bab ii baru

Upload: asniwun-nopa

Post on 13-Jul-2015

468 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip-Prinsip Tanggung Gugat Keperdataan Pada Umumnya Persoalan tangung gugat merupakan salah satu persoalan yang penting dalam penyelesaian sengketa. Hal ini berkaitan dengan mekanisme penyelesaian sengketa maupun bentuk tanggung jawab yang harus dipikul oleh salah satu pihak sebagai akibat dari perbuatannya yang merugikan pihak lain. Penggunaan istilah tangung gugat merupakan kecenderungan yang terjadi di kalangan ahli hukum perdata, sedangkan ahli hkum pidana lebih suka menggunakan istilah tangung jawab. Tanggung gugat merupakan terjemahan dari istilah bahasa Belanda aansprakelijkheid, yang sepadan dengan istilah bahasa Inggris liability. Baik aansprakelijkheid maupun liability digunakan untuk membedakan maknanya dari istilah berbahasa Belanda verantwoordelijkheid maupun responsibility dalam bahasa inggris yang lebih sering digunakan dalam hukum pidana. Kedua istilah itu diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan istilah tanggung jawab.1

1 Rangkuti.Siti.Sundari. Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional. Airlangga University Press. Surabaya. 2000. Hal.280-281

10

Tanggung gugat memiliki relevansi dengan adanya gugatan hukum dalam lapangan hukum perdata, dimana pihak-pihak tertentu (tergugat) diminta menanggung atas gugatan pihak lain. Gugatan mana muncul sebagai reaksi atas adanya kerugian yang diderita (penguggat) sebagai akibat perbuatan tergugat. Mengenai Hal ini Purwadi Patrik mengatakan bahwa: Berbicara tentang tanggung gugat sudah jelas bahwa ada seseorang yang harus menanggung terhadap suatu gugatan. Kalau ada gugatan berarti ada orang yang dirugikan,minta agar kerugian itu ditanggung atau dipertanggungjawabkan oleh orang membuat rugi. Dalam hukum berarti adanya hubungan antara orang yang dirugikan dan orang yang membuat rugi atau hubungan antara orang yang letaknya dalam lapangan harta kekayaan.2 Dari pendapat yang dikemukakan Purwahid, terdapat beberapa unsur pokok yang perlu diperhatikan, yaitu: 1. Adanya unsur kerugian yang dialami pihak penggugat Kerugian merupakan causa atau penyebab timbulnya gugatan oleh pihak yang merasa dirugikan. 2. Adanya perbuatan orang (tergugat) menimbulkan kerugian 3. Adanya gugatan dari pihak yang merasa dirugikan Gugatan ini dimaksudkan untuk meminta agar kerugian yang dialami pihak penggugat ditanggung oleh tergugat sebagai pihak yang menimbulkan kerugian tersebut.2 Soekotjo. Hardiwinoto. Kumpulan Pidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas Hukum UNDIP Semarang. Padan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Hal.183-184

11

4. Dalam pengertian yang dikemukakan Purwahid tidak dipersoalkan tanggung jawab ada unsur kesalahan (fault). Artinya apakah perbuatan tergugat yang telah berakibat timbulnya kerugian tersebut dilakukan secara sengaja atau karena kealpaan atau kurang kehati-hatian belum dipersoalkan. Yang penting bahwa secara nyata ada fakta tentang perbuatan dan kerugian serta gugatan sebagai proses meminta tanggung jawab. Lebih lanjut disebutkan Purwahid bahwa tanggung gugat dalam hukum perdata adalah perlindungan hak seorang yang minta kepada hakim untuk mengembalikan haknya yang dirugikan oleh orang yang melakukan perbuatan melawan hukum. Hampir senada dengan Purwahid, MA. Moegni Djojodirdjo mengatakan bahwa:3 Pengertian istilah tanggung-gugat untuk melukiskan adanya aansprakelijkheid adalah untuk lebih mengedepankan bahwa karena adanya tanggung-gugat pada seoarang pelaku perbuatan melawan hukum,maka sipelaku harus bertanggung jawab atas perbuatannya dan karena pertanggungan jawab tersebut si pelaku tersebut harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dalam gugagtan yang diajukan di hadapan pengadilan oleh penderita terhadap si pelaku.

3 M.A Moegni Djojodirjo. Perbuatan Melawan Hukum. Pradyna Paramita. Jakarta. 1979. Hal. 113

12

Mengenai jenis atau keanekaragaman prinsip tanggung gugat dalam hukum perdata terdapat beberapa bentuk. Berikut ini beberapa bentuk tanggung gugat yang oleh Siti Sundari Rangkuti digolong-golongkan menurut sistem hukum utama di dunia yaitu sistem Eropa Kontinental dan sistem Anglo Amerika.4 Berdasarkan sistem hukum Eropa Kontinental, Nieuwenhuis sebagaimana dikutip Siti Sundari Rangkuti membedakan tanggung gugat kedalam 3 (tiga) golongan yaitu: 1. Tanggung gugat berdasarkan kesalahan atau dalam bahasa Belanda disebut Schuldaansprakelijkheid. Berdasarkan konsep ini maka kesalahan merupakan unsur pokok dan mutlak harus dibuktikan keberadaannya agar seseorang dapat dimintakan

pertanggungjawabannya terhadap kerugian yang dialami pihak lain. Karakteristik lain dari konsep tanggung gugat jenis ini ialah bahwa unsur kesalahan tergugat menjadi tanggung jawab atau kewajiban bagi penggugat untuk membuktikannya. Konsep ini dianut di Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata.

4

Rangkuti. Siti.Sundari. Op.Cit. Hal 297-301

13

2. Tanggung gugat berdasarkan kesalahan dengan beban pembuktian terbalik. Dalam bahasa Belanda dikenal dengan

Schuldaansprakelijkheid met omkering van de bewijslast. Menurut konsep ini penggugat tidak dibebani kewajiban untuk membuktikan kesalahan tergugat tetapi tergugatlah yang harus membuktikan bahwa ia sudah cukup berupaya secara berhati-hati, sehingga ia tidak dapat dipersalahkan atas terjadinya kerugian yang dialami pihak pengugat. Di Indonesia konsep ini juga dianut dihukum perdata nasional sebagaimana dapat dilihat dalam Pasal 1367 ayat (5) yang berbunyi sebagai berikut: Tanggung jawab yang disebutkan di atas berakhir, jika orangtua-orangtua, wali-wali, guru-guru sekolah dan kepalakepala tukang itu membuktikan bahwa mereka tidak dapat mencegah perbuatan untuk mana mereka seharusnya bertangggung jawab itu.5 3. Tanggung gugat berdasarkan risiko atau Risico aansprakelijkheid. Menurut Siti Sundari Rangkuti konsep ini merupakan jenis kedua dari tanggung gugat yang dipertajam atau verscherpke aansprakelijkheid. Jenis tanggung gugat berdasarkan risiko tertuang dalam Pasal 1367 ayat (3) dan Pasal 1369 KUH Perdata

5 KUHPerdata terjemahan Subekti dan R. Tjitrosudibio. Pradnya Paramita. Jakarta. 2007

14

Pasal 1367 ayat (3) berbunyi sebagai berikut: Majikan-majikan dan mereka yang mengangkat orang-orang lain untuk mewakili urusan-urusan mereka,adalah bertanggungjawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh pelayan-pelayan atau bawahan-bawahan mereka di dalam melakukan pekerjaan untuk mana orang-orang ini dipakainya Sedangkan Pasal 1369 menyatakan bahwa: Pemilik sebuah gedung adalah bertanggungjawab tentang kerugian yang disebabkan ambruknya gedung itu untuk seluruhnya atau sebagiannya, jika ini terjadi karena kelalaianndalam pemeliharaannya, atau karena cacat dalam pembangunan maupun tatanannya. Berdasarkan sistem hukum Anglo Amerika menurut Siti Sundari Rangkuti terdapat beberapa jenis tanggung gugat seperti; Tort liability atau disebut juga liability based on fault; Burden Shifting Doctrine; Res Ipsa Loquitur dan Strict Liability. Walaupun demikian secara umum tanggung gugat ini dikelompok kedalam dua (2) jenis tanggung gugat utama, yaitu tanggung gugat berdasarkan kesalahan (liability based on fault) dan tanggung gugat tanpa kesalahan atau tanggung gugat mutlak (Strict Liability). B. Tinjauan Umum Tentang Asuransi 1. Pengertian Asuransi Istilah asuransi dan pertanggungan berasal dari bahasa Belanda yaitu Assurantie atau Verzekering dan dalam bahasa Inggris yaitu Insurance66 Emmy Pangaribuan Simanjuntak. Hukum Pertanggungan (Pokok-Pokok Pertanggungan Kerugian,Kebakaran dan Jiwa), Seksi Hukum Dagang. Fakultas Hukum. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta . 1982 . Hal.6

15

Pembuat Undang-undang menyebutkan bahwa asuransi termasuk dalam perjanjian untung-untungan (Kaans-oveeremkommst) dimana dalam perjanjian ini selain asuransi ada bunga cagak hidup dan perjudian (Vide pasal 1774 KUH Perdata). Ditegaskan oleh pasal tersebut asuransi diatur selanjutnya dalam KUH Dagang. Disamping itu dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian yang diundangkan pada tanggal 11 Pebruari 1992 dan diumumkan ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor. 13 tahun 1992, melengkapi ketentuan yang diaur oleh KUHDagang tentang Asuransi. Pengertian perjanjian asuransi terdapat pada Buku Kesatu Bab IX pasal 246 KUHD yang berbunyi: pertanggungan adalah perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya

Definisi yang lebih luas adalah definisi asuransi dalam ketentuan Pasal 41 New York Insurance Law, sebagaimana dikutip oleh Prof.Abdulkadir Muhammad S.H sebagai berikut: The insurance contract is any agreement or other transaction whereby one party herein called the insurer, is obligated to confer benefit of pecuniary value upon another party herein called the insured of beneficiary,dependent up on the happening of a fortuitous event in which the insured or beneficiary has,or expected to have at the time of such happening a material interest hich will be adverserly affected by the happening of such event. A fortuitous event is any16

occurance or failure to occur which is or is assumed by the parties to be,to a substantial extend beyond the control of either party Dalam definisi di atas digunakan kata-kata to confer benefit of pecuniary value,tidak digunakan kata-kata to confer indemnity of pecuniary valuo. pengertian benefit tidak hanya meliputi ganti kerugian terhadap harta kekayaan, tetapi juga meliputi pengertian yang ada manfaatnya bagi tertanggung. Jadi, termasuk juga pembayaran sejumlah uang pada asuransi jiwa. Definisi dalam pasal 41 New York Insurance Law meliputi asuransi kerugian dan asuransi jumlah. Rumusan tersebut lebih memuaskan daripada rumusan pasal 246 KUHD. Menurut ketentuan pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian: asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara 2 (dua) pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian. Kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan

Rumusan pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian ternyata lebih luas jika dibandingkan dengan rumusan pasal 246 KUHD karena tidak hanya melingkupi asuransi kerugian, tetapi juga asuransi jiwa. Hal ini dapat diketahui dari kata-kata bagian akhir

17

rumusan yaitu untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan . Dengan demikian objek asuransi tidak hanya meliputi harta kekayaan, tetapi juga jiwa/raga manusia. Rumusan pasal ini juga ada kesesuaian dengan rumusan pasal 41 New York Insurance Law. Kiranya Hal ini sudah merupakan suatu pengertian yang lazim, seperti pendapat-pendapat para sarjana antara lain : 1) James L Athearn, dalam bukunya Risk and Insurance mengatakan bahwa asuransi itu adalah satu institut yang direncanakan guna menangani risiko. 2) Robert I. Nehr dan Emerson Cammack juga mengatakan bahwa suatu pemindahan risiko itu lazim disebut sebagai asuransi. 3) David L. Bickelhaupt, dalam bukunya General Insurance juga mengatakan bahwa fondasi dari suatu asuransi itu tidak lain ialah masalah risiko. 4) D.S Hansell, menyatakan dengan tegas bahwa asuransi selalu berhubungan dengan risiko (Insurance is to do with risk)7

7 Sri Redjeki Hartono. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi. Sinar Grafika,. Jakarta. 1999. Hal 5 .

18

Dari definisi-definisi yang diberikan tentang asuransi tersebut di atas diketahui bahwa inti dari tujuan suatu asuransi adalah mengalihkan risiko dari tertanggung yang mempunyai kepentingan terhadap obyek asuransi kepada penanggung yang timbul sebagai akibat adanya ancaman bahaya terhadap harta kekayaan atau terhadap jiwanya. Sifat-sifat perjanjian asuransi berdasarkan batasan dari pasal 246 KUHD, adalah sebagai berikut:8 1) Perjanjian Asuransi pada dasarnya adalah suatu perjanjian penggantian kerugian (shcadevezekering atau indemnitets

contract). Penanggung mengikatkan diri untuk menggantikan kerugian karena pihak tertanggung menderita kerugian dan yang diganti itu adalah seimbang dengan kerugian yang sungguhsungguh diderita (prinsip indemnitas). 2) Perjanjian asuransi adalah perjanjian yang bersyarat. Kewajiban mengganti rugi dari penanggung hanya dilaksanakan kalau peristiwa yang tidak tertentu atas mana diadakan pertanggungan itu terjadi. 3) Perjanjian asuransi adalah perjanjian timbal balik. Kewajiban penanggung mengganti rugi diharapkan dengan kewajibana tertanggung membayar premi.8 Sri Redjeki Hartono. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi. Sinar Grafika. Jakarta. 2001. Hal 84

19

4) Kerugian yang diderita adalah sebagai akibat dari peristiwa yang tidak tertentu atas nama diadakan pertanggungan. Diluar sifat yang terkandung dalam pasal 246 KUHD, ada beberapa sifat lain yang diatur oleh beberapa pasal dalam KUHD, yaitu: 1. Bahwa perjanjian asuransi itu adalah suatu perjanjian konsensual yang berarti dapat diadakan hanya berdasarkan kata sepakat antara para pihak-pihak. 2. Bahwa dalam perjanjian asuransi itu unsur utmost good faith memegang peranan penting sekali. Unsur utmost good faith yang dengan kata lain dapat disebut dengan itikad baik yang sebenarbenarnya, merupakan asas dari semua perjanjian. 3. Bahwa di dalam perjanjian asuransi itu pada tertanggung harus melekat sifat sebagai orang yang mempunyai kepentingan (interest) atas peristiwa yang tidak tentu artinya sebagai akibat dari peristiwa itu dia dapat menderita kerugian. 2. Prinsip-prinsip dalam Asuransi atau Pertanggungan Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang merupakan prinsip dasar asuransi atau pertanggungan adalah sebagai berikut: 1. Prinsip Kepentingan yang Dapat Diasuransikan atau

Dipertanggungkan (insurable interest) Prinsip kepentingan yang bisa diasuransikan atau

dipertanggungkan ini terkandung dalam ketentuan Pasal 250 Kitab20

Undang-Undang Hukum Dagang yang pada intinya menentukan bahwa agar suatu perjanjian asuransi dapat dilaksanakan, maka objek yang diasuransikan haruslah merupakan suatu kepentingan yang dapat diasuransikan (insurable interest), yakni kepentingan yang dapat dinilai dengan uang. Dengan perkataan lain, menurut asas ini seseorang boleh mengasuransikan barang-barang apabila yang bersangkutan mempunyai kepentingan atas barang yang dipertanggungkan. 2. Prinsip Keterbukaan Prinsip keterbukaan (utmost good faith) ini terkandung dalam ketentuan Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang pada intinya menyatakan bahwa penutupan asuransi baru sah apabila penutupannya didasari itikad baik. 3. Prinsip Indemnity Prinsip indemnity terkandung dalam ketentuan Pasal 252 dan Pasal 253 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Menurut prinsip indemnity bahwa yang menjadi dasar penggantian kerugian dari penanggung kepada tertanggung adalah sebesar kerugian yang sesungguhnya diderita oleh tertanggung dalam arti tidak dibenarkan mencari keuntungan dari ganti rugi asuransi atau pertanggungan. Dengan perkataan lain, inti dari prinsip indemnity adalah seimbang,

21

yakni seimbang antara kerugian yang betul-betul diderita oleh tertanggung dengan jumlah ganti kerugiannya. 4. Prinsip Subrogasi untuk Kepentingan Penanggung Prinsip subrogasi ini terkandung dalam ketentuan Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang pada intinya menentukan bahwa apabila tertanggung sudah mendapatkan penggantian atas dasar prinsip indemnity, maka tertanggung tidak berhak lagi memperoleh penggantian dari pihak lain, walaupun jelas ada pihak lain yang bertanggung jawab pula atas kerugian yang dideritanya. Penggantian dari pihak lain harus diserahkan pada penanggung yang telah memberikan ganti rugi dimaksud. 3. Jenis-Jenis Asuransi Jenis-jenis asuransi di dalam praktek yang diatur di dalam KUH Dagang,misalnya: a. Asuransi terhadap pencurian dan pembongkaran b. Asuransi kecelakaan c. Asuransi terhadap kerugian perusahaan d. Asuransi atas pertanggungjawaban seorang pada kerugian yang diserita oleh pihak ke tiga karena perbuatan melawan hukum sendiri atas bawahannya e. Asuransi kredit, asuransi ini sekarang banyak dikenal di dalam praktek yang maksudnya menanggung kerugian yang22

timbul/diderita berhubung debitur tidak dapat mengembalikan kredit yang diambil dari bank. f. Asuransi atas kerugian yang diserita suatu perusahaan

(Bedriffsvezekering) g. Asuransi wajib kecelakaan penumpang yang diatur di dalam UU No.33 tahun 1964 h. Asuransi atas kecelakaan lalu lintas jalan, yang diatur di dalam UU No.33 tahun 1964 i. Dan lain-lain.9 Menurur H.Gunanto yang termasuk asuransi kerugian diantaranya adalah asuransi muatan kapal, rangka kapal, penerbangan, kebakaran, kontraktor, pemasangan mesin, mesin, uang dalam khazanah dan uang dalam perjalannan, kendaraan bermotor, kecelakaan diri orang, tanggung gugat, biaya masuk rumah sakit, satelit.10 Salah satu dari jenis asuransi kerugian yaitu asuransi kebakaran yang menjadi pokok bahasan dalam tulisan ini.

9 Djoko Prakoso. Hukum Asuransi di Indoneisa. Rineka Cipta. Jakarta. 2000. Hal 6 10 H. Abdul Muis. Hukum Asuransi dan Bentuk-Bentuk Perasuransian. Fakultas Hukum. Universitas Sumatreta Utara. 2005. Cet. II. Hal 14-15

23

4. Hak dan Kewajiban Para Pihak Perjanjian asuransi merupakan dasar hubungan hukum yang mengikat antara pihat tertanggung dan penanggung. Hubungan hukum yang mengikat tersebut akan menimbulkan suatu perikatan. Menurut subekti,perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu Hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutannya itu.11 Setiap hubungan hukum yang diciptakan oleh hukum selalu mempunyai dua segi yang sisinya disatu pihak hak, sedangkan dipihak lain adalah kewajiban, tidak dapat dipisahkan karena tidak ada hak tanpa kewajiban, sebaliknya tidak ada kewajiban tanpa hak.12 Menurut Radiks Purba bahwa perjanjian asuransi berlangsung antara dua pihak yang berkepentingan, yaitu antara penanggung dengan yang tertanggung.13 Dengan demikian perjanjian pertanggungan menimbulkan hak dan kewajiban kepada tertanggung di satu sisi dan penanggung di sisi lainnya.

11 12 Subekti. Hukum Perjanjian. Intermasa. Jakarta. 1987. Hal 1 Sudikno Mertokusumo.Mengenal Hukuma Suatu Pengantar. Liberty. Yogyakarta.1999. 13 Hal 41 Radiks Purba. Asuransi Angkutan Laut. Rineka Cipta. Jakarta. 1998. Hal.1

24

Penanggung mempunyai kewajiban untuk memberikan ganti rugi atau memberikan sejumlah uang, tertanggung yang mempunyai hak untuk menuntut pembayaran ganti rugi dari pihak penanggung tersebut. Kewajiban-kewajiban dari tertanggung antara lain sebagai berikut: a. Wajib membayar premi kepada penanggung14 Premi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh tertanggung,sebagai imbalan untuk mendapat ganti kerugian dari penanggung. Besarnya premi ditetapkan berdasarkan faktorfaktor tertentu antara lain besarnya risiko, besarnya uang pertanggungan. Pembayaran premi merupakan syarat mutlak dalam perjanjian tertangung pertanggungan. yang harus Hal itu merupakan sebagai kewajiban untuk

dipenuhi

imbalan

mendapatklan ganti rugi dari penanggung. Ketentuan pasal 246 KUH Dagang bahwa premi asuransi merupakan suatu prestasi dari pihak tertanggung kepada pihak penanggung, tetapi hanya dalam Hal kerugian saja.

14 H. Abdul Muis. Hukum Asuransi dan Bentuk-Bentuk Perasuransian. Op. Cit. Hal 66

25

Dalam ketentuan pasal 1 UU No, 2 tahun 2992 tentang Usaha Perasuransian bahwa premi asuransi merupakan hak dari penanggung, untuk memberikan penggantian bukan hanya atas kerugian tetapi juga atas meninggalnya atau hidupnya seseorang. Maka pengertian premi dalm Undang-Undang usaha

perasuransian lebih luas bila dibandingkan ketentuan dalan KUH Dagang. Penanggung berhak menuntut pembayaran premi dari tertanggung sedangkan bagi tertanggung pembayaran premi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi. b. Wajib memberikan keterangan yang benar kepada penanggung 15 Adanya keterangan yang benar dan lengkap itu sangat berguna bagi penanggung untuk mengetahui besar kecilnya risiko yang ditanggungnya, sehingga dengan mengetahui besar kecilnya risiko yang dihadapi oleh penanggung maka dapat ditentukan besar kecilnya premi.

15 ibid

26

Dipihak lain penanggung dalam perjanjian yang dibuatnya mempunyai hak-hak tertentu diantaranya: a. Berhak menuntuk pembayaran premi kepada tertanggung sesuai dengan perjanjian. Apabila terjadi wanprestasi, maka dapat menjadi salah satu alasan bagi penanggung untuk menolak memberikan ganti kerugian. b. Berhak meminta keterangan yang lengkap dan benar kepada tertanggung yang ada hubungannya dengan bedna yang menjadi tertanggungungnya. c. Berhak memiliki atau menuntut premi bilamana penanggung telah mulai mengalami bahaya, sedangkan peristiwa itu terjadi disebabkan oleh kesalahan tertanggung sendiri (Pasal 276 KUH Dagang) d. Berhak memiliki premi yang sudah diterimanya dalam Hal pertanggungan batal berdasarkan penipuan atau kecurangan dari tertanggung (Pasal 282 KUH Dagang) e. Berhak mengadakan Reasuransi untuk mempertanggungkan apa yang ditanggungnya (Pasal 271 KUH Dagang)

27

Adapun yang menjadi kewajiban dari penanggung adalah antara lain sebagai berikut:

a. Wajib memberikan ganti kerugian atas sejumlah uang kepada tertanggung bila terjadi peristiwa yang telah diperjanjikan. Namun penanggung dapat membebaskan diri dari kewajiban tersebut apabila dapat dibuktikan bahwa peristiwa tersebut adalah: 1) Terjadi karena kesalahan dari tertanggung (Pasal 276 KUH Dagang) 2) Terjadi, namun tertanggung tidak mempunyai kepentingan atas benda yang dipertanggungkan. 3) Tidak memberi informasi yang benar kepada penanggung (Pasal 251 KUH dagang) b. Wajib menandatangani polis dalam waktu 24 jam (1 hari) setelah dimintanya dan menyerahkannya dalam waktu delpan (8) hari setelah ditutupnya perjanjian (Pasal 259 KUH Dagang dan Pasal 260 KUH Dagang) c. Wajib mengembalikan premi kepada tertanggung dalam Hal pertanggungan gugur seluruhnya atau batal untuk sebagain, atau menjadi batal dengan syarat bahwa tertanggung beritikad baik

28

dan penanggung belum mengalami bahaya sebagain atau seluruhnya (premi resqued/restorno). (Pasal 281 KUH dagang) d. Wajib mengganti biaya yang diperlukan untuk pembangunan kembali (herbouw), apabila diperjanjikan demikian. (Pasal 289 KUH Dagang) 5. Objek Asuransi Kebakaran Objek asuransi kebakaran dapat berupa benda, hak atau kepentingan yang melekat pada benda dan sejumlah uang yang disebut premi atau ganti kerugian. Melalui objek asuransi tersebut ada tujuan yang ingin dicapai oleh pihak-pihak. Penanggung bertujuan memperoleh pembayaran sejumlah premi sebagai imbalan pengalihan risiko. Tertanggung bertujuan bebas dari risiko dan memperoleh penggantian jika timbul kerugian atas harta miliknya. Menurut Wirjono Prodjodikro bahwa perjanjian-perjanjian itu sedikit banyaknya juga mengenai harta benda dan selalu semua perjanjian itu pada umumnya menyinggung Hal kekayaan harta benda seseorang atau sebagian dari kekayaan itu (vermogen envermorgensbestanddeel) 16

16 Djoko Prakoso. Op.Cit Hal 79-80

29

Menurut

ketentuan

pasal

268

KUH

Dagang

bahwa

suatu

pertanggungan dapat mengenai segala kepentingan yang dapat dinilai dengan uang, dapat diancam oleh suatu bahaya dan tidak dikecualikan Undang-undang .17 Dari ketentuan pasal di atas bahwa objek pertanggungan ialah semua kepentingan yang mempunyai unsur-unsur yaitu: a. Dapat dinilai dengan sejumlah uang; b. Dapat diancam oleh suatu bahaya; c. Tidak dikecualikan oleh undang-undang 18 Pada asuransi kebakaran yang objeknya berupa bangunan, harus diperjanjikan tentang cara dan bentuk penggantian kerugiannya, seperti yang diatur dalam Pasal 288KUH Dagang, bahwa dalam Halnya pertanggungan milik bangunan, harus diperjanjikan bahwa kerugian yang menimpa persil yang bersangkutan itu akan diganti atau bahwa persil tersebut akan dibangun kembali maupun diperbaiki hingga paling banyak seharga jumlah uang yang dipertanggungkan.

17 R. Subekti. dkk. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang-Undang Kepailitan. Pradnya Paramita. Jakarta. Hal 80 18 H. Abdul Muis. Hukum Asuransi dan Bentuk-Bentuk Perasuransian. Op.Cit. Hal 34

30

Dalam perjanjian asuransi kebakaran yang menjadi objek adalah gedung atau bangunan saja maupun bangunan dan barang yang ada di dalamnya diatur dalam perjanjian penutupan asuransi dalam Pasal 1 UU No.2 Tahun 1992, menyatakan objek pertanggungan yang dijamin adalah bangunan-bangunan, barang-barang yang ada di dalamnya atau bangunan dan barang yang ada di dalamnya. Dalam pasal 3 UU No.2 Tahun 1992 mengatur tentang kondisi pertanggungan yang menyebutkan kondisi pertanggungan sesuai dengan kondisi dan syarat-syarat polis kebakaran Indonesia, kondisi tersebut dapat diperluas dengan risiko-risiko tambahan, risiko tambahan dapat dikamin seperti angin topan, ledakan, letusan yang terbatas, asap tebal, huru hara, pemogokan, gempa bumi dan banjir. a. Pembayaran Tunai Penggantian kerugian atas terjadinya kebakaran dilakukan secara tunai dan tertanggung tidak berkewajiban untuk membangun kembali maupun memperbaiki paling banyk seharga jumlah uang yang dipertanggungkan dalam polis atau sebesar kerugian riil yang diderita yang sesuai dengan nilai benda pada waktu perjanjiam dibuat. Jika nilai benda tidak sesuai lagi dengan keadaan setelah terjadinya kebakaran, maka penanggung menganggap kekeliruan atau kesalahan ini ada pada pihak tertanggung.31

Bila ada pemberitahuan tentang naiknya nilai benda yang diasuransikan, maka pihak penanggung akan menentukan tambahan premi yang harus dibayar oleh tertanggung, sedangkan bila tertanggung memberitahukan tentang adanya penurunan atas benda yang

diasuransikan maka penanggung akan mengembalikan selisih premi tersebut dari yang sebelumnya. b. Membangun Kembali Penggantian dengan membangun kembali, diatur dalam Pasal 288 ayat (3) KUH Dagang, menyatakan dalamHal diperjanjikan, bahwa bangunan yang terbakar akan dibangun kembali, maka penanggung berkewajiban untuk membangunnya kembali atau memperbaikinya. Biaya pembangunan ini berasal dari penanggung dengan ketentuan tidak boleh melebihi jumlah yang dipertanggungkan. Oleh karena itu penanggung yang telah membayar uang guna pembangunan bangunan yang terbakar itu berhak mengawasinya apakah uang itu benar-benar dipergunakan untuk tujuan itu. Syarat demikian harus disebutkan di dalam polis bahwa barang atau gedung yang diperbaiki atau dibangun kembali tidak boleh lebih baik atau lebih besar bentuknya dari semula. Segala usaha unutuk memperbaiki atau membangun kembali harus dilaksanakan selekas mungkin serta harus selesai dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan. Jangka waktu ini dapat

32

diperpanjang lagi oleh penanggung, jika Hal ini dikehendaki oleh tertanggung. Dalam praktek pertanggungan, penanggung biasa memberi ganti kerugian sebesar harga pembangunan seluruhnya kepada tertanggung. Hal ini merupakan bentuk antara dari bentuk-bentuk ganti kerugian dan pembangunan kembali. Sehubungan dengan ketentuan pasal tersebut di atas menurut Wirjono Prodjodikoro, si tertanggung tidak hanya berhak melainkan berkewajiban untuk membangun kembali, untuk ini ia harus menerima sejumlah uang tunai dari penanggung.19 C. Pengertian Terorisme Definisi terorisme sampai dengan saat ini masih menjadi perdebatan meskipun sudah ada ahli yang merumuskan dan juga dirumuskan di dalam peraturan perundang-undangan. Akan tetapi ketiadaan definisi yang seragam menurut hukum internasional mengenai terorisme tidak serta-merta meniadakan definisi hukum terorisme itu. Masing-masing negara mendefinisikan menurut hukum nasionalnya untuk mengatur, mencegah dan menanggulangi terorisme.

19 Wirjono Prodjodikoro. Hukum Asuransi Di Indonesia. Pembimbing. Djakarta. 1958. Hal 119

33

Kata teroris dan terorisme berasal dari kata latin terrere yang kurang lebih berarti membuat gemetar atau menggetarkan. Kata teror juga bisa menimbulkan kengerian.20 Akan tetapi sampai dengan saat ini belum ada definisi terorisme yang bisa diterima secara universal. Pada dasarnya istilah terorisme merupakan sebuah konsep yang memiliki konotasi yang sensitif karena terorisme mengakibatkan timbulnya korban warga sipil yang tidak berdosa. Black Law Dictionary memberikan definisi terorisme sebagai The Use of Threat of Violence to Intimidate or Cause Panic ; Especially as a means of Affecting Political Conduct. 36) Menurut T. P. Thornton dalam Terror as a Weapon of Political Agitation (1964) terorisme didefinisikan sebagai penggunaan teror sebagai tindakan simbolis yang dirancang untuk mempengaruhi

kebijaksanaan dan tingkah laku politik dengan cara-cara ekstra normal, khususnya dengan penggunaan kekerasan dan ancaman kekerasan. 21

20 Abdul Wahid. Kejahatan Terorisme Perspektif Agama, HAM dan Hukum. Retika Aditama. 2004. Hal 22. 21 Muchamad Ali Syafaat. Terorisme, Definisi, Aksi dan Regulasi. Imparsial. Jakarta. 2003. Hal. 59.

34

Terorisme adalah faham yang berpendapat bahwa penggunaan cara-cara kekerasan dan menimbulkan ketakutan adalah cara yang sah untuk mencapai tujuan. Terorisme dapat diartikan sebagai penggunaan atau ancaman penggunaan kekerasan fisik yang direncanakan, dipersiapkan dan dilancarkan secara mendadak terhadap sasaran langsung yang lazimnya adalah non combatant untuk mencapai suatu tujuan politik. Pengertian terorisme dalam rumusan yang panjang oleh James Adams adalah : 22 a) Terorisme adalah penggunaan atau ancaman kekerasan fisik oleh individuindividu atau kelompok-kelompok untuk tujuan-tujuan politik, baik untuk kepentingan atau untuk melawan kekuasaan yang ada, apabila tindakan-tindakan terorisme itu dimaksudkan untuk

mengejutkan, melumpuhkan atau mengintimidasi suatu kelompok sasaran yang lebih besar daripada korban-korban langsungnya b) Terorisme melibatkan kelompok-kelompok yang berusaha untuk menumbangkan rezim-rezim tertentu untuk mengoreksi keluhan kelompok/nasional, atau untuk menggerogoti tata politik internasional yang ada.

22 Ibid

35

Tindak Pidana terorisme merupakan tindak pidana murni (mala per se) yang dibedakan dengan administrative criminal law (mala prohibita).23 Untuk memahami makna terorisme dari beberapa lembaga di Amerika Serikat juga memberikan pengertian yang berbeda-beda, seperti misalnya : 1. United Stated Central Intelligence (CIA). Terorisme internasional adalah terorisme yang dilakukan dengan dukungan pemerintah atau organisasi asing dan/atau diarahkan untuk melawan negara, lembaga, atau pemerintah asing. 2. United Stated Federal Bureau of Investigation FBI) Terorisme adalah penggunaan kekuasaan tidak sah atau kekerasan atas seseorang atau harga untuk mengintimidasi sebuah pemerintahan, penduduk sipil dan elemen-elemennya untuk mencapai tujuan sosial atau politik. 3. United State Departement of State and Defense Terorisme adalah kekerasan bermotif politik dan dilakukan oleh agen negara atau kelompok subnasional terhadap sasaran kelompok non kombatan. Terorisme internasional adalah terorisme yang

menggunakan dan melibatkan warga negara atau wilayah lebih dari satu negara.23 Simela Victor Mohamad. Terorisme dan Tata Dunia Baru. Penerbit Pusat Pengkajian dan Pelayanan Informasi Sekretariat Jendral DPR-RI. Jakarta. 2002. Hal. 106.

36

4. The Arab Convention on The Suppression of Terrorism (1998) Terorisme adalah tindakan atau ancaman kekerasan, apapun motif dan tujuannya, yang terjadi untuk menjalankan agenda tindak kejahatan individu atau kolektif, yang menyebabkan teror di tengah masyarakat, rasa takut yang melukai mereka atau mengancam kehidupan, kebebasan, keselamatan atau bertujuan untuk menyebabkan kerusakan lingkungan atau harga public maupun pribadi atau menguasai atau merampasnya, atau bertujuan untuk mengancam sumberdaya nasional. 5. Convention of The Organisation of The Islamic Conference on Combating International Terorism, 1999 Terorisme berarti tindakan kekerasan atau ancaman tindakan kekerasan terlepas dari motif atau niat yang ada untuk menjalankan rencana kejahatan individual atau kolektif dengan tujuan menteror orang lain atau mengancam untuk mencelakakan mereka atua mengancam kehidupan, kehormatan, kebebasan, keamanan dan hak mereka atau mengeksploitasi lingkungan atau fasilitas atau harga benda pribadi atau publik, atau menguasainya atau merampasnya, membahayakan sumber nasional atau fasilitas internasional, atau mengancam stabilitas, integritas territorial, kesatuan politis atau kedaulatan negara-negara yang merdeka.

37

6. United Kingdom, Terrorism Act, 2000 Terorisme mengandung arti sebagai penggunaan atau ancaman tindakan dengan ciri-ciri : a. Aksi yang melibatkan kekerasan serius terhadap seseorang, kerugian berat pada harga benda, membayakan kehidupan seseorang, bukan kehidupan orang yang melakukan tindakan, menciptakan risiko serius bagi kesehatan atau keselamatan publik atau bagian tertentu dari publik atau didesain secara serius untuk campur tangan atau mengganggu sistem elektronik. b. Penggunaan ancaman atau didesain untuk mempengaruhi

pemerintah atau mengintimidasi publik atau bagian tertentu dari publik. c. Penggunaan atau ancaman dibuat dengan tujuan mencapai tujuan politik, agama atau ideologi. d. Penggunaan atau ancaman yang masuk dalam kegiatan yang melibatkan penggunaan senjata api atau bahan peledak. Menurut F. Budi Hardiman, terorisme termasuk ke dalam kekerasan politis (political violence) seperti kerusuhan, huru hara, pemberontakan, revolusi, perang saudara, gerilya, pembantaian dan lain-lain.24 Namun terorisme tidak terlalu politis.

24

F. Budi Hardiman. Terorisme, Definisi, Aksi dan Regulasi. Imparsial. 2003. Hal. 4.

38

Kemudian definisi terorisme diperjelas dalam pasal 6 Undang-undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang. Pada pasal 6 dapat kita lihat rumusan sebagai berikut: Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana terror atau rasa takut teradap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat missal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional dipisadan dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun. Dalam polis standar kebakaran Indonesia memberikan definisi Terorisme adalah tindakan termasuk tetapi tidak terbatas pada penggunaan pemaksaan atau kekerasan dan atau ancaman daripadanya, yang dilakukan oleh orang atau kelompok orang-orang, apakah bertindak sendiri atau mengatas-namakan atau berhubungan dengan organisasi atau pemerintah, dengan tujuan politik, agama, ideologi atau tujuan sejenis termasuk maksud untuk mempengaruhi pemerintahan dan atau membuat ketakutan publik

39