bab i porfiri tembaga-emas tambahan

34
BAB I PENDAHULUAN Logam dasar merupakan logam yang mudah teroksidasi dan terkorosi, dan bereaksi sedikit dengan HCL untuk membentuk hidrogen. Logam dasar secara luas digunakan dalam aplikasi komersial dan industri. Mereka lebih berlimpah di alam dan karena itu jauh lebih murah daripada logam mulia seperti emas, perak dan platina. Ada beberapa jenis logam dasar, yaitu: aluminium, tembaga, timah, nikel, timah dan seng. Keterbentukan mineral logam erat kaitannya dengan aktivitas tektonik. Proses magmatisme terjadi karena adanya aktifitas arus konveksi yang menyebabkan terjadinya pergerakan tektonisme lempeng-lempeng di bumi. Pergerakan tersebut menyebabkan setting tektonik yang

Upload: rifki-aristantyo

Post on 01-Dec-2015

471 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I Porfiri Tembaga-emas Tambahan

BAB I

PENDAHULUAN

Logam dasar merupakan logam yang mudah teroksidasi dan terkorosi, dan

bereaksi sedikit dengan HCL untuk membentuk hidrogen. Logam dasar secara luas

digunakan dalam aplikasi komersial dan industri. Mereka lebih berlimpah di alam dan

karena itu jauh lebih murah daripada logam mulia seperti emas, perak dan platina.

Ada beberapa jenis logam dasar, yaitu: aluminium, tembaga, timah, nikel, timah dan

seng.

Keterbentukan mineral logam erat kaitannya dengan aktivitas tektonik. Proses

magmatisme terjadi karena adanya aktifitas arus konveksi yang menyebabkan

terjadinya pergerakan tektonisme lempeng-lempeng di bumi. Pergerakan tersebut

menyebabkan setting tektonik yang menghasilkan magma yang berbeda-beda. Setting

tektonik yang banyak berkembang di Indonesia adalah subduksi dimana salah satu

lempeng, baik lempeng benua maupun samudera dibawah lempeng yang lain setelah

terjadi proses tumbukan diantara keduanya akibat pengaruh arus konveksi. Proses-

proses tektonik dan magmatisme yang terjadi di Indonesia mempengaruhi komposisi

penyusun batuan dan penyebarannya. Hal ini menyebabkan Indonesia memiliki

kekayaan mineral yang berlimpah baik logam maupun non logam.

Page 2: BAB I Porfiri Tembaga-emas Tambahan

Proses-proses pembentukan mineral logam terdiri dari kristalisasi magma,

sublimasi, metasomatik kontak, dan hidrothermal.

a. Kristalisasi magma

Magma merupakan larutan silikat yang berasal dari perut bumi, mengandung

berbagai unsur kimia, baik berbentuk logam, semi logam, dan bukan logam

ataupun unsur-unsur volatil (pembentuk gas). Magma dapat bergerak kemana-

mana melalui celah-celah yang dapat membentuk intrusi. Dalam

perjalanannya magma mengalami penurunan tekanan dan temperature

sehingga terjadi kristalisasi mineral-mineral silikat (Bowen reaction series)

dan membentuk mineral silikat dan cairan magma. Sebelum magma mencapai

akhir pembekuan, unsur-unsur yang masih tersisa dalam cairan sisa magma

akan membentuk oksida-oksida magmatik dan endapan sulfida. Cairan

tersebut dapat berkumpul dalam celah-celah ataupun rekahan-rekahan yang

akan membentuk pegmatit. Sisa cairan yang sudah tidak kental sebagian besar

mengandung air dan gas-gas logam-logam yang terlarut di dalamnya (larutan

hidrothermal), yang kemudian akan mengendapkan mineral-mineral

hidrothermal. Endapan bahan galian yang terbentuk bersama-sama dengan

batuan sekeliling disebut sebagai bahan galian singenetik, dan endapan bahan

galian logam yang terbentuk sesudah terjadinya endapan tersebut disebut

bahan galian epigenetik.

Page 3: BAB I Porfiri Tembaga-emas Tambahan

b. Sublimasi

Sublimasi adalah proses pengendapan langsung dari uap dan gas. Hal ini

terjadi karena adanya penurunan tekanan. Terbentuknya endapan mineral ini

sebagai akibat terjadinya reaksi anatara dua gas atau lebih.

c. Metasomatisme Kontak

Intrusi magma yang telah menjadi padatan mempunyai sisa magma yang

berupa cairan dan gas bersuhu tinggi. Apabila cairan dan gas ini masuk dan

bersentuhan pada celah-celah batuan lainnya dapat membentuk reaksi kimia

dan menghasilkan mineral-mineral baru.

d. Proses Hidrothermal

Cairan hidrothermal yang mengandung konsentrasi logam-logam yang

terdapat di dalam magma dan tidak mengalami pengkristalan membawa

logam-logam ke tempat yang baru dianggap sebagai asal dari endapan-

endapan epigenik. Beberapa mineral logam yang terbentuk karena proses

hidrothermal adalah: emas, perak, tembaga, timbal, seng, air raksa, antimon,

molibden, dan sebagainya. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar

terbentuk mineral yang berasal dari proses hidrothermal, yaitu:

- Terdapat cairan bermineral yang mampu melarutkan dan mengangkut

hasil larutan mineral.

- Terdapat celah-celah di dalam batuan yang dapat dilalui cairan tersebut.

- Ada tempat-tempat yang menguntungkan bagi terjadinya pengendapan

mineral.

Page 4: BAB I Porfiri Tembaga-emas Tambahan

- Terjadi reaksi kimia yang mampu mengendapkan mineral.

- Cukup terkumpul endapan mineral sehingga memungkinkan dilakukan

kegiatan penambangan.

Jenis endapan mineral yang terbentuk dibumi bergantung pada jenis tatanan

tektoniknya. Berikut adalah gambar hubungan tektonik lempeng dengan keberadaan

endapan mineral.

Gambar 1. Tektonik lempeng dan endapan mineral

Gambar 2 merupakan peta penyebaran endapan porfiri Cu-Au dan Au di

Indonesia. Berdasarkan keterdapatannya sesuai Gambar 1, porfiri tembaga-emas

Page 5: BAB I Porfiri Tembaga-emas Tambahan

memungkinkan untuk hadir hampir diseluruh wilayah Asia Tenggara, akan tetapi

pada Gambar 2, penyebaran porfiri tembaga-emas di Pulau Sumatera tidak banyak.

Gambar 2. Peta tektonik regional Asia Tenggara, menunjukkan endapan pofiri Cu-Au utama dan epitermal Au

Page 6: BAB I Porfiri Tembaga-emas Tambahan

KAJIAN PUSTAKA

A. Genesa Tembaga

Genesa endapan bijih tembaga secara garis besar dapat dibagi 2 (dua) kelompok,

yaitu genesa primer dan genesa sekunder.

1. Genesa Primer

Logam tembaga, proses genesanya berada dalam lingkungan magmatik, yaitu

suatu proses yang berhubungan langsung dengan intrusi magma. Bila magma

Page 7: BAB I Porfiri Tembaga-emas Tambahan

mengkristal maka terbentuklah batuan beku atau produk-produk lain. Produk lain itu

dapat berupa mineral-mineral yang merupakan hasil suatu konsentrasi dari sejumlah

elemen-elemen minor yang terdapat dalam cairan sisa.

Pada keadaan tertentu magma dapat naik ke permukaan bumi melalui

rekahan-rekahan (bagian lemah dari batuan) membentuk terowongan (intrusi). Ketika

mendekati permukaan bumii, tekanan magma berkurang yang menyebabkan bahan

volatile terlepas dan temperatur yang turun menyebabkan bahan non volatile akan

terinjeksi ke permukaan lemah dari batuan samping (country rock) sehingga akan

terbentuk pegmatite dan hidrotermal.

Endapan pegmatite sering dijumpai berhubungan dengan batuan plutonik

tapi umumnya granit yang kaya akan unsur alkali, aluminium, kuarsa dan beberapa

muskovit dan biotit.

Endapan hidrotermal merupakan endapan yang terbentuk dari proses

pembentukan endapan pegmatite lebih lanjut, dimana larutan bertambah dingin dan

encer. Cirri khas endapan hidrotermal adalah urat yang mengandung sulfida yang

terbentuk karena adanya pengisian rekahan (fracture) atau celah pada batuan semula

rendah, tersebar relatif merata dengan jumlah cadangan yang besar. Endapan bahan

galian ini erat hubungannya dengan intrusi batuan Complex Subvolcanic

Calcaline yang bertekstur porfitik. Pada umumnya berkomposisi granodioritik,

sebagian terdeferensiasi ke batuan granitik dan monzonit. Bijih tersebar dalam bentuk

Page 8: BAB I Porfiri Tembaga-emas Tambahan

urat-urat sangat halus yang membentuk meshed network sehingga derajat

mineralisasinya merupakan fungsi dari derajat retakan yang terdapat pada batuan

induknya (hosted rock). Mineralisasi bijih sulfidanya menunjukkan perkembangan

yang sesuai dengan pola ubahan hidrotermal.

Zona pengayaan pada endapan tembaga porfiri:

Zona pelindian.

Zona oksidasi.

Zona pengayaan sekunder.

Zona primer.

Reaksi yang terjadi pada proses pengayaan tersebut adalah :

Page 9: BAB I Porfiri Tembaga-emas Tambahan

5FeS2 + 14Cu2+ + 14SO42- + 12H2O 7Cu2S + 5Fe2+ + 2H+ + 17SO4

2-

Sifat susunan mineral bijih endapan tembaga porfiri adalah:

- Mineral utama terdiri : pirit, kalkopirit dan bornit.

- Mineral ikutan terdiri : magnetit, hematite, ilmenit, rutil, enrgit, kubanit,

kasiterit, kuebnit dan emas.

- Mineral sekunder terdiri : hematite, kovelit, kalkosit, digenit dan tembaga natif.

Akibat dari pembentukannya yang bersal dari intrusi hidrotermal maka

mineralisasi bijih tembaga porfiri berasosiasi dengan batuan metamorf kontak seperti

kuarsit, marmer dan skarn.

2. Genesa Sekunder

Dalam pembahasan mineral yang mengalami proses sekunder terutama akan

ditinjau proses ubahan (alteration) yang terjadi pada mineral-mineral urat (vein).

Mineral sulfida yang terdapat di alam mudah sekali mengalami perubahan. Mineral

yang mengalami oksidasi dan berubah menjadi mineral sulfida kebanyakan

mempunyai sifat larut dalam air. Akhirnya didapatkan suatu massa yang berongga

terdiri dari kuarsa berkarat yang disebut Gossan (penudung besi). Sedangkan material

logam yang terlarut akan mengendap kembali pada kedalaman yang lebih besar dan

menimbulkan zona pengayaan sekunder.

Page 10: BAB I Porfiri Tembaga-emas Tambahan

Pada zona diantara permukaan tanah dan muka air tanah berlangsung sirkulasi

udara dan air yang aktif, akibatnya sulfida-sulfida akan teroksidasi menjadi sulfat-

sulfat dan logam-logam dibawa serta dalam bentuk larutan, kecuali unsur besi.

Larutan mengandung logam tidak berpindah jauh sebelum proses pengendapan

berlangsung. Karbon dioksit akan mengendapkan unsur Cu sebagai malakit dan

azurit. Disamping itu akan terbentuk mineral lain seperti kuprit, gunative, hemimorfit

dan angelesit. Sehingga terkonsentrasi kandungan logam dan kandungan kaya bijih.

Apabila larutan mengandung logam terus bergerak ke bawah sampai zona air

tanah maka akan terjadi suatu proses perubahan dari proses oksidasi menjadi proses

reduksi, karena bahan air tanah pada umumnya kekurangan oksigen. Dengan

demikian terbentuklah suatu zona pengayaan sekunder yang dikontrol oleh afinitas

bermacam logam sulfida.

Logam tembaga mempunyai afinitas yang kuat terhadap belerang, dimana

larutan mengandung tembaga (Cu) akan membentuk seperti pirit dan kalkopirit yang

kemudian menghasilkan sulfida-sulfida sekunder yang sangat kaya dengan

kandungan mineral kovelit dan kalkosit. Dengan cara seperti ini terbentuk zona

pengayaan sekunder yang mengandung konsentrasi tembaga berkadar tinggi bila

dibanding bijih primer.

Zona Alterasi hidrotermal dapat terbagi menjadi 5 Zona berdasarkan

kumpulan mineral ubahannya, yaitu

Page 11: BAB I Porfiri Tembaga-emas Tambahan

1. Zona Potasik ("Potassic Zone”)

Zona potasik merupakan zona alterasi yang berada pada bagian dalam suatu

sistem hidrotermal dengan kedalaman bervariasi yang umumnya lebih dari beberapa

ratus meter. Zona alterasi ini dicirikan oleh mineral ubahan berupa biotit sekunder, K

Feldspar, kuarsa, serisit dan magnetite. Mineral logam sulfida berupa pirit dan

kalkopirit dengan perbandingan 1:1 hingga 3:1, bentuk endapan dapat juga dijumpai

dalam bentuk mikroveinlet serta dalam bentuk menyebar (“disseminated”).

Pembentukkan biotiti sekunder ini dapat terbentuk akibat reaksi antara mineral mafik

terutama hornblende dengan larutan hidrotermal yang kemudian menghasilkan biotit,

feldspar maupun piroksen..

Selain biotisasi tersebut mineral klorit muncul sebagai penciri zona ubahan

potasik ini. Klorit merupakan mineral ubahan dari mineral mafik terutama piroksin,

hornblende maupun biotit, hal ini dapat dilihat bentuk awal dari mineral piroksin

terlihat jelas mineral piroksin tersebut telah mengalami ubahan menjadi klorit.

Pembentukkan mineral klorit ini karena reaksi antara mineral piroksin dengan larutan

hidrotermal yang kemudian membentuk klorit, feldspar, serta mineral logam berupa

magnetit dan hematit.

Alterasi ini diakibat oleh penambahan unsur pottasium pada proses

metasomatis dan disertai dengan banyak atau sediktnya unsur kalsium dan sodium

didalam batuan yang kaya akan mineral aluminosilikat. Sedangkan klorit, aktinolite,

dan garnet kadang dijumpai dalam jumlah yang sedikit. Mineralisasi yang umumnya

dijumpai pada zona ubahan potasik ini berbentuk menyebar dimana mineral tersebut

Page 12: BAB I Porfiri Tembaga-emas Tambahan

merupakan mineral – mineral sulfida yang terdiri atas pyrite maupun kalkopirit

dengan pertimbangan yang relatif sama.

Bentuk endapan berupa hamburan dan veinlet yang dijumpai pada zona

potasik ini disebabkan oleh pengaruh matasomatik atau rekristalisasi yang terjadi

pada batuan induk ataupun adanya intervensi daripada larutan magma sisa (larutan

hidrotermal) melalui pori-pori batuan dan seterusnya berdifusi dan mengkristal pada

rekahan batuan.

2. Zona Alterasi Serisit (“Phlic Zone”)

Zona alterasi ini biasanya terletak pada bagian luar dari zona potasik. Batas

zona alterasi ini berbentuk circular yang mengelilingi zona potasik yang berkembang

pada intrusi. Zona ini dicirikan oleh kumpulan mineral serisit dan kuarsa sebagai

mineral utama dengan mineral pyrite yang melimpah serta sejumlah anhidrit. Mineral

serisit terbentuk pada proses hidrogen metasomatis yang merupakan dasar dari

alterasi serisit yang menyebabkan mineral feldspar yang stabil menjadi rusak dan

teralterasi menjadi serisit dengan penambahan unsur H+, menjadi mineral

phylosilikat atau kuarsa. Dominasi endapan dalam bentuk veinlet dibandingkan

dengan endapan yang berbentuk hamburan kemungkinan disebabkan oleh

berkurangnya pengaruh metasomatik yang lebih mengarah ke proses hidrotermal. Hal

ini disebabkan karena zona ini semakin menjauh dari pusat intrusi serta berkurangnya

kedalaman sehingga interaksi membesar dan juga diakibatkan oleh banyaknya

rekahan pada batuan sehingga larutan dengan mudah mengisinya dan mengkristal

Page 13: BAB I Porfiri Tembaga-emas Tambahan

pada rekahan tersebut, mineralisasi yang intensif dijumpai pada vein kuarsa adalah

logam sulfida berupa pirit, kalkopirit dan galena.

3. Zona Alterasi Propilitik (“Prophylitic Zone”)

Zona ini berkembang pada bagian luar dari zona alterasi yang dicirikan oleh

kumpulan meneral epidot maupun karbonat dan juga mineral klorit. Alterasi ini

dipengaruhi oleh penambahan unsur H+ dan CO2. Mineral logam sulfida berupa

pyrite mendominasi zona ini dimana keterdapatannya dijumpai mengganti fenokris

piroksin maupun hornblende, sedangkan kalkopirit jarang dijumpai. Karakteristik dari

zona ubahan ini yaitu dijumpai kumpulan mineral ubahan yang umumnya berupa

klorit dan epidot serta dijumpainya mineral ubahan serisit dan kuarsa, lempung dan

karbonat dalam jumlah yang sedikit. Mineral karbonat dijumpai sebagai mineral

ubahan yang berasal dari ubahan mineral mafik maupun ubahan mineral plagoklas

yang kaya akan unsur Ca, bentuk endapan umumnya dijumpai dalam bentuk veinlet

disebabkan pengisian rekahan oleh larutan sisa magma yang melewati batuan

tersebut, dimana rekahannya merupakan zona yang lemah yang merupakan media

tempat larutan tersebut mengalir yang kemudian mengalami pembekuan dan

pengkristalan.

4. Zona Argilik (“Argillic Zone”)

Zona ini terbentuk karena rusaknya unsur potasium, kalsium dan magnesium

menjadi mineral lempung. Zona ini dicirikan oleh kumpulan mineral lempung,

Page 14: BAB I Porfiri Tembaga-emas Tambahan

kuarsa, dan karbonat. Unsur potasium, kalsium dan magnesium dalam batuan terubah

menjadi monmorilonit, illit, hidromika dan klorit. Diatas zona argillic kadang

terbentuk advanced argillit yang tersusun atas mineral diaspore, kuarsa atau silika

amorf korondum dan alunit yang terbentuk pada kondisi asam yang tinggi. Logam

sulfida yang biasanya terbentuk pada zona ini berupa pirit namun kehadirannya tidak

seintensif pada zona serisit dimana bentuk veinlet ini hadir pada bagian luar dalam

suatu sistem alterasi hidrotermal.

5. Zona Alterasi Skarn

Alterasi ini terbentukl akibat kontak antara batuan sumber dengan batuan

karbonat, zona ini sangat dipengaruhi oleh komposisi batuan yang kaya akan

kandungan mineral karbonat. Pada kondisi yang kurang akan air, zona ini dicirikan

oleh pembentukan mineral garnet, klinopiroksin dan wollastonit serta mineral

magnetit dalam jumlah yang cukup besar, sedangkan pada kondisi yang kaya akan

air, zona ini dicirikan oleh mineral klorit.,tremolit – aktinolit dan kalsit dan larutan

hidrotermal.

Proses pembentukkan skarn akibat urutan kejadian Isokimia–

metasomatisme–retrogradasi. Dijelaskan sebagai berikut :

• Isokimia merupakan transfer panas antara larutan magama dengan batuan

samping, prosesnya H2O dilepas dari intrusi dan CO2 dari batuan samping

yang karbonat. Proses ini sangat dipengaruhi oleh temperatur,komposisi dan

tekstur host rocknya (sifat konduktif).

Page 15: BAB I Porfiri Tembaga-emas Tambahan

• Metasomatisme, pada tahap ini terjadi eksolusi larutan magma kebatuan

samping yang karbonat sehingga terbentuk kristalisasi pada bukaan – bukaan

yang dilewati larutan magma.

• Retrogradasi merupakan tahap dimana larutan magma sisa telah menyebar pada

batuan samping dan mencapai zona kontak dengan water falk sehingga air

tanah turun dan bercampur dengan larutan.

Page 16: BAB I Porfiri Tembaga-emas Tambahan

TEORI TEKTONIK LEMPENG

Teori tektonik lempeng berasal dari hipotesis pergeseran benua (continental

drift) yang dikemukakan Alfred Wagener (1912) dan dikembangkan lagi dalam

bukunya “The Origin of Continents and Oceans” (1915). Ia mengemukakan bahwa

benua-benua yang sekarang adalah satu benua yang menjauh sehingga melepaskan

diri seperti ‘bongkahan es’ dari granit yang bermassa jenis rendah yang mengambang

di atas lautan basal yang lebih padat.

Teori ini mengatakan bahwa kerak bumi tidak bersifat permanen, tetapi

bergerak secara mengapung, mulai diperkenalkan pada awal abad ke 20. Pada tahun

1968, teori tentang kontinen mengapung sudah diterima secara luas, dan selanjutnya

disebut teori tektonik lempeng. Teori ini mempelajari hubungan antara deformasi

dengan keberadaan dan pergerakan lempeng di atas mantel bumi yang plastis.

Batas-batas lempeng ada tiga macam, dibedakan dari jenis pergerakannya,

yaitu :

1. Divergen

lempeng bergerak saling menjauh, menyeebabkan naiknya material dari

mantel bumi dan membentuk lantai samudra baru yang luas.

2. Konvergen

Lempeng-lempeng bergerak saling mendekat.

a. Subduksi

Page 17: BAB I Porfiri Tembaga-emas Tambahan

Lempeng benua dengan lempeng samudra. Pada peristiwa ini lempeng

samudra menunjam ke bawah dengan sudut 45 atau lebih, menyusup di

bawah lempeng benua.

b. Obduksi

Kenampakan dimana kerak benua menunjam di bawah kerak samudra.

Ada beberapa hipotesis tentang mula terjadi obduksi, yang paling

memungkinkan adalah bahwa diawali oleh penunjaman kerak samudra

dengan kerak benua di belakangnya. Penunjaman bias terjadi karena

perubahan dari batas lempeng divergen menjadi konvergen. Kelanjutan

penunjamn membawa kerak benua berbenturan dengan kerak samudra.

pada awalnya, kerak samudra naik ke atas kerak benua, sebelum akhirnya

penunjaman di tempat itu berhenti dan berpindah ke tempat lain yang

dapat mengakomodasi konvergensi antar lempeng.

c. Collision

Lempeng benua bertemu dengan lempeng benua. Kedua lempeng tersebut

tidak ada yang tertunjam karena keduanya memiliki massa jenis yang

sama, hal ini mengakibatkan pembentukan pegunungan lipatan yang

biasanya sangat tinggi.

3. Transform

Lempeng-lempeng bergerak saling berpapasan, tanpa membentuk atau

merusak litosfir, menghasilkan sesar mendatar.

Page 18: BAB I Porfiri Tembaga-emas Tambahan

KERANGKA PEMIKIRAN

Indonesia sangat menarik dalam tatanan tektoniknya, karena berada pada jalur

pertemuan tiga lempeng besar yaitu lempeng india, lempeng asia dan lempeng

filipina. Akibatnya membentanglah sabuk magmatisme dari barat hingga timur

kepulauan Indonesia. Selain sebagai zona yang rawan terhadap bencana geologi,

Indonesia juga merupakan daerah yang kaya akan mineral, salah satunya tembaga.

Tembaga menarik dipelajari karena selain harganya yang cukup tinggi,

keterdapatannya pun cukup melimpah. Secara pembentukan tembaga terbagi menjadi

dua, yaitu porfiri dan epitermal (sulfidasi rendah).

Peneltitan ini dilakukan guna mengetahui mengapa penyebaran tembaga di

wilayah Indonesia bgian barat (Sumatra) tidak semelimpah di Indonesia bagian timur.

Page 19: BAB I Porfiri Tembaga-emas Tambahan

Penyelidikian ini dilakukan dengan membandingkan tektonik setting bagian barat dan

timur serta pengaruh litologi batuannya. Sehingga penelitian ini diharapkan dapat

menjelaskan keterkaitan tektonik terhadap pembentukan mineral tembaga.

HIPOTESIS

Ketidakmelimpahannya tembaga pada wilayah Indonesia bagian barat (Sumatra)

disebabkan pengaruh dari tektonik setting dan litologi penyusunnya.

Page 20: BAB I Porfiri Tembaga-emas Tambahan

PEMBAHASAN

Asia Tenggara terdiri dari ofiolit, busur kepualauan dan samudera yang

merupakan hasil dari subduksi intra-oceanic dan oceanic-continental. Wilayah ini

terdiri dari tiga aktifitas tektonik, yaitu: Lempeng Philippine Sea (PSP) dan Lempeng

Caroline (CP) dibagian timur, lempeng Indian-Australian (IP) dibagian barat, dan

batas lempeng benua Eurasian dan benua India-Australian (AB).

Tektonik Asia Tenggara terdapat beberapa peristiwa tektonik, yaitu:

- Escape tectonic dekstral yang merupakan aktifitas tektonik antara blok

Indochina dan subduksi dari Lempeng proto-South Sea (PSCSP), dengan

adanya pemekaran di PSP.

- Tumbukan antara Australia dengan Philippines-Halmahera Arc dan

Ontong Java Plateu dengan busur Melanesian. Menutupnya PSCSP, dan

membukanya Laut Cina Selatan, penebalan kerak Kalimantan Utara

merupakan awal mula rotasi searah jarum jam PSP.

- Tumbukan antara Filipina dan batas benua Asia Tenggara menghasilkan

zona subduksi dari barat ke timur Filipina.

Ketiga peristiwa tektonik yang berbeda ini mempengaruhi bagaimana

keterdapatan porfiri tembaga-emas di wilayah-wilayah Asia Tenggara. Penyebaran

porfiri tembaga-emas di Indonesia bagian barat berjumlah seidikit, sedangkan di

Page 21: BAB I Porfiri Tembaga-emas Tambahan

Indonesia bagian timur terdapat porfiri tembaga-emas yang berlimpah, begitu juga

dengan di Papua New Guinea dan Filipina.

Keterdapatan endapan mineral tidak dipengaruhi oleh sistem busur, akan

tetapi keadaan sistem magma juga mempengaruhi keterdapatan endapan tersebut,

seperti magma potasik alkali, magma busur alkali, dan magma adakitic. Menurut

Mungall (2002), Pelelehan sebagian subduksi kerak samudera, hanya terjadi pada

keadaan tertentu, termasuk berhentinya subduksi, subduksi yang lambat atau subduksi

oblique, subduksi datar, dan subduksi kerak samudra yang sangat muda.

Pada Indonesia bagian barat, saat subduksi berlangsung lempeng India

menunjam di bawah lempeng Asia. Arah tumbukan oblik ini menghasilkan sesar

dextral Sumatra. Tidak terdapat endapan porfiri yang cukup signifikan di bagian barat

Indonesia. Tumbukan pada Kala Eosen ini terjadi saat lempeng samudra dingin

begitu juga lempeng benua yang relatif dingin. Selain itu penunjaman pada bagian

barat Sumatra bersifat dangkal. Sehingga menyebabkan kurangnya temperatur dalam

mengontrol pembentukan endapan porfiri yang ekonomis.

Adanya subduksi atau tumbukan bukan jaminan adanya endapan tembaga

yang besar, akan tetapi endapan ini terbentuk ketika tektonik secara tiba-tiba berubah

secara drastis, seperti saat berhenti atau mulai terjadinya subduksi. Jadi hal ini

bergantung pada kondisi termidinamika dari tumbukan litosfir (Mungall, 2000)

Page 22: BAB I Porfiri Tembaga-emas Tambahan

Berdasarkan grafik di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat 3 fase tektonik

yang mengakibatkan terbentuknya mineral tembaga.

Kebanyakan mineralisasi terjadi pada masa Neogen yang

mengindikasikan bahwa mineralisasi juga sebenarnya tidak

bergantung pada umur kerak yang tersubduksi. Hubungan antara

usia busur dijelaskan dengan erosi sebagai akibat pengangkatan

selama aktivitas vulkanik dan erosi yang berhubungan dengan

kegiatan orogenik.