bab i pendahuluan latar belakang -...

13
1 BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Keluarga adalah kelompok terkecil dari masyarakat. Setiap anggota dalam keluarga memiliki ikatan yang sangat kuat, bahkan disebut sebagai kekerabatan yang sangat mendasar di masyarakat. 1 Ikatan tersebut terjadi sejak proses sosialisasi yang dialami oleh setiap anggotanya. Keluarga yang dimaksud adalah keluarga inti yaitu ayah, ibu dan anak, masing-masing anggota keluarga memiliki peran. Dalam hal ini seseorang disadarkan akan adanya hubungan peran sejak masa kanak-kanak. Ia belajar mengetahui apa yang dikehendaki oleh anggota keluarga lain terhadap dirinya, yang akhirnya menimbulkan kesadaran tentang kebenaran yang dikehendaki. Hal tersebut menghasilkan peran yang berbeda-beda dalam keluarga. 2 Oleh karena itu, setiap anggota diharapkan mampu melaksanakan perannya demi keberlangsungan keluarga itu sendiri. Pada keluarga inti ayah dan ibu berperan sebagai orang tua. Mereka memiliki peran besar pada proses sosialisasi yang dialami anak dalam keluarga. Sosialisasi yang dimaksudkan mencakup semua aspek kehidupan sampai anak dapat mencapai dan melakukan peran yang seharusnya dikerjakan sendiri termasuk dalam bermasyarakat. Dalam proses sosialisasi tersebut orang tua melaksanakan perannya sebagai pendidik. Pendidikan yang dimaksud adalah 1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta- Balai Pustaka, hal.536. 2 Goode, J, William, Sosiologi Keluarga, Bumi Aksara, Jakarta, 2007, hal 1.

Upload: others

Post on 10-Sep-2019

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN Latar belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12397/1/T2_752013020_Bab I.pdf · Berkaitan dengan hal tersebut apa yang dilaksanakan

1

BAB I

PENDAHULUAN

Latar belakang

Keluarga adalah kelompok terkecil dari masyarakat. Setiap anggota dalam

keluarga memiliki ikatan yang sangat kuat, bahkan disebut sebagai kekerabatan

yang sangat mendasar di masyarakat.1 Ikatan tersebut terjadi sejak proses

sosialisasi yang dialami oleh setiap anggotanya. Keluarga yang dimaksud adalah

keluarga inti yaitu ayah, ibu dan anak, masing-masing anggota keluarga memiliki

peran. Dalam hal ini seseorang disadarkan akan adanya hubungan peran sejak

masa kanak-kanak. Ia belajar mengetahui apa yang dikehendaki oleh anggota

keluarga lain terhadap dirinya, yang akhirnya menimbulkan kesadaran tentang

kebenaran yang dikehendaki. Hal tersebut menghasilkan peran yang berbeda-beda

dalam keluarga.2 Oleh karena itu, setiap anggota diharapkan mampu

melaksanakan perannya demi keberlangsungan keluarga itu sendiri.

Pada keluarga inti ayah dan ibu berperan sebagai orang tua. Mereka

memiliki peran besar pada proses sosialisasi yang dialami anak dalam keluarga.

Sosialisasi yang dimaksudkan mencakup semua aspek kehidupan sampai anak

dapat mencapai dan melakukan peran yang seharusnya dikerjakan sendiri

termasuk dalam bermasyarakat. Dalam proses sosialisasi tersebut orang tua

melaksanakan perannya sebagai pendidik. Pendidikan yang dimaksud adalah

1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Departemen

Pendidikan Nasional, Jakarta- Balai Pustaka, hal.536. 2 Goode, J, William, Sosiologi Keluarga, Bumi Aksara, Jakarta, 2007, hal 1.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN Latar belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12397/1/T2_752013020_Bab I.pdf · Berkaitan dengan hal tersebut apa yang dilaksanakan

2

pendidikan informal.3 Pendidikan tersebut merupakan pembentukan pembiasaan-

pembiasaan (habit formations) yang akan menjadi dasar kepribadian anak dalam

seluruh aspek kehidupan, yaitu aspek psikologis, fisik, sosial dan spiritual.

Sebagai pendidik dalam keluarga orang tua memiliki hak asasi untuk

menentukan corak pendidikan kepada anak-anaknya sebelum mereka dewasa.

Wolterstorff menyebutnya sebagai hak primer orang tua, hal itu berhubungan

dengan perwujudan kasih sayang orang tua kepada anak-anaknya, dan negara

menjamin hal tersebut.4 Bentuk pendidikan yang diterapkan oleh orang tua di

masing-masing keluarga berbeda satu dengan yang lain, hal itu berhubungan

dengan latar belakang orang tua. Sebut saja dalam hal rohani, orang tua akan

memberikan pendidikan rohani kepada anak berdasarkan agama yang dianut oleh

mereka.

Oleh karena itu, jika orang tua beragama Kristen maka mereka akan

mendidik anak berdasarkan ajaran Kristen. Keadaan ini disebut sebagai

Pendidikan Agama Kristen (PAK). Groome, mendefinisikan PAK sebagai

kegiatan politis bersama oleh para peziarah dalam waktu yang secara sengaja

bersama memberi perhatian terhadap kegiatan Allah di masa kini, pada cerita

komunitas iman Kristen, dan Visi Kerajaan Allah, sebagai benih-benih yang telah

hadir di antara kita.5 Berdasarkan definisi tersebut dapat dikatakan bahwa orang

3 Gunawan, H, Ary, Drs, Sosiologi Pendidikan, Suatu Analisis Sosiologi Tentang Pelbagai Problem

Pendidikan, RINEKA CIPTA, Jakarta, 2000, hal. 57. 4 Wolterstorff, P, Nicholas, Mendidik Untuk Kehidupan (Refleksi mengenai pengajaran dan

pembelajaran Kristen, Momentum, Surabaya 2007, hal. 279-298. 5 Groome, H, Thomas, Pendidikan Agama Kristen- Berbagi Cerita dan Visi Kita, BPK Gunung Mulia,

Jakarta 2011, hal 37.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN Latar belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12397/1/T2_752013020_Bab I.pdf · Berkaitan dengan hal tersebut apa yang dilaksanakan

3

tua secara sengaja dan terencana memberikan PAK kepada anak-anak mereka

dalam keluarga. Tujuan dari PAK dalam konteks keluarga adalah agar anak dapat

bertumbuh dalam iman Kristen. Karena setiap anak tumbuh di dalam keluarga,

maka sumber yang paling efektif bagi pelaksanaan PAK adalah keluarga.

Dalam sejarah kisah kehidupan keluarga yang ada di Alkitab baik

Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, terkait dengan pendidikan agama

merujuk pada keluarga-keluarga Yahudi. Keadaan ini terjadi karena penulisan

Alkitab berkaitan dengan latar belakang masyarakat dan budaya Yahudi. Dalam

masyarakat dan budaya Yahudi, rumah (baca: keluarga) menjadi tempat utama

dalam mengajarkan tradisi keagamaan dan Firman Tuhan. Dengan demikian

keluarga memiliki tempat yang penting bagi pendidikan hidup beriman. Seperti

yang disebutkan dalam Ulangan 6: 7;

“Haruslah engkau mengajarkannya berulang-uang kepada anak-anakmu

dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau

dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun”. 6

Menurut Pazmino ayat ini menunjukkan bahwa orang tua memiliki peran

yang esensial dalam pendidikan agama.7 Demikian juga dalam kisah di Perjanjian

Baru, nenek dan ibu Timotius mengajarkan iman hingga Timotius memiliki iman

seperti iman yang mereka miliki (2 Timotius 1:5). Oleh karena itu, keluarga tidak

hanya berperan bagi terlaksananya pendidikan agama, tetapi juga pelestarian iman

Kristen kepada generasi berikutnya.

6 Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab, LAI, Jakarta, 2010, hal.211.

7 Pazmino, W, R, Fondasi Pendidikan Kristen, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2012, hal. 21.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN Latar belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12397/1/T2_752013020_Bab I.pdf · Berkaitan dengan hal tersebut apa yang dilaksanakan

4

Keluarga adalah tempat utama bagi PAK, yang oleh Thomson

digambarkan sebagai “gereja miniatur”.8 Di sini keluarga menjadi bayangan

gereja dalam pelaksanaan PAK.9 Berkaitan dengan hal tersebut apa yang

dilaksanakan oleh gereja dilakukan pula dalam keluarga seperti penyembahan

bersama, pengajaran Firman Tuhan, dan doa bersama, serta saling melayani.

Dalam hal ini orang tua menjadi rohaniwan yang memimpin terlaksananya

seluruh pendidikan dan kegiatan rohani dalam keluarga. Terkait dengan hal itu

pula Eminyan menyebutkan keluarga sebagai “gereja domestik” atau gereja rumah

tangga; yang ia maksudkan adalah keluarga memiliki sifat-sifat yang tidak

berbeda dengan gereja secara umum. Sebagai gereja rumah tangga, keluarga juga

dipanggil untuk turut mengambil bagian dalam perutusan mewartakan Injil, baik

ke dalam keluarga maupun keluar.10

Keluarga diharapkan mampu berfungsi sebagai sumber PAK, maka

diperlukan kerja sama dari ayah dan ibu sebagai orang tua dalam pelaksanaan

PAK; karena untuk memperoleh gambaran tentang Allah seorang anak

membutuhkan figur tidak hanya dari ayah, tetapi juga ibu.11

Demikianlah keluarga

disebut sebagai keluarga iman. Hal itu berarti menuntut kesepemahaman orang

tua yang diperoleh dari adanya kepercayaan atau agama yang sama dari orang tua,

tetapi dalam realita terdapat banyak keluarga dengan orang tua beda agama. Ayah

8 Thompson, J, Marjorie, Keluarga sebagai Pusat Pembentukan, Sebuah Visi Tentang Peranan

Keluarga dalam Pembentukan Rohani, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2001, hal. 16-17. 9 Hombrighausen, Dr, E.G, and, Engkaar, Dr. I. H, Pendidikan Agama Kristen, BPK Gunung Mulia,

Jakarta, 2011, hal. 131. 10

Eminyan, Maurice, SJ, Teologi Keluarga, Kanisius, Yogyakarta, Yogyakarta, 2001, hal. 175-176. 11

Hadinoto, Atmadja, N.K, Dialog dan Edukasi, Keluarga Dalam Masyarakat Indonesia, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2000, hal.283-284.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN Latar belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12397/1/T2_752013020_Bab I.pdf · Berkaitan dengan hal tersebut apa yang dilaksanakan

5

beragama Kristen ibu tidak, atau sebaliknya ibu beragama Kristen ayah tidak. Hal

tersebut disebabkan adanya perkawinan beda agama.

Perkawinan beda agama adalah perkawinan yang dilakukan oleh dua

orang yang berbeda agama dan masing-masing saling mempertahankan agama

yang dianutnya.12

Secara teori perkawinan beda agama tidak diperbolehkan

seperti disebutkan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Namun demikian

dalam praktik banyak orang melakukan perkawinan beda agama.13

Dari hasil

penelitian menunjukkan bahwa jumlah perkawinan beda agama semakin

meningkat dikalangan masyarakat.14

Faktor penyebab adanya perkawinan beda

agama antara lain karena tingkat toleransi agama yang tinggi dalam masyarakat,

pandangan dari agama-agama sendiri yang berbeda-beda. Sebagai contoh dalam

agama Kristen, ada dua pandangan yang beredar, ada yang dengan tegas

melarang anggotanya melakukan perkawinan beda agama, namun ada gereja-

gereja yang mengijinkan anggotanya melakukan perkawinan beda agama hal itu

di dasarkan anggapan gereja bahwa perkawinan beda agama itu wajar dan gereja

menerima realitas tersebut.15

Gereja Kristen Muria Indonesia (GKMI) Salatiga yang terletak di Jalan

Candisari 3, Salatiga adalah salah satu gereja yang tidak mengizinkan anggotanya

melakukan perkawinan beda agama, bahkan tidak memberkati perkawinan

12

Eoh, O, S, Perkawinan Antar Agama Dalam Teori dan Praktek, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2001, hal.36. 13

Ibid 14

Aini, Nuryamin, Drs, Fakta Empiris Nikah Beda Agama, Jaringan Islam Liberal, islamlib.com/?site=1&aid=678&cat=content&cid=12&title=fakta-empiris-nikah-beda-agama, 24 September 2014. 15

Frihono, Sari, Pdt. Perkawinan Beda Agama, Studi Sosio-Religius Konsep Perkawinan di Gereja Kristen Jawa, Magister Sosiologi Agama UKSW, hal 74.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN Latar belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12397/1/T2_752013020_Bab I.pdf · Berkaitan dengan hal tersebut apa yang dilaksanakan

6

tersebut. Tetapi, dalam praktik terdapat anggota gereja yang melakukan

perkawinan beda agama. Cara-cara yang mereka tempuh biasanya melakukan

perkawinan beda agama di gereja lain yang bersedia melayani perkawinan beda

agama, atau melakukan menurut agama lain meskipun hanya pada saat

perkawinan. Kemudian setelah mereka melakukan perkawinan beda agama baik

di gereja lain maupun agama lain, mereka kembali bergereja di GKMI Salatiga.

Oleh karena itu, GKMI Salatiga harus melakukan penggembalaan khusus kepada

mereka yang telah melakukan perkawinan beda agama. Dalam hal ini mereka

yang ingin kembali menjadi anggota jemaat diberi kesempatan untuk melakukan

pembaharuan janji iman melalui percakapan dengan Pendeta dan Majelis jemaat,

serta di teguhkan dalam ibadah. Dengan demikian mereka dapat memperoleh

kembali haknya sebagai anggota jemaat. Dari data sementara terdapat kurang

lebih 30 keluarga dengan orang tua beda agama.16

Keluarga-keluarga dengan orang tua beda agama tersebut dalam kaitannya

dengan pelaksanaan PAK dalam keluarga cenderung lemah; kurang adanya

dukungan dari suami atau istri yang tidak beragama Kristen, dan suami atau istri

yang beragama Kristen mengalah serta menyerahkan pendidikan agama kepada

suami atau istri yang beragama lain. Sikap yang lain adalah memberikan

kesempatan kepada orang tua (nenek atau kakek) mengambil alih pelaksanaan

pendidikan agama kepada anak-anak mereka. Menurut Pattiasina H.E, sikap orang

tua dalam pendidikan agama yang demikian memiliki dampak terhadap

16

Pendataan sementara dilakukan di Jemaat GKMI Salatiga yang tinggal di kota Salatiga dan sekitarnya.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN Latar belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12397/1/T2_752013020_Bab I.pdf · Berkaitan dengan hal tersebut apa yang dilaksanakan

7

perkembangan iman anak.17

Dalam konteks ini, anak akan mengalami masalah

terkait dengan pemahamannya tentang ajaran agama sehingga anak bersikap

perfeksionis atau berpindah-pindah agama.

Pemahaman yang mendalam tentang bagaimana PAK dalam konteks

keluarga diperlukan dan dilaksanakan pada keluarga dengan orang tua beda

agama. Pemahaman tersebut berguna bagi: keluarga dengan orang tua beda agama

terkait dalam pelaksanaan PAK, gereja dalam menanggapi masalah pelaksanaan

PAK dalam konteks keluarga di keluarga dengan orang tua beda agama. Untuk

memperoleh pemahaman tersebut maka penulis dalam penelitian ini mengambil

judul :

“Pendidikan Agama Kristen dalam Keluarga dengan Orang Tua Beda

Agama di GKMI Salatiga”.

Rumusan Masalah

Yang menjadi masalah dalam penelitian ini :

1. Apa yang menjadi permasalahan dalam keluarga dengan orang tua beda

agama terkait dengan Pendidikan Agama Kristen.

2. Bagaimanakah Pendidikan Agama Kristen dilakukan pada keluarga

dengan orang tua beda agama?

17

Pattiasina, Marga H.E, Suatu Kajian Terhadap Perkembangan Iman Anak Dalam Keluarga Beda Agama; Magister Sosiologi Agama, UKSW, 2010, hal. 77.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN Latar belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12397/1/T2_752013020_Bab I.pdf · Berkaitan dengan hal tersebut apa yang dilaksanakan

8

3. Bagaimana peran orang tua terhadap Pendidikan Agama Kristen di

keluarga dengan orang tua beda agama?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menjelaskan permasalahan keluarga (orang tua) terkait dengan Pendidikan

Agama Kristen dalam keluarga beda agama.

2. Mendeskripsikan pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen dalam keluarga

dengan orang tua beda agama.

3. Memaparkan peran orang tua berkaitan dengan Pendidikan Agama Kristen

di keluarga dengan orang tua beda agama.

Urgensi Penelitian

Penelitian ini penting untuk dilakukan mengingat :

1. Perlunya pemahaman tentang permasalahan yang dihadapi dalam

pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen dalam konteks keluarga dengan

orang tua beda agama.

2. Perlunya pemaknaan tentang Pendidikan Agama Kristen yang dilakukan

dalam keluarga dengan orang tua beda agama.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN Latar belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12397/1/T2_752013020_Bab I.pdf · Berkaitan dengan hal tersebut apa yang dilaksanakan

9

3. Perlunya pemahaman peran orang tua yang berbeda agama terhadap

Pendidikan Agama Kristen di keluarga dengan orang tua beda agama.

Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian digunakan kualitatif deskriptif. Pendekatan kualitatif

yaitu sebuah metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna (oleh sejumlah

individu maupun kelompok) dari masalah sosial atau kemanusiaan.18

Dalam hal

ini peneliti akan menggunakan pendekatan kualitatif dalam masalah untuk

memaknai maksud dari masalah orang tua beda agama dalam pelaksanaan PAK di

GKMI Salatiga. Metode diskriptif adalah penelitian yang berhubungan dengan

pertanyaan mendasar bagaimana untuk memahami makna dari masalah yang ada

dengan menjelaskan bagaimana masalah itu terjadi dan variabel-variabel yang

mempengaruhinya atau saling memperngaruhi.19

Berkaitan dengan penelitian ini,

peneliti akan mendeskripsikan pelaksanaan PAK dalam konteks keluarga dengan

orang tua beda agama di GKMI Salatiga.

Untuk melakukan pendekatan kualitatif deskriptif diperlukan upaya-upaya

penting seperti mengajukan pertanyaan dan prosedur, mengumpulkan data dari

para partisipan, dan mengalisis. Selain itu, penulis juga menggunakan beberapa

teknik penelitian yaitu teknik observasi, teknik wawancara mendalam dan Focus

18

Creswell, W, Jhon, Research Design, Pendekatan Kulaitatif, Kuantitatif, dan Mixed, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2013, hal.4. 19

Gulö, W, Metodologi Penelitian, Grasindo, Jakarta, 2002.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN Latar belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12397/1/T2_752013020_Bab I.pdf · Berkaitan dengan hal tersebut apa yang dilaksanakan

10

Group Discussion ( FGD ) untuk memvalidasi data. Demikian pula di gunakan

berbagai sumber data yang berbeda.

Teknik pengumpulan data dan sumber data

1. Teknik Observasi

Teknik observasi adalah teknik pengumpulan data yang digunakan dalam

rangka menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan. 20

Dalam teknik ini peneliti melakukan observasi utuh yaitu peneliti

menyembunyikan perannya sebagai observer pada keluarga dengan orang tua

beda agama.

Peneliti turun ke lapangan untuk mengamati perilaku atau aktivitas

individu-individu yaitu orang tua dan anak serta linkungan pada beberapa

keluarga beda agama di GKMI Salatiga. Observasi lebih di fokuskan pada

aktivitas yang berkaitan dengan pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen dalam

keluarga beda agama.

2. Wawancara mendalam

Teknik wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk

tujuan penelitian dengan cara tanya jawab mendalam sambil bertatap muka antar

pewawancara dan informan atau orang yang diwawancarai. Pewawancara dan

20

Bungin, Burhan, M.H, Prof, Dr, Penelitian Kualitatif, Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, Kencana, Jakarta, 2012, hal.118.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN Latar belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12397/1/T2_752013020_Bab I.pdf · Berkaitan dengan hal tersebut apa yang dilaksanakan

11

informan dalam proses ini terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama.21

Dalam penelitian ini wawancara mendalam dilakukan dalam bentuk wawancara

berstruktur, tak berstruktur dan campuran.22

Wawancara berstruktur adalah

wawancara dengan pertanyaan-pertanyaan mengarahkan jawaban pada pertanyaan

yang disampaikan. Dalam wawancara tak berstruktur responden dapat menjawab

dengan bebas setiap pertanyaan yang diajukan. Sedangkan wawancara campuran

adalah perpaduan antara wawancara bertruktur dan tak berstruktur, seperti dalam

satu pertanyaan responden memberi jawaban yang mengarah pada pertanyaan,

kemudian memberi juga jawaban secara bebas pula.

Wawancara mendalam dalam penelitian ini dilakukan kepada sumber data

atau informan kunci, yaitu dari orang-orang yang terlibat langsung atau memiliki

data penting berkaitan dengan Pendidikan Agama Kristen dalam keluarga dengan

orang tua beda agama yang ada di jemaat GKMI Salatiga. Antara lain ; para

Pendeta, Majelis Jemaat dan para pengurus cabang atau kelompok.

3. Teknik Focus Group Discussion (FGD)

Yang dimaksud Focus Group Discussion (FGD) adalah diskusi kelompok

atau wawancara kelompok yang dilakukan untuk mengumpulkan informasi yang

beragam dari responden. 23

Diskusi difokuskan pada permasalah yang sedang

diteliti dengan menghadirkan tujuh sampai sepuluh orang sebagai responden.24

21

Bungin, Burhan, M.H, Prof, Dr, Penelitian Kualitatif, Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, Kencana, Jakarta, 2012, hal.111. 22

Gulö, W, Metodologi Penelitian, Grasindo, Jakarta, 2002. 23

Herdiansyah, Haris, Metologi Penelitian Kualitatif, Untuk Ilmu-Ilmu Sosial, Salemba Humanika, Jakarta. 2010. 24

Suwandi, Dr, dan, Basrowi, Dr, Memahami Penelitian Kualitatif, Rineka Cipta, Jakarta, 2008.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN Latar belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12397/1/T2_752013020_Bab I.pdf · Berkaitan dengan hal tersebut apa yang dilaksanakan

12

Melalui teknik FGD dalam penelitian ini dapat diperoleh informasi-informasi

yang bersifat kritis dan multi-aspek. Dengan demikian peneliti mendapatkan

validasi data yang telah diperoleh teknik wawancara sebelumnya.

Yang menjadi sumber data dalam teknik FGD adalah tujuh sampai sepuluh

keluarga beda agama di GKMI Salatiga. FGD pertama terdiri dua dari keluarga

beda agama di wilayah Ngentak, dua dari keluarga beda agama di wilayah

Gendongan, dua dari keluarga beda agama di wilayah Karangduwet dan satu dari

keluarga beda agama di wilayah Gunungsari. FGD kedua terdiri tiga dari keluarga

beda agama di wilayah Brangkongan, dua dari keluarga beda agama di wilayah

Cukilan dan tiga dari keluarga beda agama dari wilayah Sumberejo.

Sistematika Penulisan

Bab I : Pendahuluan : Latar Belakang masalah, Pembatasan Masalah,

Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Urgensi Penelitian,

Pendekatan, Sistematika Penulisan.

Bab II : Teori rujukan.

2.1. Gereja dan relasinya dengan keluarga.

2.2. Pendidikan Agama Kristen dalam keluarga.

2.3. Keluarga dengan orangtua beda agama.

2.4. Pendidikan Agama pada keluarga beda agama.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN Latar belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12397/1/T2_752013020_Bab I.pdf · Berkaitan dengan hal tersebut apa yang dilaksanakan

13

Bab III : Hasil Penelitian dan analisis data

Bab IV : Refleksi Teologis

4.1. PAK keluarga menurut Alkitab

4.2. Keluarga dengan orangtua beda agama dalam gereja

Bab V : Penutup

5.1. Kesimpulan

5.2. Rekomendasi