bab ii kajian pustakaeprints.uny.ac.id/31294/2/laporan karakter lppmp.docx · web viewbab i...

79
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak tahun 2010 Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) telah melakukan gerakan menginisiasi implementasi pendidikan karakter melalui pengintegrasian pendidikan karakter dalam perkuliahan dan pengembangan kultur universitas dalam kegiatan-kegiatan di luar perkuliahan. Kegiatan tersebut merupakan aksi nyata dari berlakuknya Peraturan Rektor UNY Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pengembangan Kultur UNY. Tentunya secara global kebijakan tersebut sesuai dengan Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 yang menjelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, 1

Upload: doanphuc

Post on 21-May-2018

217 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejak tahun 2010 Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) telah melakukan

gerakan menginisiasi implementasi pendidikan karakter melalui pengintegrasian

pendidikan karakter dalam perkuliahan dan pengembangan kultur universitas

dalam kegiatan-kegiatan di luar perkuliahan. Kegiatan tersebut merupakan aksi

nyata dari berlakuknya Peraturan Rektor UNY Nomor 4 Tahun 2009 tentang

Pengembangan Kultur UNY. Tentunya secara global kebijakan tersebut sesuai

dengan Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 yang menjelaskan bahwa pendidikan

nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab.

Secara filosofis, konsep pendidikan karakter sebenarnya sudah ditanamkan

oleh Ki Hajar Dewantara. Di dalam konsep pendidikannya, beliau berpendapat

bahwa pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi

pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelect) dan tubuh anak. Komponen-

komponen budi pekerti, pikiran, dan tubuh anak tidak boleh dipisah-pisahkan agar

dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak. Dengan demikian dapat

1

dimaknai bahwa menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan karakter merupakan

bagian integral yang sangat penting dalam pendidikan (Samani & Hariyanto,

2011). Dengan demikian dapat dimaknai bahwa menurut Ki Hajar Dewantara

pendidikan karakter merupakan bagian integral yang sangat penting dalam

pendidikan. Lebih lanjut Samani & Hariyanto (2011: 33) menjelaskan bahwa

konsep pendidikan among Ki Hajar Dewantara sarat akan nilai pendidikan

karakter yang selengkapnya sebagai berikut:

(1) Ing ngarsa sung tuladha, jika di depan memberi teladan: mengandung

nilai keteladanan, pembimbingan dan pemanduan.

(2) Ing madya mangun karsa, jika di tengah-tengah menyumbangkan gagasan:

mengandung nilai kreativitas dan pengembangan gagasan serta dinamisasi

pendidikan.

(3) Tut wuri handayani, jika dibelakang menjaga agar tujuan pendidikan dapat

tercapai dan peserta didik diberi motivasi serta diberi dukungan psikologis

untuk mencapai tujuan pendidikan: mengandung nilai memantau,

melindungi, merawat, menjaga, memberikan penilaian dan saran

perbaikan, sambil memberikan kebebasan untuk bernalar, dan

mengembangkan karakter peserta didik.

Pentingnya pendidikan karakter tersebut sejalan dengan tulisan filosof

Graham Jr sebagai berikut:

“When wealth is lost, noting is lost

When health is lost, something is lost

When character is lost, everything is lost”

2

Bila harta benda yang hilang, tidak ada sesuatu berarti yang hilang.

Bila kesehatan hilang, ada sesuatu yang hilang.

Bila karakter hilang, segala sesuatunya hilang.

(http://www.quotesdaddy.com/author/Billy+Graham)

Pentingnya pendidikan yang bertujuan melahirkan insan cerdas dan berkarakter

kuat seperti itu juga disampaikan oleh Martin Luther King: “intelligence plus

character... that is the goal of true education” (kecerdasan yang berkarakter...

adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya) (Suyanto, 2009a).

Pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan

mana yang salah, lebih dari itu, Nuh (2010: 11) menyampaikan bahwa pendidikan

karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik

sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan

salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya

(psikomotor). Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus melibatkan

bukan saja aspek “pengetahuan yang baik (moral knowing), akan tetapi juga

“merasakan dengan baik atau loving good (moral feeling), dan perilaku yang baik

(moral action). Pendidikan karakter menekankan pada habit atau kebiasaan yang

terus-menerus dipraktikkan dan dilakukan. Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan yang menanamkan kebiasaan

(habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi paham

3

(kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai

yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor).

Hasil penelitian juga membuktikan bahwa sebenarnya pendidikan dalam

ranah karakter (sikap) justru lebih penting dibanding pendidikan dalam ranah

pengetahuan maupun keterampilan. Akbar (2009) menjelaskan bahwa

berdasarkan hasil dari suatu penelitian yang dilakukan di Harvard University

dapat ditarik kesimpulan bahwa kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-

mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) yang lebih bersifat

mengembangkan Intelligence Quotient (IQ), tetapi lebih oleh kemampuan

mengelola diri dan orang lain (soft skill) yang tertuang dalam Emotional Quotient

(EQ) dan Spiritual Quotient (SQ). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan

hanya ditentukan sekitar 20% oleh hard skills dan sisanya 80% oleh soft skills.

Hasil penelitian tersebut sesuai dengan pendapat Golemen (2006: 44) yang

menyatakan bahwa keberhasilan seseorang di masyarakat, 80% akan dipengaruhi

oleh kecerdasan emosi (EQ) dan 20% dipengaruhi oleh kecerdasan otak (IQ).

Sementara itu mata kuliah Praktik Plumbing merupakan salah satu mata

kuliah praktik yang harus ditempuh oleh mahasiswa program studi S-1 di Jurusan

Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan, Fakultas Teknik, UNY. Mata kuliah ini

bertujuan untuk menghasilkan mahasiswa yang memiliki keterampilan di bidang

plumbing, antara lain berisi tentang: (1) pemotongan dan berbagai metode

penyambungan plat besi, (2) pemotongan dan berbagai perangkaian pipa

galvanized iron, serta (3) pemotongan dan berbagai perangkaian pipa poly vinyl

cloride. Mahasiswa yang mengikuti kuliah praktik plumbing sebanyak 20 orang

4

dalam tiap kelas. Setiap mahasiswa diharuskan untuk melakukan praktik, baik

secara inndividual maupun secara berkelompok.

Beberapa permasalahan yang selama ini terjadi dalam perkuliahan praktik

plumbing sebagai berikut. (1) Jumlah peralatan yang dimiliki oleh

bengkel/workshop plambing tidak mencukupi apabila seluruh mahasiswa

melakukan praktik secara bersama-sama. Oleh karena itu selama ini selalu

dibentuk sistem kelompok untuk mengatasi keterbatasan peralatan tersebut. (2)

Penilaian yang dilakukan selama ini baru berorientasi pada produk, belum

mengarah pada penilaian proses. (3) Pendidikan karakter belum diintegrasikan

dalam mata kuliah praktik plumbing, padahal sesuai dengan kebojakan Rektor

UNY, maka dalam setiap mata kuliah perlu mengintegrasikan pendidikan

karakter, disesuaikan dengan karakteristik masing-masing mata kuliah. (4)

Kemampuan awal mahasiswa peserta mata kuliah praktik plumbing sangat

heterogen. Mahasiswa yang berasal dari SMK akan memiliki kemampuan awal

yang cukup untuk melakukkan praktik plumbing, sebab sewaktu di SMK mereka

pernah mendapatkan dasar-dasar praktik plumbing. Akan tetapi bagi mahasiswa

yang berasal dari SMU, maka kemampuan awalnya sangat terbatas, sehingga

biasanya akan mengalami kesulitan dalam melaksanakan praktik plumbing.

Dari berbagai identifikasi masalah yang terdapat dalam pelaksanaan mata

kuliah praktik plumbing di atas maka dapat dianalisis bahwa yang menjadi

masalah utama dalam implementasi pendidikan karakter pada mata kuliah praktik

plumbing adalah diperlukan model pembelajaran yang dapat dipakai untuk

mengintegrasikan pendidikan karakter dalam perkuliahan praktik plumbing yang

5

dilaksanakan secara berkelompok. Dibentuknya kelompok mahasiswa tersebut

dilakukan karena keterbatasan perlatan yang dimiliki oleh bengkel/workshop

plumbing.

Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan pada perkuliahan

yang menggunakan praktik secara berkelompok adalah model pembelajaran

cooperative learning. Melalui cooperative learning mahasiswa dapat bekerjasama

dalam mengerjakan tugas kelompok. Berhubung mahasiswa peserta mata kuliah

praktik plumbing memiliki kemampuan awal yang heterogen maka tipe

cooperative learning yang dipakai dipilih yang dapat memanfaatkan mahasiswa

dengan kemampuan awal yang cukup untuk dapat menjadi asisten dalam

kelompoknya. Tipe cooperative learning yang sesuai untuk kondisi tersebut

adalah tipe team assisted individualization. Untuk mendapatkan cara

implementasi pendidikan karakter melalui model pembelajaran cooperative

learning tipe team assisted individualization yang sesuai pada mata kuliah praktik

plumbing maka perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan

penelitian tindakan kelas. Adapun karakter yang akan diimplementasikan dalam

penelitian ini disesuaikan dengan karakteristik mata kuliah praktik plumbing,

meliputi: (1) kepedulian, (2) tanggung jawab, dan (1) kerja sama.

Implementasi pendidikan karakter dengan pembelajaran yang dilakukan

melalui model pembelajaran cooperative learning tipe team assisted

individualization pada mata kuliah praktik plumbing diyakini akan dapat

menghasilkan mahasiswa yang memiliki karakter sesuai yang menjadi fokus

dalam penelitian ini. Keyakinan tersebut berdasarkan penelitian pendahuluan yang

6

menyimpulkan bahwa pendidikan karakter dapat dilakukan melalui berbagai

strategi, antara lain: pembelajaran, penilaian, pemberdayaan, pembiasaan,

keteladanan, dan penguatan (Nuryadin ER: 2015).

Dari analisis permasalahan di atas maka yang menjadi rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah implementasi pendidikan karakter

kepedullian, tanggung jawab, dan kerjasama melalui model pembelajaran team

assisted individualization pada mata kuliah praktik plumbing?

B. Tujuan Penelitian / Target Kegiatan

Tujuan yang menjadi target dalam penelitian ini secara umum adalah

untuk memperoleh cara implementasi pendidikan karakter melalui strategi

pembelajaran yang menggunakan model cooperative learning tipe team assisted

individualization pada mata kuliah praktik plumbing. Adapun tujuan khususnya

adalah:

a. Memperoleh cara implementasi pendidikan karakter kepedulian yang sesuai

melalui model pembelajaran team assisted individualization pada mata kuliah

praktik plumbing.

b. Memperoleh cara implementasi pendidikan karakter tanggung jawab yang

sesuai melalui model pembelajaran team assisted individualization pada mata

kuliah praktik plumbing.

c. Memperoleh cara implementasi pendidikan karakter kerjasama yang sesuai

melalui model pembelajaran team assisted individualization pada mata kuliah

praktik plumbing.

7

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Pendidikan Karakter

Pada awalnya pendidikan karakter muncul dan berkembang dilandasi oleh

pemikiran bahwa kampus tidak hanya bertanggung jawab agar mahasiswa

menjadi sekedar cerdas, tetapi juga harus bertanggung jawab untuk

memberdayakan dirinya agar memiliki nilai-nilai moral dan memandunya dalam

kehidupan sehari-hari. Menurut Samani & Hariyanto (2011: 10) di negara-negara

barat khususnya Amerika Serikat, pendidikan karakter berkembang karena

dirasakan semakin lemahnya pengaruh keluarga terhadap anak-anak, dan semakin

kuatnya pengaruh teman sebaya (peer), terjadinya kemerosotan moral, makin

ditinggalkannya nilai-nilai agama, dan semakin banyaknya kriminalitas dan

kekerasan yang perilakunya anak usia kampus.

UNESCO melalui empat pilar pendidikan secara implisit sebenarnya

sudah menyinggung perlunya pendidikan karakter. Keempat pilar pendidikan

yang diharapkan untuk diimplementasikan ke pendidikan di seluruh dunia

termasuk pendidikan di universitas yang meliputi: learning to know, learning to

do, learning to be, dan learning to live together. Khususnya dua pilar terakhir

yaitu learning to be dan learning to live together pada hakikatnya adalah

implementasi dari pendidikan karakter yang mempengaruhi dan mewarnai

pembelajar pada saat mereka melaksanakan dua pilar di depan.

9

Sementara itu jika dilacak gagasan Ki Hajar Dewantara tentang

pendidikan, beliau berpendapat bahwa pendidikan adalah daya upaya untuk

memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran

(intelect) dan tubuh anak. Komponen-komponen budi pekerti, pikiran, dan tubuh

anak tidak boleh dipisah-pisahkan agar dapat memajukan kesempurnaan hidup

anak-anak. Dengan demikian dapat dimaknai bahwa menurut Ki Hajar Dewantara

pendidikan karakter merupakan bagian integral yang sangat penting dalam

pendidikan. Lebih lanjut Samani & Hariyanto (2011: 33) menjelaskan bahwa

konsep pendidikan among Ki Hajar Dewantara sarat akan nilai pendidikan

karakter yang selengkapnya sebagai berikut:

(4) Ing ngarsa sung tuladha, jika di depan memberi teladan: mengandung

nilai keteladanan, pembimbingan dan pemanduan.

(5) Ing madya mangun karsa, jika di tengah-tengah menyumbangkan gagasan:

mengandung nilai kreativitas dan pengembangan gagasan serta dinamisasi

pendidikan.

(6) Tut wuri handayani, jika dibelakang menjaga agar tujuan pendidikan dapat

tercapai dan peserta didik diberi motivasi serta diberi dukungan psikologis

untuk mencapai tujuan pendidikan: mengandung nilai memantau,

melindungi, merawat, menjaga, memberikan penilaian dan saran

perbaikan, sambil memberikan kebebasan untuk bernalar, dan

mengembangkan karakter peserta didik.

Secara leksikal, dalam Kamus Bahasa Indonesia (Sugono, dkk., 2008:

682) karakter merupakan kata benda yang diartikan sebagai tabiat atau sifat-sifat

10

kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang

lain. Adapun karakteristik termasuk dalam kata sifat dan dimaknai sebagai sifat

khas sesuai dengan perwatakan tertentu. Sedang menurut Ramly, dkk (2010: 3)

karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk

dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan

sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Karakter

merupakan nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena

pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan

orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan

sehari-hari (Samani & Hariyanto, 2011: 43).

Dalam Desain Induk Pendidikan Karakter Kementerian Pendidikan

Nasional, Nuh (2010: 7) menjelaskan bahwa karakter adalah nilai-nilai yang unik-

baik yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter

secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta

olahraga seseorang atau sekelompok orang. Selanjutnya pada naskah Kebijakan

Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025 (2010: 7) dijelaskan

bahwa karakter adalah nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau

berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan)

yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara

koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan

karsa seseorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan ciri khas seseorang

atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan

ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan.

11

Secara lebih detail Berkowitz & Bier (2005: 2) menjelaskan, “character is

a psychological construct. That is, the outcome of effective character education is

the psychological development of students”. Dijelaskan lebih lanjut, “character

education targets a particular subset of child development, which we call

character. Character is the composite of those psychological characteristics that

impact the child’s capacity and tendency to be an effective moral agent, i.e. to be

socially and personally responsible, ethical, and self-managed”. Pengembangan

karakter anak tersebut dilakukan secara berkelanjutan seperti penjelasan

Dickinson (2009: 1), “Character is the sum of continuously developing moral

and ethical qualities and the demonstration of those qualities in people's

emotional responses, thinking, reasoning, and behavior”. Dari sisi implementasi

di kampus, Abourjilie (2002: 2) menguraikan, “Character Education is a national

movement creating schools that foster ethical, responsible, and caring young

people by modeling and teaching good character through an emphasis on

universal values that we all share”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang

membedakan seseorang dengan orang lain yang terbentuk baik karena pengaruh

hereditas maupun pengaruh lingkungan, serta diwujudkan dalam pola pikir, pola

rasa, dan pola tindakan dalam kehidupan sehari-hari.

Pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan

mana yang salah, lebih dari itu, Nuh (2010: 11) menyampaikan bahwa pendidikan

karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik

sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan

12

salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya

(psikomotor). Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus melibatkan

bukan saja aspek “pengetahuan yang baik (moral knowing), akan tetapi juga

“merasakan dengan baik atau loving good (moral feeling), dan perilaku yang baik

(moral action). Pendidikan karakter menekankan pada habit atau kebiasaan yang

terus-menerus dipraktikkan dan dilakukan. Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan yang menanamkan kebiasaan

(habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi paham

(kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai

yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor).

Proses pendidikan karakter menurut Ramly, dkk (2011: 9) didasarkan pada

totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif,

afektif, psikomotorik) dan fungsi totalitas sosiokultural pada konteks interaksi

dalam keluarga, satuan pendidikan serta masyarakat. Nuh (2010: 7)

menyampaikan bahwa proses perkembangan karakter pada seseorang dipengaruhi

oleh banyak faktor yang khas yang ada pada orang yang bersangkutan yang juga

disebut faktor bawaan (nature) dan lingkungan (nurture) dimana orang yang

bersangkutan tumbuh dan berkembang. Faktor bawaan boleh dikatakan berada di

luar jangkauan masyarakat dan individu untuk mempengaruhinya. Sedangkan

faktor lingkungan merupakan faktor yang berada pada jangkauan masyarakat dan

individu. Dengan demikian usaha pengembangan atau pendidikan karakter

seseorang dapat dilakukan oleh masyarakat atau individu sebagai bagian dari

13

lingkungan melalui rekayasa faktor lingkungan, dalam hal ini adalah rekayasa

kultur kampus.

Faktor lingkungan dalam konteks pendidikan karakter memiliki peran

yang sangat penting karena perubahan perilaku peserta didik sebagai hasil dari

proses pendidikan karakter sangat ditentunkan oleh faktor lingkungan ini. Dengan

kata lain pembentukan dan rekayasa lingkungan yang mencakup diantaranya

lingkungan fisik dan budaya kampus, manajemen kampus, kurikulum, pendidik,

dan metode mengajar. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pelaksanaan pendidikan

karakter dalam pembelajaran saling terkait satu sama lain, sehingga harus

dipikirkan secara integral, tidak boleh parsial.

Dalam mengembangkan pendidikan karakter di kampus, terdapat faktor-

faktor yang harus dipertimbangkan secara simultan yang meliputi: (1) tujuan yang

hendak dicapai, (2) kurikulum (bahan ajar), (3) peserta didik, (4) jenis dan bentuk

pembelajaran, (5) kualifikasi dan kompetensi pengajar, (6) Strategi dan metode

mengajar, (7) media pembelajaran, (8) tempat belajar-mengajar, (9) evaluasi

pembelajaran, (10) durasi mengajar, dan (11) efektivitas waktu (Slamet PH,

2010: 429).

Sementara itu Slamet PH (2010: 426) menyampaikan faktor-faktor yang

mempengaruhi pendidikan karakter kerja melalui lima faktor esensial, yaitu: (1)

peraturan perundang-undangan, (2) kebijakan pemerintah, (3) rencana jangka

panjang, rencana jangka menengah, dan rencana tahunan, (4) dukungan dana dan

struktur anggaran, dan (5) faktor-faktor lain yang berpengaruh dalam

14

implementasi pendidikan karakter kerja. Faktor-faktor tersebut dapat digunakan

untuk mengimplmentasikan pendidikan karakter di SMK.

Pada tataran operasional, pendidikan karakter dapat dilakukan seperti

yang disarankan dalam kutipan (quotes) Reade (1903) sebagai berikut:

We sow a thought and reap an act;

We sow an act and reap a habit;

We sow a habit and reap a character;

We sow a character and reap a destiny

Kita menanamkan pemikiran maka akan menuai tindakan

Kita menanamkan tindakan maka akan menuai kebiasaan

Kita menanamkan kebiasaan maka akan menuai karakter

Kita menanamkan karakter maka akan menuai kemenangan

Menurut Slamet PH (2010: 427) saran tersebut masih relevan untuk

pendidikan karakter saat ini. Pendidikan bukan sekedar mengenalkan nilai-nilai

kepada peserta didik (logos), akan tetapi pendidikan harus juga mampu

menginternalisasikan nilai-nilai agar tertanam dan berfungsi sebagai muatan hati

nurani sehingga mampu membangkitkan penghayatan tentang nilai-nilai (ethos),

dan bahkan sampai pada implementasinya dalam kehidupan sehari-hari (pathos).

Karakter berkaitan dengan nilai-nilai, penalaran dan perilaku dari

seseorang. Dengan demikian, pendidikan karakter tidak bisa hanya diceramahkan,

atau dipaksakan lewat proses indoktrinasi berselubung pendidik. Pendidikan

karakter perlu didasarkan pada strategi yang tepat. Menurut salah seorang

15

pedagog berkebangsaan Amerika yaitu Kevin Ryan yang dikutip oleh Zamroni

(2011: 174) untuk mengembangkan strategi pendidikan karakter yang dapat

dilakukan dengan enam E, yaitu Example, Explanation, Exhortation, Ethical

environment, Experience, dan Expectation of excellency. Menurut strategi Ryan

tersebut, pendidikan karakter memerlukan contoh atau tauladan, jadi peserta didik

memiliki model yang ditiru. Sesuatu yang akan ditiru oleh mahasiswa, disertai

dengan pengetahuan mengapa seseorang perlu melakukan apa yang dtiiru

tersebut. Untuk itu perlu penjelasan mengapa sesuatu harus dilakukan, sehingga

tidak meniru membabi buta. Melakukan sesuatu itu harus secara serius sungguh-

sungguh, sebagai bentuk kerja keras dan serius, tidak kenal kata lelah. Dalam

melaksanakan sesuatu itu harus mempertimbangkan lingkungan baik sosial

maupun fisik. Artinya, sesorang harus sensitif atas kondisi dan situasi yang ada di

sekitarnya. Sikap, dan khususnya perilaku yang dilaksanakan harus dinikmati,

dikerjakan dengan penuh makna, sehingga memberikan pengalaman bagi diri

pribadi. Pengalaman inilah yang bisa menumbuhkan “makna” atau “spiritual” atas

apa yang dilakukan. Dengan demikian perilaku tersebut terinternalisasi pada diri

yang akan menjadi kebiasaan. Akhirnya, semua itu dilakukan dengan harapan

yang tinggi, bahwa hasil perilaku tersebut mewujudkan hasil terbaik.

Sementara itu Davidson, Lickona, dan Khmelkov (1991) mengemukakan

pendekatan secara komprehensif tentang pendidikan karakter yang disebut dengan

The Comprehensive Approach To Character Education. Pendekatan pendidikan

karakter tersebut memiliki dua belas poin pokok yang terdiri atas (1) Creating a

Caring Classroom Community, (2) Character-based Discipline, (3) Creating A

16

Democratic Classroom Environment, (4) Teaching Character Through the

Curriculum, (5) Cooperative Learning, (6) Developing the Conscience of Craft,

(7) Encouraging Ethical Reflection, (8) Teaching Conflict Resolution, (9) The

Teacher as Caregiver, Model, and Mentor, (10) Fostering Caring Beyond the

Classroom, (11) Parents and the Community as Partners in Character Education,

dan (12) Creating a Positive Moral Culture in the School.

Kedua belas pendekatan tersebut terbagi menjadi tiga kelompok yaitu: (1)

kegiatan di dalam kelas, (2) kegiatan melalui pengembangan kultur kampus, dan

(3) kegiatan melalui partisipasi seluruh warga kampus, keluarga, dan masyarakat.

Pada intinya, semua pendekatan tersebut mengarah pada karakter yang berbasis

rasa hormat dan tanggung jawab yang terejawantahkan melalui moral knowing,

moral feeling, dan moral action. Pendekatan komprehensif tersebut dapat

ditunjukkan pada Gambar berikut.

17

Gambar 1 Pendekatan Pendidikan Karakter Secara Komprehensif

(Davidson, Lickona, dan Khmelkov, 1991)

Pelaksanaan pendidikan karakter secara komprehensif tersebut dapat

dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip seperti yang disampaikan oleh

Lickona, Schaps, & Lewis (2007) tentang sebelas Prinsip Pendidikan Karakter

adalah sebagai berikut:

(1) Mempromosikan nilai-nilai etika inti, seperti sifat peduli, tulus (honesty), jujur

(fairness), bertanggungjawab, terbuka, rasa hormat kepada diri sendiri dan

orang lain, dan mendukung penampilan nilai-nilai sebagai dasar bagi

karakter yang baik.

(2) Mendefinisikan karakter secara komprehensif yang meliputi aspek pemikiran,

perasaan, dan perilaku.

(3) Menggunakan pendekatan yang komprehensif, mendalam, dan proaktif

terhadap pengembangan karakter.

(4) Menciptakan komunitas kampus yang peduli.

(5) Memberikan peluang kepada para mahasiswa untuk melakukan tindakan

moral.

(6) Menyusun kurikulum yang bermakna yang menghargai semua pembelajar,

mengembangkan karakter mereka, dan membantunya untuk mencapai

keberhasilan.

(7) Berusaha keras untuk memelihara motivasi diri para mahasiswa.

(8) Melibatkan semua warga kampus sebagai komunitas belajar dan moral yang

bersama-sama bertanggung jawab terhadap pendidikan karakter, dan

18

berusaha untuk mentaati nilai-nilai inti yang sama yang akan menjadi

teladan bagi para mahasiswa.

(9) Memelihara kepemimpinan moral secara bersama-sama dan mendukung

inisiatif pendidikan karakter.

(10) Melibatkan anggota keluarga dan komunitas sebagai patner dalam usaha

membangun karakter.

(11) Menekankan karakter kampus, para pegawai kampus berfungsi sebagai

guru pembentukan karakter, sampai kepada para mahasiswa dalam

mewujudkan karakter yang baik.

Secara umum, implementasi pendidikan karakter juga dapat mengadopsi

strategi seperti yang tertuang dalam Desain Induk Pendidikan Karakter

Kementerian Pendidikan Nasional (2010: 14-37) yang terdiri dari: (1)

keteladanan, (2) pembelajaran, (3) pemberdayaan dan pembiasaan, (4) penguatan,

(5) penilaian. Dalam penelitian ini implementasi pendidikan karakter akan

dilakukan melalui strategi pembelajaran dan penilaian.

Pembelajaran karakter dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan di kelas

maupun di luar kelas. Di kelas, pembelajaran karakter dilaksanakan melalui

proses belajar setiap materi pelajaran atau kegiatan yang dirancang khusus. Setiap

kegiatan belajar mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan

psikomotor. Oleh karena itu, tidak selalu diperlukan kegiatan belajar khusus untuk

mengembangkan nilai-nilai pada pendidikan karakter . Pembelajaran karakter di

luar kelas dapat dilaksanakan melalui kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan lain

yang diikuti oleh seluruh/sebagian mahasiswa, dirancang oleh kampus sejak

19

awal tahun pelajaran atau program pembelajaran, dan dimasukkan ke dalam

kalender akademik.

Pada dasarnya, penilaian terhadap pendidikan karakter dapat dilakukan

terhadap kinerja pendidik, tenaga kependidikan, dan mahasiswa. Kinerja pendidik

atau tenaga kependidikan dapat dilihat dari berbagai hal terkait dengan dengan

berbagai aturan yang melekat pada diri pegawai, antara lain: (1) hasil kerja:

kualitas kerja, kuantitas kerja, ketepatan waktu penyelesaian kerja, kesesuaian

dengan prosedur; (2) komitmen kerja: inisiatif, kualitas kehadiran, kontribusi

terhadap keberhasilan kerja, kesediaan melaksanakan tugas dari pimpinan; (3)

hubungan kerja: kerja sama, integritas, pengendalian diri, kemampuan

mengarahkan dan memberikan inspirasi bagi orang lain.

Dari hasil pengamatan, catatan anekdotal, tugas, laporan, dan sebagainya

pendidik dapat memberikan kesimpulan/pertimbangan tentang pencapaian suatu

indikator atau bahkan suatu nilai. Kesimpulan/pertimbangan tersebut dapat

dinyatakan dalam pernyataan kualitatif dan memiliki makna terjadinya proses

pembangunan karakter yang meliputi: intensity, extensity, dan clarity (Ndraha,

2005: 44).

Penilaian dalam hal intensity merupakan penilaian dalam hal kedalaman

karakter pada penanamannya, apakah baru sekedar dilakukan atau sudah sampai

dihayati. Jadi intensitas mencerminkan seberapa jauh karakter dihayati, dianut,

dan dilaksanakan secara konsisten oleh warga kampus. Apakah karakter dianut

sepenuhnya oleh warga kampus ataukah hanya sebagian saja, atau bahkan tidak

sama sekali. Intensitas juga dimaksudkan bagaimana cara organisasi kampus

memperlakukan warga kampus yang secara konsekuen menjalankan karakter 20

dan warga kampus yang hanya setengah atau sama sekali tidak menjalankan

karakter.

Penilaian dalam hal extensity menunjukkan seberapa luas kalangan yang

merespons (nurut, niru, manut) penanaman karakter . Penyebarluasan karakter ini

terkait dengan seberapa banyak warga kampus yang menganut karakter .

Penyebarluasan karakter tergantung pada sistem sosialisasi atau pewarisan yang

diberikan kepada warga kampus. Sistem sosialisasi dapat dilakukan melalui

orientasi yang menyangkut pemberian bimbingan anggota-anggota baru. Selain

itu sosialisasi juga dapat dilakukan melalui pelatihan kepada warga kampus

secara berkesinambungan. Keberhasilan sosialisasi ini tergantung kepada seberapa

banyak warga kampus yang menganut dan sekaligus mempraktikkan karakter

dalam perilaku sehari hari.

Penilaian dalam hal Clarity menunjukkan kejelasan pemahaman karakter

oleh warga kampus. Karakter yang disepakati oleh warga kampus dapat

ditentukan secara jelas. Kejelasan nilai-nilai ini ditentukan dalam bentuk filosofi,

slogan, asumsi dasar, visi misi kampus, serta prinsip-prinsip atau peraturan

kampus. Sekolah yang memiliki nilai-nilai budaya yang jelas dapat memberikan

pengaruh nyata dan jelas kepada perilaku warga sekolahnya.

Adapun karakter yang akan diimplementasikan dalam pembelajaran mata

kuliah praktik plumbing melalui penelitian ini disesuaikan dengan karakteristik

mata kuliahnya, meliputi: (1) kepedulian, (2) tanggung jawab, dan (3) kerja sama.

21

2. Cooperative Learning Tipe Team Assisted Individualization

Model pembelajaran cooperative learning merupakan kegiatan belajar

yang dilakukan oleh mahasiswa dalam kelompok-kelompok tertentu yang

anggotanya 5 orang dengan struktur kelompok heterogen untuk mencapai tujuan

pembelajaran yang telah dirumuskan. Cooperative learning dapat meningkatkan

belajar mahasiswa lebih baik dan meningkatkan sikap saling tolong-menolong

dalam perilaku sosial. Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang

berfokus pada penggunaan kelompok kecil mahasiswa untuk bekerja sama dalam

memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Johnson (1991)

menjelaskan bahwa model pembelajaran cooperative learning tidak sama dengan

sekedar belajar dalam kelompok. Ada lima unsur dasar pembelajaran cooperative

learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan

asal-asalan. Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif dengan benar akan

menunjukkan pendidik mengelola kelas lebih efektif. Johnson (1991)

mengemukakan dalam model pembelajaran kooperatif ada lima unsur yaitu: saling

ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi

antar anggota, dan evaluasi proses kelompok.

Gambar 2.Unsur dalam Cooperative Learning

22

Cooperative learning menurut Slavin dalam Johnson (1991) merujuk pada

berbagai macam model pembelajaran di mana mahasiswa bekerja sama dalam

kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari berbagai tingkat prestasi, jenis

kelamin, dan latar belakang etnik yang berbeda untuk saling membantu satu sama

lain dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif, mahasiswa

diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan, dan berargumentasi

untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup

kesenjangan dalam pemahaman masing-masing. Cooperative learning lebih dari

sekedar belajar kelompok karena dalam model pembelajaran ini harus ada struktur

dorongan dan tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadi

interaksi secara terbuka dan hubungan-hubungan yang bersifat interdependensi

efektif antara anggota kelompok.

Kagan dalam Muslih (2010) berpendapat bahwa cooperative learning

bukan sekadar bekerja sama, tetapi mewujudkan ketergantungan yang positif dan

terstruktur. Kelompok pelajar dapat dikatakan sebagai kelompok kooperatif

apabila memenuhi lima ciri yang telah ditekankan, sebagai berikut.

Ciri pertama, saling bergantung secara positif. Saling bergantung secara

positif, maksudnya perasaan di kalangan satu kelompok pelajar bahwa apa yang

membantu seorang anggota dalam kelompok akan dapat membantu anggota-

anggota lain dalam kelompok dan perasaan yang menyakitkan pada anggota akan

menyakitkan semua anggota kelompok tersebut. Oleh karena itu, pelajar harus

bekerja sama di dalam satu kelompok untuk mencapai tujuan yang telah

23

ditetapkan. Tanpa kerja sama antaranggota, kelompok tidak dapat mencapai

tujuan tersebut.

Ciri kedua, proses interaksi secara langsung. Proses interaksi secara

langsung maksudnya adalah interaksi terjadi secara langsung di antara anggota

pelajar dalam kelompok dalam proses pembelajaran kerja sama. Model interaksi

yang demikian ini menjadi elemen utama dalam pembelajaran kooperatif.

Anggota kelompok pelajar melakukan kerja sama melalui berbagai gagasan

tentang bahan pembelajaran dan saling menolong serta memberi dorongan antara

anggota yang satu dengan anggota lainnya.

Ciri ketiga, tanggung jawab individu dan kelompok. Tanggung jawab

individu dan kelompok maksudnya adalah satu kelompok bertanggung jawab

mencapai tujuan dan setiap individu bertanggung jawab memberi kontribusi kerja

yang selayaknya. Oleh karena itu, perlu ada satu pedoman untuk menentukan

kemajuan satu kelompok dan mengetahui secara pasti tentang

usaha setiap anggota dalam kelompok.

Ciri keempat, keterampilan interpersonal. Keterampilan ini perlu untuk

memberikan peranan kelompok untuk berfungsi dengan baik dan maksimal.

Sebagai contoh, perlunya ada kepemimpinan yang dapat memberikan kesan dan

dampak positif, keterampilan untuk membuat keputusan, mewujudkan

kepercayaan sesama anggota, komunikasi yang berkesan dan keterampilan untuk

menyelesaikan konflik yang muncul di dalam kelompok.

Ciri kelima, proses kelompok. Pelajar dalam kelompok kecil

mendiskusikan bagaimana mereka menyelesaikan secara baik terhadap berbagai

24

tugas dan mencapai tujuan mereka. Mereka perlu saling membantu di antara

mereka untuk mencapai tujuan tersebut.

Cooperative learning mempunyai kelebihan dalam proses pembelajaran

karakter. Berbagai kelebihan cooperative learning dalam pembelajaran karakter

bagi mahasiswa menurut Lickona (1991) terdiri dari enam kelebihan sebagai

berikut.

Pertama, cooperative learning mengajarkan nilai kerja sama di antara para

pelajar. cooperative learning dapat mengajarkan sesuatu yang baik kepada pelajar

yaitu membantu setiap pelajar yang lain. Watson dalam Lickona (1991)

menjelaskan bahwa cooperative learning memberi kesempatan kepada seseorang

dalam anggota kelompok supaya berbuat adil dan murah hati serta senang berbuat

kebajikan sesama kelompok yang kondusif dan peduli kepada teman anggota

kelompok dapat mengembangkan berbagai sikap yang lebih baik, dan lebih

cenderung untuk melakukan perilaku prososial dengan lebih mudah

Kedua, cooperative learning dapat membangun komunitas di dalam kelas.

Membangun komunitas di dalam kelas dapat membantu para pelajar untuk

mengetahui dan peduli mengenai setiap yang lain dan merasakan menjadi ahli

dalam unit sosial kecil sebagaimana dalam kelompok yang lebih besar lagi secara

keseluruhannya. Dalam hal ini, Lickona (1997) berpendapat cooperative learning

dapat mengurangi etnik, perkauman dan halangan sosial yang lain serta

mengintegrasikan setiap pelajar dan struktur sosial yang kecil mengenai kelompok

kerja sama.

25

Ketiga, cooperative learning mengajarkan berbagai nilai kehidupan, di

antaranya yang paling penting dalam kehidupan adalah mendengar, mengambil

pandangan orang lain, berkomunikasi secara efektif, menyelesaikan berbagai

konflik, dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.

Keempat, cooperative learning dapat meningkatkan prestasi akademik,

penghormatan diri, dan persepsi terhadap sekolah. Khusus kelebihan yang

berkaitan dengan prestasi akademik dikuatkan oleh Kluge (1990); Berman (1990);

Totten, Sills, & Digby (1991), yaitu pembelajaran kooperatif dapat memperbaiki

prestasi pelajar.

Kelima, cooperative learning menawarkan satu pilihan mengesan.

Cooperative learning merupakan cara yang paling baik untuk menghindarkan

berbagai kesan negatif dan dapat mencapai kesamaan pendidikan. Semua anggota

dalam kelompok cooperative learning dapat belajar untuk bekerja dan peduli

mengenai berbagai perbedaan dalam anggota kelompok dan mereka dapat

menguasai bahan yang lebih mendalam karena mereka membantu mengajarkan

bahan kepada setiap anggaota yang lain.

Keenam, cooperative learning mempunyai potensi untuk memberi

motivasi yang paling penting dan merasa menjadi komunitas di kelas yang dapat

menumbuhkan suasana moral dalam proses pembelajaran.

Untuk menerapkan model pembelajaran cooperative leraning pada mata

kuliah Praktik Plumbing dapat dilakukan melalui cooperative leraning tipe team

assisted individualization. Pembelajaran kooperatif tipe team assisted

individualization ini dikembangkan oleh Slavin. Tipe ini mengkombinasikan

26

keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran individual. Tipe ini

dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual. Oleh karena

itu kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah,

ciri khas pada tipe team assisted individualization ini adalah setiap mahasiswa

secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh

dosen. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan

dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok

bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama.

Menurut Suyitno dalam Firmansyah & Buditjahjanto (2013), model

pembelajaran kooperatif tipe team assisted individualization ini memiliki 8

komponen, sebagai berikut.

(1) Teams yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri dari 4 sampai

5 mahasiswa.

(2) Placement Test yaitu pemberian pre-test kepada mahasiswa atau melihat

rata-rata nilai harian mahasiswa agar dosen mengetahui kelemahan

mahasiswa pada bidang tertentu.

(3) Student Creative yaitu melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan

menciptakan dimana keberhasilan individu ditentukan oleh keberhasilan

kelompoknya.

(4) Team Study yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh

kelompok dan dosen memberikan bantuan secara individual kepada

mahasiswa yang membutuhkan.

(5) Team Score and Team Recognition yaitu pemberian score terhadap hasil

kerja kelompok dan memberikan kriteria penghargaan terhadap kelompok

27

yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang

berhasil dalam menyelesaikan tugas.

(6) Teaching Group yaitu pemberian materi secara singkat dari dosen

menjelang pemberian tugas kelompok.

(7) Fact test yaitu pelaksanaan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh

mahasiswa.

(8) Whole-Class Units yaitu pemberian materi oleh dosen kembali diakhiri

waktu pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah.

28

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan jenis penelitian tindakan

kelas (PTK). Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh cara implementasi

pendidikan karakter melalui model pembelajaran team assisted individualization

pada mata kuliah Praktik Plumbing. Dalam hal ini, peneliti terjun langsung

didalam kelas mulai dari mendiagnosis kesulitan/kendala yang dihadapi dalam

proses pembelajaran kemudian merumuskan rencana tindakan, melaksanakan

pembelajaran, memonitor proses tindakan, melakukan refleksi dan perbaikan

proses tindakan, dan mengevaluasi hasil tindakan atau efektivitas model. Bagan

disain penelitian tindakan ini digambarkan sebagai berikut (Kemmis & Taggart,

1990:11).

Gambar 3. Skema Penelitian Classroom Action Research

29

B. Setting Penelitian

Penelitian tindakan kelas menurut Kemmis & Taggart (1990) terdiri dari

beberapa siklus di mana masing-masing siklus meliputi tahapan: Plan

(perencanaan), action & observe (pelaksanaan dan observasi), serta reflect

(refleksi). Penjelasan dari setiap tahapan dalam suatu siklus dalam penelitian ini

sebagai berikut.

1) Perencanaan

Melalui penelitian ini akan dilakukan implementasi pendidikan karakter

kejujuran, kedisiplinan, kepedulian, tanggung jawab, kerja sama, dan toleransi

melalui model pembelajaran cooperative learning tipe team assisted

individualization pada mata kuliah praktik plambing. Pada mata kuliah tersebut

mahasiswa dituntut untuk mempraktikkan sekumpulan kompetensi secara

berkelompok, sehingga lebih menekankan kegiatan sosial dalam kelompoknya.

Kegiatan penelitian ini akan dilakukan melalui tahapan-tahapan model

pembelajaran team assisted individualization yang dimodifikasi disesuaikan

dengan karakteristik mata kuliah praktik plumbing sebagai berikut:

(a) Dosen menyiapkan materi bahan ajar yang telah disiapkan sebelumnya.

(b) Dosen memberikan pretes kepada mahasiswa (mengadopsi komponen

Placement Test).

(c) Dosen memberikan materi secara singkat (mengadopsi komponen

Teaching Group).

30

(d) Dosen membentuk kelompok kecil yang heterogen tetapi harmonis

berdasarkan kemampuan mahasiswa, setiap kelompok 4-5 mahasiswa

(mengadopsi komponen Teams).

(e) Dosen menugasi kelompok dengan tugas praktik yang sudah disiapkan

dengan menciptakan lingkungan dimana keberhasilan individu ditentukan

oleh keberhasilan kelompok, dengan menekankan pendidikan karakter

melalui penilaian terhadap perilaku mahasiswa dengan menggunakan

lembar observasi (mengadopsi komponen Student Creative).

(f) Perwakilan kelompok melaporkan keberhasilan kelompok atau hambatan

yang dialami anggota kelompoknya. Jika diperlukan, dosen dapat

memberikan bantuan secara individual (mengadopsi komponen Team

Study).

(g) Dosen menetapkan kelompok terbaik sampai kelompok yang kurang

berhasil berdasarkan hasil koreksi (mengadopsi komponen Team Score

and Team Recognition).

(h) Dosen menyampaikan kesimpulan materi pembelajaran (mengadopsi

Whole-Class Units).

2) Pelaksanaan dan observasi

Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil subyek penelitian

mahasiswa yang menjadi paserta mata kuliah praktik plumbing di Jurusan

Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan yang diampu oleh peneliti yaitu

sejumlah satu kelas yang terdiri dari 19 mahasiswa. Penelitian ini dialokasikan

selama dua bulan yaitu tanggal 22 September sampai 20 November tahun 2015

dengan mengambil lokasi di bengkel/workshop plumbing Jurusan Pendidikan 31

Teknik Sipil dan Perencanaan FT UNY. Observer dalam penelitian ini adalah

peneliti yang juga merupakan dosen pengampu mata kuliah praktik plumbing.

Peneliti yakin akan dapat berperan sebagai pengajar sekaligus observer

dalam penelitian ini karena banyaknya mahasiswa dalam satu kelas hanya

sejumlah 19 orang. Selain itu dalam penelitian ini akan dibentuk kelompok-

kelompok kecil mahasiswa dimana dalam masing-masing kelompok akan

ditempatkan mahasiswa yang memiliki kompetensi baik yang bertugas untuk

membantu teman dalam kelompoknya untuk praktik. Materi kuliah yang akan

dipakai dalam penelitian adalah topik tentang memotong dan membuat berbagai

sambungan plat tipis, membuat perkuatan tepi, membuat pipa segi empat, serta

mengulir pipa galvanized iron.

Untuk melakukan observasi dalam rangka pengambilan data maka telah

dibuat instrumen penelitiannya. Instrumen yang digunakan untuk mengambil data

adalah: (1) lembar presensi tatap muka dalam proses belajar mengajar, (2) lembar

monitoring yang digunakan untuk mencatat karakter mahasiswa (kejujuran,

kedisiplinan, kepedulian, tanggung jawab, kerja sama, dan toleransi), ketercapaian

kompetensi, kendala/ kesulitan yang dihadapi dalam praktik, serta (3) lembar nilai

yang digunakan untuk mencatat nilai latihan dan tes.

Teknik pengambilan data dilakukan dengan observasi langsung di kelas

oleh peneliti sendiri serta melakukan tes. Selain itu, pengumpulan data juga

dilakukan melalui wawancara tak terstruktur untuk menjaring informasi yang

tidak dapat diperoleh melalui observasi.

32

Tabel 1. Lembar Pengamatan Karakter Mahasiswa

No No. Induk Mahasiswa

(NIM)

Nama Mahasiswa

Penilaian Karakter

Kepedulian Tanggung jawab Kerja sama

1.2.3.…dst.

Indikator Penilaian Karakter Mahasiswa

Kepedulian : - Bersedia antri dalam memakai alat degan tertib - Menjaga kebersihan tempat praktik - Menggunakan peralatan dengan hati-hati, agar tidak

mudah rusak. - Menggunakan bahan seefisien mungkin

Tanggung jawab : - Berusaha menyelesaikan tugas sebaik mungkin - Menjaga keselamatan kerja - Memakai alat sesuai dengan fungsinya - Memantau anggota tim dalam menyelesaikan tugas.

Kerja sama : - Bersedia membantu teman yang memerlukan bantuan - Bersedia bertanya kepada teman yang sudah bisa,

apabila mengalami kendala dalam praktik. - Membetulkan teman yang melakukan kesalahan dalam

praktik. - Bersedia bekerja secara tim.

3) Refleksi

Refleksi merupakan kegiatan untuk menganalisis keunggulan dan

kelemahan yang telah diperoleh dalam siklus tersebut. Selain itu refleksi juga

dimaksudkan untuk mengetahui apakah penelitian yang dilakukan sudah

mencapai indikator keberhasilan atau belum. Apabila belum mencapai indikator

keberhasilan, maka penelitian dilanjutkan ke siklus berikutnya dengan

33

memperbaiki kelemahan-kelemahan yang terjadi pada siklus sebelumnya. Namun

apabila indikator keberhasilan sudah tercapai, maka tidak perlu dilanjutkan ke

siklus berikutnya. Adapun indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah rata-

rata penilaian karakter kejujuran, kedisiplinan, kepedulian, tanggung jawab, kerja

sama, dan toleransi mahasiswa skornya di atas 2,75 (rentang skor adalah 0 sampai

3).

C. Teknik Analisis Data

Penskoran dalam penilaian karakter dilakukan melalui rating scale mulai

dari angka 0 sampai 3. Angka 0 menunjukkan nilai yang paling rendah dan angka

3 menunjukkan nilai paling tinggi, dengan perincian sebagai berikut:

0 = tidak pernah melakukan (0%)

1 = kadang-kadang melakukan (>0% - 50%)

2 = sering melakukan (>50%)

3 = selalu melakukan (100%)

Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan teknik deskriptif

kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk

menganalisis data hasil monitoring. Selain itu, analisis data wawancara tak

terstruktur dilakukan dengan deskriptif kualitatif.

34

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Hasil Penelitian Siklus 1

Pelaksanaan penelitian tindakan kelas pada mata kuliah praktik plambing

ini didahului dengan pelaksanaan pra siklus berupa pembelajaran dengan

menggunakan metode ceramah, demonatrasi dan praktik. Pembeljaran pra siklus

diawali dengan dosen memberikan pengantar teori praktik menggunakan ceramah

dan demonstrasi dan dilanjutkan dengan praktik. Melalui pra siklus yang

dilaksanakan selama 3 pertemuan tersebut telah teridentifikasi kelemahan dan

keunggulan selama pembelajaran beserta data nilai hasil praktik siswa. Dari data

tersebut diketahui terdapat beberapa mahasiswa yang memiliki keterampilan

praktik diatas rata-rata. Selain itu juga diketahui bahwa sebenarnya mahasiswa

suka mengerjakan tugas secara berkelompok (bersama-sama) meskipun tugas

yang diberikan adalah tugas individu. Dari berbagai data tersebut kemudian

dijadikan dasar untuk melaksanakan penelitian model pembelajaran cooperative

learning tipe team assisted individualization pada mata kuliah praktik plambing.

a) Perencanaan Siklus 1

Melalui penelitian ini telah dilakukan implementasi pendidikan karakter

kepedulian, tanggung jawab, dan kerja sama melalui model pembelajaran

cooperative learning tipe team assisted individualization pada mata kuliah praktik

35

plambing. Pada mata kuliah tersebut mahasiswa dituntut untuk mempraktikkan

sekumpulan kompetensi secara berkelompok, sehingga lebih menekankan

kegiatan sosial dalam kelompoknya. Kegiatan penelitian ini dilakukan melalui

tahapan-tahapan model pembelajaran team assisted individualization yang

dimodifikasi disesuaikan dengan karakteristik mata kuliah praktik plumbing

sebagai berikut:

(a) Dosen memberikan materi secara singkat (mengadopsi komponen

Teaching Group).

(b) Dosen membentuk kelompok kecil yang heterogen tetapi harmonis

berdasarkan kemampuan mahasiswa, setiap kelompok 4-5 mahasiswa

(mengadopsi komponen Teams). Pembentukan kelompok berdasarkan pre

tes yang diberikan pada saat pra siklus.

(c) Dosen menugasi kelompok dengan tugas praktik yang sudah disiapkan

dengan menciptakan lingkungan dimana keberhasilan individu ditentukan

oleh keberhasilan kelompok, dengan menekankan pendidikan karakter

melalui penilaian terhadap perilaku mahasiswa dengan menggunakan

lembar observasi (mengadopsi komponen Student Creative).

(d) Perwakilan kelompok melaporkan keberhasilan kelompok atau hambatan

yang dialami anggota kelompoknya. Jika diperlukan, dosen dapat

memberikan bantuan secara individual (mengadopsi komponen Team

Study).

(e) Dosen menetapkan kelompok terbaik sampai kelompok yang kurang

berhasil berdasarkan hasil koreksi (mengadopsi komponen Team Score

and Team Recognition).

36

(f) Dosen menyampaikan kesimpulan materi pembelajaran (mengadopsi

Whole-Class Units).

b) Pelaksanaan dan observasi Siklus 1

Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil subyek penelitian

mahasiswa yang menjadi paserta mata kuliah praktik plumbing di Jurusan

Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan yang diampu oleh peneliti yaitu

sejumlah satu kelas yang terdiri dari 19 mahasiswa. Siklus 1 dilaksanakan pada

hari senin tanggal 12 dan 19 Oktober 2015 dengan mengambil lokasi di

bengkel/workshop plumbing Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan

FT UNY. Observer dalam penelitian ini adalah peneliti yang juga merupakan

dosen pengampu mata kuliah praktik plumbing.

Peneliti yakin akan dapat berperan sebagai pengajar sekaligus observer

dalam penelitian ini karena banyaknya mahasiswa dalam satu kelas hanya

sejumlah 19 orang. Selain itu pengambilan data juga dilakukan melalui penilaian

antar teman. Dalam penelitian ini dibentuk kelompok-kelompok kecil mahasiswa

dimana dalam masing-masing kelompok telah ditempatkan mahasiswa yang

memiliki kompetensi baik yang bertugas untuk membantu teman dalam

kelompoknya untuk praktik. Materi kuliah praktik pada siklus 1 ini adalah

membuat berbagai sambungan plat tipis dan membuat perkuatan tepi.

Dalam melakukan observasi utuk pengambilan data maka telah dibuat

instrumen penelitiannya. Instrumen yang digunakan untuk mengambil data

adalah: (1) lembar nilai hasil praktik proses belajar mengajar, dan (2) lembar

monitoring yang digunakan untuk mencatat karakter mahasiswa ( kepedulian,

37

tanggung jawab, dan toleransi), ketercapaian kompetensi, kendala/ kesulitan yang

dihadapi dalam praktik.

Teknik pengambilan data dilakukan dengan observasi langsung di kelas

oleh peneliti sendiri serta melakukan tes. Selain itu, pengumpulan data juga

dilakukan melalui wawancara tak terstruktur untuk menjaring informasi yang

tidak dapat diperoleh melalui observasi.

Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Pengamatan Karakter Mahasiswa pada Siklus 1

UraianPenilaian Karakter

Kepedulian Tanggung jawab Kerja sama

Nilai Rerata 2,86 2,67 2,68

Berdasarkan penilaian karakter tersebut diperoleh nilai rerata totalnya adalah 2,74

dari skor maksimal 3. Rincian penilaian siklus 1 pada karakter kepedulian,

tanggung jawab, dan kerjasama selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1.

Indikator Penilaian Karakter Mahasiswa

Kepedulian : - Bersedia antri dalam memakai alat dengan tertib - Menjaga kebersihan tempat praktik - Menggunakan peralatan dengan hati-hati, agar tidak

mudah rusak. - Menggunakan bahan seefisien mungkin

Tanggung jawab : - Berusaha menyelesaikan tugas sebaik mungkin - Menjaga keselamatan kerja - Memakai alat sesuai dengan fungsinya - Memantau anggota tim dalam menyelesaikan tugas.

Kerja sama : - Bersedia membantu teman yang memerlukan bantuan - Bersedia bertanya kepada teman yang sudah bisa,

apabila mengalami kendala dalam praktik. - Membetulkan teman yang melakukan kesalahan dalam

praktik. - Bersedia bekerja secara tim.

38

Gambar 4. Mahasiswa bekerja secara berkelompok

c) Refleksi Siklus 1

Hal-hal positif yang menonjol dari implementasi model pembelajaran

team assisted individualization pada siklus 1 antara lain:

(1) Mahasiswa memiliki kesadaran untuk antri dalam memakai peralatan.

(2) Mahasiswa memililki kesadaran untuk menggunakan bahan secara efisien.

(3) Mahasiswa memiliki motivasi tinggi untuk berusaha menyelesaikan tugasnya

dengan sebaik-baiknya.

(4) Mahasiswa selalu menjaga keselamatan kerja.

(5) Mahasiswa tidak sungkan-sungkan untuk meminta bimbingan kepada

temannya yang sudah bisa.

Adapun kekurangan-kekurangan selama siklus 1 yang perlu diperbaiki

untuk pelaksanaan penelitian di siklus 2 antara lain:

(1) Perlu dikembangkan kepedulian untuk menjaga kebersihan bengkel.

39

(2) Masih terdapat mahasiswa yang kurang hati-hati dalam menggunakan

peralatan, bahkan kadang-kadang tidak menggunakan alat sesuai dengan

fungsinya.

(3) Perlu ditumbuhkan kesadaran untuk memantau kemajuan anggota

kelompoknya.

(4) Perlu ditumbuhkan kesadaran untuk bekerja secara tim dengan saling

membantu.

Berdasarkan data yang diperoleh dari siklus 1 diketahui bahwa indikator

ketercapaian penelitian belum tercapai, yaitu rerata hasil penilaian karakter

kepedulian, tanggung jawab, dan kerjasama harus berada di atas 2,75. Meskipun

dalam siklus 1 rerata penilaian karakter kepedulian sebesar 2,86 sudah berada di

atas indikator ketercapaian, tetapi karena rerata totalnya masih di bawah 2,75

maka penelitian ini dilanjutkan ke siklus 2.

2. Hasil Penelitian Siklus 2

a) Perencanaan Siklus 2

Perencanaan pada siklus 2 ini dibuat berdasarkan hasil refleksi pada siklus

1. Dari siklus 1 diketahui beberapa kelemahan yang perlu diperbaiki dalam siklus

2. Kegiatan penelitian siklus 2 ini dilakukan melalui tahapan-tahapan model

pembelajaran team assisted individualization yang dimodifikasi disesuaikan

dengan karakteristik mata kuliah praktik plumbing sebagai berikut:

(a) Dosen memberikan materi secara singkat (mengadopsi komponen

Teaching Group).

40

(b) Dosen membentuk kelompok kecil yang heterogen tetapi harmonis

berdasarkan kemampuan mahasiswa, setiap kelompok 4-5 mahasiswa

(mengadopsi komponen Teams).

(c) Dosen menugasi kelompok dengan tugas praktik yang sudah disiapkan

dengan menciptakan lingkungan dimana keberhasilan individu ditentukan

oleh keberhasilan kelompok, dengan menekankan pendidikan karakter

melalui penilaian terhadap perilaku mahasiswa dengan menggunakan

lembar observasi (mengadopsi komponen Student Creative). Dalam tahap

ini ditekankan untuk melakukan perbaikan dari kelemahan yang terdapat

siklus 1. Rencana perbaikannya antara lain:

(1) Mahasiswa dituntut untuk menjaga kebersihan bengkel dengan

menghindari membuat sampah yang tidak perlu.

(2) Mahasiswa dituntut untuk berhati-hati dalam menggunakan alat. Jika

sampai terjadi kerusakan akibat kesalahan pemakaian maka akan

dilakukan pengurangan nilai.

(3) Mahasiswa ditekankan untuk selalu memantau kemajuan anggota

kelompoknya. Meskipun dalam siklus 1 dan siklus 2 tugasnya adalah

tugas individu, tetapi nilai final adalah nilai individu digabung dengan

nilai kelompok.

(4) Ditekankan implementasi tutor teman sebaya.

(d) Perwakilan kelompok melaporkan keberhasilan kelompok atau hambatan

yang dialami anggota kelompoknya. Jika diperlukan, dosen dapat

memberikan bantuan secara individual (mengadopsi komponen Team

Study).

41

(e) Dosen menetapkan kelompok terbaik sampai kelompok yang kurang

berhasil berdasarkan hasil koreksi (mengadopsi komponen Team Score

and Team Recognition).

(f) Dosen menyampaikan kesimpulan materi pembelajaran (mengadopsi

Whole-Class Units).

b) Pelaksanaan dan observasi Siklus 2

Siklus 2 dilaksanakan pada hari senin tanggal 2 dan 9 November 2015

dengan mengambil lokasi di bengkel/workshop plumbing Jurusan Pendidikan

Teknik Sipil dan Perencanaan FT UNY. Observer dalam penelitian ini adalah

peneliti yang juga merupakan dosen pengampu mata kuliah praktik plumbing.

Materi kuliah praktik pada siklus 2 ini adalah membuat pipa segi empat dan

sambungan pipa segi empat.

Instrumen yang digunakan untuk mengambil data dalam siklus 2 masih

sama dengan instrumen pada siklus 1 yaitu: (1) lembar nilai hasil praktik proses

belajar mengajar, dan (2) lembar monitoring yang digunakan untuk mencatat

karakter mahasiswa (kepedulian, tanggung jawab, dan toleransi), ketercapaian

kompetensi, kendala/ kesulitan yang dihadapi dalam praktik.

Teknik pengambilan data dilakukan dengan observasi langsung di kelas

oleh peneliti sendiri serta melakukan tes. Selain itu, pengumpulan data juga

dilakukan melalui wawancara tak terstruktur untuk menjaring informasi yang

tidak dapat diperoleh melalui observasi.

42

Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Pengamatan Karakter Mahasiswa pada Siklus 2

UraianPenilaian Karakter

Kepedulian Tanggung jawab Kerja sama

Nilai Rerata 2,92 2,79 2,80

Berdasarkan penilaian karakter tersebut diperoleh nilai rerata totalnya adalah 2,84

dari skor maksimal 3. Rincian penilaian siklus 2 pada karakter kepedulian,

tanggung jawab, dan kerjasama selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2.

Indikator Penilaian Karakter Mahasiswa

Kepedulian : - Bersedia antri dalam memakai alat dengan tertib - Menjaga kebersihan tempat praktik - Menggunakan peralatan dengan hati-hati, agar tidak

mudah rusak. - Menggunakan bahan seefisien mungkin

Tanggung jawab : - Berusaha menyelesaikan tugas sebaik mungkin - Menjaga keselamatan kerja - Memakai alat sesuai dengan fungsinya - Memantau anggota tim dalam menyelesaikan tugas.

Kerja sama : - Bersedia membantu teman yang memerlukan bantuan - Bersedia bertanya kepada teman yang sudah bisa,

apabila mengalami kendala dalam praktik. - Membetulkan teman yang melakukan kesalahan dalam

praktik. - Bersedia bekerja secara tim.

43

Gambar 5. Implementasi Tutor Teman Sebaya dalam Team Assisted Individualization

c) Refleksi Siklus 2

Hal-hal positif yang menonjol dari implementasi model pembelajaran

team assisted individualization pada siklus 2 antara lain:

(1) Kepedulian mahasiswa untuk menjaga kebersihan bengkel sudah meningkat.

(2) Sebagian besar mahasiswa sudah hati-hati dalam menggunakan peralatan, dan

menggunakan alat sesuai dengan fungsinya.

(3) Kesadaran mahasiswa untuk memantau kemajuan anggota kelompoknya

sudah meningkat.

(4) Sebagaian besar mahasiswa sudah bekerja secara tim dengan saling

membantu.

Berdasarkan data yang diperoleh dari siklus 2 diketahui bahwa indikator

ketercapaian penelitian sudah tercapai, yaitu rerata hasil penilaian karakter

kepedulian, tanggung jawab, dan kerjasama sebesar 2,84 sudah berada di atas

44

indikator keberhasilannya 2,75, sehingga penelitian tidak perlu dilanjutkan ke

siklus berikutnya.

45

B. Pembahasan

Hasil penelitian implementasi pendidikan karakter kepedulian, tanggung

jawab, dan kerjasama melalui model pembelajaran team assisted individualization

pada mata kuliah praktik plumbing ini sesuai dengan teori dari Kagan dalam

Muslih (2010) berpendapat bahwa cooperative learning bukan sekadar bekerja

sama, tetapi mewujudkan ketergantungan yang positif dan terstruktur. Mahasiswa

peserta kuliah praktik plumbing memiliki ciri kooperatif sebagai berikut.

Ciri pertama, saling bergantung secara positif. Saling bergantung secara

positif, maksudnya perasaan di kalangan satu kelompok mahasiswa bahwa apa

yang membantu seorang anggota dalam kelompok akan dapat membantu anggota-

anggota lain dalam kelompok dan perasaan yang menyakitkan pada anggota akan

menyakitkan semua anggota kelompok tersebut.

Ciri kedua, proses interaksi secara langsung. Proses interaksi secara

langsung maksudnya adalah interaksi terjadi secara langsung di antara anggota

dalam kelompok dalam proses pembelajaran kerja sama. Model interaksi yang

demikian ini menjadi elemen utama dalam pembelajaran kooperatif. Anggota

kelompok melakukan kerja sama melalui berbagai gagasan tentang bahan

pembelajaran dan saling menolong serta memberi dorongan antara anggota yang

satu dengan anggota lainnya.

Ciri ketiga, tanggung jawab individu dan kelompok. Tanggung jawab

individu dan kelompok maksudnya adalah satu kelompok bertanggung jawab

mencapai tujuan dan setiap individu bertanggung jawab memberi kontribusi kerja

yang selayaknya.

46

.

Ciri keempat, keterampilan interpersonal. Keterampilan ini perlu untuk

memberikan peranan kelompok untuk berfungsi dengan baik dan maksimal.

Sebagai contoh, perlunya ada kepemimpinan yang dapat memberikan kesan dan

dampak positif, keterampilan untuk membuat keputusan, mewujudkan

kepercayaan sesama anggota, komunikasi yang berkesan dan keterampilan untuk

menyelesaikan konflik yang muncul di dalam kelompok.

Ciri kelima, proses kelompok. Mahasiswa dalam kelompok kecil

mendiskusikan bagaimana mereka menyelesaikan secara baik terhadap berbagai

tugas dan mencapai tujuan mereka. Mereka perlu saling membantu di antara

mereka untuk mencapai tujuan tersebut.

Implementasi pendidikan karakter kepedulian, tanggung jawab, dan

kerjasama melalui model pembelajaran team assisted individualization pada mata

kuliah praktik plumbing ini memiliki kelebihan seperti yang disampaikan oleh

Lickona (1991) sebagai berikut.

Pertama, cooperative learning mengajarkan nilai kerja sama di antara para

mahasiswa. Cooperative learning dapat mengajarkan sesuatu yang baik kepada

mahasiswa yaitu membantu mahasiswa yang lain. Hal ini sesuai dengan pendapat

Watson dalam Lickona (1991) yang menjelaskan bahwa cooperative learning

memberi kesempatan kepada seseorang dalam anggota kelompok supaya berbuat

adil dan murah hati serta senang berbuat kebajikan sesama kelompok yang

kondusif dan peduli kepada teman anggota kelompok dapat mengembangkan

47

berbagai sikap yang lebih baik, dan lebih cenderung untuk melakukan perilaku

prososial dengan lebih mudah

Kedua, cooperative learning dapat membangun komunitas di dalam kelas.

Membangun komunitas di dalam kelas dapat membantu para mahasiswa untuk

mengetahui dan peduli mengenai setiap yang lain dan merasakan menjadi ahli

dalam unit sosial kecil sebagaimana dalam kelompok yang lebih besar lagi secara

keseluruhannya. Dalam hal ini, Lickona (1997) berpendapat cooperative learning

dapat mengurangi etnik, perkauman dan halangan sosial yang lain serta

mengintegrasikan setiap pelajar dan struktur sosial yang kecil mengenai kelompok

kerja sama.

Ketiga, cooperative learning mengajarkan berbagai nilai kehidupan, di

antaranya yang paling penting dalam kehidupan adalah mendengar, mengambil

pandangan orang lain, berkomunikasi secara efektif, menyelesaikan berbagai

konflik, dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.

Keempat, cooperative learning dapat meningkatkan prestasi akademik,

penghormatan diri, dan persepsi terhadap sekolah. Khusus kelebihan yang

berkaitan dengan prestasi akademik dikuatkan oleh Kluge (1990); Berman (1990);

Totten, Sills, & Digby (1991), yaitu pembelajaran kooperatif dapat memperbaiki

prestasi mahasiswa.

Kelima, cooperative learning menawarkan satu pilihan mengesan.

Cooperative learning merupakan cara yang paling baik untuk menghindarkan

berbagai kesan negatif dan dapat mencapai kesamaan pendidikan. Semua anggota

dalam kelompok cooperative learning dapat belajar untuk bekerja dan peduli

48

mengenai berbagai perbedaan dalam anggota kelompok dan mereka dapat

menguasai bahan yang lebih mendalam karena mereka membantu mengajarkan

bahan kepada setiap anggaota yang lain.

Keenam, cooperative learning mempunyai potensi untuk memberi

motivasi yang paling penting dan merasa menjadi komunitas di kelas yang dapat

menumbuhkan suasana moral dalam proses pembelajaran.

49

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Implementasi pendidikan karakter kepedulian, tanggung jawab, dan

kerjasama melalui model pembelajaran team assisted individualization

pada mata kuliah praktik plumbing dapat dilakukan dengan cara

membentuk kelompok kecil dan mengkondisikan mahasiswa untuk

bekerja secara tim, mekipun tugas yang diberikan adalah tugas individu.

2. Karakter kepedulian dalam praktik plumbing dapat ditumbuhkan melalui

upaya untuk mengkondisikan mahasiswa agar: (a) antri dalam memakai

alat degan tertib, (b) selalu menjaga kebersihan tempat praktik, (c)

menggunakan peralatan dengan hati-hati, dan (d) menggunakan bahan

seefisien mungkin.

3. Karakter tanggung jawab dalam praktik plumbing dapat ditumbuhkan

melalui upaya untuk mengkondisikan mahasiswa agar: (a) berusaha

menyelesaikan tugas sebaik mungkin, (b) menjaga keselamatan kerja, (c)

memakai alat sesuai dengan fungsinya, dan (d) memantau anggota tim

dalam menyelesaikan tugas.

4. Karakter kerjasama dalam praktik plumbing dapat ditumbuhkan melalui

upaya untuk mengkondisikan mahasiswa agar: (a) bersedia membantu

teman yang memerlukan bantuan, (b) bersedia bertanya kepada teman

yang sudah bisa, apabila mengalami kendala dalam praktik, (c)

50

membetulkan teman yang melakukan kesalahan dalam praktik, dan (d)

bersedia bekerja secara tim.

B. Saran

1. Implementasi pendidikan karakter kepedulian, tanggung jawab, dan

kerjasama melalui model pembelajaran team assisted individualization

pada mata kuliah praktik untuk kelas besar memerlukan ketelitian yang

tinggi dalam pengamatan. Oleh karena itu apabila diterapkan di kelas besar

perlu dibantu oleh observer dan penilaian antar teman.

2. Apabila akan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe team

assisted individualization pada mata kuliah yang tugasnya bersifat

individual maka penilaiannya perlu digabungkan antara nilai individu

dengan nilai kelompok. Dengan demikian mahasiswa akan terkondisikan

untuk saling bekerjasama secara positif dalam proses pembuatan tugasnya.

51

DAFTAR PUSTAKA

Abourjilie, C. (2002). Character education: informational handbook and guide. North Carolina: Public Schools of North Carolina.

Akbar, A.I. (2009). Pendidikan berbasis hard skill dan soft skill. Diakses pada tanggal 15 Februari 2012 dari http://mk-administrasinegara.blogspot.com/2009/06/pendidikan-berbasis-hard-skill-dan-soft.html.

Berkowitz, M. W., & Bier, M. C. (2005). What works in character education: A research-driven guide for educators. Washington: Character Education Partnership.

Davidson, M.L., Lickona, T., & Khmelkov, V.T. (1991). A 12-point comprehensive approach to character education. Diakses pada tanggal 15 Februari 2012 dari http://www2.cortland.edu/centers/ character/12-pt-comprehensive-approach.dot

Dickinson, J. (2009). Character education toolkit. South Carolina : South Carolina Departemen of Education.

Firmansyah, T & Buditjahjanto, I.G.P.A. (2013). Pengembangan perangkat pembelajaran kooperatif tipe tai (team assisted individualization) pada standar kompetensi menerapkan sistem mikrokontroller di SMKN 3 Boyolangu Tulungagung. Jurnal Pendidikan Teknik Elektro UNESA. Volume 02 Nomer 1 Tahun 2013, 311-317

Goleman, D. (2006) Kecerdasan emosional: Mengapa EI lebih penting dari IQ. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Johnson. (1991). Cooperative learning: Increase college faculty instructional productivity. Washington: The George Washington University.

Kemendiknas RI. (2010). Kebijakan nasional pembangunan karakter bangsa tahun 2010-2025. Diakses pada tanggal 15 Februari 2012 dari http://pendikar.dikti.go.id/gdp/wp-content/uploads/pengantar-kebijakan-nas-dan-desain-induk-pendikar.pdf.

Kemis, S & McTaggart, R. (1990). The action research planner. Victoria: Deakin University.

Lickona, T., Schaps, E., & Lewis, c., (2007). CEP’s eleven principles of effective character education. Diakses pada tanggal 15 Februari 2012 dari http://www.character.org/uploads/PDFs/Eleven_Principles.pdf.

52

Lickona, T. (1997). Educating for character: A comprehensive approach. In Molnar, Alex. (Ed.), The contruction of children’s character: Ninetysixth yearbook of the national society for tghe study of education. Chicago Illinois: The National Society For The Study of Education.

Muslih. (2010). Pembelajaran moral melalui pembelajaran kooperatif. FORUM TARBIYAH Vol. 8, No. 2, Desember 2010 Pekalongan: STAIN Pekalongan.

Ndraha, T. (2005). Teori budaya organisasi. Jakarta: Rineka Cipta

Nuh, M. (2010). Desain induk pendidikan karakter kementerian pendidikan nasional. Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional.

Nuryadin E.R. (2015). Pendidikan karakter kewirausahaan melalui kultur sekolah di Sekolah Menengah Kejuruan. Disertasi. Yogyakarta: Program Pascasarjana UNY.

Ramly, M. dkk (2010), Pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang, Kemendiknas.

Reade, C. (1903). Wiki Quotes. Diakses apda tanggal 15 Februari 2012 dari http://en.wikiquote.org/wiki/Charles_Reade.

Samani, M. & Hariyanto. (2011). Konsep dan model pendidikan karakter. Bandung: Rosdakarya.

Slamet PH. (2010). Implementasi pendidikan karakter kerja dalam pendidikan kejuruan. dalam Darmiyati Zuchdi (2010). Pendidikan karakter dalam perspektif teori dan praktik (Hal. 406-431). Yogyakarta: UNY Press.

Slavin, Robert, Marshall Leavey, and Nancy Madden. 1982. Team.assisted Individualization: Mathematics Teacher's Manual. Bal-timore: Johns Hopkins Univ., Center for Social Organization of Schools.

Suwarsih Madya. (1994). Panduan Penelitian Tindakan. Yogyakarta : Lembaga Penelitian IKIP Yogyakarta.

Suyanto. (2009a). Urgensi pendidikan karakter. Diakses pada tanggal 15 Februari 2012 dari http://www.pendidikankarakter.org/ articles_004.html

Zamroni (2011). Strategi dan model implementasi pendidikan karakter di sekolah. Dalam Darmiyati Zuchdi (2010). Pendidikan karakter dalam perspektif teori dan praktik (Hal. 158-184). Yogyakarta: UNY Press.

53