bab i1
TRANSCRIPT
1
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Sudah seyogyanya, penulisan tentang sejarah dan kebudayaan Islam oleh ahli-ahli
sejarah Barat maupun timur diawali dengan uraian tentang sejarah bangsa Arab pra-Islam.
Hal ini memang terasa sangat relevan, mengingat negeri dan bangsa arab adalah yang
pertama kali mengenal dan menerima Islam. Adalah suatu fakta bahwa agama Islam di
turunkan di Jazirah Arab, karena itu sudah barang tentu bangsa Arablah yang pertama kali
mendengar, menghayati dan mengenal Islam.
Sebab itu terasa penting untuk mengetahui keadaan masyarakat Arab pra-Islam itu
bagi penelaahan sejarah kebudayaan Islam dalam hal ini adalah sejarah kelahiran Islam dan
kondisi masyarakat Arab pra-Islam, yang lazim disebut “zaman jahiliyyah”.
Sejarah perkembangan masyarakat bangsa Arab dalam kenyataannya tidak dapat
dilepaskan dari sejarah perkembangan Islam. Bangsa Arab adalah suatu bangsa yang diasuh
dan dibesarkan oleh Islam; dan sebaliknya Islam didukung dan dikembangluaskan oleh
bangsa Arab.
Konteks kenyataan inilah yang menarik untuk mengetahui keadaan bangsa Arab pra-Islam itu
yang berkaitan dengan aspek-aspek perjalanan sejarah mereka, seperti keadaan geografis
jazirah Arab itu, asal-usul, cara hidup penduduk, jenis-jenis bangsa Arab, agama dan
kepercayaan, adat-istiadat, dll.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana situasi dan kondisi geografi jazirah arab?
2. Apa masyarakat Arab jahiliyyah itu dan bagaimana realitanya?
3. Bagaimana keberagamaan masyarakat arab pada zaman itu?
2
BAB II
Pembahasan
A. Situasi geografi Arab pra-Islam
Bangsa Arab menyebut tanah air mereka dengan Jazirah Arab, sedangkan batas-batas
semenanjung atau jazirah Arab adalah sebagai berikut:
sebelah selatan: lautan Hindia
sebelah timur : teluk Arab (dahulu teluk Persia)
sebelah utara : gurun Iraq dan gurun Syam (sekarang Syiria)
sebelah barat : Laut Merah
Panjangnya 1000 km dan lebarnya ±1000 km. Jazirah Arab hampir 5/6 daerahnya
terdiri dari padang pasir, maka sungai sangat jarang terdapat di jazirah arab dan hanya ada
perigi atau oase di tengah-tengah padang pasir.
Jazirah Arab terbagi atas 2 bagian yakni, bagian tepi dan bagian tengah. Bagian tengah terdiri
dari pegunungan yang curah hujannya sangat sedikit, penduduknya pun secara otomatis
sedikit, yaitu kaum pengembara. Bagian tengah terbagi menjadi 2 bagian, yaitu:
Bagian utara, disebut “Najed”
Bagian Selatan disebut “Al Ahqaf”
Sedangkan di bagian tepi, serupa dengan sebuah pita kecil yang melingkari jazirah
Arab, hanya di pertemuan antara laut merah dengan lautan Hindia pita itu agak lebar. Pada
jazirah Arab ini boleh dikatakan hujan turun cukup teratur, oleh karena itu penduduknya tiada
yag mengembara melainkan menetap di tempatnya.
Jazirah arab terbagi kepada lima daerah, yaitu:
1. Hijaz, kotanya adalah Makkah, Madinah dan Thaif
2. Yaman, terletak di bagian selatan; diantaranya adalah San‟a yang merupakan ibukota
Yaman zaman dahulu
3. Najed, terletak di bagian tengah jazirah Arab
4. Tihamah, terletak antara Hijaz dan Yaman
5. Yamamah, terletak antara Yaman dan Najed
Jenis-jenis bangsa Arab dipandang dari segi cara hidupnya dibedakan menjadi dua
macam, yaitu penduduk gurun “Badui” dan penduduk negeri “Ahlul Hadlar”. Penduduk
Badui (baidah), yaitu orang-orang arab yang telah lenyap jejaknya, dan tidak diketahui lagi
keberadaannyakecuali karena tersebut di dalam kitab suci, seperti kaum „Ad dan Tsmaud.
Cara hidup mereka adalah suka berpundah-pindah, mengembara untuk mencari tanah yang
3
dapat ditanami, mata air dan padang rumput untuk menggembala binatang ternak. Sejarah
bangsa Arab penduduk gurun pasir hampir tidak dikenal orang. Yang dapat kita ketahui dari
sejarah mereka hanyalah yang dimulai dari kira-kira lima puluh tahun sebelum Islam.
Adapun yang sebelum itu tidaklah dapat diketahui. Yang demikian disebabkan karena bangsa
Arab penduduk padang pasir itu terdiri atas berbagai macam suku bangsa yang selalu
berperang-perangan. Peperangan-peperangan itu pada asal mulanya ditimbulkan oleh
keinginan memelihara hidup, karena hanya siapa yang kuat sajalah yang berhak memiliki
tempat-tempat yang berair dan padang-padang rumput tempat menggembalakan binatang
ternak. Adapun si lemah, dia hanya berhak mati atau jadi budak.
Sedangkan penduduk negeri adalah penduduk yang cara hidupnya menetap, tidak berpindah-
pindah dan tidak mengembara. Mereka mendiami Jazirah Arab bagian tepi seperti Hijaz,
Hirah, Yaman, dll. Penduduk negeri memiliki mata pencaharian berdagang dan bercocok
tanam. Kehidupan penduduk negeri lebih teratur bila dibandingkan dengan kehidupan orang
gurun. Dan mereka juga sudah mampu membangun dan mengembangkan kebudayaan, juga
mereka telah mampu mendirikan kerajaan.
B. Masyarakat Arab Jahiliyyah
Masyarakat Arab, sebelum kelahiran dan kerasulan Nabi Muhammad SAW, dikenal
dengan sebutan jahiliyah. Jika merujuk pada arti kata jahiliyah (yang berasal dari bahasa
Arab dari kata jahala yang berarti bodoh), maka secara harfiyah bisa disimpulkan bahwa
masyarakat jahiliyah adalah masyarakat yang bodoh. Jahiliyyah biasanya dikaitkan dengan
masa sebelum Rasulullah S.A.W lahir. Sesungguhnya kata Jahiliyyah sendiri adalah mashdar
shina‟iy yang berarti penyandaran sesuatu kepada kebodohan. Kebodohan menurut Manna‟
Khalil al-Qathtan ada tiga 3 makna, yaitu:
Tidak adanya ilmu pengetahuan (makna asal).
Meyakini sesuatu secara salah.
Mengerjakan sesuatu dengan menyalahi aturan atau tidak mengerjakan yang
seharusnya dia kerjakan.
Masyarakat jahiliyah tidak merujuk pada kurun waktu tertentu, melainkan suatu kondisi
masyarakat (bandingkan perilaku sosial masyarakat Arab pra Islam dengan masyarakat
modern), kini Masyarakat jahiliyah tidak merujuk pada masyarakat tertentu (Arab, misalnya)
tetapi juga bisa pada masyarakat lain (bandingkan, misalnya, perilaku sosial dalam hubungan
laki-laki dan wanita antara masyarakat Arab, Romawi, Yunanai, India, atau Cina!).Dalam
pengetahuan dan peradaban, masyarakat Arab tidak bisa disebut jahiliyyah (bodoh) dalam
4
pengertian barbar dan primitif. Justru banyak perilaku dan pengetahuan positif yang
dihasilkan mereka, yang kemudian dipelihara oleh Islam, misalnya dalam penghormatan
tamu, kedermawanan, tepat janji, bersahaja. . Yang dimaksud masyarakat jahiliyah sebelum
datangnya Islam adalah keseluruhan masyarakat (tidak hanya Arab), yang menjauhi nilai-
nilai fitrah, yang sudah dibawa oleh para Rasul pembawa risalah tauhid. . Penyempitan
makna jahiliyah hanya pada masyarakat Arab pra Islam akan menimbulkan bias bahwa
agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad itu lahir dari nenek moyang bodoh, yang
jauh dari nilai-nilai
Sebutan jahiliyah ini perlu mendapat penjelasan lebih lanjut, sebab dari situlah akan
terbangun pola kontruksi terhadap masyarakat Arab masa itu, yang di dalamnya adalah juga
nenek moyang Nabi Muhammad SAW dan sekaligus cikal bakal masyarakat Islam. Jika
masyarakat jahiliyah kita artikan sebagai masyarakat bodoh dalam pengertian primitif yang
tak mengenal pengetahuan atau budaya; tentu sulit dipertanggungjawabkan, karena
berdasarkan data sejarah, masyarakat Arab waktu itu juga telah memiliki nilai-nilai
peradaban sesederhana pun peradaban itu. Seorang pujangga Arab Syiria, Jarji Zaidan,
membagi masa jahiliyah kepada dua masa yakni:
1. Arab Jahiliyyah pertama (Al Arabul Jahilliyatul Ula) yaitu zaman sebelum sejarah
sampai abad lima masehi.
2. Arab Jahiliyah kedua (Al Arabul Jahiliyatus Tsaniyah) yaitu dari abad kelima masehi
sampai lahir Islam.
Kalau kita perhatikan kembali, orang-orang Arab dalam kedua zaman tersebut tidak
semuanya bodoh. Seorang ahli sejarah Islam terkenal Ahmad Amin mendefinisikan kata-kata
“Arab Jahiliyah” yaitu orang-orang Arab sebelum Islam yang membangkang kepada
kebenaran, mereka terus melawan kebenaran, sekalipun mereka telah mengetahui bahwa itu
benar.
Dikalangan bangsa Arab terdapat beberapa kelas masyarakat yang kondisinya
berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Hubungan seorang keluarga dikalangan
bangsawan sangat diunggulkan dan diprioritaskan dan dijaga sekalipun harus dengan
pertumpahan darah. Jika seseorang ingin dipuji dan menjadi terpandang dimata bangsa Arab
karena kemuliaanya dan keberaniannya, maka dia harus banyak diperbincangkan oleh para
wanita.
Karena pada zaman itu wanita dapat mengumpulkan beberapa kabilah untuk suatu
perdamaian, dan jika wanita itu mau maka dia bisa saja menyulut api peperangan dan
pertempuran diantara mereka. Hubungan laki-laki dan wanita harus melalui persetujuan wali
5
wanita. Sedangkan kelas masyarakat yang lainnya beraneka ragam dan memiliki kebebasan
hubungan antara laki-laki dengan wanita. Para wanita dan laki-laki bebas bergaul, malah
untuk berhubungan lebih dalam pun tidak ada batasan. Dan yang lebih mengerikan laagi
adalah, seorang wanita bisa bercampur dengan lima atau bahkan lebih laki-laki sekaligus.
Perzinaan mewarnai setiap lapisan masyarakat. Yang pada masa itu perzinaan dianggap suatu
hal yang biasa, tidak dianggap aib yang mengotori keturunan.
Banyak hubungan antara wanita dan laki-laki ayng diluar wajar, seperti:
1. Pernikahan secara spontan, seorang laki-laki mengajukan lamaran kepada laki-laki
lain yang menjadi wali wanita itu, lalu dia dapat menikahi wanita itu seketika itu pula
setelah menyerahkan mas kawin.
2. Para laki-laki bisa mendatangi wanita wanita sesuka hatinya, yang disebut wanita
pelacur.
3. Pernikahan istibdha‟, seorang laki-laki menyuruh istrinya bercampur kepada laki-laki
lain.
4. Laki-laki dan wanita bisa saling berhimpun dalam berbagai medan pertempuran.
Untuk pihak yang menang, bisa menawan wanita dari pihak yang kalah dan
menghalalkannya menurut kemauannya.
Hal-hal yang menyimpang diluar kewajaran selain itu adalah Poligami tanpa ada
batasannya. Menikahi janda bapak mereka sendiri.
Ada pula yang sangat pantas jika mereka disebut masyarakat jahiliyyah, yakni mengubur
hidup-hidup anak perempuan mereka. Karena apa, karena takut terbuka aib dan karena
kemunafikan. Atau ada juga yang membunuh anak laki-laki mereka, apabila anak laki-laki
mereka itu dinilai mempunyai watak penakut dan atau pengecut. Karena adanya kepercayaan
bahwa akan kelaparan dan mengalami kemiskinan. Walaupun adat seperti itu tidak dapat
dibenarkan, namun untuk dapat memahaminya perlu dilihat motivasi-motivasi yang
mendorong adanya adat seperti itu. Biarpun masyarakat arab pra-Islam juga memiliki rasa iba
dan kasih sayang kepada anak kandungnya. Akan tetapi sifat-sifat keprimitifan mereka
sebagai suku-suku pengembara, terlampau berlebihan dalam mendewa-dewakan harga diri,
kehormatan dan nama baik keluarga dan kabilahnya. Mereka sangat takut kalau-kalau di
kemudian hari anak perempuannya akan mencemarkan nama baik keluarga dan kabilahnya,
mengingat tata sosial pada masa itu tatkala kaum wanita hanya berkedudukan sebagai pemuas
nafsu kaum pria belaka. Dan tidak memiliki hak apapun dalam menentukan nasibnya sendiri.
Dari realita di atas tampak adanya beberapa masalah yang saling bertentangan antara rasa
kaih sayang sebagai orang tua kepada anaknya dengan rasa takut menghadapi hari depan.
6
Sedangkan tingkat berpikir primitif orang arab tidak mampu menemukan pemecahan yang
tepat dan baik, maka diambillah cara yang paling mudah, walaupun hal itu berlawanan
dengan rasa kemanusiaan dan hati nuraninya sendiri sebagai manusia. Dalam hal ini jelas
bahwa segi-segi negatif yang ada pada tabiat dan adat istiadat orang Arab mengalahkan
segi-segi positifnya.
Akan tetapi dalam hal lain ada pula segi-segi positif sifat dan tabiatnya yang mampu
mengalahkan segi-segi negatifnya. Seperti kepekaan mereka apabila harga diri, kehormatan
dan kebebasannya diganggu orang, kedermawanan mereka terhadap tamu, keberanian
berkorban untuk sesuatu yang dianggapnya benar, menjunjung tinggi prinsip-prinsip
persamaan dan demokrasi, semuanya itu merupakan sifat-sifat yang patut dipuji.
C. Keberagamaan masyarakat Arab pra-Islam
Kondisi masyarakat Arab pra-Islam secara garis besar, kondisi masyarakat Arab pra-Islam
bisa dikatakan lemah dan buta, dalam artian kebodohan mewarnai segala aspek kehidupan,
khurafat tidak bisa dilepaskan, manusia hidup layaknya binatang. Menurut para ahli ilmu
bangsa, bangsa Arab termasuk golongan bangsa sumit yakni dari keturunan “Sam bin Nuh”.
Banyak para ahli sepakat bahwa tempat kelahiran keturunan Sam yang pertama adalah
lembah sungai Furrat atau tanah datar yang terletak diantara sungai Tigris (Dadjlah) dan
sungai Ephraat (Furrat). Dari mereka ini lahirlah bangsa Babylon dan Assiria di Iraq, Aram di
Syam, „Ibri di palestina, Phoenicia dipantai Syam yang mengahadap Libanon, Habsy di
Abesinia dan bamgsa Arab dikepulauan yang disebut Djazirah Arab. Bangsa Arab berasal
dari percampuran antara kulit putih dan hitam, sehingga bangsa Arab dikatakan berkulit
hitam manis.
Bangsa Arab adalah salah satu dari bangsa-bangsa Samiah (atau keturunan Sam Ibnu Nuh
as). Awalnya bangsa Samiah bertanah air di Mesopotamia, yaitu negeri yang teletak antar
sungai Dajlah (Tigris) dan Furat (Euphrates). Setelah negeri ini sempit mereka pindah ke
Jaziratu‟l Arab. Kepercayaan bangsa Arab sebelum datangnya Islam, mayoritas mengikuti
dakwah Isma‟il „Alaihis Salam, yaitu menyeru kepada agama bapaknya Ibrahim AS yang
intinya menyeru menyembah Allah, meng-Esakannya dan memeluk agama-Nya. Waktu terus
bergulir sekian lama, hingga banyak diantara mereka yang melalaikan agama. Sekalipun
begitu masih ada sisa-sisa tauhid dan beberapa syiar dari agama Ibrahim, hingga munculnya
Amr bin Luhay (pemimpin Bani Khuza‟ah). Dia tumbuh sebagai orang yang dikenal baik,
mengeluarkan shadaqah dan peduli terhadap urusan-urusan agama. Sampai suatu saat dia
mengadakan perjalanan ke Syam. Di sana ia melihat penduduk Syam menyembah berhala.
7
Dia menganggap hal itu sebagai suatu yang baik dan benar. Sebab menurutnya, Syam adalah
tempat para Rasul Allah dan kitab. Maka dia pulang sambil membawa HUBAL dan
meletakkannya di ka‟bah. Setelah itu dia mengajak penduduk Makkah untuk membuat
persekutuan terhadap Allah. Sehingga banyak penduduk Hijaz yang mengikutinya karena dia
dianggap sebagai ulama‟ besar dan wali Allah yang disegani. Pada saat itu ada tiga berhala
yang paling besar yang ditempatkan tertentu, seperti:
Manat, mereka menempatkan di Musyallal di tepi laut merah dekat Qudaid.
Lata, ditempatkan di Thaif.
Uzza, ditempatkan di Wady Nakhlah, dll.
Setelah itu kemusyrikan semakin merebak di Hijaz, yang menjadi fenomena terbesar dari
kemusyrikan bangsa Arab kala itu yakni mereka menganggap diri mereka menganggap diri
mereka berada pada agama Ibrahim. Berikut beberapa contoh tradisi penyembahan berhala
yang mereka lakukan., seperti:
Mereka mengelilingi berhala dan mendatanginya, komat-kamit dihadapannya,
meminta pertolongan tatkala kesulitan, dll.
Menunaikan Haji dan Thawaf di sekeliling berhala.
Mengorbankan hewan sembelihan demi berhala dan menyebut namanya.
Orang Arab juga percaya dengan pngundian nasib dengan anak panah di depan Hubal,
mereka juga percaya pada peramal, orang pintar dan ahli Nujum.
Ada juga penduduk Arab yang menyembah matahari dan bulan. Mereka berpendapat bahwa
bulan dan bintang-bintang meminta cahaya dari matahari. Buruk atau baiknya nasib alam
bergantung dari belas kasihan matahari. Mereka juga mendirikan kuil-kuil penyembahan atau
pemujaan matahari .
Sekalipun masyarakat Arab Jahiliyyah seperti itu, ternyata masih ada sisa-sisa agama Ibrahim
dan mereka sama sekali tidak meninggalkannya, seperti pengagungan terhadap ka‟bah,
Thawaf di sekelilingnya, Haji, Umrah, Wuquf di Arafah dan Mudzalifah.
Semua gambaran agama dan kebiasaannya adalah syirik dan penyembahan terhadap berhala
menjadi kegiatan sehari-hari. Sementara sebelum itu sudah ada agama Yahudi, Masehi,
Majusi, Nasrani dan Shabi‟ah yang masuk ke dalam masyarakat Arab. Itulah agama-agama
yang ada pada saat detik-detik menjellang kedatangan Islam di Arab. Namun agama-agama
itu sudah banyak disusupi penyimpangan dan hal-hal yang merusak. Orang-orang yang
mengaku beragama Ibrahim, justru keadaannya melenceng jauh dari perintah dan larangan
Syariat Ibrahim. Semua agama dan tradisi bangsa Arab pada masa itu, keadaan orang-orang
musyrik. Musyrik hati, kepercayaan, tradisi dan kebiasaanya hampir serupa.
8
BAB III
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat kami simpulkan bahwa Masyarakat jahiliyah tidak merujuk
pada masyarakat bodoh dalam pengertian tiadanya pengetahuan dan peradaban, melainkan
pada nilai-nilai yang jauh dari kebenaran (fitrah, Islam). [baca Al Maidah/5:50; Al
Fath/48:26]. Jahiliyyah biasanya dikaitkan dengan masa sebelum Rasulullah S.A.W lahir.
Sesungguhnya kata Jahiliyyah sendiri adalah mashdar shina‟iy yang berarti penyandaran
sesuatu kepada kebodohan.
Masyarakat Arab memiliki keberagamaan yang dalam hal keagamaan dan telah banyak
menyimpang dari ajaran-ajaran terdahulu yang sudah menjadi pedoman hidup mereka.
Masyarakat Arab jahiliyyah juga memiliki adat-adat yang sangat bertentangan dengan hati
nurani manusia.
Masyarakat arab terbagi atas strata-strata yang membedakan antara satu dengan yang lainnya.
Semoga dari usaha kami membuat makalah ini menjadikan manfaat bagi kami dan bagi para
pembaca sekalian. Sekian yang dapat kami sampailkan semoga bermanfaat bagi kita semua.
Amin, Wallahu‟Alam.
9
Daftar Pustaka
Ahmad Syalabi, Prof. Dr, Sejarah dan Kebudayaan Islam, jilid I, cetakan kedua, terjemahan
Prof. Mukhtar Yahya, PT Pustaka Al-Husna, Jakarta,1982.
Faisal Ismail, Drs, Sejarah dan Kebudayaan Islam, cetakan pertama, CV. Bina Usaha,
Yogyakarta, 1984.