bab ii kajian pustakaeprints.uny.ac.id/31294/2/laporan karakter lppmp.docx · web viewbab i...
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejak tahun 2010 Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) telah melakukan
gerakan menginisiasi implementasi pendidikan karakter melalui pengintegrasian
pendidikan karakter dalam perkuliahan dan pengembangan kultur universitas
dalam kegiatan-kegiatan di luar perkuliahan. Kegiatan tersebut merupakan aksi
nyata dari berlakuknya Peraturan Rektor UNY Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pengembangan Kultur UNY. Tentunya secara global kebijakan tersebut sesuai
dengan Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 yang menjelaskan bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Secara filosofis, konsep pendidikan karakter sebenarnya sudah ditanamkan
oleh Ki Hajar Dewantara. Di dalam konsep pendidikannya, beliau berpendapat
bahwa pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi
pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelect) dan tubuh anak. Komponen-
komponen budi pekerti, pikiran, dan tubuh anak tidak boleh dipisah-pisahkan agar
dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak. Dengan demikian dapat
1
dimaknai bahwa menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan karakter merupakan
bagian integral yang sangat penting dalam pendidikan (Samani & Hariyanto,
2011). Dengan demikian dapat dimaknai bahwa menurut Ki Hajar Dewantara
pendidikan karakter merupakan bagian integral yang sangat penting dalam
pendidikan. Lebih lanjut Samani & Hariyanto (2011: 33) menjelaskan bahwa
konsep pendidikan among Ki Hajar Dewantara sarat akan nilai pendidikan
karakter yang selengkapnya sebagai berikut:
(1) Ing ngarsa sung tuladha, jika di depan memberi teladan: mengandung
nilai keteladanan, pembimbingan dan pemanduan.
(2) Ing madya mangun karsa, jika di tengah-tengah menyumbangkan gagasan:
mengandung nilai kreativitas dan pengembangan gagasan serta dinamisasi
pendidikan.
(3) Tut wuri handayani, jika dibelakang menjaga agar tujuan pendidikan dapat
tercapai dan peserta didik diberi motivasi serta diberi dukungan psikologis
untuk mencapai tujuan pendidikan: mengandung nilai memantau,
melindungi, merawat, menjaga, memberikan penilaian dan saran
perbaikan, sambil memberikan kebebasan untuk bernalar, dan
mengembangkan karakter peserta didik.
Pentingnya pendidikan karakter tersebut sejalan dengan tulisan filosof
Graham Jr sebagai berikut:
“When wealth is lost, noting is lost
When health is lost, something is lost
When character is lost, everything is lost”
2
Bila harta benda yang hilang, tidak ada sesuatu berarti yang hilang.
Bila kesehatan hilang, ada sesuatu yang hilang.
Bila karakter hilang, segala sesuatunya hilang.
(http://www.quotesdaddy.com/author/Billy+Graham)
Pentingnya pendidikan yang bertujuan melahirkan insan cerdas dan berkarakter
kuat seperti itu juga disampaikan oleh Martin Luther King: “intelligence plus
character... that is the goal of true education” (kecerdasan yang berkarakter...
adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya) (Suyanto, 2009a).
Pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan
mana yang salah, lebih dari itu, Nuh (2010: 11) menyampaikan bahwa pendidikan
karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik
sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan
salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya
(psikomotor). Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus melibatkan
bukan saja aspek “pengetahuan yang baik (moral knowing), akan tetapi juga
“merasakan dengan baik atau loving good (moral feeling), dan perilaku yang baik
(moral action). Pendidikan karakter menekankan pada habit atau kebiasaan yang
terus-menerus dipraktikkan dan dilakukan. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan yang menanamkan kebiasaan
(habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi paham
3
(kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai
yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor).
Hasil penelitian juga membuktikan bahwa sebenarnya pendidikan dalam
ranah karakter (sikap) justru lebih penting dibanding pendidikan dalam ranah
pengetahuan maupun keterampilan. Akbar (2009) menjelaskan bahwa
berdasarkan hasil dari suatu penelitian yang dilakukan di Harvard University
dapat ditarik kesimpulan bahwa kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-
mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) yang lebih bersifat
mengembangkan Intelligence Quotient (IQ), tetapi lebih oleh kemampuan
mengelola diri dan orang lain (soft skill) yang tertuang dalam Emotional Quotient
(EQ) dan Spiritual Quotient (SQ). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan
hanya ditentukan sekitar 20% oleh hard skills dan sisanya 80% oleh soft skills.
Hasil penelitian tersebut sesuai dengan pendapat Golemen (2006: 44) yang
menyatakan bahwa keberhasilan seseorang di masyarakat, 80% akan dipengaruhi
oleh kecerdasan emosi (EQ) dan 20% dipengaruhi oleh kecerdasan otak (IQ).
Sementara itu mata kuliah Praktik Plumbing merupakan salah satu mata
kuliah praktik yang harus ditempuh oleh mahasiswa program studi S-1 di Jurusan
Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan, Fakultas Teknik, UNY. Mata kuliah ini
bertujuan untuk menghasilkan mahasiswa yang memiliki keterampilan di bidang
plumbing, antara lain berisi tentang: (1) pemotongan dan berbagai metode
penyambungan plat besi, (2) pemotongan dan berbagai perangkaian pipa
galvanized iron, serta (3) pemotongan dan berbagai perangkaian pipa poly vinyl
cloride. Mahasiswa yang mengikuti kuliah praktik plumbing sebanyak 20 orang
4
dalam tiap kelas. Setiap mahasiswa diharuskan untuk melakukan praktik, baik
secara inndividual maupun secara berkelompok.
Beberapa permasalahan yang selama ini terjadi dalam perkuliahan praktik
plumbing sebagai berikut. (1) Jumlah peralatan yang dimiliki oleh
bengkel/workshop plambing tidak mencukupi apabila seluruh mahasiswa
melakukan praktik secara bersama-sama. Oleh karena itu selama ini selalu
dibentuk sistem kelompok untuk mengatasi keterbatasan peralatan tersebut. (2)
Penilaian yang dilakukan selama ini baru berorientasi pada produk, belum
mengarah pada penilaian proses. (3) Pendidikan karakter belum diintegrasikan
dalam mata kuliah praktik plumbing, padahal sesuai dengan kebojakan Rektor
UNY, maka dalam setiap mata kuliah perlu mengintegrasikan pendidikan
karakter, disesuaikan dengan karakteristik masing-masing mata kuliah. (4)
Kemampuan awal mahasiswa peserta mata kuliah praktik plumbing sangat
heterogen. Mahasiswa yang berasal dari SMK akan memiliki kemampuan awal
yang cukup untuk melakukkan praktik plumbing, sebab sewaktu di SMK mereka
pernah mendapatkan dasar-dasar praktik plumbing. Akan tetapi bagi mahasiswa
yang berasal dari SMU, maka kemampuan awalnya sangat terbatas, sehingga
biasanya akan mengalami kesulitan dalam melaksanakan praktik plumbing.
Dari berbagai identifikasi masalah yang terdapat dalam pelaksanaan mata
kuliah praktik plumbing di atas maka dapat dianalisis bahwa yang menjadi
masalah utama dalam implementasi pendidikan karakter pada mata kuliah praktik
plumbing adalah diperlukan model pembelajaran yang dapat dipakai untuk
mengintegrasikan pendidikan karakter dalam perkuliahan praktik plumbing yang
5
dilaksanakan secara berkelompok. Dibentuknya kelompok mahasiswa tersebut
dilakukan karena keterbatasan perlatan yang dimiliki oleh bengkel/workshop
plumbing.
Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan pada perkuliahan
yang menggunakan praktik secara berkelompok adalah model pembelajaran
cooperative learning. Melalui cooperative learning mahasiswa dapat bekerjasama
dalam mengerjakan tugas kelompok. Berhubung mahasiswa peserta mata kuliah
praktik plumbing memiliki kemampuan awal yang heterogen maka tipe
cooperative learning yang dipakai dipilih yang dapat memanfaatkan mahasiswa
dengan kemampuan awal yang cukup untuk dapat menjadi asisten dalam
kelompoknya. Tipe cooperative learning yang sesuai untuk kondisi tersebut
adalah tipe team assisted individualization. Untuk mendapatkan cara
implementasi pendidikan karakter melalui model pembelajaran cooperative
learning tipe team assisted individualization yang sesuai pada mata kuliah praktik
plumbing maka perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan
penelitian tindakan kelas. Adapun karakter yang akan diimplementasikan dalam
penelitian ini disesuaikan dengan karakteristik mata kuliah praktik plumbing,
meliputi: (1) kepedulian, (2) tanggung jawab, dan (1) kerja sama.
Implementasi pendidikan karakter dengan pembelajaran yang dilakukan
melalui model pembelajaran cooperative learning tipe team assisted
individualization pada mata kuliah praktik plumbing diyakini akan dapat
menghasilkan mahasiswa yang memiliki karakter sesuai yang menjadi fokus
dalam penelitian ini. Keyakinan tersebut berdasarkan penelitian pendahuluan yang
6
menyimpulkan bahwa pendidikan karakter dapat dilakukan melalui berbagai
strategi, antara lain: pembelajaran, penilaian, pemberdayaan, pembiasaan,
keteladanan, dan penguatan (Nuryadin ER: 2015).
Dari analisis permasalahan di atas maka yang menjadi rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah implementasi pendidikan karakter
kepedullian, tanggung jawab, dan kerjasama melalui model pembelajaran team
assisted individualization pada mata kuliah praktik plumbing?
B. Tujuan Penelitian / Target Kegiatan
Tujuan yang menjadi target dalam penelitian ini secara umum adalah
untuk memperoleh cara implementasi pendidikan karakter melalui strategi
pembelajaran yang menggunakan model cooperative learning tipe team assisted
individualization pada mata kuliah praktik plumbing. Adapun tujuan khususnya
adalah:
a. Memperoleh cara implementasi pendidikan karakter kepedulian yang sesuai
melalui model pembelajaran team assisted individualization pada mata kuliah
praktik plumbing.
b. Memperoleh cara implementasi pendidikan karakter tanggung jawab yang
sesuai melalui model pembelajaran team assisted individualization pada mata
kuliah praktik plumbing.
c. Memperoleh cara implementasi pendidikan karakter kerjasama yang sesuai
melalui model pembelajaran team assisted individualization pada mata kuliah
praktik plumbing.
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Pendidikan Karakter
Pada awalnya pendidikan karakter muncul dan berkembang dilandasi oleh
pemikiran bahwa kampus tidak hanya bertanggung jawab agar mahasiswa
menjadi sekedar cerdas, tetapi juga harus bertanggung jawab untuk
memberdayakan dirinya agar memiliki nilai-nilai moral dan memandunya dalam
kehidupan sehari-hari. Menurut Samani & Hariyanto (2011: 10) di negara-negara
barat khususnya Amerika Serikat, pendidikan karakter berkembang karena
dirasakan semakin lemahnya pengaruh keluarga terhadap anak-anak, dan semakin
kuatnya pengaruh teman sebaya (peer), terjadinya kemerosotan moral, makin
ditinggalkannya nilai-nilai agama, dan semakin banyaknya kriminalitas dan
kekerasan yang perilakunya anak usia kampus.
UNESCO melalui empat pilar pendidikan secara implisit sebenarnya
sudah menyinggung perlunya pendidikan karakter. Keempat pilar pendidikan
yang diharapkan untuk diimplementasikan ke pendidikan di seluruh dunia
termasuk pendidikan di universitas yang meliputi: learning to know, learning to
do, learning to be, dan learning to live together. Khususnya dua pilar terakhir
yaitu learning to be dan learning to live together pada hakikatnya adalah
implementasi dari pendidikan karakter yang mempengaruhi dan mewarnai
pembelajar pada saat mereka melaksanakan dua pilar di depan.
9
Sementara itu jika dilacak gagasan Ki Hajar Dewantara tentang
pendidikan, beliau berpendapat bahwa pendidikan adalah daya upaya untuk
memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran
(intelect) dan tubuh anak. Komponen-komponen budi pekerti, pikiran, dan tubuh
anak tidak boleh dipisah-pisahkan agar dapat memajukan kesempurnaan hidup
anak-anak. Dengan demikian dapat dimaknai bahwa menurut Ki Hajar Dewantara
pendidikan karakter merupakan bagian integral yang sangat penting dalam
pendidikan. Lebih lanjut Samani & Hariyanto (2011: 33) menjelaskan bahwa
konsep pendidikan among Ki Hajar Dewantara sarat akan nilai pendidikan
karakter yang selengkapnya sebagai berikut:
(4) Ing ngarsa sung tuladha, jika di depan memberi teladan: mengandung
nilai keteladanan, pembimbingan dan pemanduan.
(5) Ing madya mangun karsa, jika di tengah-tengah menyumbangkan gagasan:
mengandung nilai kreativitas dan pengembangan gagasan serta dinamisasi
pendidikan.
(6) Tut wuri handayani, jika dibelakang menjaga agar tujuan pendidikan dapat
tercapai dan peserta didik diberi motivasi serta diberi dukungan psikologis
untuk mencapai tujuan pendidikan: mengandung nilai memantau,
melindungi, merawat, menjaga, memberikan penilaian dan saran
perbaikan, sambil memberikan kebebasan untuk bernalar, dan
mengembangkan karakter peserta didik.
Secara leksikal, dalam Kamus Bahasa Indonesia (Sugono, dkk., 2008:
682) karakter merupakan kata benda yang diartikan sebagai tabiat atau sifat-sifat
10
kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang
lain. Adapun karakteristik termasuk dalam kata sifat dan dimaknai sebagai sifat
khas sesuai dengan perwatakan tertentu. Sedang menurut Ramly, dkk (2010: 3)
karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk
dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan
sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Karakter
merupakan nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena
pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan
orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan
sehari-hari (Samani & Hariyanto, 2011: 43).
Dalam Desain Induk Pendidikan Karakter Kementerian Pendidikan
Nasional, Nuh (2010: 7) menjelaskan bahwa karakter adalah nilai-nilai yang unik-
baik yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter
secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta
olahraga seseorang atau sekelompok orang. Selanjutnya pada naskah Kebijakan
Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025 (2010: 7) dijelaskan
bahwa karakter adalah nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau
berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan)
yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara
koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan
karsa seseorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan ciri khas seseorang
atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan
ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan.
11
Secara lebih detail Berkowitz & Bier (2005: 2) menjelaskan, “character is
a psychological construct. That is, the outcome of effective character education is
the psychological development of students”. Dijelaskan lebih lanjut, “character
education targets a particular subset of child development, which we call
character. Character is the composite of those psychological characteristics that
impact the child’s capacity and tendency to be an effective moral agent, i.e. to be
socially and personally responsible, ethical, and self-managed”. Pengembangan
karakter anak tersebut dilakukan secara berkelanjutan seperti penjelasan
Dickinson (2009: 1), “Character is the sum of continuously developing moral
and ethical qualities and the demonstration of those qualities in people's
emotional responses, thinking, reasoning, and behavior”. Dari sisi implementasi
di kampus, Abourjilie (2002: 2) menguraikan, “Character Education is a national
movement creating schools that foster ethical, responsible, and caring young
people by modeling and teaching good character through an emphasis on
universal values that we all share”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dengan orang lain yang terbentuk baik karena pengaruh
hereditas maupun pengaruh lingkungan, serta diwujudkan dalam pola pikir, pola
rasa, dan pola tindakan dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan
mana yang salah, lebih dari itu, Nuh (2010: 11) menyampaikan bahwa pendidikan
karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik
sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan
12
salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya
(psikomotor). Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus melibatkan
bukan saja aspek “pengetahuan yang baik (moral knowing), akan tetapi juga
“merasakan dengan baik atau loving good (moral feeling), dan perilaku yang baik
(moral action). Pendidikan karakter menekankan pada habit atau kebiasaan yang
terus-menerus dipraktikkan dan dilakukan. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan yang menanamkan kebiasaan
(habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi paham
(kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai
yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor).
Proses pendidikan karakter menurut Ramly, dkk (2011: 9) didasarkan pada
totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif,
afektif, psikomotorik) dan fungsi totalitas sosiokultural pada konteks interaksi
dalam keluarga, satuan pendidikan serta masyarakat. Nuh (2010: 7)
menyampaikan bahwa proses perkembangan karakter pada seseorang dipengaruhi
oleh banyak faktor yang khas yang ada pada orang yang bersangkutan yang juga
disebut faktor bawaan (nature) dan lingkungan (nurture) dimana orang yang
bersangkutan tumbuh dan berkembang. Faktor bawaan boleh dikatakan berada di
luar jangkauan masyarakat dan individu untuk mempengaruhinya. Sedangkan
faktor lingkungan merupakan faktor yang berada pada jangkauan masyarakat dan
individu. Dengan demikian usaha pengembangan atau pendidikan karakter
seseorang dapat dilakukan oleh masyarakat atau individu sebagai bagian dari
13
lingkungan melalui rekayasa faktor lingkungan, dalam hal ini adalah rekayasa
kultur kampus.
Faktor lingkungan dalam konteks pendidikan karakter memiliki peran
yang sangat penting karena perubahan perilaku peserta didik sebagai hasil dari
proses pendidikan karakter sangat ditentunkan oleh faktor lingkungan ini. Dengan
kata lain pembentukan dan rekayasa lingkungan yang mencakup diantaranya
lingkungan fisik dan budaya kampus, manajemen kampus, kurikulum, pendidik,
dan metode mengajar. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pelaksanaan pendidikan
karakter dalam pembelajaran saling terkait satu sama lain, sehingga harus
dipikirkan secara integral, tidak boleh parsial.
Dalam mengembangkan pendidikan karakter di kampus, terdapat faktor-
faktor yang harus dipertimbangkan secara simultan yang meliputi: (1) tujuan yang
hendak dicapai, (2) kurikulum (bahan ajar), (3) peserta didik, (4) jenis dan bentuk
pembelajaran, (5) kualifikasi dan kompetensi pengajar, (6) Strategi dan metode
mengajar, (7) media pembelajaran, (8) tempat belajar-mengajar, (9) evaluasi
pembelajaran, (10) durasi mengajar, dan (11) efektivitas waktu (Slamet PH,
2010: 429).
Sementara itu Slamet PH (2010: 426) menyampaikan faktor-faktor yang
mempengaruhi pendidikan karakter kerja melalui lima faktor esensial, yaitu: (1)
peraturan perundang-undangan, (2) kebijakan pemerintah, (3) rencana jangka
panjang, rencana jangka menengah, dan rencana tahunan, (4) dukungan dana dan
struktur anggaran, dan (5) faktor-faktor lain yang berpengaruh dalam
14
implementasi pendidikan karakter kerja. Faktor-faktor tersebut dapat digunakan
untuk mengimplmentasikan pendidikan karakter di SMK.
Pada tataran operasional, pendidikan karakter dapat dilakukan seperti
yang disarankan dalam kutipan (quotes) Reade (1903) sebagai berikut:
We sow a thought and reap an act;
We sow an act and reap a habit;
We sow a habit and reap a character;
We sow a character and reap a destiny
Kita menanamkan pemikiran maka akan menuai tindakan
Kita menanamkan tindakan maka akan menuai kebiasaan
Kita menanamkan kebiasaan maka akan menuai karakter
Kita menanamkan karakter maka akan menuai kemenangan
Menurut Slamet PH (2010: 427) saran tersebut masih relevan untuk
pendidikan karakter saat ini. Pendidikan bukan sekedar mengenalkan nilai-nilai
kepada peserta didik (logos), akan tetapi pendidikan harus juga mampu
menginternalisasikan nilai-nilai agar tertanam dan berfungsi sebagai muatan hati
nurani sehingga mampu membangkitkan penghayatan tentang nilai-nilai (ethos),
dan bahkan sampai pada implementasinya dalam kehidupan sehari-hari (pathos).
Karakter berkaitan dengan nilai-nilai, penalaran dan perilaku dari
seseorang. Dengan demikian, pendidikan karakter tidak bisa hanya diceramahkan,
atau dipaksakan lewat proses indoktrinasi berselubung pendidik. Pendidikan
karakter perlu didasarkan pada strategi yang tepat. Menurut salah seorang
15
pedagog berkebangsaan Amerika yaitu Kevin Ryan yang dikutip oleh Zamroni
(2011: 174) untuk mengembangkan strategi pendidikan karakter yang dapat
dilakukan dengan enam E, yaitu Example, Explanation, Exhortation, Ethical
environment, Experience, dan Expectation of excellency. Menurut strategi Ryan
tersebut, pendidikan karakter memerlukan contoh atau tauladan, jadi peserta didik
memiliki model yang ditiru. Sesuatu yang akan ditiru oleh mahasiswa, disertai
dengan pengetahuan mengapa seseorang perlu melakukan apa yang dtiiru
tersebut. Untuk itu perlu penjelasan mengapa sesuatu harus dilakukan, sehingga
tidak meniru membabi buta. Melakukan sesuatu itu harus secara serius sungguh-
sungguh, sebagai bentuk kerja keras dan serius, tidak kenal kata lelah. Dalam
melaksanakan sesuatu itu harus mempertimbangkan lingkungan baik sosial
maupun fisik. Artinya, sesorang harus sensitif atas kondisi dan situasi yang ada di
sekitarnya. Sikap, dan khususnya perilaku yang dilaksanakan harus dinikmati,
dikerjakan dengan penuh makna, sehingga memberikan pengalaman bagi diri
pribadi. Pengalaman inilah yang bisa menumbuhkan “makna” atau “spiritual” atas
apa yang dilakukan. Dengan demikian perilaku tersebut terinternalisasi pada diri
yang akan menjadi kebiasaan. Akhirnya, semua itu dilakukan dengan harapan
yang tinggi, bahwa hasil perilaku tersebut mewujudkan hasil terbaik.
Sementara itu Davidson, Lickona, dan Khmelkov (1991) mengemukakan
pendekatan secara komprehensif tentang pendidikan karakter yang disebut dengan
The Comprehensive Approach To Character Education. Pendekatan pendidikan
karakter tersebut memiliki dua belas poin pokok yang terdiri atas (1) Creating a
Caring Classroom Community, (2) Character-based Discipline, (3) Creating A
16
Democratic Classroom Environment, (4) Teaching Character Through the
Curriculum, (5) Cooperative Learning, (6) Developing the Conscience of Craft,
(7) Encouraging Ethical Reflection, (8) Teaching Conflict Resolution, (9) The
Teacher as Caregiver, Model, and Mentor, (10) Fostering Caring Beyond the
Classroom, (11) Parents and the Community as Partners in Character Education,
dan (12) Creating a Positive Moral Culture in the School.
Kedua belas pendekatan tersebut terbagi menjadi tiga kelompok yaitu: (1)
kegiatan di dalam kelas, (2) kegiatan melalui pengembangan kultur kampus, dan
(3) kegiatan melalui partisipasi seluruh warga kampus, keluarga, dan masyarakat.
Pada intinya, semua pendekatan tersebut mengarah pada karakter yang berbasis
rasa hormat dan tanggung jawab yang terejawantahkan melalui moral knowing,
moral feeling, dan moral action. Pendekatan komprehensif tersebut dapat
ditunjukkan pada Gambar berikut.
17
Gambar 1 Pendekatan Pendidikan Karakter Secara Komprehensif
(Davidson, Lickona, dan Khmelkov, 1991)
Pelaksanaan pendidikan karakter secara komprehensif tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip seperti yang disampaikan oleh
Lickona, Schaps, & Lewis (2007) tentang sebelas Prinsip Pendidikan Karakter
adalah sebagai berikut:
(1) Mempromosikan nilai-nilai etika inti, seperti sifat peduli, tulus (honesty), jujur
(fairness), bertanggungjawab, terbuka, rasa hormat kepada diri sendiri dan
orang lain, dan mendukung penampilan nilai-nilai sebagai dasar bagi
karakter yang baik.
(2) Mendefinisikan karakter secara komprehensif yang meliputi aspek pemikiran,
perasaan, dan perilaku.
(3) Menggunakan pendekatan yang komprehensif, mendalam, dan proaktif
terhadap pengembangan karakter.
(4) Menciptakan komunitas kampus yang peduli.
(5) Memberikan peluang kepada para mahasiswa untuk melakukan tindakan
moral.
(6) Menyusun kurikulum yang bermakna yang menghargai semua pembelajar,
mengembangkan karakter mereka, dan membantunya untuk mencapai
keberhasilan.
(7) Berusaha keras untuk memelihara motivasi diri para mahasiswa.
(8) Melibatkan semua warga kampus sebagai komunitas belajar dan moral yang
bersama-sama bertanggung jawab terhadap pendidikan karakter, dan
18
berusaha untuk mentaati nilai-nilai inti yang sama yang akan menjadi
teladan bagi para mahasiswa.
(9) Memelihara kepemimpinan moral secara bersama-sama dan mendukung
inisiatif pendidikan karakter.
(10) Melibatkan anggota keluarga dan komunitas sebagai patner dalam usaha
membangun karakter.
(11) Menekankan karakter kampus, para pegawai kampus berfungsi sebagai
guru pembentukan karakter, sampai kepada para mahasiswa dalam
mewujudkan karakter yang baik.
Secara umum, implementasi pendidikan karakter juga dapat mengadopsi
strategi seperti yang tertuang dalam Desain Induk Pendidikan Karakter
Kementerian Pendidikan Nasional (2010: 14-37) yang terdiri dari: (1)
keteladanan, (2) pembelajaran, (3) pemberdayaan dan pembiasaan, (4) penguatan,
(5) penilaian. Dalam penelitian ini implementasi pendidikan karakter akan
dilakukan melalui strategi pembelajaran dan penilaian.
Pembelajaran karakter dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan di kelas
maupun di luar kelas. Di kelas, pembelajaran karakter dilaksanakan melalui
proses belajar setiap materi pelajaran atau kegiatan yang dirancang khusus. Setiap
kegiatan belajar mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan
psikomotor. Oleh karena itu, tidak selalu diperlukan kegiatan belajar khusus untuk
mengembangkan nilai-nilai pada pendidikan karakter . Pembelajaran karakter di
luar kelas dapat dilaksanakan melalui kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan lain
yang diikuti oleh seluruh/sebagian mahasiswa, dirancang oleh kampus sejak
19
awal tahun pelajaran atau program pembelajaran, dan dimasukkan ke dalam
kalender akademik.
Pada dasarnya, penilaian terhadap pendidikan karakter dapat dilakukan
terhadap kinerja pendidik, tenaga kependidikan, dan mahasiswa. Kinerja pendidik
atau tenaga kependidikan dapat dilihat dari berbagai hal terkait dengan dengan
berbagai aturan yang melekat pada diri pegawai, antara lain: (1) hasil kerja:
kualitas kerja, kuantitas kerja, ketepatan waktu penyelesaian kerja, kesesuaian
dengan prosedur; (2) komitmen kerja: inisiatif, kualitas kehadiran, kontribusi
terhadap keberhasilan kerja, kesediaan melaksanakan tugas dari pimpinan; (3)
hubungan kerja: kerja sama, integritas, pengendalian diri, kemampuan
mengarahkan dan memberikan inspirasi bagi orang lain.
Dari hasil pengamatan, catatan anekdotal, tugas, laporan, dan sebagainya
pendidik dapat memberikan kesimpulan/pertimbangan tentang pencapaian suatu
indikator atau bahkan suatu nilai. Kesimpulan/pertimbangan tersebut dapat
dinyatakan dalam pernyataan kualitatif dan memiliki makna terjadinya proses
pembangunan karakter yang meliputi: intensity, extensity, dan clarity (Ndraha,
2005: 44).
Penilaian dalam hal intensity merupakan penilaian dalam hal kedalaman
karakter pada penanamannya, apakah baru sekedar dilakukan atau sudah sampai
dihayati. Jadi intensitas mencerminkan seberapa jauh karakter dihayati, dianut,
dan dilaksanakan secara konsisten oleh warga kampus. Apakah karakter dianut
sepenuhnya oleh warga kampus ataukah hanya sebagian saja, atau bahkan tidak
sama sekali. Intensitas juga dimaksudkan bagaimana cara organisasi kampus
memperlakukan warga kampus yang secara konsekuen menjalankan karakter 20
dan warga kampus yang hanya setengah atau sama sekali tidak menjalankan
karakter.
Penilaian dalam hal extensity menunjukkan seberapa luas kalangan yang
merespons (nurut, niru, manut) penanaman karakter . Penyebarluasan karakter ini
terkait dengan seberapa banyak warga kampus yang menganut karakter .
Penyebarluasan karakter tergantung pada sistem sosialisasi atau pewarisan yang
diberikan kepada warga kampus. Sistem sosialisasi dapat dilakukan melalui
orientasi yang menyangkut pemberian bimbingan anggota-anggota baru. Selain
itu sosialisasi juga dapat dilakukan melalui pelatihan kepada warga kampus
secara berkesinambungan. Keberhasilan sosialisasi ini tergantung kepada seberapa
banyak warga kampus yang menganut dan sekaligus mempraktikkan karakter
dalam perilaku sehari hari.
Penilaian dalam hal Clarity menunjukkan kejelasan pemahaman karakter
oleh warga kampus. Karakter yang disepakati oleh warga kampus dapat
ditentukan secara jelas. Kejelasan nilai-nilai ini ditentukan dalam bentuk filosofi,
slogan, asumsi dasar, visi misi kampus, serta prinsip-prinsip atau peraturan
kampus. Sekolah yang memiliki nilai-nilai budaya yang jelas dapat memberikan
pengaruh nyata dan jelas kepada perilaku warga sekolahnya.
Adapun karakter yang akan diimplementasikan dalam pembelajaran mata
kuliah praktik plumbing melalui penelitian ini disesuaikan dengan karakteristik
mata kuliahnya, meliputi: (1) kepedulian, (2) tanggung jawab, dan (3) kerja sama.
21
2. Cooperative Learning Tipe Team Assisted Individualization
Model pembelajaran cooperative learning merupakan kegiatan belajar
yang dilakukan oleh mahasiswa dalam kelompok-kelompok tertentu yang
anggotanya 5 orang dengan struktur kelompok heterogen untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah dirumuskan. Cooperative learning dapat meningkatkan
belajar mahasiswa lebih baik dan meningkatkan sikap saling tolong-menolong
dalam perilaku sosial. Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang
berfokus pada penggunaan kelompok kecil mahasiswa untuk bekerja sama dalam
memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Johnson (1991)
menjelaskan bahwa model pembelajaran cooperative learning tidak sama dengan
sekedar belajar dalam kelompok. Ada lima unsur dasar pembelajaran cooperative
learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan
asal-asalan. Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif dengan benar akan
menunjukkan pendidik mengelola kelas lebih efektif. Johnson (1991)
mengemukakan dalam model pembelajaran kooperatif ada lima unsur yaitu: saling
ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi
antar anggota, dan evaluasi proses kelompok.
Gambar 2.Unsur dalam Cooperative Learning
22
Cooperative learning menurut Slavin dalam Johnson (1991) merujuk pada
berbagai macam model pembelajaran di mana mahasiswa bekerja sama dalam
kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari berbagai tingkat prestasi, jenis
kelamin, dan latar belakang etnik yang berbeda untuk saling membantu satu sama
lain dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif, mahasiswa
diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan, dan berargumentasi
untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup
kesenjangan dalam pemahaman masing-masing. Cooperative learning lebih dari
sekedar belajar kelompok karena dalam model pembelajaran ini harus ada struktur
dorongan dan tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadi
interaksi secara terbuka dan hubungan-hubungan yang bersifat interdependensi
efektif antara anggota kelompok.
Kagan dalam Muslih (2010) berpendapat bahwa cooperative learning
bukan sekadar bekerja sama, tetapi mewujudkan ketergantungan yang positif dan
terstruktur. Kelompok pelajar dapat dikatakan sebagai kelompok kooperatif
apabila memenuhi lima ciri yang telah ditekankan, sebagai berikut.
Ciri pertama, saling bergantung secara positif. Saling bergantung secara
positif, maksudnya perasaan di kalangan satu kelompok pelajar bahwa apa yang
membantu seorang anggota dalam kelompok akan dapat membantu anggota-
anggota lain dalam kelompok dan perasaan yang menyakitkan pada anggota akan
menyakitkan semua anggota kelompok tersebut. Oleh karena itu, pelajar harus
bekerja sama di dalam satu kelompok untuk mencapai tujuan yang telah
23
ditetapkan. Tanpa kerja sama antaranggota, kelompok tidak dapat mencapai
tujuan tersebut.
Ciri kedua, proses interaksi secara langsung. Proses interaksi secara
langsung maksudnya adalah interaksi terjadi secara langsung di antara anggota
pelajar dalam kelompok dalam proses pembelajaran kerja sama. Model interaksi
yang demikian ini menjadi elemen utama dalam pembelajaran kooperatif.
Anggota kelompok pelajar melakukan kerja sama melalui berbagai gagasan
tentang bahan pembelajaran dan saling menolong serta memberi dorongan antara
anggota yang satu dengan anggota lainnya.
Ciri ketiga, tanggung jawab individu dan kelompok. Tanggung jawab
individu dan kelompok maksudnya adalah satu kelompok bertanggung jawab
mencapai tujuan dan setiap individu bertanggung jawab memberi kontribusi kerja
yang selayaknya. Oleh karena itu, perlu ada satu pedoman untuk menentukan
kemajuan satu kelompok dan mengetahui secara pasti tentang
usaha setiap anggota dalam kelompok.
Ciri keempat, keterampilan interpersonal. Keterampilan ini perlu untuk
memberikan peranan kelompok untuk berfungsi dengan baik dan maksimal.
Sebagai contoh, perlunya ada kepemimpinan yang dapat memberikan kesan dan
dampak positif, keterampilan untuk membuat keputusan, mewujudkan
kepercayaan sesama anggota, komunikasi yang berkesan dan keterampilan untuk
menyelesaikan konflik yang muncul di dalam kelompok.
Ciri kelima, proses kelompok. Pelajar dalam kelompok kecil
mendiskusikan bagaimana mereka menyelesaikan secara baik terhadap berbagai
24
tugas dan mencapai tujuan mereka. Mereka perlu saling membantu di antara
mereka untuk mencapai tujuan tersebut.
Cooperative learning mempunyai kelebihan dalam proses pembelajaran
karakter. Berbagai kelebihan cooperative learning dalam pembelajaran karakter
bagi mahasiswa menurut Lickona (1991) terdiri dari enam kelebihan sebagai
berikut.
Pertama, cooperative learning mengajarkan nilai kerja sama di antara para
pelajar. cooperative learning dapat mengajarkan sesuatu yang baik kepada pelajar
yaitu membantu setiap pelajar yang lain. Watson dalam Lickona (1991)
menjelaskan bahwa cooperative learning memberi kesempatan kepada seseorang
dalam anggota kelompok supaya berbuat adil dan murah hati serta senang berbuat
kebajikan sesama kelompok yang kondusif dan peduli kepada teman anggota
kelompok dapat mengembangkan berbagai sikap yang lebih baik, dan lebih
cenderung untuk melakukan perilaku prososial dengan lebih mudah
Kedua, cooperative learning dapat membangun komunitas di dalam kelas.
Membangun komunitas di dalam kelas dapat membantu para pelajar untuk
mengetahui dan peduli mengenai setiap yang lain dan merasakan menjadi ahli
dalam unit sosial kecil sebagaimana dalam kelompok yang lebih besar lagi secara
keseluruhannya. Dalam hal ini, Lickona (1997) berpendapat cooperative learning
dapat mengurangi etnik, perkauman dan halangan sosial yang lain serta
mengintegrasikan setiap pelajar dan struktur sosial yang kecil mengenai kelompok
kerja sama.
25
Ketiga, cooperative learning mengajarkan berbagai nilai kehidupan, di
antaranya yang paling penting dalam kehidupan adalah mendengar, mengambil
pandangan orang lain, berkomunikasi secara efektif, menyelesaikan berbagai
konflik, dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.
Keempat, cooperative learning dapat meningkatkan prestasi akademik,
penghormatan diri, dan persepsi terhadap sekolah. Khusus kelebihan yang
berkaitan dengan prestasi akademik dikuatkan oleh Kluge (1990); Berman (1990);
Totten, Sills, & Digby (1991), yaitu pembelajaran kooperatif dapat memperbaiki
prestasi pelajar.
Kelima, cooperative learning menawarkan satu pilihan mengesan.
Cooperative learning merupakan cara yang paling baik untuk menghindarkan
berbagai kesan negatif dan dapat mencapai kesamaan pendidikan. Semua anggota
dalam kelompok cooperative learning dapat belajar untuk bekerja dan peduli
mengenai berbagai perbedaan dalam anggota kelompok dan mereka dapat
menguasai bahan yang lebih mendalam karena mereka membantu mengajarkan
bahan kepada setiap anggaota yang lain.
Keenam, cooperative learning mempunyai potensi untuk memberi
motivasi yang paling penting dan merasa menjadi komunitas di kelas yang dapat
menumbuhkan suasana moral dalam proses pembelajaran.
Untuk menerapkan model pembelajaran cooperative leraning pada mata
kuliah Praktik Plumbing dapat dilakukan melalui cooperative leraning tipe team
assisted individualization. Pembelajaran kooperatif tipe team assisted
individualization ini dikembangkan oleh Slavin. Tipe ini mengkombinasikan
26
keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran individual. Tipe ini
dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual. Oleh karena
itu kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah,
ciri khas pada tipe team assisted individualization ini adalah setiap mahasiswa
secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh
dosen. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan
dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok
bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama.
Menurut Suyitno dalam Firmansyah & Buditjahjanto (2013), model
pembelajaran kooperatif tipe team assisted individualization ini memiliki 8
komponen, sebagai berikut.
(1) Teams yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri dari 4 sampai
5 mahasiswa.
(2) Placement Test yaitu pemberian pre-test kepada mahasiswa atau melihat
rata-rata nilai harian mahasiswa agar dosen mengetahui kelemahan
mahasiswa pada bidang tertentu.
(3) Student Creative yaitu melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan
menciptakan dimana keberhasilan individu ditentukan oleh keberhasilan
kelompoknya.
(4) Team Study yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh
kelompok dan dosen memberikan bantuan secara individual kepada
mahasiswa yang membutuhkan.
(5) Team Score and Team Recognition yaitu pemberian score terhadap hasil
kerja kelompok dan memberikan kriteria penghargaan terhadap kelompok
27
yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang
berhasil dalam menyelesaikan tugas.
(6) Teaching Group yaitu pemberian materi secara singkat dari dosen
menjelang pemberian tugas kelompok.
(7) Fact test yaitu pelaksanaan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh
mahasiswa.
(8) Whole-Class Units yaitu pemberian materi oleh dosen kembali diakhiri
waktu pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah.
28
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan jenis penelitian tindakan
kelas (PTK). Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh cara implementasi
pendidikan karakter melalui model pembelajaran team assisted individualization
pada mata kuliah Praktik Plumbing. Dalam hal ini, peneliti terjun langsung
didalam kelas mulai dari mendiagnosis kesulitan/kendala yang dihadapi dalam
proses pembelajaran kemudian merumuskan rencana tindakan, melaksanakan
pembelajaran, memonitor proses tindakan, melakukan refleksi dan perbaikan
proses tindakan, dan mengevaluasi hasil tindakan atau efektivitas model. Bagan
disain penelitian tindakan ini digambarkan sebagai berikut (Kemmis & Taggart,
1990:11).
Gambar 3. Skema Penelitian Classroom Action Research
29
B. Setting Penelitian
Penelitian tindakan kelas menurut Kemmis & Taggart (1990) terdiri dari
beberapa siklus di mana masing-masing siklus meliputi tahapan: Plan
(perencanaan), action & observe (pelaksanaan dan observasi), serta reflect
(refleksi). Penjelasan dari setiap tahapan dalam suatu siklus dalam penelitian ini
sebagai berikut.
1) Perencanaan
Melalui penelitian ini akan dilakukan implementasi pendidikan karakter
kejujuran, kedisiplinan, kepedulian, tanggung jawab, kerja sama, dan toleransi
melalui model pembelajaran cooperative learning tipe team assisted
individualization pada mata kuliah praktik plambing. Pada mata kuliah tersebut
mahasiswa dituntut untuk mempraktikkan sekumpulan kompetensi secara
berkelompok, sehingga lebih menekankan kegiatan sosial dalam kelompoknya.
Kegiatan penelitian ini akan dilakukan melalui tahapan-tahapan model
pembelajaran team assisted individualization yang dimodifikasi disesuaikan
dengan karakteristik mata kuliah praktik plumbing sebagai berikut:
(a) Dosen menyiapkan materi bahan ajar yang telah disiapkan sebelumnya.
(b) Dosen memberikan pretes kepada mahasiswa (mengadopsi komponen
Placement Test).
(c) Dosen memberikan materi secara singkat (mengadopsi komponen
Teaching Group).
30
(d) Dosen membentuk kelompok kecil yang heterogen tetapi harmonis
berdasarkan kemampuan mahasiswa, setiap kelompok 4-5 mahasiswa
(mengadopsi komponen Teams).
(e) Dosen menugasi kelompok dengan tugas praktik yang sudah disiapkan
dengan menciptakan lingkungan dimana keberhasilan individu ditentukan
oleh keberhasilan kelompok, dengan menekankan pendidikan karakter
melalui penilaian terhadap perilaku mahasiswa dengan menggunakan
lembar observasi (mengadopsi komponen Student Creative).
(f) Perwakilan kelompok melaporkan keberhasilan kelompok atau hambatan
yang dialami anggota kelompoknya. Jika diperlukan, dosen dapat
memberikan bantuan secara individual (mengadopsi komponen Team
Study).
(g) Dosen menetapkan kelompok terbaik sampai kelompok yang kurang
berhasil berdasarkan hasil koreksi (mengadopsi komponen Team Score
and Team Recognition).
(h) Dosen menyampaikan kesimpulan materi pembelajaran (mengadopsi
Whole-Class Units).
2) Pelaksanaan dan observasi
Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil subyek penelitian
mahasiswa yang menjadi paserta mata kuliah praktik plumbing di Jurusan
Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan yang diampu oleh peneliti yaitu
sejumlah satu kelas yang terdiri dari 19 mahasiswa. Penelitian ini dialokasikan
selama dua bulan yaitu tanggal 22 September sampai 20 November tahun 2015
dengan mengambil lokasi di bengkel/workshop plumbing Jurusan Pendidikan 31
Teknik Sipil dan Perencanaan FT UNY. Observer dalam penelitian ini adalah
peneliti yang juga merupakan dosen pengampu mata kuliah praktik plumbing.
Peneliti yakin akan dapat berperan sebagai pengajar sekaligus observer
dalam penelitian ini karena banyaknya mahasiswa dalam satu kelas hanya
sejumlah 19 orang. Selain itu dalam penelitian ini akan dibentuk kelompok-
kelompok kecil mahasiswa dimana dalam masing-masing kelompok akan
ditempatkan mahasiswa yang memiliki kompetensi baik yang bertugas untuk
membantu teman dalam kelompoknya untuk praktik. Materi kuliah yang akan
dipakai dalam penelitian adalah topik tentang memotong dan membuat berbagai
sambungan plat tipis, membuat perkuatan tepi, membuat pipa segi empat, serta
mengulir pipa galvanized iron.
Untuk melakukan observasi dalam rangka pengambilan data maka telah
dibuat instrumen penelitiannya. Instrumen yang digunakan untuk mengambil data
adalah: (1) lembar presensi tatap muka dalam proses belajar mengajar, (2) lembar
monitoring yang digunakan untuk mencatat karakter mahasiswa (kejujuran,
kedisiplinan, kepedulian, tanggung jawab, kerja sama, dan toleransi), ketercapaian
kompetensi, kendala/ kesulitan yang dihadapi dalam praktik, serta (3) lembar nilai
yang digunakan untuk mencatat nilai latihan dan tes.
Teknik pengambilan data dilakukan dengan observasi langsung di kelas
oleh peneliti sendiri serta melakukan tes. Selain itu, pengumpulan data juga
dilakukan melalui wawancara tak terstruktur untuk menjaring informasi yang
tidak dapat diperoleh melalui observasi.
32
Tabel 1. Lembar Pengamatan Karakter Mahasiswa
No No. Induk Mahasiswa
(NIM)
Nama Mahasiswa
Penilaian Karakter
Kepedulian Tanggung jawab Kerja sama
1.2.3.…dst.
Indikator Penilaian Karakter Mahasiswa
Kepedulian : - Bersedia antri dalam memakai alat degan tertib - Menjaga kebersihan tempat praktik - Menggunakan peralatan dengan hati-hati, agar tidak
mudah rusak. - Menggunakan bahan seefisien mungkin
Tanggung jawab : - Berusaha menyelesaikan tugas sebaik mungkin - Menjaga keselamatan kerja - Memakai alat sesuai dengan fungsinya - Memantau anggota tim dalam menyelesaikan tugas.
Kerja sama : - Bersedia membantu teman yang memerlukan bantuan - Bersedia bertanya kepada teman yang sudah bisa,
apabila mengalami kendala dalam praktik. - Membetulkan teman yang melakukan kesalahan dalam
praktik. - Bersedia bekerja secara tim.
3) Refleksi
Refleksi merupakan kegiatan untuk menganalisis keunggulan dan
kelemahan yang telah diperoleh dalam siklus tersebut. Selain itu refleksi juga
dimaksudkan untuk mengetahui apakah penelitian yang dilakukan sudah
mencapai indikator keberhasilan atau belum. Apabila belum mencapai indikator
keberhasilan, maka penelitian dilanjutkan ke siklus berikutnya dengan
33
memperbaiki kelemahan-kelemahan yang terjadi pada siklus sebelumnya. Namun
apabila indikator keberhasilan sudah tercapai, maka tidak perlu dilanjutkan ke
siklus berikutnya. Adapun indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah rata-
rata penilaian karakter kejujuran, kedisiplinan, kepedulian, tanggung jawab, kerja
sama, dan toleransi mahasiswa skornya di atas 2,75 (rentang skor adalah 0 sampai
3).
C. Teknik Analisis Data
Penskoran dalam penilaian karakter dilakukan melalui rating scale mulai
dari angka 0 sampai 3. Angka 0 menunjukkan nilai yang paling rendah dan angka
3 menunjukkan nilai paling tinggi, dengan perincian sebagai berikut:
0 = tidak pernah melakukan (0%)
1 = kadang-kadang melakukan (>0% - 50%)
2 = sering melakukan (>50%)
3 = selalu melakukan (100%)
Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan teknik deskriptif
kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk
menganalisis data hasil monitoring. Selain itu, analisis data wawancara tak
terstruktur dilakukan dengan deskriptif kualitatif.
34
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Hasil Penelitian Siklus 1
Pelaksanaan penelitian tindakan kelas pada mata kuliah praktik plambing
ini didahului dengan pelaksanaan pra siklus berupa pembelajaran dengan
menggunakan metode ceramah, demonatrasi dan praktik. Pembeljaran pra siklus
diawali dengan dosen memberikan pengantar teori praktik menggunakan ceramah
dan demonstrasi dan dilanjutkan dengan praktik. Melalui pra siklus yang
dilaksanakan selama 3 pertemuan tersebut telah teridentifikasi kelemahan dan
keunggulan selama pembelajaran beserta data nilai hasil praktik siswa. Dari data
tersebut diketahui terdapat beberapa mahasiswa yang memiliki keterampilan
praktik diatas rata-rata. Selain itu juga diketahui bahwa sebenarnya mahasiswa
suka mengerjakan tugas secara berkelompok (bersama-sama) meskipun tugas
yang diberikan adalah tugas individu. Dari berbagai data tersebut kemudian
dijadikan dasar untuk melaksanakan penelitian model pembelajaran cooperative
learning tipe team assisted individualization pada mata kuliah praktik plambing.
a) Perencanaan Siklus 1
Melalui penelitian ini telah dilakukan implementasi pendidikan karakter
kepedulian, tanggung jawab, dan kerja sama melalui model pembelajaran
cooperative learning tipe team assisted individualization pada mata kuliah praktik
35
plambing. Pada mata kuliah tersebut mahasiswa dituntut untuk mempraktikkan
sekumpulan kompetensi secara berkelompok, sehingga lebih menekankan
kegiatan sosial dalam kelompoknya. Kegiatan penelitian ini dilakukan melalui
tahapan-tahapan model pembelajaran team assisted individualization yang
dimodifikasi disesuaikan dengan karakteristik mata kuliah praktik plumbing
sebagai berikut:
(a) Dosen memberikan materi secara singkat (mengadopsi komponen
Teaching Group).
(b) Dosen membentuk kelompok kecil yang heterogen tetapi harmonis
berdasarkan kemampuan mahasiswa, setiap kelompok 4-5 mahasiswa
(mengadopsi komponen Teams). Pembentukan kelompok berdasarkan pre
tes yang diberikan pada saat pra siklus.
(c) Dosen menugasi kelompok dengan tugas praktik yang sudah disiapkan
dengan menciptakan lingkungan dimana keberhasilan individu ditentukan
oleh keberhasilan kelompok, dengan menekankan pendidikan karakter
melalui penilaian terhadap perilaku mahasiswa dengan menggunakan
lembar observasi (mengadopsi komponen Student Creative).
(d) Perwakilan kelompok melaporkan keberhasilan kelompok atau hambatan
yang dialami anggota kelompoknya. Jika diperlukan, dosen dapat
memberikan bantuan secara individual (mengadopsi komponen Team
Study).
(e) Dosen menetapkan kelompok terbaik sampai kelompok yang kurang
berhasil berdasarkan hasil koreksi (mengadopsi komponen Team Score
and Team Recognition).
36
(f) Dosen menyampaikan kesimpulan materi pembelajaran (mengadopsi
Whole-Class Units).
b) Pelaksanaan dan observasi Siklus 1
Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil subyek penelitian
mahasiswa yang menjadi paserta mata kuliah praktik plumbing di Jurusan
Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan yang diampu oleh peneliti yaitu
sejumlah satu kelas yang terdiri dari 19 mahasiswa. Siklus 1 dilaksanakan pada
hari senin tanggal 12 dan 19 Oktober 2015 dengan mengambil lokasi di
bengkel/workshop plumbing Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan
FT UNY. Observer dalam penelitian ini adalah peneliti yang juga merupakan
dosen pengampu mata kuliah praktik plumbing.
Peneliti yakin akan dapat berperan sebagai pengajar sekaligus observer
dalam penelitian ini karena banyaknya mahasiswa dalam satu kelas hanya
sejumlah 19 orang. Selain itu pengambilan data juga dilakukan melalui penilaian
antar teman. Dalam penelitian ini dibentuk kelompok-kelompok kecil mahasiswa
dimana dalam masing-masing kelompok telah ditempatkan mahasiswa yang
memiliki kompetensi baik yang bertugas untuk membantu teman dalam
kelompoknya untuk praktik. Materi kuliah praktik pada siklus 1 ini adalah
membuat berbagai sambungan plat tipis dan membuat perkuatan tepi.
Dalam melakukan observasi utuk pengambilan data maka telah dibuat
instrumen penelitiannya. Instrumen yang digunakan untuk mengambil data
adalah: (1) lembar nilai hasil praktik proses belajar mengajar, dan (2) lembar
monitoring yang digunakan untuk mencatat karakter mahasiswa ( kepedulian,
37
tanggung jawab, dan toleransi), ketercapaian kompetensi, kendala/ kesulitan yang
dihadapi dalam praktik.
Teknik pengambilan data dilakukan dengan observasi langsung di kelas
oleh peneliti sendiri serta melakukan tes. Selain itu, pengumpulan data juga
dilakukan melalui wawancara tak terstruktur untuk menjaring informasi yang
tidak dapat diperoleh melalui observasi.
Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Pengamatan Karakter Mahasiswa pada Siklus 1
UraianPenilaian Karakter
Kepedulian Tanggung jawab Kerja sama
Nilai Rerata 2,86 2,67 2,68
Berdasarkan penilaian karakter tersebut diperoleh nilai rerata totalnya adalah 2,74
dari skor maksimal 3. Rincian penilaian siklus 1 pada karakter kepedulian,
tanggung jawab, dan kerjasama selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1.
Indikator Penilaian Karakter Mahasiswa
Kepedulian : - Bersedia antri dalam memakai alat dengan tertib - Menjaga kebersihan tempat praktik - Menggunakan peralatan dengan hati-hati, agar tidak
mudah rusak. - Menggunakan bahan seefisien mungkin
Tanggung jawab : - Berusaha menyelesaikan tugas sebaik mungkin - Menjaga keselamatan kerja - Memakai alat sesuai dengan fungsinya - Memantau anggota tim dalam menyelesaikan tugas.
Kerja sama : - Bersedia membantu teman yang memerlukan bantuan - Bersedia bertanya kepada teman yang sudah bisa,
apabila mengalami kendala dalam praktik. - Membetulkan teman yang melakukan kesalahan dalam
praktik. - Bersedia bekerja secara tim.
38
Gambar 4. Mahasiswa bekerja secara berkelompok
c) Refleksi Siklus 1
Hal-hal positif yang menonjol dari implementasi model pembelajaran
team assisted individualization pada siklus 1 antara lain:
(1) Mahasiswa memiliki kesadaran untuk antri dalam memakai peralatan.
(2) Mahasiswa memililki kesadaran untuk menggunakan bahan secara efisien.
(3) Mahasiswa memiliki motivasi tinggi untuk berusaha menyelesaikan tugasnya
dengan sebaik-baiknya.
(4) Mahasiswa selalu menjaga keselamatan kerja.
(5) Mahasiswa tidak sungkan-sungkan untuk meminta bimbingan kepada
temannya yang sudah bisa.
Adapun kekurangan-kekurangan selama siklus 1 yang perlu diperbaiki
untuk pelaksanaan penelitian di siklus 2 antara lain:
(1) Perlu dikembangkan kepedulian untuk menjaga kebersihan bengkel.
39
(2) Masih terdapat mahasiswa yang kurang hati-hati dalam menggunakan
peralatan, bahkan kadang-kadang tidak menggunakan alat sesuai dengan
fungsinya.
(3) Perlu ditumbuhkan kesadaran untuk memantau kemajuan anggota
kelompoknya.
(4) Perlu ditumbuhkan kesadaran untuk bekerja secara tim dengan saling
membantu.
Berdasarkan data yang diperoleh dari siklus 1 diketahui bahwa indikator
ketercapaian penelitian belum tercapai, yaitu rerata hasil penilaian karakter
kepedulian, tanggung jawab, dan kerjasama harus berada di atas 2,75. Meskipun
dalam siklus 1 rerata penilaian karakter kepedulian sebesar 2,86 sudah berada di
atas indikator ketercapaian, tetapi karena rerata totalnya masih di bawah 2,75
maka penelitian ini dilanjutkan ke siklus 2.
2. Hasil Penelitian Siklus 2
a) Perencanaan Siklus 2
Perencanaan pada siklus 2 ini dibuat berdasarkan hasil refleksi pada siklus
1. Dari siklus 1 diketahui beberapa kelemahan yang perlu diperbaiki dalam siklus
2. Kegiatan penelitian siklus 2 ini dilakukan melalui tahapan-tahapan model
pembelajaran team assisted individualization yang dimodifikasi disesuaikan
dengan karakteristik mata kuliah praktik plumbing sebagai berikut:
(a) Dosen memberikan materi secara singkat (mengadopsi komponen
Teaching Group).
40
(b) Dosen membentuk kelompok kecil yang heterogen tetapi harmonis
berdasarkan kemampuan mahasiswa, setiap kelompok 4-5 mahasiswa
(mengadopsi komponen Teams).
(c) Dosen menugasi kelompok dengan tugas praktik yang sudah disiapkan
dengan menciptakan lingkungan dimana keberhasilan individu ditentukan
oleh keberhasilan kelompok, dengan menekankan pendidikan karakter
melalui penilaian terhadap perilaku mahasiswa dengan menggunakan
lembar observasi (mengadopsi komponen Student Creative). Dalam tahap
ini ditekankan untuk melakukan perbaikan dari kelemahan yang terdapat
siklus 1. Rencana perbaikannya antara lain:
(1) Mahasiswa dituntut untuk menjaga kebersihan bengkel dengan
menghindari membuat sampah yang tidak perlu.
(2) Mahasiswa dituntut untuk berhati-hati dalam menggunakan alat. Jika
sampai terjadi kerusakan akibat kesalahan pemakaian maka akan
dilakukan pengurangan nilai.
(3) Mahasiswa ditekankan untuk selalu memantau kemajuan anggota
kelompoknya. Meskipun dalam siklus 1 dan siklus 2 tugasnya adalah
tugas individu, tetapi nilai final adalah nilai individu digabung dengan
nilai kelompok.
(4) Ditekankan implementasi tutor teman sebaya.
(d) Perwakilan kelompok melaporkan keberhasilan kelompok atau hambatan
yang dialami anggota kelompoknya. Jika diperlukan, dosen dapat
memberikan bantuan secara individual (mengadopsi komponen Team
Study).
41
(e) Dosen menetapkan kelompok terbaik sampai kelompok yang kurang
berhasil berdasarkan hasil koreksi (mengadopsi komponen Team Score
and Team Recognition).
(f) Dosen menyampaikan kesimpulan materi pembelajaran (mengadopsi
Whole-Class Units).
b) Pelaksanaan dan observasi Siklus 2
Siklus 2 dilaksanakan pada hari senin tanggal 2 dan 9 November 2015
dengan mengambil lokasi di bengkel/workshop plumbing Jurusan Pendidikan
Teknik Sipil dan Perencanaan FT UNY. Observer dalam penelitian ini adalah
peneliti yang juga merupakan dosen pengampu mata kuliah praktik plumbing.
Materi kuliah praktik pada siklus 2 ini adalah membuat pipa segi empat dan
sambungan pipa segi empat.
Instrumen yang digunakan untuk mengambil data dalam siklus 2 masih
sama dengan instrumen pada siklus 1 yaitu: (1) lembar nilai hasil praktik proses
belajar mengajar, dan (2) lembar monitoring yang digunakan untuk mencatat
karakter mahasiswa (kepedulian, tanggung jawab, dan toleransi), ketercapaian
kompetensi, kendala/ kesulitan yang dihadapi dalam praktik.
Teknik pengambilan data dilakukan dengan observasi langsung di kelas
oleh peneliti sendiri serta melakukan tes. Selain itu, pengumpulan data juga
dilakukan melalui wawancara tak terstruktur untuk menjaring informasi yang
tidak dapat diperoleh melalui observasi.
42
Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Pengamatan Karakter Mahasiswa pada Siklus 2
UraianPenilaian Karakter
Kepedulian Tanggung jawab Kerja sama
Nilai Rerata 2,92 2,79 2,80
Berdasarkan penilaian karakter tersebut diperoleh nilai rerata totalnya adalah 2,84
dari skor maksimal 3. Rincian penilaian siklus 2 pada karakter kepedulian,
tanggung jawab, dan kerjasama selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2.
Indikator Penilaian Karakter Mahasiswa
Kepedulian : - Bersedia antri dalam memakai alat dengan tertib - Menjaga kebersihan tempat praktik - Menggunakan peralatan dengan hati-hati, agar tidak
mudah rusak. - Menggunakan bahan seefisien mungkin
Tanggung jawab : - Berusaha menyelesaikan tugas sebaik mungkin - Menjaga keselamatan kerja - Memakai alat sesuai dengan fungsinya - Memantau anggota tim dalam menyelesaikan tugas.
Kerja sama : - Bersedia membantu teman yang memerlukan bantuan - Bersedia bertanya kepada teman yang sudah bisa,
apabila mengalami kendala dalam praktik. - Membetulkan teman yang melakukan kesalahan dalam
praktik. - Bersedia bekerja secara tim.
43
Gambar 5. Implementasi Tutor Teman Sebaya dalam Team Assisted Individualization
c) Refleksi Siklus 2
Hal-hal positif yang menonjol dari implementasi model pembelajaran
team assisted individualization pada siklus 2 antara lain:
(1) Kepedulian mahasiswa untuk menjaga kebersihan bengkel sudah meningkat.
(2) Sebagian besar mahasiswa sudah hati-hati dalam menggunakan peralatan, dan
menggunakan alat sesuai dengan fungsinya.
(3) Kesadaran mahasiswa untuk memantau kemajuan anggota kelompoknya
sudah meningkat.
(4) Sebagaian besar mahasiswa sudah bekerja secara tim dengan saling
membantu.
Berdasarkan data yang diperoleh dari siklus 2 diketahui bahwa indikator
ketercapaian penelitian sudah tercapai, yaitu rerata hasil penilaian karakter
kepedulian, tanggung jawab, dan kerjasama sebesar 2,84 sudah berada di atas
44
indikator keberhasilannya 2,75, sehingga penelitian tidak perlu dilanjutkan ke
siklus berikutnya.
45
B. Pembahasan
Hasil penelitian implementasi pendidikan karakter kepedulian, tanggung
jawab, dan kerjasama melalui model pembelajaran team assisted individualization
pada mata kuliah praktik plumbing ini sesuai dengan teori dari Kagan dalam
Muslih (2010) berpendapat bahwa cooperative learning bukan sekadar bekerja
sama, tetapi mewujudkan ketergantungan yang positif dan terstruktur. Mahasiswa
peserta kuliah praktik plumbing memiliki ciri kooperatif sebagai berikut.
Ciri pertama, saling bergantung secara positif. Saling bergantung secara
positif, maksudnya perasaan di kalangan satu kelompok mahasiswa bahwa apa
yang membantu seorang anggota dalam kelompok akan dapat membantu anggota-
anggota lain dalam kelompok dan perasaan yang menyakitkan pada anggota akan
menyakitkan semua anggota kelompok tersebut.
Ciri kedua, proses interaksi secara langsung. Proses interaksi secara
langsung maksudnya adalah interaksi terjadi secara langsung di antara anggota
dalam kelompok dalam proses pembelajaran kerja sama. Model interaksi yang
demikian ini menjadi elemen utama dalam pembelajaran kooperatif. Anggota
kelompok melakukan kerja sama melalui berbagai gagasan tentang bahan
pembelajaran dan saling menolong serta memberi dorongan antara anggota yang
satu dengan anggota lainnya.
Ciri ketiga, tanggung jawab individu dan kelompok. Tanggung jawab
individu dan kelompok maksudnya adalah satu kelompok bertanggung jawab
mencapai tujuan dan setiap individu bertanggung jawab memberi kontribusi kerja
yang selayaknya.
46
.
Ciri keempat, keterampilan interpersonal. Keterampilan ini perlu untuk
memberikan peranan kelompok untuk berfungsi dengan baik dan maksimal.
Sebagai contoh, perlunya ada kepemimpinan yang dapat memberikan kesan dan
dampak positif, keterampilan untuk membuat keputusan, mewujudkan
kepercayaan sesama anggota, komunikasi yang berkesan dan keterampilan untuk
menyelesaikan konflik yang muncul di dalam kelompok.
Ciri kelima, proses kelompok. Mahasiswa dalam kelompok kecil
mendiskusikan bagaimana mereka menyelesaikan secara baik terhadap berbagai
tugas dan mencapai tujuan mereka. Mereka perlu saling membantu di antara
mereka untuk mencapai tujuan tersebut.
Implementasi pendidikan karakter kepedulian, tanggung jawab, dan
kerjasama melalui model pembelajaran team assisted individualization pada mata
kuliah praktik plumbing ini memiliki kelebihan seperti yang disampaikan oleh
Lickona (1991) sebagai berikut.
Pertama, cooperative learning mengajarkan nilai kerja sama di antara para
mahasiswa. Cooperative learning dapat mengajarkan sesuatu yang baik kepada
mahasiswa yaitu membantu mahasiswa yang lain. Hal ini sesuai dengan pendapat
Watson dalam Lickona (1991) yang menjelaskan bahwa cooperative learning
memberi kesempatan kepada seseorang dalam anggota kelompok supaya berbuat
adil dan murah hati serta senang berbuat kebajikan sesama kelompok yang
kondusif dan peduli kepada teman anggota kelompok dapat mengembangkan
47
berbagai sikap yang lebih baik, dan lebih cenderung untuk melakukan perilaku
prososial dengan lebih mudah
Kedua, cooperative learning dapat membangun komunitas di dalam kelas.
Membangun komunitas di dalam kelas dapat membantu para mahasiswa untuk
mengetahui dan peduli mengenai setiap yang lain dan merasakan menjadi ahli
dalam unit sosial kecil sebagaimana dalam kelompok yang lebih besar lagi secara
keseluruhannya. Dalam hal ini, Lickona (1997) berpendapat cooperative learning
dapat mengurangi etnik, perkauman dan halangan sosial yang lain serta
mengintegrasikan setiap pelajar dan struktur sosial yang kecil mengenai kelompok
kerja sama.
Ketiga, cooperative learning mengajarkan berbagai nilai kehidupan, di
antaranya yang paling penting dalam kehidupan adalah mendengar, mengambil
pandangan orang lain, berkomunikasi secara efektif, menyelesaikan berbagai
konflik, dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.
Keempat, cooperative learning dapat meningkatkan prestasi akademik,
penghormatan diri, dan persepsi terhadap sekolah. Khusus kelebihan yang
berkaitan dengan prestasi akademik dikuatkan oleh Kluge (1990); Berman (1990);
Totten, Sills, & Digby (1991), yaitu pembelajaran kooperatif dapat memperbaiki
prestasi mahasiswa.
Kelima, cooperative learning menawarkan satu pilihan mengesan.
Cooperative learning merupakan cara yang paling baik untuk menghindarkan
berbagai kesan negatif dan dapat mencapai kesamaan pendidikan. Semua anggota
dalam kelompok cooperative learning dapat belajar untuk bekerja dan peduli
48
mengenai berbagai perbedaan dalam anggota kelompok dan mereka dapat
menguasai bahan yang lebih mendalam karena mereka membantu mengajarkan
bahan kepada setiap anggaota yang lain.
Keenam, cooperative learning mempunyai potensi untuk memberi
motivasi yang paling penting dan merasa menjadi komunitas di kelas yang dapat
menumbuhkan suasana moral dalam proses pembelajaran.
49
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Implementasi pendidikan karakter kepedulian, tanggung jawab, dan
kerjasama melalui model pembelajaran team assisted individualization
pada mata kuliah praktik plumbing dapat dilakukan dengan cara
membentuk kelompok kecil dan mengkondisikan mahasiswa untuk
bekerja secara tim, mekipun tugas yang diberikan adalah tugas individu.
2. Karakter kepedulian dalam praktik plumbing dapat ditumbuhkan melalui
upaya untuk mengkondisikan mahasiswa agar: (a) antri dalam memakai
alat degan tertib, (b) selalu menjaga kebersihan tempat praktik, (c)
menggunakan peralatan dengan hati-hati, dan (d) menggunakan bahan
seefisien mungkin.
3. Karakter tanggung jawab dalam praktik plumbing dapat ditumbuhkan
melalui upaya untuk mengkondisikan mahasiswa agar: (a) berusaha
menyelesaikan tugas sebaik mungkin, (b) menjaga keselamatan kerja, (c)
memakai alat sesuai dengan fungsinya, dan (d) memantau anggota tim
dalam menyelesaikan tugas.
4. Karakter kerjasama dalam praktik plumbing dapat ditumbuhkan melalui
upaya untuk mengkondisikan mahasiswa agar: (a) bersedia membantu
teman yang memerlukan bantuan, (b) bersedia bertanya kepada teman
yang sudah bisa, apabila mengalami kendala dalam praktik, (c)
50
membetulkan teman yang melakukan kesalahan dalam praktik, dan (d)
bersedia bekerja secara tim.
B. Saran
1. Implementasi pendidikan karakter kepedulian, tanggung jawab, dan
kerjasama melalui model pembelajaran team assisted individualization
pada mata kuliah praktik untuk kelas besar memerlukan ketelitian yang
tinggi dalam pengamatan. Oleh karena itu apabila diterapkan di kelas besar
perlu dibantu oleh observer dan penilaian antar teman.
2. Apabila akan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe team
assisted individualization pada mata kuliah yang tugasnya bersifat
individual maka penilaiannya perlu digabungkan antara nilai individu
dengan nilai kelompok. Dengan demikian mahasiswa akan terkondisikan
untuk saling bekerjasama secara positif dalam proses pembuatan tugasnya.
51
DAFTAR PUSTAKA
Abourjilie, C. (2002). Character education: informational handbook and guide. North Carolina: Public Schools of North Carolina.
Akbar, A.I. (2009). Pendidikan berbasis hard skill dan soft skill. Diakses pada tanggal 15 Februari 2012 dari http://mk-administrasinegara.blogspot.com/2009/06/pendidikan-berbasis-hard-skill-dan-soft.html.
Berkowitz, M. W., & Bier, M. C. (2005). What works in character education: A research-driven guide for educators. Washington: Character Education Partnership.
Davidson, M.L., Lickona, T., & Khmelkov, V.T. (1991). A 12-point comprehensive approach to character education. Diakses pada tanggal 15 Februari 2012 dari http://www2.cortland.edu/centers/ character/12-pt-comprehensive-approach.dot
Dickinson, J. (2009). Character education toolkit. South Carolina : South Carolina Departemen of Education.
Firmansyah, T & Buditjahjanto, I.G.P.A. (2013). Pengembangan perangkat pembelajaran kooperatif tipe tai (team assisted individualization) pada standar kompetensi menerapkan sistem mikrokontroller di SMKN 3 Boyolangu Tulungagung. Jurnal Pendidikan Teknik Elektro UNESA. Volume 02 Nomer 1 Tahun 2013, 311-317
Goleman, D. (2006) Kecerdasan emosional: Mengapa EI lebih penting dari IQ. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Johnson. (1991). Cooperative learning: Increase college faculty instructional productivity. Washington: The George Washington University.
Kemendiknas RI. (2010). Kebijakan nasional pembangunan karakter bangsa tahun 2010-2025. Diakses pada tanggal 15 Februari 2012 dari http://pendikar.dikti.go.id/gdp/wp-content/uploads/pengantar-kebijakan-nas-dan-desain-induk-pendikar.pdf.
Kemis, S & McTaggart, R. (1990). The action research planner. Victoria: Deakin University.
Lickona, T., Schaps, E., & Lewis, c., (2007). CEP’s eleven principles of effective character education. Diakses pada tanggal 15 Februari 2012 dari http://www.character.org/uploads/PDFs/Eleven_Principles.pdf.
52
Lickona, T. (1997). Educating for character: A comprehensive approach. In Molnar, Alex. (Ed.), The contruction of children’s character: Ninetysixth yearbook of the national society for tghe study of education. Chicago Illinois: The National Society For The Study of Education.
Muslih. (2010). Pembelajaran moral melalui pembelajaran kooperatif. FORUM TARBIYAH Vol. 8, No. 2, Desember 2010 Pekalongan: STAIN Pekalongan.
Ndraha, T. (2005). Teori budaya organisasi. Jakarta: Rineka Cipta
Nuh, M. (2010). Desain induk pendidikan karakter kementerian pendidikan nasional. Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional.
Nuryadin E.R. (2015). Pendidikan karakter kewirausahaan melalui kultur sekolah di Sekolah Menengah Kejuruan. Disertasi. Yogyakarta: Program Pascasarjana UNY.
Ramly, M. dkk (2010), Pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang, Kemendiknas.
Reade, C. (1903). Wiki Quotes. Diakses apda tanggal 15 Februari 2012 dari http://en.wikiquote.org/wiki/Charles_Reade.
Samani, M. & Hariyanto. (2011). Konsep dan model pendidikan karakter. Bandung: Rosdakarya.
Slamet PH. (2010). Implementasi pendidikan karakter kerja dalam pendidikan kejuruan. dalam Darmiyati Zuchdi (2010). Pendidikan karakter dalam perspektif teori dan praktik (Hal. 406-431). Yogyakarta: UNY Press.
Slavin, Robert, Marshall Leavey, and Nancy Madden. 1982. Team.assisted Individualization: Mathematics Teacher's Manual. Bal-timore: Johns Hopkins Univ., Center for Social Organization of Schools.
Suwarsih Madya. (1994). Panduan Penelitian Tindakan. Yogyakarta : Lembaga Penelitian IKIP Yogyakarta.
Suyanto. (2009a). Urgensi pendidikan karakter. Diakses pada tanggal 15 Februari 2012 dari http://www.pendidikankarakter.org/ articles_004.html
Zamroni (2011). Strategi dan model implementasi pendidikan karakter di sekolah. Dalam Darmiyati Zuchdi (2010). Pendidikan karakter dalam perspektif teori dan praktik (Hal. 158-184). Yogyakarta: UNY Press.
53