dilakukan

pelatihan kembali, demikian proses ini akan

berulang secara siklus.

Secara teoritis, desain pelatihan CEM

mempunyai keterkaitan dan dampak terhadap

peningkatan kompetensi guru dalam

mengembangkan pembelajaran tematik

integratif. Hal ini dapat terjadi karena desain

pelatihan CEM diawali dengan melakukan

analisis kebutuhan peserta pelatihan, sehingga

hasil pelatihan dapat tepat sasaran mengatasi

Page 53: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16480/2/T2_942016019_BAB II... · 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran

65

kebutuhan guru. Agar kerangka pikir ini lebih

jelas, pada gambar 2.3 berikut dipaparkan

bagan yang menggambarkan kerangka pikir

penelitian ini.

Gambar 2.3 Kerangka Pikir Penelitian

Kondisi faktual: Kompetensi guru SD dalam mengembangkan

pembelajaran tematik integratif masih rendah

Pelatihan

Desain Pelatihan

menggunakan CEM

Kesenjangan/

kebutuhan

Kondisi ideal: Kompetensi guru SD dalam mengembangkan pembelajaran tematik integratif baik

Pembelajaran tematik integratif

alternatif di SD

Kompetensi guru mengembangkan pembelajaran tematik integratif

meningkat