bab i3
TRANSCRIPT
![Page 1: Bab i3](https://reader031.vdocuments.mx/reader031/viewer/2022020123/55a428fb1a28abbd038b484d/html5/thumbnails/1.jpg)
1
BAB I
PENDAHULUAN
Islam sebagai ajaran yang universal mengajarkan tentang segala aspek kehidupan
manusia,termasuk dalam hal pembagian harta warisan. Islam mengajarkan tentang
pembagian harta warisan dengan seadil - adilnya agar harta menjadi halal dan bermanfaat
serta tidak menjadi malapetaka bagi keluraga yang ditinggalkannya. Dalam kehidupan di
masyaraakat, tidak sedikit terjadi perpecahan, pertikaian, dan pertumpahan darah akibat
perebutan harta warisan.
Pembagian harta warisan didalam islam diberikan secara detail, rinci, dan seadil-
adilnya agar manusia yang terlibat didalamnya tidak saling bertikai dan bermusuhan. Dengan
adanya system pembagian harta warisan tersebut menunjukan bahwa islam adalah agama
yang tertib,teratur dan damai. Pihak-pihak yang berhak menerima warisan dan cara
pembagiannya itulah yang perlu kita pelajari pada bab ini.
![Page 2: Bab i3](https://reader031.vdocuments.mx/reader031/viewer/2022020123/55a428fb1a28abbd038b484d/html5/thumbnails/2.jpg)
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mawaris
Kata mawaris berasal dari kata waris ( bahasa arab ) yang berarti mempusakai harta
orang yang sudah meninggal, atau membagi-bagikan harta peninggalan orang yang sudah
meninggal kepada ahli warisnya. Ahli waris adalah orang-orang yang mempunyai hak untuk
mendapat bagian dari harta peninggalan orang yang telah meninggal.1
Ahli waris dapat digolongkan menjadi dua, yaitu ahli waris laki-laki dan ahli waris
perempuan sebagaimana termuat di dalam al-qur’an (QS:Al - baqarah : 188 ).2
Karena sensitif atau rawannya masalah harta warisan itu, maka dalam agama islam
ada ilmu faraid, yaitu ilmu yang mempelajari tentang warisan dan perhitungannya. Salah satu
dari tujuan ilmu tersebut adalah tidak terjadi perselisihan atau perpecahan.
1. Ahli waris laki-laki ada 15 orang, yaitu sebagai berikut:
a) Anak laki-laki
b) Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan terus kebawah
c) Bapak
d) Kakak dari bapak dan terus keatas
e) Saudara laki-laki sekandung
f) Saudara laki-laki sebapak
g) Saudara laki-laki seibu
h) Anak laki-laki saudara laki-laki kandung
i) Anak laki-laki saudara laki-laki sebapak
j) Paman yang sekandung dengan bapak
k) Paman yang sebapak dengan bapak
l) Anak laki-laki paman yang sekandung dengan bapak
m) Anak laki-laki paman yang sebapak dengan bapak
n) Suami
o) Laki-laki yang memerdekakan si pewaris
( Keterangan no.1 – 13 berdasarkan pertalian darah. Jika lima belas orang itu ada, maka
yang dapat menerima hanya tiga, yaitu anak laki-laki, suami, dan bapak ).
1 dian khoirul Umam. Fiqih mawaris. Bandung: pustaka setia. 2006. h. 11
2 QS:Al - baqarah : 188
![Page 3: Bab i3](https://reader031.vdocuments.mx/reader031/viewer/2022020123/55a428fb1a28abbd038b484d/html5/thumbnails/3.jpg)
3
2. Ahli waris perempuan ada 10, yaitu sebagai berikut:
a) Anak perempuan
b) Cucu perempuan dari anak laki-laki
c) Ibu
d) Nenek dari ibu
e) Nenek dari bapak
f) Saudara perempuan kandung
g) Saudara perempuan bapak
h) Saudara perempuan seibu
i) Istri
j) Wanita yang memerdekakan si pewaris
( Keterangan no.1 - 8 berdasarkan pertalian darah. Jika 10 orang itu ada, maka yang
berhak mendapat warisan hanya lima orang yaitu, Istri, anak perempuan, ibu, cucu
perempuan, dan saudara perempuan kandung )
Jika 25 ahli waris itu ada, maka yang bisa menerimanya hanya lima orang yaitu, suami
atau istri, ibu, bapak, anak laki-laki dan anak perempuan.
B. Dalil Tentang Mawaris
1. Ahli waris adalah orang yang berhak menerima warisan sebagaimana yang telah
ditetapkan berdasarkan Al Qur’an dan Hadits.
Artinya:”Bagi orang yang laki-laki ada hak dari harta peninggalan ibu, bapak, dan
kerabatnya.baik sedikit maupun banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.”(
QS. An Nissa:7 )
Selanjutnya lihat pula Qs. An Nissa ayat 11, 12, dan 176.
2. Dari hadits Rasulullah saw, ada yang menerangkan bagian warisan untuk saudara
perempuan yang lebih dua orang, bagian nenek dari bapak dan dari ibu serta bagian
cucu perempuan dari anak laki - laki dan lain-lain.
Zaid bin sabit adalah sahabat Rasulullah saw.dari kalangan Anshar yang berasal dari
suku khajraj. Ia lahir di madinah tahun 11 SH/611M. Ia masuk islam pada tahun pertama
hijriyah dan menjadi sekretaris Rasulullah saw. Untuk menulis wahyu yang turun,
menulis surat - surat untuk pembesar kaum yahudi serta menjadi penyusun mushaf di
masa khalifah Abu Bakar As Siddiq. Ia dikenal sangat ahli dalam ilmu Al Qur’an, tafsir,
hadits dan khususnya faraid sehingga dijuluki Ulama masyarakat. Pada masa khalifah
![Page 4: Bab i3](https://reader031.vdocuments.mx/reader031/viewer/2022020123/55a428fb1a28abbd038b484d/html5/thumbnails/4.jpg)
4
Umar bin Khattab dan Usman bin Affan, ia menjabat sebagai mufti ( ahli fatwa ) yang
paling berpengaruh dalam bidang faraid, bahwa Rasulullah sendiri pernah bersabda,
”Yang paling ahli dalam ilmu faraid di antara kalian adaah Zaid bin Sabit.”( HR.Ibnu
Majah dan Ahmad bin Hambal ). Zaid bin Sabit wafat di Madinah pada tahun 45H/665M.
Artinya:” Sesungguhnya hak wali adalah untuk orang yang memerdekakan.”( Muttafakun
alaih )
Artinya:” Berikan warisan kepada orang-orang yang berhak menerimanya dan sisanya
untuk orang laki-laki yang paling berhak.”( Muttafakun alaih )
Artinya:” Sesungguhnya Allah telah memberi hak kepada orang yang memiliki hak dan tidak
ada wasiat untuk ahli waris.”( HR.Abu Daud )
C. Ketentuan Hukum Islam Tentang Mawaris
Berdasarkan ketentuan perolehan atau bagian dari harta warisan, ahli waris dapat
dikatagorikan menjadi 2 golongan,yaitu sebagai berikut :
1. Zawil Furud
Zawil Furud adalah ahli waris yang perolehan harta warisannya sudah ditentukan oleh
dalil Al Quran dan Hadits (lihat QS.An Nissa:11, 12, dan 176). Dari ayat Al Qur’an tersebut,
dapat diuraikan orang yang mendapat seperdua, seperempat, dan seterusnya.3
a. Ahli waris yang mendapa 1/2 , yaitu sebagai berikut:
1) Anak pempuan tunggal
2) Cucu perempuan tunggal dari anak laki-laki
3) Saudara perempuan tunggal yang sekandung
4) Saudara perempuan tunggal yang sebapak apabila saudara perempuan yang
sekandung tidak ada
5) Suami apabila istrinya tidak mempunyai anak, atau cucu (laki-laki ataupun
perempuan) dari anak laki-laki
b. Ahli waris yang mendapat 1/4, yaitu sebagai berikut:
1) Suami apabila istrinya mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki
2) Istri ( seorang atau lebih ) apabila suaminya tidak mempunyai anak atau cucu dari
anak laki-laki
3 Ibid., h. 20
![Page 5: Bab i3](https://reader031.vdocuments.mx/reader031/viewer/2022020123/55a428fb1a28abbd038b484d/html5/thumbnails/5.jpg)
5
c. Ahli waris yang mendapat 1/8, yaitu istri ( seorang atau lebih ) apabila suami mempunyai
anak atau cucu dari anak laki-laki
d. Ahli waris yang mendapat 2/3, yaitu sebagai berikut:
1. Dua orang anak perempuan atau lebih apabila tidak ada anak laki-laki ( menurut
sebagian besar ulama )
2. Dua orang cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki apabila anak perempuan
tidak ada
( diqiyaskan kepada anak perempuan )
3. Dua orang saudara perempuan atau lebih yang sekandung ( seibu sebapak )
4. Dua orang saudara perempuan atau lebih yang sebapak
e. Ahli waris yang mendapat 1/3, yaitu sebagai berikut:
1. Ibu, apabila anaknya yang meninggal tidak mempunyai anak atau cucu, atau dia tidak
saudara - saudara ( laki-laki atau perempuan ) yang sekandung, yang sebapak atau
yang seibu
2. Dua orang atau lebih ( laki-laki atau perempuan ) yang seibu apabila tidak ada anak
atau cucu atau anak
f. Ahli waris yang mendapat 1/6, yaitu sebagai berikut:
1. Ibu, apabila anaknya yang meninggal itu mempunyai cucu ( dari anak laki-laki ) atau
mempunyai saudara-saudara( laki-laki atau perempuan ) yang sekandung, yang
sebapak atau seibu
2. Bapak, apabila anaknya yang meninggal mempunyai anak atau cucu ( laki-laki atau
perempu an ) dari anak laki-laki
3. Nenek ( ibu dari ibu atau ibu dari bapak ). Nenek mendapat 1/6 apabila ibu tidak ada.
Jika nenek dari bapak atau ibu masih ada, maka keduanya mendapat bagian yang
sama dari bagian yang 1/6 itu
4. Cucu perempuan ( seorang atau lebih ) dari laki-laki apabila orang yang meninggal
mempunyai anak tunggal. Akan tetapi, apabila anak perempuan lebih dari seorang,
maka cucu perempuan tidak mendapat apa-apa
5. Kakek apabila orang yang meninggal mempunyai anak atau cucu ( dari anak laki-laki
), sedangkan bapaknya tidak ada
6. Seorang saudara ( laki-laki atu perempuan ) yang seibu
7. Saudara perempuan yang sebapak ( seorang atau lebih ) apabila saudaranya yang
meninggal itu mempunyai seorang saudara perempuan kandung. Ketentuan
pembagian seperti itu dimaksudkan untuk menggenapi jumlah bagian saudara
![Page 6: Bab i3](https://reader031.vdocuments.mx/reader031/viewer/2022020123/55a428fb1a28abbd038b484d/html5/thumbnails/6.jpg)
6
kandung dan saudara sebapak menjadi 2/3 bagian. Apabila saudara kandungnya ada
dua orang atau lebih, maka saudara sebapak tidak mendapat bagian
2. Asabah
Asabah adalah ahli waris yang bagian penerimanya tidak ditentukan, tetapi menerima
dan menghabiskan sisanya. Apabila yang meninggal itu tidak mempunyai ahli waris yang
mendapat bagian tertentu ( zawil furud ), maka harta peninggalan itu semuanya diserahkan
kepada asabah.4 Akan tetapi apabila ada diantara ahli waris yang mendapat bagian tertentu,
maka sisanya menjadi bagian asabah yang dibagi menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut:
a. Asabah binafsih
Asabah binafsih yaitu asabah yang berhak mendapat semua harta atau semua sisa,
diatur menurut susunan sebagai berikut:
1. Anak laki-laki
2. Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan terus kebawah asal saja pertaliannya masih
terus laki – laki
3. Bapak
4. Kakek ( datuk ) dari pihak bapak dan terus keatas, asal saja pertaliannya belum putus
dari pihak bapak
5. Saudara laki - laki sekandung
6. Saudara laki - laki sebapak
7. Anak saudara laki - laki kandung
8. Anak laki - laki kandung
9. Paman yang sekandung dengan bapak
10. Paman yang sebapak dengan bapak
11. Anak laki - laki paman yang sekandung dengan bapak
12. Anak laki - laki paman yang sebapak dengan bapak
Asabah - asabah tersebut dinamakan asabah binafsih, karena mereka langsung menjadi
asabah tanpa disebabkan oleh orang lain. Apabila asabah tersebut diatas semuanya ada, maka
tidak semua dari mereka mendapat bagian, akan tetapi harus didahulukan orang-orang (
asabah ) yang lebih dekat dengan pertaliannya, dengan orang yang meninggal itu. Jadi,
penentuannya diatur menurut nomor urut yang tersebut diatas.
4 Nashruddin Baidan. 2003. Perkembangan tafsir al-Qur'an di Indonesia. Jakarta : Tiga Serangkai.
h. 45
![Page 7: Bab i3](https://reader031.vdocuments.mx/reader031/viewer/2022020123/55a428fb1a28abbd038b484d/html5/thumbnails/7.jpg)
7
Jika ahli waris yang ditinggalkan itu anak laki-laki dan anak perempuan, maka mereka
mengambil semua harta atau semua sisa. Cara pembagiannya ialah untuk anak laki-laki
mendapat dua kali lipat bagian anak perempuan.
Artinya:”Allah telah menetapkan tentang pembagian harta warisan terhadap anak-anak.
Untuk seorang laki-laki sebanyak bagian dua orang perempuan.” ( QS. An Nisa:11 )
b. Asabah Bilgair
Perempuan juga ada yang menjadi asabah dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Anak laki-laki dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi asabah dengan
ketentuan bahwa untuk laki-laki mendapat dua kali lipat perempuan
2. Cucu laki-laki dari anak laki-laki yang dapat menarik saudaranya yang perempuan
menjadi asabah
3. Saudara laki-laki sekandung juga dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi
asabah
4. Saudara laki-laki sebapak juga dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi
asabah
Keempat macam asabah diatas dinamakan asabah bilgair ( asabah dengan sebab orang
lain ). Jika ahli waris yang ditinggalkan dua orang saudara atau lebih, maka cara
pembagiannya adalah untuk saudara laki - laki dua kali lipat perempuan( QS.An Nisa:176 )
c. Asabah Ma’algair
Selain daripada yang telah disebutkan sebelumnya, ada dua lagi asabah yang
dinamakan asabah ma’algair ( asabah bersama orang lain ). Asabah ini hanya dua macam,
yaitu sebagai berikut:
1. Saudara perempuan sekandung apabila ahli warisnya saudara perempuan sekandung (
seorang atau lebih ) dan anak perempuan ( seorang atau lebih ) atau saudara
perempuan sekandung dan cucu perempuan ( seorang atau lebih ), maka saudara
perempuan menjadi asabah ma’algair. Sesudah ahli waris yang lain mengambil bagian
masing-masing, sisanya menjadi bagian saudara perempuan tersebut.
2. Saudara perempuan sebapak apabila ahli saudara perempuan sebapak ( seorang atau
lebih ) dan anak perempuan ( seorang atau lebih ), atau saudara perempuan sebapak
dan cucu perempuan ( seorang atau lebih ), maka saudara perempuan menjadi asabah
ma’algair. Jadi, saudara perempuan sekandung atau sebapak dapat menjadi asabah
ma’algair apabila mereka tidak mempunyai saudara laki-laki. Akan tetapi, apabila
mereka mempunyai saudara laki - laki maka kedudukannya berubah menjadi asabah
bilgair ( saudara perempuan menjadi asabah karena ada saudara laki - laki ).
![Page 8: Bab i3](https://reader031.vdocuments.mx/reader031/viewer/2022020123/55a428fb1a28abbd038b484d/html5/thumbnails/8.jpg)
8
3. Hijab dan Mahjub
Hijab ( penghalang ), yaitu ahli waris yang lebih dekat dapat menghalangi ahli waris
yang lebih jauh sehingga ahli waris yang lebih jauh tidak dapat menerima, atau bisa
menerima, tetapi bagiannya menjadi berkurang.5
Hijab dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
1. Hijab hirma,yaitu ahli waris yang lebih dekat dapat menghalangi ahli waris yang lebih
jauh sama sekali tidak menerima bagian. Contohnya, kakek terhalang oleh bapak, dan
cucu terhalang oleh anak
2. Hijab nuqsan ( mengurangi ), yaitu ahli waris lebih dekat dapat menghalangi ahli
waris yang lebih jauh sehingga ahli waris yang lebih jauh bagiannya berkurang
Contoh, jika jenazah meninggalkan anaknya, suami mendapat 1/4, dan jika tidak
meninggalkan anak mendapat 1/2
Mahjub ( terhalang ), ahli waris yang lebih jauh terhalang oleh ahli waris waris yang
lebih dekat sehingga sama sekali tidak dapat menerima, atau menerima, tetapi bagiannya
berkurang
4. Batalnya Hak Menerima Waris
Sekalipun berhak menerima waris yang seseorang meninggal dunia, tetapi hak itu
dapat batal karena hal - hal berikut ini.
1. Tidak beragama islam. Hukum islam hanya untuk umat islam, maka seorang bapak
yang tidak beragama islam tidak mewarisi harta anaknya yang beragama islam,
demikian juga sebaliknya
2. Murtad dari agama islam. Sekalipun mulanya beragama islam, tetapi kemudian
pindah agama lain, maka ia tidak berhak lagi mempusakai harta keluarganya yang
beragama islam
3. Membunuh. Orang yang membunuh tidak berhak mendapat harta waris dari orang
yang dibunuhnya sebagaimana sabda Rasulullah.,”Tidaklah si pembunuh mewarisi
harta orang yang dibunuhnya,sedikitpun. “( HR.Ahli Hadits )
4. Menjadi hamba. Seseorang yang menjadi hamba orang lain tidak berhak menerima
harta waris dari keluarganya karena harta harta tersebut akan jatuh pula ketangan
orang yang menjadi majikannya ( lihat QS.An Nahl:75 )
5 Ibid., h. 47
![Page 9: Bab i3](https://reader031.vdocuments.mx/reader031/viewer/2022020123/55a428fb1a28abbd038b484d/html5/thumbnails/9.jpg)
9
D. Ketentuan Tentang Harta Sebelum Pembagian Warisan
Pada saat jenazah telah dimakamkan, sebelum dilaksanakan pembagian warisan,
pihak keluarga atau ahli waris terlebih dulu harus menyelesaikan beberapa hal yang ada
sangkut pautnya dengan harta peninggalan, yaitu sebagai berikut:
1. Zakat, apabila telah sampai saatnya untuk mengeluarkan zakat harta, maka harta
peninggalan dikeluarkan untuk zakat mal terlebih dahulu atau zakat fitrah
2. Hutang, apabila si jenazah meninggalkan hutang, maka hutang itu harus dibayar
lebih dulu
3. Biaya perawatan, yaitu pembelanjaan yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan dan
pengurusan jenazah seperti membeli kain kafan dan biaya penguburan hingga si
jenazah selesai dimakamkan
4. Membayar wasiat, apabila sebelum meninggal ia berwasiat, maka harus dibayarkan
lebih dulu, asalkan tidak melebihi⅓ harta peninggalan. Berwasiat tidak dibenarkan
kepada ahli waris karena mereka telah mendapat bagian dari harta warisan yang
akan ditinggalkannya. Lain halnya semua ahli waris setuju bahwa sebagian dari
harta peninggalan itu boleh di wasiatkan kepada seseorang di antara mereka
5. Memenuhi nazar jenazah ketika masih hidup dan belum sempat dilaksanakan.
Misalnya, nazar untuk mewakafkan sebidang tanahnya, dan nazar untuk ibadah
haji.
Apabila semua hak yang tersebut di atas telah di selesaikan semuanya, maka harta
warisan yang masih ada dapat dibagi - bagikan kepada ahli waris yang berhak menerimanya.
E. Hubungannya dengan hukum waris nasional
Di indonesia belum ada suatu kesatuan hukum tentang waris yang dapat diterapkan
untuk seluruh warga negara indonesia masih berbeda-beda mengingat adanya penggolongan
warga negara.
1. Bagi warga negara golongan indonesia asli, pada prinsipnya berlaku hukum adat,
yang sesuai dengan hukum adat yang berlaku di masing-masing daerah.
2. Bagi warga negara golongan indonesia asli yang beragma islam di berbagai daerah,
berlaku hukum islam yang sangat berpengaruh padanya.
3. Bagi orang arab pada umunya, berlaku hukum islam secara keseluruhan.
4. Bagi orang-orang tionghoa dan eropa, berlaku hukum warisan dari bugerlijk wetboek.
![Page 10: Bab i3](https://reader031.vdocuments.mx/reader031/viewer/2022020123/55a428fb1a28abbd038b484d/html5/thumbnails/10.jpg)
10
BAB III
KESIMPULAN
Kata mawaris berasal dari kata waris ( bahasa arab ) yang berarti mempusakai harta
orang yang sudah meninggal, atau membagi-bagikan harta peninggalan orang yang sudah
meninggal kepada ahli warisnya.
Dalil tentang waris terdapat dalam Qs. An Nissa ayat 7, 11, 12, dan 176.
Dari hadits Rasulullah saw, ada yang menerangkan bagian warisan untuk saudara perempuan
yang lebih dua orang, bagian nenek dari bapak dan dari ibu serta bagian cucu perempuan dari
anak laki - laki dan lain-lain.
Berdasarkan ketentuan perolehan atau bagian dari harta warisan, ahli waris dapat
dikatagorikan menjadi 2 golongan yaitu :
1. Zawil Furud
2. Asabah
Hijab ( penghalang ), yaitu ahli waris yang lebih dekat dapat menghalangi ahli waris
yang lebih jauh sehingga ahli waris yang lebih jauh tidak dapat menerima, atau bisa
menerima, tetapi bagiannya menjadi berkurang.
hukum tentang waris yang dapat diterapkan untuk seluruh warga negara indonesia
masih berbeda-beda mengingat adanya penggolongan warga negara.
![Page 11: Bab i3](https://reader031.vdocuments.mx/reader031/viewer/2022020123/55a428fb1a28abbd038b484d/html5/thumbnails/11.jpg)
11
DAFTAR PUSTAKA
Umam, khoirul dian. 2006. Fiqih mawaris. Bandung: pustaka setia
Baidan, Nashruddin. 2003. Perkembangan tafsir al-Qur'an di Indonesia. Jakarta : Tiga
Serangkai