bab ii kajian teorieprints.umm.ac.id/39931/3/jiptummpp-gdl-maratussho-50046...13 bab ii kajian teori...
TRANSCRIPT
13
BAB II
KAJIAN TEORI
Dalam kajian teori, akan dijelaskan teori-teori dari beberapa ahli yang
mendukung penelitian. Adapun teori-teori yang akan dibahas dalam penelitian ini
meliputi pembelajaran matematika, hasil belajar dan faktor-faktor yang
mempengaruhi, model pembelajaran REACT, pendekatan etnomatematika, model
pembelajaran REACT dengan pendekatan etnomatematika, kemampuan koneksi
matematis, dan kemampuan representasi matematis. Penjelasan teori-teori tersebut
adalah sebagai berikut.
1.1 Pembelajaran Matematika
Pengertian pembelajaran menurut Thobroni (2016), merupakan suatu
proses belajar yang dilakukan berulang-ulang sehingga mengakibatkan perubahan
perilaku yang biasanya bersifat tetap. Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai
suatu gabungan yang meliputi unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan,
dan prosedur yang saling terkait untuk mencapai tujuan pembelajaran (Hamalik,
2003). Sedangkan menurut Rusman (2012), pembelajaran merupakan suatu sistem
yang terdiri dari tujuan, materi, metode, dan evaluasi yang terhubung satu sama
lain. Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
merupakan suatu proses kegiatan belajar mengajar yang terdiri dari tujuan, materi,
metode, dan evaluasi yang saling terkait untuk tercapainya tujuan pembelajaran.
Dalam pembelajaran, salah satu materi atau mata pelajaran yang diajarkan
yaitu matematika. Istilah matematika memiliki beberapa pengertian tergantung
cara pandang seseorang, salah satunya yaitu matematika yang ada pada kehidupan
sehari-hari manusia, seperti bentuk-bentuk sederhana, pemecahan masalah,
14
maupun aktivitas lainnya (Hendriana & Soemarmo, 2014). Sedangkan menurut
Walle (2008), matematika adalah ilmu mengenai sesuatu yang memiliki pola
keteraturan dan urutan yang logis. Pendapat tersebut didukung oleh Shadiq
(2014), yang mengatakan bahwa matematika merupakan bahasa yang menjelaskan
tentang pola dalam bentuk nyata, maupun imajinasi dalam pikiran. Dalam
pembelajaran matematika, terdapat beberapa kemampuan matematis yang harus
dimiliki siswa, diantaranya yaitu kemampuan koneksi dan representasi.
Kemampuan matematis yang baik akan terbentuk dengan perencanaan
pembelajaran yang sesuai. Dengan itu, tujuan pembelajaran akan tercapai.
Berdasarkan pengertian pembelajaran dan matematika yang telah
diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika
merupakan suatu kegiatan guru dalam mengajar siswa agar dapat menemukan dan
mengungkapkan suatu keteraturan dan pola atau urutan tertentu. Keteraturan dan
pola tersebut terdapat dalam kehidupan sehari-hari, pemecahan masalah, maupun
aktivitas lain. Dalam pembelajaran matematika, guru membutuhkan model,
metode, strategi, maupun media yang tepat untuk diterapkan di dalam kelas agar
tujuan dari pembelajaran matematika tercapai. Salah satu model pembelajaran
yang dapat diterapkan di kelas yaitu model pembelajaran REACT.
1.2 Model Pembelajaran REACT
1.2.1 Pengertian Model Pembelajaran REACT
REACT adalah salah satu model pembelajaran kontekstual dengan
beberapa strategi di dalamnya, yaitu relating, experiencing, applying,
cooperating, transfering (Crawford, 2001). Sedangkan menurut Sulistyaningsih &
Prihaswati (2015), REACT merupakan salah satu model pembelajaran kontekstual
15
dengan mengaitkan permasalahan dengan masalah-masalah yang ditemui dalam
kehidupan sehari-hari. Model pembelajaran REACT memberikan ruang untuk
siswa dalam belajar mengalami bukan sekedar menghafal, menerapkan konsep,
serta mengasah ketrampilan berpikir siswa secara optimal (Kurniawan, Tegeh, &
Suartama, 2014).
Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa REACT
merupakan model pembelajaran kontekstual dengan beberapa strategi di
dalamnya, yaitu relating, experiencing, applying, cooperating, transfering.
Kegiatan pembelajaran menggunakan model REACT diharapkan dapat
memberikan kesempatan siswa untuk memahami, merencanakan, melaksanakan
penyelesaian, dan memeriksa kembali hasil pekerjaannya. Dalam model
pembelajaran ini siswa akan diberikan masalah sehari-hari untuk dihubungkan
dengan konsep pelajaran baru yang akan dipelajarinya. Adanya tahap kerja
kelompok atau diskusi memberi kesempatan siswa untuk mengeksplorasi,
mencari, dan menemukan bersama konsep yang ada. Kemudian siswa belajar
mengaplikasikan materi yang telah dipelajarinya ke dalam konteks baru. Dengan
melakukan eksplorasi, menghubungkan, dan menerapkan dalam konteks baru,
siswa diharapkan dapat meningkatkan kemampuan matematis mereka,
diantaranya yaitu kemampuan koneksi dan representasi.
1.2.2 Karakteristik dan Tujuan Model Pembelajaran REACT
Proses pembelajaran dengan menggunakan model REACT menekankan
pada penemuan konsep ataupun penyelesaian masalah. Hal tersebut dilakukan
dengan membangun kerangka berfikir dari pengalaman yang telah dimiliki
sebelumnya. Seperti yang dijelaskan oleh Rizka, Syarifuddin, & Suherman
16
(2014), pembelajaran dengan model REACT diawali dengan mengaitkan materi
pembelajaran dengan pengetahuan atau pemahaman yang telah didapatkan siswa
sebelumnya. Menurut Crawford (2001), beberapa strategi dalam model
pembelajaran REACT antara lain:
1) Relating, yaitu pembelajaran dengan berdasar pada pengetahuan atau
pengalaman yang telah didapatkan sebelumnya.
2) Experiencing, yaitu pembelajaran yang dilakukan dengan sebuah
penelitian, percobaan, atau pengamatan.
3) Applying, yaitu penerapan konsep yang ditemukan pada permasalahan atau
soal matematika.
4) Cooperating, yaitu pembelajaran dengan melakukan kerjasama, tukar
pendapat, dan komunikasi dengan pebelajar lainnya.
5) Transfering, yaitu menghubungkan apa yang sudah dipelajari secara
konteks, atau dapat diartikan pula sebagai pembelajaran dalam konteks
baru yang telah didapatkan dalam pengamatan.
Penerapan model pembelajaran REACT bertujuan agar siswa mampu
memahami materi yang dipelajari dengan lebih dalam, selain itu siswa dilatih agar
kemampuan matematis yang dimilikinya dapat meningkat dan lebih baik lagi.
Menurut Putri & Santosa (2015), pembelajaran REACT yang mengaitkan materi
pelajaran dengan dunia nyata diharapkan akan berpengaruh terhadap siswa agar
mampu menerapkan konsep matematika ke dalam permasalahan kehidupan
sehari-hari. Hal senada disampaikan oleh Rizka et al. (2014), tentang tujuan
model pembelajaran REACT yaitu agar siswa dapat aktif, mengembangkan daya
pikirnya, dan mengaplikasikan konsep matematis ke dalam kehidupan sehari-hari.
17
1.2.3 Langkah-Langkah Model Pembelajaran REACT
Langkah-langkah model pembelajaran REACT menurut Handayani (2015)
dijelaskan sebagai berikut:
1) Mengaitkan atau menghubungkan
Guru memulai pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
atau masalah berdasarkan hal-hal yang menarik dan tidak asing bagi siswa.
2) Mengalami
Siswa bekerja pada kelompok kecil untuk mengumpulkan data dengan
membuat ukuran, menganalisis data, kesimpulan, dan menggambarkan konsep
pokok yang terlibat.
3) Menerapkan
Siswa menerapkan pengalaman yang mereka miliki ke dalam pemecahan
soal maupun penanaman konsep baru pada pembelajaran. Guru membantu siswa
dengan memberikan latihan yang berhubungan dengan konteks yang dipelajari.
4) Kerjasama
Guru membentuk kelompok-kelompok yang efektif, memberikan tugas-
tugas yang sesuai, menjadi pengamat yang jeli dalam aktivitas kelompok,
mendiagnosis persoalan dengan cepat, dan menyediakan informasi atau petunjuk
yang diperlukan siswa.
5) Mentransfer
Siswa mempresentasikan hasil diskusi mereka dalam konteks baru yang
mereka temukan selama proses diskusi.
Adapun langkah-langkah dan aktifitas guru pada model REACT dalam
kegiatan pembelajaran lebih jelasnya disajikan dalam tabel berikut:
18
Tabel 2.1 Langkah-langkah Model REACT dalam Kegiatan Pembelajaran
Langkah Aktifitas Guru
Langkah 1:
Mengaitkan atau menghubungkan
1. Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan
yang tidak asing bagi siswa dan berhubungan
dengan materi yang akan dipelajari
Langkah 2:
Mengalami
1. Guru membimbing siswa untuk melakukan
pengamatan untuk mengumpulkan data,
analisis, maupun konsep pokok materi
Langkah 3:
Menerapkan
1. Guru memberikan latihan-latihan yang
berhubungan dengan konteks yang dipelajari
2. Guru membimbing siswa untuk menerapkan
hasil pengamatan pada latihan-latihan yang
diberikan
Langkah 4:
Kerjasama
1. Guru membentuk kelompok-kelompok yang
efektif untuk berdiskusi
2. Guru mengamati aktivitas selama kegiatan
diskusi berlangsung
Langkah 5:
Mentransfer
1. Guru meminta siswa untuk mempresentasikan
hasil diskusi mereka dalam konteks baru ysng
mereka dapatkan
2.2.4 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran REACT
Setiap model pembelajaran tentu memiliki kelebihan dan kekurangan.
Begitu pula dengan model pembelajaran REACTyang memiliki kelebihan dan
kekurangan. Seperti yang diungkapkan oleh Kurniawan et al. (2014), kelebihan
model REACT diantaranya adalah memberi kesempatan siswa untuk terlibat aktif
dalam pembelajaran, siswa memiliki kesempatan untuk dapat lebih memahami
konsep yang diajarkan, dan mengembangkannya ke dalam kehidupan nyata. Hal
senada juga diungkapkan oleh Rizka et al. (2014), dengan adanya pertukaran ide
pada saat diskusi kelompok membuat siswa memiliki pemahaman yang lebih luas
dan dalam, selain itu siswa diarahkan untuk menemukan konsep dan
menerapkannya sendiri pada permasalahan sehingga siswa dapat berpikir lebih
kompleks. Siswa diharapkan dapat meningkatkan kemampuan matematis yang
mereka miliki diantaranya yaitu kemampuan koneksi dan representasi yang
19
diperlukan dalam proses pembentukan dan penerapan konsep baru pada model
REACT.
Menurut Crawford (2001), pembelajaran kontekstual, termasuk di
dalamnya yaitu model pembelajaran REACT memiliki kelemahan diantaranya
yaitu tidak mudah untuk diterapkan karena membutuhkan waktu tambahan untuk
mempersiapkan dan kerja keras untuk melakukannya. Dalam pelaksanaannya,
model pembelajaran REACT akan dipadukan dengan pendekatan yang dapat
mendukung bentuk pembelajaran kontekstual. Salah satu pendekatan tersebut
adalah pendekatan etnomatematika yang menghubungkan materi matematika
dengan kehidupan sehari-hari khususnya dalam lingkup kebudayaan.
2.3 Pendekatan Etnomatematika
2.3.1 Pengertian Pendekatan Etnomatematika
Etnomatematika berasal dari kata ethnomathematics yang diartikan
sebagai kombinasi antara budaya, matematika dan pendidikan (Walle, 2008).
Sedangkan menurut Prabawati (2016), etnomatematika merupakan sebuah kajian
terhadap suatu ide matematis yang terdapat pada suatu kebudayaan. Pengertian
lain dari etnomatematika adalah suatu penelitian tentang hubungan antara
matematika dengan kehidupan sosial dan kebudayaan (Zhang & Zhang, 2010).
Lebih lanjut dijelaskan jika penelitian tersebut untuk mengetahui bagaimana
matematika dihasilkan, ditransfer, dan didiskusikan dalam lingkup kebudayaan.
Dengan pendekatan etnomatematika, siswa dapat menelaah suatu kebudayaan
yang berhubungan dengan ide matematis yang terdapat di dalamnya.
Berdasarkan penjabaran para ahli, dapat disimpulkan jika etnomatematika
adalah sebuah kajian tentang ide matematis yang berhubungan dengan
20
INSTRUMENTATION
Use of language, gesture,
counting, drawing, retrieval
of information,ethnography
CONTENTS
Accumulated in books,
periodicals, newspaper, TV and
media in general; in mesuems,
monuments as popular practice
SOCIALIZATION
Group work, projects “show and
tell”, seminars, panel discussions
and debates, repots
TEACHER
Management
of the process
kebudayaan. Kebudayaan yang beranekaragam di sekitar siswa dipercaya memuat
suatu ide matematis yang dapat didiskusikan maupun digunakan sebagai sebuah
pendekatan dalam pembelajaran matematika dalam kelas. Pembelajaran berbasis
etnomatematika sudah banyak diterapkan di luar Indonesia dimana mayoritas
siswa dalam suatu kelas dibesarkan dalam lingkup budaya yang beranekaragam.
Sehingga siswa dapat menemukan ide-ide matematis di dalam kebudayaan yang
mereka ketahui masing-masing.
2.3.2 Karakteristik dan Tujuan Pendekatan Etnomatematika
Pendekatan etnomatematika menekankan pada nilai-nilai kebudayaan yang
ada di suatu daerah tertentu dan memuat ide-ide matematis di dalamnya.
Etnomatematika akan digunakan sebagai pendekatan yang menghubungkan
berbagai cara pemikiran siswa dalam penggunaan pengetahuan tentang budaya
dengan matematika di sekolah (Rosa & Orey, 2011). Menurut Fran & Kerkhove
(2010), ada beberapa karakteristik penerapan etnomatematika dalam dunia
pendidikan yang dijelaskan dalam gambar berikut ini.
Gambar 2.1 Interactive Curriculum Concept (D’Ambrosio, 1990)
Karakteristik penerapan etnomatematika dikontrol oleh guru yang
memegang manajemen dalam proses pembelajaran. Ada tiga komponen penting
dalam pembelajaran berbasis etnomatematika, diantaranya yaitu:
21
1) Instrumendalam pembelajaran berbasis etnomatematika meliputi
penggunaan bahasa, bahasa tubuh/ tingkah laku, menghitung,
menggambar, mendapatkan informasi, dan kebudayaan.
2) Konten/ Isidari pembelajaran etnomatematika bisa didapatkan dari buku,
pengalaman yang telah didapatkan sebelumnya, media cetak, TV dan
media secara umum, ataupun hal-hal yang terdapat pada museum, dan
peninggalan bersejarah lainnya.
3) Kerjasama dalam pembelajaran berbasis etnomatematika dilakukan dalam
bentuk berkelompok, seminar, diskusi panel, dan lain sebagainya
Tujuan paling penting dari pendekatan etnomatematika yaitu
dimasukkannya ide-ide matematis dari berbagai macam budaya yang dimiliki
siswa menjadi sebuah pemahaman yang lengkap dalam lingkup hubungan antara
matematika dan pengalaman budaya siswa (Orey & Rosa, 2004). Selain itu,
pertimbangan digunakannya pendekatan etnomatematika karena bangsa Indonesia
terdiri dari berbagai suku dan budaya, setiap suku memiliki cara tersendiri untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi (Sirate, 2015). Dijelaskan lebih lanjut,
penggunaan etnomatematika sebagai pendekatan pembelajaran bertujuan untuk
membantu siswa sadar akan budaya lokal, dan meningkatkan kemampuan
matematis mereka.
2.3.4 Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Etnomatematika
Setiap pendekatan pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kekurangan
untuk diterapkan dalam pembelajaran di kelas. Salah satu kelebihan pendekatan
etnomatematika yaitu membantu siswa untuk mengembangkan pembelajaran
sosial, emosional, dan politik intelektual siswa dengan acuan budaya mereka
22
sendiri (Emmanuel, 2007). Dengan adanya pendekatan etnomatematika dalam
sebuah pembelajaran, siswa yang memiliki berbagai budaya dapat belajar sesuai
dengan pengetahuan yang telah mereka miliki sebelumnya. Hal tersebut sesuai
jika diterapkan dalam pembelajaran matematika di Indonesia yang memiliki
berbagai ragam budaya lokal. Misalkan kebudayaan melemang, permainan
tradisional, bentuk-bentuk rumah adat, motif batik, dan cara membilang suatu
bilangan matematika.
Namun, pembelajaran berbasis etnomatematika memiliki beberapa
kekurangan untuk diterpkan dalam pembelajaran. Menurut Orey & Rosa (2004),
kekhawatiran terkait penerapan etnomatematika di dalam pembelajaran
diantaranya yaitu; 1) sedikitnya bahan ajar tentang matematika yang berbasis
kebudayaan di dalam kelas, 2) sedikitnya instrumen penilaian yang tepat untuk
pendekatan ini, 3) banyak terjadi kebingungan antara pembelajaran multikultural
dan etnomatematika. Hal tersebut dapat diatasi dengan menggunakan beberapa
sumber penelitian dari luar negeri yang telah terlebih dahulu menerapkan
pembelajaran berbasis etnomatematika. Selain itu, model pembelajaran yang
dipadukan dengan pendekatan etnomatematika harus sesuai. Model pembelajaran
yang digunakan sebaiknya berupa model pembelajaran yang dapat merangsang
siswa untuk berpikir lebih mendalam mengenai kebudayaan lokal yang mereka
ketahui. Pemikiran tersebut akan digunakan sebagai acuan untuk menemukan
konsep baru yang akan diterapkan dalam persoalan matematika. Salah satu model
pembelajaran yang diharapkan dapat sesuai dengan pendekaran tersebut adalah
model pembelajaran REACT.
23
2.4 Model Pembelajaran REACT berbasis Etnomatematika
Langkah-langkah model pembelajaran REACT berbasis etnomatematika
dijelaskan sebagai berikut:
1) Mengaitkan atau menghubungkan
Guru memulai pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
atau masalah berkaitan dengan kebudayaan berdasarkan pengalaman atau
pengetahuan yang telah siswa ketahui.
2) Mengalami
Siswa bekerja pada kelompok kecil untuk mengumpulkan data dengan
membuat ukuran, menganalisis data, kesimpulan, dan menggambarkan konsep
materi terkait dengan hasil kebudayaan.
3) Menerapkan
Siswa menerapkan pengalaman yang mereka miliki ke dalam pemecahan
soal maupun penanaman konsep baru pada pembelajaran. Guru membantu siswa
dengan memberikan latihan yang berhubungan hasil kebudayaan.
4) Kerjasama
Guru membentuk kelompok-kelompok yang efektif, memberikan tugas-
tugas yang berhubungan dengan kebudayaan, menjadi pengamat yang jeli dalam
aktivitas kelompok, mendiagnosis persoalan dengan cepat, dan menyediakan
informasi atau petunjuk yang diperlukan siswa.
5) Mentransfer
Siswa mempresentasikan hasil diskusi mereka dalam konteks baru yang
mereka temukan selama proses diskusi. Konteks baru tersebut yaitu temuan
mengenai bentuk matematis yang terdapat dalam kebudayaan yang didapatkan
24
siswa selama proses diskusi.Adapun langkah-langkah dan aktifitas guru pada
model REACT berbasis etnomatematika lebih jelas disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 2.2 Langkah-langkah Model REACT Berbasis Etnomatematika
Langkah Aktivitas Guru
Langkah 1:
Mengaitkan atau menghubungkan
1. Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran untuk menumbuhkan
motivasi dan pemusatan perhatian.
2. Guru mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang tidak asing bagi siswa
dan berhubungan dengan kebudayaan
yang terkait dengan materi yang akan
dibahas
Langkah 2:
Mengalami
1. Meminta siswa membentuk kelompok
2. Guru membimbing siswa untuk
melakukan pengamatan terhadap hasil
kebudayaan untuk mengumpulkan
data, analisis, maupun konsep pokok
materi yang akan dibahas
Langkah 3:
Menerapkan
1. Meminta siswa melihat hubungan-
hubungan informasi yang terkait
antara hasil kebudayaan yang
diberikan dengan topik yang dipelajari.
2. Meminta siswa melakukan eksperimen
untuk menyelesaikan permasalahan
yang berhubungan dengan
kebudayaan.
3. Guru membimbing siswa untuk
menerapkan hasil pengamatan terkait
kebudayaan pada latihan-latihan yang
diberikan
Langkah 4:
Kerjasama
1. Guru membentuk kelompok-
kelompok yang efektif untuk
berdiskusi mengenai hasil kebudayaan
yang siswa ketahui
2. Guru mengamati aktivitas selama
kegiatan diskusi berlangsung
Langkah 5:
Mentransfer
1. Guru meminta siswa untuk
mempresentasikan hasil diskusi
mereka dalam konteks baru ysng
mereka dapatkan mengenai temuan
bentuk matematis yang didapatkan
dari hasil kebudayaan
2.5 Hasil Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi
2.5.1 Hasil Belajar
Menurut Hamalik, hasil belajar adalah perubahan tingkah laku seseorang
dari tidak tahu menjadi tahu (Ariyani & Nurdeni, 2010). Lebih lanjut dijelaskan
25
perubahan tingkah laku tersebut meliputi emosional, pengetahuan, kebiasaan,
jasmani, budi pekerti, hubungan sosial, apresiasi, dan sikap. Sedangkan menurut
Sudjana (2006), hasil belajar merupakan kemampuan seseorang setelah menerima
pengalaman belajar. Hasil belajar dapat diartikan pula sebagai perubahan perilaku
secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek kemampuan saja, sehingga
penilaian hasil belajar tidak dilakukan secara terpisah tetapi harus secara
komprehensif (Thobroni, 2016).
Menurut Bloom dalam (Thobroni, 2016), hasil belajar mencakup
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sedangkan fokus penilaian dalam
keberhasilan belajar siswa menurut Kurikulum 2013 meliputi kemampuan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan (Ani, 2013). Berdasarkan pendapat para ahli,
dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku
seseorang yang meliputi emosional, pengetahuan, kebiasaan, jasmani, budi
pekerti, hubungan sosial, apresiasi, dan sikap setelah menerima pengalaman
belajar. Penilaian terhadap hasil belajar dilakukan secara menyeluruh terhadap
semua perubahan perilaku atau kemampuan yang terjadi pada siswa. Kemampuan
tersebut diantaranya adalah kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Selain itu, ada kemampuan lain yang dapat dilihat dari hasil belajar, diantaranya
kemampuan matematis yang meliputi kemampuan koneksi, representasi,
komunikasi, pemecahan masalah, dan pembuktian matematis.
2.5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Baharuddin dalam Suyati (2015) faktor yang mempengaruhi hasil
belajar dibedakan menjadi dua yaitu faktor internal dan eksternal. Lebih lanjut
dijelaskan, faktor internal meliputi kondisi fisik dan psikologis seseorang,
26
sedangkan faktor eksternal meliputi faktor lingkungan sosial dan non sosial. Hal
senada disampaikan oleh Sukmadinata (2011) yang menjelaskan ada dua faktor
yaitu faktor internal (kondisi fisik, psikis, intelektual, dan sosial) serta faktor
eksternal (suasana keluarga, lingkungan, sekolah maupun masyarakat).
Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi hasil belajar seorang individu dibagi menjadi dua, yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor tersebut yang dapat mendukung
maupun menghambat proses pembelajaran seseorang. Faktor internal mencakup
kondisi fisik, psikis, intelektual, dan sosial. Kondisi fisik menyangkut indra dalam
diri seseorang seperti penglihatan, pengecap, penciuman , pendengaran, dan lain
sebagainya. Kondisi psikis merupakan kondisi kejiwaan seseorang yang dapat
meliputi tekanan-tekanan batin, dan konflik yang dialami. Kondisi intelektual dan
kondisi sosial meliputi kecerdasan yang dimiliki seseorang, serta kemampuan
seseorang dalam berinteraksi.dengan lingkungannya. Sedangkan faktor eksternal
mencakup suasana keluarga, lingkungan, sekolah maupun masyarakat.
Pada faktor eksternal terdapat faktor lingkungan sekolah dimana di
dalamnya meliputi staf umum maupun staf pengajar atau guru. Guru memegang
peran penting dalam menciptakan suasana yang mendukung keberhasilan belajar
dalam sebuah pembelajaran. Dalam merencanakan pembelajaran, guru hendaknya
dapat menentukan model, dan pendekatan yang sesuai dan mampu membuat siswa
belajar lebih efektif sehingga hasil belajar yang diharapkan dapat terpenuhi. Salah
satu alternatifnya adalah dengan menggunakan model pembelajaran REACT
dimana siswa dapat lebih memahami konsep pelajaran karena siswa mengalami
sendiri proses penemuan konsep tersebut (Rizka et al., 2014). Proses penemuan
27
konsep belajar matematika biasanya terkait dengan kehidupan sehari-hari siswa.
Salah satu pendekatan yang dapat digunakan yaitu pendekatan matematika
berbasis kebudayaan yang terdapat pada lingkungan sekitar siswa atau disebut
juga etnomatematika. Model pembelajaran REACT berbasis etnomatematika
diharapkan dapat mengembangkan kemampuan matematis siswa yang juga
termasuk faktor penentu keberhasilan belajar. Kemampuan matematis tersebut
diantaranya yaitu kemampuan koneksi (connections), dan representasi
(representations) (NCTM, 2000).
2.6 Kemampuan Koneksi Matematis
2.6.1 Pengertian Kemampuan Koneksi Matematis
Kemampuan koneksi matematis merupakan suatu proses menemukan,
menguatkan, dan menghubungkan antara ide-ide abstrak yang didapatkan dalam
pembelajaran dengan konteks dunia nyata menjadi suatu kesatuan (Putri &
Santosa, 2015). Hal senada disampaikan dalam NCTM (2000), yang berpendapat
bahwa ketika siswa dapat menghubungkan ide-ide dalam matematika, mereka
tidak hanya mempelajari matematika namun semua kesatuan dalam
matematikatermasuk matematika dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan
menurut Hendriana & Soemarmo (2014), kemampuan koneksi matematis
diperlukan dalam pembelajaran karena dapat membantu siswa dalam
menyelesaikan pemecahan masalah melalui keterkaitan antar konsep matematika
maupun antar konsep matematika dengan disiplin ilmu lain.
Dapat disimpulkan bahwa kemampuan koneksi matematis merupakan
kemampuan siswa dalam menghubungkan antar topik matematika, matematika
dengan disiplin ilmu lain, maupun matematika dengan kehidupan sehari-hari.
28
Kemampuan tersebut akan membuat siswa lebih memahami materi yang
dipelajarinya karena pembelajaran menjadi lebih bermakna. Pembelajaran yang
bermakna juga diharapkan dapat membantu siswa dalam menyelesaikan
permasalahan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahan dalam
kehidupan sehari-hari tersebut dapat diselesaikan dengan menerapkan konsep
yang telah mereka pelajari dalam pembelajaran maupun berdasarkan pengalaman
yang telah mereka peroleh sebelumnya, karena itulah kemampuan koneksi
matematis siswa harus diasah agar dapat berkembang dengan baik.
2.6.2 Indikator Kemampuan Koneksi Matematis
Indikator kemampuan koneksi matematis digunakan sebagai alat ukur
siswa dalam pembelajaran. Menurut NCTM (2000), indikator koneksi matematis
adalah sebagai berikut:
1) Mengenali dan menggunakan koneksi antara ide-ide matematis
2) Memahami bagaimana ide-ide matematis terhubung dan membangun satu
sama lain untuk menghasilkan satu kesatuan yang utuh
3) Mengenali dan menerapkan matematika dalam konteks diluar matematika
Berdasarkan pendapat di atas, kemampuan koneksi matematis yang akan
diterapkan pada pembelajaran matematika menggunakan model REACT berbasis
etnomatematika adalah kemampuan koneksi matematis yang berhubungan dengan
kehidupan sehari-hari dan disiplin ilmu lain yaitu pada lingkup kebudayaan.
Adapun indikator-indikator kemampuan koneksi matematis tersebut sebagai
berikut.
29
Tabel 2.3 Indikator Kemampuan Koneksi Matematis
Koneksi Matematis Indikator Koneksi Matematis
1. Mengenali dan menggunakan koneksi
antar topik matematika
a. Siswa dapat menghubungkan informasi
dalam soal dengan materi sebelumnya
2. Koneksi antar disiplin ilmu lain (sejarah
dan pengetahuan umum terkait
kebudayaan)
a. Siswa dapat menghubungkan ilmu
sejarah dan pengetahuan umum terkait
kebudayaan dengan matematika
b. Siswa dapat menyelesaikan
penyelesaian soal tentang hubungan
ilmu sejarah dan pengetahuan umum
terkait kebudayaan dengan matematika
3. Mengenali dan menggunakan
matematika dengan keterkaitan di luar
matematika
a. Siswa dapat menghubungkan masalah
kehidupan nyata pada soal ke dalam
materi yang dipelajari
b. Siswa dapat menyelesaikan masalah
kehidupan nyata pada soal ke dalam
materi yang dipelajari
Berikut ini akan diberikan contoh dari lembar penilaian mengenai koneksi
matematis.
30
Tabel 2.4 Indikator dan Penyelesaian Kemampuan Koneksi Matematis
Penyelesaian Indikator Representasi Matematis
Berikut ini merupakan gambar rangka atap yang terbuat
dari kayu.
a. Ada berapa garis yang terbentuk dalam rangka atap
tersebut?
b. Apakah garis yang terbentuk dapat membentuk
suatu bangun datar? Bangun datar apakah yang
terbentuk?
c. Berapa segitiga yang terbentuk dari rangka atap
kayu tersebut? Sebutkan dan gambarkan jenis
segitiga apa saja yang terbentuk! Berikan alasanmu.
Jawaban:
a. Ada delapan garis yang terbentuk pada rangka atap
b. Iya, dapat. Bangun datar yang dapat terbentuk dari
garis-garis tersebut yaitu bangun datar segitiga
c. Ada tujuh segitiga yang dapat terbentuk dari rangka
atap kayu tersebut. Berikut adalah gambar dari
segitiga yang dapat terbentuk.
Keterangan:
1, dan 2 merupakan segitiga sama sisi, karena memiliki
tiga sisi dengan panjang sama.
3, 4, 5, dan, 6 merupakan segitiga siku-siku, karena
salah satu sudut yang terbentuk dalam segitiga adalah
sudut siku-siku.
7 merupakan segitiga sama sisi, karena memiliki tiga sisi
dengan panjang sama.
Mengenali dan menggunakan
koneksi antar topik matematika
a. Siswa dapat menghubungkan
informasi dalam soal dengan
materi sebelumnya
Koneksi antar disiplin ilmu lain
(sejarah dan pengetahuan umum
terkait kebudayaan)
a. Siswa dapat menghubungkan ilmu
sejarah dan pengetahuan umum
terkait kebudayaan dengan
matematika
b. Siswa dapat menyelesaikan
penyelesaian soal tentang
hubungan ilmu sejarah dan
pengetahuan umum terkait
kebudayaan dengan matematika
Mengenali dan menggunakan
matematika dengan keterkaitan di
luar matematika
a. Siswa dapat menghubungkan
masalah kehidupan nyata pada
soal ke dalam materi yang
dipelajari
b. Siswa menyelesaikan masalah
kehidupan nyata pada soal ke
dalam materi yang dipelajari
2.7 Kemampuan Representasi Matematis
2.7.1 Pengertian Kemampuan Representasi Matematis
Kemampuan representasi matematis merupakan kemampuan dalam
memahami suatu konsep matematika secara mendalam yang bertujuan untuk
3 4
1 2 5 6
7
31
menyederhanakan suatu penyelesaian masalah (Ramziah, 2016). Representasi
matematis dapat dimaknai pula sebagai kemampuan untuk mengartikan ide
matematis dalam bentuk baru, mengubah diagram atau model fisik ke dalam
simbol atau kata, dan menganilisis suatu masalah agar bermakna lebih jelas
(Arnidha, 2016). Sedangkan menurut De Lange dalam Shadiq (2014),
kemampuan representasi merupakan kemampuan membuat, mengartikan,
mengubah, membedakan, dan menggambarkan kembali bentuk atau simbol dan
hubungan antar simbol matematika.
Dapat disimpulkan jika kemampuan representasi matematis merupakan
suatu kemampuan untuk mengubah ide matematis ke dalam bentuk lebih
sederhana yang dapat berupa diagram, simbol, kata, atau gambar. Hal itu
bertujuan agar ide matematis yang terdapat pada suatu permasalahan dapat
dipahami dalam bentuk lain yang lebih sederhana.
2.7.2 Indikator Kemampuan Representasi Matematis
Menurut NCTM dalam Sabirin (2014), menyebutkan bahwa standar
representasi yang diharapkan dapat dikuasai siswa selama pembelajaran di
sekolah diantaranya yaitu:
1) Membuat dan menggunakan representasi untuk mengenal, mencatat, atau
merekam, dan mengkomunikasikan ide-ide matematis
2) Memilih, menerapkan, dan melakukan translasi antar representasi
matematis untuk memecahkan masalah
3) Menggunakan representasi untuk memodelkan dan menginterpretasikan
fenomena fisik, sosial, dan fenomena matematika
32
Sedangkan menurut Cai, Lane, dan Jacobesin dalam Arnidha (2016),
indikator representasi matematis terdiri dari tiga hal, yaitu:
1) Representasi linguistik yang mencakup kemampuan siswa menjelaskan
secara matematis, masuk akal, dan jelas serta tersusun secara logis dan
sistematis.
2) Representasi ilustratif yang meliputi kemampuan siswa melukiskan,
diagram, gambar secara lengkap, benar, dan sistematis.
3) Representasi simbolik yang merupakan kemampuan siswa dalam
menemukan model matematika dengan benar, kemudian melakukan
perhitungan atau mendapatkan solusi secara benar dan lengkap serta
sistematis.
Berdasarkan pendapat di atas, kemampuan representasi matematis yang
akan diterapkan pada pembelajaran matematika menggunakan model REACT
dengan pendekatan etnomatematika adalah kemampuan representasi matematis
yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dan disiplin ilmu lain yaitu
sejarah dan pengetahuan umum, khusunya pada lingkup kebudayaan. Adapun
indikator-indikator kemampuan koneksi matematis tersebut sebagai berikut.
Tabel 2.5 Indikator Kemampuan Representasi Matematis
Representasi Matematis Indikator Representasi Matematis
1. Representasi Linguistik a. Siswa dapat menjelaskan secara logis
dan sistematis tentang materi yang
dipelajari dan dikaitkan dengan
kebudayaan
2. Representasi Ilustratif a. Siswa dapat melukiskan diagram, dan
gambar yang mengandung ide
matematis dalam kebudayaan dengan
lebih sederhana dan jelas
3. Representasi Simbolik a. Siswa mampu menemukan model
matematika yang terdapat dalam
kebudayaan
b. Siswa mampu melakukan perhitungan
atau mendapat solusi secara lengkap,
benar dan sistematis
33
Berikut ini akan diberikan contoh dari lembar penilaian mengenai
representasi matematis.
Tabel 2.6 Indikator dan Penyelesaian Kemampuan Representasi Matematis
Penyelesaian Indikator Representasi Matematis
Seorang nelayan ingin mengganti layar perahunya
dengan jenis kain yang lebih tebal agar mampu menahan
angin. Bahan kain yang tersedia berbentuk persegi
dengan ukuran panjang 10 m. Sesuai ukuran kayu
penyangga kain layar perahu sebelumnya, nelayan
tersebut harus memotong bahan kain layar dari mulai
titik tengah salah satu sisi kain menuju dua titik sudut
permukaan kain tersebut.
a. Berapa luas permukaan layar perahu tersebut?
b. Berapa luas kain yang tersisa?
Jawaban:
Diketahui : Luas kain = 10 m, dipotong dari titik tengah
dalah satu sisi menuju dua titik sudut sisi lainnya
Ditanya : Luas permukaan layar perahu, dan luas kain
yang tersisa
Langkah 1: Mencari luas kain yang berbentuk
persegi
𝐿𝑢𝑎𝑠 1 = 𝑠𝑖𝑠𝑖 × 𝑠𝑖𝑠𝑖
Representasi Linguistik
a. Siswa dapat menjelaskan secara
logis dan sistematis tentang materi
yang dipelajari dan dikaitkan
dengan kebudayaan
Representasi Ilustratif
a. Siswa dapat melukiskan diagram,
dan gambar yang mengandung ide
matematis dalam kebudayaan
dengan lebih sederhana dan jelas
10 m
10 m
10 m
10 m
34
𝐿𝑢𝑎𝑠 1 = 10 𝑚 × 10 𝑚
𝐿𝑢𝑎𝑠 1 = 100 𝑚2
Langkah 2: Mencari luas segitiga siku-siku yang
terbentuk karena perpotongan kain
𝐿𝑢𝑎𝑠 2 =1
2𝑎𝑙𝑎𝑠 × 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖
𝐿𝑢𝑎𝑠 2 =1
2× 5 𝑚 × 10 𝑚
𝐿𝑢𝑎𝑠 2 = 25 𝑚2
Langkah 3: Mencari luas kain yang digunakan untuk
layar
𝐿𝑢𝑎𝑠 = 𝐿𝑢𝑎𝑠 1 − (2 × 𝐿𝑢𝑎𝑠 2)
𝐿𝑢𝑎𝑠 = 100 𝑚2 − (2 × 25 𝑚2)𝐿𝑢𝑎𝑠 = 100 𝑚2 − 50 𝑚2
𝐿𝑢𝑎𝑠 = 50 𝑚2
Jadi,
a. Luas layar perahu tersebut adalah 50 𝑚2
b. Luas kain yang tersisa adalah luas dua buah segitiga
siku-siku yang terbentuk yaitu (2 × 25 𝑚2) =
50 𝑚2
Representasi Simbolik
a. Siswa mampu menemukan model
matematika yang terdapat dalam
kebudayaan
b. Siswa mampu melakukan
perhitungan atau mendapat solusi
secara lengkap, benar, dan
sistematis
10 m
½ x 10 m
= 5 m