bab i pendahuluan - sinta.unud.ac.id 1.pdfekonomi pasar, indonesia berharap memasuki babak baru,...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Perkembangan kegiatan masyarakat dunia dewasa ini terutama dalam bidang
teknologi dan ekonomi membuat masyarakat dunia saling bersentuhan dan saling
membutuhkan hingga pada akhirnya menimbulkan persaingan. Menurut Wiliam
Irwin Thomson, bahwa dengan dukungan teknologi dan informasi, kecepatan
perkembangan ekonomi tidak lagi menghitung abad, tahun, bulan, atau hari dan dapat
terjadi setiap hari.1
Association of Southeast Asian Nation (ASEAN), yang terbentuk pada 8
Agustus 1967 merupakan organisasi regional kawasan Asia Tenggara yang terdiri
dari Negara-Negara di Asia Tenggara2 dan ASEAN merupakan organisasi regional
yang didominasi oleh Negara-Negara berkembang. ASEAN dalam menghadapi
perkembangan perdagangan internasional setidaknya hanya memiliki dua pilihan
yakni menahan tekanan ekonomi global dengan berdiri di kaki sendiri sebagai sebuah
negara ataukah bergandengan tangan bersama-sama sebagai satu kesatuan. Dengan
mengambil contoh Uni Eropa sebagai suatu kawasan ekonomi dengan menggunakan
mata uang seragam yakni Euro, terbukti Uni Eropa lebih kokoh dalam menahan
1 CFG Sunaryati Hartono. 1996. Globalisasi dan Perdagangan Bebas, BPHN DepartemenKehakiman, Jakarta, h.12
2 I Wayan Parthiana, 2002, Hukum Perjanjian Internasional Bagian I, Mandar Maju, Bandung, h.49
2
tekanan ekonomi global, para pemimpin ASEAN dalam Konferensi Tingkat Tinggi
(KTT) ASEAN yang diselenggarakan di Kuala Lumpur pada bulan Desember 1997
tergerak untuk mewujudkan tujuan bersama dibentuknya ASEAN yaitu:
1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan perkembangan
kebudayaan di kawasan Asia Tenggara;
2. Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional;
3. Meningkatkan kerjasama dan saling membantu untuk kepentingan bersama
dalam bidang ekonomi, sosial, teknik, ilmu pengetahuan, dan administrasi;
4. Memelihara kerjasama yang erat di tengah-tengah organisasi regional dan
internasional yang ada;
5. Meningkatkan kerjasama untuk memajukan pendidikan, latihan, dan
penelitian di kawasan Asia Tenggara.
dan memutuskan untuk mengubah ASEAN menjadi kawasan yang stabil, makmur,
dan sangat kompetitif dengan perkembangan ekonomi yang adil, dan mengurangi
kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi (ASEAN Vision 2020). Berdasarkan
kesepakatan tersebut diadakanlah KTT ASEAN di Bali pada bulan Oktober 2003
yang menghasilkan Bali Concord II. Kemudian pada KTT ASEAN yang
diselenggarakan tahun 2006 para pemimpin ASEAN sepakat untuk mempercepat
Komunitas ASEAN berupa Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yakni pada tahun
2015.3
3 ASEAN Economic Community Blueprint, h.5
3
Berdasarkan ASEAN Economic Community Blueprint, MEA menjadi sangat
dibutuhkan untuk memperkecil kesenjangan antara negara-negara ASEAN dalam hal
pertumbuhan perekonomian dengan meningkatkan ketergantungan anggota-anggota
di dalamnya. Area kerjasama MEA meliputi pengembangan sumber daya manusia
dan peningkatan kapasitas, pengakuan kualifikasi profesional, konsultasi lebih dekat
pada kebijakan makro ekonomi dan keuangan, langkah-langkah pembiayaan
perdagangan, peningkatan infrastruktur dan konektivitas komunikasi, pengembangan
transaksi elektronik, mengintegrasikan industri di seluruh wilayah untuk
mempromosikan sumber daya daerah, dan meningkatkan keterlibatan sektor swasta
untuk membangun MEA.4 Bagi Negara-Negara anggota ASEAN terutama Indonesia,
MEA akan menjadi kesempatan yang baik karena hambatan perdagangan akan
cenderung berkurang bahkan menjadi tidak ada dan dengan semakin mengglobalnya
ekonomi pasar, Indonesia berharap memasuki babak baru, masa di mana diperlukan
praktik bisnis yang adil yang dapat membuka ekonomi pasar dan kemerataan sosial
ekonomi.5
Meskipun terlihat sangat menjanjikan dengan banyaknya pengaruh positif
yang timbul karena diberlakukannya MEA, di sisi lain terdapat pula hal negatif yang
berdampak bagi kelangsungan kegiatan persaingan usaha Negara-Negara Asia
Tenggara di mana konsekuensi lain dari dibentuknya pasar bebas ini adalah adanya
4 Mohamed Jahwar Hassan, 2014, The Resurgence of China and India, Major Power Rivalry andthe Response of ASEAN, dalam Hadi Soesastro dan Clara Joewono (eds.), 2007, The InclusiveRegionalist, Centre for Strategic and International Studies Indonesia, Jakarta, h. 139
5 Suyud Margono, 2009, Hukum Anti Monopoli, Sinar Grafika, Jakarta, h. 2
4
keleluasaan masyarakat untuk menentukan dan mengatur sendiri kegiatan ekonomi
yang akan mereka lakukan sehingga persaingan yang dilakukan untuk merebut
pasaran dapat mendorong terbentuknya monopoli. Demi mewujudkan iklim
persaingan usaha yang sehat dan adil, Indonesia telah menetapkan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat, begitu pula Malaysia yang menetapkan Competition Act 2010,
Singapura yang menetapkan Competition Act of the Singapore (Chapter 50B), dan
beberapa Negara ASEAN lainnya.
Antitrust Law yang dicetuskan oleh Amerika dianggap sebagai induk
peraturan perundang-undangan di berbagai negara mengenai kontrol atas monopoli
dan praktek-praktek perdagangan yang tidak adil. Pengertian Antitrust yang dikutip
dari Black Law Dictionary adalah sebagai berikut :
“Antitrust Act: Federal and statutes to protect trade and commerce from unlawfulrestraints, price discrimination, price fixing, and monopolies. Most states have miniAntitrust Act patterned on the Federal Act. The Principal Federal Antitrust act are :Sherman Act (1890); Clayton Act (1914), Federal Trade Commision Act (1914);Robinson Patman Act (1936). See Boycott: Combination in restrain of trade; pricesfixing; restrains of trade”.6
Undang-undang utama dalam Antitrust Law terdiri dari Sherman Act, Clayton Act,
Robinson-Patnem Act, dan Federal Trade Commission Act. Menurut Gellhorn dan
Kovacic bahwa tujuan yang hendak dicapai oleh Antitrust Law Amerika Serikat
6 Black Law Dictionary (Fifth Edition), St. Paul Minn West Publishing CO 1979, h.86
5
adalah menciptakan iklim usaha yang sehat dan kompetitif, serta mencegah terjadinya
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.7
Di Indonesia, kebijakan persaingan usaha yang telah di tetapkan secara khusus
tidak hanya terfokus pada larangan atas kegiatan monopoli, namun kebijakan
persaingan usaha tersebut menjadi penentu tentang bagaimana persaingan itu harus
dilakukan, kebijakan persaingan juga mengatur persaingan sedemikian rupa sehingga
harus dipedomani oleh pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya dan
melindungi kepentingan konsumen sehingga persaingan tidak menjadi sarana untuk
melakukan monopoli.8 Berbeda dengan beberapa Negara yang bahkan belum
memiliki kebijakan persaingan usaha, contohnya yaitu Myanmar, atau Negara yang
hanya memiliki kebijakan persaingan usaha sektoral tanpa kebijakan persaingan
usaha khusus, contohnya yaitu Brunei Darussalam.
Melihat hal tersebut, tentunya fakta mengenai perbedaan kebijakan dalam
kegiatan persaingan usaha antara satu Negara dengan Negara lainnya tidak dapat
dipungkiri, sehingga interaksi yang terjadi secara internasional dalam bidang
perdagangan sangat rentan terhadap perselisihan dan konflik. Maka dari itu, selain
mendorong Negara anggotanya untuk memiliki kebijakan persaingan usaha secara
nasional, ASEAN perlu memiliki suatu kesepakatan terhadap kebijakan persaingan
usaha untuk ditetapkan dalam kawasan regional ASEAN.
7 Hermansyah, 2009, Pokok Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Cetakan ke-2.Kencana, Jakarta, h.138
8 Arie Siswanto, 2004, Hukum Persaingan Usaha, Ghalia Indonesia, Jakarta, h.2
6
Berdasarkan hal tersebut, maka dibuatlah suatu karya tulis ilmiah dalam
bentuk skripsi yang berjudul “HARMONISASI KEBIJAKAN PERSAINGAN
USAHA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengaturan kebijakan persaingan usaha pada masyarakat
ASEAN?
2. Bagaimana harmonisasi kebijakan persaingan usaha pada masyarakat
ekonomi ASEAN?
1.3. Ruang Lingkup Masalah
Untuk membatasi agar tidak menyimpang terlalu jauh dan agar tulisan ini
makin terarah maka cakupan atau ruang lingkup dari pembahasan karya tulis ilmiah
dalam bentuk skripsi ini, yakni akan dijelaskan mengenai kebijakan persaingan usaha
secara umum pada masyarakat ASEAN dan pengaturan penegakan kebijakan
persaingan usaha pada negara-negara masyarakat ekonomi ASEAN, disertai dengan
perbandingan kebijakan persaingan usaha pada negara-negara anggota ASEAN
sehingga dapat dilihat kekurangan dan kelebihannya dan menyadari perlunya
harmonisasi peraturan persaingan usaha dalam menyongsong MEA.
7
1.4. Orisinalitas Penelitian
Adapun penelitian yang memiliki kemiripan dengan penelitian ini adalah :
1. Mutiara Pratiwi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera
Utara, 2014. Mengangkat sebuah penelitian yang berjudul “PENGARUH
MEA 2015 TERHADAP INTEGRASI EKONOMI PADA SISTEM
PERDAGANGAN DI INDONESIA” dengan permasalahan yaitu
bagaimana prediksi perkembangan ekspor dan impor dengan adanya
pengaruh MEA 2015 terhadap integrasi ekonomi pada sistem
perdagangan di Indonesia. Perbedaan penelitian Mutiara Pratiwi dengan
penelitian yang ditulis oleh Penulis terletak pada rumusan masalah di
mana yang dibahas oleh Mutiara Pratiwi adalah tentang prediksi
perkembangan ekspor dan impor pada sistem perdagangan di Indonesia
dengan adanya pengaruh MEA sedangkan pada penelitian ini rumusan
masalah yang hendak dibahas adalah tentang kebijakan persaingan usaha
secara umum pada masyarakat ASEAN dan harmonisasi kebijakan
persaingan usaha pada negara-negara masyarakat ekonomi ASEAN.
2. Fazrin Syahputra, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta, 2009. Mengangkat sebuah penelitian yang
berjudul “TANTANGAN, HAMBATAN, DAN PELUANG
INDONESIA DALAM MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015” di
mana dalam penelitian tersebut sebatas membahas tentang sejarah
8
ASEAN, perkembangan ASEAN, serta tantangan, hambatan, dan
peluang Indonesia dalam MEA 2015. Perbedaan dengan penelitian yang
ditulis oleh Penulis adalah penelitian ini membahas tentang kebijakan
persaingan usaha pada Negara-Negara anggota ASEAN dan
perbandingan kebijakan persaingan usaha pada negara-negara ASEAN
hingga diperlukannya harmonisasi dalam kebijakan persaingan usaha di
ASEAN dalam menyambut MEA.
1.5. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui dan menentukan hasil yang akan diperoleh maka harus
diketahui tujuan penelitian tersebut. Penulis dalam menulis suatu karya ilmiah dalam
hal ini berupa skripsi haruslah memiliki tujuan yang dapat dipertanggung jawabkan.
Tujuan penelitian ini berupa tujuan umum dan tujuan khusus. Yang dimaksud dengan
tujuan umum yakni upaya peneliti dalam mengembangkan ilmu hukum. Sedangkan
tujuan khusus adalah pendalaman dari permasalahan hukum yang telah dirumuskan
dalam rumusan masalah penelitian. Tujuan umum dan tujuan khusus dari pembuatan
skripsi ini adalah :
a. Tujuan Umum
Penulisan skripsi bertujuan untuk :
1. Melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya pada
bidang penelitian mengenai Hukum Internasional.
9
2. Melatih mahasiswa dalam usaha menyatakan pikiran ilmiah
secara tertulis.
3. Mengembangkan ilmu pengetahuan hukum.
4. Sebagai suatu karya nyata atas kemampuan akademik yang
telah diperoleh selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum
Universitas Udayana.
5. Mengembangkan diri pribadi mahasiswa ke dalam kehidupan
masyarakat.
6. Memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana hukum (S1)
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengaturan kebijakan persaingan usaha
pada masyarakat ASEAN.
2. Untuk menganalisis perbedaan pengaturan kebijakan
persaingan usaha pada masyarakat ASEAN sehingga
diperlukannya harmonisasi.
1.6. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian meliputi manfaat teoritis dan manfaat praktis.
Penjelasannya adalah sebagai berikut :
10
a. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
pengetahuan Ilmu Hukum dan memberikan kontribusi dalam
pengembangan Ilmu Hukum. Selain itu, penelitian ini diharapkan
dapat dijadikan sumber informasi ilimiah guna melakukan pengkajian
lebih lanjut dan mendalam.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman
tersendiri bagi masyarakat, yaitu;
1. Bagi peneliti hukum internasional dan mahasiswa, penelitian
ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai
pengaturan kebijakan persaingan usaha serta pengaturan
penegakan kebijakan persaingan usaha khususnya pada negara-
negara anggota ASEAN dalam rangka berlakunya MEA.
2. Bagi Pemerintah Indonesia, penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan acuan untuk memperkuat peraturan kebijakan
persaingan usaha di Indonesia dengan membandingkan
kekurangan dan kelebihan antara peraturan positif tentang
persaingan usaha Indonesia dengan negara-negara anggota
ASEAN lainnya.
11
1.7. Landasan Teoritis
Dalam Penulisan karya tulis ilmiah ini, Penulis menggunakan beberapa teori
sebagai landasan, di antaranya:
1.7.1. Teori Berlakunya Hukum Internasional
Hukum ada dan berlaku karena kebutuhan dari manusia demi terciptanya
kehidupan yang aman, nyaman, dan teratur. Hal yang sama berlaku bagi hukum
internasional di mana hukum internasional itu ada dan berlaku karena kebutuhan
manusia untuk hidup secara teratur.
Telah diungkapkan banyak teori tentang dasar kekuatan mengikat dari hukum
internasional tersebut. Salah satu teorinya adalah teori hukum alam atau disebut
dengan natural law di mana teori ini adalah teori yang tertua. Ajaran hukum alam
memiliki ciri-ciri keagamaan yang kuat. Menurut penganut-penganut ajaran hukum
alam ini hukum internasional mengikat karena hukum internasional itu tidak lain dari
pada “hukum alam” yang diterapkan pada kehidupan masyarakat bangsa-bangsa.
Dapat diartikan bahwa negara-negara tunduk pada hukum internasional dalam
hubungan mereka antara satu dengan yang lainnya karena hukum internasional adalah
bagian dari hukum yang tertua yakni hukum alam. Teori hukum alam dan konsep
hukum alam telah mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan hukum
internasional. Ajaran ini karena idealisme yang tinggi telah menimbulkan keseganan
terhadap hukum internasional dan meletakkan dasar moral dan etika yang berharga
12
bagi hukum internasional, juga bagi perkembangan selanjutnya.9 Kelemahan teori
hukum alam adalah sangat samar dan tergantung pada pendapat subjektif dari yang
bersangkutan mengenai keadilan, kepentingan masyarakat Internasional dan konsep
lain yang serupa.
Kehendak negara untuk tunduk pada hukum internasional menjadikan hukum
internasional tersebut mengikat, karena pada dasarnya negaralah yang merupakan
sumber segala hukum. Salah seorang yang paling terkemuka dari aliran ini adalah
George Jellineck yang terkenal dengan Selbst-limitation-theorie. Seorang pemuka
lain dari aliran ini adalah Zorn yang berpendapat bahwa hukum internasional itu
tidaklah lain daripada hukum tata negara yang mengatur hubungan luar suatu negara.
Hukum internasional bukanlah sesuatu yang lebih tinggi yang mempunyai kekuatan
mengikat di luar kemauan negara.10 Muncullah suatu pendapat mengenai teori
tersebut yakni bagaimanakah cara hukum internasional yang bergantung kepada
kehendak dari negara-negara dapat mengikat negara tersebut?
Triepel berusaha untuk membuktikan bahwa hukum internasional itu
mengikat bagi negara-negara dikarenakan adanya kehendak bersama untuk tunduk
kepada hukum internasional.11 Menurut Triepel suatu negara tidak dimungkinkan
untuk melepaskan diri dari ikatannya dengan hukum internasional dengan suatu
tindakan sepihak. Teori-teori yang mendasarkan berlakunya hukum internasional itu
9 Mochtar Kusumaatmadja. 1982. Pengantar Hukum Internasional Buku I-Bagian Umum.Binacipta, h.43
10 ibid, h. 4511 Triepel, Volkerrecht und Landesrecht, 1899. Pembahasan teori Triepel ini terdapat dalam
hampir setiap buku pengantar hukum internasional
13
pada kehendak negara merupakan pencerminan dari pada teori-teori kedaulatan dan
aliran positivisme yang menguasai alam pikiran dunia ilmu hukum di benua Eropa.
Segi lain dari teori kehendak adalah bahwa teori ini pada dasarnya memandang
hukum internasional sebagai hukum perjanjian antar negara-negara.12
Pendirian suatu aliran yang terkenal dengan nama Madzhab Wiena memuat
suatu kesimpulan bahwa bukan kehendak negara yang memiliki kekuatan mengikat
daripada hukum internasional namun suatu norma hukumlah yang merupakan dasar
dari mengikatnya suatu hukum internasional. Asas Pacta Sunt Servanda diungkapkan
sebagai kaedah dasar (grundnorm) dari hukum internasional oleh Kelsen yang
dianggap sebagai bapak dari Madzhab Wiena tersebut. Ajaran Madzhab Wiena yang
mengembalikan segala sesuatunya kepada suatu kaedah dasar menerangkan secara
logis darimana kaedah-kaedah hukum internasional memperoleh kekuatan
mengikatnya akan tetapi ajaran ini tidak dapat menerangkan mengapa kaedah dasar
itu sendiri mengikat.13 Dengan demikian, maka persoalan mengikatnya hukum
internasional dikembalikan kepada nilai-nilai kehidupan manusia di luar hukum dan
kembali lagi kepada teori hukum alam.
Terdapat suatu aliran yang berbeda dengan teori-teori yang telah disebutkan di
atas yakni aliran yang menghubungkan hukum internasional dengan kenyataan-
kenyataan hidup manusia yakni Madzhab Perancis, di mana teori ini menjadikan
12 Mochtar Kusumaatmadja, Op.cit, h.4713 Mochtar Kusumaatmadja, Op.cit, h.48
14
fakta-fakta kemasyarakatan sebagai kekuatan mengikatnya segala hukum termasuk
hukum internasional.
1.7.2. Teori Kerjasama Internasional
Suatu negara agar dapat disebut sebagai suatu pribadi hukum internasional
menurut ketentuan Montevideo 1933 pasal 1, harus memiliki penduduk yang
permanen, memiliki suatu wilayah tertentu, suatu pemerintahan yang berdaulat, dan
kemampuan untuk berhubungan dengan negara-negara lain. Tanpa kemampuan untuk
berhubungan dengan negara lain, suatu negara dapat dikatakan tidak akan dapat
memenuhi kebutuhannya sendiri.
Kerjasama internasional diperlukan demi memenuhi kebutuhan hidup dan
eksistensi keberadaan suatu negara dalam tata pergaulan internasional. Biasanya
kerjasama antar bangsa di dunia didasari atas sikap saling menghormati dan saling
menguntungkan. Bentuk kerjasama internasional antara lain seperti FAO (Food and
Agriculture Organization), IMF (International Monetary Fund), UNCTAD (United
Nations Conference on Trade and DevelopmentI) dalam bidang ekonomi; ILO
(International Labour Organization), WHO (World Health Organization), UNICEF
(United Nations International Children’s Emergency Fund) dalam bidang sosial;
kerjasama dalam bidang pendidikan dan kebudayaan; dan NATO (North Atlantic
Treaty Organization) dalam bidang pertahanan.
Dengan dikuasainya perekonomian internasional oleh negara-negara modern,
maka wajar bahwa peraturan tentang kerjasama internasional tersebutpun juga
15
berkembang. Selain traktat-traktat ekonomi dan moneter, sejak tahun 1972 telah
terdapat juga penerimaan terhadap sejumlah instrument yang bersifat deklarasi dan
himbauan yang bukan merupakan perjanjian yang mengikat melainkan serangkaian
cetak biru bagi evolusi tata ekonomi baru pada waktunya.14 Yang termasuk dalam
instrumen-instrumen tersebut antara lain adalah Deklarasi Konsensus Majelis Umum
PBB tahun 1974 tentang Pembentukan Tata Ekonomi Internasional Baru, Piagam
Hak-hak dan Kewajiban Ekonomi Negara-negara yang diterima oleh Majelis Umum
dengan Resolusi 12 Desember 1974, Resolusi Pernyataan Penutup yang diterima
pada Sidang Khusus Ketujuh tentang Kerjasama dan Perkembangan Ekonomi pada
September 1975, Deklarasi Rambouillet, dan deklarasi bersama di Puerto Rico oleh
negara-negara industri maju seperti Kanada, Perancis, Jerman Barat, Italia, Jepang,
Inggris, dan Amerika Serikat. Sesungguhnya untuk menarik ketentuan-ketentuan dari
berbagai ketentuan dan kesepakatan tersebut sebagai suatu hukum internasional yang
mengikat adalah sesuatu yang sulit sehingga yang memungkinkan adalah dengan
melihat prinsip-prinsip suatu tata hukum internasional.
Prinsip pertama terbentuk dengan mewajibkan setiap negara untuk tidak
melembagakan pembatasan-pembatasan perdagangan yang diskriminatif pada
perdagangan dengan negara lain.15 Dapat dilihat pada pasal 4 Piagam Hak-hak dan
Kewajiban Ekonomi Negara-negara 12 Desember 1974 yang menetapkan:
“Setiap negara mempunyai hak untuk mengadakan perdagangan internasional danbentuk-bentuk lain dari kerjasama ekonomi kendatipun ada suatu perbedaan dalam
14 J.G. Starke, 1989, Pengantar Hukum Internasional 2, Aksara Persada Indonesia, h.5815 ibid, h.59
16
hal sistem politik, ekonomi, maupun sosial. Tidak ada satu negara pun dapatdidiskriminasikan hanya semata-mata berdasarkan perbedaan semacam itu”.
Prinsip kedua yakni sejauh menyangkut investasi swasta asing, suatu negara tempat
penginvestasian itu tidak boleh dengan hukum dan peraturan pengawasan kursnya
merintangi atau mencegah pembayaran untung atau penghasilan kepada investor
asing. Ketiga, persetujuan komoditi internasional dalam hal ini menunjukkan suatu
gerakan kearah pengaturan hukum internasional yang mewajibkan negara-negara
produsen dan pembeli untuk kerjasama dalam menjamin stabilitas harga-harga
komoditi dan dalam menyamakan penawaran dan permintaan, antara lain dengan
pemeliharaan pengawasan dan pengaturan tingkat produksi yang layak dari setiap
negara atau wilayah produsen.16 Prinsip yang keempat adalah bahwa negara-negara
harus menghindari praktek dumping dan pembuangan tanpa batas atas suatu stock
tertentu sehingga tidak mengganggu pengembangan industri negara berkembang. Dan
prinsip bahwa negara-negara yang sedang bahkan belum berkembang berhak untuk
mendapat bantuan ekonomi khusus.
1.7.3 Teori Mengikatnya Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional atau yang sering disebut traktat, konvensi, pakta,
deklarasi, piagam, charter, dsb. adalah perjanjian yang diadakan antara anggota
masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat-akibat hukum
tertentu dan perjanjian itu harus diadakan oleh subyek-subyek hukum internasional
16 ibid, h.60
17
yang menjadi anggota masyarakat internasional.17 Persetujuan suatu negara untuk
terikat atau mengikatkan diri kepada suatu perjanjian dapat dibedakan dengan
berbagai cara dan tergantung daripada persetujuan antara negara-negara peserta.
Tertulis pada Vienna Convention 1969 Article 11 bahwa,
“The consent of a State to be bound by a treaty may be expressed by signature,exchange of instruments constituting a treaty, ratification, acceptance, approval oraccession, or by any other means if so agreed.”18
Hal ini menunjukkan bahwa negara bersedia untuk terikat atau mengikatkan diri
terhadap suatu perjanjian internasional apabila negara tersebut melakukan
pengesahan yakni dalam bentuk penandatanganan, pertukaran surat-surat yang
mengandung perjanjian internasional tersebut, ratifikasi, penerimaan, persetujuan
atau aksesi, atau dengan cara yang lainnya sebagaimana hal itu disepakati para pihak
dalam perjanjian internasional.
1.8. Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Pada Penulisan skripsi ini jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian hukum normatif. Menurut Peter Mahmud Marzuki bahwa
penelitian hukum normatif adalah “suatu proses untuk menemukan suatu
aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna
17 Mochtar Kusumaatmadja. 1982. Pengantar Hukum Internasional Buku I-Bagian Umum.Binacipta, h.109
18 Lihat Vienna Convention on the Law of Treaties 1969
18
menjawab isu hukum yang dihadapi”.19 Sumber bahan hukum yang
digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, atau bahan
hukum tersier.20
b. Jenis Pendekatan
Dalam penelitian hukum normatif terdapat beberapa jenis pendekatan
yang lazim digunakan antara lain adalah pendekatan kasus (The Case
Approach), pendekatan perundang-undangan (The Statute Approach),
pendekatan fakta (The Fact Approach), pendekatan analisis konsep hukum
(Analitical & Conceptual Approach), pendekatan frasa (Words & Phrase
Approach), pendekatan sejarah (Historical Approach), dan pendekatan
perbandingan (Comparative Approach).21
Adapun pendekatan yang digunakan dalam skripsi ini adalah
pendekatan perundang-undangan (The Statute Approach) yang dilakukan
dengan menelaah semua Undang-Undang dan regulasi yang bersangkut paut
dengan isu hukum yang sedang ditangani,22 yang dalam penulisan skripsi ini
adalah pengaruh MEA terhadap kebijakan persaingan usaha bagi negara-
negara anggota ASEAN yang sangat beragam sehingga pada akhirnya
ASEAN harus menciptakan harmonisasi kebijakan persaingan usaha.
Melalui pendekatan perundang-undangan ini akan dikaitkan antara
19 Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, h. 3520 Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo,
Jakarta, h. 118-11921 Buku pedoman pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, h.7522 Peter Mahmud Marzuki, Op.cit, h. 93
19
perundangan ataupun kebijakan yang berlaku dengan fakta-fakta yang ada di
lapangan berdasarkan dengan isu hukum yang dikaji. Dilakukan pula
pendekatan analisis konsep hukum (Analitical & Conseptual Approach)
yang dilakukan dengan memahami prinsip-prinsip hukum23, digunakan pula
pendekatan sejarah (Historical Approach) serta pendekatan perbandingan
(Comparative Approach).
c. Sumber Bahan Hukum
Dalam penelitian ini, digunakan sumber-sumber penelitian yang
meliputi bahan hukum terdiri dari :24
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri
dari instrumen internasional, yaitu ASEAN Economic Community
Blueprint, dan instrumen nasional masing-masing Negara ASEAN.
2. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer seperti textbook yang terdiri dari, ASEAN Regional
Guidelines on Competition Policy, Handbook on Competition Policy and
Law in ASEAN for Bussiness 2013, jurnal, dan sumber-sumber lainnya
yang berkaitan dengan kebijakan persaingan usaha internasional dan
Hukum Internasional.
23 Ibid24 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2013, Penelitian Hukum Normatif, Cetakan ke-15, Raja
Grafindo, Jakarta, h. 13
20
d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum yang dipergunakan dalam
pembuatan skripsi ini adalah teknik studi dokumen. Teknik studi dokumen
yang dimaksud adalah dengan pengumpulan bahan hukum yang terdiri dari
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang relevan dengan
permasalahan yang dibahas dengan cara membaca dan mencatat kembali
kemudian mengelompokkan secara sistematis yang berhubungan dengan
masalah dalam penulisan skripsi ini. Pengumpulan bahan-bahan hukum
diperoleh melalui pengumpulan bahan hukum primer yang dilakukan
dengan cara mengumpulkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan isu hukum yang dibahas, kemudian pengumpulan bahan hukum
sekunder yang dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan demi
mendapatkan bahan hukum yang bersumber dari buku, rancangan undang-
undang, jurnal nasional maupun jurnal asing, serta karya tulis maupun
berita di internet atau media massa yang terkait dengan isu hukum yang
hendak dibahas dalam skripsi ini.
e. Teknik Analisis Bahan Hukum
Teknik analisis bahan hukum yang digunakan antara lain adalah teknik
deskriptif, yaitu peneliti dalam menganalisis berkeinginan untuk
memberikan pemaparan atas subjek dan objek penelitian di mana dari hasil
21
penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan yang logis
terhadap permasalahan yang dibahas.25 Evaluasi dilakukan terhadap bahan
hukum primer dan sekunder yang terkumpul, kemudian dilakukan
interpretasi dan dilanjutkan dengan membandingkan bahan-bahan hukum
tersebut (teknik komparasi). Penilaian, penafsiran, serta perbandingan
tersebut kemudian diberikan analisa-analisa yang diajukan dengan cara
argumentasi. Dari hal tersebut akan ditarik kesimpulan secara sistematis
agar antara bahan hukum satu dengan yang lainnya tidak menimbulkan
kontradiksi.
25 Mukti Fajar dan Yulianto Ahmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris,Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h. 183