bab ii kajian pustakaeprints.kwikkiangie.ac.id/2042/3/bab 2.pdf · 2021. 5. 31. · bab ii kajian...
TRANSCRIPT
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Dalam Bab ini berisikan tentang teori – teori yang berkaitan dengan penelitian yang
akan penulis lakukan. Bagian pertama bab ini adalah landasan teori yang berisi semua teori
pendukung yang digunakan penulis yang berhubungan dengan sosialisasi perpajakan, tarif
pajak, sanksi pajak, dan kepatuhan Wajib Pajak UMKM.
Bagian kedua dalam bab ini adalah penelitian terdahulu yang berisikan hasil – hasil
penelitian mengenai topik serupa yang sudah diteliti oleh peneliti lain. Bagian ketiga adalah
kerangka pemikiran mengenai penelitian dan ringkasnya akan dijelaskan dalam bentuk gambar
dan diakhiri dengan hipotesis sehubungan dengan penelitian ini.
A. Landasan Teoritis
1. Pengertian Pajak
Pajak adalah konstribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang –undang, dengan tidak
mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. (Tulenan et al., 2017). Pajak Penghasilan
Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur pengenaan Pajak Penghasilan
terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya
dalam tahun pajak. Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau
memperoleh penghsilan, dalam Undang-undang PPh disebut Wajib Pajak. Wajib Pajak
dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak
atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila
kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.
10
2. Fungsi Pajak
Fungsi Pajak Menurut Mardiasmo (2018:4), ada 2 (dua) fungsi pajak yaitu:
a. Fungsi Anggaran (Budgetair)
Pajak berfungsi sebagai salah satu sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluarannya.
b. Fungsi Mengatur (Regulerend)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang social dan ekonomi.
c. Jenis Pajak
Pengelompokan Jenis Pajak Menurut Resmi (2017:7) :
1.Menurut Golongan:
a) Pajak langsung, pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib
pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak
lain. Contoh : Pajak Penghasilan (Pph)
b) Pajak Tidak Langsung, pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak Langsung terjadi
jika terdapat suatu kegiatan,peristiwa, atau perbuatan yang menyebabkan
terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan batang atau jasa.
Contoh: Pajak Penambahan Nilai (PPN). Penghasilan (PPh).
2.Menurut Sifat:
a) Pajak Subjektif, pajak yang pengenaanya memperhatikan keadaan pribadi pajak
atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subje knya.
Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).
b) Pajak Objektif, pajak yang pengenaanya memperhatikan objeknya, baik berupa
benda, keadaan, perbuatan, maupun peristiwa yang mengakibatkan timbulnya
11
kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak
(wajib pajak) dan tempat tinggal.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas barang mewah
(PPnBM), serta Pajak Bumi dan Bangunan (PPB).
3. Menurut Lembaga Pemungut :
a) Pajak Negara (Pajak Pusat), pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya.
Contoh: PPh, PPN, dan PPnBM.
b) Pajak Daerah, pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, baik daerah tingkat
1 (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak kabupaten/kota), dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing. Pajak daerah
diatur oleh Undang-Undang nomor 28 tahun 2009.
Contoh: Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor,
Pajak Bahan Bakar Kendaraan.
d. Syarat Pemungutan Pajak
Beberapa syarat pemungutan pajak yang harus dipenuhi berdasarkan (Mardiasmo,
2018:4) yaitu:
1. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum, yaitu mencapai keadilan, undang-undang
maupun pelaksanaan pemungutan pajak harus adil. Adil dalam perundang-
undangan di antaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta
disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedangkan adil dalam
pelaksanaanya, yaitu dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk
mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran, dan mengajukan banding
kepada pengadilan pajak.
12
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-undang (Syarat Yuridis)
Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 Pasal 23 Ayat 2. Hal ini
memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara
maupun warganya.
3. Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis)
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun
perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.
4. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansial)
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus lebih rendah dari hasil
pemungutannya.
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong
masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi
oleh undang-undang perpajakan yang baru.
e. Asas Pemungutan Pajak
Beberapa asas pemungutan pajak berdasarkan (Mardiasmo, 2018:9) yaitu:
A. Asas Domisili (Asas Tempat Tinggal)
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang
bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam
maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri.
B. Asas Sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di
wilayahnya tanpa memerhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.
C. Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.
13
2. Kepatuhan Wajib Pajak
a. Pengertian Wajib Pajak
Berdasarkan UU NO 28 TAHUN 2007, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau
badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang
mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
b. Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak
Kepatuhan Wajib Pajak adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi
semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya, kewajiban
perpajakan meliputi mendaftarkan diri, menghitung dan membayar pajak
terutang, membayar tunggakan dan menyetorkan kembali surat pemberitahuan
(Prakoso et al., 2019). Kepatuhan Perpajakan dibagi menjadi dua (Prakoso et al.,
2019), yaitu :
a. Kepatuhan formal; suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi
kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan formal dalam
undang-undang perpajakan
b. Kepatuhan material; suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara
substantif atau hakikatnya memenuhi semua ketentuan material
perpajakan, yakni sesuai dengan isi dan jiwa undang-undang
perpajakan. Kepatuhan material meliputi juga kepatuhan formal. Wajib
Pajak yang memenuhi kepatuhan material adalah Wajib Pajak yang
mengisi dengan jujur, lengkap dan benar surat pemberitahuan sesuai
ketentuan dan menyampaiakan ke KPP sebelum waktu
14
c. Faktor Wajib Pajak Patuh
Kepatuhan perpajakan merupakan masalah yang penting di berbagai
negara, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Keinginan
untuk melakukan tindakan penghindaran, pengelakan, penyelundupan dan
pelalaian pajak adalah Wajib Pajak yang tidak patuh yang menyebabkan
penerimaan pajak negara menjadi berkurang. Terdapat beberapa faktor
yang menjadi pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak menurut Samrotun (2018)
yaitu :
(1) Adanya program atau kebijakan pemerintah antara lain kebijakan
sunset policy, tax amnesty, dan sanksi perpajakan
(2) Kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak
(3) Pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan perpajakan dan
pelayanan pajak
d. Syarat Wajib Pajak Patuh
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007
tentang Tata Cara Penetapan Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu dalam
Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak, berikut
ini syarat-syarat agar bisa menjadi WP patuh:
1. Tepat waktu menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT
tahunan) dalam 2 tahun terakhir.
2. Penyampaian SPT Masa yang tidak terlambat lebih dari 3 tahun
masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut dalam 2
tahun terakhir.
3. SPT masa terlambat disampaikan tidak melebihi batas waktu
penyampaian SPT Masa masa pajak berikutnya.
15
4. Tidak memiliki tunggakan pajak memiliki tunggakan pajak bagi
semua jenis pajak: Tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan
dengan STP yang diterbitkan untuk 2 masa pajak terakhir, Kecuali
telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda
pembayaran pajaknya.
Tidak menerima hukuman karena melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.
5. Laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan harus dengan pendapatan
wajar tanpa pengecualian atau dengan pengecualian sepanjang
pengecualian itu tidak mempengaruhi laba rugi fiskal
3. Sosialisasi Perpajakan
Pengertian sosialisasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah usaha
untuk mengubah milik perorangan menjadi milik umum (milik negara) dengan
upaya memasyarakatkan sesuatu sehingga menjadi dikenal, dipahami, dihayati oleh
masyarakat. Dan pengertian perpajakan adalah perihal pajak. Sehingga pengertian
ini merujuk pada pernyataan Wardani dan Wati (2018) bahwa Sosialisasi
perpajakan suatu upaya yang dilakukan untuk memberikan informasi mengenai
perpajakan yang bertujuan agar seseorang ataupun kelompok paham tentang
perpajakan sehingga kepatuhan wajib pajak akan meningkat . Berdasarkan
Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE-98/PJ/2011 dikatakan bahwa sosialisasi
perpajakan merupakan suatu upaya dan proses memberikan informasi perpajakan
untuk menghasilkan perubahan pengetahuan, keterampilan, dan sikap masyarakat
agar terdorong untuk paham, sadar, peduli, dan berkontribusi dalam melaksanakan
16
kewajiban perpajakan. Sosialisasi diharapkan dapat memotivasi masyarakat untuk
memahami sehingga meningkatkan kepatuhan wajib pajak UMKM.
Menurut Savitri dan Musfialdy (2016) sosialisasi oleh Direktorat Jenderal
Pajak, antara lain, dengan dilakukannya konseling, diskusi dengan wajib pajak dan
tokoh masyarakat, penyampaian informasi dari pejabat pajak, papan iklan dan
pembuatan situs web. Sedangkan menurut Herryanto dan Toly (2013) menyatakan
kegiatan sosialisasi atau penyuluhan perpajakan dapat dilakukan dengan dua cara
sebagai berikut:
(1) Sosialisasi Langsung
Sosialisasi langsung adalah kegiatan sosialisasi perpajakan dengan
berinteraksi langsung dengan Wajib Pajak atau calon Wajib Pajak. Bentuk
sosialisasi langsung yang pernah diadakan antara lain Early Tax Education, Tax
Goes to School/Tax Goes To Campus, perlombaan perpajakan (Cerdas Cermat,
Debat, Pidato Perpajakan, Artikel), Tax Gathering, Kelas Pajak/Klinik Pajak,
Seminar/Diskusi/Ceramah, dan Workshop/Bimbingan teknis.
(2) Sosialisasi Tidak Langsung
Sosialisasi tidak langsung adalah kegiatan sosialisasi perpajakan kepada
masyarakat dengan tidak atau sedikit melakukan interaksi dengan peserta.
Contoh kegiatan tidak langsung antara lain sosialisasi melalui radio/televisi,
penyebaran buku/booklet/leaflet perpajakan. bentuk-bentuk sosialisasi tidak
langsung dapat dibedakan berdasarkan medianya. Dengan media elektronik
dapat berupa talkshow TV, Built-in Program, dan Talkshow radio. Sedangkan
media cetak (koran/majalah/tabloid/buku) dapat berupa suplemen, advertorial
(booklet/leaflet perpajakan), rubrik tanya jawab, penulisan artikel pajak, dan
penerbitan majalah/buku/alat peraga penyuluhan (termasuk komik pajak)
17
4. Tarif Pajak
a. Pengertian
Menurut S. K. Rahayu (2017:186) Tarif pajak harus didasarkan atas pemahaman
bahwa setiap orang memiliki hak yang sama, sehingga akan tercapai tarif pajak yang
proporsional atau sebanding, hal ini berkaitan dengan jumlah pajak yang dibayar
berhubungan dengan tarif pajak. Menurut Resmi (2019) untuk menghitung besarnya
pajak yang terutang dibutuhkan dua unsur, yaitu tarif pajak dan dasar pengenaan
pajak.
b. Jenis Tarif Pajak
Tarif Pajak menurut (Mardiasmo, 2018:11-12) ada empat macam tarif yaitu:
1) Tarif Proporsional (sebanding), yaitu tarif berupa persentase yang tetap
terhadap berapa pun jumlah yang dikenai pajak, sehingga besarnya pajak
yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.
2) Tarif Tetap, yaitu tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapa
pun jumlah yang dikenai pajak, sehingga besarnya pajak yang terutang tetap
atau sama.
3) Tarif Progresif (meningkat), yaitu persentase tarif yang digunakan semakin
besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.
4) Tarif Degresif (menurun), persentase tarif yang digunakan semakin kecil
bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.
c. Tarif Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi
(1) Menurut Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 17 tentang
Ketentuan mengenai Pajak Penghasilan (PPh) menjelaskan tentang tarif pajak
18
yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi
dalam negeri sebagai berikut :
Table 2.1
Tarif Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
≥ Rp50.000.000,00 5%
≥ Rp50.000.000,00 – Rp250.000.000,00 15%
≥ Rp250.000.000,00 – Rp500.000.000,00 25%
> Rp500.000.000,00 30%
Tarif tertinggi bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dapat diturunkan menjadi
paling rendah 25% yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Diatur dalam (PP Nomor 23 Tahun 2018) bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
yang memiliki usaha dan menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran
bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 dalam satu Tahun Pajak harus membayar PPh
Final pasal 4 ayat (2) sebesar 0,5%. Sedangkan bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri yang memiliki usaha dan menerima atau memperoleh penghasilan dengan
peredaran bruto melebihi Rp4.800.000.000,00 dalam satu Tahun Pajak akan dikenakan
tarif berlapis Undang – Undang Nomor 38 Tahun 2008 Pasal 17.
(3) Menurut Undang – Undang Nomor 38 Tahun 2008 Pasal 21 mengenai Wajib Pajak
orang pribadi dalam negeri yang tidak memiliki usaha melainkan menerima atau
memperoleh penghasilan yang berhubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan
akan dikenakan tarif berlapis Undang – Undang Nomor 38 Tahun 2008 Pasal 17.
19
5. Sanksi Perpajakan
a. Pengertian
Sanksi perpajakan menurut (Mardiasmo, 2018) adalah :
“Jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma
perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi. Dalam Undang – Undang perpajakan
dikenal dua macam sanksi, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana.”
b. Sanksi Administrasi
Menurut (UU NO 28 2007)tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan :
(1) Bunga 2% per bulan
Tabel 2.2
Ketentuan Pengenaan Bunga 2% per bulan
No. Masalah Cara Membayar /
Menagih
1. Pembetulan sendiri SPT (SPT Tahunan atau
SPT Masa) tetapi belum diperiksa
SSP/STP
2. Dari penelitian rutin :
PPh Pasal 25 tidak/kurang dibayar
PPh Pasal 21, 22, 23, dan 26 serta PPn yang
terlambat dibayar
SKPKB, STP, SKPKBT tidak/kurang dibayar
atau terlambat dibayar
SPT salah tulis/salah hitung
SSP/STP
SSP/STP
SSP/STP
SSP/STP
3. Dilakukan pemeriksaan, pajak kurang dibayar
(maksimum 24 bulan)
SSP/SPKB
4 Pajak diangsur/ditunda:SKPKB,SKKPP,STP SPP/STP
5. SPT tahunan PPh ditunda, pajak kurang
dibayar
SPP/STP
20
(2) Denda Administrasi
Tabel 2.3
Ketentuan Pengenaan Denda Administrasi
No. Masalah Cara Membayar/Menagih
1. Tidak atau terlambat memasukkan
atau menyampaikan SPT
STP ditambah Rp100.000,00 atau
Rp500.000,00 atau
Rp1.000.000,00
2. Pembetulan sendiri, SPT tahunan
atau SPT masa tetapi belum disidik
SSP ditambah 150%
3. Khusus PPn :
a. Tidak melaporkan usaha
b. Tidak membuat/mengisi faktur
c. Melanggar larangan membuat faktur
(PKP yang tidak dikukuhkan)
SSP/SPKPB (ditambah 2% denda
dari dasar pengenaan)
4. Khusus PBB:
a. STP, SKPKB tidak/kurang dibayar
atau terlambat dibayar
b. Dilakukan pemeriksaan, pajak
kurang dibayar
STP+denda 2% (maksimum 24
bulan).
SKPKB+denda administrasi dari
selisih pajak yang terutang.
(3) Kenaikan 50% dan 100%
Tabel 2.4
Ketentuan Pengenaan Kenaikan 50% dan 100%
No. Masalah Cara Menagih
1. Dikeluarkan SKPKB dengan perhitungan
secara jabatan :
a. Tidak memasukkan SPT :
1) SPT tahunan (PPh 29)
2) SPT tahunan (PPh 21, 23, 26 dan PPn)
b. Tidak menyelenggarakan pembukuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
KUP
c. Tidak memperlihatkan buku/dokumen,
tidak memberi keterangan, tidak memberi
bantuan guna kelancaran pemeriksaan,
sebagaiman dimaksud dalam pasal 29
d. Pengajuan keberatan ditolak/ditambah
e. Pengajuan banding ditolak/ditambah
SKPKB ditambah kenaikan
50%
SKPKB ditambah kenaikan
100%
SKPKB
50% PPh pasal 29
100% PPh pasal 21,23,26 dan
PPn
SKPKB
50% PPh pasal 29
100% PPh pasal 21,23,26 dan
PPn
21
SKPKB ditambah kenaikan
50%
SKPKB ditambah kenaikan
100%
2. Dikeluarkan SKPKBT karena ditemukan
data baru, data semula yang belum
terungkap setelah dikeluarkan SKPKB
SKPKBT 100%
3. Khusus PPn :
Dikeluarkan SKPKB karena pemeriksaan,
dimana PKP tidak seharusnya
mengompensasi selisih lebih, menghitung
tarif 0% diberi restitusi pajak
SKPKB100%
c. Sanksi Pidana
Menurut Mardiasmo (2018) dalam Undang – Undang perpajakan terdapat 3 macam
sanksi pidana, yaitu :
(1) Denda Pidana
Denda pidana dikenakan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran
maupun bersifat kejahatan. Denda pidana diancamkan pada Wajib Pajak,
penjabat, dan pihak ketiga yang melanggar norma.
(2) Pidana Kurungan
Pidana kurungan diancamkan pada si pelanggar norma, ketentuannya sama
dengan yang diancamkan dengan denda pidana, hanya ketentuanmengenai
denda pidana diganti dengan pidana kurungan.
(3) Pidana Penjara
Pidana penjara merupakan perampasan kemerdekaan dan diancamkan terhadap
kejahatan. Ancaman pidana penjara tidak ada yang ditujukan kepada pihak
ketiga, tetapi kepada penjabat dan kepada Wajib Pajak.
Ketentuan mengenai sanksi pidana diatur/ditetapkan dalam UU Nomor 28
Tahun 2007 dan UU Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan:
22
Tabel 2.5
Ketentuan Pengenaan Sanksi Pidana
Yang dikenakan
Sanksi Pidana
Norma Sanksi Pidana
Setiap Orang 1. Kealpaan tidak menyampai-
kan SPT atau menyampaikan
SPT tetapi tidak benar
/lengkap atau melampirkan
keterangan yang tidak benar.
2. Sengaja tidak menyampaikan
SPT, tidak meminjamkan
pembukuan, catatan atau
dokumen lain, dan hal-hal lain
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 39 KUP.
Melakukan percobaan untuk
melakukan tindak pidana
menyalahgunakan atau meng-
gunakan tanpa hak NPWP
atau Pengukuhan PKP
sebagaimana atau menyam-
paikan Surat Pemberitahuan
dan atau keterangan yang
isinya tidak benar atau tidak
lengkap, dalam rangka meng-
ajukan permohonan restitusi
atau melakukan kompensasi
pajak atau pengkreditan pajak
3. Sengaja tidak menyampaikan
SPOP atau menyampaikan
SPOP, tetapi isinya tidak
benar sebagaimana di-
maksudkan dalam pasal 24
UU PBB.
4. Dengan sengaja tidak
menyampaikan SPOP, mem-
perlihatkan atau mem-
injamkan surat/dokumen
palsu, dan hal-hal lain
sebagaimana diatur dalam
Pasal 25 (1) UU PBB.
Didenda paling sedikit 1 kali
jumlah pajak terutang yang
tidak atau kurang bayar dan
paling banyak 2 kali jumlah
pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar, atau dipidana
kurungan paling singkat 3 bulan
atau paling lama 1 tahun.
Pidana penjara paling singkat 6
bulan dan paling lama 6 tahun
dan denda paling sedikit 2 kali
jumlah pajak terutang yang
tidak atau kurang dibayar dan
paling banyak 4 kali jumlah
pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar.
Pidana tersebut ditambahkan 1
kali menjadi 2 kali sanksi
pidana apabila seseorang
melakukan lagi tindak pidana di
bidang perpajakan sebelum
lewat 1 tahun, terhitung sejak
selesainya menjalani pidana
penjara yang dijatuhkan
Pidana penjara paling singkat 6
bulan dan paling lama 2 tahun
dan denda paling sedikit 2 kali
jumlah restitusi yang
dimohonkan dan atau
kompensasi atau pengkreditan
yang dilakukan dan paling
banyak 4 kali jumlah restitusi
yang dimohonkan dan atau
kompensasi atau pengkreditan
yang dilakukan.
Pidana kurungan selama-
lamanya 6 bulan dan atau
setingi-tingginya 2 kali jumlah
pajak terutang
Pidana penjara selama-lamanya
2 tahun dan atau denda setingi-
23
tingginya 5 kali jumlah pajak
yang terutang.
a. Sanksi (a) dilipatduakan jika
sebelum lewat 1 tahun terhitung
sejak selesainya menjalani
sebagian/seluruh pidana yang
dijatuhkan melakukan tindak
pidana lagi .
Pejabat Kealpaan tidak memenuhi
kewajiban merahasiakan hal
sebagaimana dimaksud dalam
pasal 34 KUP. (tindak
pelanggaran)
Sengaja tidak memenuhi
kewajiban merahasiakan hal
sebagaimana dimaksudkan
dalam pasal 34 UU KUP
(tindak kejahatan)
Pidana kurungan selama-
lamanya 1 tahun dan atau denda
setinggi-tingginya
Rp25.000.000,00 (dua puluh
lima juta rupiah)
Pidana penjara selama-lamanya
2 tahun dan atau denda setinggi-
tingginya Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah)
Pihak Ketiga Sengaja tidak memperlihatkan
atau tidak meminjamkan surat
atau dokumen lainnya dan
atau tidak menyampaikan
keterangan yang diperlukan
sebagaimana dimaksud dalam
pasal 25 (1) huruf d dan e UU
PBB.
Pidana kurungan selama-
lamanya 1 tahun dan atau denda
setingi-tingginya
Rp2.000.000,00 (dua juta
rupiah)
B. Penelitian Terdahulu
Berbagai penelitian tentang pengaruh sosialisasi perpajakan, tarif pajak dan sanksi pajak
terhadap kepatuhan wajib pajak pribadi telah dilakukan terlebih dahulu oleh beberapa
peneliti, dibawah ini merupakan ringkasan dari penelitian terdahulu.
No Nama
Peneliti
Judul Peneliti Variabel
Penelitian
Hasil Penelitian
1 Winerungan
(2018)
Sosialisasi Perpajakan,
Pelayanan Fiskus dan
Sanksi Perpajakan,
terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak Orang
Pribadi di KPP
Manado dan KPP
Bitung.
X1: Sosialisasi
Perpajakan
X2: Pelayanan
Fiskus
X3: Sanksi
Perpajakan
Sosialisasi perpajakan,
Pelayanan Fiskus dan
Sanksi Perpajakan tidak
berpengaruh terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak
Orang Pribadi di KPP
Pratama Manado dan
KPP Pratama Bitung
24
Y: Kepatuhan
Wajib Pajak
Orang Pribadi di
KPP Manado dan
KPP Bitung
2 Suhendri
(2015)
Pengaruh
Pengetahuan, tarif
pajak, dan sanksi pajak
terhadap kepatuhan
wajib pajak orang
pribadi yang
melakukan kegiatan
usaha dan pekerjaan
bebas di kota padang
X1: Pengetahuan
Perpajakan
X2: Tarif pajak
X3: sanksi pajak
Y: Kepatuhan
Wajib Pajak
Pengetahuan Perpajakan,
tarif pajak, dan sanksi
pajak berpengaruh positif
dan signifikan terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak
3. Anwar
(2016)
Pengaruh Sosialisasi
perpajakan terhadap
kepatuhan perpajakan
wajibn pajak usaha
mikro kecil dan
menengah di Surakarta
dengan pengetahuan
perpajakan sebagai
variable pemediasi
X1: Sosialisasi
Perpajakan
X2: Pengetahuan
Perpajakan
Y: Kepatuhan
Wajib Pajak
Sosialisasi perpajakan,
Pengetahuan perpajakan
berpengaruh terhadap
Kesadaran Wajib Pajak,
Sosialisasi perpajakan,
Pengetahuan perpajakan,
Kualitas pelayanan dan
Kesadaran Wajib Pajak
berpengaruh terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak,
Kesadaran Wajib Pajak
tidak bisa dijadikan
variabel intervening
Sosialisasi perpajakan,
Pengetahuan perpajakan
dan Kualitas pelayanan
terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak.
4. Gusrefika
(2018)
Pengaruh Kesadaran
Wajib Pajak, Sanksi
Pajak, Motivasi
Membayar Pajak Dan
Tingkat Pendidikan
Terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak (Studi
Kasus Pada Wajib
Pajak Orang Pribadi
Umkm Di Kpp
Pratama Tampan
Pekanbaru)
X1: Kesadaran
Wajib Pajak
X2: Sanksi Pajak
X3: Motivasi
Membayar Pajak
X4: Tingkat
Pendidikan Wajib
Pajak
Y: Kepatuhan
Wajib Pajak
Kesadaran Wajib Pajak,
Sanksi Pajak, Motivasi
Membayar Pajak
berpengaruh terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak
sedangkan Tingkat
Pendidikan tidak
berpengaruh terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak.
5. Siahaan dan
Halimatusy
Pengaruh Kesadaran
Perpajakan, Sosialisasi
Perpajakan, Pelayanan
X1: Kesadaran
Perpajakan
Kesadaran perpajakan
dan Sanksi Perpjakan
berpengaruh positif
25
adiah
(2018)
Fiskus, dan Sanksi
Perpajakan terhadap
Kepatuhan Wajib
Pajak Orang Pribadi
X2: Sosialisasi
Perpajakan
X3: Pelayanan
Fiskus
X4: Sanksi
Perpajakan
Y: Kepatuhan
Wajib Pajak
Orang Pribadi
terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak Orang
Pribadi, Sosialisasi
perpajakan dan Pelayanan
Fiskus tidak berpengaruh
terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak Orang
Pribadi.
6. Cahyani,
(2019)
Pengaruh Tarif Pajak,
Pemahaman
Perpajakan, dan
Sanksi Perpajakan
Terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak.
X1: Tarif Pajak
X2: Pemahaman
Perpajakan
X3: Sanksi
Perpajakan
Y: Kepatuhan
Wajib Pajak
Tarif Pajak, Pemahaman
Perpajakan Dan Sanksi
Perpajakan berpengaruh
positif terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak
baik secara simultan
maupun parsial.
7. Muhamad,
(2019)
Pengaruh Sosialisasi
Perpajakan, Tarif
Pajak, Sanksi
Perpajakan, Dan
Kesadaran Perpajakan
Terhadap Kepatuhan
Pelaporan SPT
Tahunan Wajib Pajak
Orang Pribadi
Pengaruh
Sosialisasi
Perpajakan, Tarif
Pajak, Sanksi
Perpajakan, Dan
Kesadaran
Perpajakan
Terhadap
Kepatuhan
Pelaporan SPT
Tahunan Wajib
Pajak Orang
Pribadi
Sosialisasi perpajakan,
Tarif Pajak, dan
Kesadaran Wajib Pajak
berpengaruh positif,
sedangkan sanksi
perpajakan berpengaruh
negatif terhadap
kepatuhan Wajib Pajak
8. Siamena,
(2017)
Pengaruh sanksi
perpajakan dan
kesadaran wajib pajak
terhadap kepatuhan
wajib pajak orang
pribadi di manado
X1:sanksi
perpajakan
X2: kesadaran
wajib pajak
Y: Kepatuhan
Wajib Pajak
Sanksi Pajak dan
Kesadaran Wajib Pajak
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak
C. Kerangka Pemikiran
1. Pengaruh Sosialisai Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM di
Kelapa Gading
26
Sosialisasi merupakan hal yang penting dalam upaya peningkatan kesadaran
dan kepatuhan Wajib Pajak UMKM. Menurut Winerungan (2013), sosialisasi yang
diberikan kepada masyarakat dimaksudkan untuk memberikan pengertian kepada
masyarakat akan pentingnya membayar pajak. Dengan sosialisasi perpajakan, wajib
pajak mendapatkan informasi lebih jelas dan terperinci, sehingga pada akhirnya tingkat
kepatuhan untuk membayar pajak meningkat.
Oleh sebab itu, sosialisasi perpajakan dapat berpengaruh untuk menambah
jumlah wajib pajak dan dapat menimbulkan kepatuhan dari wajib pajak yang secara
otomatis menyebabkan tingkat kepatuhan wajib pajak akan semakin bertambah.
Sehingga, semakin meningkat kegiatan sosialisasi yang dilakukan pemerintah (DJP)
maka semakin meningkat pula kepatuhan Wajib Pajak dalam hal melaksanakan
kewajiban perpajakannya.
Penelitian terkait dilakukan oleh Wulandari (2015), Anwar dan Syafiqurrahman
(2016), (Wardani dan Wati, 2018) dan Sari dan Saryadi (2019) yang menyatakan bahwa
sosialisasi perpajakan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan Wajib
Pajak UMKM.
2. Pengaruh Tarif Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Resmi (2017) , Tarif Pajak merupakan presentase tertentu yang
digunakan untuk menghitung besarnya PPh.Tarif pajak merupakan presentase yang
digunakan untuk menghitung pajak yang terutang yang wajib dibayar oleh Wajib Pajak
kepada negara. Perlu diterapkan tarif yang sesuai dengan proporsinya, adil serta tidak
memberatkan Wajib Pajak akan mendorong kepatuhan Wajib Pajak. Beberapa
penelitian terkait variabel tarif pajak, menurut penelitian Muhamad et al., (2019) tarif
pajak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama
27
Jayapura. Kemudian, hasil penelitian yang dilakukan oleh Cahyani dan Noviari (2019)
Tarif pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak di KPP Pratama
Singaraja. Sehingga tarif semakin adil maka kepatuhan wajib pajak semakin
meningkat.
3. Pengaruh Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Sanksi pajak diterapkan oleh pemerintah bertujuan untuk mendorong Wajib
Pajak untuk patuh terhadap pajak, dan menimbulkan efek jera terhadap Wajib Pajak
yang tidak patuh. Ketetapan yang diberikan oleh pemerintah kepada Wajib Pajak harus
jelas dan tegas yang bertujuan untuk meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak. Sanksi
Pajak mempunyai peran yang penting agar masyarakat tidak meremehkan pajak,
menyadarkan masyarakat bahwa pajak adalah salah satu unsur penting dalam
penerimaan negara yang pada akhirnya berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan penelitian oleh Siamena et al., (2017), sanksi perpajakan berpengaruh
secara bersama-sama secara simultan terhadap kepatuhan wajib pajak di Manado.
Sedangkan penelitian Siahaan dan Halimatusyadiah, (2018) hasilnya menunjukkan
bahwa sanksi perpajakan berpengaruh positif terhadap Kepatuhan Wajib Pajak di KPP
Pratama Kota Bengkulu. Sedangkan menurut
28
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
+
+
+
D. HIPOTESIS
Dari kerangka pemikiran diatas, maka penulis mengambil kesimpulan sementara
dengan hipotesis sebagai berikut:
H1 : Sosialisasi Perpajakan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kepatuhan Wajib
Pajak UMKM.
H2 : Tarif Pajak berpengaruh positif terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM.
H3 : Sanksi Pajak berpengaruh positif terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM.
SOSIALISASI
PERPAJAKAN (X1)
KEPATUHAN
WAJIB PAJAK (Y) TARIF PAJAK (X2)
SANKSI PAJAK
(X3)