bab i pendahuluan a.perang jawa yang terjadi pada tahun 1825-1830. politik tanam paksa ......

21
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah pedesaan Jawa pada akhir abad XIX sampai awal abad XX telah ditandai dengan munculnya kembali gerakan-gerakan kerusuhan petani, yang banyak diantaranya menimbulkan bentrokan dengan penguasa Kolonial. Gerakan-gerakan ini merupakan ledakan tersendiri yang dikobarkan atas inisiatif lokal dan belum terkontrol. 1 Kasus-kasus yang terjadi dalam masyarakat ini merupakan bentuk penentangan terhadap tekanan dan menyuarakan ketidakpuasan kaum tani dan buruh dengan berbicara secara terus terang mengenai kemarahannya terhadap sistem politik dan ekonomi baru, yang diterapkan oleh pemerintah Kolonial. Sistem yang kemudian menjadi alasan dibalik rusaknya sistem politik dan ekonomi tradisional. 2 Perubahan sistem bermula ketika pemerintah Kolonial memperkenalkan sebuah hukum dan hubungan sosial baru untuk mengatasi masalah petani dan tenaga kerja. Perubahan lahan pertanian menjadi penanaman tebu, menjadi alasan yang menyebabkan kegelisahan sosial di kalangan masyarakat Jawa pada saat itu. 1 Sartono Kartodirdjo, Gerakan-gerakan Protes di Pedesaan Jawa, (Yogyakarta: Buku Tidak Dipublikasi, 2007), hlm.1. 2 Ibid., hlm.5.

Upload: others

Post on 25-Dec-2019

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A.perang Jawa yang terjadi pada tahun 1825-1830. Politik tanam paksa ... memberontak melawan para majikan serta pemerintah Kolonial.12 Aksi pemberontakan buruh, salah

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejarah pedesaan Jawa pada akhir abad XIX sampai awal abad XX telah

ditandai dengan munculnya kembali gerakan-gerakan kerusuhan petani, yang banyak

diantaranya menimbulkan bentrokan dengan penguasa Kolonial. Gerakan-gerakan ini

merupakan ledakan tersendiri yang dikobarkan atas inisiatif lokal dan belum

terkontrol.1 Kasus-kasus yang terjadi dalam masyarakat ini merupakan bentuk

penentangan terhadap tekanan dan menyuarakan ketidakpuasan kaum tani dan buruh

dengan berbicara secara terus terang mengenai kemarahannya terhadap sistem politik

dan ekonomi baru, yang diterapkan oleh pemerintah Kolonial. Sistem yang kemudian

menjadi alasan dibalik rusaknya sistem politik dan ekonomi tradisional.2

Perubahan sistem bermula ketika pemerintah Kolonial memperkenalkan

sebuah hukum dan hubungan sosial baru untuk mengatasi masalah petani dan tenaga

kerja. Perubahan lahan pertanian menjadi penanaman tebu, menjadi alasan yang

menyebabkan kegelisahan sosial di kalangan masyarakat Jawa pada saat itu.

1 Sartono Kartodirdjo, Gerakan-gerakan Protes di Pedesaan Jawa,(Yogyakarta: Buku Tidak Dipublikasi, 2007), hlm.1.

2 Ibid., hlm.5.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A.perang Jawa yang terjadi pada tahun 1825-1830. Politik tanam paksa ... memberontak melawan para majikan serta pemerintah Kolonial.12 Aksi pemberontakan buruh, salah

2

Ditambah dengan banyaknya tuntutan pelayanan yang diminta oleh kaum majikan

dan pemungutan pajak memperburuk ketidakpuasaan masyarakat.3

Kegelisahan masyarakat ini mulai terjadi sejak diterapkan sistem ekonomi

liberal, yang dimulai sejak berlakunya Agrarische Wet tahun 1870. Sistem yang

menjanjikan pemodal asing dapat menanam modal di Indonesia. Sebelum berlakunya

politik liberal di Indonesia, pada pertengahan abad XIX ekonomi eksploitatif telah

lebih dulu diterapkan oleh Gubernur Jendral Van den Bosch, sebagai akibat dari

perang Jawa yang terjadi pada tahun 1825-1830. Politik tanam paksa

memperkenalkan Indonesia kepada penanaman komoditas ekspor. Sedangkan

pengawasan terhadap penanaman komoditas ekspor diserahkan kepada para bupati di

daerah masing-masing. Purworejo menjadi salah satu daerah yang strategis untuk

penanaman komoditas ekspor karena tanahnya yang subur, lahan-lahan di Purworejo

pada masa itu telah ditanami antara lain: indigo (nila), kopi, teh, kayu manis,

tembakau, kayu jati, kertas delancang dan belakangan gula.4

Bentuk-bentuk ekonomi eksploitatif di Indonesia berakhir pada tahun 1870,

setelah pemerintah Belanda memberikan kesempatan bagi pemodal asing untuk

menanamkan modal di Indonesia demi keuntungan pihaknya. Kedatangan para

pemodal Eropa ini kemudian membentuk sebuah kelas baru dalam masyarakat Jawa.

3 Ibid.

4 Radix Penadi, Riwayat Kota Purworejo dan Perang Baratayudha di TanahBagelen Abad XIX, (Purworejo: Lembaga Studi dan Pengembagan Sosial Budaya,2000), hlm.188.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A.perang Jawa yang terjadi pada tahun 1825-1830. Politik tanam paksa ... memberontak melawan para majikan serta pemerintah Kolonial.12 Aksi pemberontakan buruh, salah

3

Struktur masyarakat Jawa yang sebelumnya memang telah terbagi dalam beberapa

kelas, dengan kedatangan kaum pemodal Eropa membentuk satu kelas baru yaitu

kaum borjuis Eropa. Pertama, kelas atas yang terdiri dari kaum bourjuis/pemilik

modal, umumnya orang asing. Kedua, kelas menengah yang terdiri atas birokrat jawa

(kaum priyayi termasuk di dalamnya), pedagang kecil, karyawan, jurnalis, pegawai

pemerintahan, dll. Terakhir kelas bawah /proletar, yakni petani, buruh tani dan buruh

pabrik. Hingga kemudian komunisme menjadi ideologi dominan dalam

membangkitkan kesadaran kelas.5

Pada awal abad ke XX terjadi mobilisasi massa petani dan buruh secara cepat

dan luar biasa. Kandungan ideologi yang terkandung dalam setiap gerakan sosial ini

juga berbeda-beda. Setiap gerakan sosial memiliki bentuk dan konsep gerakan, yang

diantaranya adalah sebagai berikut: gerakan messianisme (kepercayaan terhadap

kedatangan Ratu Adil), nativisme (konsep modern mengacu pada perjuangan untuk

mendapatkan kembali hak-hak masyarakat), revivalisme (kebangkitan kembali dan

mengacu pada agama) dan ada pula yang bersifat sekte-sekte.6 PKI dan SI juga

berperan penting dalam gerakan massa buruh dan menjadi salah satu faktor dari

protes yang terjadi di Jawa, mobilisasi besar-besaran yang terjadi dimanfaatkan oleh

gerakan politik modern seperti PKI dan SI. Semaoen dan Darsono yang merupakan

5 Sumarsono, Dinamika Gerakan Kiri di Kotapraja Semarang Tahun 1914-1926, (Surakarta: Skripsi Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta,2007), hlm.1.

6 Sartono Kartodirdjo, Gerakan-gerakan Protes di Pedesaan Jawa,(Yogyakarta: Buku Tidak Dipublikasi, 2007), hlm.8-9.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A.perang Jawa yang terjadi pada tahun 1825-1830. Politik tanam paksa ... memberontak melawan para majikan serta pemerintah Kolonial.12 Aksi pemberontakan buruh, salah

4

pemimpin komunis dalam jubah SI, menghasut petani dan buruh untuk melancarkan

serangan terhadap tuan tanah, kaum majikan dan agen-agennya.7

Buruh di Purworejo menjadi salah satu bagian dalam gerakan protes yang

terjadi pada awal abad XX, hal ini dikarenakan lahan-lahan tempat para buruh

dahulunya bertani telah diambil alih. Pada awal abad XX, lahan-lahan pertanian di

Purworejo sebagian besar telah menjadi milik pemodal asing. Lahan-lahan yang telah

dipegang oleh pemodal ini kemudian berubah menjadi perkebunan dan pabrik gula.

Meskipun sejak pertengahan abad XIX sebagian lahan di Purworejo telah ditanami

komoditas ekspor, namun perubahan yang terjadi akibat politik liberal memberikan

tekanan yang lebih besar terhadap para petani yang sebagian besar telah

bertransformasi menjadi buruh, baik itu pabrikan maupun perkebunan.

Akibat sistem ekonomi terbuka, perusahaan-perusahaan swasta Belanda

mendapatkan kesempatan menyewa tanah-tanah di Jawa untuk dijadikan areal

penanaman tebu dan usaha lainnya.8 Tenaga kerja yang menjadi pekerja untuk orang-

orang Eropa tersebut merupakan tenaga upahan yang direkrut melalui perangkat desa

dengan setengah memaksa, pengupahannya dilakukan langsung oleh pabrik. Menjadi

buruh upahan yang terlepas dari ikatan desa tidak terjadi begitu saja. Masalah juga

terjadi dalam sistem pengupahan yang kemudian menyebabkan protes dan

7 Ibid., hlm.59.

8 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Sejarah Perlawanan TerhadapImperialisme dan Kolonialisme di Daerah Istimewa Yogyakarta, (Yogyakarta: CV.Tumaritis, 1990), hlm.119.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A.perang Jawa yang terjadi pada tahun 1825-1830. Politik tanam paksa ... memberontak melawan para majikan serta pemerintah Kolonial.12 Aksi pemberontakan buruh, salah

5

pemogokan buruh. Terjadinya pemogokan yang dilancarkan oleh buruh itu membuat

pemilik pabrik/perkebunan menjadi panik dan terkejut. Meskipun begitu, para

pengusaha tidak sedikitpun menanggapi permintaan dari para buruh.9

Suasana kehidupan rakyat setelah Perang Dunia I tahun 1919, baik kehidupan

para petani maupun kaum buruh pada umumnya sangat buruk dan menyedihkan. Para

petani di Yogyakarta misalnya, yang memiliki sawah diwajibkan menanami 2/3 dari

sawahnya dengan tanaman tebu untuk pemerintah, sedangkan bagi pemilik 1/3 bagian

untuk keperluan hidup keluarga. Menurut peraturan sawah yang digunakan oleh

perkebunan harus disewa oleh perusahaan. Tetapi keadaannya lebih buruk lagi karena

uang yang dijanjikan tidak sampai kepada petani melainkan masuk ke kantong para

penguasa Belanda dan bawahannya. Sedangkan untuk rakyat yang tanahnya

disewakan tidak pernah menerima hasil dari sewa tanah miliknya.10

Keadaan-keadaan seperti itulah yang kemudian digunakan untuk menghasut

para petani maupun buruh untuk melakukan pemberontakan. Pemberontakan-

pemberontakan petani dapat dipandang sebagai gerakan protes terhadap masuknya

perekonomian barat yang tidak diinginkan dan terhadap pengawasan politik, dua hal

yang merongrong tatanan masyarakat tradisional. Sedangkan pemerintah Belanda

9 Ibid., hlm.136.

10 Ibid., hlm.142.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A.perang Jawa yang terjadi pada tahun 1825-1830. Politik tanam paksa ... memberontak melawan para majikan serta pemerintah Kolonial.12 Aksi pemberontakan buruh, salah

6

menganggap gerakan ini sebagai bentuk gangguan terhadap keamanan dan ketertiban

sehingga berusaha untuk menghentikannya.11

Pemberontakan atau gerakan sosial sebagai bentuk protes yang terjadi pada

akhir abad XIX dan awal XX sangat terpengaruh oleh pemuka agama. Pemuka agama

menjadi tokoh penting yang memberikan bentuk populer terhadap ramalan dan

menerjamahkannya ke dalam aksi untuk menarik massa supaya mau bergerak dan

memberontak melawan para majikan serta pemerintah Kolonial.12

Aksi pemberontakan buruh, salah satunya pemogokan kerja ini sudah

dianggap oleh pemerintah Belanda bukan lagi sebuah gerakan yang menuntut

perbaikan nasib namun sudah kepada kepentingan politik. Meskipun para buruh

mendapatkan ancaman, namun para buruh ini tetap gigih untuk melakukan protes.

Kesadaran buruh pabrik di Purworejo melakukan protes bermula dari kemunculan

Suryopranoto sebagai pemimpin PFB. Dalam kepemimpinannya Suryopranoto telah

memperjuangkan nasib buruh pabrik di Yogyakarta. Hal ini kemudian menimbulkan

keinginan besar dari buruh pabrik di Purworejo untuk memperjuangkan nasib

bersama dan keinginan ini kemudian disebarluaskan. Bentuk-bentuk penghasutan

disebarluaskan melalui pidato, surat kabar serta poster berisikan ajakan untuk

melawan imperialisme mulai gencar dilakukan pada awal abad XX. Seperti

11 Sartono Kartodirdjo, Pemberontakan Petani Banten, (Jakarta: DuniaPustaka Jaya, 1984), hlm 15.

12 Ibid., hlm.16.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A.perang Jawa yang terjadi pada tahun 1825-1830. Politik tanam paksa ... memberontak melawan para majikan serta pemerintah Kolonial.12 Aksi pemberontakan buruh, salah

7

contohnya yang dikemukakan melalui surat kabar Soeara Kaoem Boeroeh sebagai

berikut:

Kita tahoe bahwa moesoeh kita kaoem kapitalisten atau kaoem madjikanada mempoenjai banyak tempat oentoek memboeka soearanja danmemperhatikan keperloeannja. Beberapa soerat-soerat kabar baik Melajoemaoepoen Belanda, karena memang mereka itu ada mampoe. Akan tetapisemoea itoe tiada jang memperhatikan keperloean kita kaoem boeroeh,malahan disitoe kita bisa memoeter-moeter pikirannja kaoem boeroehmenjadi keblinger.13

Isinya mengenai seruan terhadap kaum buruh untuk bangkit melawan

ketidakadilan dari kaum kapitalis yang tidak lain adalah para majikan. Saatnya bagi

kaum buruh untuk menyuarakan suaranya supaya tuntutan mereka dapat terpenuhi.

Bentuk-bentuk protes yang terjadi di masyarakat kemudian menuai reaksi dari

pemerintah dengan mengeluarkan besluit 161 bis yang melarang segala bentuk

propaganda yang akan membawa pada gerakan protes dan mogok. Besluit ini

menyatakan bahwa segala bentuk propaganda yang akan menciptakan aksi

pemogokan dan protes, baik itu melalui seruan seperti pidato maupun tulisan seperti

pers dilarang. Hal ini merupakan bentuk pemboikotan aksi pemogokan dan protes

buruh dan sebagai antisipasi terhadap gerakan protes yang lebih besar. Adanya

peristiwa di atas dan lebih menarik karena peristiwa ini merupakan protes buruh

pabrik pertama di Purworejo serta belum ada tulisan yang mengungkapkan mengenai

hal ini. Hal-hal tersebut yang menjadi latar belakang penulisan skripsi yang berjudul

“Protes Buruh Pabrik di Purworejo tahun 1919-1926”.

13 Surat Kabar Soeara Kaoem Boeroeh, 15 Juli 1921, Koleksi PerpustakaanNasional Republik Indonesia.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A.perang Jawa yang terjadi pada tahun 1825-1830. Politik tanam paksa ... memberontak melawan para majikan serta pemerintah Kolonial.12 Aksi pemberontakan buruh, salah

8

B. Rumusan Masalah

Penjelasan dan uraian dalam latar belakang masalah dan pembatasan masalah,

maka dirumuskan pokok permasalahan sebagai berikut:

1. Apa yang melatarbelakangi gerakan protes buruh pabrik di Purworejo tahun

1919-1926?

2. Bagaimana bentuk kepemimpinan dan ideologi yang mendorong terjadinya

protes buruh di Purworejo tahun 1919-1926?

3. Bagaimana aksi yang ditunjukkan kaum buruh dalam protes buruh pabrik di

Purworejo tahun 1919-1926?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari latar belakang dan permasalahan yang diungkapkan, maka

penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui apa yang melatarbelakangi buruh pabrik di Purworejo

tahun 1919-1926 melakukan gerakan protes.

2. Kemudian mengetahui bagaimana kepemimpinan dan ideologi yang

ditanamkan dalam protes buruh di Purworejo tahun 1919-1926.

3. Mengetahui bentuk-bentuk aksi buruh dalam protes buruh di Purworejo tahun

1919-1926 sampai muncul reaksi dari pemerintah Belanda terhadap protes

tersebut.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A.perang Jawa yang terjadi pada tahun 1825-1830. Politik tanam paksa ... memberontak melawan para majikan serta pemerintah Kolonial.12 Aksi pemberontakan buruh, salah

9

D. Manfaat Penelitian

Penelitian tentang pergerakan buruh di Purworejo ini diharapkan mempunyai

manfaat sebagai berikut:

1. Diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam upaya pengembangan ilmu

sejarah, khususnya bidang historiografi sejarah Indonesia.

2. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran yang kemudian

dijadikan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah Purworejo dalam

melaksanakan pembangunan baik di bidang sosial dan ekonomi.

3. Menambah pengetahuan bagi para pembaca karya ini terutama mengenai

kondisi ekonomi masyarakat Purworejo di awal abad XX serta menjadi bahan

informasi bagi peneliti yang tertarik pada masalah serupa untuk meneliti lebih

lanjut.

E. Tinjauan Pustaka

Terdapat beberapa studi sebelumnya yang telah membahas mengenai protes

buruh di Indonesia pada masa Kolonial antara lain:

Sandra dalam bukunya yang berjudul Sejarah Pergerakan Kaum Buruh

(2007) membahas tentang sejarah perkembangan kaum buruh di Indonesia sejak masa

Kolonial. Munculnya serikat buruh di Indonesia didorong atas rasa kekecewaan

sekaligus rasa kebangsaan dan nasionalisme para buruh serta sebagai bentuk

tandingan dari serikat buruh Eropa yang lebih dulu ada. Serikat Buruh Eropa hanya

beranggotakan orang-orang Eropa, sedangkan kaum buruh Indonesia tetap menjadi

golongan partikelir yang tertindas.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A.perang Jawa yang terjadi pada tahun 1825-1830. Politik tanam paksa ... memberontak melawan para majikan serta pemerintah Kolonial.12 Aksi pemberontakan buruh, salah

10

Dalam buku ini dijelaskan bahwa serikat buruh mulai bermunculan setelah

adanya organisasi-organisasi dan partai politik di Indonesia, contohnya Boedi

Oetomo, disusul denga SI dan PKI. Serikat buruh ini terbentuk sesuai dengan latar

belakang pekerjaan para buruh, seperti: Serikat Buruh Pabrik, Serikat Guru, Serikat

Buruh Perkereta Apian, Serikat Buruh Pegadaian dan lain sebagainya. Massa buruh

ini kemudian dimanfaatkan oleh organisasi dan partai politik dengan menanamkan

pengaruhnya untuk memperkokoh organisasi masing-masing. Hingga kemunculan

pemogokan-pemogokan buruh di berbagai tempat, apalagi setelah terjadinya Perang

Dunia I tahun 1919. Pada akhirnya, tahun 1925 Pemerintah Kolonial mengambil

tindakan untuk penangkapan besar-besaran para pemogok terutama ketua

organisasinya dan bagi yang melakukan pemogokan akan dicap sebagai Komunis.

Serikat-serikat buruh yang terbentuk pada akhirnya tidak berumur panjang, karena

aksi mereka pada akhirnya masih dapat diredam oleh Pemerintah Kolonial. Buku ini

memang menjelaskan mengenai sejarah berdirinya serikat-serikat kaum buruh hingga

pemogokan yang dilakukan para buruh namun sayangnya yang terlihat buku ini lebih

menonjolkan mengenai perbedaan kelas, di mana buruh Indonesia menginginkan

untuk sepadan dengan serikat buruh Eropa. Tidak dijelaskan tentang tuntutan apa

yang diajukan kaum buruh dalam aksi pemogokannya.

Kemudian Sartono Kartodirdjo, (1984) dalam tulisannya membahas tentang

gerakan petani Banten untuk melawan kolonialisme Belanda akibat dari kebijakan

yang memberatkan rakyat serta dorongan fanatisme terhadap agama. Di Banten

terdapat dualisme kekuasaan yaitu kekuasaan tradisional yang masih berkiblat pada

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A.perang Jawa yang terjadi pada tahun 1825-1830. Politik tanam paksa ... memberontak melawan para majikan serta pemerintah Kolonial.12 Aksi pemberontakan buruh, salah

11

Kasultanan dan kekuasaan politik Belanda. Hal tersebut sama dengan adanya dua

kepemimpinan yang harus dipatuhi oleh rakyat. Banten merupakan daerah yang

sebagian besar masyarakatnya sangat fanatik terhadap Islam. Pemberontakan di

Banten sendiri didorong oleh pemimpin yang kharismatik yang mempersiapkan

pemberontakan melalui kegiatan-kegiatan keagamaan dan pesta sehingga tidak

diketahui oleh pemerintah Belanda. Latar belakang sebagai kyai dan haji menjadikan

para pengikutnya tidak ragu untuk melaksanakan aksi pemberontakan tersebut.

Keadaan tersebut menjadi ancaman untuk kedudukan pemerintah Belanda. Apalagi

ditambah dengan sanksi-sanksi yang diberikan terhadap orang-orang yang masa

bodoh terhadap persoalan agama, belum lagi masyarakat yang tercekik beban pajak

yang besar. Pemberontakan sendiri dipersiapkan dengan matang mulai tahun 1884.

Tokoh seperti Haji Tubagus Ismail menjadi tokoh yang sangat menetang kaum kafir

seperti bangsa Belanda setelah melakukan beberapa kali perjalanan haji. Meskipun

gerakan ini kemudian dimanfaatkan oleh pihak-pihak untuk menghasut menciptakan

pemberontakan yang lebih besar.

Perkembangan tanam paksa hingga munculnya pabrik-pabrik di Jawa akan

dilihat melalui buku Anak Jajahan Belanda Sejarah Sosial dan Ekonomi Jawa 1795-

1880 (2004) karya Peter Boomgard. Buku ini menjelaskan tentang pajak, tanam

paksa hingga perkembangan pabrik yang ada di Jawa. Hingga kemudian munculnya

istilah buruh yang bekerja untuk perusahaan baik itu kecil maupun besar atau bekerja

di perkebunan hingga di rumah para majikan. Perkembangan sosial ekonomi di Jawa

mulai abad ke 18 hingga 19 dari mulai diterapkannya pajak, kemudian tanam paksa

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A.perang Jawa yang terjadi pada tahun 1825-1830. Politik tanam paksa ... memberontak melawan para majikan serta pemerintah Kolonial.12 Aksi pemberontakan buruh, salah

12

(Cultuurstelsel) hingga sistem ekonomi liberal yang berlaku mulai akhir abad 19.

Namun pembahasan buku ini belum sampai kepada munculnya gerakan-gerakan

buruh dan petani pada awal abad ke 20.

Bicara soal tanam paksa atau perburuhan tidak dapat terlepas dari kaum elite

atau priyayi yang ditunjuk oleh pemerintah Belanda sebagai pengawas tradisional.

Robert Van Niel, dalam bukunya Munculnya Elite Modern Indonesia (2009)

mengungkapkan bahwa semenjak pertengahan abad kesembilan belas pengawasan

terakhir berada di tangan parlemen Belanda yang bernama Staten Generaal yang

praktis berada di tangan Menteri Urusan Jajahan. Atas usul dari Menteri Urusan

Jajahan kemudian diangkatlah Gubernur Jendral yang bertugas selama lima tahun.

Tahun 1900an memang merupakan masuknya bangsa Eropa ke Hindia Belanda

secara besar-besaran akibat dari kebijakan ekonomi liberal hingga kemudian

membentuk perasaan eksklusif (golongan elite) dan memisahkan diri dengan

golongan yang lain. Hingga kemudian orang Indonesia sampai saat ini mengakui

adanya dua tingkatan di dalam masyarakatnya yaitu kelompok besar yang berisi

rakyat kecil atau rakyat jelata dan priyayi yang berisi orang-orang berpendidikan.

Sedangkan studi mengenai sejarah kota Purworejo salah satunya ditulis oleh

Radix Penadi dalam bukunya Riwayat Kota Purworejo dan Perang Baratayudha di

Tanah Bagelen Abad XIX (2000) yang di dalamnya menjelaskan mengenai sejarah

kota Purworejo sejak Perang Jawa sampai pada penerapan Cultuurstelsel. Purworejo

pada mulanya tergabung dalam sebuah Karesidenan yang bernama Bagelen, namun

sejak Perang Jawa terjadi karena cakupan wilayahnya dianggap terlalu luas dan

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A.perang Jawa yang terjadi pada tahun 1825-1830. Politik tanam paksa ... memberontak melawan para majikan serta pemerintah Kolonial.12 Aksi pemberontakan buruh, salah

13

mengancam kedudukan pemerintahan Kolonial maka pada akhirnya dibagi dan

menjadi sebuah kabupaten dan masuk ke dalam Karesidenan Kedu. Karesidenan

Bagelen merupakan pusat dari Perang Jawa kala itu, bukan hanya karena letaknya

yang dekat dengan Yogyakarta namun juga dikarenakan oleh besarnya pengikut

Pangeran Diponegoro di daerah tersebut. Kalahnya Pangeran Diponegoro dalam

perang tersebut dan kosongnya kas negara menyebabkan diterapkannya kebijakan

Cultuurstelsel, tidak terkecuali daerah Purworejo. Tanaman yang menjadi komoditas

ekspor dan sebagai tanaman wajib yang ditanam di Karesidenan Bagelen tersmasuk

di Purworejo antara lain: Indigo, teh, tembakau dan yang terakhir adalah tebu/gula.

Kajian Teori gerakan buruh diambil dari beberapa hasil studi sebelumnya

mengenai gerakan kaum buruh dan kaum tani, di antaranya adalah: James C. Scott,

dalam bukunya Perlawanan Kaum Tani (1993) mengungkapkan mengenai

perlawanan sebagai bentuk protes dari kaum tani subsisten dan buruh proletar di Asia

Tenggara. Dahulu hubungan antara kaum elite memiliki hubungan saling

membutuhkan dengan petani dan buruh tani. Kaum elite membutuhkan kaum tani

untuk menggarap sawah dan sebagai simbol dari kekayaan sedangkan petani butuh

perlindungan baik itu dari pemerintah maupun bandit serta hal lain yang mengancam

keamanan kaum tani. Setelah pemerintah Kolonial masuk ke Asia Tenggara dan

adanya kebijakan penggunaan lahan pertanian untuk kebutuhan komersil, hubungan

antara keduanya menjadi sebuah bentuk eksploitasi terhadap petani dan buruh, belum

lagi penerapan pajak yang kemudian menjadi salah satu alasan terbesar pemicu

perlawanan kaum tani. Gerakan petani terjadi dalam berbagai bentuk, mereka keras

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A.perang Jawa yang terjadi pada tahun 1825-1830. Politik tanam paksa ... memberontak melawan para majikan serta pemerintah Kolonial.12 Aksi pemberontakan buruh, salah

14

kepala tapi masif. Tindakan-tindakan wujud protes mereka ada dalam berbagai

bentuk misalnya: membuat petisi, melarikan diri, menjadi penyamun dan

pembakaran. Semua itu berhubungan dengan hal-hal spesifik dari kaum tani berupa

pajak, akses terhadap lahan dan distribusi panen, selain juga tema keagamaan dan

nasionalisme. Tindakan perlawanan dapat dilakukan oleh perorangan maupun

kelompok, baik itu dalam kelompok besar maupun kecil. Perlawanan dalam bentuk

tindakan diam-diam seperti pelarian, sabotase, pencurian yang mungkin mempunyai

dampak yang lebih besar, jarang diketahui. Ada pula gerakan secara terang-terangan,

misalnya dengan melakukan perusakan, pembakaran, pemogokan, pemboikotan dan

perampokan di gudang-gudang. Alasan lain yang melatarbelakangi perlawanan yang

makin besar selain dengan penolakan terhadap pajak dan eksploitasi namun juga

masuknya mesin, yang mengakibatkan lebih banyaknya pengangguran serta bentuk

perlawanan kelas.

Dalam bukunya yang lain Moral Ekonomi Petani Pergolakan dan Subsistensi

di Asia Tenggara ( 1983 ), Scott membicarakan mengenai kondisi moral ekonomi

petani dan buruh tani. Di Asia Tenggara boleh dikatakan tidak memiliki upah

minimum dan juga terjadi komersialisasi lahan pertanian sehingga bentuk-bentuk

perlindungan sosial kepada petani dan buruh tani lama-lama menghilang sejak masa

Kolonial. Hingga pada akhirnya para petani dan buruh tani kekurangan lahan

pertanian sekaligus mata pencaharian mereka, dan saat itulah muncul kerajinan

tangan untuk mengisi waktu luang. Pemikiran Petani dan Buruh tani tentang ekonomi

pada waktu masih “cari aman” dalam artian mereka lebih memilih bekerja terus

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A.perang Jawa yang terjadi pada tahun 1825-1830. Politik tanam paksa ... memberontak melawan para majikan serta pemerintah Kolonial.12 Aksi pemberontakan buruh, salah

15

menerus dengan gaji kecil dibandingkan dengan mencoba untuk mengerjakan sesuatu

yang baru dengan gaji yang belum diketahui/ mungkin lebih besar. Mereka hanya

berfikir agar penghasilan mereka selalu tetap dan tidak berkurang, namun tidak

memikirkan semisal mereka mendapatkan penghasilan yang besar hanya saja tidak

tetap. Bahkan mereka juga bersedia untuk menyewa tanah dengan harga yang mahal

untuk menghidupi keluarga dibandingkan dengan bekerja sebagai buruh. Bukan

hanya faktor ekonomis saja, namun juga faktor stratifikasi sosial yaitu kedudukan

sosial mereka akan lebih tinggi dibandingkan dengan buruh tani. Pada akhirnya

depresi menghancurkan semua tatanan agraris yang sudah goyah akibat perubahan

struktur. Syarat-syarat sewa yang semakin berat, hutang yang menumpuk antara

petani pemilik kecil dan petani penyewa semakin bertambah, beratnya pajak, serta

rasa cemas yang meluas karena kegagalan panen menyebabkan gerakan-gerakan

protes. Perlawanan sengit juga dilakukan oleh para petani sehingga mengakibatkan

pemilik rumah harus mengungsi akibat rumahnya dirampok dan dicuri oleh

gerombolan yang terdiri atas 50 sampai 100 orang. Kemudian beras hasil jarahan itu

dibagi-bagi kepada yang miskin. Namun selain protes berupa kekerasan, adapula

protes formal yaitu berupa permohonan atau petisi yang diajukan melalui distrik-

distrik. Berbagai tuntutan diajukan, misalnya penghapusan pajak, tanah-tanah hasil

penipuan dikembalikan dan lain sebagainya.

Sartono Kartodirdjo dalam bukunya Gerakan-gerakan Protes di Pedesaan

Jawa Sebuah Kajian Kerusuhan Petani di Awal Abad 19 dan Awal Abad 20 (2007)

mengungkapkan mengenai bentuk-bentuk gerakan protes dan kepemimpinan dalam

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A.perang Jawa yang terjadi pada tahun 1825-1830. Politik tanam paksa ... memberontak melawan para majikan serta pemerintah Kolonial.12 Aksi pemberontakan buruh, salah

16

gerakan protes serta ideologi pemimpinnya. Salah satu bentuknya adalah

Milleniarisme di sebagian besar wilayah seringkali berbentuk mesias. Mitos

mengenai mesias sendiri adalah mengenai datangnya Ratu Adil yang akan

melepaskan masyarakat dari segala bentuk penyakit dan kelaparan serta segala

kejahatan. Selama mengikuti perintahnya kebajikan akan selalu menang. Nativisme

merupakan gerakan sosial yang dilandasi kembalinya segi-segi kebudayaan murni

masyarakat dan menolak kebudayaan asing. Nativisme juga berharap

dikembalikannya tanah asli, di mana orang kulit putih tidak ada lagi dan dinasti lama

berkuasa lagi. Gerakan-gerakan mesianis merupakan gerakan-gerakan yang

disemangati oleh harapan datangnya Ratu Adil, yang ditunjukkan oleh pemimpin itu

sendiri, atau oleh pengikut-pengikutnya sebagai utusan. Kepemimpinan melegitimasi

dirinya dengan menyandang sebuah utusan sebagai perubahan dalam diri atau wahyu.

Bentuk paling umum dari mesianis adalah bentuk mengenai agama tanpa unsur

ekonomi. Gerakan-gerakan sektarian berkembang sebagai akibat penolakan

masyarakat yang telah terbentuk. Ideologi tipe protes ini adalah kebangkitan kembali,

dengan maksud menurunkan kekuatan agama masyarakat dan melawan proses

degenerasi, dalam beberapa kasus mungkin bisa dilihat keresahan ekonomi.

Neil J. Smelser dalam bukunya Collective Behaviour (1965) menjelaskan

mengenai perilaku kolektif yang menjadi penyebab dari gerakan-gerakan sosial.

Perilaku kolektif ini didasari oleh banyak keadaan, salah satunya adalah kesamaan

nasib dari dua orang atau lebih. Beberapa keadaan kemudian membuat individu-

individu yang kemudian tergabung dalam sebuah organisasi sebagai sarana untuk

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A.perang Jawa yang terjadi pada tahun 1825-1830. Politik tanam paksa ... memberontak melawan para majikan serta pemerintah Kolonial.12 Aksi pemberontakan buruh, salah

17

melakukan aksi-aksi sosial. Aksi sosial sebagian besar didasari oleh krisis dan

kepanikan di bidang ekonomi meskipun tidak selalu alasan ekonomi yang

melatarbelakangi gerakannya. Seorang pemimpin menjadi faktor penting dalam

gerakan sosial. Pemimpin selain sebagai tokoh yang mengorganisir pergerakan, juga

merupakan yang melakukan propaganda dan agitasi sehingga membentuk keyakinan

dan pemikiran yang menyebabkan kepanikan massa. Kepanikan massa ini yang

kemudian membuat organisasi-organisasi bergerakan untuk melakukan aksi-aksi

sosial yaitu berupa demonstrasi, protes hingga perusakan. Gerakan-gerakan massa ini

kemudian diubah arah gerakannya oleh pemimpin atau partai-partai politik untuk

kepentingannya. Gerakan ini bukan hanya sebagai bentuk tuntutan sebagai akibat dari

krisis ekonomi yang terjadi, namun ada juga gerakan atas dasar religius. Bersamaan

dengan pemimpin, ideologi pemimpin juga faktor yang penting dalam membetuk

sebuah gerakan sosial.

F. Metode Penelitian

Sejarah merupakan rekonstruksi masa lampau yang terkait pada prosedur

penelitian ilmiah.14 Prosedur penelitian sejarah untuk memperoleh tulisan sejarah

yang ilmiah maka diperlukan metode penelitian. Metode yang digunakan dalam

skripsi ini adalah metode sejarah, karena obyek dari penelitian ini bertujuan untuk

14 Kuntowijaya, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Benteng Budaya,1995), hlm.18.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A.perang Jawa yang terjadi pada tahun 1825-1830. Politik tanam paksa ... memberontak melawan para majikan serta pemerintah Kolonial.12 Aksi pemberontakan buruh, salah

18

mendiskripsikan dan menganalisis peristiwa-peristiwa masa lampau.15 Maka metode

yang dipakai adalah metode historis, yaitu penelitian yang berusaha untuk mengkaji

dan menganalisis secara kritis terhadap rekaman dan peninggalan masa lampau.

Metode sejarah meliputi empat tahapan yaitu pengumpulan data (heuristik), kritik

sumber (verifikasi), analisis data (interpretasi), dan penulisan sejarah (historiografi).16

Berikut merupakan metode-metode yang akan digunakan untuk mengkaji tulisan ini

agar dapat dikategorikan sebagai tulisan ilmiah:

1. Heuristik atau pengumpulan data.

Metode heuristik adalah metode mengumpulkan data, baik menghimpun data

melalui sumber secara tertulis yang relevan dan sumber penunjangnya yang berupa

buku maupun tulisan ilmiah yang berkaitan dengan protes buruh. Penggunaan data

merupakan hal yang penting. Dalam penelitian ini dibutuhkan arsip-arsip resmi yang

berupa: M.v.O (Memorie van Overgave) Karesidenan Kedu, Bagelen dan Banyumas

serta M.v.O afdeeling Purworejo, Algeemene Secretarie yang tersimpan di ANRI

(Arsip Nasional Republik Indonesia). Koran-koran sejaman misalnya: Surat kabar

Soeara Kaoem Boeroeh yang tersimpan di Perpustakaan Nasional Republik

Indonesia. Serta pendukung lain yang berupa buku-buku referensi dan artikel serta

penelitian terdahulu.

15 Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, ter. Nugroho Noto Susanto, (Jakarta:UI Press, 1995), hlm.32.

16 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Ilmu Sosial, (Yogyakarta:UGM Press,1991), hlm.72.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A.perang Jawa yang terjadi pada tahun 1825-1830. Politik tanam paksa ... memberontak melawan para majikan serta pemerintah Kolonial.12 Aksi pemberontakan buruh, salah

19

2. Kritik sumber

Kritik sumber digunakan untuk meneliti tentang keaslian dan kredibilitas

sumber melalui kritik ekstern dan intern. Kritik ekstern atau otentitas dilakukan untuk

mengetahui tingkat keaslian sumber data. Hal ini digunakan untuk menyeleksi segi-

segi fisik dari sumber data tersebut, sehingga diperoleh keyakinan bahwa penelitian

telah dilakukan dengan data yang tepat. Kritik intern atau kredibilitas dilakukan untuk

meneliti kebenaran isi data. Dengan menggunakan kritik sumber maka akan

didapatkan tingkat kebenaran isi dari sumber data. Oleh karena itu, kritik digunakan

sebagai alat pengendali atau proses untuk meminimalisir kekeliruan yang mugkin

terjadi. Metode ini digunakan untuk membandingkan sumber yang berupa surat kabar

Soeara Kaoem Boereoh dengan Memorie van Overgave serta sumber lainnya.

3. Interpretasi

Interpretasi adalah berupa proses penafsiran data yang telah teruji

kebenarannya. Dalam tahap ini dicoba untuk menafsirkan fakta sejarah dengan

merangkai fakta yang satu dengan yang lainnya sehingga muncul hubungan yang

rasional antara data yang diperoleh dengan fakta yang ada. Hasil eksplanasi tersebut

kemudian disajikan dalam bentuk tertulis (rekonstruksi) dan fakta-fakta tersebut

kemudian disusun sehingga menjadi sebuah kisah sejarah.

4. Historiografi

Historiografi yaitu penulisan hasil penelitian menjadi rekontruksi sebuah

cerita dengan mengorganisasikan materi, peletakan dasar pandangan dari sudut masa

lalu. Historiografi merupakan sesuatu yang penting untuk dilakukan dalam proses

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A.perang Jawa yang terjadi pada tahun 1825-1830. Politik tanam paksa ... memberontak melawan para majikan serta pemerintah Kolonial.12 Aksi pemberontakan buruh, salah

20

penelitian atau pengkajian sejarah. Historiografi merupakan bentuk penulisan sejarah

sebagai proses akhir dari studi sejarah.

G. Sistematika Penulisan

Pembahasan dari skripsi ini akan dibagi menjadi 5 bab dan pembagiaannya adalah

sebagai berikut:

Bab pertama adalah pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian yang berupa

heuristik atau teknik pengumpulan data, kemudian verifikasi sumber yang dilakukan

agar data yang dipakai sesuai dengan tema dan valid, setelah melakukan

pengumpulan data dan diverifikasi maka kemudian dapat diintepretasi dari data yang

di dapat dan ditulis dengan menggunakan teknik historiografi dan akhir dari bab

pertama adalah sistematika penulisan.

Bab kedua berisi tentang Potret Kota Purworejo dan perkembangan

perburuhan serta latarbelakang tindakan protes buruh pabrik di Purworejo tahun

1919-1926.

Bab ketiga berisi mengenai kepemimpinan dari aksi protes buruh pabrik dan

ideologi yang menjadi menjadi dasar serta pendorong terjadinya protes buruh pabrik

di Purworejo, sampai berakhirnya aksi pada tahun 1926 akibat ditetapkannya aturan

161 bis mengenai larangan propaganda dan protes sebagai bentuk reaksi dari

pemerintah Kolonial.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A.perang Jawa yang terjadi pada tahun 1825-1830. Politik tanam paksa ... memberontak melawan para majikan serta pemerintah Kolonial.12 Aksi pemberontakan buruh, salah

21

Bab keempat mengungkapkan mengenai aksi yang dilakukan kaum buruh di

Purworejo untuk menunjukkan ketidakpuasannya terhadap pemerintah dan kaum

majikan dalam protes tahun 1919-1926.

Bab kelima berisi tentang kesimpulan yang menerangkan mengenai jawaban

dari permasalahan.