bab i pendahuluan - thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t11941.pdf · kamboja atas...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Alasan Pemilihan Judul
Wilayah kuil Preah Vihear merupakan sebuah wilayah yang terletak
diperbatasan antara Kamboja dan Thailand, wilayah perbatasan ini sejak lama
menjadi rebutan antara Kamboja dan Thailand. Sengketa teritorial Thailand –
Kamboja di wilayah Kuil Preah Vihear masih berlanjut sampai sekarang, akan
tetapi sampai saat ini baik Kamboja maupun Thailand masih sama-sama
memegang prinsipnya mengenai kepemilikan wilayah Kuil Preah Vihear
tersebut. Sengketa teritorial antara Kamboja dengan Thailand menarik untuk
dibahas karena wilayah perbatasan tersebut memiliki arti penting bagi kedua
negara karena di wilayah perbatasan tersebut terdapat situs Kuil Preah Vihear.
Disamping itu, wilayah perbatasan kaya akan bahan tambang seperti batu
mulia dan permata.
Sudah banyak perundingan – perundingan yang dilakukan oleh kedua
belah pihak untuk menyelesaikan persengketaan tersebut, akan tetapi masih
menemui jalan buntu dan sampai saat ini sengketa tersebut belum
terselesaikan. Alasan itulah yang mendorong penulis untuk menetapkan
“Sengketa Teritorial Thailand Kamboja atas Kepemilikan Wilayah Kuil Preah
Vihear” menjadi judul penelitian ini.
Dari penelitian ini, nantinya diharapkan akan memberikan sumbangsih
bagi perkembangan disiplin ilmu Hubungan Internasional sebagai salah satu
2
jurusan Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Bagi penulis sendiri diharapkan dapat
memberikan pengetahuan yang lebih mendalam mengenai faktor – faktor
ataupun hal – hal yang menyebabkan terjadinya sengketa teritorial Thailand -
Kamboja atas kepemilikan wilayah Kuil Preah Vihear.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab
terjadinya sengketa teriorial antara Kamboja dan Thailand atas kepemilikan
wilaya situs Kuil Preah Vihear.
C. Latar Belakang Masalah
Kamboja dan Thailand merupakan negara yang terletak di kawasan
Asia Tenggara. Keduanya merupakan negara yang berbatasan secara
langsung, yaitu wilayah Preah Vihear berbatasan dengan wilayah Sisaket di
bagian Timur Laut Thailand. Wilayah Preah Vihear sejak lama menjadi
rebutan antaran Kamboja dengan Thailand. Pada saat itu keduanya masih
diduduki oleh Pemerintahan Perancis (Kamboja) dan Pemerintahan Siam
(Thailand). Ini berawal dari perebutan Kuil Preah Vihear yang terletak di
wilayah Preah Vihear.
Sengketa perbatasan antara Kamboja dan Thailand di wilayah Kuil
Preah Vihear sebenarnya telah berlangsung sejak lama. Kejadian penembakan
3
di atas sebenarnya merupakan akumulasi dari beberapa peristiwa bulan
sebelumnya. Pada tanggal 7 Juli 2008, Kuil Preah Vihear yang disebutkan
terletak di wilayah Kamboja secara resmi masuk ke dalam daftar warisan
dunia (Word Heritage List) yang dikeluarkan oleh UNESCO (United Nations
Economic, Social and Cultural Organization). Langkah ini nampaknya tidak
dapat diterima oleh Pemerintah Thailand yang menganggap masih ada
ketidaksepahaman mengenai letak Kuil Preah Vihear yang sebenarnya.
Sebagaimana yang disebutkan oleh Pemerintah Kamboja, militer Thailand
sejak tanggal 15 Juli 2008 telah memasuki wilayah Kamboja di dekat kuil
tersebut. Pada tanggal tanggal 21 Juli 2008, aktifitas militer Thailand semakin
banyak lagi dikerahkan dan memasuki area Keo Sikha Kiri Svara Pagoda
(Preah Vihear Pagoda).1
Keadaan semakin memanas dengan terlukanya 2 orang anggota militer
Thailand akibat ranjau darat di daerah sekitar Preah Vihear Pagoda pada
tanggal 7 Oktober 2008. Langsung saja Thailand menganggap bahwa
Pemerintah Kamboja telah dengan sengaja memasang ranjau di daerah
perbatasan yang dipersengketakan. Hal ini segera dibantah oleh Pemerintah
Kamboja dan beralasan bahwa ranjau-ranjau tersebut adalah sisa-sisa
persenjataan dalam konflik tiga faksi di Kamboja. Pada akhirnya, konflik
bersenjata berdarah pun tidak dapat dielakkan lagi.
1 “ Sengketa Kuil Thailand-Kamboja’’, Kompas, 5 Agustus 2008
4
Kedua kepala negara sebenarnya telah melakukan upaya-upaya
penyelesaian damai. Hal ini nampak dari surat Perdana Menteri Hun Sen
tanggal 17 Juli 2008 yang meminta kepada Perdana Menteri Samak
Sundaravej untuk segera menarik mundur tentaranya dari daerah sekitar Preah
Vihear Pagoda agar mengurangi ketegangan di perbatasan. Dalam balasannya,
Perdana Menteri Samak menyambut baik penyelesaian damai dan
menjadwalkan pertemuan khusus dari Thailand-Kamboja General Border
Committee (GBC) pada tanggal 21 Juli 2008.
Namun Perdana Menteri Samak juga menekankan bahwa area di
sekitar Preah Vihear Pagoda adalah berada dalam kedaulatan teritorial
kerajaan Thailand dan justru Kamboja lah yang telah melakukan pelanggaran
kedaulatan dan integritas wilayah Thailand. Selanjutnya Perdana Menteri Hun
Sen kembali menjawab dalam surat lainnya dengan menyambut baik
pertemuan yang akan diadakan oleh GBC, namun juga mengingatkan kembali
bahwa berdasarkan “Annex I Map” yang dipergunakan oleh Mahkamah
Internasional (International Court of Justice) pada tahun 1962 dalam
menyelesaikan sengketa perbatasan ini, diputuskan bahwa Preah Vihear
Pagoda berada pada jarak 700 meter di dalam wilayah teritorial kerajaan
Kamboja.
Dari korespondensi di atas tampak bahwa diantara kedua negara masih
terdapat ketidaksepahaman atas keputusan Mahkamah Internasional tanggal
15 Juni 1962 tentang Case Concerning the Temple of Preah Vihear. Dalam
keputusannya, mayoritas hakim (9 dari 12) Mahkamah Internasional
5
menyatakan bahwa Kuil Preah Vihear berada dalam wilayah kedaulatan
Kamboja dan Thailand harus menarik personil kepolisian dan militer dari kuil
tersebut atau dari daerah sekitarnya dalam wilayah kedaulatan Kamboja.
Dalam kasus ini, Kamboja mendasarkan argumennya pada peta
(Annex I Map) yang dibuat oleh pejabat Prancis pada tahun 1907 yang
beberapa diantaranya adalah anggota Mixed Commission yang dibentuk
berdasarkan Boundary Treaty antara France dan Siam tanggal 13 Februari
1904. Pada peta ini, daerah Dangrek yaitu lokasi dimana Kuil Preah Vihear
terletak berada dalam wilayah Kamboja. Thailand di lain pihak berargumen
bahwa peta tersebut tidaklah mengikat karena tidak dibuat oleh anggota Mixed
Commission yang sah. Lebih lanjut, garis perbatasan yang digunakan dalam
peta tersebut adalah berdasarkan watershed line yang salah dan bila
menggunakan watershed line yang benar maka Kuil Preah Vihear akan
terletak di dalam wilayah Thailand.
Menarik bahwa dalam salah satu kesimpulannya, mayoritas hakim
berpendapat bahwa walaupun peta sebagaimana dalam Annex I Map
mempunyai kekuatan teknis topografi, namun pada saat dibuatnya peta ini
tidak memiliki karakter mengikat secara hukum. Lalu apa alasan hakim
sehingga menggunakan peta ini sebagai dasar keputusannya. Karena saat peta
ini diserahkan dan dikomunikasikan kepada Pemerintah Siam oleh pejabat
Perancis, Pemerintah Siam sama sekali tidak memberikan reaksi, menyatakan
keberatan ataupun mempertanyakannya. Ketiadaan reaksi tersebut menjadikan
Pemerintah Siam menerima keadaan dan kondisi dalam peta ini. Demikian
6
juga pada banyak kesempatan lainnya, Pemerintah Thailand tidak mengajukan
keberatan apapun terhadap letak Kuil Preah Vihear.
Pendapat mayoritas hakim Mahkamah Internasional ini nampaknya
didasarkan pada prinsip Estoppel, dimana kegagalan Thailand menyatakan
keberataannya saat kesempataan tersebut ada membuat Thailand kehilangan
hak untuk menyatakan bahwa pihaknya tidak terikat pada peta dalam Annex I
Map. Lebih menarik lagi, mayoritas hakim berkesimpulan bahwa adalah tidak
penting lagi untuk memutuskan apakah watershed line yang dipergunakan
dalam peta sebagaimana Annex I Map telah sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya. Nampaknya kesimpulan terakhir inilah yang masih belum dapat
diterima oleh Thailand yang tetap berpendapat bahwa telah terjadi kesalahan
watershed line dalam pembuatan peta namun tidak diperiksa oleh mayoritas
hakim Mahkamah Internasional karena dianggap tidak penting lagi.
Insiden tembak-menembak pada tanggal 15 Oktober 2008 sebenarnya
bisa dikatakan sebagai akibat dari keenganan Mahkamah Internasional untuk
memeriksa kembali apakah watershed line yang dipergunakan dalam
pembuatan peta telah sesuai atau tidak dengan keadaan yang sebenarnya.
Sehingga masalah ini menjadi isu yang selalu terbuka untuk diperdebatkan
oleh pihak yang bersengketa. Namun nasi sudah menjadi bubur, nyawa
manusia telah hilang. Berdasarkan Pasal 94 Piagam PBB, masuknya militer
Thailand ke dalam wilayah Kamboja sebagaimana tertuang dalam Annex I
Map dapat dianggap sebagai ketidakpatuhan terhadap putusan Mahkamah
7
Internasional. Selanjutnya Kamboja bisa saja membawa permasalahan ini
kepada Dewan Keamanan PBB untuk mendapatkan penyelesaian.2
Kemudian perundingan antara Kamboja dan Thailand mengalami
kegagalan untuk mengakhiri sengketa soal kuil di perbatasan. Perhimpunan
Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) mendesak Thailand dan Kamboja
agar menunjukkan perhatian yang sungguh-sungguh dan bisa menahan diri.
ASEAN menawarkan diri untuk membantu mengatasi ketegangan di antara
mereka. Sekjen ASEAN, Surin Pitsuan, menyatakan Phnom Penh juga
membantah mengadu atau minta intervensi Dewan Keamanan PBB untuk
menyelesaikan persengketaan sebuah kuil di perbatasan Kamboja-Thailand.
Kedua pihak mengungkapkan keinginannya untuk merespons niat baik,
permintaan, dan desakan kolega-kolega mereka. Mereka berharap kedua pihak
menemukan solusi yang baik bagi situasi itu.3
Kedua negara dikenal sama-sama memiliki kekayaan warisan budaya
dunia berbasis bangunan candi Hindu dan Buddha. Kuil Preah Vihear yang
sekarang disengketakan merupakan salah satu simbol keagungan budaya masa
lalu. Namun sengketa di lahan seluas 4,6 kilometer persegi di Kuil Preah
Vihear tidak pernah diperkirakan muncul kembali dalam bentuk setajam ini,
yang sampai mengarah ke pengerahan pasukan. Kita belum dapat menduga,
apakah di luar masalah-masalah menyangkut klaim yang bersifat kesejarahan
2 http://imanprihandono.wordpress.com/2008/10/24/ 3“ Kamboja-Thailand Tetap Siagakan Pasukan”, Suara Merdeka, 22 juli 2008.
8
itu, juga tersimpan motif lain apakah politik, apakah potensi-potensi ekonomi,
atau akumulasi dari semua permasalahan yang timbul.
D. Rumusan Masalah
Rumusan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah :
“Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya sengketa teriorial antara
Thailand - Kamboja atas kepemilikan wilayah situs kuil Preah Vihear padahal
Mahkamah Internasional sudah memutuskan wilayah tersebut milik Kamboja
dan sudah terdaftar sebagai warisan dunia oleh UNESCO.”
E. Kerangka Teoritis
Teori yang dipergunakan untuk menganalisis sengketa teritorial
Thailand - Kamboja atas kepemilikan wilayah situs Kuil Preah Vihear adalah
teori konflik, teori persepsi dan konsep kepentingan nasional.
1. Teori Konflik
Konflik secara konseptual yaitu dengan konflik dimaksudkan
perwujudan dan/atau pelaksanaan beraneka pertentangan antara dua pihak,
yang dapat merupakan dua orang atau bahkan golongan besar seperti
negara. Kadang-kadang konflik digunakan untuk menyebut pertentangan
9
antara pandangan dan perasaan seseorang (psikologis; percecokan;
bentrokan).4
Sedangkan penyebab terjadinya konflik disebutkan oleh Steven L.
Spiegel yaitu : Conflik is produced by a clash of Culture, a disharmony of
Interest, a disparity of perception, all of which result mobility of the
parties to accept separately and together the evironment they line in.5
Teori konflik dari Coser’s berbunyi : “Jika suatu negara ingin
mencapai sasaran yang menjadi kepentingannya, maka ia akan berupaya
untuk menetralkan merugikan ataupun menyingkirkan lawan yang menjadi
saingannya.6
Dari pendapat-pendapat tersebut dapat dirumuskan bahwa konflik
adalah suatu gejalah sosial di dalam suatu masyarakat, yang terjadi karena
perbedaan kepentingan dari kelompok-kelompok yang ada dalam
masyarakat tersebut. Karena adanya berbagai perbedaan tersebut maka
setiap kelompok akan berusaha untuk mendapatkan kedudukan yang kuat
agar dapat mengalahkan kelompok lain atau paling tidak mengurangi
pengaruh dari kelompok lain di dalam masyarakat.
4 BN. Marbun, S.H.,Kamus Politik, Pustaka Sinar Harapan, 1996,h. 341 5 Steven l. Spiegel and Kenneth N. Walst, Conflic in World Politict, Winthrop Publisher Inc, Massachusetts, 1997, p. 4. 6 James E. Daugherty and Rbert L, Pfilzgraff, Jr., Conten Theories of international Relations,Harper Collins Publishers, Inc, 1996, p. 187
10
Soerjono Soekanto menyatakan sebab-sebab timbulnya konflik
dapat dibedakan sebagai berikut :7 Pertama, perbedaan antara individu –
individu. Perbedaan pendirian sikap dan perasaan mungkin melahirkan
bentrokkan antar mereka. Kedua, perbedaan kebudayaan. Setiap kelompok
masyarakat tidak lepas dari pola-pola yang menjadi latar belakang
pembentuk serta perkembangan kebudayaan kelompok yang bersangkutan.
Perbedaan itu baik disebabkan oleh perbedaan fisik maupun lingkungan
sosial budayanya. Ketiga, perbedaan kepentingan. Perbedaan kepentingan
ini menyangkut kepentingan ekonomi, politik dan sebagainya. Keempat,
perubahan sosial. Perubahan sosial yang begitu pesat apalagi di era
globalisasi ini secara langsung akan berpengaruh juga terhadap nilai-nilai
yang ada dalam masyatakat. Sebagian kelompok masyatakat tersebut ada
yang siap menerima perubahan namun ada pula yang tidak siap menerima
perubahan. Akibat ketidak siapan itu dapat saja memicu konflik dalam
masyatakat.
Istilah konflik biasanya mengacu pada kondisi dimana suatu
kelompok manusia (baik etnis, bahasa, budaya, agama, sosial, ekonomi,
politik dan sebagainya) terlibat dalam pertentangan secara sadar dan atau
lebih kelompok manusia lainnya karena kelompok ini mengejar atau
mempunyai perbedaan sasaran.
7 Soedjono Seokamto, Sosioligi : Suatu pengantar, Rajawali Press, Jakarta, 1990, hal.107-108.
11
Dari beberapa uraian teori konflik di atas dapat menjelaskan
sengketa teriorial Thailand - Kamboja atas kepemilikan wilayah Kuil
Preah Vihear dimana Thailnad dan Kamboja mengklaim bahwa wilayah
Kuil Preah Vihear merupakan bagian dari wilayahnya dan adanya
perbedaan persepsi antara Kamboja-Thailand di dalam penyelesaian
sengketa Kuil Preah Vihear dan adanya pertentangan di dalam
penyelesaian sengketa tersebut. Sikap Kamboja dan Thailand dapat dilihat
dalam usaha penyelesainnya dimana dua negara tetap berpegang teguh
pada pendiriannya masing-masing. Kamboja menginginkan
penyelesainnya melibatkan ASEAN, namun Thailand berkeberatan
sengketa tersebut diangkat sebagai masalah internasional. Pertentangan di
dalam penyelesain itu dilihat dari adanya pertentangan-pertentangan antara
kelompok yang ada di dalam negeri Kamboja maupun Thailand. Di mana
di dalam negeri Thailand adanya pertentangan dari kalangan aktivis
Thailand dan begitu juga yang terjadi di dalam negeri Kamboja.
2. Teori Persepsi
Dalam pengertian bebas, persepsi diartikan sebagai cara pandang
seseorang memandang orang lain yang didasarkan oleh pengetahuan dan
informasi serta fakta – fakta yang dimiliki seseorang. Persepsi diberikan
pada tempat yang penting dalam pengambilan keputusan. Hal ini
dikarenakan persepsi memandu untuk bertindak tanpa menghiraukan
apakah persepsi itu benar atau salah, tindakan – tindakan yang kita ambil
berdasarkan pada persepsi kita.
12
Terdapat tiga komponen dalam persepsi, yaitu nilai, keyakinan dan
pengetahuan8. Nilai, merupakan preferensi terhadap pernyataan realitas
tertentu dibandingkan realitas lainnya. Keyakinan, adalah sikap bahwa
suatu deskripsi realitas adalah benar terbukti. Dan pengetahuan, adalah
bersumber dari data atau informasi yang diterima dari lingkungan. Bagi
para teoritisi perseptual, bahwa pengetahuan mengandung komponen
subjektif atau objektif. Fakta tidak berbicara sendiri tapi diberi arti oleh
setiap penafsir sesuai dengan titik pandang analitisnya sendiri. Kesimpulan
mengenai fakta tergantung pada penafsiran terhadap fakta tersebut. Lebih
jauh lagi, fakta tidak muncul dari realitas melainkan dari keping informasi
tertentu atas realitas yang diseleksi oleh seorang pengamat sesuai dengan
kepentingannya sedang keping informasi lainnya ditolak karena tidak
sesuai dengan kepentingannya.
Menurut Kenneth Boilding, sebenarnya kita bereaksi terhadap citra
kita tentang dunia. Sedangkan dunia nyata dan persepsi kita tentang dunia
nyata itu mungkin berbeda. Bruce Russet dan Harvey Starr menjelaskan
bagaimana citra seseorang mempengaruhi persepsinya tentang dunia
disekitarnya, melalui proses sebagai berikut :
8 Walter S. Jones, Logika HI : Persepsi Nasional I, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992, hal 276.
13
INFORMASI
INPUT OUTPOT
Sistem
Citra tentang apa yang telah,
sedang dan akan terjadi (fakta)
Citra tentang apa yang seharusny
terjadi (nilai)
Sumber : Ole R. Holsti, “ The Belief System and national Images: A Case Study”, dikutif dalam B.Russet dan H Starr, World Politics (New York: Freeman 1985).hal.305.
Pada awalnya keyakinan (fakta) dan nilai seseorang membantunya
menetapkan arah perhatiannya, yaitu menentukan stimulasinya, apa yang
dilihat dan apa yang diperhatikan. Kemudian berdasarkan atas sikap dan
citra yang diyakini selama ini, stimulasi itu diinterpretasikan. Citra
berfungsi sebagai saringan. Setiap orang hanya memperhatikan sebagian
saja dari dunianya dan setiap orang memiliki serangkaian citra yang
berbeda-beda untuk menginterpretasikan informasi yang masuk.
Persepsi dan citra yang terbentuk oleh para pengambil keputusan
juga dipengaruhi oleh faktor – faktor, seperti : ideologi, kepribadian ,
tingkat dan lingkungan pendidikan, status sosial, kegiatan dan pengalaman
masa lampau, kerugian dan keuntungan potensial serta keadaan emosional
Persepsi tentang keyakinan
KEPUTUSAN
14
seseorang9. Jadi orang melakukan tindakan berdasarkan apa yang mereka
ketahui. Tanggapan seseorang pada situasi tergantung kepada bagaimana
ia mendefinisikan situasi itu. Perbedaan dalam perilaku manusia berkaitan
dengan perbedaan cara orang dalam memandang kenyataan tersebut.
Persepsi seorang tokoh negara akan ikut mempengaruhi pembutaan
keputusan negara tersebut. Hasil/persepsi dari pembuatan keputusan suatu
negara sangat dipengaruhi oleh bagaimana cara pandang tokoh – tokoh
negara dalam mendefinisikan suatu situasi tertentu. Cara pandang/persepsi
seseorang dalam mendefinisikan situasi tertentu itu tergantung dari citra
dan sistem keyakinan yang dianutnya.
3. Konsep Kepentingan Nasional
Selanjutnya untuk lebih memperjelas Thailand dan Kamboja sama-
sama mengklaim bahwa wilayah Kuil Preah Vihear merupakan bagian
dari wilayah mereka, maka akan digunakan konsep kepentingan nasional
dari Hans J. Morgenthau. Pemikiran Morgenthau didasarkan pada premis
bahwa strategi diplomasi harus didasarkan pada kepentingan nasional
bukan strategi diplomasi harus didaraskan pada kepentingan nasional,
bukan pada alasan-alasan moral, legal dan ideologi yang dianggapnya
utopis dan bahkan berbahaya.
9 Jack C. Plato dan Robert E. Riggs, Kamus Analisa Politik, Raja Grarindo Persada, Jakarta, 1994, hal. 148-149.
15
Morgenthau menyatakan kepentingan setiap negara adalah
mengejar kekuasaan, yaitu apa saja yang bisa membentuk dan
mempertahankan pengendalian suatu negara atas negara lain. Hubungan
kekuasaan atau pengendalian ini bisa diciptakan melalui teknik-teknik
paksaan maupun kerjasama.10
Morgenthau juga berpendapat bahwa kemampuan minimum negara
bangsa adalah melindungi identitas negara lain. Diterjemahkan dalam
pengertian lebih spesifik, negara-negara harus bisa mempertahankan
ekonomi politiknya (yaitu identitas politiknya); yang mungkin saja
demokratis, otoriter, sosialis atau komunis dan sebagainya ; serta
memelihara norma-norma, etnis, relegius, linguistik dan sejarahnya ( yaitu
identitas kulturnya). Menurut morgenthau dari tujuan-tujuan umum ini
para pemimpin suatu negara bisa menurunkan kebijaksanaan-
kebijaksanaan spesifik terhadap negara lain, baik yang bersifat kerjasama
maupun konflik.11
Setiap negara bangsa melakukan cara-cara yang berbeda untuk
mewujudkan kemampuan minimal negaranya dan masing-masing
memiliki prioritas yang berbeda-beda dalam beberapa hal fisik, politik dan
kulturnya, sehingga salah satu kepentingannya akan lebih menonjol dari
yang lain. Wilayah Kuil Preah Vihear bagi Thailand dan Kamboja
10 Mohtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional Disiplin Ilmu dan Metodologi, LP3ES, Jakarta, 1990, H. !40. 11 Ibit, hal. 141.
16
mempunyai arti strategis apabila dilihat dari segi kepentingan ekonomi
karena di wilayah perbatasan ini kaya akan bahan tambang seperti batu
mulia selain itu wilayah perbatasan tersebut juga terdapat Kuil Preah
Vihear merupakan warisan dunia yang banyak di datangi oleh para
wisatawan baik domestik maupun internasional hal ini sangat
menguntungkan bagi negara yang dapat memiliki wilayah perbatasan
tersebut . Iron Wood juga salah satu alasan mengapa kedua negara ingin
menguasai.
Dari penjelasan di atas dapat dilihat antara Thailand dan Kamboja
mempunyai kepentingan yang sama dan masing-masing ingin memiliki
wilayah Kuil Preah Vihear tersebut sepenuhnya. Untuk mempertahankan
dan mewujudakan kepentingan negaranya masimg-masing, maka
hubungan Thailand dengan Kamboja memperlihatkan bentuk interaksi
konflik. Interaksi konflik diperlihatkan kedua negara dengan adanya
sengketa teritorial, sedangkan interaksi kerjasama dalam bidang ekonomi
dipengaruhi oleh adanya sengketa wilayah kuil tersebut sehingga ekonomi
kedua negara masih terbatas. Interaksi yang terbentuk persaingan terlihat
dengan tidak terdapatnya konflik langsung antara Thailand dan Kamboja.
4. Teori Pengambilan Keputusan
Sedangkan William D. Coplin menjelaskan bahwa pengambilan
keputusan dalam menentukan politik luar negeri dipengaruhi oleh tiga
faktor, yaitu :
17
1. Politik Dalam Negeri
2. Kondisi Ekonomi dan Militer
3. Konteks Internasional
Interaksi faktor-faktor itulah yang menghasilkan tindakan politik
luar negeri, digambarkan dalam skema sebagai berikut :
Pengambilan Kebijakan Politik Luar Negeri
William D. Coplin
1. Kondisi politik dalam Negeri
Kondisi domestik memiliki pengaruh dalam menentukan output
kebijakan luar negeri suatu negara, termasuk budaya dan sistem politik
Pengambilan Keputusan
Kondisi Ekonomi dan Militer
Tindakan Politik Luar Negeri
Konteks Internasional
18
yang berjalan beserta variable-veriable yang mempengaruhinya. Domestic
Politic (situasi politik dalam negeri) termasuk faktor budaya yang
mendasari tingkah laku politik manusianya. Selain itu, pembuatan
kebijakan luar negeri juga dipengaruhi oleh situasi politik dalam negeri
yang tengah dihadapi. Dimana banyak analis politik internasional
berargumentasi bahwa konsekuensi-konsekuensi yang mempersatukan
dari krisis eksternal sering menyebabkan para pengambil keputusan politik
luar negeri, yang dihadapkan pada instabilitas di dalam negeri, menjadi
agresif di luar negeri.
2. Keadaan ekonomi dan militer
Faktor ke dua ini tidak kalah penting yaitu, keadaan ekonomi dan
militer, sangat mempengaruhi kemampuan diplomasi suatu negara,
termasuk faktor geografis yang selalu menjadi pertimbangan dalam
pertahanan dan keamanan. Faktor ekonomi dan militer memainkan penting
dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri karena berpengaruh
terhadap kekuatan menekan yang harus dimiliki dalam hubungan luar
negerinya. Negara-negara yang mempunyai kemampuan ekonomi dan
militer yang kuat dipastikan akan memperoleh keuntungan yang lebih
besar dalam hubungannya dengan negara lain.
Kemampuan ekonomi suatu negara dapat diukur dengan melihat
GNP-nya (Gross National Product), yaitu semua barang dan jasa yang
diproduksi oleh suatu negara dalam satu tahun. Selain GNP, indikator
19
ekonomi lainnya adalah GNP perkapita atau pendapatan perkapita serta
dengan melihat potensi pertumbuhan sekonomi tersebut. Jadi dapat di
asumsikan bahwa,semangkin besar GNP negara tersebut maka semangkin
makmur dan kayalah negara tersebut. Ada pun dalam hal militer, kekuatan
militer suatu negara dapat ditaksir kapasitasnya dari jumlah pasukan,
tingkat pelatihan, serta sifat perlengkapan militer. Selain itu, hal penting
lainnya dalam kekuatan militer suatu negara adalah besar anggaran yang di
alokasikan pemerintah dalam pembangunan militer. Tidak salah AS adalah
negara yang terkuat di dunia militernya karena perhatian yang besar di
berikan pemerintahnya.
3. Konteks Internasional
Faktor ketiga adalah konteks internasional, yang berupa situasi
internasional dimana suatu negara melaksanakan politik luar negerinya
yang ditujukan dalam mempengaruhi negara-negara lain. Hubungan
politik dengan negara-negara lain dalam lingkungannya sangat berperan
dalam keputusan politik suatu negara.
20
F. Hipotesa
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya sengketa teritorial
Kamboja-Thailand atas kepemilikan wilayah Kuil situs Preah Vihear adalah
1. Perbedaan persepsi terhadap keabsahan watershed line yang
dipergunakan dalam peta
2. Didorong adanya persaingan kepentingan ekonomi – politik kedua
negara atas keberadaan Kuil Preah Vihear.
G. Jangkauan Penelitian
Jangkauan penelitian dalam penulisan skripsi ini ditekankan pada
peristiwa- peristiwa yang terjadi antara tahun 1953-2008, antara lain:
a. Pada tahun 1953, Kamboja mulai mengangkat masalah kepemilikan Kuil
Preah Vihear dengan Thailand yang mengakibatkan hubungan kedua
negara menjadi tegang.
b. Pada tahun 1962, Kamboja dan Thailand membawa masalah kepemilikan
kuil Preah Vihear diselesaikan di Mahkamah Internasional (MI) yang
kemudian memutuskan bahwa Kamboja yang berhak memiliki Kuil Preah
Vihear tersebut.
c. Pada tahun 2008, keputusan UNESCO (United Nations Ekonomic, Social
and Cultural Organization) memasukan Kuil Preah Vihear sebagai salah
satu situs warisan dunia.
21
Juga tidak menutup kemungkinan waktu di luar jangkauan itu
sepanjang masih relevan dengan penelitian. Penetapan jangkauan waktu
tersebut untuk membatasi agar penelitian tidak terlalu luas dan dapat
membantu memudahkan seleksi data.
H. Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini bersifat deskriptif
analisis, yaitu menjelaskan dan menganalisa permasalahan berdasarkan data
dan informasi yang dikumpulkan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara
penelitian kepustakaan, dengan mencari berbagai informasi, berita analisis,
konsep-konsep hasil pemikiran para ahli yang dimuat dalam buku karya tulis
ilmiah, artikel, jurnal politik. Data juga didapat dari lembaga-lembaga
pemerintah. Selanjutnya data diperoleh dari dalam maupun luar negeri.
I. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam skripsi ini terdiri dari
lima bab yang dapat dijelaskan sebagai berikut : Bab pertama menguraikan
tentang alasan pemilihan judul, tujuan penelitian, latar belakang dan rumusan
masalah, kerangka teoritis, hipotesa, jangkauan penelitian dan metodologi
penelitian.
22
Bab dua membahas tentang latar belakang munculnya sengketa
teritorial antara Kamboja – Thailand atas kepemilikan kuil Preah Vihear. Pada
bab ini menguraikan tentang gambaran letak geografis, profil kuil Preah
Vihear, tata nama Kuil Preah Vihera, kekayaan yang terdapat di wilayah Preah
Vihear
Bab tiga membahas tentang perbedaan persepsi antara Tahiland dan
Kamboja atas kepemilikan wilayah Kuil Preah Vihear. Pada bab ini
menguraikan sejarah sengketa Kuil Preh Vihear dalam kurun waktu 1900 –
2008, dasar perjanjian/klaim atas wilayah Kuil Preah Vihear dan usaha
penyelesaian sengketa teritorial kedua negara atas wilayah kuil tersebut.
Bab empat membahas mengenai kepentingan nasional kedua negara
atas wilayah Kuil Preah Vihear meliputi : kepentingan ekonomi politik
Thailand dan Kamboja atas status kepemilikan Kuil Preah Vihear terutama
pasca ditetapkannya sebagai warisan dunia oleh UNESCO.
Bab lima berisi kesimpulan dan saran atas pokok permasalahan.
23
BAB II
LATAR BELAKANG SENGKETA TERITORIAL ANTARA
THAILAND - KAMBOJA ATAS STATUS KEPEMILIKAN
KUIL PREAH VIHEAR
Hubungan Kamboja dan Thailand sudah lama tidak berjalan dengan baik.
Hal ini disebabkan karena persengketaan antara kedua negara mengenai
kepemilikan wilayah Preah Vihear antara Thailand dan Kamboja sama-sama
menginginkan wilayah Preah Vihear menjadi bagian dari wilayahnya. Dalam bab
ini akan dibahas mengenai latar belakang sengketa di wilayah Preah Vihear antara
Thailand dan Kamboja yang ditinjau dari letak geogarfis wilayah Kuil Preah
Vihear, profil Kuil Preah Vihear, tata nama Kuil Preah Vihear, kekayaan alam
yang terdapat di wilayah Preah Vihear yang akan dibahas dalam beberapa sub
bab.
A. Letak Geografis Kuil Preah Vihear
Preah Vihear merupakan salah satu provinsi di Kamboja bagian utara
yang beribu kota di Phnum Tbeng Meanchey. Nama provinsi ini sendiri
diambil dari sebuah candi yang bernama Preah Vihear. Kemudian provinsi
ini dibagi ke dalam 7 distrik atau kecamatan antara lain : Chey Saen,
Chhaeb, Choam Khsant, Kuleaen, Rovieng, Sangkom Thmei, Tbaeng Mean