bab i pendahuluan - sistem informasi unit layanan ...siulp.lkpp.go.id/uploads/pdf/merged.pdf ·...
TRANSCRIPT
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
1
1.1. Latar Belakang
Untuk menjalankan tugas pokok dan fungsi pemerintahan
berupa pembangunan, pemberdayaan, pelayanan dan
pengaturan seperti yang dikemukakan oleh Rosenbloom (1993
:14) dan Rasyid (1997 :14), pemerintah dituntut untuk
menyediakan anggaran yang setiap tahun semakin meningkat
sesuai dengan tingkat kebutuhan dan kualitas yang diharapkan
oleh semua stakeholders. Anggaran tersebut dipergunakan untuk
berbagai keperluan guna mendukung dan melancarkan
pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan, salah satunya
adalah dalam rangka pengadaan barang/jasa pemerintah.
Pengadaan barang/jasa pemerintah yang optimal
berpengaruh positif terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi
pemerintahan. Oleh karena itu, tuntutan dan kebutuhan akan
peningkatan kualitas dan kuantitas dalam pengadaan barang/jasa
pemerintah pun semakin meningkat. Untuk memenuhi tuntutan
dan kebutuhan tersebut diperlukan suatu organisasi khusus yang
berfungsi untuk melayani dan menangani proses pengadaan
barang/jasa pemerintah.
Berkenaan dengan hal tersebut diatas, pemerintah melalui
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah jo Peraturan Presiden Republik Indonesia
BAB I PENDAHULUAN
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
2
Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan
Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah, telah mengatur dan menetapkan organisasi yang
khusus menangani proses pengadaan barang/jasa pemerintah
dalam bentuk Unit Layanan Pengadaan (ULP). ULP merupakan
unit yang berfungsi melaksanakan pengadaan barang/jasa di
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dan Institusi
(K/L/Pemda/I) yang bersifat permanen. ULP dapat berdiri sendiri
atau melekat pada unit yang sudah ada. Dalam Pasal 14 dan 130
ayat (1) Peraturan Presiden tersebut dinyatakan bahwa ULP
bertugas untuk memberikan pelayanan/pembinaan di bidang
Pengadaan Barang/Jasa, sehingga wajib dibentuk pada
K/L/Pemda/I paling lambat pada Tahun Anggaran 2014.
Kemudian dalam Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 5 Tahun 2015 tentang
Unit Layanan Pengadaan, disebutkan tujuan pembentukan ULP,
yaitu:
1. Menjamin pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa lebih
terintegrasi atau terpadu sesuai dengan Tata Nilai Pengadaan;
dan
2. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pelaksanaan
tugas dan fungsi K/L/Pemda/I
Berdasarkan tujuan pembentukan ULP tersebut, diharapkan
ULP yang ideal adalah sebuah organisasi mandiri yang mampu
mencapai tujuan pembentukannya.
Pada saat ini kondisi ULP yang ada di K/L/Pemda/I sebagian
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
3
kecil masih pada tahap konsolidasi pembentukan dan sebagian
lainnya sudah ada yang dibentuk secara permanen. Bentuk
kelembagaan ULP belum mempunyai keseragaman selain itu masih
banyak anggota pokja yang tersebar baik di pemerintah pusat
maupun di pemerintah daerah. Bentuk kelembagaan ULP ini juga
ikut mempengaruhi peran dan kinerja ULP dalam mewujudkan
pengadaan barang/jasa pemerintah yang transparan, adil, efisien,
efektif dan profesional. Berikut data ULP yang sudah terbentuk di
K/L/Pemda/I sampai dengan akhir Februari 2015:
Gambar 1. Diagram Jumlah ULP yang Terbentuk di
K/L/Pemda/I
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
4
Dari gambar tersebut dapat terlihat bahwa jumlah ULP yang
sudah terbentuk di K/L/I sebanyak 85 ULP atau sekitar 52,1% dari
total 165 K/L/I di Indonesia. Sedangkan untuk Pemerintah Daerah
(Provinsi, Kabupaten dan Kota), secara keseluruhan sudah
terbentuk 454 ULP atau sekitar 83,8% dari total keseluruhan 542
Provinsi, Kabupaten dan Kota.
Melihat perkembangan dalam pengadaan barang/jasa
Pemerintah yang semakin kompleks dan mempunyai peran dan
fungsi yang sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan
yang efisien, bersih, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, maka
profesionalisme dan peningkatan kapasitas organisasi ULP
merupakan suatu keharusan yang mendesak untuk dilaksanakan.
Untuk meningkatkan kapasitas dan profesionalitas ULP, maka
perlu dilakukan pengembangan kapasitas ULP baik oleh ULP sendiri
maupun oleh LKPP. Pengembangan kapasitas dan profesionalitas
ULP harus dilakukan secara terarah/terfokus, sistematis dan sesuai
dengan kondisi nyata masing-masing ULP.
Dalam rangka mempercepat pengembangan kapasitas dan
profesionalitas ULP menuju pada kondisi yang ideal, maka perlu
diukur dan dipetakan tingkat kapasitas dan kematangan organisasi
masing-masing ULP, sehingga dapat disusun dan dirumuskan
program peningkatan kapasitas yang tepat dan terukur serta
sistematis sesuai dengan kondisi setiap ULP.
Pengukuran dan pemetaan kapasitas/kematangan ULP
memerlukan indikator dan tata cara pengukuran yang tepat sesuai
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
5
dengan tugas, fungsi dan karakteristik kelembagaan ULP sebagai
bagian dari lembaga pemerintah. Dengan indikator dan tata cara
yang tepat maka akan diperoleh gambaran dan informasi yang
akurat dan menyeluruh tentang kematangan dan kapasitas masing-
masing ULP. Dengan diketahuinya tingkat kematangan/kapasitas di
masing-masing ULP, maka langkah dan strategi peningkatan
kapasitas ULP dapat disusun dan dipetakan dengan cermat dan
tepat.
Kajian ini bertujuan untuk menyusun indikator, tata cara
pengukuran tingkat kematangan ULP serta tata penyusunan
rekomendasi program peningkatan kapasitas ULP di K/L/Pemda/I.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan dalam kajian pengukuran tingkat
kematangan organisasi ULP ini adalah :
1. Variabel (kriteria dan indikator) apa saja yang digunakan
untuk mengukur tingkat kematangan organisasi ULP?
2. Bagaimana cara mengukur tingkat kematangan organisasi
ULP?
3. Bagaimana cara menyusun roadmap kematangan organisasi
ULP?
1.3. Maksud dan Tujuan
Maksud dari kegiatan Penyusunan Kajian Pengukuran Tingkat
Kematangan Organisasi ULP ini adalah untuk mengetahui variabel-
variabel dan indikator yang mempengaruhi tingkat kematangan
organisasi ULP yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai tingkat
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
6
kematangan organisasi ULP yang ada.
Tujuannya adalah untuk menyusun dan menghasilkan tools
atau perangkat pengukuran yang dapat digunakan untuk menilai
tingkat kematangan organisasi ULP serta untuk membantu
organisasi ULP dalam menemukan area/variabel yang perlu
ditingkatkan dalam rangka pengembangannya.
1.4. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kajian pengukuran tingkat kematangan
organisasi ULP ini meliputi :
1. Melakukan identifikasi variabel dan indikator yang berkaitan
dengan tingkat kematangan organisasi ULP berdasarkan
landasan teori melalui studi literatur dan diskusi atau FGD
(Focussed Group Discussion)
2. Menyusun instrumen pengukuran tingkat kematangan
organisasi ULP berdasarkan identifikasi variabel, kriteria dan
indikator tingkat kematangan organisasi ULP
3. Membuat pedoman penyusunan roadmap kematangan
organisasi ULP.
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
7
2.1 Pertumbuhan Organisasi
Sebuah organisasi dapat diibaratkan sebagai makhluk hidup,
yang dapat tumbuh berkembang, diakui keberadaannya, namun dapat
juga “mati” dan hilang eksistensinya. Demikian pula halnya dengan
organisasi pemerintah. Sepanjang sejarah penyelenggaraan
pemerintahan di Indonesia, organisasi pemerintah terus mengalami
perubahan. Ada organisasi pemerintah yang tetap eksis dan diakui
keberadaannya dari dulu sampai sekarang, sebagai contoh
Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertahanan dan
Kementerian Luar Negeri. Di sisi lain, ada kementerian yang hilang,
eksis pada sebuah rezim pemerintahan namun tidak diakui dalam
sebuah rezim pemerintahan yang lain, sebagai contoh yaitu
Kementerian Penerangan. Selain itu adapula sebuah kementerian
yang walaupun tetap ada tapi terus-menerus mengalami perubahan
baik nomenklatur maupun ruang lingkup kewenangannya.
Eksistensi atau keberadaan sebuah organisasi termasuk
organisasi pemerintah tidak terlepas dari kemampuan organisasi
tersebut beradaptasi dengan lingkungan internal dan eksternal.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan internal dan
eksternal akan berimplikasi pada bentuk dan pola kerja organisasi
tersebut.
BAB II KERANGKA TEORI
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
8
Siklus hidup organisasi adalah suatu tahapan perkembangan
yang dialami oleh setiap organisasi beserta kondisi, kesulitan dan
masalah-masalah transisi serta implikasi dari setiap perkembangan
tersebut. Seperti juga makhluk hidup, pertumbuhan dan kemunduran
setiap organisasi terutama disebabkan oleh dua faktor yaitu
fleksibilitas dalam merespon setiap perubahan lingkungan dan
”kekakuan” (controllability) dalam merespon setiap perubahan
(Adizes, 1996). Setiap tahapan-tahapan yang dilalui oleh organisasi
akan selalu memunculkan kesulitan atau masalah yang memerlukan
penanganan baik secara internal maupun eksternal (intervensi dari
pihak luar).
Tahapan perkembangan organisasi sendiri sebenarnya dapat
diprediksi dan bersifat repetitif (Adizes, 1999). Oleh karena itu,
pemahaman terhadap setiap perkembangan tahapan organisasi
memberikan kemampuan kepada pimpinan organisasi untuk proaktif
dan preventif dalam menghadapi persoalan-persoalan organisasi
dimasa datang, atau jika tidak mampu, sebisa mungkin menghindari
masalah-masalah tersebut.
1. Tahap-tahap Perkembangan (Siklus) Organisasi.
Ichak Adizes (1989) menguraikan tiga tahapan utama yaitu :
a. Tahap Pertumbuhan (growing stages), yang meliputi masa
pengenalan (courtship), masa bayi (infancy), dan masa kanak-
kanak (go-go);
b. Masa ”coming of age”, yang meliputi masa kedewasaan
(adolescence) dan masa puncak/ keemasan (prime); dan
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
9
c. Tahap Penurunan (aging organizations), yang meliputi masa
kemapanan (stable organizations), masa aristokrasi
(aristocracy), masa birokrasi awal (early bureaucracy) dan
masa birokrasi dan mati (bureaucracy and death).
Dari sembilan tahapan yang dirinci di atas, dalam tulisan ini
yang akan diuraikan hanya 7 (tujuh) tahap yang paling penting,
yaitu :
a. Masa Pengenalan (Courtship)
Ciri utama organisasi pada masa pengenalan adalah,
banyaknya ide atau gagasan yang ingin diwujudkan, meskipun
organisasi belum berdiri. Banyak sekali gagasan-gagasan
tentang masa depan tanpa adanya kegiatan yang nyata. Oleh
karena itu pada tahap ini antusiasme dan ketertarikan secara
emosional sangat tinggi. Antusiasme dan ketertarikan secara
emosional yang sangat tinggi itulah yang membangkitkan
komitmen. perkembangan dalam masa pengenalan
menunjukkan ciri-ciri normal yaitu apabila komitmen disertai
dengan uji kenyataan secara realistis dan risiko diperhitungkan
secara moderat.
Sedangkan ciri-ciri abnormal yaitu gagasan tidak diuji secara
realistis dan sesuai dengan kenyataan, serta risiko tidak
diperhitungkan secara moderat. Gagasan-gagasan yang tidak
realistis dan berisiko tinggi, memungkinkan organisasi hanya
berwujud dalam gagasan dan angan-angan. Dalam bahasa
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
10
yang lain, organisasi akan mengalami ”keguguran” sebelum
lahir.
b. Masa Bayi (Infant Periode)
Gagasan-gagasan dan ide yang dibangun pada tahap
pengenalan apabila disertai kemampuan untuk mewujudkannya
merupakan siklus awal dari kehidupan organisasi. Tentu saja
tidak semua gagasan dapat diwujudkan, karena hal tersebut
berkaitan langsung dengan ketersediaan dan kemampuan
sumber daya organisasi, baik Sumber Daya Manusia (SDM)
maupun sumber daya lainnya.
Meskipun risiko telah diperhitungkan secara moderat,
organisasi pada tahap awal membutuhkan kerja keras dan
aktivitas-aktivitas berkelanjutan yang dilakukan oleh pendiri
atau pelopor.
Satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa pada tahap ini
aktivitas organisasi masih bertumpu pada pimpinan atau
pendiri (baik dalam komitmen maupun dalam pengambilan
keputusan). Oleh karenanya sistem dan prosedur masih
sederhana, pengelolaan serta struktur hirarkinya sempit.
Tanpa komitmen dari pendiri untuk memberikan ”kasih sayang”
kepada organisasi (dalam bentuk perhatian, tenaga, bahkan
uang), maka organisasi akan mati dikala masih bayi (infant
mortality).
c. Masa Anak-Anak (Go-Go)
Organisasi yang berhasil mewujudkan gagasan dalam bentuk
yang nyata dianggap telah melewati masa awal. Dalam jumlah
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
11
terbatas, ide-ide dapat dilaksanakan dan mulai menunjukkan
aktivitas. Keberhasilan dalam masa ini akan mendorong pendiri
untuk memperbanyak ide dan mencoba untuk mewujudkan
setiap ide yang muncul dalam angan-angan. Sehingga banyak
sekali ide yang ingin direalisasikan.
Karena semua adalah prioritas, setiap peluang dan kesempatan
“dihadapi” tanpa memperhitungkan kekuatan sumber daya
organisasi. Akibatnya banyak sekali pekerjaan yang harus
dikerjakan pada saat bersamaan. Sindrom ”go-go” adalah
semua ingin dikerjakan, persis seorang anak yang selalu
melahap apa saja yang ditemukan, tak peduli makanan atau
bukan. Organisasi dikendalikan oleh setiap ”temuan” peluang,
bukan organisasi yang mengendalikan peluang.
d. Masa Kedewasaan (Adolescence)
Organisasi yang berhasil melewati masa Go-Go yaitu yang
secara selektif memilih peluang bidang untuk dikerjakan,
apakah melalui penetapan skala prioritas secara seksama,
pilihan yang paling realistis atau secara radikal mengganti
tujuan, dan menetapkan kembali visi dan misi organisasi.
Organisasi yang berhasil melewati masa ini telah mencapai
kedewasaan yang dicirikan dengan berpikir dan bertindak
realistis serta bekerja dalam level risiko yang moderat.
Tentu saja penggantian tujuan ini membutuhkan perenungan,
pemikiran, waktu, dan memerlukan refleksi. Risikonya, pada
saat orang bertempur memperebutkan berbagai peluang untuk
dikerjakan, masuk dalam bidang-bidang yang dikerjakan,
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
12
organisasi ini masih bersenang-senang dengan program
rekayasa ulang atau jargon-jargon reformasi. Oleh karena itu,
refleksi dan perumusan penggantian tujuan harus dilaksanakan
secara seksama, agar momentum tidak hilang dan organisasi
mengalami penurunan atau ”penuaan dini” (premature aging).
Dengan kata lain organisasi belum sampai kepada visi dan misi
yang diimpikan, komitmen dan sumber daya sudah berkurang
dan tidak efektif lagi untuk berjuang, akhirnya organisasi
mengalami penuaan dini (premature aging).
e. Masa Puncak/Keemasan (Prime)
Organisasi yang berhasil melewati masa dewasa akan
mencapai masa puncak organisasi. Hal ini ditandai dengan
sasaran-sasaran yang secara realistis ditetapkan berhasil
dicapai dengan baik.
Organisasi dapat dikendalikan dengan baik karena sistem dan
prosedur, serta mekanisme pengambilan keputusan telah
tersusun dengan baik serta diterapkan secara konsekuen.
Kendati organisasi secara ketat menjalankan sistem dan
prosedur, organisasi tetap fleksibel dalam arti masih mampu
mengadopsi berbagai perubahan yang terjadi di lingkungan.
Oleh karena itu tahap ini disebut pula sebagai tahap Go-Go
kedua atau second birth new infant. Organisasi secara agresif
mencari berbagai peluang dan kesempatan untuk memperluas
usaha dan diversifikasi berbagai bidang usaha, yang secara
bersamaan diikuti dengan perhitungan dan prediksi secara
ketat dan pengendalian dalam implementasinya.
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
13
f. Masa Kemapanan (Stable Organizations)
Apabila organisasi secara konsisten mampu mempertahankan
masa puncak selama beberapa periode tertentu, maka dapat
dikatakan bahwa organisasi itu mengalami atau berada pada
posisi kestabilan. Tentu saja pada tahap ini banyak sekali
”godaan” dan tantangan yang muncul secara internal maupun
eksternal.
g. Masa Penurunan dan Kematian Organisasi
Secara internal godaan yang muncul adalah munculnya
rutinitas pekerjaan sehingga mematikan kreativitas dan inovasi.
Setiap gagasan atau inovasi yang muncul selalu akan
mengganggu kestabilan. Jargon ” jangan mengganggu suasana
yang sudah kondusif” merupakan senjata untuk mematikan
setiap inovasi dan kreativitas.
Jika situasi ini terus berlanjut, maka lama kelamaan akan
memunculkan kubu-kubu yang saling berseberangan, atau
bahkan saling bermusuhan secara terang-terangan maupun
sembunyi-sembunyi (konflik). Dari segi analisa struktur
organisasi, konflik merupakan suatu ciri dimana struktur yang
ada sudah tidak efektif atau deficiency (Daft, 1992) dan
manakala ini terjadi, maka suasana saling mencurigai akan
terjadi.
Setiap orang selalu bersiap untuk menjatuhkan lawan
konfrontasinya secara fisik (memecat, merumahkan) maupun
secara mental psikologis dengan memainkan berbagai kartu
truf masing-masing dengan mencari kelemahan pihak lainnya.
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
14
Semua upaya difokuskan kepada usaha untuk menjatuhkan
lawan. Sementara implementasi tujuan-tujuan organisasi
menjadi terbengkalai. Akhirnya ketika organisasi menghadapi
masalah, yang terjadi adalah saling menyalahkan, bukan
mencari penyebab dan solusi untuk memecahkan masalah.
Karena organisasi terus menerus dilanda konflik, sementara
pelayanan atau implementasi organisasi menjadi terabaikan,
maka yang muncul dalam organisasi adalah kepentingan-
kepentingan politik dari masing-masing pihak yang bertikai.
Komitmen yang semula dibangun pada tahap awal pendirian
organisasi, tidak ada lagi. Banyak anggota organisasi yang
keluar (exodus) atau mengundurkan diri (exit) (Hirschman,
1970). Jika komitmen sudah tidak ada lagi sebagai pemersatu
gerak langkah tujuan organisasi, bagi para anggota organisasi
yang keluar maupun bertahan, maka pada saat itu organisasi,
walaupun secara formal masih berdiri, secara riil sudah mati.
2. Mempertahankan Stabilitas Organisasi Pada Posisi Puncak (Prime)
Masa penurunan atau penuaan (aging) dan atau masa
kematian organisasi harus dihindari atau dengan kata lain
bagaimana caranya agar organisasi tetap berada pada posisi
puncak atau stabil.
Proses penurunan organisasi ditandai dengan
ketidakmampuan organisasi dalam menangani berbagai masalah
yang dihadapi. Oleh karena itu organisasi perlu melakukan
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
15
peremajaan (rejuvenation) untuk mengembalikan organisasi ke
posisi puncak dan tetap bertahan di sana.
Kunci sukses untuk mengatasi masalah tersebut bukan
dengan mengurangi masalah, tetapi memusatkan perhatian pada
masalah organisasi yang muncul saat itu. Oleh karena itu ketika
organisasi mencapai tahap perkembangan atau posisi puncak,
perhatian harus diberikan kepada hal-hal yang akan menyebabkan
organisasi mengalami penurunan atau penuaan (aging).
Kendati penurunan atau penuaan merupakan suatu proses
pada organisasi hal tersebut dapat dihindari, sehingga organisasi
dapat terus bertahan pada posisi puncak dan secara terus-
menerus meremajakan diri. Secara ringkas bagaimana cara
mempertahankan organisasi pada posisi puncak antara lain
sebagai berikut :
a. Dalam suatu organisasi senantiasa akan berhadapan dengan
masalah. Masalah dalam organisasi adalah hal yang normal.
Organisasi yang tidak mempunyai masalah adalah organisasi
yang tak mengalami perubahan, dan itu hanya jika organisasi
itu telah mati. Mengelola organisasi berarti secara terus
menerus memecahkan masalah;
b. Dalam organisasi dikenal masalah yang normal dan abnormal.
Masalah yang normal adalah masalah yang dapat dipecahkan
dengan mengunakan energi internal yang dimiliki organisasi.
Masalah menjadi abnormal, apabila energi internal tidak
mampu mengatasinya dan membutuhkan intervensi atau
energi dari luar;
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
16
c. Kenali dan waspadai ciri-ciri organisasi yang sedang mengalami
penurunan atau penuaan dengan mencermati ciri-ciri atau
tanda-tanda organisasi yang sedang mengalami hal tersebut;
d. Dengan mengenali dan menyadari tanda-tanda tersebut,
pimpinan organisasi harus segera melakukan spin off new
infant organizations yaitu dengan mengarahkan kembali
organisasi ke ciri masa-masa puncak; dan
e. Spin off ini dapat dilakukan dalam bentuk penyegaran
(refreshing) organisasi, peningkatan kemampuan (up-grading)
personal organisasi, membangun kembali visi baru organisasi
(rebuilding a new vision of organization), menegaskan kembali
komitmen anggota organisasi, dan lain-lain.
2.2 Karakteristik Organisasi Pengadaan
Karakteristik organisasi pengadaan dapat dilihat pada aspek-
aspek sebagai berikut :
1. Standarisasi
Standarisasi adalah bagaimana kegiatan pengadaan
barang/jasa pemerintah didefinisikan dan ditentukan baik
proses, produk maupun keahlian. Berdasarkan kebijakan
pengadaan barang/jasa pemerintah saat ini, standarisasi dalam
pengadaan barang/jasa pemerintah dilakukan dalam dua
bentuk yaitu standarisasi proses dan standarisasi skill.
Standarisasi proses dilakukan dengan mengatur secara rinci
dan jelas proses pengadaan barang/jasa pemerintah mulai dari
perencanaan pengadaan sampai serah terima hasil pekerjaan,
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
17
sehingga standarisasi proses dalam pengadaan barang/jasa
pemerintah sangat tinggi. Sementara itu, standarisasi skill juga
cukup tinggi dimana semua pejabat pengadaan, anggota pokja,
dan pejabat pembuat komitmen (kecuali eselon II) wajib lulus
ujian sertifikasi ahli pengadaan barang/jasa pemerintah.
Sehingga dalam pengadaan barang/jasa pemerintah derajat
pengaturan sangat tinggi dan derajat diskresi cukup rendah.
Dengan tingginya derajat standarisasi dan rendahnya derajat
diskresi maka pengawasan langsung (direct supervison)
menjadi rendah dan koordinasi yang terjadi adalah koordinasi
mutual adjusment dan koordinasi standarisasi.
2. Spesialisasi
Di dalam Pasal 7-15 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun
2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah jo Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 tentang
Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun
2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah diatur
bahwa pembagian tugas antar organisasi pengadaan
didasarkan pada proses pelaksanaan pengadaan barang/jasa
pemerintah dengan pembagian tugas sebagai berikut :
a. Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran mempunyai
tugas menetapkan rencana umum pengadaan;
mengumumkan secara luas rencana umum pengadaan
paling kurang di website K/L/Pemda/I; menetapkan PPK,
pejabat pengadaan dan panitia/pejabat penerima hasil
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
18
pekerjaan; menetapkan pemenang lelang dengan nilai
diatas 100 milyar untuk pengadaan barang/pekerjaan
konstruksi/jasa lainnya; menetapkan pemenang pada
seleksi atau penyedia dengan nilai diatas 10 milyar untuk
jasa konsultansi; mengawasi pelaksanaan anggaran,
menyampaikan laporan keuangan; menyelesaikan
perselisihan antara PPK dengan ULP/Pejabat Pengadaan
(dalam hal terjadi perbedaan pendapat); dan mengawasi
penyimpanan dan pemeliharaan seluruh dokumen
pengadaan barang/jasa.
b. PPK mempunyai tugas menetapkan rencana pelaksanaan
pengadaan barang/jasa; menerbitkan Surat Penunjukkan
Penyedia Barang/Jasa; menandatangani, melaksanakan,
dan mengendalikan pelaksanaan kontrak; menerima hasil
pekerjaan; melaporkan dan menyerahkan kepada PA/KPA;
dan menyimpan seluruh dokumen pelaksanaan pengadaan
barang/jasa.
c. ULP melalui kelompok kerja (pokja) mempunyai tugas
melaksanakan seluruh proses pemilihan penyedia
barang/jasa mulai dari pengumuman sampai penetapan
pemenang, kecuali penetapan pemenang yang menjadi
kewenangan PA/KPA.
d. Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) bertugas
menerima dan memeriksa hasil pelaksanaan pekerjaan
sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
19
dan membuat serta menandatangani Berita Acara Serah
Terima Hasil Pekerjaan.
Dilihat dari pelaksanaan tugas tersebut, maka
spesialisasi tugas (core bussiness) yang ada pada ULP hanya
satu yaitu pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa yang
dilakukan oleh kelompok kerja (Pokja). Pemilihan penyedia
barang/jasa dilaksanakan oleh satu jenis keahlian yaitu ahli
pengadaan barang/jasa. Sertifikasi keahlian ahli pengadaan
barang/jasa ini hanya satu jenis sertifikasi sehingga tidak ada
spesialisasi tugas dalam pemilihan pengadaan barang/jasa
yang menjadi kewenangan ULP seperti spesialisasi berdasarkan
jenis pekerjaan, pengguna (satker/SKPD) maupun besaran nilai
pekerjaan. Spesialisasi lain adalah tugas manajerial yaitu
memimpin dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan organisasi
ULP serta tugas pelayanan administrasi atau dukungan
kesekretariatan yang memberikan dukungan dana, peralatan
dan administrasi personil terhadap pelaksanaan tugas pokok.
3. Konfigurasi
Struktur kewenangan dalam pelaksanaan tugas ULP
secara vertikal terbagi ke dalam dua bagian yaitu kewenangan
terkait pelaksanaan pemilihan yang berada pada pokja dan
kewenangan terkait dengan pelaksanaan fungsi manajemen
dalam pengelolaan sumberdaya yang digunakan oleh ULP yang
berada pada kepala ULP. Sedangkan struktur kewenangan
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
20
secara horizontal/lateral terbagi antar pokja yang ada pada
ULP.
4. Keterlibatan pihak lain
Dalam proses pemilihan penyedia barang/jasa tidak ada
pihak secara horizontal maupun vertikal yang mempunyai
kewenangan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan
oleh pokja ULP, karena pokja dalam mengambil keputusan
tidak melibatkan pihak lain. Keterlibatan pihak lain secara
vertikal dalam pemilihan penyedia barang/jasa dilakukan oleh
Pengguna Anggaran (PA) dalam hal penetapan pemenang
lelang diatas 100 milyar rupiah untuk pengadaan
barang/konstruksi dan jasa lainnya; 10 milyar rupiah untuk
pengadaan konsultasi.
5. Formalisasi
Formalisasi terkait dengan proses pengambilan
keputusan dalam organisasi dan alur komunikasi saat
melaksanakan tugas dalam organisasi tersebut. Formalisasi
juga dapat didefinisikan sebagai formalisasi sikap setiap
pegawai dalam organisasi. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi
ULP sebagai pelaksana pemilihan penyedia barang/jasa, tidak
ada alur pengambilan keputusan antara pokja dengan kepala
ULP maupun sekretariat, Pokja mengambil keputusan secara
mandiri berdasarkan keahliannya (fungsional). Sedangkan sikap
atau perilaku anggota pokja telah diatur dalam etika
pengadaan dan kode etik pegawai negeri sipil yang mengatur
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
21
etika dalam bekerja baik etika kepada masyarakat, kepada
atasan maupun etika sesama pegawai. Dengan demikian
formalisasi pada ULP cukup tinggi.
6. (De) Sentralisasi
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah jo Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan
Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010
Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintahmenyatakan
bahwa pada setiap K/L/Pemda/I wajib dibentuk ULP yang
bertugas melaksanakan pengadaan barang/jasa. Dengan
demikian maka proses pemilihan penyedia barang/jasa
berdasarkan ketentuan tersebut bersifat sentralisasi pada satu
unit kerja yang secara khusus bertugas melakukan pemilihan
penyedia barang/jasa untuk masing-masing K/L/Pemda/I.
Namun untuk pengadaan langsung masih dapat dilakukan oleh
pejabat pengadaan yang dibentuk oleh masing-masing PA/KPA
pada setiap satuan kerja
2.3 Kematangan Organisasi
1. Model Kematangan Kemampuan (Capability Maturity Model).
Kematangan organisasi adalah gambaran tentang
tingkat kematangan proses pelaksanaan aktivitas dalam
organisasi yang pada dasarnya bertujuan untuk mengukur
kemampuan suatu organisasi dalam melaksanakan proses
produksi. Pengukuran kematangan organisasi pertama kali
dikenal dengan istilah Capability Maturity Model (CMM). Model
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
22
ini pertama kali dikembangkan oleh Software Engineering
Institute atas permintaan Departement of Defense (DOD)
Amerika Serikat dengan tujuan membuat ujian saringan masuk
bagi kontraktor yang mendaftarkan diri untuk menjadi
konsultan DOD.
Capability diterjemahkan menjadi kapabilitas yang
berarti kemampuan yang bersifat laten. Capability lebih
mengarah kepada integritas daripada kapabilitas itu sendiri.
Definisi integritas adalah kemampuan untuk menepati janji.
Maturity berarti kematangan atau kedewasaan. Kematangan
merupakan hasil proses, sedangkan dewasa merupakan hasil
pertumbuhan.
Model didefinisikan sebagai suatu penyederhanaan yang
representatif terhadap keadaan di dunia nyata. Jadi secara
keseluruhan CMM dapat didefinisikan sebagai sebuah
penyederhanaan yang representatif (model) yang digunakan
untuk mengukur tingkat kematangan (maturity) sebuah
kumpulan perangkat lunak (software development house)
dalam menyajikan/membuat/mengembangkan perangkat lunak
yang teridentifikasi.
Pengertian model kematangan kemampuan mengacu
kepada suatu peta jalan atau kerangka kerja yang menjadi
acuan, guna mencapai suatu tujuan, dalam pengembangan
perangkat lunak. Dalam melakukan kegiatan pengembangan,
tingkat kemampuan kematangan sistem bisa diukur melalui
model ini.
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
23
Cornegie Mellon University seperti yang dikutip oleh
Selena Rezvani, M.S.W. merumuskan maturity model sebagai:
a. A collection of reliable, proven processes focused on a
specific discipline.
b. Five-step framework ranges from basic to sophisticated
practices.
c. Organizations are objectively rated on a scale of 1-5 and
given a score
Ukuran kematangan juga dapat dianggap sebagai suatu
ukuran pengembangan sistem. Berdasarkan pengertian itu
maka pada dasarnya maturity model adalah “A roadmap for
organizational improvement’, melalui pengukuran proses-proses
dalam organisasi. Pengukuran proses-proses dalam organisasi
ini penting dan harus dapat dilakukan, karena jika tidak dapat
diukur maka kita tidak dapat memahami proses-proses
tersebut, dan jika kita tidak memahaminya maka kita tidak
dapat mengontrolnya, dan jika kita tidak dapat mengontrolnya
maka kita tidak dapat meningkatkannya. Hal tersebut disebut
oleh James Harrington sebagai Improvement Process yang
digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2. Improvement Process
Measure
Understand
Control
Improve
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
24
If you can’t measure it, you can’t understand it
If you can’t understand it, you can’t control it
If you can’t control it, you can’t improve it.
CMM dapat dibedakan ke dalam dua model yaitu model
bertingkat (staged model) dan model berkesinambungan
(continuous model). Model bertingkat menekankan pengukuran
pada kumpulan proses organisasi yang menunjukkan tingkat
“kematangan” organisasi, sedangkan model berkesinambungan
menekankan pendekatan dengan menentukan titik awal dan
kemudian menentukan titik perubahan proses berikutnya,
pendekatan ini lebih menekankan pada “kemampuan”
organisasi pada setiap proses organisasi.
CMM model bertingkat menyediakan peta jalan bagi
organisasi untuk membangun kematangan organisasi dengan
menentukan area proses organisasi yang harus dibangun pada
setiap tingkatan. CMM model bertingkat ini merupakan
pendekatan untuk meningkatkan proses di dalam organisasi
dalam rangka meningkatkan kualitas, kuantitas, efisiensi, dan
efektivitas organisasi dalam mencapai tujuan. Keyword dari
CMM adalah mengukur. Mengukur didefinisikan sebagai suatu
proses untuk memetakan sebuah kondisi ke dalam sebuah
skala/ukuran.
Penyajian bertingkat merupakan metode yang
sistematis dan terukur dengan menyediakan langkah demi
langkah dan mendefinisikan setiap kondisi yang harus
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
25
diwujudkan dalam setiap langkah tersebut. Dalam model
bertingkat, setiap langkah dilakukan secara berjenjang, artinya
setiap tingkat akan dicapai apabila karakteristik proses
organisasi tingkat dibawahnya sudah dilakukan. Terdapat 5
tingkat kematangan organisasi yang pernah dikembangkan
oleh Software Engineering Institute yaitu :
1. Initial;
2. Repeatable;
3. Defined;
4. Managed; dan
5. Optimized.
Setiap tingkatan kematangan organisasi tersebut
ditandai dengan ciri-ciri atau karakteristik proses organisasi
yang terjadi pada suatu organisasi. Adapun ciri-ciri atau
karakteristik pada setiap tingkatan sebagai berikut :
1. Level initial, bercirikan sebagai berikut :
a. Tidak adanya manajemen proyek;
b. Tidak adanya quality assurance;
c. Tidak adanya mekanisme manajemen perubahan
(change management);
d. Tidak adanya dokumentasi;
e. Adanya seorang guru/”dewa” yang tahu segalanya
tentang perangkat lunak yang dikembangkan, proses
bergantung pada petunjuk oleh orang yang
dipandang paling paham/senior;dan
f. Sangat bergantung pada kemampuan individual.
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
26
Level ini biasa disebut anarchy atau chaos. Pada
pengembangan sistem ini masing-masing organisasi
menggunakan peralatan dan metode sendiri. Berhasil atau
tidaknya tergantung dari project team-nya. Kegiatan
seringkali menemukan saat-saat krisis, kadang kelebihan
anggaran atau kekurangan anggaran karena tidak adanya
manajemen proyek. Dokumen sering tersebar dan tidak
konsisten dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya.
2. Level Repeatable, bercirikan sebagai berikut :
a. Kualitas perangkat lunak mulai bergantung pada
proses bukan pada orang;
b. Adanya manajemen proyek sederhana;
c. Adanya quality assurance sederhana;
d. Adanya dokumentasi sederhana;
e. Adanya perangkat lunak manajemen sederhana;
f. Tidak adanya knowledge management;
g. Tidak adanya komitmen untuk selalu mengikuti
standar pengembangan dan sistem kontrol dalam
kondisi apapun;
h. Tidak adanya kontrol secara statistik untuk estimasi
proyek; dan
i. Rentan terhadap perubahan struktur organisasi.
Proses manajemen proyek dalam prakteknya telah
memiliki aturan tentang biaya kegiatan, jadwal, dan fungsi
manajemen proyek. Fokusnya adalah pada manajemen
proyek bukan pada pengembangan sistem. Proses
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
27
pengembangan sistem selalu diikuti, tetapi akan berubah
dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya. Sebuah konsep dan
upaya dibuat untuk memperoleh kesuksesan kegiatan
dengan lebih cepat.
3. Level Defined, bercirikan sebagai berikut :
a. Standar proses pengembangan sistem sudah dibuat
dan dibakukan;
b. Adanya komitmen untuk mengikuti standar proses
pengembangan sistem dalam keadaan apapun;
c. Kualitas proses dan produk masih bersifat kualitatif
bukan kuantitatif (tidak terukur hanya kira-kira saja);
d. Tidak menerapkan Activity Based Costing; dan
e. Tidak adanya mekanisme umpan balik yang baku.
Standar proses pengembangan sistem telah dibuat
dan dikembangkan serta telah digabungkan dengan unit
sistem informasi dari organisasi. Dari hasil penggunaan
proses standar, masing-masing kegiatan akan
mendapatkan hasil yang konsisten dan terdokumentasi
dengan baik. Proses akan bersifat stabil, terprediksi, dan
dapat diulang.
4. Level Managed, bercirikan berikut :
a. Sudah adanya Activity Based Costing dan digunakan
sebagai estimasi untuk proyek berikutnya;
b. Proses penilaian kualitas perangkat lunak dan
kegiatan bersifat kuantitatif;
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
28
c. Terjadi pemborosan biaya untuk pengumpulan data
karena proses pengumpulan data masih dilakukan
secara manual;
d. Cenderung bias.;
e. Tidak adanya mekanisme kontrol kualitas (quality
control); dan
f. Adanya mekanisme umpan balik.
Tujuan yang terukur untuk kualitas dan produktivitas
telah disusun. Perhitungan yang rinci dari standar proses
pengembangan sistem dan kualitas produk secara rutin
akan dikumpulkan dan disimpan dalam database. Terdapat
suatu usaha untuk mengembangkan individual project
management yang didasari dari data yang telah
terkumpul.
5. Level Optimized, bercirikan sebagai berikut :
a. Pengumpulan data secara otomatis;
b. Adanya mekanisme pencegahan
kerusakan/kecacatan;
c. Adanya mekanisme umpan balik yang sangat baik;dan
d. Adanya peningkatan kualitas dari SDM dan
peningkatan kualitas proses.
Standar proses pengembangan sistem akan terus
dimonitor dan dikembangkan berdasarkan perhitungan dan
analisis data yang diperoleh pada level 4, termasuk
perubahan teknologi dan praktek-praktek terbaik yang
digunakan untuk menunjukkan aktivitas yang diperlukan.
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
29
2. Capability Maturity Model Integration (CMMI) sebagai Standar
Ukuran Kematangan.
CMMI merupakan pengembangan lebih lanjut dari CMM.
CMMI adalah model kematangan kemampuan (kapabilitas)
yang dapat membantu mendefinisikan dan kompromi proses-
proses suatu organisasi. Sebelum diterima secara global, CMMI
sebagai ukuran standar kematangan pengembangan perangkat
lunak memiliki sejarah yang panjang. Diawali oleh Walter
Shewart di Tahun 1930, yang memulai penelitian tentang
perbaikan proses dengan metode kontrol kualitas statistik, yang
kemudian semakin diperluas oleh W. Edwards Deming, Philip
Rosby dan Joseph Juran di era 80-an, Watts Humprey, Ron
Radice dan lainnya. Melalui serangkaian implementasi di IBM
dan Software Engineering Institute (SEI), CMM kemudian mulai
dikembangkan hingga akhirnya diakui sebagai salah satu
standar ukuran kematangan kapabilitas pengembangan
perangkat lunak. Terlebih lagi sejak Departement of Defense
(DOD) Pemerintah Amerika Serikat, mensyaratkan bahwa
setiap pengembang perangkat lunak yang mendapatkan proyek
dalam lingkungan DOD, harus memiliki tingkat kematangan
CMM level 3, perkembangan CMM semakin mendunia. Jadi,
CMM pada awalnya ditujukan sebagai suatu alat yang secara
objektif menilai kemampuan kontraktor pemerintah untuk
menangani proyek perangkat lunak yang diberikan.
Dalam perkembangan selanjutnya, selama kurang lebih
20 tahun, semakin banyak perusahaan pengembang perangkat
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
30
lunak yang menunjukkan hasil yang signifikan akibat
penggunaan CMM, sehingga semakin banyak pula perusahaan
yang mencoba menerapkan skema CMM dalam mendukung
proses bisnis perusahaan. Walaupun berasal dari bidang
pengembangan perangkat lunak, model ini dapat juga
diterapkan sebagai suatu model umum yang membantu
pemahaman kematangan kapabilitas proses organisasi di
berbagai bidang. Misalnya rekayasa perangkat lunak, rekayasa
sistem, manajemen proyek, manajemen risiko, teknologi
informasi, serta manajemen sumber daya manusia. Oleh
karena itu, penggunaan CMM semakin meluas pada industri
lainnya. Sehingga SEI pun mulai mengembangkan suatu model
standar ukuran kematangan yang baru, yang bisa diterapkan
kepada seluruh industri, maka lahirlah yang dinamakan CMMI
atau Capability Maturity Model Integration, sebagai hasil
peleburan CMM pada tahun 2000. Peleburan ini disebabkan
karena adanya kritik bahwa pengaplikasian CMM di
pengembangan perangkat lunak khususnya bisa menimbulkan
masalah karena model CMM yang belum terintegrasi di dalam
organisasi. Hal ini kemudian memunculkan beban biaya dalam
hal pelatihan, prediksi kinerja, dan aktivitas perbaikan. Namun
CMM masih tetap digunakan sebagai model acuan teoritis di
ranah publik untuk konteks yang berbeda. CMM sendiri telah
diganti namanya menjadi SE-CMM (Software Engineering
CMM).
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
31
CMMI pada dasarnya merupakan sebuah konstelasi yang
terdiri atas CMMI for Development (CMMI-DEV), CMMI for
Acquisition (CMI-ACQ) dan CMMI for Services (CMMI-SVC).
Dalam perkembangan selanjutnya, ketiga konstelasi ini
kemudian digabungkan menjadi CMMI saja, dengan 5 tahap
kematangan dan mengadopsi 22 area kunci proses. Lima tahap
kematangan CMMI adalah tahap 0 disebut incomplete, tahap 1
disebut performed, tahap 2 disebut managed, tahap 3 disebut
defined, tahap 4 disebut quantitatively managed, tahap 5
disebut optimizing.
Dalam perkembangan selanjutnya CMM/CMMI dijadikan
model acuan teoritis dalam mengukur kematangan proses-
proses dalam organisasi. Sekarang ini sudah banyak model
kematangan yang dikembangkan berdasarkan CMM/CMMI
dengan berbagai level model kematangan, baik di organisasi
privat maupun publik.
Secara umum, maturity model biasanya memiliki ciri sebagai
berikut:
1. Proses pengembangan dari suatu organisasi
disederhanakan dan dideskripsikan dalam wujud
tingkatan kematangan dalam jumlah tertentu (biasanya
empat hingga enam tingkatan);
2. Tingkatan kematangan tersebut dicirikan dengan
beberapa persyaratan tertentu yang harus diraih;
3. Tingkatan-tingkatan yang ada disusun secara sekuensial,
mulai dari tingkat inisial sampai pada tingkat akhir
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
32
(tingkat terakhir merupakan tingkat kesempurnaan);
dan
4. Selama pengembangan, sang entitas bergerak naik dari
satu tingkatan ke tingkatan berikutnya tanpa boleh
melewati salah satu tingkatan, melainkan secara
bertahap berurutan.
Telah banyak pihak yang mengembangkan model
kematangan untuk berbagai keperluan, seperti model
kematangan versi Control Objectives for Information and
related Technology (COBIT). COBIT merupakan salah satu
standar audit SI yang memadukan pandangan bisnis dan TI
dalam kerangka kerjanya. Sebagai model untuk organisasi
sistem informasi, maka COBIT memuat kendali yang sifatnya
generik. COBIT dikembangkan oleh Information Systems Audit
and Control Association (ISACA). Kerangka kerja COBIT secara
keseluruhan memiliki empat domain (area kunci proses) yaitu
Planning & Organization (PO), Acquisilion & Implementition
(AI), Delivery & Support (DS) dan Monitoring (M). Dari 4
domain tersebut terdapat 34 proses. Tingkat kematangan dlam
COBIT dibagi kedalam 6 (enam) level (dari 0-5, yaitu level 0
non-existing, level 1 ad-hoc, level 2 repeatable, level 3 defined,
level 4 managed dan level 5 optimizing.
Model kematangan lain yang digunakan untuk mengukur
kematangan suatu organisasi (Organization Maturity Model)
dikembangkan oleh International Public Management
Association Assessment Council, dengan 5 (lima) level
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
33
kematangan, yaitu, level 1 informal, level 2 documented, level
3 integrated, level 4 strategic dan level 5 optimized.
Sementara itu model kematangan yang dikembangkan
sesuai dengan pelevelan dalam CMM adalah model kematangan
yang dikembangkan Siemens untuk mengukur kematangan
manajemen pengetahuan (Knowledge Management Maturity
Model).
Model kematangan lain, dikembangkan oleh
International Organizational for Standardization dan
International Electrotechnical Commission adalah Software
Process Improvement and Capability Determination (SPICE),
dengan 5 (lima) level kematangan yaitu level 1 Performed,
level 2 Managed, level 3 established, level 4 Predictable, dan
level 5 Optimizing. SPICE pertama kali dikembangkan untuk
mengukur proses-proses dalam pengembangan perangkat
lunak, kemudian dikembangkan lagi pada proses-proses di area
yang berkaitan dengan bisnis perangkat lunak.
Dari berbagai model-model kematangan yang
dikemukakan di atas, diperoleh perbandingan sebagai berikut:
36
Tabel 1. Berbagai Level Model Kematangan
Sumber : Diolah dari berbagai sumber
MODEL/Sumber Level 0 Level 1 Level 2 Level 3 Level 4 Level 5
CMM (Software
Engineering Institute)
Initial Repeatable Defined Managed Optimizing
KMMM (Siemens) Initial Repeatable Defined Managed Optimizing
OMM (international
Public Management
Association Assessment
council)
Informal Documented Integrated Strategic Optimized
SPICE (ISO and IEC
joint subcommittee)
Performed Managed Established Predictable Optimizing
MODEL/Sumber Level 0 Level 1 Level 2 Level 3 Level 4 Level 5
COBIT (ISACA) Non-
existing
Ad Hoc Repeatable Defined Managed Optimizing
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
37
3.1. Variabel Ukuran Kematangan Organisasi
Pengukuran kematangan organisasi merupakan pengukuran
terhadap kualitas proses pengelolaan organisasi. Variabel yang diukur
dalam pengukuran kematangan organisasi adalah area proses
manajemen yang menjadi aktivitas dari organisasi tersebut. Untuk
menentukan area proses aktivitas dalam organisasi harus diidentifikasi
terlebih dahulu layanan atau produk yang dihasilkan oleh organisasi
yang bersangkutan. Area proses adalah area kegiatan yang dilakukan
oleh organisasi untuk menghasilkan produknya.
Kematangan organisasi adalah kualitas aktivitas/proses
manajemen yang dilakukan untuk menghasilkan produk yang
paripurna atau berkualitas tinggi. Kematangan organisasi juga terkait
dengan kemampuan organisasi untuk mempertahankan eksistensi
dirinya dalam mengikuti perubahan lingkungan baik internal maupun
eksternal. Proses manajemen yang berkualitas dan produk yang prima
pada suatu waktu tidak menutup kemungkinan menjadi ketinggalan
pada waktu yang lain. Oleh karena itu, kemampuan organisasi
mengembangkan dirinya dalam menjawab perubahan tantangan
menjadi bagian penting dari kematangan organisasi.
Unit Layanan Pengadaan (ULP) merupakan organisasi yang
baru diperkenalkan melalui Peraturan Presiden No 54 Tahun 2010
BAB III INDIKATOR KEMATANGAN
ORGANISASI ULP
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
38
tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. ULP diharapkan menjadi
organisasi profesional yang mampu melaksanakan pengadaan
barang/jasa pemerintah secara efisien, transparan, akuntabel dan
proses yang sederhana.
Variabel-variabel yang merupakan inti proses dari ULP dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya meliputi :
1. Organisasi;
2. Tata laksana
3. Sumber Daya Manusia
4. Manajemen
Pertama, variabel Organisasi meliputi: (1) Struktur
Organisasi; (2) Tugas dan Fungsi dan (3) Budaya organisasi
Kedua, variabel Tata Laksana adalah area proses
manajemen, yang berdasarkan Permenpan Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pedoman Penataan Tatalaksana (Business Process) bagi
organisasi pemerintah disebut “tata laksana” (bussiness process) yang
meliputi tata laksana inti (core process) dan tata laksana pendukung
(supporting process). Tujuan akhir dari tata laksana adalah untuk
penurunan biaya, peningkatan kualitas output, peningkatan kualitas
layanan, dan peningkatan kecepatan delivery. Variabel tata laksana
inti (core process) pada ULP sesuai dengan tugas dan wewenangnya
adalah pemilihan penyedia barang/jasa yang meliputi:
1. Melaksanakan pemilihan penyedia;
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
39
2. Menyimpan dokumen asli pemilihan penyedia
barang/jasa;
3. Memberikan pelayanan pemilihan penyedia barang/jasa
kepada unit kerja/SKPD; dan
4. Menyusun laporan pemilihan penyedia barang/jasa
Ketiga, variabel Sumber Daya Manusia yang meliputi: (1)
status kepegawaian anggota ULP; (2) pengembangan kompetensi; (3)
kinerja pegawai; dan (4) kinerja organisasi ULP.
Keempat, variabel Manajemen yang meliputi: (1)
manajemen resiko; (2) manajemen informasi; (3) perencanaan
kegiatan; (4) pengawasan kegiatan; dan (5) sarana dan prasarana
Pengukuran kematangan organisasi ULP dalam kajian ini
mengacu pada teori Capability Maturity Model (CMM) dengan model
bertingkat (staged model) yang dibagi ke dalam 5 (lima) tingkatan
yaitu Initial, Repeatable, Defined, Managed and Optimized. Empat
variabel yang diukur dalam kematangan organisasi ULP dibagi
kedalam sub variabel yang selanjutnya setiap sub variabel diuraikan
ke dalam indikator yang menunjukkan kematangan organisasi pada
setiap tingkatan. Adapun tingkat kematangan organisasi ULP
berdasarkan variabel, sub variabel dan indikator dapat dilihat pada
tabel berikut:
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
40
Tabel 2.
Variabel, Sub Variabel dan Indikator Tingkat Kematangan Organisasi ULP
VARIABEL SUB
VARIABEL
TINGKAT KEMATANGAN
TINGKAT 1 (INITIAL)
TINGKAT 2 (REPEATABLE)
TINGKAT 3 (DEFINED)
TINGKAT 4 (MANAGED)
TINGKAT 5 (OPTIMIZED)
1. ORGANISASI
1. Struktur Panitia ULP berada pada masing-masing unit kerja K/L/I atau pada masing-masing SKPD Pemerintah Daerah (belum terintegrasi)
ULP terintegrasi (ex-officio) pada salah satu unit struktural
ULP sudah menjadi unit kerja struktural dan ditetapkan berdasarkan peraturan Menteri/Pimpinan K/L atau Perda namun struktur ULP masih berupa birokrasi mesin
ULP sudah menjadi unit kerja struktural dan ditetapkan berdasarkan peraturan Menteri/Pimpinan K/L atau Perda dan struktur ULP sudah menjadi organisasi profesional (operating core adalah Pejabat fungsional- Pejabat Pengelola Barang/Jasa- PPBJ)
2. Tugas dan Fungsi (Tusi)
Belum ada struktur dan uraian tugas
Tugas dan fungsi sudah didefinisikan, namun belum
Tugas dan fungsi sudah didefinisikan
Tugas dan fungsi sudah didefinisikan dan
Tugas dan fungsi sudah didefinisikan dan sudah
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
41
VARIABEL SUB
VARIABEL
TINGKAT KEMATANGAN
TINGKAT 1 (INITIAL)
TINGKAT 2 (REPEATABLE)
TINGKAT 3 (DEFINED)
TINGKAT 4 (MANAGED)
TINGKAT 5 (OPTIMIZED)
dan fungsi berbasis beban kerja dan belum sesuai peraturan. Sudah ada pembagian tugas dan fungsi antar unit kerja, namun belum seimbang.
dan sudah berbasis beban kerja serta sudah sesuai peraturan. Sudah ada pembagian tugas dan fungsi antar unit kerja secara seimbang. Akan tetapi pelaksanaan distribusi pekerjaan belum sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
sudah berbasis beban kerja serta sudah sesuai peraturan. Sudah ada pembagian tugas dan fungsi antar unit kerja secara seimbang. Distribusi pekerjaan sudah sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. Tetapi distribusi, monitoring evaluasi masih dilakukan secara manual (belum komputerisasi atau berbasis teknologi informasi).
berbasis beban kerja serta sudah sesuai peraturan. Sudah ada pembagian tugas dan fungsi antar unit kerja secara seimbang. pelaksanaan distribusi pekerjaan sudah sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. Distribusi pekerjaan, monitoring evaluasi dilakukan secara komputerisasi atau berbasis teknologi informasi
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
42
VARIABEL SUB
VARIABEL
TINGKAT KEMATANGAN
TINGKAT 1 (INITIAL)
TINGKAT 2 (REPEATABLE)
TINGKAT 3 (DEFINED)
TINGKAT 4 (MANAGED)
TINGKAT 5 (OPTIMIZED)
3. Budaya organisasi
Belum terbentuk nilai-nilai organisasi
Sudah terbentuk nilai organisasi namun masih belum ada penetapan peraturan tentang nilai organisasi
Nilai organisasi sudah ditetapkan dan sudah ada program internalisasi, namun belum ada program evaluasi terukur dan tindak lanjut
Nilai organisasi sudah ditanamkan melalui program internalisasi. Selain itu telah dilakukan evaluasi terukur dan tindak lanjut (reward/punishment) namun belum menggunakan sistem berbasis teknologi informasi
Nilai organisasi sudah ditanamkan melalui program internalisasi. Selain itu telah dilakukan evaluasi terukur dan tindak lanjut (reward/punishment) yang dilakukan menggunakan sistem berbasis teknologi informasi
2. TATA LAKSANA
1. Pemilihan Penyedia
Belum ada dokumen yang mengatur tata laksana (Standard Operating Procedure/SO
Pedoman tata laksana pemilihan penyedia sudah disusun namun belum mengikuti notasi resmi atau belum ditetapkan menjadi SOP
Pedoman tata laksana pemilihan penyedia sudah disusun berdasarkan notasi resmi dan sudah
SOP pemilihan penyedia sudah disusun berdasarkan notasi resmi dan sudah ditetapkan menjadi SOP yang isinya telah
SOP pemilihan penyedia sudah disusun berdasarkan notasi resmi dan sudah ditetapkan menjadi SOP yang isinya telah sesuai
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
43
VARIABEL SUB
VARIABEL
TINGKAT KEMATANGAN
TINGKAT 1 (INITIAL)
TINGKAT 2 (REPEATABLE)
TINGKAT 3 (DEFINED)
TINGKAT 4 (MANAGED)
TINGKAT 5 (OPTIMIZED)
P) tentang pemilihan penyedia
ditetapkan menjadi SOP. Akan tetapi SOP yang telah ditetapkan belum sesuai dengan peraturan dan atau belum diimplementasikan seluruhnya
sesuai dengan peraturan. SOP telah dilaksanakan namun belum ada mekanisme monitoring terhadap SOP dan mekanisme tetap untuk penanganan apabila ada bagian SOP yang tidak dilaksanakan.
dengan peraturan. SOP telah dilaksanakan dan telah ada mekanisme monitoring terhadap SOP serta mekanisme tetap untuk penanganan apabila ada bagian SOP yang tidak dilaksanakan
2. Penyimpanan Dokumen Asli Pemilihan Penyedia Barang/Jasa
Belum ada dokumen yang mengatur tata laksana (SOP) tentang penyimpanan dokumen asli pemilihan
Pedoman tata laksana penyimpanan dokumen asli pemilihan penyedia barang/jasa sudah disusun namun belum mengikuti notasi resmi atau
Pedoman tata laksana penyimpanan dokumen asli pemilihan penyedia barang/jasa sudah disusun berdasarkan
SOP Penyimpanan Dokumen Asli Pemilihan Penyedia Barang/Jasa sudah disusun berdasarkan notasi resmi dan
SOP Penyimpanan Dokumen Asli Pemilihan Penyedia Barang/Jasa sudah disusun berdasarkan notasi resmi dan sudah ditetapkan
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
44
VARIABEL SUB
VARIABEL
TINGKAT KEMATANGAN
TINGKAT 1 (INITIAL)
TINGKAT 2 (REPEATABLE)
TINGKAT 3 (DEFINED)
TINGKAT 4 (MANAGED)
TINGKAT 5 (OPTIMIZED)
penyedia barang/jasa
belum ditetapkan menjadi SOP
notasi resmi dan sudah ditetapkan menjadi SOP. Akan tetapi SOP yang telah ditetapkan belum sesuai dengan peraturan dan atau belum diimplementasikan seluruhnya
sudah ditetapkan menjadi SOP yang isinya telah sesuai dengan peraturan. SOP telah dilaksanakan namun belum ada sistem monitoring terhadap SOP dan mekanisme tetap untuk penanganan apabila ada bagian SOP yang tidak dilaksanakan.
menjadi SOP yang isinya telah sesuai dengan peraturan. SOP telah dilaksanakan dan telah ada sistem monitoring terhadap SOP serta mekanisme tetap untuk penanganan apabila ada bagian SOP yang tidak dilaksanakan
3. Pelayanan Pelaksanaan Pemilihan Penyedia Barang/Jasa kepada Unit
Belum ada dokumen yang mengatur tata laksana (SOP) tentang
Pedoman tata laksana pelayanan pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa kepada unit kerja/SKPD
Pedoman tata laksana pelayanan pelaksanaan pemilihan penyedia
SOP Pelayanan Pelaksanaan Pemilihan Penyedia Barang/Jasa Kepada Unit
SOP Pelayanan Pelaksanaan Pemilihan Penyedia Barang/Jasa Kepada Unit
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
45
VARIABEL SUB
VARIABEL
TINGKAT KEMATANGAN
TINGKAT 1 (INITIAL)
TINGKAT 2 (REPEATABLE)
TINGKAT 3 (DEFINED)
TINGKAT 4 (MANAGED)
TINGKAT 5 (OPTIMIZED)
Kerja/SKPD pelayanan pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa kepada unit kerja/SKPD
sudah disusun namun belum mengikuti notasi resmi atau belum ditetapkan menjadi SOP
barang/jasa kepada unit kerja/SKPD sudah disusun berdasarkan notasi resmi dan sudah ditetapkan menjadi SOP. Akan tetapi SOP yang telah ditetapkan belum sesuai dengan peraturan dan atau belum diimplementasikan seluruhnya
Kerja/SKPD sudah disusun berdasarkan notasi resmi dan sudah ditetapkan menjadi SOP yang isinya telah sesuai dengan peraturan. SOP telah dilaksanakan namun belum ada sistem monitoring terhadap SOP dan mekanisme tetap untuk penanganan apabila ada bagian SOP yang tidak dilaksanakan.
Kerja/SKPD sudah disusun berdasarkan notasi resmi dan sudah ditetapkan menjadi SOP yang isinya telah sesuai dengan peraturan. SOP telah dilaksanakan dan telah ada sistem monitoring terhadap SOP serta mekanisme tetap untuk penanganan apabila ada bagian SOP yang tidak dilaksanakan
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
46
VARIABEL SUB
VARIABEL
TINGKAT KEMATANGAN
TINGKAT 1 (INITIAL)
TINGKAT 2 (REPEATABLE)
TINGKAT 3 (DEFINED)
TINGKAT 4 (MANAGED)
TINGKAT 5 (OPTIMIZED)
4. Penyusunan Laporan Pelaksanaan Pemilihan Penyedia Barang/Jasa
Belum ada dokumen yang mengatur tata laksana (SOP) tentang penyusunan laporan pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa
Pedoman tata laksana penyusunan laporan pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa sudah disusun namun belum mengikuti notasi resmi atau belum ditetapkan menjadi SOP
Pedoman tata laksana penyusunan laporan pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa sudah disusun berdasarkan notasi resmi dan sudah ditetapkan menjadi SOP. Akan tetapi SOP yang telah ditetapkan belum sesuai dengan peraturan dan atau belum diimplementasikan seluruhnya
SOP Penyusunan Laporan Pelaksanaan Pemilihan Penyedia Barang/Jasa sudah disusun berdasarkan notasi resmi dan sudah ditetapkan menjadi SOP yang isinya telah sesuai dengan peraturan. SOP telah dilaksanakan namun belum ada sistem monitoring terhadap SOP dan mekanisme tetap untuk penanganan apabila ada
SOP Penyusunan Laporan Pelaksanaan Pemilihan Penyedia Barang/Jasa sudah disusun berdasarkan notasi resmi dan sudah ditetapkan menjadi SOP yang isinya telah sesuai dengan peraturan. SOP telah dilaksanakan dan telah ada sistem monitoring terhadap SOP serta mekanisme tetap untuk penanganan apabila ada bagian SOP yang tidak dilaksanakan
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
47
VARIABEL SUB
VARIABEL
TINGKAT KEMATANGAN
TINGKAT 1 (INITIAL)
TINGKAT 2 (REPEATABLE)
TINGKAT 3 (DEFINED)
TINGKAT 4 (MANAGED)
TINGKAT 5 (OPTIMIZED)
bagian SOP yang tidak dilaksanakan.
3. SDM
1. Status Kepegawaian Anggota ULP
Sebagai panitia pengadaan yang ad-hoc
Sebagai anggota ULP tetapi masih menjadi pegawai satker/SKPD (belum penuh waktu)
Sebagian atau seluruh anggota Pokja ULP sudah menjadi pegawai tetap ULP tetapi belum menjadi pejabat fungsional PPBJ
Sudah ada anggota Pokja yang menjadi pejabat fungsional PPBJ namun jumlahnya belum sesuai formasi
Seluruh anggota Pokja sudah menjadi Pejabat Fungsional PPBJ dan jumlahnya sudah sesuai formasi
2. Pengembangan Kompetensi
Belum ada pengembangan kompetensi pegawai melalui diklat, magang ataupun metode reguler lainnya setiap tahun
Sudah ada pengembangan kompetensi pegawai misalnya melalui diklat, magang ataupun metode lainnya, namun tidak ada pola perencanaannya
Sudah ada pola perencanaan pengembangan kompetensi pegawai namun belum ada monitoring evaluasi pengembangan kompetensi.
Sudah disusun pola perencanaan pengembangan kompetensi dan Sudah ada monitoring evaluasi pelaksanaan pengembangan kompetensi,
Sudah disusun pola perencanaan pengembangan kompetensi pegawai dan sudah ada monitoring evaluasi serta tindak lanjut yang sistematis. Selain itu sistem
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
48
VARIABEL SUB
VARIABEL
TINGKAT KEMATANGAN
TINGKAT 1 (INITIAL)
TINGKAT 2 (REPEATABLE)
TINGKAT 3 (DEFINED)
TINGKAT 4 (MANAGED)
TINGKAT 5 (OPTIMIZED)
namun belum menggunakan sistem berbasis teknologi informasi.
pengembangan kompetensi telah terakomodasi dalam sistem berbasis teknologi informasi.
3. Kinerja Pegawai
Belum ada target kinerja pegawai
Sudah ada target kinerja pegawai namun belum dijadikan komitmen pencapaian yang disetujui pimpinan
Sudah ada target kinerja pegawai yang telah dijadikan komitmen pencapaian yang disetujui pimpinan namun belum ada mekanisme reward/punishment atas pencapaiannya
Sudah ada target kinerja pegawai yang telah dijadikan komitmen pencapaian yang disetujui pimpinan, ada mekanisme reward/punishment atas pencapaiannya namun masih manual belum berbasis teknologi informasi
Sudah ada target kinerja pegawai yang telah dijadikan komitmen pencapaian yang disetujui pimpinan, ada mekanisme reward/punishment atas pencapaiannya dan telah berbasis teknologi informasi
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
49
VARIABEL SUB
VARIABEL
TINGKAT KEMATANGAN
TINGKAT 1 (INITIAL)
TINGKAT 2 (REPEATABLE)
TINGKAT 3 (DEFINED)
TINGKAT 4 (MANAGED)
TINGKAT 5 (OPTIMIZED)
4. Kinerja organisasi/ ULP
Belum ada target kinerja organisasi ULP
Sudah ada target kinerja organisasi ULP namun belum mengacu dokumen perencanaan dan belum ada mekanisme monitoring evaluasi atas pencapaiannya
Sudah ada target kinerja organisasi ULP yang mengacu pada dokumen perencanaan dan sudah ada mekanisme monitoring evaluasi atas pencapaiannya namun belum ada rencana tindak lanjut perbaikan kinerja.
Sudah ada target kinerja organisasi ULP yang mengacu pada dokumen perencanaan dan sudah ada mekanisme monitoring evaluasi atas pencapaiannya dan rencana tindak lanjut perbaikan kinerja namun belum berbasis teknologi informasi
Sudah ada target kinerja organisasi ULP yang mengacu pada dokumen perencanaan dan sudah memiliki mekanisme monitoring evaluasi disertai rencana tindak lanjut perbaikan kinerja berbasis teknologi informasi
4. MANAJEMEN 1. Manajemen Resiko
Belum ada manajemen resiko dalam proses seleksi penyedia barang/jasa
Sudah ada manajemen resiko dalam proses pemilihan penyedia barang/jasa namun belum ada prosedur
ULP sudah menetapkan prosedur (SOP) pengelolaan resiko dalam pengadaan
ULP sudah menetapkan prosedur (SOP) pengelolaan resiko dalam pengadaan
ULP sudah menetapkan prosedur (SOP) pengelolaan resiko dalam pengadaan barang/jasa dan
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
50
VARIABEL SUB
VARIABEL
TINGKAT KEMATANGAN
TINGKAT 1 (INITIAL)
TINGKAT 2 (REPEATABLE)
TINGKAT 3 (DEFINED)
TINGKAT 4 (MANAGED)
TINGKAT 5 (OPTIMIZED)
-nya (SOP) barang/jasa namun belum dilakukan monitoring evaluasi pelaksanaannya
barang/jasa dan sudah dilakukan monitoring evaluasi pelaksanaannya namun belum berbasis teknologi informasi
sudah dilakukan monitoring evaluasi pelaksanaannya serta sudah berbasis teknologi informasi
2. Manajemen Informasi
Informasi dikelola oleh masing-masing unit atau petugas secara manual.
Data dan informasi sudah disimpan secara teratur oleh masing-masing perangkat kerja, namun masih bersifat manual.
Data dan informasi sudah dikelola secara terpadu pada satu unit pengolah dan penyimpan data, namun masih dilakukan secara manual.
Data sudah dikelola secara terpadu pada satu unit pengolah dan penyimpan data, secara komputerisasi, namun masih memerlukan pengolahan dan entry data secara manual pada setiap jenis data.
Data sudah dikelola secara terpadu pada satu unit pengolah dan penyimpan data, secara komputerisasi. Entry data dilakukan sekaligus pada saat pelaksanaan setiap proses pengadaan. Data hasil kerja otomatis masuk
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
51
VARIABEL SUB
VARIABEL
TINGKAT KEMATANGAN
TINGKAT 1 (INITIAL)
TINGKAT 2 (REPEATABLE)
TINGKAT 3 (DEFINED)
TINGKAT 4 (MANAGED)
TINGKAT 5 (OPTIMIZED)
dalam sistem informasi
3. Perencanaan Kegiatan
Belum ada perencanaan kegiatan ULP
Sudah ada perencanaan kegiatan namun belum terpola dan terdokumentasi
Sudah ada pola perencanaan yang terdokumentasi, namun belum ada monitoring evaluasi terhadap pelaksanaan perencanaan kegiatan ULP
Sudah ada pola perencanaan yang terdokumentasi, dan telah ada monitoring evaluasi pelaksanaan perencanaan namun belum berbasis teknologi informasi
Sudah ada pola perencanaan yang terdokumentasi dan telah ada sistem monitoring evaluasi dan berbasis teknologi informasi
4. Pengawasan Kegiatan
Belum ada pengawasan oleh pimpinan ULP
Sudah ada pengawasan oleh pimpinan ULP namun masih dilakukan secara insidental
Sudah ada pola pengawasan yang terstruktur oleh pimpinan ULP namun belum ada mekanisme tindak lanjutnya yang
Sudah ada pola pengawasan yang terstruktur oleh pimpinan ULP dan sudah ada mekanisme tindak lanjut yang ditetapkan dalam SOP
Sudah ada pola pengawasan yang terstruktur oleh pimpinan ULP dan sudah ada mekanisme tindak lanjut yang ditetapkan dalam SOP serta telah
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
52
VARIABEL SUB
VARIABEL
TINGKAT KEMATANGAN
TINGKAT 1 (INITIAL)
TINGKAT 2 (REPEATABLE)
TINGKAT 3 (DEFINED)
TINGKAT 4 (MANAGED)
TINGKAT 5 (OPTIMIZED)
ditetapkan dalam SOP
namun pelaksanaannya masih manual
berbasis teknologi informasi
5. Sarana dan Prasarana
Belum memiliki sarana dan prasarana sendiri untuk menunjang kegiatan ULP
Sudah memiliki sarana dan prasarana sendiri untuk kegiatan ULP, namun belum sesuai dengan standar gedung/ruangan kerja ULP
Sudah memiliki sarana dan prasarana sendiri untuk menunjang kegiatan ULP dan sudah sesuai standar akan tetapi belum berdasarkan analisis kebutuhan.
Sudah memiliki sarana dan prasarana sendiri untuk menunjang kegiatan ULP dan sudah sesuai standar serta sudah berdasarkan analisis kebutuhan namun inventarisasi-nya masih dilakukan secara manual
Sudah memiliki sarana dan prasarana sendiri untuk menunjang kegiatan ULP dan sudah sesuai standar serta sudah berdasarkan analisis kebutuhan dan telah dilakukan menggunakan berbasis teknologi informasi
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
53
3.2 Tata Cara Pengukuran Kematangan ULP
Berdasarkan indikator yang sudah disusun diatas, maka pengukuran terhadap
setiap indikator dilakukan sebagai berikut :
A. Variabel Organisasi
1. Struktur
Kematangan Tingkat I :
Apabila ULP Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Instansi
(K/L/Pemda/I) belum terbentuk dan pengadaan barang/jasa
pemerintah dilakukan oleh panitia. Indikator ini dibuktikan dengan
belum adanya pembentukan ULP pada K/L/Pemda/I.
Kematangan Tingkat II :
Sudah ada ULP, namun Pokja masih tersebar pada masing-masing
SKPD di pemerintah daerah atau masih pada masing-masing unit
kerja eselon I/eselon II di K/L/I. Indikator ini dbuktikan dengan cara
memeriksa Peraturan Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala
Daerah/Pimpinan Institusi tentang pembentukan ULP dimana
kedudukan pokja ULP dan ruang lingkup pelayanan pokja ULP.
Kematangan Tingkat III :
ULP sudah dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri/Pimpinan
Lembaga/Kepala Daerah/Pimpinan Instansi dan melayani pengadaan
yang terintegrasi pada satu instansi. Akan tetapi masih ex-officio
pada unit struktural yang memiliki tugas dan fungsi relevan dengan
pengadaan. Indikator ini dibuktikan dengan adanya Peraturan
Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/Pimpinan Institusi
tentang pembentukan ULP yang ex-officio.
Kematangan Tingkat IV :
ULP sudah dibentuk dengan Peraturan Daerah atau Peraturan
Menteri/Peraturan Pimpinan Lembaga/Institusi sebagai unit
struktural (tugas dan fungsi ULP telah tercantum dalam Susunan
Organisasi Tata Kerja - SOTK instansi). Indikator ini dibuktikan
dengan Peraturan Daerah atau Peraturan Menteri/Peraturan
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
54
Pimpinan Lembaga/Institusi tentang Pembentukan ULP Struktural.
Namun struktur yang ada di dalam Peraturan Daerah atau Peraturan
Menteri/Peraturan Pimpinan Lembaga/Institusi masih
menggambarkan birokrasi mesin yang bersifat mekanistik.
Kematangan Tingkat V :
Struktur Organisasi ULP sudah berbentuk organisasi profesional
dimana operating core atau kelompok jabatan fungsional
mendominasi disain organisasi. Sedangkan jabatan struktural hanya
untuk pimpinan ULP dan Sekretariat. Jabatan struktural puncak juga
diisi dari jabatan fungsional ahli pengadaan. Indikator ini dibuktikan
dengan memeriksa model struktur oganisasi ULP dan persyaratan
pengangkatan kepala ULP.
2. Tugas dan Fungsi
Kematangan Tingkat I :
Belum ada struktur organisasi dan belum ada uraian tugas dan
fungsi yang ditetapkan secara tetap. Organisasi bersifat adhoc.
Indikator ini dibuktikan dengan melihat struktur organisasi
pengadaan dan uraian tugas dan fungsi setiap jabatan unit
pengadaan.
Kematangan Tingkat II :
Sudah ada struktur organisasi ULP dan sudah ada uraian tugas
pokok dan fungsi ULP, namun belum sesuai peraturan. Selain itu
pendefinisian tugas dan fungsi tidak berdasarkan beban kerja antar
unit kerja pada ULP. Sehingga pembagian tugas dan fungsi antar
unit kerja belum seimbang. Indikator ini dapat dilihat dari ada atau
tidak adanya analisis yang sistematis dalam proses penyusunan
struktur organisasi dan uraian tugas setiap unit organisasi. Selain itu
bukti lain adalah uraian tugas dan fungsi yang ada belum sesuai
dengan peraturan.
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
55
Kematangan Tingkat III :
Struktur organisasi dan uraian tugas dan fungsi sudah disusun sesuai
dengan peraturan dan dilakukan berdasarkan analisis keseimbangan
beban kerja dan spesialisasi. Indikator ini dapat dilihat dengan
memeriksa uraian tugas dan fungsi apakah telah sesuai dengan
peraturan. Selain itu bukti lain adalah dengan memeriksa apakah
terdapat tumpang tindih pekerjaan (overlapping), beban pekerjaan
berlebih pada satu unit (overloading) atau masih terdapat pekerjaan
yang tidak masuk dalam pekerjaan salah satu unit kerja.
Kematangan Tingkat IV :
Struktur organisasi dan tugas dan fungsi ULP sudah disusun sesuai
dengan keseimbangan beban kerja dan spesialisasi dan pekerjaan
sudah dilaksanakan oleh unit kerja sesuai dengan uraian tugas dan
fungsi yang sudah ditetapkan. Selain itu pada tingkat ini, distribusi
pekerjaan, monitoring valuasi pelaksanaan tugas dan fungsi masih
dilakukan secara manual (belum komputerisasi atau berbasis
teknologi informasi). Indikator ini dapat dibuktikan dengan
melakukan uji petik pelaksanaan pekerjaan pada setiap unit ULP.
Selain itu dengan mengetahui bagaimana pola pendistribusian tugas
dan fungsi, monitoring evaluasi pelaksanaan pekerjaan apakah masih
dilakukan manual (belum komputerisasi atau berbasis teknologi
informasi).
Kematangan Tingkat V :
Pada tingkat ini struktur organisasi dan tugas dan fungsi ULP sudah
disusun sesuai dengan keseimbangan beban kerja dan spesialisasi
dan pekerjaan sudah dilaksanakan oleh unit kerja sesuai dengan
uraian tugas dan fungsi yang sudah ditetapkan. Distribusi pekerjaan,
monitoring evaluasi telah dilakukan secara komputerisasi atau
berbasis teknologi informasi. Indikator ini dapat dibuktikan dengan
mengetahui bagaimana pola pendistribusian, monitoring evaluasi
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
56
pelaksanaan tugas dan fungsi apakah sudah berbasis teknologi
informasi.
3. Budaya Organisasi
Kematangan Tingkat I :
Budaya organisasi yang dibentuk dari nilai-nilai organisasi belum
belum dirumuskan dan belum terlihat, sehingga yang muncul adalah
budaya setiap individu pada ULP. Indikator ini dapat dibuktikan
dengan belum terlihatnya nilai-nilai yang menggambarkan budaya
dan identitas organisasi ULP.
Kematangan Tingkat II :
Sudah ada nilai-nilai organisasi yang menggambarkan budaya dan
identitas organisasi ULP, namun belum ditetapkan dan
terdokumentasi dalam peraturan tentang nilai dan budaya organisasi
ULP. Indikator ini dapat dibuktikan dengan tidak adanya dokumen
resmi dari pimpinan ULP tentang budaya dan nilai organisasi ULP
yang bersangkutan.
Kematangan Tingkat III :
Sudah ada dokumen resmi tentang budaya organisasi atau nilai-nilai
yang harus diimplementasikan oleh pegawai ULP, dan sudah ada
program yang secara khusus dilakukan untuk menanamkan nilai
budaya organisasi tersebut melalui sosialisasi dan internalisasi,
namun belum dilakukan evaluasi terukur dan tindak lanjut hasil
evaluasianya. Indikator ini dapat dibuktikan dengan cara memeriksa
dokumen yang berisi nilai-nilai budaya organisasi ULP serta
dibuktikan dengan adanya dokumken tentang program penanaman
nilai budaya organisasi secara khusus.
KematanganTingkat IV :
Sudah ada dokumen resmi tentang budaya organisasi dan sudah
dilaksanakan program penanaman nilai-nilai budaya organisasi
secara sistematis yang dilakukan oleh ULP serta telah dilakukan
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
57
evaluasi terukur dan tindak lanjut (reward/punishment) namun
belum menggunakan sistem berbasis teknologi informasi. Indikator
ini dibuktikan dengan adanya dokumen yang berisi budaya organisasi
ULP dan adanya program penanaman nilai budaya tersebut bagi
semua pegawai ULP. Selain itu terdapat dokumen evaluasi yang
terukur dan tindak lanjut (reward/punishment) .
Kematangan Tingkat V :
Sudah ada dokumen resmi tentang budaya organisasi ULP serta
adanya evaluasi terhadap implementasi nilai-nilai tersebut terhadap
semua pegawai dalam menjalankan pekerjaan setiap hari serta
sudah ada mekanisme penanaman yang terus menerus pada
pegawai baru yang masuk ULP. Pada tingkat ini budaya organisasi
telah dievaluasi secara terukur dan ada tindak lanjut
(reward/punishment) menggunakan sistem berbasis teknologi
informasi. Indikator ini dibuktikan dengan adanya dokumen yang
berisi budaya organisasi ULP dan adanya program penanaman nilai
budaya tersebut bagi semua pegawai ULP. Selain itu ada sistem
berbasis teknologi informasi terkait evaluasi dan pemberlakuan
tindak lanjut pelaksanaan budaya organisasi (reward/punishment).
B. Tata Laksana
1. Pemilihan Penyedia Barang/Jasa
Kematangan Tingkat I :
Belum ada dokumen yang mengatur tata laksana berupa Standar
Operating Procedure (SOP) tentang pemilihan penyedia. Pemilihan
penyedia dilakukan belum sesuai SOP dan dilakukan dengan cara
yang beragam pada masing-masing pokja. Indikator ini dibuktikan
dari tidak adanya dokumen tata laksana (SOP) tentang pemilihan
penyedia barang/jasa
Kematangan Tingkat II :
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
58
Pedoman tata laksana pemilihan penyedia sudah disusun namun
belum mengikuti notasi resmi atau belum ditetapkan menjadi SOP.
Pelaksanaan pemilihan penyedia telah dilakukan dengan tahapan
yang sudah diseragamkan oleh Pokja melalui alur pekerjaan, namun
belum mengikuti notasi resmi SOP dan belum ditetapkan sebagai
SOP pemilihan penyedia barang/jasa. Indikator ini dibuktikan dengan
adanya dokumen tahapan alur pemilihan penyedia barang/jasa
namun belum disahkan/ditetapkan sebagai SOP.
Kematangan Tingkat III :
Pedoman tata laksana pemilihan penyedia sudah disusun
berdasarkan notasi resmi dan sudah ditetapkan menjadi SOP. Akan
tetapi SOP yang telah ditetapkan belum sesuai dengan peraturan
dan atau belum diimplementasikan seluruhnya. Dokumen SOP
pemilihan penyedia barang/jasa telah ada tapi belum memenuhi
notasi resmi SOP/peraturan tentang tahapan pemilihan barang/jasa
dan implementasinya belum utuh karena penggunaan proses alur
SOP masih dilaksanakan sebagian saja. Indikator ini dibuktikan
dengan adanya dokumen SOP yang belum sempurna dan belum
diimplementasikan secara utuh.
Kematangan Tingkat IV :
Pedoman tata laksana pemilihan penyedia sudah disusun
berdasarkan notasi resmi dan sudah ditetapkan menjadi SOP yang
isinya telah sesuai dengan peraturan walaupun pelaksanaannya
belum terstruktur dan atau belum secara komputerisasi/berbasis
teknologi informasi. Selain itu tidak ada mekanisme tetap
penanganan apabila ada bagian SOP yang tidak dilaksanakan.
Indikator ini dibuktikan dengan adanya dokumen SOP yang resmi
ditetapkan oleh kepala ULP serta sudah dilaksanakan sesuai tugas
dan fungsinya. Selain itu ada kegiatan monitoring evaluasi
pelaksanaan SOP namun masih belum terstruktur, terdokumentasi
dan atau belum secara komputerisasi/berbasis teknologi informasi.
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
59
Kematangan Tingkat V :
Pedoman tata laksana pemilihan penyedia sudah disusun
berdasarkan notasi resmi dan sudah ditetapkan menjadi SOP yang
isinya telah sesuai dengan peraturan. SOP telah dilaksanakan dan
telah ada mekanisme monitoring terhadap SOP serta mekanisme
tetap untuk penanganan apabila ada bagian SOP yang tidak
dilaksanakan. Implementasi SOP telah berjalan dengan baik disertai
dengan mekanisme monitoring evaluasi. Indikator ini dibuktikan
dengan adanya dokumen SOP dan implementasinya disertai hasil
monitoring evaluasi yang dibuat oleh unit kerja pengendali mutu
(quality control unit) dan dilakukan secara berkala serta berbasis
teknologi informasi dimana hasilnya dijadikan tindak lanjut untuk
perbaikan.
2. Penyimpanan Dokumen Asli Pemilihan Penyedia
Barang/Jasa
Kematangan Tingkat I :
Belum ada pedoman tata laksana yang dijadikan sebagai panduan
dalam penyimpanan dokumen asli pemilihan penyedia barang/jasa.
Penyimpanan dokumen asli pemilihan penyedia barang/jasa
dilaksanakan menurut pilihan masing-masing pegawai. Indikator ini
dapat dilihat dari tidak adanya dokumen tata laksana kegiatan
penilaian kualifikasi.
Kematangan Tingkat II :
Sudah ada alur kerja atau penataan tata laksana dalam penyimpanan
dokumen asli pemilihan penyedia barang/jasa namun dibuat tidak
berdasarkan pedoman penyusunan tata laksana yang resmi dan
belum ditetapkan menjadi SOP oleh kepala ULP. Indikator ini
dibuktikan dengan adanya bagan-bagan tata laksana yang dibuat
oleh masing-masing unit atau individu pegawai dan belum ada SOP
yang ditetapkan oleh dari kepala ULP.
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
60
Kematangan Tingkat III :
Sudah ada alur kerja atau penataan tata laksana yang disusun
berdasarkan notasi resmi dan ditetapkan menjadi SOP Penyimpanan
dokumen asli pemilihan penyedia barang/jasa, akan tetapi SOP yang
telah ditetapkan belum sesuai dengan peraturan dan atau belum
dilaksanakan seluruhnya. Indikator ini dibuktikan dengan adanya
dokumen tata laksana yang telah ditetapkan menjadi SOP namun
belum sesuai dengan peraturan dan atau belum dilaksanakan
seluruhnya.
Kematangan Tingkat IV :
Tata laksana sudah ditetapkan menjadi SOP penyimpanan dokumen
asli pemilihan penyedia barang/jasa. Isi dari SOP telah sesuai dengan
peraturan dan SOP telah dilaksanakan secara menyeluruh. Pada
tingkat ini belum ada sistem monitoring evaluasi pelaksanaan SOP,
walaupun pelaksanaannya belum terstruktur dan atau belum secara
komputerisasi/berbasis teknologi informasi. Selain itu tidak ada
mekanisme tetap penanganan apabila ada bagian SOP yang tidak
dilaksanakan. Indikator ini dibuktikan dengan adanya dokumen SOP
yang resmi ditetapkan oleh kepala ULP serta sudah dilaksanakan
sesuai tugas dan fungsinya. Selain itu ada kegiatan monitoring
evaluasi pelaksanaan SOP namun masih belum terstruktur,
terdokumentasi dan atau belum secara komputerisasi/berbasis
teknologi informasi.
Kematangan Tingkat V :
Sudah ada sistem monitoring evaluasi penyimpangan terhadap SOP
yang terstruktur dan atau secara komputerisasi/berbasis sistem
infromasi. Selain itu telah ada mekanisme tetap penanganan apabila
ada bagian tata laksana atau SOP yang tidak dilaksanakan. Indikator
ini dibuktikan dengan adanya dokumen evaluasi penerapan SOP
yang dibuat oleh unit kerja pengendali mutu (quality control unit).
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
61
Selain itu dapat pula monitoring evaluasi dilakukan secara
komputerisasi/berbasis teknologi informasi.
3. Pelayanan Pelaksanaan Pemilihan Penyedia Barang/Jasa
kepada Satker/SKPD
Kematangan Tingkat I :
Belum ada pedoman tata laksana yang dijadikan sebagai panduan
dalam memberikan pelayanan pelaksanaan pemilihan penyedia
barang/jasa kepada satker/SKPD. Pelayanan pelaksanaan pemilihan
penyedia barang/jasa keapda satker/SKPD dilaksanakan menurut
pilihan masing-masing pegawai. Indikator ini dapat dilihat dari tidak
adanya dokumen tata laksana kegiatan penilaian kualifikasi.
Kematangan Tingkat II :
Sudah ada alur kerja atau penataan tata laksana dalam pelayanan
pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa keapda satker/SKPD
namun dibuat tidak berdasarkan pedoman penyusunan tata laksana
yang resmi dan belum ditetapkan menjadi Standar Operating
Procedure (SOP) oleh kepala ULP. Indikator ini dibuktikan dengan
adanya bagan-bagan tata laksana yang dibuat oleh masing-masing
unit atau individu pegawai dan belum ada SOP yang ditetapkan oleh
dari kepala ULP.
Kematangan Tingkat III :
Sudah ada alur kerja atau penataan tata laksana yang disusun
berdasarkan notasi resmi dan ditetapkan menjadi SOP. Akan tetapi
SOP yang telah ditetapkan belum sesuai dengan peraturan dan atau
belum dilaksanakan seluruhnya. Indikator ini dibuktikan dengan
adanya dokumen tata laksana yang telah ditetapkan menjadi SOP
namun belum sesuai dengan peraturan dan atau belum dilaksanakan
seluruhnya.
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
62
Kematangan Tingkat IV :
Pedoman tata laksana sudah ditetapkan menjadi SOP pelayanan
pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa keapda satker/SKPD.
Isi dari SOP telah sesuai dengan peraturan dan SOP telah
dilaksanakan secara menyeluruh. Pada tingkat ini belum ada sistem
monitoring evaluasi pelaksanaan SOP, walaupun pelaksanaannya
belum terstruktur dan atau belum secara komputerisasi/berbasis
teknologi informasi. Selain itu tidak ada mekanisme tetap
penanganan apabila ada bagian SOP yang tidak dilaksanakan.
Indikator ini dibuktikan dengan adanya dokumen SOP yang resmi
ditetapkan oleh kepala ULP serta sudah dilaksanakan sesuai tugas
dan fungsinya. Selain itu ada kegiatan monitoring evaluasi
pelaksanaan SOP namun masih belum terstruktur, terdokumentasi
dan atau belum secara komputerisasi/berbasis teknologi informasi.
Kematangan Tingkat V :
Sudah ada sistem monitoring evaluasi penyimpangan terhadap SOP
yang terstruktur dan atau secara komputerisasi/berbasis sistem
infromasi. Selain itu telah ada mekanisme tetap penanganan apabila
ada bagian tata laksana atau SOP yang tidak dilaksanakan. Indikator
ini dibuktikan dengan adanya dokumen evaluasi penerapan SOP
yang dibuat oleh unit kerja pengendali mutu (quality control unit).
Selain itu dapat pula monitoring evaluasi dilakukan secara
komputerisasi/berbasis teknologi informasi.
4. Penyusunan Laporan Pelaksanaan Pemilihan Penyedia
Barang/Jasa
Kematangan Tingkat I :
Belum ada pedoman tata laksana yang dijadikan sebagai panduan
dalam penyusunan laporan pelaksanaan pemilihan penyedia
barang/jasa. Penyusunan laporan pelaksanaan pemilihan penyedia
barang/jasa dilaksanakan menurut pilihan masing-masing pegawai.
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
63
Indikator ini dapat dilihat dari tidak adanya dokumen tata laksana
kegiatan penilaian kualifikasi
Kematangan Tingkat II :
Sudah ada alur kerja atau penataan tata laksana dalam penyusunan
laporan pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa namun dibuat
tidak berdasarkan pedoman penyusunan tata laksana yang resmi dan
belum ditetapkan menjadi Standar Operating Procedure (SOP) oleh
kepala ULP. Indikator ini dibuktikan dengan adanya bagan-bagan
tata laksana yang dibuat oleh masing-masing unit atau individu
pegawai dan belum ada SOP yang ditetapkan oleh kepala ULP.
Kematangan Tingkat III :
Sudah ada alur kerja atau penataan tata laksana yang disusun
berdasarkan notasi resmi dan ditetapkan menjadi SOP. Akan tetapi
SOP yang telah ditetapkan belum sesuai dengan peraturan dan atau
belum dilaksanakan seluruhnya. Indikator ini dibuktikan dengan
adanya dokumen tata laksana yang telah ditetapkan menjadi SOP
namun belum sesuai dengan peraturan dan atau belum dilaksanakan
seluruhnya.
Kematangan Tingkat IV :
Pedoman tata laksana sudah ditetapkan menjadi SOP penyusunan
laporan pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa. Isi dari SOP
telah sesuai dengan peraturan dan SOP telah dilaksanakan secara
menyeluruh. Pada tingkat ini belum ada sistem monitoring evaluasi
pelaksanaan SOP, walaupun pelaksanaannya belum terstruktur dan
atau belum secara komputerisasi/berbasis teknologi informasi. Selain
itu tidak ada mekanisme tetap penanganan apabila ada bagian SOP
yang tidak dilaksanakan. Indikator ini dibuktikan dengan adanya
dokumen SOP yang resmi ditetapkan oleh kepala ULP serta sudah
dilaksanakan sesuai tugas dan fungsinya. Selain itu ada kegiatan
monitoring evaluasi pelaksanaan SOP namun masih belum
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
64
terstruktur, terdokumentasi dan atau belum secara
komputerisasi/berbasis teknologi informasi.
Kematangan Tingkat V :
Sudah ada sistem monitoring evaluasi penyimpangan terhadap SOP
yang terstruktur dan atau secara komputerisasi/berbasis sistem
infromasi. Selain itu telah ada mekanisme tetap penanganan apabila
ada bagian tata laksana atau SOP yang tidak dilaksanakan. Indikator
ini dibuktikan dengan adanya dokumen evaluasi penerapan SOP
yang dibuat oleh unit kerja pengendali mutu (quality control unit).
Selain itu dapat pula monitoring evaluasi dilakukan secara
komputerisasi/berbasis teknologi informasi.
C. Sumber Daya Manusia (SDM)
1. Status Kepegawaian Anggota Pokja
Kematangan Tingkat I
Sumber Daya Manusia sudah memiliki sertifikat namun masih
sebagai panitia yang bersifat ad-hoc. Indikator ini dibuktikan dengan
tidak ditemukannya dokumen penetapan sebagai anggota Pokja ULP.
Kematangan Tingkat II
SDM telah ditetapkan sebagai anggota Pokja ULP namun masih
merangkap tugas sebagai pegawai pada unit/satuan kerja/SKPD.
Indikator ini dibuktikan dengan belum adanya dokumen/surat
penetapan sebagai pegawai tetap di ULP.
Kematangan Tingkat III
Sebagian atau seluruh anggota Pokja ULP sudah menjadi pegawai
tetap ULP namun belum belum diangkat menjadi Pejabat Fungsional
Pengelola Pengadaan Barang/Jasa. Indikator ini dibuktikan dengan
adanya dokumen/surat penetapan sebagai pegawai tetap bagi
sebagian atau seluruh anggota pokja ULP.
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
65
Kematangan Tingkat IV
Sebagian atau semua anggota pokja sudah diangkat menjadi pejabat
fungsional pengadaan barang/jasa pemerintah namun belum sesuai
perhitungan formasi atau beban kerja. Indikator ini dibuktikan
dengan adanya Surat Keputusan Pengangkatan Pejabat Fungsional
Pengelola Pengadaan Barang/Jasa bagi sebagian atau semua
anggota Pokja ULP, namun jumlahnya belum sesuai perhitungan
formasi atau beban kerja.
Kematangan Tingkat V
Semua anggota ULP sudah diangkat sebagai pejabat fungsional
pengadaan, dan sudah sesuai perhitungan formasi atau beban
kerja. Indikator ini dibuktikan dengan adanya Surat Keputusan
Pengangkatan Pejabat Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa
bagi semua anggota Pokja ULP dan jumlahnya sudah sesuai
perhitungan formasi atau beban kerja.
2. Pengembangan kompetensi
Kematangan Tingkat I :
Belum ada pengembangan kompetensi pegawai melalui diklat,
magang ataupun metode reguler lainnya setiap tahun. Indikator ini
dibuktikan dengan memeriksa ada atau tidaknya pegawai yang
dikirim mengikuti diklat, magang atau metode lainnya.
Kematangan Tingkat II :
Sudah ada pegawai yang dikirim mengikuti diklat, magang atau
metode lainnya setiap tahun, namun tidak ada kriteria dan pola
perencanaan pengembangan pegawai. Indikatornya dapat dilihat
dengan memeriksa data pegawai yang dikirim mengikuti diklat,
magang atau metode lainnya dan memeriksa dokumen pengiriman
pegawai tersebut. Jika pengiriman pegawai dilakukan secara acak
tanpa kriteria dan perencanaan, berarti tingkat kematangan berada
pada level ini.
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
66
Kematangan Tingkat III:
Sudah disusun pola dan sistem pengembangan pegawai yang berisi
kriteria, prosedur, jumlah, program, jadwal dan ketentuan lainnya
dalam pengembangan pegawai untuk mengikuti diklat, magang dan
kegiatan pengembangan lainnya, namun belum ada pola monitoring
evaluasi dari kegiatan pengembangan kompetensi. Indikator ini
dapat dilihat dengan memeriksa dokumen pengembangan pegawai
dan membandingkan dengan pelaksanaan pengembangan pegawai
pada ULP.
Kematangan Tingkat IV :
Pengembangan kompetensi pegawai sudah dilaksanakan sesuai
dengan pola yang sudah disusun secara sistematis. Selain itu telah
ada pola monitoring evaluasi serta tindak lanjut yang sistematis.
Namun pola pengembangan kompetensi ini belum terakomodasi
dalam sistem berbasis teknologi informasi. Indikator ini dibuktikan
dengan memeriksa dokumen pengembangan pegawai dan
membandingkan dengan pelaksanaan pengembangan pegawai pada
ULP.
Kematangan Tingkat V :
Pengembangan kompetensi pegawai sudah dilaksanakan sesuai
dengan pola dan sistem yang sudah disusun secara sistematis. Selain
itu telah ada pola monitoring evaluasi serta tindak lanjut yang
sistematis. Sistem pengembangan kompetensi telah terakomodasi
dalam sistem berbasis teknologi informasi. Indikator ini dibuktikan
dengan memeriksa dokumen pengembangan pegawai dan
membandingkan dengan pelaksanaan pengembangan pegawai pada
ULP.
3. Kinerja pegawai
Kematangan Tingkat I :
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
67
Belum ada penetapan target kinerja pegawai. Indikator ini dibuktikan
dengan memeriksa dokumen kinerja pegawai. Jika belum ada
dokumen penetapan kinerja pegawai, berarti ULP yang bersangkutan
berada pada level ini.
Kematangan Tingkat II :
Sudah ada target kinerja pegawai namun belum dijadikan komitmen
pencapaian yang disetujui pimpinan. Indikator ini dibuktikan dengan
pegawai sudah menyusun target kinerja namun belum ada
mekanisme persetujuan pimpinan yang berupa kontrak kerja.
Kematangan Tingkat III:
Sudah ada target kinerja pegawai yang telah dijadikan komitmen
pencapaian yang disetujui pimpinan namun belum ada mekanisme
reward/punishment atas pencapaiannya. Indikator ini dibuktikan
dengan cara memeriksa dokumen kinerja pegawai. Jika sudah ada
dokumen penetapan kinerja pegawai yang telah mendapat
persetujuan pimpinan namun belum ada mekanisme
reward/punishment berdasarkan hasil evaluasi pencapaiannya berarti
ULP yang bersangkutan berada pada level ini
Kematangan Tingkat IV :
Sudah ada target kinerja pegawai yang telah dijadikan komitmen
pencapaian yang disetujui pimpinan, ada mekanisme
reward/punishment atas pencapaiannya namun masih manual belum
berbasis teknologi informasi. Indikator ini dibuktikan dengan cara
memeriksa dokumen kinerja pegawai yang telah disetujui pimpinan.
Sudah ada mekanisme reward/punishment berdasarkan hasil
evaluasi pencapaiannya namun belum komputerisasi/berbasis
teknologi informasi.
Kematangan Tingkat V :
Sudah ada target kinerja pegawai yang telah dijadikan komitmen
pencapaian yang disetujui pimpinan, ada mekanisme
reward/punishment atas pencapaiannya dan telah dikelola berbasis
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
68
teknologi informasi. Selain itu ada upaya tindak lanjut perbaikan
kinerja. Indikator ini dibuktikan dengan cara memeriksa dokumen
kinerja pegawai yang telah disetujui atasan disertai dengan hasil
evaluasi dan pemberian reward/punishment pada pegawai disertai
dokumen yang menunjukkan adanya upaya tindak lanjut perbaikan
kinerja yang dikelola berbasis teknologi informasi maka ULP yang
bersangkutan berada pada level ini.
4. Kinerja ULP
Kematangan Tingkat I :
Belum ada penetapan target kinerja ULP. Indikator ini dibuktikan
dengan memeriksa dokumen kinerja instansi. Jika belum ada
dokumen penetapan kinerja, berarti ULP yang bersangkutan berada
pada level ini.
Kematangan Tingkat II :
Sudah ada target kinerja organisasi ULP, namun belum mengacu
dokumen perencanaan dan belum ada mekanisme monitoring
evaluasi atas pencapaiannya. Indikator ini dibuktikan dengan cara
memeriksa dokumen kinerja organisasi ULP. Jika sudah ada
dokumen penetapan kinerja organisasi ULP namun target yang
ditetapkan belum sama dengan target yang ditetapkan dalam
dokumen perencanaan (renja SKPD/renja kementerian/lembaga
pemerintah non kementerian) dan belum ada mekanisme monitoring
evaluasi atas pencapainnya berarti ULP yang bersangkutan berada
pada level ini.
Kematangan Tingkat III:
Sudah ada target kinerja organisasi ULP yang mengacu pada
dokumen perencanaan dan sudah ada mekanisme monitoring
evaluasi atas pencapaiannya namun belum ada rencana tindak lanjut
perbaikan kinerja. Indikator ini dibuktikan dengan cara memeriksa
dokumen kinerja instansi. Jika sudah ada dokumen penetapan
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
69
kinerja organisasi ULP dan target yang ditetapkan sudah sama
dengan target yang ditetapkan dalam dokumen perencanaan (renja
SKPD/renja kementerian/lembaga pemerintah non kementerian).
Selain itu bukti lain adalah telah adanya evaluasi pencapaian target
kinerja namun belum disertai rencana tindak lanjut hasil monitoring
evaluasi, maka ULP yang bersangkutan berada pada level ini.
Kematangan Tingkat IV :
Sudah ada target kinerja organisasi ULP yang mengacu pada
dokumen perencanaan dan sudah ada mekanisme monitoring
evaluasi atas pencapaiannya dan rencana tindak lanjut perbaikan
kinerja namun belum berbasis teknologi informasi. Indikator ini
dibuktikan dengan cara memeriksa dokumen kinerja organisasi ULP.
Jika sudah ada dokumen penetapan kinerja organisasi ULP dan
target yang ditetapkan sudah sama dengan target yang ditetapkan
dalam dokumen perencanaan (Rencana Kerja/renja SKPD atau renja
kementerian/lembaga pemerintah non kementerian). Selain itu bukti
lain adalah telah adanya dokumen evaluasi pencapaian target kinerja
dan rencana tindak lanjut hasil monitoring evaluasi.
Kematangan Tingkat V :
Sudah ada target kinerja organisasi ULP yang mengacu pada
dokumen perencanaan dan sudah memiliki mekanisme monitoring
evaluasi disertai rencana tindak lanjut perbaikan kinerja berbasis
teknologi informasi. Indikator ini dibuktikan dengan cara memeriksa
dokumen kinerja organisasi ULP. Jika sudah ada dokumen penetapan
kinerja organisasi ULP dan sudah ada evaluasi pencapaiannya
dimana seluruh target telah tercapai. Selain itu telah ada sistem
monitoring evaluasi kinerja organisasi ULP yang sudah berbasis
teknologi informasi dan ada dokumen yang menunjukkan adanya
upaya tindak lanjut perbaikan kinerja.
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
70
D. Manajemen
1. Manajemen Resiko
Kematangan Tingkat I :
Belum ada manajemen resiko dalam proses pemilihan penyedia
barang/jasa. Indikator ini dibuktikan dengan memeriksa dokumen
analisis resiko pemilihan penyedia barang/jasa. Jika belum ada
dokumen analisis resiko, berarti ULP yang bersangkutan berada pada
level ini.
Kematangan Tingkat II :
Sudah ada sebagian anggota pokja yang melakukan analisis resiko
dalam proses pemilihan penyedia barang/jasa, namun hanya bersifat
individu anggota. Indikator ini dibuktikan dengan mewawancarai
anggota pokja. Jika hasil wawancara menunjukan bahwa ada
anggota pokja yang mampu menjelaskan bagaimana mengelola
resiko berarti ULP yang bersangkutan berada pada level ini.
Kematangan Tingkat III:
ULP sudah menetapkan prosedur pengelolaan resiko dalam
pengadaan barang/jasa dalam bentuk SOP, namun belum dilakukan
monitoring evaluasi pelaksanaannya. Indikator ini dibuktikan dengan
memeriksa dokumen pengelolaan resiko yang ditetapkan oleh ULP
dan penerapannya. Jika sudah ada dokumen SOP namun belum
dilakukan monitoring evaluasi pelaksanaannya berarti ULP yang
bersangkutan berada pada level ini.
Kematangan Tingkat IV :
ULP sudah menetapkan prosedur pengelolaan resiko dalam
pengadaan barang/jasa (SOP), sudah ada mekanisme monitoring
evaluasi pelaksanaannya namun dilakukan secara manual. Indikator
ini dibuktikan dengan memeriksa dokumen pengelolaan resiko yang
ditetapkan oleh ULP dan penerapannya. Jika sudah ada SOP, sudah
ada bukti hasil monitoring evaluasi pelaksanannya berarti ULP yang
bersangkutan berada pada level ini.
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
71
Kematangan Tingkat V :
ULP sudah menetapkan prosedur pengelolaan resiko dalam
pengadaan barang/jasa (SOP) dan semua pokja sudah menerapkan,
sudah dilakukan monitoring evaluasi secara periodik sehingga dapat
dikendalikan kerugian baik bagi pegawai maupun instansi dan semua
prosesnya dilakukan berbasis teknologi informasi. Indikator ini
dibuktikan dengan memeriksa dokumen pengelolaan resiko yang
ditetapkan oleh ULP dan penerapannya. Jika sudah ada SOP
pengelolaan resiko yang sudah dimonitoring evaluasi dan
dilaksanakan dengan berbasis teknologi informasi berarti ULP yang
bersangkutan berada pada level ini.
2. Manajemen Informasi
Kematangan Tingkat I :
Informasi dikelola oleh masing-masing unit atau petugas secara
manual. Indikator ini dibuktikan dengan memeriksa proses
penyimpanan data pada ULP yang bersangkutan.
Kematangan Tingkat II :
Data dan informasi sudah disimpan secara teratur oleh unit masing-
masing unit kerja, namun masih bersifat manual. Indikator ini
dibuktikan dengan memeriksa proses penyimpanan data pada ULP
yang bersangkutan.
Kematangan Tingkat III:
Data dan informasi sudah dikelola secara terpadu pada satu unit
pengolah dan penyimpan data, namun masih dilakukan secara
manual. Indikator ini dibuktikan dengan memeriksa proses
penyimpanan data pada ULP yang bersangkutan.
Kematangan Tingkat IV :
Data sudah dikelola secara komputerisasi, namun masih memerlukan
pengolahan dan entry data secara manual pada setiap jenis data.
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
72
Kematangan Tingkat V :
Pengelolaan informasi dan data dilakukan secara otomatisasi dan
komputerisasi. Entri data dilakukan sekaligus pada saat pelaksanaan
setiap proses pengadaan. Data hasil kerja otomatis masuk dalam
sistem informasi (sistem telah terintegrasi).
3. Perencanaan Kegiatan
Kematangan Tingkat I :
Belum ada perencanaan kegiatan dalam organisasi ULP. Proses
perencanaan kegiatan dilaksanakan menurut pilihan masing-masing
pegawai. Indikator ini dapat dilihat dari tidak adanya dokumen
pelaksanaan perencanaan kegiatan.
Kematangan Tingkat II :
Sudah ada pelaksanaan perencanaan kegiatan pada ULP, namun
belum terpola dan terdokumentasi. Indikator ini dibuktikan dengan
adanya dokumen perencanaan kegiatan namun belum ada pola
pelaksanaannya, dilakukan secara tidak menentu baik dari segi
waktu maupun tahapannya.
Kematangan Tingkat III :
Sudah ada pola perencanaan yang terdokumentasi, namun belum
ada monitoring evaluasi terhadap pelaksanaan perencanaan kegiatan
ULP. Indikator ini dibuktikan dengan adanya dokumen perencanaan
kegiatan serta pelaksanaannya telah memiliki pola yang ditetapkan
menjadi SOP. Akan tetapi belum dilaksanakan secara menyeluruh
sesuai dengan SOP dan belum ada monitoring
evaluasi pelaksanaan perencanaan.
Kematangan Tingkat IV :
Sudah ada pola dalam perencanaan kegiatan yang terdokumentasi,
dan telah ditetapkan menjadi SOP yang sudah dilaksanakan secara
menyeluruh. Selain itu sudah ada monitoring evaluasi terhadap
pelaksanaan perencanaan namun belum berbasis teknologi
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
73
informasi. Indikator ini dibuktikan dengan adanya dokumen
perencanaan kegiatan serta pelaksanaannya telah memiliki pola yang
ditetapkan menjadi SOP. Selain itu pelaksanaan perencanaan
kegiatan telah sesuai dengan SOP dan ada monitoring evaluasi
pelaksanaan perencanaan.
Kematangan Tingkat V :
Pada tingkat ini, pola perencanaan kegiatan hingga monitoring
evaluasinya dilakukan dengan sistem berbasis teknologi informasi.
Selain itu pola perencanaan kegiatan pada tahap ini telah terlaksana
secara menyeluruh. Indikator ini dibuktikan dengan adanya sistem
informasi perencanaan kegiatan yang terlaksana secara menyeluruh.
4. Pengawasan Kegiatan ULP
Kematangan Tingkat I :
Belum ada pengawasan dari unsur pimpinan. Indikator ini dapat
dilihat dari tidak adanya kegiatan atau tugas pengawasan oleh unsur
pimpinan.
Kematangan Tingkat II :
Sudah ada pelaksanaan pengawasan oleh Kepala ULP namun masih
dilakukan secara insidental. Indikator ini dibuktikan dengan adanya
kegiatan pengawasan oleh pimpinan namun belum ada pola
pelaksanaannya. Dilakukan secara tidak menentu baik dari segi
waktu maupun metodenya.
Kematangan Tingkat III :
Sudah ada pola pengawasan yang terstruktur oleh pimpinan ULP
namun belum ada mekanisme tindak lanjutnya yang ditetapkan
dalam SOP. Indikator ini dibuktikan dengan adanya dokumen pola
pengawasan kegiatan namun mekanisme tindak lanjutnya belum
diatur.
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
74
Kematangan Tingkat IV :
Sudah ada pola pengawasan yang terstruktur oleh pimpinan ULP dan
sudah ada mekanisme tindak lanjut yang ditetapkan dalam SOP
namun pelaksanaannya masih manual. Indikator ini dibuktikan
dengan adanya SOP tentang pola pengawasan dan dokumen
pelaksanaan SOP tersebut. Selain itu terdapat bukti dokumen tindak
lanjut dari hasil kegiatan pengawasan.
Kematangan Tingkat V :
Sudah ada pola pengawasan yang terstruktur oleh pimpinan ULP dan
sudah ada mekanisme tindak lanjut yang ditetapkan dalam SOP serta
telah berbasis teknologi informasi. Indikator ini dibuktikan dengan
adanya sistem teknologi informasi pengawasan.
5. Sarana dan Prasarana
Kematangan Tingkat I :
Belum ada sarana prasarana khusus ULP. Indikator ini dibuktikan
dengan tidak tersedianya sarana prasarana yang dikhususkan untuk
ULP.
Kematangan Tingkat II :
Sudah ada sarana prasarana khusus yang digunakan oleh ULP. Akan
tetapi sarana prasarana tersebut belum sesuai dengan standar
gedung/ruangan ULP. Indikator ini dibuktikan dengan telah
tersedianya sarana prasarana yang digunakan khusus oleh ULP
namun saat diobservasi sarana prasarana belum memenuhi
kebutuhan standar ULP. Tidak ada spesialisasi area-area dalam
ruangan atau gedung sesuai kebutuhan ULP (ruang rapat Pokja,
ruang pertemuan dengan penyedia, ruang kepala dan sekretaris ULP,
ruang arsip, ruang kerja pegawai dan front office). Serta kurang
terpenuhinya standar sarana kerja ULP (meja kursi pegawai, meja
kursi rapat, LCD Projector, perangkat komputer, scanner, ATK,
jaringan internet, alat komunikasi, lemari arsip).
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
75
Kematangan Tingkat III :
Sudah ada sarana prasarana khusus yang digunakan oleh ULP dan
telah sesuai dengan standar namun belum sesuai analisis kebutuhan
baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Terdapat spesialisasi area-
area dalam ruangan atau gedung sesuai kebutuhan ULP (ruang rapat
Pokja, ruang pertemuan dengan penyedia, ruang kepala dan
sekretaris ULP, ruang arsip, ruang kerja pegawai dan front office).
Saat diobservasi sarana kerja telah sesuai dengan standar prasarana
kerja ULP (meja kursi pegawai, meja kursi rapat, LCD Projector,
perangkat komputer, scanner, ATK, jaringan internet, alat
komunikasi, lemari arsip) namun belum dilakukan analisis kebutuhan
secara kuantitatif dan kualitatif. Indikator dapat dilihat dari
kesesuaian dokumen standar dengan sarana prasana yang tersedia.
Kematangan Tingkat IV :
Sudah memiliki sarana dan prasarana sendiri untuk menunjang
kegiatan ULP dan sudah sesuai standar serta sudah berdasarkan
analisis kebutuhan namun inventarisasinya masih dilakukan secara
manual. Indikator ini dibuktikan dengan telah tersedianya ruangan
atau gedung yang digunakan khusus oleh ULP yang telah memenuhi
kebutuhan dan standar ULP. Ada spesialisasi area-area dalam
ruangan atau gedung sesuai kebutuhan ULP (ruang rapat Pokja,
ruang pertemuan dengan penyedia, ruang kepala dan sekretaris ULP,
ruang arsip, ruang kerja pegawai dan front office). Saat diobservasi
sarana kerja telah sesuai dengan standar dan kebutuhan prasarana
kerja ULP (meja-kursi pegawai, meja-kursi rapat, LCD Projector,
perangkat komputer, scanner, ATK, jaringan internet, alat
komunikasi, lemari arsip). Selain itu ada dokumen pengelolaan
ruangan/gedung dan prasarana kerja, namun pengelolaan
inventarisasi Barang Milik Negara (BMN) nya masih manual.
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
76
Kematangan Tingkat V :
Sudah memiliki sarana dan prasarana sendiri untuk menunjang
kegiatan ULP dan sudah sesuai standar serta sudah berdasarkan
analisis kebutuhan dan telah dilakukan menggunakan berbasis
teknologi informasi. Selain itu telah tersedia sarana prasarana kerja
yang sesuai dengan standar prasarana kerja ULP (meja-kursi
pegawai, meja kursi rapat, LCD Projector, perangkat komputer,
scanner, ATK, jaringan internet, alat komunikasi, lemari arsip).
Sarana dan prasarana yang tersedia sesuai dengan analisis
kebutuhan. Pengelolaan BMN (ruangan/gedung dan prasarana
kerja) telah dilaksanakan secara komputerisasi atau berbasis
teknologi informasi. Indikator ini dibuktikan dengan adanya teknologi
informasi pengelolaan ruangan/gedung dan sarana kerja.
Untuk mendapatkan bukti yang menunjukkan tingkat kematangan masing-
masing indikator digunakan berbagai metode/teknik, yaitu studi dokumen,
wawancara dan observasi. Instrumen pengumpulan bukti terlampir.
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
77
4.1 Pengertian
Saat ini kata roadmap sering kita baca atau dengar dalam berita
atau percakapan sehari-hari. Kata roadmap, blueprint dan grand
design sudah menjadi trend saat orang berbicara tentang
perencanaan. Menurut arti kamus, roadmap atau peta jalan adalah
rencana kerja rinci yang menggambarkan apa yang harus
dilakukan untuk mencapai tujuan.
Roadmap umumnya disusun sebagai bagian dari rencana strategis.
Substansi penulisannya dapat terdiri dari:
Keadaan saat ini (sebagai baseline);
Tujuan yang ingin dicapai;
Indikator pencapaian sasaran;
Uraian tahap pelaksanaan untuk mencapai tujuan;
Sasaran dari setiap tahap.
Roadmap dapat diterapkan untuk berbagai sektor/bidang, seperti
ekonomi, oganisasi, kesehatan, transportasi, reformasi birokrasi,
teknologi informasi, dan lain sebagainya. Pada dasarnya roadmap
adalah perencanaan tentang apa yang ingin kita capai pada kurun
waktu tertentu, bagamana cara mencapainya yang berisi langkah-
langkahnya dan apa indikator keberhasilannya.
4.2 Prinsip Dasar
Prinsip- dasar dalam menyusun roadmap adalah sebagai berikut:
BAB IV PENYUSUNAN ROADMAP
KEMATANGAN ORGANISASI ULP
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
78
1. Jelas. Roadmap harus mudah dipahami dan dapat
dilaksanakan, sehingga seluruh pihak yang terlibat dapat
melaksanakan dengan baik;
2. Ringkas. Roadmap harus disajikan secara ringkas dan padat
sesuai format yang ditentukan;
3. Terukur. Program, kegiatan, target, waktu, output dan
outcome harus dapat diukur;
4. Dapat disesuaikan. Roadmap dapat mengakomodasi umpan
balik dan perbaikan perbaikan yang diperlukan;
5. Terinci. Roadmap harus merupakan rincian dari pelaksanaan
kegiatan dan hasil dari kegiatan tersebut;
6. Komitmen. Roadmap harus merupakan kesepakatan bersama
yang memberikan gambaran kesadaran akan tanggungjawab
yang harus diselesaikan;
7. Dokumen resmi. Roadmap harus menjadi dokumen resmi
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi yang
ditetapkan oleh pimpinan pimpinan
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi
bersangkutan.
4.3 Sistematika Roadmap Peningkatan Kematangan
Organisasi ULP
Sistematika roadmap peningkatan kematangan organisasi ULP
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi mencakup:
A. Ringkasan Eksekutif
Berisi uraian singkat substansi roadmap peningkatan
kematangan organisasi ULP
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
79
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi, yang
mencakup gambaran kondisi/level kematangan organisasi
saat ini, kondisi yang diharapkan, program, kegiatan,
anggaran, rencana waktu pelaksanaan dan kriteria
keberhasilan yang ditetapkan.
B. Pendahuluan
Berisi paparan kondisi saat ini organisasi ULP pada
Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah/Institusi yang
mencakup masalah-masalah yang dihadapi dan langkah-
langkah pembenahan yang akan dilakukan. Hal ini dapat
dilakukan melalui pemetaan pemangku kepentingan baik dari
internal maupun eksternal yang terkait dengan
pengembangan organisasi ULP.
C. Konsolidasi Rencana Aksi Program dan Kegiatan
peningkatan kematangan organisasi ULP.
1. Pencapaian. Berisi paparan tentang basis level
kematangan organisasi ULP
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi yang
sudah dicapai. Level kematangan organisasi ULP diukur
dengan menggunakan instrumen pengukuran yang telah
disusun yang terdiri dari 5 (lima) level kematangan
organisasi ULP dengan 4 (empat) variabel/key area yang
meliputi : Pertama, variabel Organisasi meliputi sub
variabel struktur organisasi, tugas dan fungsi dan budaya
organisasi. Kedua, variabel Tata Laksana. Berdasarkan
Permenpan Nomor 35 Tahun 2012 tentang Pedoman
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
80
Penyusunan Standar Operating Procedure Administrasi
Pemerintahan, “tata laksana” (bussiness process) meliputi
tata laksana inti (core process) dan tata laksana
pendukung (supporting prosess). Variabel ini meliputi sub
variabel pemilihan penyedia, penyimpanan dokumen asli
pemilihan penyedia barang/jasa, pelayanan pelaksanaan
pemilihan penyedia barang/jasa kepada satker/SKPD, dan
penyusunan laporan pelaksanaan hasil pemilihan
penyedia barang/jasa. Ketiga, variabel Sumber Daya
Manusia yang meliputi sub variabel status kepegawaian
anggota ULP, pengembangan kompetensi, kinerja
pegawai dan kinerja organisasi/ULP. Keempat, variabel
Manajemen yang meliputi sub variabel manajemen
resiko, manajemen informasi, perencanaan kegiatan,
pengawasan kegiatan, sarana dan prasarana.
2. Rencana. Level kematangan organisasi ULP saat ini,
menjadi dasar bagi penyusunan program dan kegiatan
peningkatan kematangan organisasi ULP yang sedang
dan akan dilaksanakan oleh
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi.
Dalam perencanaan ini lebih dahulu ditentukan level
kematangan organisasi yang akan dituju disesuaikan
dengan kondisi nyata organisasi
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi,
misalnya dari hasil pengukuran diketahui bahwa
Organisasi ULP berada pada level 3, maka dengan
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
81
mempertimbangkan kondisi saat ini
Kementerian/Lembaga/Pemerintahan Daerah/Institusi
ditentukan level kematangan yang akan dituju yaitu level
4 atau level 5. Pada dasarnya diharapkan semua
organisasi ULP bisa mencapai kematangan organisasi
level 5.
3. Kriteria Keberhasilan. Berisi paparan mengenai hasil
yang akan dicapai untuk setiap program dan kegiatan
peningkatan kematangan organisasi ULP masing-masing
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi.
Kriteria keberhasilan ini mengacu pada kriteria/indikator
yang ada pada masing-masing variabel pada level
kematangan organisasi yang diharapkan.
4. Agenda Prioritas. Berisi paparan mengenai program
dan aktivitas peningkatan kematangan organisasi ULP
yang sedang dan akan dilaksanakan berdasarkan skala
prioritas masing-masing
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi.
Agenda prioritas ini sebaiknya mempertimbangkan dan
diarahkan pada pencapaian kriteria/indikator pada
variabel di level paling bawah yang belum tercapai, dan
secara bertahap menuju kriteria/indikator pada variabel di
level yang lebih tinggi.
5. Waktu Pelaksanaan dan Tahapan Kerja. Berisi
paparan mengenai jangka waktu pelaksanaan program
dan kegiatan peningkatan kematangan organisasi ULP
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
82
yang sedang dan akan dilaksanakan oleh masing-masing
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi
beserta tahap-tahap pelaksanaan program dan
kegiatannya.
6. Penanggung Jawab/Pelaksana. Berisi informasi
tentang unit kerja atau sumber daya manusia yang
menjadi penanggungjawab setiap pelaksanaan program
dan kegiatan peningkatan kematangan organisasi ULP
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi
terkait.
7. Rencana anggaran. Berisi informasi mengenai rencana
besaran anggaran yang akan dialokasikan untuk
mendukung pelaksanaan setiap program dan kegiatan
peningkatan kematangan organisasi ULP. Konsolidasi
Rencana Aksi Program dan Kegiatan Peningkatan
Kematangan Organisasi ULP ini kemudian dituangkan
dalam bentuk tabel pada lampiran 1 dan 2.
D. Penutup.
Berisikan hal-hal yang menjadi penekanan dan harapan dalam
pelaksanaan roadmap peningkatan kematangan organisasi ULP.
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
83
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya berkaitan
dengan pengukuran kematangan organisasi Unit Layanan
Pengadaan (ULP) pada Kementerian/Lembaga/Pemerintah
Daerah/Institusi (K/L/Pemda/I), dapat diperoleh beberapa
kesimpulan, yaitu:
1. ULP yang ideal adalah sebuah organisasi mandiri yang terus
tumbuh dan berkembang agar tujuan pembentukan yang
telah ditetapkan dapat dicapai. Melihat perkembangan dalam
pengadaan barang/jasa pemerintah yang semakin kompleks,
maka pengembangan organisasi ULP merupakan kebutuhan
yang mendesak untuk dilaksanakan. Berkaitan dengan
pengembangan organisasi ULP ini, perlu segera diketahui
tingkat kematangannya untuk menentukan posisi/level
kematangan organisasi ULP yang ada, sehingga kemudian
dapat disusun roadmap (peta jalan) bagi pengembangan
organisasi ULP yang didasarkan pada indikator kematangan.
2. Pengukuran kematangan organisasi ULP merupakan
pengukuran terhadap kualitas proses pengelolaan organisasi
ULP. Variabel yang diukur dalam pengukuran kematangan
BAB V PENUTUP
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
84
organisasi adalah area proses manajemen yang menjadi
aktivitas dari organisasi tersebut.
3. Dalam menyusun variabel dan indikator kematangan
organisasi ULP tidak bisa dilepaskan dari kedudukan ULP
sebagai organisasi pemerintah yang terikat oleh peraturan
perundang-undangan. Berdasarkan kajian teori dan
peraturan perundang-undangan tentang birokrasi
pemerintah, maka variabel dan sub variabel yang merupakan
inti dari area proses manajemen dari ULP dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya meliputi : Pertama,
variabel Organisasi meliputi struktur organisasi, tugas dan
fungsi dan budaya organisasi. Kedua, variabel Tata Laksana
meliputi pemilihan penyedia, penyimpanan dokumen asli
pemilihan penyedia barang/jasa, pelayanan pelaksanaan
pemilihan penyedia barang/jasa kepada satker/SKPD, dan
penyusunan laporan pelaksanaan hasil pemilihan penyedia
barang/jasa. Ketiga, variabel Sumber Daya Manusia yang
meliputi status kepegawaian anggota ULP, pengembangan
kompetensi, kinerja pegawai, kinerja organisasi ULP.
Keempat, variabel Manajemen yang meliputi manajemen
resiko, manajemen informasi, perencanaan kegiatan,
pengawasan kegiatan dan sarana dan prasarana.
4. Proses pengembangan organisasi ULP disederhanakan dan
dideskripsikan dalam wujud tingkatan kematangan organisasi
ULP yang dibagi ke dalam 5 (lima) tingkatan yaitu, tingkat I
Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)
85
(initial), tingkat II (repeatable), tingkat III (defined), tingkat
IV (managed) dan tingkat V (optimized). Tingkatan
kematangan tersebut dicirikan dengan beberapa persyaratan
tertentu yang harus diraih pada keempat variabel tersebut
yang dibagi kedalam sub variabel yang selanjutnya setiap
sub variabel diuraikan ke dalam indikator yang menunjukkan
kematangan organisasi pada setiap tingkatan.
5. Tingkatan-tingkatan yang ada dicapai secara sekuensial,
mulai dari tingkat initial sampai pada tingkat optimized
(tingkat terakhir).
6. Selama pengembangan, setiap organisasi ULP bergerak naik
dari satu tingkat ke tingkat berikutnya secara
bertahap/berurutan tanpa boleh melewati satu tingkat.
5.2 Saran
Beberapa saran/rekomendasi dari hasil kajian tentang
pengukuran tingkat kematangan organisasi Unit Layanan
Pengadaan (ULP) pada K/L/Pemda/I ini antara lain:
1. Agar pengukuran tingkat kematangan organisasi ULP
berdasarkan indikator kematangan dilakukan secara berkala.
2. Agar setiap ULP menyusun roadmap (peta jalan) dan action
plan (rencana tindak) untuk mempercepat pengembangan
organisasi ULP menuju organisasi yang ideal.
3. Diperlukan pendampingan, monitoring evaluasi Pimpinan
K/L/Pemda/I dalam mengembangkan organisasi ULPnya.