bab ii gambaran umum tentang spiritualitas a....

30
16 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG SPIRITUALITAS A. Pengertian Spiritualitas Menurut perspektif bahasa ‘spiritualitas’ berasal dari kata ‘spirit’ yang berarti ‘jiwa’. 1 Dan istilah “sipiritual” dapat didefinisikan sebagai pengalaman manusia secara umum dari suatu pengertian akan makna, tujuan dan moralitas. 2 Menurut sebagian ahli tasawuf ‘jiwa’ adalah ‘ruh’ setelah bersatu dengan jasad penyatuan ruh dengan jasad melahirkan pengaruh yang ditimbulkan oleh jasad terhadap ruh. Sebab dari pengaruh-pengaruh ini muncullah kebutuhan-kebutuhan jasad yang dibangun oleh ruh. 3 Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa jiwa merupakan subjek dari kegiatan “spiritual”. Penyatuan dari jiwa dan ruh itulah untuk mencapai kebutuhan akan Tuhan. Dalam rangka untuk mencerminkan sifat-sifat Tuhan dibutuhkan standarisasi pengosongan jiwa, sehingga eksistensi jiwa dapat memberikan keseimbangan dalam menyatu dengan ruh. Jiwa sebagaimana yang telah digambarkan oleh seorang tokoh sufi adalah suatu alam yang tak terukur besarnya, ia adalah keseluruhan alam semesta, karena ia adalah salinan dari-Nya segala hal yang ada di dalam alam semesta terjumpai di dalam jiwa, hal yang sama segala apa yang terdapat di dalam jiwa ada di alam semesta, oleh sebab inilah, maka ia yang telah 1 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka, Jakarta, 1986, hlm. 963 2 Charles H. Zastrow, The Practice Work, University of Wisconsin, An International Thompson Publishing Company, White Water, 1999, hlm. 317 3 Sa’id Hawa, Jalan Ruhaniah, terj : Drs. Khairul Rafie’ M. dan Ibnu Tha Ali, Mizan, Bandung, 1995, hlm. 63

Upload: dangkhanh

Post on 06-Feb-2018

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG SPIRITUALITAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/...s1-2006-muhammadmu-1388-bab2_41… · manusia secara umum dari suatu pengertian akan makna, tujuan

16

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG SPIRITUALITAS

A. Pengertian Spiritualitas

Menurut perspektif bahasa ‘spiritualitas’ berasal dari kata ‘spirit’ yang

berarti ‘jiwa’.1 Dan istilah “sipiritual” dapat didefinisikan sebagai pengalaman

manusia secara umum dari suatu pengertian akan makna, tujuan dan

moralitas.2

Menurut sebagian ahli tasawuf ‘jiwa’ adalah ‘ruh’ setelah bersatu

dengan jasad penyatuan ruh dengan jasad melahirkan pengaruh yang

ditimbulkan oleh jasad terhadap ruh. Sebab dari pengaruh-pengaruh ini

muncullah kebutuhan-kebutuhan jasad yang dibangun oleh ruh.3 Oleh karena

itu, bisa dikatakan bahwa jiwa merupakan subjek dari kegiatan “spiritual”.

Penyatuan dari jiwa dan ruh itulah untuk mencapai kebutuhan akan Tuhan.

Dalam rangka untuk mencerminkan sifat-sifat Tuhan dibutuhkan standarisasi

pengosongan jiwa, sehingga eksistensi jiwa dapat memberikan keseimbangan

dalam menyatu dengan ruh.

Jiwa sebagaimana yang telah digambarkan oleh seorang tokoh sufi

adalah suatu alam yang tak terukur besarnya, ia adalah keseluruhan alam

semesta, karena ia adalah salinan dari-Nya segala hal yang ada di dalam alam

semesta terjumpai di dalam jiwa, hal yang sama segala apa yang terdapat di

dalam jiwa ada di alam semesta, oleh sebab inilah, maka ia yang telah

1 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka, Jakarta, 1986, hlm. 963

2 Charles H. Zastrow, The Practice Work, University of Wisconsin, An International Thompson Publishing Company, White Water, 1999, hlm. 317

3 Sa’id Hawa, Jalan Ruhaniah, terj : Drs. Khairul Rafie’ M. dan Ibnu Tha Ali, Mizan, Bandung, 1995, hlm. 63

Page 2: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG SPIRITUALITAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/...s1-2006-muhammadmu-1388-bab2_41… · manusia secara umum dari suatu pengertian akan makna, tujuan

17

menguasai alam semesta, sebagaimana juga ia yang telah diperintah oleh

jiwanya pasti diperintah oleh seluruh alam semesta.4

Ruh merupakan jagat spiritualitas yang memiliki dimensi yang

terkesan Maha Luas, tak tersenuth (untouchable), jauh di luar sana (beyond).5

Disanalah ia menjadi wadah atau bungkus bagi sesuatu yang bersifat rahasia.

Dalam bahasa sufisme ia adalah sesuatu yang bersifat esoterisme (bathiniah)

atau spiritual. Dalam esoterisme mengalir spiritualitas agama-agama. Dengan

melihat sisi esoterisme ajaran agama atau ajaran agama kerohanian, maka

manusia akan dibawa kepada apa yang merupakan hakikat dari panggilan

manusia.

Dari sanalah jalan hidup orang-orang beriman pada umumnya

ditujukan untuk mendapatkan kebahagiaan setelah kematian, suatu keadaan

yang dapat dicapai melalui cara tidak langsung dan keikutsertaan simbolis

dalam kebenaran Tuhan, dengan melaksanakan perbuatan-perbuatan yang

telah ditentukan.

Dalam dunia kesufian ‘jiwa’ atau ‘ruh’ atau ‘hati’ juga merupakan

pusat vital organisme kehidupan dan juga, dalam kenyataan yang lebih halus,

merupakan “tempat duduk” dari suatu hakikat yang mengatasi setiap bentuk

pribadi.6 Para sufi mengekspresikan diri mereka dalam suatu bahasa yang

sangat dekat kepada apa yang ada dalam al-Qur'an dan ekspresi ringkas

terpadu mereka yang telah mencakup seluruh esensi ajaran.

Kebenaran-kebenaran ajarannya mudah mengarah pada perkembangan

tanpa batas dan karena peradaban Islam telah menyerap warisan budaya pra

Islam tertentu, para guru sufi dapat mengajarkan warisannya dalam bentuk

lisan atau tulisan. Mereka menggunakan gagasan-gagasan pinjaman yang telah

4 Seyyed Hossein Nasr, Tasawuf Dulu dan sekarang, terj : Abdul Hadi W.M., Mengutip

dari Syaikh al-‘Arabi al-Darqawi, Letter of a Sufi, hlm. 4 5 Seyyed Hossein Nasr, Jembatan Filosofis dan Religius Menuju Puncak Spiritual ;

Antara Tuhan, Manusia, dan Alam, terj : Ali Noer Zaman, IRCISoD, Yogyakarta, hlm. 7 6 Titus Burckhardt, Mengenal Ajaran Kaum Sufi, PT. Dunia Pustaka Jaya, Jakarta, 1984,

hlm. 17

Page 3: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG SPIRITUALITAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/...s1-2006-muhammadmu-1388-bab2_41… · manusia secara umum dari suatu pengertian akan makna, tujuan

18

ada dari warisan-warisan masa lalu cukup memadai guna menyatakan

kebenaran-kebenaran yang harus dapat diterima jangkauan akal manusia

waktu itu dan yang telah tersirat dalam simbolisme sufi yang ketat dalam

suatu bentuk praktek yang singkat.

Dari warisan-warisan yang telah ada – yaitu kebenaran-kebenaran

hakiki – dari para kaum sufi, maka terciptalah prilaku-prilaku yang memiliki

tujuan objektif (Tuhan) tidak lain seperti halnya esoterisme dalam agama-

agama tertentu, langkah awal untuk menjadikan umatnya mencari tujuan yang

objektif, mereka memiliki metode-metode khusus untuk menggali tingkat

spiritualitasnya.

Oleh karena itu, penelitian mengenai pengalaman keagamaan

merupakan kegiatan yang tidak pernah surut dari sejarah. Hal ini disebabkan

karena pengalaman keagamaan, tidak akan pernah hilang, dan tidak pernah

selesai untuk diteliti. Dari pengalaman-pengalaman keagamaan (religiusitas)

itulah akan memberikan dampak positif bagi individu yang menjalaninya.

Sebagaimana telah tampak bahwa kegersangan spiritual semakin

meluas hal itu terdapat pada masyarakat modern, maka pengalaman

keagamaan semakin didambakan orang untuk mendapatkan manisnya

spiritualitas (the taste of spirituality).7 The taste of spirituality, bukanlah

diskursus pemikiran, melainkan ia merupakan diskursus rasa dan pengalaman

yang erat kaitannya dengan makna hidup.8

Dalam khazanah Islam, pengalaman keagamaan tertinggi yang pernah

berhasil dicapai oleh manusia adalah peristiwa “mi’raj” Nabi Muhammad

SAW., sehingga peristiwa ini menjadi inspirasi yang selalu dirindukan hampir

semua orang, bahkan apapun agamanya.

7 Ahmad Anas, Menguak Pengalaman Sufistik ; Pengalaman Keagamaan Jama’ah

Maulid al-Diba’ Giri Kusuma, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Bekerja Sama dengan Walisongo Press, Semarang, 2003, hlm. 17

8 ibid.,

Page 4: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG SPIRITUALITAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/...s1-2006-muhammadmu-1388-bab2_41… · manusia secara umum dari suatu pengertian akan makna, tujuan

19

Di sinilah muncul salah satu alasan bahwa pengalaman spiritualitas

sangat didambakan oleh manusia dengan berbagai macam dan bentuknya. Dan

untuk menggapai pengalaman-pengalaman spiritualits itu, maka diperlukan

upacara-upacara khusus guna mencapainya. Sebab dari pengalaman

keagamaan itu, umumnya muncul hati yang mencintai yang ditandai dengan

kelembutan dan kepekaan.9 Sehingga sifat cinta itu akan melahirkan “kasih”

kepada sesama makhluk tanpa membedakan ras serta keberagamaan yang

berbeda.

Secara substansi (esoterisme) agama-agama pada hakekatnya sama dan

satu. Perbendaannya terletak pada aplikasi dari esoterisme yang kemudian

memunculkan “eksoterisme” agama. Pada aspek eksoterik inilah muncul

pluralitas agama. Di mana setiap agama memiliki tujuan yang sama dan

objektif yaitu untuk mencapai kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Antropologi spiritual Islam memperhitungkan empat aspek dalam diri

manusia, yaitu meliputi ;

1. Upaya dan perjuangan “psiko-spiritual” demi pengenalan diri dan disiplin.

2. Kebutuhan universal manusia akan bimbingan dalam berbagai bentuknya.

3. Hubungan individu dengan Tuhan, dan

4. Dimensi sosial individu manusia.

Jika dalam agama Budha, hidup adalah untuk menderita, namun dalam

pandangan Islam hidup adalah sebagai perjuangan, bekerja keras untuk

terlibat jihad setiap saat dan dalam berbagai tingkat.

Model analisis klasik tentang jiwa manusia meletakkan ‘hati’ manusia

sebagai pusat perjuangan, yakni tarik menarik yang ketat antara “spirit”

(kebaikan) dan “ego” (kejahatan).10

Kebutuhan manusia akan Tuhan-nya merupakan fitrah yang tidak bisa

dinisbatkan manusia. Jika manusia menisbatkan fitrahnya itu berarti manusia

9 ibid., hlm. 23 10 M.W. Shafwan, Wacana Spiritual Timur dan Barat, Penerbit Qalam, Yogyakarta, 2000,

hlm. 7

Page 5: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG SPIRITUALITAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/...s1-2006-muhammadmu-1388-bab2_41… · manusia secara umum dari suatu pengertian akan makna, tujuan

20

tersebut telah memarjinalkan potensi beragamanya atau spiritualnya. Seperti

halnya firman Allah SWT dalam surat ar-Ruum ayat 30 ;

ÝóÇóÞöãú æóÌúåóßó áöáÏøöíúäö ÍóäöíúÝðÇ

ÝöØúÑóÊó Çááåö ÇáøóÊöíú ÝóØóÑó

ÇáäøóÇÓó ÚóáóíúåóÇ áÇóÊóÈúÏöíúáó

áöÎóáúÞö Çááåö Ðóáößó ÇáÏøöíúäõ

ÇáúÞóíøöãõ æóáóßöäøó ÇóßúËóÑó ÇáäóÇÓö

áÇóíóÚúáóãõæúäó. (ÇóáÑøõæúã : ٣٠)

Artinya : “Maka, hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah SWT)., (tetaplah atas) fitrah Allah SWT., yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah SWT., itulah agama yang lurus ; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya”.11 (Q.S. ar-Ruum : 30)

Jiwa atau ruh – dalam istilah kesufian – “tidak diciptakan” dalam

hakikat yang abadi, tapi ia diciptakan karena ia adalah kesatuan alam pertama.

Ruh dapat diibaratkan “pena agung” (al-qolam al-a’la) yang dengannya,

Tuhan menggoreskan nasib setiap makhluk-Nya di atas “lembaran

terpelihara” (al-lauh al-mahfudh). “Pena” itu sendiri sesuai keadaannya

dengan ruh universal (an-nafs al-ruhiyah).12

11 Yayasan Penyelenggara Penterjemah, al-Qur'an dan Terjemahnya, Departemen Agama

RI, Jakarta, 1983, hlm. 645 12 Ruh individu dipengaruhi oleh tubuh ; sedangkan ruh universal mutlak tanpa bentuk.

Dalam masalah lain, perbandingan jiwa dengan ruh adalah seperti substansi dengan esensi atau sebagai esensi yang “formatif”. Demikianlah individu-individu dibedakan oleh kebajikan ruh, karena pada hakekatnya bersatu di dalamnya, dan secara substansial bersatu dengan ruh universal. Sedangkan individu-individu berbeda berdasarkan kebajikan bentuk-bentuk mereka yang merupakan dukungan “kenyal” terdapat apa yang terdapat apa yang tepatnya disebut jiwa universal atau jiwa keseluruhan. Sejauh ruh – dalam pengertian tertentu – terpilih-pilih dalam hubungannya dengan setiap wujud tertentu, maka kita dapat berbicara tentang banyaknya “ruh-ruh”. Ketunggalan hakikat “ruh” sekali-kali tidak berarti, bahwa ruh manusia dengan pasti bersatu kembali dengan ruh Tuhan setelah kematian tubuh. Karena jiwa yang mengakibatkan terjadinya

Page 6: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG SPIRITUALITAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/...s1-2006-muhammadmu-1388-bab2_41… · manusia secara umum dari suatu pengertian akan makna, tujuan

21

Namun ada yang mengistilahkan bahwa, jiwa atau ruh merupakan

hakikat pada diri manusia yang abadi, yang perenial, dan tidak akan berubah

sepanjang masa, yaitu fitrahnya, yang membuat selamanya merindukan

kebenaran, dengan puncaknya ialah kerinduan kepada Tuhan. Seperti yang

telah digambarkan dalam al-Qur'an surat al-Fajr ayat 27-30 ;

íóÇóíøóÊõåóÇÇáäøóÝúÓõ

ÇáúãõØúãóÆöäøóÉõ ÇöÑúÌöÚöí Çöáìó

ÑóÈøößö ÑóÇÖöíóÉð ãøóÑúÖöíøóÉð

ÝóÇÏúÎõáöí Ýöí ÚöÈóÇÏöí æóÇÏúÎõáöí

ÌóäøóÊöí (ÇáÝÌÑ : ٣٠–٢٧)

Artinya : “Hai jiwa yang tenang ! kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Kemudian, masuklah ke dalam kelompok hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku”.13

Oleh karena itu, pengalaman keagamaan, dalam arti merasakan

kenikmatan religiusitas sangat didambakan oleh setiap pemeluk agama. Ini

terjadi karena pengalaman keagamaan terkait erat dengan pemenuhan

kebutuhan (puncak) kehidupan manusia.14

Kebutuhan tersebut adalah kebutuhan yang bersifat universal, yaitu

yang merupakan kebutuhan kodrati setelah kebutuhan-kebutuhan fisik

terpenuhi, yakni kebutuhan cinta dan mencintai Tuhan, dan kemudian

melahirkan kesediaan pengabdian kepada Tuhan. Hal ini yang kemudian

disinyalir sebagai jiwa keagamaan atau kejiwaan agama.

Para peneliti saling berbeda pendapat tentang darimana sumber jiwa

keagamaan yang menimbulkan keinginan untuk mengabdi kepada Tuhan individualisasi ruh, sedangkan jiwa itu sendiri bersifat tidak abadi. Titus Burckhardt, op.cit., hlm. 94

13 Departemen Agama RI, op.cit., hlm. 1059 14 Ahmad Anas, op.cit., hlm. 43

Page 7: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG SPIRITUALITAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/...s1-2006-muhammadmu-1388-bab2_41… · manusia secara umum dari suatu pengertian akan makna, tujuan

22

tersebut. Namun secara umum terdapat tiga teori psikologi agama yang

mencoba untuk memberikan jawaban atas persoalan di atas. Diantaranya teori

monistik, teori faculti, beberapa pemuka teori fakulti.

1. Teori Monistik (mono = satu)

Teori ini berpendapat bahwa hanya terdapat satu sumber kejiwaan

(sumber tunggal) dalam keagamaan. Dari teori ini disebutkan sumber

kejiwaan agama adalah sebagai hasil proses berfikir oleh Thomas Van

Aquino dan Fredrick Hegel, rasa ketergantungan kepada yang mutlak

(sense of depend) oleh Fredrick Schleimaceher, perasaan kagum yang

berasal dari “yang sama sekali lain” (the wholly other) Rudolf Otto yang

kemudian diistilahkan numinous. Proses libido sexuil atas proses odepus

complex dan father image oleh Sigmund Freud, dan karena sekumpulan

instink pada diri manusia oleh William Mac Dougall. Namun pandangan

William ini dipandang lemah oleh para psikolog.15

2. Teori Faculti (faculty theory)

Teori ini yang memandang bahwa sumber kejiwaan agama bukan

bersifat tunggal, namun terdiri dari berbagai fungsi. Menurut teori ini

sumber jiwa keagamaan berasal dari cipta (reason), rasa (emotion), dan

karsa (will). Dari teori dasar ini, para psikologi aliran ini menyebutkan

bahwa sumber kejiwaan keagamaan adalah adanya konflik pada diri

manusia yang diperlopori G. M. Straton, sebagai akibat gabungan dari

enam kebutuhan pokok, yaitu rasa kasih sayang, rasa aman, harga diri,

bebas, sukses, ingin tahu, dalam hal ini untuk memenuhi kebutuhan-

kebutuhan itulah manusia memerlukan agama menurut Zakiyah

Daradjat.16

3. Teori the Four Whises

15 Drs. H. Jalaluddin, Psikologi Agama, Edisi Revisi, Raja Gravindo Persada, Jakarta,

2004, hlm. 54-56 16 ibid., hlm. 59-62

Page 8: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG SPIRITUALITAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/...s1-2006-muhammadmu-1388-bab2_41… · manusia secara umum dari suatu pengertian akan makna, tujuan

23

Melalui teori ini W. H. Thomas mengemukakan bahwa sumber kejiwaan

agama adalah karena adanya empat macam keinginan dasar dalam diri

manusia, yaitu ; keselamatan (security), mendapat penghargaan

(recognition), untuk ditanggapi (response), dan keinginan akan

pengetahuan atau pengalaman baru (new experience).

Dari ketiga teori mengenai sumber jiwa keberagamaan di atas pada

kenyataannya, antara satu sumber dengan sumber yang lain, kadang saling

terkait, kadang juga saling berbeda antara satu orang dengan orang lain. Jadi

tidak bisa dipastikan sumber mana yang paling kuat dan dominan. Tapi

terdapat pengaruh antar sumber jiwa keagamaan dengan sikap beragama yang

ditempuh, dan juga akan menghasilkan pengalaman yang berbeda, akan

memunculkan kembali sikap-sikap yang berbeda pula.

B. Sejarah dan Spiritualitas Islam

1. Sejarah Islam

Sebelum kita mengorek lebih jauh tentang sejarah dan

perkembangan spiritualitas Islam, kita akan sejenak untuk membawa diri

kita ke dunia Arab pada permulaan abad ke-7 M. di sana, kita dapati

sebuah komunitas suku-suku Arab yang saling bercerai berai, bahkan

selama berabad-abad mereka terkungkung oleh tradisi peperangan,

penyembahan patung-patung serta nilai-nilai kesukuan lain yang sangat

“kumuh”. Sekalipun penduduk Arab kala itu banyak melakukan transaksi

perdagangan dengan luar (Arab), mereka sedikit sekali terpengaruh dan

terwarnai oleh budaya-budaya asing.

Dapat dilihat bahwa kala itu kita menemukan komunitas Arab

sebagai masyarakat yang gigih memegang pola hidup tradisional mereka

dari satu abad ke abad dengan perubahan (perkembangan) yang sangat

lamban.

Kemudian ada sebuah fenomena atau keajaiban yang sangat luar

biasa di tengah-tengah mereka, yakni cahaya kenabian. Cahaya itu mula-

Page 9: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG SPIRITUALITAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/...s1-2006-muhammadmu-1388-bab2_41… · manusia secara umum dari suatu pengertian akan makna, tujuan

24

mula mengidentifikasi secara jelas dan menghancurkan inhumanitas dan

ketidakadilan dalam masyarakat. Sosok keajaiban pembawa cahaya

tersebut tidak lain adalah Nabi Muhammad saw., selama dua puluh tiga

tahun Muhammad saw., memperjuangkan kebenaran abadi, bahwa

manusia dilahirkan dalam penyerahan diri kepada realitas,17 maksudnya

kembali ke sumbernya, yakni “Khaliq”. Sekalipun pada dasarnya manusia

adalah bebas, namun tetap “dipaksa” dan dibatasi oleh hukum-hukum

sebelah luar yang “menguasai” eksistensi.

Kesadaran kenabian Muhammad saw., yang muncul dalam

missinya, adalah berdasar pada pengalaman-pengalaman mistik yang

sangat pasti, jelas lagi kuat, yang dilukiskan atau disinggung secara

singkat dalam al-Qur'an ;

ÓõÈúÍäó ÇáøóÐöí ÇóÓúÑìÈöÚóÈúÏöåö áóíúáÇðãøöäó

ÇáúãóÓúÌöÏöÇáúÍóÑóÇãö ÇöáìóÇáúãóÓúÌöÏö ÇáÇóÞúÕóÇ ÇáøóÐöí

ÈÑóßúäóÇ Íóæúáóåõ áöäõÑöíóåõ ãöäú ÇíÊöäóÇ Çöäøóåõ

åõæóÇÓøóãöíúÚõ ÇáÈóÕöíúÑõ (ÇáÇöÓúÑóÇúÁö : ١)

Artinya : “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hambanya pada suatu malam dari al-Masjidil Haram ke al-Masjidil Aqsha yang telah kami berkahi sekelilingnya, agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.18 (Q.S. al-Isra’ : 1).

Deskripsi di atas merupakan hasil pengalaman menarik ketika

Muhammad saw., dalam periode Makkah. Dalam periode Madinah kita

melihat pengungkapan yang progresif dari cita “religio-moral” dan

pendasaran tata kemasyarakatan dari komunitas muslim yang baru

terbentuk itu ; tetapi kita hampir-hampir tak menemukan alusi-alusi

apapun dalam al-Qur'an tentang pengalaman-pengalaman batin19/spiritual.

17 Syaikh Fadhalla Haeri, Jenjang-Jenjang Sufisme, Terj ; Ibnu Burdah dan Shohifullah,

Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000, hlm. 101 18 Departemen Agama RI, op.cit., hlm. 424 19 Fazlur Rahman, Islam, Pustaka, Bandung, 2000, cet. IV, hlm. 183

Page 10: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG SPIRITUALITAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/...s1-2006-muhammadmu-1388-bab2_41… · manusia secara umum dari suatu pengertian akan makna, tujuan

25

Nabi Muhammad saw., hadir untuk menjelaskan secara rinci

tentang kebenaran abadi kepada masyarakat yang tengah diliputi gelapnya

“kebodohan” (jahiliyah) yang pekat selama berabad-abad. Setelah

berupaya keras selama bertahun-tahun, Nabi Muhammad saw., hanya

memperoleh pengikut yang sangat sedikit, yang sebagian besar dari

mereka diperlukan secara kejam oleh masyarakatnya dan terpaksa

“melarikan diri” ke Ethiopia guna mencari proteksi dari seorang penguasa

Kristen yang bernama Negus (Najazi). Setelah peristiwa terjadinya Hijrah

Nabi Muhammad saw., dari Makkah ke Madinah pada tahun 662 M.

Tahun ini yang merupakan titik balik dalam keberuntungan kaum muslim.

Dan Tahun ini juga dipandang sebagai awal era Islami.20 Dari Hijrahnya

Nabi Muhammad saw., tidak sia-sia, karena pada kala itu Nabi diterima

dengan senang hati dan gembira dari pada orang-orang Yatsrib.

Disinilah Nabi Muhammad saw., mulai membangun komunitas

masyarakat baru, yang terdiri dari berbagai golongan yang sangat beragam

di tanah Arab, terutama yang berasal dari Makkah. Kiblat masyarakat ini

dalam beribadah adalah “Ka’bah”. Akan tetapi kiblat hidup masyarakat

tersebut dalam hidup keseharian adalah sosok Nabi itu sendiri. Mereka

mengikuti sosok tersebut, ajarannya maupun berbagai penjelasan yang

beliau kemukakan mengenai perintah-perintah al-Qur'an, yang telah

diwahyukan kepadanya, yang mengarah pada orientasi sebelah dalam

(esoterisme), yakni kepada sang pencipta. Mereka menyembah Allah

SWT., dan mengikuti Nabi yang hidup dalam makrifat dan cinta Allah

SWT.

Nabi Muhammad adalah sosok manusia yang patut di jadikan

teladan, karena dia dinyatakan manusia yang mempunyai akhlak mulia.21

Tidak menutup kemungkinan, bahwa prilaku Nabi selalu menjadi teladan

20 Neal Robinson, Ph.D, Pengantar Islam Komprehensif, terj : Anam Sutopo, dkk., Fajar

Pustaka Baru, Yogyakarta, 2001, hlm. 28 21 Prof. Dr. H. M. Amin Syukur, M.A., Zuhud di Abad Modern, Pustaka Pelajar,

Yogyakarta, 2000, hlm. 20

Page 11: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG SPIRITUALITAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/...s1-2006-muhammadmu-1388-bab2_41… · manusia secara umum dari suatu pengertian akan makna, tujuan

26

dan pelajaran bagi umatnya dulu, kini, dan yang akan datang, baik dalam

bidang agama, politik, dan sosial budaya.

Muhammad berbicara kebenaran abadi, sama dengan yang

dibicarakan oleh ribuan utusan langit yang datang sebelumnya. Ia

berbicara kebenaran dengan bahasa kontemporer pada zamannya, yakni

sebuah bahasa yang telah mencapai prestasi kultural paling mengesankan,

dan barangkali itu juga merupakan kado bagi masyarakat Arab. Yang

jelas, bangsa Arab tidak memiliki warisan artistik yang lebih

membanggakan daripada bahasa.

Pada kehidupan sepuluh tahun terakhir dari hidup Nabi

Muhammad saw., lebih-lebih tiga tahun terakhir, berbagai perubahan

terjadi secara sangat cepat. Selama periode ini, ribuan orang suku Badui

yang memiliki kecondongan kepada mereka yang memiliki kekuasaan,

memandang Islam semakin mendominasi wilayah mereka. Baru semangat-

semangatnya para pemeluk Islam itu mengikuti jejak Nabi, akhirnya beliau

wafat pada tahun 632 M, komunitas muslim yang dapat dikatakan berusia

sangat belia ini menderita shock berat. Dari pada wafatnya Nabi

Muhammad saw., ini menimbulkan kejadian yang mengkhawatirkan umat

Islam khususnya di suku Badui yang baru saja mendapatkan pencerahan

dari sosok Nabi yang membawa misi Islam tersebut.

Akhirnya terjadilah transisi kepemimpinan umat Islam yaitu

dengan mencari sosok pemimpin yang dianggap dapat menggantikan

posisi Nabi seperti pada waktu sebelumnya. Dalam suasana yang sangat

terkesan terburu-buru dan menegangkan ini masyarakat Islam akhirnya

mengadakan pemilihan mendadak. Kemudian melalui pemilihan ini

diantara empat22 sahabat yang sama-sama memiliki kekuatan nilai

kepemimpinan yang kuat diantaranya Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali

– yang kerapkali dijuluki sebagai khulafa ar-rasyidin – dan akhirnya dari

pemilihan tersebut umat Islam melahirkan satu sosok pemimpin yang

22 Neal Robinson, Ph.D, op.cit., hlm. 33

Page 12: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG SPIRITUALITAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/...s1-2006-muhammadmu-1388-bab2_41… · manusia secara umum dari suatu pengertian akan makna, tujuan

27

pantas untuk memimpin umat Islam di masa selanjutnya, waktu itu Abu

Bakar (632-634) yang terpilih dari empat calon tersebut.

Namun dari segolongan umat Islam ada juga yang tidak sepakat

atas terpilihnya Abu Bakar sebagai pemimpin mereka. Bagaimanapun,

ketidaksepakatan terhadap terpilihnya Abu Bakar muncul, apakah karena

alasan Nabi Muhammad saw., secara khusus telah menunjuk imam Ali

sebagai pengganti beliau atau pun karena Nabi secara tidak langsung telah

menyebut diri Ali sebagai sahabat teragung dalam pengetahuan maupun

kesalehan.

Kepemimpinan Abu Bakar berlangsung hanya selama dua tahun.

Namun dari kepemimpinan Abu Bakar ini tidak semulus apa yang pernah

dirasakan pada waktu kepemimpinan Nabi Muhammad saw., akhirnya

pro-kontra terjadi diantara mereka (suku-suku Arab), sehingga sebagian

besar masa tersebut dihabiskan dalam pertikaian internal yang

menegangkan. Satu periode kepemimpinan yang banyak dihiasi dengan

perselisihan internal menjadikan Islam terpecah belah dan membentuk

kubu sendiri-sendiri.

Sudah menjadi watak orang Arab bahwa mereka tidak suka

“dipaksa” untuk hidup dalam satu jalan, karena jiwa mereka sangat bebas

dan tak mudah dikekang. Salah satu fakta dari “pemaksaan” pada masa

kepemimpinan Abu Bakar menurut mereka, adalah kewajiban membayar

zakat kepada yang lain. Dimana Abu Bakar akan memaksa orang-orang

yang menolak untuk membayarnya ditafsirkan oleh sementara mereka

sebagai satu hal yang tak dapat mereka terima.

Nampaknya, kekuasaan yang dijalankan pada masa khalifah Abu

Bakar, sebagaimana pada masa Rasulullah SAW, bersifat sentral

kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan khalifah.23

Oleh karena itulah, sebagian besar suku-suku Arab yang belum lama

23 Dr. Badri Yatim, M.A., Sejarah Peradaban Islam ; Dirasah Islamiyah II, raja grafindo persada, Jakarta, 2001, hlm. 36

Page 13: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG SPIRITUALITAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/...s1-2006-muhammadmu-1388-bab2_41… · manusia secara umum dari suatu pengertian akan makna, tujuan

28

memeluk Islam tiba-tiba menemui kenyataan bahwa mereka diharuskan

membayar sesuatu secara penuh. Inilah salah satu sebab perselisihan

dalam umat Islam yang kemudian secara sangat cepat meluas ke

masyarakat muslim yang lain.

Cerminan dari pembayaran zakat dalam pemerintahan Abu Bakar

merupakan kepedulian dalam bermasyarakat. Karena dengan

mengeluarkan zakad maksudnya sebagai pembersihan jiwa, kemurnian

hati, belajar hidup ikhlas24 dan lain sebagainya.

Dari sikap tegasnya kepemimpinan Abu Bakar tersebut disambut

pula oleh golongan tebesar kaum muslimin. Dengan sikap bijaksananya,

beliau memberikan peringatan kepada para pembangkang agar kembali

kepada ajaran kebenaran yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW.25

Kemudian pada tahun 634 M, Abu Bakar wafat, tapi sebelum Abu

Bakar wafat ia sudah menunjuk Umar (634-644) untuk menggantikannya.

Karena Umar adalah sosok sahabat Nabi yang ikut berhijrah dari Makkah

ke Madinah, maka Abu Bakar sangat yakin kepada Umar untuk dapat

memimpin masyarakat Islam setelah ia wafat.

Selama sepuluh tahun pemerintahan Umar tersebut, orang-oang

muslim menaklukkan sebagian besar kerajaan Mesir, Persia, maupun

Byzantium, termasuk Yerussalem. Dua pertempuran kunci adalah

kekalahan Byzantium di Yarmuk pada tahun 634 dan Persia di Qadisiyah

pada tahun 637.26 Bahkan kunci Yerussallem diserahkan sendiri oleh

seorang Kristiani kepada Umar bin Khattab. Umar adalah sosok yang patut

diteladani dalam kesederhanaan dan sifat kekhasan pada dirinya,27 serta

24 Prof. Dr. H. M. Amin Syukur, M.A., Menggugat Tasawuf ; Sufisme dan Tanggung

Jawab Sosial Abad 21, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1997, hlm. 31 25 Prof. Dr. H. M. Amin Syukur, M.A., Zuhud di Abad Modern, Pustaka Pelajar,

Yogyakarta, 2000, hlm. 33 26 Neal Robinson, op.cit., hlm. 34 27 Ahmad Musyafiq, M.Ag., Reformasi Tasawuf al-Syafi’i, Admaja, Jakarta, 2003, hlm.

33

Page 14: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG SPIRITUALITAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/...s1-2006-muhammadmu-1388-bab2_41… · manusia secara umum dari suatu pengertian akan makna, tujuan

29

hidup sangat bersahaja. Pada akhirnya, Umar ditikam oleh seorang budak

Persia ketika tengah menunaikan shalat di masjid pada tahun 644 M,

hingga beliau wafat.

Pemimpin umat Islam berikutnya adalah Utsman 644-656. Beliau

dipilih dari salah satu diantara enam orang yang ditunjuk28 Umar guna

memimpin pemerintahan yang akan menggantikan posisinya. Beliau

adalah keturunan dari Bani Umayyah, dimana sebagian anggotanya dahulu

adalah orang-orang yang memusuhi Nabi saw., kebanyakan warga Bani

Umayyah memeluk Islam setalah Makkah ditaklukkan oleh Nabi dan para

pengikutnya. Sebuah situasi yang tidak menyisakan pilihan bagi mereka

selain memeluk agama Islam. Mereka menerima Islam secara enggan, dan

bahkan secara luas di masa lalu. Beliau membiarkan banyak anggota Bani

tersebut menjalani pola hidup sebagaimana yang mereka sukai. Beliau

banyak sekali mengangkat orang-orang Bani Umayyah sebagai

Gubernur,29 di daerah-daerah yang baru ditaklukkan. Karena itulah, sering

muncul tudingan nepotisme dialamatkan kepada beliau.

Dengan pola hidup yang bebas –menjalani pola hidup sebagaimana

yang disukai oleh umat Islam– nampaknya Islam mengalami kemunduran

dalam kepemimpinan. Karena kepemimpinan kala itu lebih dekat kepada

ketamakan ketimbang melanjutkan pola kepemimpinan Islam yang

ditandai dengan keilmuan dan kesalehan.

Selama dua belas tahun kepemimpinan Utsman,30 akhirnya banyak

umat Islam yang terbalik kepada cara hidup Jahiliyah, tahayul serta nilai-

nilai kesukuan. Kala itu lahirlah era yang disebut “kebobrokan di balik

topeng kemewahan”. Banyak istana-istana megah didirikan dan

masyarakat mulai bersaing satu sama lain dalam hal kemegahan bangunan.

28 Neal Robinson, loc.cit., 29 Ibid., hlm. 35 30 Dr. Badri Yatim, op.cit., hlm. 38

Page 15: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG SPIRITUALITAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/...s1-2006-muhammadmu-1388-bab2_41… · manusia secara umum dari suatu pengertian akan makna, tujuan

30

Dari pola kehidupan bebas itulah yang menyebabkan ketidakpuasan,31

meluas sehingga mengarah pada pembunuhan atas dirinya.32

Setelah terbunuhnya Utsman pada tahun 656 M, ketika beliau

tengah membaca al-Qur'an. Kemudian masyarakat secara luas berarmai-

ramai membaiat Ali bin Abi Thalib33 sebagai pemimpin umat Islam

berikutnya. Periode pemerintahan beliau belangsung kurang lebih selama

enam tahun34 dengan diwarnai berbagai perang dan pertikaian internal.

Pada masa itu, banyak orang mengklaim diri mereka sebagai muslim,

tetapi mereka tidak mengetahui dan “mereguk” jalan hidup Muhammad

dengan baik. Banyak dijumpai umat Islam kala itu bersumpah dengan al-

Qur'an namun mereka melawan pesan-pesan al-Qur'an. Pada tahun 656 M

inilah, terjadi sumpah palsu massa untuk pertama kalinya.

Peristiwa sumpah palsu ini pun terjadi lagi pada masa perang

Shiffin tahun 675, Setelah Imam Ali gugur syahid pada tahun 661 M,

lantaran ditikam ketika besujud dalam shalat, maka putra lelakinya Imam

Hasan yang paling layak memegang posisi sebagai pemimpin umat Islam

berikutnya. Namun demikian, muawiyah, gubernur Syria,35 tidak tinggal

diam untuk menarik tuntutannya Hasan sebagai khalifah. Beliu sebenarnya

mengetahui kelemahan orang-orang tesebut, namun ia tidak ingin terjadi

pertikaian diantara mereka. Bahkan beliau juga menyadari benar

kecerdikan dan sikap khianat Muawiyah. Beliau hanya ingin agar darah

umat Islam tidak tumpah lagi secara sia-sia. Karena itu, beliau menerima

gencatan senjata yang ditawarkan pihak Muawiyah, dengan jalan beliau

mengorbankan hak klaimnya sebagai pemimpin umat Islam, tanpa

melepaskan status spiritualnya yang istimewa. Sikap “menerima” gencatan

31 Ibid., 32 Neal Robinson, loc.cit. 33 Dr. Badri Yatim, loc.cit. hlm. 39 34 Ibid. 35 Neal Robinson, op.cit. hlm. 35

Page 16: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG SPIRITUALITAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/...s1-2006-muhammadmu-1388-bab2_41… · manusia secara umum dari suatu pengertian akan makna, tujuan

31

senjata ini bukan berarti hilangnya status spiritual yang sejati, bahkan

berarti sebaliknya. Sejak itulah, tidak mungkin menerjemahkan kebesaran

hatinya dalam statemen-statemen lahiriyah kecuali dengan perang antar

saudara muslim, sebuah alternatif untuk menerima tidaknya gencatan

senjata yang disana antara lain ditetapkan bahwa, setelah Muawiyah

lengser, saudara Hasan, yakni Imam Husain, akan memimpin umat Islam

berikutnya.

Namun demikian, Muawiyah secara licik mengkhianati seluruh

poin gencatan senjata setelah membunuh Imam Hasan pada tahun 661 M

dan mengangkat anak laki-lakinya Yazid sebagai gantinya. Dari pergantian

tersebut bararti terbentuk dinasti baru.36 Oleh karena itu, Imam Husain

bangkit melawan Muawiyah dan Yazid.

Imam Husain suatu ketika diundang oleh penduduk Kufah di Irak

untuk bersama-sama mereka dan dijanjikan kepadanya dukungan yang

besar untuk melawan Muawiyah. Masyarakat Kufah dapat dikatakan

sebagai komunitas baru dengan kadar interest yang lebih kecil

dibandingkan dengan masyarakat Makkah dan Madinah. Mengingat pada

masa itu, Makkah menjadi pusat penting bagi produksi minuman anggur,

musik atau gadis-gadis penari yang kesemuanya merupakan “menu

harian” yang trend pada masa itu. Bahkan Kufah, kota baru dengan

komunitas muslimnya yang relatif baru juga, sebagian penduduknya juga

terpengaruh kembali ke jalan hidup pra Islam. Sekalipun situasinya

demikian, beribu-ribu orang Kufah yang memiliki fisik kuat menyuarakan

dukungan mereka kepada Imam Husain dan menghendaki beliau

memimpin mereka. Karena itulah, Imam Husain pergi ke Kufah untuk

melanjutkan kepemimpinannya, baik secara “spiritual” maupun

pemerintahan.

Ketika sampai di tengah jalan menuju kota Kufah, Imam Husain

menerima berita bahwa utusannya dibunuh oleh para tentara Yazid.

36 Ibid., 36

Page 17: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG SPIRITUALITAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/...s1-2006-muhammadmu-1388-bab2_41… · manusia secara umum dari suatu pengertian akan makna, tujuan

32

Namun demikian, tetap tak ada pilihan lain baginya kecuali meneruskan

perjalanannya ke kota Kufah. Pasukan Yazid akhirnya menghadang beliu

dan memaksanya mengakui bahwa kepemimpinan Yazid –seorang

pemabok yang terang-terangan mencemooh syari’at Islam– adalah syah.37

Namun Imam Husain tidak gentar dengan mendengarkan pengakuan

Yazid bahwa ia sebagai pemimpin yang syah. Akhirnya Imam Husain

tidak ada pilihan lain, selain perang melawan pengkhianatan tersebut.

Akhirnya pada tahun 661 terjadilah perang “Karbala”.38

Tragedi perang Karbala ini merupakan titik yang sangat penting

dalam sejara Islam. karena ia menjadi peringatan penting bagi orang Islam

yang meninggalkan syari’at ajaran agamanya kemudian untuk merenungi

ketidak beradaban itu agar kembali kepada ajaran Islam. Akhirnya jalan

Islam kembali bangkit lantaran gugurnya Imam Husain. Sejak itu pulalah,

banyak orang tersadarkan akan perlunya mengikuti “pemimpin spiritual”,

bukan menghamba kepada “pemimpin duniawi” yang seringkali

merupakan raja-raja yang tamak, tetapi menghamba kepada kedaulatan

Allah SWT di muka bumi ini dengan menapaki jejak ajaran dari Nabi

Muhammad saw.

Dari peristiwa Karbala ini pula yang mengingatkan kepada siapa

saja yang terpilih sebagai pemimpin temporal, bahwa ia juga harus

memenuhi kualitas “spiritual” yang mantap. Dia harus seorang yang paling

dalam kesadaran hatinya, kesalehan, kesederhanaan serta dapat diterima

masyarakat agar dia memuliakan rakyatnya, bukan pemimpin yang justru

menakut-nakuti rakyatnya dan hidup dalam gelimang kemewahan dan

kekayaan.

37 Dr. Badri Yatim, loc.cit. hlm. 45 38 Dalam perang Karbala, sekitar tujuh puluh dua anggota keluarga beliau mati syahid,

termasuk bayi dan anak-anak karena haus ataupun terkena senjata musuh. Akhirnya, Imam Husain juga mati syahid dengan kepala beliau terpotong oleh bala tentara Yazid. Sementara itu, wanita dan anggota keluarga beliau yang masih hidup digiring dengan tangan terantai dan dipaksa menempuh perjalanan yang jauh melewati gurun pasir dengan panas yang sangat membakar untuk dibawa ke kota Damaskus, tempat istana Yazid.

Page 18: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG SPIRITUALITAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/...s1-2006-muhammadmu-1388-bab2_41… · manusia secara umum dari suatu pengertian akan makna, tujuan

33

2. Spiritualitas Islam

Dari sedikit deskripsi sejarah Islam di atas menjelaskan bahwa,

secara tidak langsung spiritualitas Islam muncul sejak pada abad ke-7 M

diawali dari pencerahan Nabi Muhammad saw kepada seluruh

pengikutnya. Beliau memberikan pencerahan itu mengenai nilai-nilai

moral dan spiritual yang telah diperoleh dari Allah SWT.

Apa yang telah ditanamkan oleh Nabi saw kepada para

pengikutnya yang awal, dalam tingkatan-tingkatan yang berbeda, adalah

perasaan yang mendalam pada pertanggungjawaban di hadapan pengadilan

Tuhan, yang mengangkat perilaku mereka dari alam duniawi dan

kepatuhan yang mekanis kepada hukum, kepada alam kegiatan moral.39

Nilai-nilai moral dan spiritual yang telah diajarkan Nabi ternyata

dapat memberikan perubahan bagi umat manusia – khususnya Islam –

dalam mencapai derajat tertinggi (kehidupan hakiki). Pengalaman-

Pengalaman spiritual tersebut dapat memberikan posisi kehidupan yang

lebih baik dan dapat dirasakan dan dinikmati kalayak muslim (Islam).

Akhirnya apa yang telah dibawa Nabi saw itu dijadikan sebagai

“sendi” dalam Islam guna mencapai kedekatan diri kepada Allah SWT.

Lima sendi itu yang sering kita kenal dengan sebutan “Rukun Islam” dan

kelima hal itu tetap berguna selama seseorang ingat bahwa dasar-dasar

tersebut merupakan bagian kepercayaan dan bukan hanya suatu ibadah

singkat yang diangkat.40 Lima sendi rukun Islam tersebut adalah ;

Pertama, Percaya bahwa tiada Tuhan selain Allah SWT dan Muhammad

adalah utusan Allah SWT ; Kedua, Shalat wajib lima kali dalam sehari

semalam ; Ketiga, Membayar Zakat kepada yang berhak menerimanya ;

Keempat, Puasa dari matahari terbit hingga terbenam selama tiga puluh

39 Fazlur Rahman, op.cit., hlm. 184 40 M.W. Shafwan, op.cit., hlm. 5

Page 19: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG SPIRITUALITAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/...s1-2006-muhammadmu-1388-bab2_41… · manusia secara umum dari suatu pengertian akan makna, tujuan

34

hari pada bulan kesembilan, “Ramadhan” ;, dan Kelima, Ibadah Haji ke

Makkah sekali seumur hidup jika mampu secara materi dan sehat jasmani.

Dari lima sendi itulah yang akan membawa manusia pada tingkatan

tertinggi dari agama Islam ketika manusia itu mau melaksanakan dan

mencari titik temu dalam segi keagamaan. Karena dalam ajaran Islam

tingkatan teritinggi terletak pada tingkat kesalehan manusia. Dimana kunci

dari kesalehan ini adalah “takut kepada Tuhan” atau tanggung jawab

kepada cita moral,41 atau yang sering disebut dengan istilah “taqwa”.

Konsep al-Qur'an tentang berserah diri kepada Tuhan (taqwa),

sebagaimana telah ditekankan oleh paham kesalehan dalam arti etisnya,

berkembang dalam kelompok-kelompok tertentu menjadi suatu doktrin

ekstrim tentang pengingkaran dunia.42

Maka dalam perilaku atau motivasi dari seseorang harus

berlandaskan kesucian. Begitupun dalam semua aktifitas kegiatan

manusia, hendaklah harus memiliki kesadaran akan pengawasan Tuhan.

Taqwa merupakan salah satu kata yang paling tinggi nilainya, yang

memiliki arti kurang lebih ‘kemuliaan’ dan ‘kedermawanan’. Hingga pada

akhirnya yang akan membawa manusia pada tingkat esoterisme atau yang

tidak lain disebut dengan tingkat “spiritualitas”.

Spiritualitas Islam itu senantiasa identik dengan upaya

menyaksikan yang satu, mengungkap yang satu, dan mengenali yang satu,

sang tunggal itu yang ditegaskan dalam al-Qur'an adalah dengan nama

“Allah SWT”.43 Oleh karena itu, seseorang ketika ingin mencapai

tingkatan spiritualitas harus membersihkan hijab-hijab yang telah

menghalangi penyatuan diri manusia dengan Tuhannya.

41 Fazlur Rahman, op.cit., hlm. 184 42 Ibid., hlm. 186 43 Sulaiman al-Kumayi, Kearifan Spiritual dari HAMKA ke Aa Gym, Pustaka Nuun,

Semarang, 2004, hlm. 4

Page 20: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG SPIRITUALITAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/...s1-2006-muhammadmu-1388-bab2_41… · manusia secara umum dari suatu pengertian akan makna, tujuan

35

Dalam bahasa tasawuf untuk mencapai tingkat spiritual ada tiga

tahapan yang perlu diperhatikan, yakni ; Petama, mengosongkan dan

membersihkan diri dari sifat-sifat keduniawiaan yang tercela (takhalli).44

Kedua, upaya mengisi atau menghasi dengan jalan membiasakan diri

dengan sikap, prilaku, dan akhlak terpuji (tahalli).45 Ketiga, lenyapnya

sifat-sifat kemanusiaan yang digantikan dengan sifat-sifat ketuhanan

(tajalli).46

Dalam tradisi tasawuf, banyak sekali teori yang menyebut karakter-

karakter keluhuran yang seharusnya dimiliki oleh manusia. Karakter-

karakter tersebut terukir dalam konsep-konsep sufistik seperti, Tahapan-

tahapan (maqam) dan kondisi kejiwaan (ahwal), yang akan penulis coba

uraikan pada bab selanjutnya.

C. Tahap-tahap Perjalanan Spiritualitas

1. Tentang Perjalanan Spiritualitas

Beberapa banyaknya orang yang kaya harta, tetapi mukanya

muram, dan beberapa banyaknya orang yang miskin uang, tetapi wajahnya

berseri. Sekedar kekuatan dan usaha diri, begitu pulalah tingkatan

kesucian yang akan ditempuh jiwanya.

Hidup kita adalah pertempuran dan perjuangan belaka. Asal

bernama manusia, tidak akan sunyi dari kelemahan dan kesalahan.

Mencari kebahagiaan bukanlah dari luar diri, tetapi dari dalam.

Kebahagiaan yang datang dari luar, kerapkali hampa, palsu.47 Artinya

ketika orang dihujani rahmat maka ia gembira, lupa bahwa hidup ini

44 Hasyim Muhammad, Dialog Antara Tasawuf dan Psikologi ; Telaah Pemikiran

Psikologi Humanistik Abraham Maslow, Atas Kerjasama Walisongo Press dengan Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002, hlm. 9

45 Drs. Rosihon Anwar, M.Ag dan Drs. Mukhtqar Solihin, M.Ag, Ilmu Tasawuf, cv. Pustaka setia, Bandung, 2000, 56

46 Hasyim Muhammad, loc.cit. 47 Prof. Dr. Hamka, Tasauf Moderen, PT. Pustaka Panjimas, Jakarta, 1990, hlm. 146

Page 21: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG SPIRITUALITAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/...s1-2006-muhammadmu-1388-bab2_41… · manusia secara umum dari suatu pengertian akan makna, tujuan

36

berputar-putar. Sangat kecewa jika ditimpa bahaya, sehingga lupa bahwa

kesenangan terletak di antara dua kesusahan, dan kesusahan terletak di

antara dua kesenangan. Atau dalam senang itu telah tersimpan kesusahan,

dan dalam kesusahan telah ada unsur kesenangan.

Manusia materialis akan melewatkan kehidupannya dalam lembah

gelap materialisme. Mereka terjerumus ke dalam lautan berbagai hasrat

dan keinginan jahat dan senantiasa diombang-ambingkan jabatan,

kekayaan, istri, dan anak-anaknya. Mereka menangis dan menjerit minta

tolong. Tetapi yang demikian itu sia-sia saja, dan akhirnya tidak

mendapatkan apa-apa kecuali kekecewaan yang akan ia alami.

Karena terperangkap oleh rasa putus asa dan tak bermakna, tidak

mengherankan bahwa begitu banyak orang di zaman sekarang yang

diliputi kerinduan untuk mencari kembali pemahaman diri yang lebih

mendalam.48

Kadang-kadang, dalam lautan ini, hembusan angin yang

menghidupkan qalbu (dorongan Ilahi) membelai-membelainya serta

menyulut harapan dalam dirinya bahwa dia bisa menyelami serta tiba di

pantai dengan selamat. Namun angin ini tidak menghembus secara teratur

dan hanya kadang-kadang saja. “Mulai saat ini mari kita melakukan

rutinitas untuk menghirup nafas yang menyenangkan dari Tuhan Yang

Maha Esa. Manfaatkanlah semua itu, dan jangan berpaling darinya

sehingga kita akan mencapai cita-cita hidup damai dan ceria.

Pikiran-pikiran yang mengejawantah pada kebutuhan dunia

ataupun materialistis akan dapat memperhambat manusia untuk

mendekatkan diri kepada Tuhannya. Karena pada dasarnya manusia

diciptakan menurut gambar Tuhan, namun sebagai binatang, disatu sisi ia

merupakan pancaran dunia spiritual dan disisi lain, ia merupakan pancaran

48 Pir Vilayat Inayat Khan, Membangkitkan Kesadaran Spiritual : Sebuah Pengalaman

Sufistik, Penterj : Rahmani Astuti, Pustaka Hidayah, Bandung, 2002, hlm. 49

Page 22: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG SPIRITUALITAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/...s1-2006-muhammadmu-1388-bab2_41… · manusia secara umum dari suatu pengertian akan makna, tujuan

37

dunia binatang.49 Artinya nasib manusia erat tak terpisahkan dari dunia

alam dan spiritual. Itulah mengapa pemulihan final, memiliki arti lintasan

spiritual ke Tuhan dan pemulihan semua benda termasuk binatang dan

tumbuhan.

Manusia yang berwatak seperti binatang hanya akan berpikir

tentang makan, minum, dan hubungan seksual.50 Dalam kondisi demikian,

ruh manusia tidak berada dengan ruh binatang. Bathin, fitrah, dan

kemanusiaannya telah terhapus. Sebagai gantinya ia telah menyandang

sifat kebuasan dan kebinatangan.

Dalam dunia ke-Islam-an atau mistik Islam yaitu tasawuf atau ke-

sufi-an, orang yang ingin mencari jalan spiritual itu harus bersungguh-

sungguh dan fokus, artinya orang tersebut harus benar-benar rela untuk

meninggalkan kenistaan-kenistaan duniawi. Bahkan mereka rela

mengorbankan kehidupannya demi mendapatkan kekuatan yang tak

terukur hebatnya, mereka disebut juga orang-orang yang bijak atau arif.

Seperti halnya dalam dunia tasawuf, seorang murid harus

mengalami “penyucian jiwa” terlebih dahulu sehingga ia akan lebih

mudah untuk mencapai pada tujuan tertentu. Pada tahap ini sang murid

harus semaksimal mungkin hingga dirinya merasakan nikmatnya

peralihan meninggalkan kemaksiatan kepada kebaikan yang hakiki.

Karena penyucian jiwa adalah tahap perjalanan awal seorang murid

sebelum tahap-tahap selanjutnya dilewati.

Karenya menurut para bijak manusia mengumpulkan obyek seperti

kekayaan, kenikmatan, atau materi-materi surgawi di masa sebelumnya.

Sebaliknya seorang spiritualis memulai perjalanannya dari titik

berakhirnya minat terhadap hal-hal tersebut. Proses evolusi bukanlah

49 Seyyed Hossein Nasr, Jembatan Filosofis dan Religius Menuju Puncak Spiritual ;

Antara Tuhan, manusia, dan Alam, terj. : Ali Noer Zaman, IRCISoD, Yogyakarta, 2003, hlm. 122 50 Murthadha Muthahhari, Manusia Seutuhnya, Penterj : Abdillah Hamid Ba’abud,

Yayasan Pesantrten Islam, Bangil, 1995, hlm. 27

Page 23: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG SPIRITUALITAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/...s1-2006-muhammadmu-1388-bab2_41… · manusia secara umum dari suatu pengertian akan makna, tujuan

38

proses yang langsung jadi, tetapi seperti roda yang berputar. Sehingga

pengalaman orang yang menapaki kehidupan spiritual bermula dari

kecenderungan yang ada di bawah sampai mencapai yang tertinggi.51

Sementara itu, kita diciptakan di dunia ini sebenarnya memang

untuk mencari kebenaran yang hak yaitu hanya untuk beribadah dan

menapaki jalan Allah SWT. Adapun ibadah itu sendiri dipraktikkan demi

menggapai ketakwaan ; dan ketakwaan tak lebih dari gerbang atau

mukadimah dalam meraih falah (yang secara harfiah berarti dhafar atau

kemenangan/keberhasilan).52 Seperti apa yang telah diungkapkan dalam

Kitabullah, Allah SWT berfirman ;

íóÇóíøõåóÇÇáäøóÇÓõ

ÇÚúÈõÏõæúÇÑóÈøóßõãõ ÇáøóÐöíú

ÎóáóÞóßõãú æóÇáøóÐöíúäó ãöäø

ÞóÈúáößõãú áóÚóáøóßõãø ÊóÊøóÞõæúäó

(ÇóáúÈóÞóÑóÉú : ٢١)

Artinya : “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa”.53 (Q.S. al-Baqarah : 21).

Ibadah pada Tuhan inilah tempat perlindungan dari prahara dunia

modern ; ia bertindak sebagai sumber kehidupan untuk menggairahkan

kembali tubuh dan jiwa serta sebagai pendukung untuk merenungkan

51 Hazrat Inayat Khan, Kehidupan Spiritual ; Tiga Esai Klasik Tentang Kehidupan

Ruhani, Penerjemah : Imron Rosjadi, Pustaka Sufi, Yogyakarta, 2002, hlm. 28 52 Muhsin Qiraati, Mencari Tuhan : Mengapa dan Bagaimana, terj : Muhammad Bafaqih,

Penerbit Cahaya, Bogor, 2001, hlm. 43 53 Departemen Agama RI, op.cit., hlm. 11

Page 24: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG SPIRITUALITAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/...s1-2006-muhammadmu-1388-bab2_41… · manusia secara umum dari suatu pengertian akan makna, tujuan

39

kembali hakikat tertinggi yang menuntun menuju hakikat terakhir itu

sendiri.54

Oleh karena itu, jika semakin maju jiwa seseorang spiritualis, ia

semakin menunjukkan sifat kemanusiaan yang sesungguhnya, karena dari

sinilah kemanusiaan yang sejati bermula. Orang bisa melihat dalam diri

jiwa orang tersebut tanda-tanda karakter sejati seseorang manusia, sama

sekali tidak ada sifat kebinatangan. Di bawah dorongan dari Allah SWT,

sang salik (penempuh jalan spiritual) pun memutuskan untuk menembus

dunia kemajemukan. Oleh kaum arif perjalanan ini disebut sayr wa suluk55

(perjalanan spiritual). Karena tidak mudah memutuskan hubungan

material ini, maka sang salik pun perlahan-lahan meretas jerat-jerat dunia

kemajemukan itu dan dengan penuh kehati-hatian memulai perjalanannya

dari dunia material.

Betapapun, orang pencari sejati Allah SWT dan penempuh jalan-

Nya tidaklah dibuat susah dan patah arang oleh berbagai hambatan dan

kendala ini dan terus-menerus – dengan penuh keberanian – bergerak

maju menuju tujuannya dengan bantuan dorongan ke-Tuhan-an dalam

dirinya sampai dia keluar dengan selamat dari alam pikirannya yang picik

dan syarat dengan pertentangan yang disebut barzakh.56 Mereka mesti

berhati-hati kalau-kalau pikiran jahatnya masih mengeram dan mengintai

di sudut tersembunyi dalam benaknya.

54 Seyyed Hossein Nasr, Spiritualitas dan Seni Islam, terj : Drs. Sutejo, Mizan, Bandung,

1993, hlm. 219 55 Suluk berarti menempuh perjalanan dan sayr bermakna melihat berbagai karaktersitik

dan ciri-ciri menonjol dalam berbagai tahap dan kedudukan di jalan spiritual atau untuk lebih jelas suluk adalah perjalanan di jalan spiritual menuju sang Sumber. Ini adalah metode perjalanan melalui berbagai keadaan dan kedudukan, di bawah bimbingan seorang guru spiritual (pir, syaikh, mursyid). Seseorang yang menempuh jalan ini disebut salik. Sang hamba yang telah jauh berjalan menuju Allah SWT adalah yang telah sungguh-sunguh menunjukkan penghambaannya kepada Allah SWT. Lihat Amatullah Armstrong, Khazanah Istilah Sufi ; kunci memasuki dunia tasawuf, Mizan, Bandung, 2000, hlm. 268)

56 Penghalang, sekat, atau pemisah. Al-Barzakh adalah simbol keadaan pertengahan. Ini adalah sesuatu yang memisahkan dua hal yang tidak bakal pernah bersatu. Ini adlah penghalang antara yang diketahui dan yang tidak dikethuai, yang ada dan yang tidak ada.

Page 25: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG SPIRITUALITAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/...s1-2006-muhammadmu-1388-bab2_41… · manusia secara umum dari suatu pengertian akan makna, tujuan

40

Karena itulah, sang salik perlu memusatkan pikiran-pikirannya

dengan bantuan riyadlah (latihan) dan berbagai amalan pengekangan diri

sehingga perhatiannya tidak terpalingkan dari Allah SWT. Akhirnya,

ketika – sesudah melewati alam barzakh – sang salik memasuki alam

spiritual, tapi bagi sang salik tidak cukup sampai disini saja melainkan

sang salik masih harus melewati beberapa tahap latihan yang harus di

jalani lagi demi untuk mendapatkan sesuatu yang sangat rahasia itu,

termasuk bimbingan spiritual, serangkaian model-model psiko-spiritual

yang merepresentasikan aliran spiritualitas selama berabad-abad, baik

praktik-praktik penting seperti shalat, khalwah57 dan bentuk-bentuk

asketisme tertentu.

Bagi kaum sufi shalat merupakan kegiatan yang sangat urgen

dalam mengarungi perjalanan spiritual. Karena dengan shalat akan

mendapatkan kemudahan-kemudahan dalam bertindak dari segala sesuatu

perkara yang dihadapinya, disamping hati merasa tenang, tentram, juga

mengarahkan kita dalam prilaku perbuatan. Shalat juga merupakan bukti

ketakwaan hambanya pada Tuhan. Seperti halnya Allah SWT berfirman ;

æóãóäú íøóÊóÞö Çááåó íóÌúÚóáú áóåõ

ãóÎúÑóÌðÇ. ...æóíóÑúÒõÞúåõ ãöäú ÍóíúËõ

áÇíóÍúÊóÓöÈõ, ...æóãóäú íøóÊóÞö Çááåó

íóÌúÚóáú áóåõ ãöäú ÃóãúÑöåö íõÓúÑðÇ.

...æóãóäú íøóÊóÞö Çááåó íõßóÝøöÑú

57 Penarikan diri dan penyendirian spiritual. Semula, khalwah dilakukan secara fisik dengan menarik diri dari gangguan-gangguan luar yang berpotensi menyimpangkan seseorang dalam kontemplasinya atas Nama-nama dan Sifat-sifat Allah SWT. Akhirnya, penarikan ini menjadi semata-mata bersifat spiritual ketika hati senantiasa hadir terus-menerus bersama Allah SWT (dawam-i-hudhur). Maka, sang pecinta Allah SWT pun selalu bersama Kekasihnya setiap saat tanpa mempedulikan kondisi-kondisi lahiriah yang melingkunginya. Khalwah, adalah perbincangan (muhadatsah) relung kesadaran seseorang dengan Allah SWT. (Lihat Amatullah Armstrong, hlm. 142)

Page 26: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG SPIRITUALITAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/...s1-2006-muhammadmu-1388-bab2_41… · manusia secara umum dari suatu pengertian akan makna, tujuan

41

Úóäúåõ ÓóíøöÃó Êöåö æóíõÚúÙöãú áóåõ

ÃóÌúÑðÇ. (ÇáØøóáÇÞú : ٥ - ٢)

Artinya : “Barang siapa yang bertakwa kepada Allah SWT, niscaya diberikan kepadanya jalan keluar serta rizki melalui jalan yang tidak terduga, Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah SWT ia akan mendapat kemudahan dalam semua urusannya, dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah SWT, ia akan ditutupi kesalahannya dan dilipatgandakan pahalanya”.58 (Q.S. ath-Thalaq : 2-5)

Perlu ada ketekunan dalam berlatih ketika seseorang ingin

menghasilkan puncak perjalanan spiritulitas. Tidak hanya meninggalkan

hal-hal yang bersifat maksiat saja, melainkan harus menjaga diri dari

dorongan-dorongan yang bersifat material. Karena keduanya dapat

membatalkan bahkan menghancurkan usaha seorang salik untuk mencapai

tujuannya.

2. Ketulusan dalam ibadah

Perlu diingat bahwa tanpa bersikap tulus di jalan Allah SWT,

mustahil kita mencapai berbagai tahap dan kedudukan spiritual.

Kebenaran tidak bisa terungkap bagi sang penempuh jalan spiritual

kecuali bila dia sepenuhnya tulus dan benar-benar bersikap ikhlas dalam

ibadah yang dilakukannya.59 Kebenaran niat dan keikhlasan hati kepada

Allah SWT itulah akan mengangkat derajat amal duniawi semata-mata

menjadi amal ibadah yang diterima Allah SWT.60

Ikhlas merupakan kesengajaan seseorang dalam melakukan taat

kepada Allah SWT, hanya untuk mendekatkan diri kepada-Nya dan

mengharap ridha-Nya semata, tanpa ada tujuan riya’ atau ingin dipuji

58 Departemen Agama RI, op.cit., hlm. 945-946 59 Murtadha Muthahari dan Thabathaba’i, Menapak Jalan Spiritual, terj : M.S Nasrullah,

pustaka hidyah, Bandung, 1995, hlm. 86 60 Drs. Anwar Masy’ari, M.A., Akhlak Al-Qur'an, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1990, hlm.

121

Page 27: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG SPIRITUALITAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/...s1-2006-muhammadmu-1388-bab2_41… · manusia secara umum dari suatu pengertian akan makna, tujuan

42

orang lain.61 Sebab, jika tujuan peribadatan itu sudah dicampuri oleh

pengaruh lain, baik yang berupa riya’, sombong dan lain-lain, maka

amalan-amalan yang semacam itu tentulah sudah keluar dari jalur

keikhlasan.62 Besar sekali pengaruh ikhlas dalam jiwa manusia yang

sedang menderita kesedihan.63 Sebab ketika itu manusia ingin melepaskan

diri dari semua pengaruh hawa nafsu serta kehendak melepaskan dirinya

dari segala kesalahan dan hendak berdiri di hadapan Allah SWT dengan

menyatakan tobatnya serta mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan

siksanya.

Sebagai orang arif untuk mendapatkan ridha Allah SWT, setiap

apa yang diamalkan harus benar-benar tulus, karena ketulusan yang akan

membuka segala kepribadiannya dalam mendekatkan diri kepada Allah

SWT. Allah SWT akan membukakan kemudahan bagi hamba-hambanya

yang tulus dalam ibadahnya. Amal yang sedikit yang dilandasi oleh

keikhlasan itu akan lebih baik dari pada amal yang banyak tanpa dilandasi

oleh keikhlasan.64

Keikhlasan ibadah dibagi menjadi dua tahapan. Tahap pertama

adalah melaksanakan semua perintah agama hanya semata-mata demi

mencari keridhaan Allah SWT. Tahap kedua adalah mengabdikan segenap

dirinya semata kepada Allah SWT. Pada tahap pertama seperti halnya

Allah SWT telah berfirman ;

61 Al-Makki As-Syyid Bakri, Merambah Jalan Sufi, terj : A. Wahid SY, Sinar Baru

Algesindo, Bandung, 1995, hlm. 47 62 Prof. Dr. H. M. Amin Syukur, MA, Tasawuf Kontekstual, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,

2003, hlm. 120-121 63 Drs. Anwar Masy’ari, M.A., op.cit., hlm. 126 64 Prof. Drs. H. M. Amin Syukur, M.A., op.cit., hlm. 122

Page 28: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG SPIRITUALITAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/...s1-2006-muhammadmu-1388-bab2_41… · manusia secara umum dari suatu pengertian akan makna, tujuan

43

æóãóÇÇõãöÑõæúÇ ÇöáÇøóáöíóÚúÈõÏõæÇÇááåó ãõÎúáÕöíúäó áóåõ ÇáÏøöíúäó...

(ÇáÈíøäÉ : ۵)

Artinya : “Merekalah tidaklah diperintah melainkan agar beribadah kepada Allah SWT dengan bersikap tulus kepada-Nya dalam agama,…”.65 (Q.S. al-Bayyinah : 5)

Tahap kedua diisyaratkan seperti ayat di bawah ini ;

ÇöáÇøóÚöÈóÇÏöÇááåö ÇáúãõÎúáóÕöíúäó

(ÇáÕÇ ÝÇÊ : ١٢٨)

Artinya : “Kecuali hamba-hamba Allah SWT yang tulus dan besikap ikhlas”.66 (Q.S. as-shafaat : 128)

Harus diingat juga bahwa seseorang yang mencapai derajat

ketulusan pribadi memiliki sifat-sifat khusus yang tidak dimiliki oleh

orang lain. Sifat khas penting yang diperlukannya adalah bahwa dia kebal

dan terbebas dari dominasi setan. Seperti halnya firman Allah SWT ;

...ÝóÈöÚöÒøÊößó áÇóÇõÛúæöíóäøóåõãú

ÇóÌúãóÚöíúäó. ÇöáÇøóÚöÈóÇÏößó

ãöäúåõãõ ÇáúãõÎúáóÕöíúäó (Õ : ٨٣-٨٢)

Artinya : “…demi kekuasaan dan keagungan-Mu, akan aku sesatkan mereka semua, kecuali hamba-hamba-Mu yang tulus dan ikhlas diantara mereka”.67 (Q.S. Shaad : 82-83)

Uraian yang telah dikemukakan di atas menunjukkan berbagai

anugerah yang dijumpai dalam tahap akhir ‘irfan. Hanya saja, mestilah

diingat bahwa berbagai anugerah dan karunia ini bisa diperoleh hanya

manakala ibadah terus-menerus yang dilakukan sang penempuh jalan

65 Departemen Agama RI, op.cit., hlm. 1084 66 Ibid., hlm. 727 67 Ibid., hlm. 742

Page 29: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG SPIRITUALITAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/...s1-2006-muhammadmu-1388-bab2_41… · manusia secara umum dari suatu pengertian akan makna, tujuan

44

spiritual mencapai tahap peniadaan diri (fana’),68 ( footnote) sehingga dia

bisa disebut sebagai gugur dan terbunuh di jalan Allah SWT dan berhak

beroleh balasan dan ganjaran sepadan dengan yang didapatkan oleh orang-

orang yang mati syahid.

Sebagai awal dari perjalanan spiritualnya, sang hamba mestilah

menempuh jalan hidup kezuhudan dan harus terus-menerus merenungkan

betapa tidak berharga dan tidak bernilainya hal-hal yang bersifat duniawi

serta memusatkan hubungannya dengan dunia kemajemukan.69 Ketika dia

tidak lagi tertarik pada dunia, maka tidak ada keuntungan material yang

bakal bisa membuatnya senang. Begitu pula, kerugian material tidak bakal

membuatnya sedih.

Dengan rasa harap yang tulus dan benar membuat seorang salik

menahan diri dari dosa demi mengharap pertolongan Allah SWT dan

sekuat tenaga melakukan amal ibadah kebajikan yang bisa dia lakukan dan

menghadap ke pintu Ilahi, hanya untuk mengharapkan rahmat-Nya.70

Bersikap acuh tak acuh pada kebahagiaan dan kesedihan bukannya berarti bahwa sang penempuh jalan spiritual tidak merasa gembira dan bahagia atas anugerah dan karunia Allah SWT atau tidak merasa sedih atas segala sesuatu yang menyusahkannya, sebab kegembiraan dan kebahagiaan atas rahmat dan anugrah Allah SWT bukanlah hasil dari kecintaannya pada hal-hal duniawi semisal harta kekayaan, jabatan, kehormatan, ketenaran, dan sebagainya. Dia menyukai dan mencintai berbagai anugrah dan karunia Allah SWT sebab dia mengetahui bahwa rahmat Allah SWT meliputi dirinya.

Keadaan-keadaan yang dialami oleh seorang penempuh jalan spiritual dan cahaya-cahaya yang dilihatnya mestilah mendahului upaya perolehan berbagai sifat dan kualitas tertentu yang dilakukannya. Selain

68 Murtadha Muthahari dan Thabathaba’i, op.cit., hlm. 89 69 Ibid., hlm. 90 70 Fathullah Gulen, Kunci-Kunci Rahasia Sufi, Terj : Tri Wibowo Budi Santoso, PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm. 74-75

Page 30: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG SPIRITUALITAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/...s1-2006-muhammadmu-1388-bab2_41… · manusia secara umum dari suatu pengertian akan makna, tujuan

45

itu, mengubah sedikit kondisi yang dialaminya tidaklah cukup. Sang penempuh jalan spiritual harus benar-benar menjauhi segala macam hal yang tidak penting dalam dirinya di dunia yang kadarnya lebih rendah dengan melakukan perenungan serta mengerjakan berbagai amalan ibadah terus menerus. Tidaklah mungkin meraih kedudukan orang-orang yang tulus dan bertakwa tanpa memperoleh dan mengikuti sifat-sifat mereka. Sedikit tergelincir saja dalam melakukan perenungan dan mengerjakan berbagai amalan ibadah bakal menimbulkan kerugian bagi sang penempuh jalan spiritual.

Oleh karena itu, sang penempuh jalan spiritual haruslah membersihkan hati dan kalbunya serta menyucikan dirinya secara lahir dan batin serta mendominasi sikap mukhlis dalam mengerjakan segala hal yang berhubungan dengan amal ibadah. Agar Allah SWT memberikan diberikan persahabatan dengan jiwa-jiwa yang suci dan bersih karena ridha-Nya.