bab i pendahuluan a. latar belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78449/potongan/s1...5...

21
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dampak negatif rokok telah banyak diketahui dari serangkaian uji klinis yang menunjukan rokok sebagai sebagai sumber berbagai penyakit. Setidaknya dampak negatif rokok tersebut dapat dilihat dari pesan peringatan bahaya rokok yang menuliskan bahwa rokok menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin. Pesan peringatan bahaya rokok tersebut dapat dilihat diberbagai iklan dan kemasan rokok itu sendiri. Sekarang, pesan peringatan bahaya rokok tersebut telah diganti dengan menempatkan kalimat merokok membunuhmu, yang lebih pendek dari pesan peringatan bahaya rokok sebelumnya. Meskipun dampak negatif rokok bagi kesehatan tersebut telah menjadi acuan atas hadirnya pesan peringatan bahaya merokok, tetapi produksi rokok tetap ada. Dari segi industri, rokok justru menunjukan kontribusi pada pendapatan negara dan kaitannya dengan penyerapan tenaga kerja. Permasalahan rokok kemudian memunculkan penilaian yang kontroversional, antara upaya untuk menekan jumlah perokok dengan sisi keuntungan indutri rokok yang turut menyumbang cukai besar dan menyerap tenaga kerja. Permasalahan rokok juga menunjukan adanya perbedaan pandangan atas upaya ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) guna menekan tingkat bahaya rokok yang disetujui oleh Kementerian Kesehatan. Disisi lain, ratifikasi FCTC tersebut justru dipercaya akan membunuh industri rokok di berbagai daerah di Indonesia. Ratifikasi FCTC menyangkut program pengendalian dampak tembakau secara global yang dicanangkan oleh Badan Kesehatan dunia (WHO). Dipastikan ratifikasi FCTC akan berdampak buruk bagi Industri Hasil Tembakau di Indonesia. FCTC mengatur kandungan produk tembakau, distribusi, menentukan konsumen dan sebagainya. Menyeragamkan produk tembakau secara global beserta kandungan yang ada dalam setiap produk rokok. Klausul FCTC sangat memberatkan Industri Hasil Tembakau lokal dan menyingkirkan produk kretek yang dinilai memiliki kandungan yang berbahaya. Kalangan stakeholder industri hasil tembakau (IHT) di Indonesia yang melakukan penolakan belum sepenuhnya mendapatkan dukungan dari pemerintah. Pemerintah didesak tidak melakukan ratifikasi FCTC dalam rangka melindungi industri rokok dan petani tembakau nasional. Wakil Ketua DPR Abdul Kadir Karding menilai jika hal ini dilakukan maka akan berpengaruh pada kehidupan petani tembakau

Upload: lehuong

Post on 23-May-2018

215 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dampak negatif rokok telah banyak diketahui dari serangkaian uji klinis yang

menunjukan rokok sebagai sebagai sumber berbagai penyakit. Setidaknya dampak negatif

rokok tersebut dapat dilihat dari pesan peringatan bahaya rokok yang menuliskan bahwa

rokok menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan

janin. Pesan peringatan bahaya rokok tersebut dapat dilihat diberbagai iklan dan kemasan

rokok itu sendiri. Sekarang, pesan peringatan bahaya rokok tersebut telah diganti dengan

menempatkan kalimat merokok membunuhmu, yang lebih pendek dari pesan peringatan

bahaya rokok sebelumnya.

Meskipun dampak negatif rokok bagi kesehatan tersebut telah menjadi acuan atas

hadirnya pesan peringatan bahaya merokok, tetapi produksi rokok tetap ada. Dari segi

industri, rokok justru menunjukan kontribusi pada pendapatan negara dan kaitannya

dengan penyerapan tenaga kerja. Permasalahan rokok kemudian memunculkan penilaian

yang kontroversional, antara upaya untuk menekan jumlah perokok dengan sisi

keuntungan indutri rokok yang turut menyumbang cukai besar dan menyerap tenaga

kerja. Permasalahan rokok juga menunjukan adanya perbedaan pandangan atas upaya

ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) guna menekan tingkat

bahaya rokok yang disetujui oleh Kementerian Kesehatan. Disisi lain, ratifikasi FCTC

tersebut justru dipercaya akan membunuh industri rokok di berbagai daerah di Indonesia.

Ratifikasi FCTC menyangkut program pengendalian dampak tembakau secara

global yang dicanangkan oleh Badan Kesehatan dunia (WHO). Dipastikan ratifikasi

FCTC akan berdampak buruk bagi Industri Hasil Tembakau di Indonesia. FCTC

mengatur kandungan produk tembakau, distribusi, menentukan konsumen dan

sebagainya. Menyeragamkan produk tembakau secara global beserta kandungan yang ada

dalam setiap produk rokok. Klausul FCTC sangat memberatkan Industri Hasil Tembakau

lokal dan menyingkirkan produk kretek yang dinilai memiliki kandungan yang

berbahaya. Kalangan stakeholder industri hasil tembakau (IHT) di Indonesia yang

melakukan penolakan belum sepenuhnya mendapatkan dukungan dari pemerintah.

Pemerintah didesak tidak melakukan ratifikasi FCTC dalam rangka melindungi

industri rokok dan petani tembakau nasional. Wakil Ketua DPR Abdul Kadir Karding

menilai jika hal ini dilakukan maka akan berpengaruh pada kehidupan petani tembakau

2

sekaligus dikhawatirkan akan tumpang tindih dengan Rancangan Undang-undang (RUU)

Pertembakauan. Karding mengingatkan jika industri tembakau nasional merupakan sektor

industri ekonomi nasional yang telah mapan. Sebab ini terbentuk dari hulu hingga hilir

dengan prosentasi penyerapan tenaga kerja kerja yang tinggi, bahan baku mandiri, tata

niaga yang telah terbentuk dan merupakan penyumbang penerimaan negara cukai dan

pajak yang tidak sedikit.1

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) mencatat penerimaan Cukai per 31 Juli

2013 mencapai Rp 61,22 triliun atau 58,45 persen dari target tahunan Bea Masuk APBN

2013. Jika dilihat secara semesteran, maka angka ini telah melampaui 100,21 dari target

proporsional sebesar Rp61,09 triliun. Adapun capaian yang sama periode yang sama

yakni Januari-Juni pada 2012 Rp53,43 triliun, terjadi kenaikan sebesar 14,58 persen.

Beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian penerimaan Cukai antara lain,

komposisi Penerimaan Cukai yakni Cukai Hasil Tembakau (HT) sebesar Rp58,75 triliun

atau 95,97 persen, Cukai Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) sebesar Rp2,36

triliun atau 3,86 persen, dan Borang EA sebesar Rp89 miliar atau 0,15 persen dari total

penerimaan cukai. Faktor utama yang paling mempengaruhi penerimaan cukai HT adalah

volume produksi HT, yang pada 2013 ini diperkirakan akan sangat tinggi yaitu melebihi

340 miliar batang rokok buatan mesin (rokok keretek dan rokok putih–SKM dan SPM)

dan sigaret keretek tangan (SKT).2

Perbedaan pandangan dalam menilai rokok dari segi kesehatan dan indutri memang

tidak menunjukan adanya titik temu. Pemerintah di satu sisi berkewajiban untuk

menanggulangi dampak negatif rokok, tetapi di sisi lain pemerintah juga harus

memperhatikan industri rokok yang juga banyak menyerap tenaga kerja dan turut

memberikan pemasukan yang besar bagi negara. Penilaian rokok dari segi kesehatan dan

indutri memang tidak dapat disejalankan, sehingga pemerintah melalui Kementerian

Kesehatan (Kemenkes) pun hanya dapat memberikan pesan peringatan sebagai upaya

informatif guna lebih memberikan pemahaman akan bahaya rokok tetapi tidak

menjadikan pesan tersebut sebagai larangan untuk keberadaan industri rokok.

Pesan peringatan bahaya rokok menjadi salah satu cara paling aman yang diambil

pemerintah untuk tetap memberikan hak merokok kepada setiap orang. Dalam hal ini, 1 Nurmayanti. 2014. Industri Rokok Dinilai Mapan, Pemerintah Diminta Tunda Ratifikasi FCTC. Liputan

6. Dalam situs http://health.detik.com/read/ 2013/12/27/183058/2452768/763/peringat an-rokok-membunuhmu-terpampang-di-jalan-ini-kata-kemenkes, diakses pada 24 Maret 2014.

2 Maesaroh. 2014. Rokok Dongkrak Penerimaan Cukai Negara. Okezone: Economy. Dalam situs http://economy.okezone.com/read/2013/08/13/20/849179/rokok-dongkrak-peneri maan-cukai-negara, diakses pada 22 Maret 2014.

3

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) hanya memberikan bentuk peringatan sebagai

himbauan informatif akan dampak bahaya rokok yang salah satunya dilakukan melalui

penyampaian pesan peringatan bahaya rokok di berbagai media massa. Sekarang ini

pemerintah melalui Kemenkes membuat pesan merokok membunuhmu sebagai peringatan

bahaya rokok yang baru telah mulai digunakan di berbagai media massa, seperti televisi,

koran, majalah, papan reklame, dan lainnya. Pesan peringatan bahaya rokok yang baru

tersebut disertai dengan gambar pendukung di sebelahnya yang menggambarkan seorang

perokok laki-laki menghembuskan asap di mana terdapat tengkorak dengan pelengkap

simbol 18+.

Gambar 1.1 Pesan Peringatan Merokok Membunuhmu

Sumber:3

Diberlakukannya pesan peringatan merokok membunuhmu, merupakan bentuk

kampanye Kemenkes guna lebih memberikan penjelasan mengenai penerapan kebijakan

baru terkait dengan peringatan tentang bahaya merokok pada PP (peraturan pemerintah)

No. 109 tahun 2012 yang mengatur tentang pemasangan gambar menyeramkan yang

merupakan efek yang ditimbulkan oleh rokok. Pemerintah melalui kementerian

Kesehatan sudah mengirimkan master filenya pada beberapa perusahaan rokok untuk

dapat mengubah pesan peringatan tersebut pada setiap bungkus produk rokoknya.4

Pesan peringatan bahaya rokok bahkan sejak 24 Juni 2014 telah memasuki babak

baru dengan keharusan produk rokok mencantumkan gambar-gambar dampak rokok yang

cenderung menyeramkan di bungkus rokoknya. Batas waktu penerapan peringatan

bahaya merokok disertai gambar-gambar akibat merokok pada bungkusnya juga

merupakan bagian dari PP tembakau no 109 tahun 2012 yang pada 2014 direalisasikan

untuk seluruh rokok beredar di Indonesia. Yakni, menyertakan peringatan bergambar

3 PT Djarum. 2014. Peringatan: Merokok Membunuhmu. Djarum. Dalam situs http://www.djarum. com/index.php/en/brands/domestic/1, diakses pada 2 Juni 2014.

4 M Reza Sulaiman. 2014. Peringatan 'Rokok Membunuhmu' Terpampang di Jalan, Ini Kata Kemenkes. Detik Health. Dalam situs http://health.detik.com/read/ 2013/12/27/183058/ 2452768/763/peringatan-rokok-membunuhmu-terpampang-di-jalan-ini-kata-kemenkes, diakses pada 24 Maret 2014.

4

tentang bahaya rokok. Menurut Tulus Abadi, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen

Indonesia, waktu atau tanggal penerapan peringatan bahasa merokok harus dilaksanakan

secara definitif. Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 109 Tahun 2012

tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau

Bagi Kesehatan dan Permenkes No 28 Tahun 2013 Tentang Pencantuman Peringatan

Kesehatan dan Informasi Kesehatan pada Kemasan Produk Tembakau. Penggunaan

gambar ini sudah disepakati oleh industri rokok. Sudah diberikan toleransi selama 1

hingga 1,5 tahun.5

Perubahan pesan peringatan bahaya rokok dengan mengganti pesan bahasanya dan

ditambah dengan dukungan gambar-gambar yang cenderung menakutkan karena

memperlihatkan dampak-dampak rokok sekarang ini telah dilakukan dan dikampanyekan

Kemenkes. Pada setiap bungkus rokok Menurut dr Widyastuti Soerojo, MSc selaku Pack

Coordinator, Southeast Asia Initiavite on Tobacco Tax (SITT) Indonesia, Kemenkes

menyiapkan lima gambar peringatan untuk dipasang di bungkus rokok. Jenis peringatan

kesehatan terdiri dari jenis gambar sebagai berikut, gambar kanker mulut, gambar

perokok dengan asap yang membentuk tengkorak, gambar kanker tenggorokan, gambar

orang merokok dengan anak di dekatnya dan gambar paru-paru menghitam karena

kanker. Dengan melihat gambar ini, diharapkan perokok takut dan bisa menekan jumlah

perokok di Indonesia yang makin hari semakin meningkat. Setiap industri rokok yang

tidak mematuhi peraturan tersebut hingga tenggat waktu 24 Juni 2014 akan dikenakan

sanksi secara bertahap. Mulai dari peringatan, pencabutan izin sementara dan pencabutan

izin selamanya.6

Gambar 1.2 Pesan Peringatan Bahaya Rokok Pada Bungkus Rokok

5 Evieta Fadjar. 2014. Pesan Bergambar Pada Bungkus Rokok, Mulai 24 Juni 2014. Tempo.co. Dalam

situs http://www.tempo.co/read/news/ 2014/04/08/060569021/Pesan-Bergambar-Pada-Bungkus-Rokok-Mulai-24-Juni-2014, diakses pada 8 Agustus 2014.

6 Ibid.

5

Sumber:7

Perubahan pesan peringatan tersebut merupakan salah satu langkah baru Kemenkes

guna memberikan pesan yang lebih tegas dan memberikan gambaran yang lebih

menyeramkan mengenai bahaya rokok. Sebelumnya, pemerintah juga telah menerapkan

tindakan melarang iklan rokok di televisi dengan tidak boleh menampilkan rokok secara

langsung dan tayang pukul 21.00 keatas. Penggunaan pesan merokok membunuhmu dapat

diartikan sebagai langkah lain dari upaya untuk menunjukan tanggung jawab pemerintah

dalam menekan jumlah penderita bahaya rokok.

Perubahan pesan peringatan bahaya rokok tersebut merupakan sarana Kemenkes

untuk menunjukan adanya upaya untuk melakukan perubahan cara pandang dalam

menilai bahaya rokok. Perubahan pesan peringatan bahaya rokok tersebut juga

menunjukan adanya perubahan konsep pesan yang disampaikan. Pesan bukan hanya

disampaikan tetapi perlu adanya upaya untuk membangun pesan sesuai dengan tujuan

dengan cara penyampaian yang terkonsep. Pesan perlu dikonsepkan sebagai salah satu

cara guna menerapkan pesan sesuai dengan kebutuhan dari tujuan komunikasi yang ingin

dicapai. Perubahan konsep pesan yang ditunjukan pada pesan peringatan bahaya rokok

terbaru ini juga dapat dipahami sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk menampilkan

pesan bahaya rokok melalui cara yang berbeda.

Pesan peringatan bahaya rokok yang baru ini pun kemudian dikampanyekan untuk

lebih memberikan kesadaran pada masyarakat akan bahaya rokok. Kampanye pesan

peringatan bahaya rokok ini dibawah komando Kemenkes yang kemudian

dikampanyekan di berbagai daerah-daerah berdasarkan ketentuan Departemen Kesehatan

di berbagai Kota dengan ketentuan dari Pemerintah setempat. Kampanye pesan

peringatan bahaya rokok pun juga dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta yang

bertanggung jawab untuk menkampanyekan pesan peringatan bahaya rokok untuk

wilayah Kota Yogyakarta.

Penelitian ini pun kemudian dilakukan di Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota

Yogyakarta yang memiliki peran dang tanggungjawab dalam kampanye pesan peringatan

bahaya rokok. Kota Yogyakarta ditetapkan sebagai tempat penelitian karena Yogyakarta

merupakan salah satu kota di Indonesia dengan tingkat perokok yang tinggi. Menurut

Kepala Bidang Promosi dan Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Dinkes Kota

7 Ibid.

6

Yogyakarta Tri Mardaya, bagi masyarakat Yogyakarta, tidak bisa dipungkiri bahwa

merokok sudah menjadi budaya. Budaya yang melekat seperti ini tidak bisa diubah begitu

saja, tetapi harus bertahap. Angka pecandu rokok di kalangan anak-anak pada usia lima

hingga sembilan tahun di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengkhawatirkan.

mencapai 7,14 persen dan menempati posisi keempat dari 25 provinsi di Indonesia.

Banyaknya anak-anak yang telah menjadi pecandu rokok pada usia lima tahun tersebut

terjadi karena mereka meniru perilaku orang tuanya yang juga menjadi perokok aktif.8

Selain tingginya angka pecandu rokok di kalangan anak-anak, kecenderungan anak

yang mulai merokok pada usia 10-14 tahun juga cukup tinggi mencapai 17,5 persen.

Sementara perokok di kalangan remaja usia 15-19 tahun juga meningkat dari 7,1 persen

menjadi 43,3 persen. Tri menyebut, upaya yang bisa dilakukan untuk menekan tingginya

perokok di kalangan anak-anak hingga remaja adalah dengan meningkatkan sosialisasi

dan kampanye bahaya merokok melalui sekolah-sekolah, serta kampanye di masyarakat

dengan membentuk rukun warga (RW) bebas asap rokok serta kampanye di lingkungan

kerja Pemerintah Kota Yogyakarta. Di Kota Yogyakarta sudah ada 37 rukun warga bebas

asap rokok dan diharapkan jumlahnya terus meningkat. Di RW tersebut, warga masih

diperbolehkan merokok hanya saja harus di lokasi-lokasi yang sudah ditentukan, seperti

di luar rumah dan tidak merokok saat pertemuan warga. Dinas Kesehatan juga

menyiapkan klinik berhenti merokok di seluruh puskesmas di Kota Yogyakarta. Dari

hasil survei, 85 persen perokok menyatakan ingin berhenti namun 15 persen lainnya sama

sekali tidak ingin berhenti merokok.9

Sebagai upaya untuk menekan jumlah perokok, Dinkes Kota Yogyakarta selama ini

telah memiliki program kampanye bahaya rokok ketika pesan peringatan masih

menggunakan kalimat “menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan

kehamilan dan janin.” Kampanye terdahulu yang dilakukan Dinkes Kota Yogyakarta

dilakukan langsung di masyarakat dengan mendatangi kampung-kampung, penyuluhan di

sekolah-sekolah, dan penggunaan berbagai media kampanye. Kampanye bahaya rokok

sebelum adanya pergantian pesan peringatan bahaya rokok yang baru pada dasarnya

memiliki benang merah yang sama yakni terkiat upaya menekan jumlah perokok dengan

mengedukasi masyarakat akan informasi bahaya rokok yang ada. Kampanye bahaya

rokok pun dilakukan setiap tahunnya dengan perbaikan-perbaikan pesan, media, hingga 8 Mohamad Taufik. 2014. Tingkat pecandu rokok di Yogyakarta mengkhawatirkan. Merdeka.com. Dalam situs http://www.merdeka.com/peristiwa/tingkat-pecandu-rokok-di-yogyakarta-mengkha watirkan.html diakses pada 9 Agustus 2014.

9 Ibid.

7

tema-tema kampanye. Kampanye bahaya rokok terdahulu utamanya lebih menunjukan

upaya edukatif yang tetap menempatkan Dinkes Kota Yogyakarta sebagai pengingat dan

pemberi informasi. Hingga sekarang ini kampanye perubahan pesan peringatan yang baru

dilakukan dengan adanya penyesuaian-penyesuaian pesan kampanye yang juga secara

bertahap menyeseuaikan juga media dan kegiatan-kegiatan kampanyenya dengan lebih

menekankan pada pendekatan-pedekatan yang bersifat kebersamaan.

Perubahan pesan bahaya rokok yang baru ini kemudian merubah pesan-pesan

kampanye bahaya rokok oleh Dinkes Kota Yogyakarta pun turut menkampanyekan pesan

peringatan yang baru dengan strategi kampanye yang baru. Adanya pesan peringatan

bahaya rokok yang baru melatarbelakangi adanya pemberuan dalam konsep kampanye

yang dilakukan Dinkes Kota Yogyakarta. Melalui Bidang Promosi dan Pengembangan

Sistem Informasi Kesehatan, Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta melakukan kampanye ke

sekolah, wilayah-wilayah publik hingga pada tinggkat RW. Kampanye sosial pada pesan

peringatan bahaya rokok pun dilakukan untuk lebih dapat mensosialisasikan pesan

peringatan bahaya rokok yang baru dan juga terkait dengan penerapan ketentuan

Kemenkes. Kampanye sosial Dinkes Kota Yogyakarta dalam menkampanyekan pesan

peringatan bahaya rokok ini pun kemudian menarik perhatian peneliti untuk lebih

mengetahui upaya-upaya kampanye sosial yang dilakukan. Untuk itu penelitian ini akan

memberikan gambaran mengenai kampanye sosial pada perubahan pesan peringatan

bahaya rokok oleh Dinkes Kota Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang sebagaimana diuraikan di atas, maka rumusan masalah

penelitian ini yaitu “Bagaimana kampanye sosial tentang perubahan pesan peringatan

bahaya rokok oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Yogyakarta?”

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini utamanya ditujukan untuk mengetahui hal-hal sebagaimana berikut

ini:

1. Untuk mengetahui perencanaan kampanye sosial tentang perubahan pesan peringatan

bahaya rokok oleh Dinkes Kota Yogyakarta.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan kampanye sosial tentang perubahan pesan peringatan

bahaya rokok oleh Dinkes Kota Yogyakarta.

8

3. Untuk mengetahui evaluasi kampanye sosial tentang perubahan pesan peringatan

bahaya rokok oleh Dinkes Kota Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat bermanfaat secara teoritis sebagai sumber pengembangan kajian

Ilmu Komunikasi khususnya dalam memanfaatkan kampanye sebagai suatu sarana

komunikasi yang dapat dibentuk guna mempersuasi khalayak yang menjadi target

kampanyenya. Penelitian ini juga dapat menjadi sumber referensi ilmiah guna

memperkaya literatur kajian Ilmu Komunikasi yang berkaitan dengan kampanye sosial,

melalui serangkaian perencanaan dan penerapan kampanye yang disesuaikan menurut

kebutuhannya.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai sumber informasi gambaran bagi

Kementerian Kesehatan dalam menilai keberhasilan kampanye perubahan pesan bahaya

rokok yang dilakukan oleh oleh Dinas Kesehatan Yogyakarta, sehingga dapat menjadi

media evaluasi bagi perbaikan program kampanye di Kota Yogyakarta dan kota lainnya

di Indonesia. Penelitian ini juga dapat memberikan gambaran bagi Dinkes Kota

Yogyakarta dalam menilai pelaksanaan kampanye perubahan pesan bahaya rokok yang

dilakukannya sehingga dapat memberikan masukan bagi kebijakan pelaksanaan

kampanye ke depannya. Selain itu, penelitian ini juga dapat memberikan gambaran bagi

masyarakat Yogyakarta dalam membantu mensosialisasikan kampanye yang dilakukan

Dinkes Kota Yogyakarta.

E. Kerangka Pemikiran

Manajemen kampanye merupakan bentuk upaya untuk membangun kampanye yang

lebih terkoordinasi dengan baik dengan menggabungkan kekuatan manajerial dan

komunikasi dalam membangun kampanye yang tersistematis. Manajemen kampanye

sebenarnya hanya bentuk pengistilahan dari kegiatan kampanye yang selalu meliputi

tahapan perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi, yang sekarang lebih dikenal dengan

istilah manajemen kampanye sebagaimana diungkapkan Venus bahwa sejak awal,

9

kegiatan kampanye ini selalu meliputi tahapan perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi.

Perbedaannya adalah pada masa kini berbagai tahapan tersebut dibakukan dan

diformalkan dengan istilah manajemen kampanye yakni proses pengelolaan kegiatan

kampanye secara efektif dan efisien dengan memanfaatkan seluruh sumber daya yang ada

guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.10

Dengan dimasukkannya unsur manajerial dalam pengelolaan kampanye diharapkan

peluang keberhasilan pencapaian tujuan kampanye menjadi lebih terbuka lebar.

Manajemen kampanye menunjukan adanya serangkaian perencanaan hingga evaluasi

yang biasanya dilakukan public relations (PR) sebagai bagian kerja yang sering

mendapatkan kewenangan dalam membuat program kampanye dan pelaksanaanya

sebagaimana diuraikan sebagai berikut:

1. Perencanaan Kampanye

Tahap perencanaan merupakan tahap awal yang harus dilakukan agar kampanye

PR mencapai tujuan yang diinginkan. Setidaknya ada beberapa alasan mengapa

sebuah perencanaan harus dilakukan dalam kampanye sebagaimana diungkapkan

Gregory, antara lain:11

a. Memfokuskan usaha

Perencanaan membuat tim kampanye dapat mengidentifikasi dan menyusun

tujuan yang akan dicapai dengan benar hingga akhirnya pekerjaan dapat dilakukan

secara efektif dan efisien, karena berkonsentrasi pada prioritas dan alur kerja yang

jelas.

b. Memperbaiki efektivitas

Dengan adanya perencanaan maka akan bekerja untuk tujuan yang telah

direncanakan sehingga membuat kita memiliki target yang hendak dicapai dan

merasa senang ketika target tersebut berhasil dicapai.

c. Memacu pandangan jangka-panjang

Perencanaan membuat tim kampanye tidak berpikir mengenai efek

kampanye dalam jangka waktu yang pendek tapi juga ke masa depan, hingga

mendorong dihasilkannya program yang terstruktur dalam menghadapi kebutuhan

masa depan. 10 Antar Venus. 2007. Manajemen Kampanye: Panduan Teoritis dan Praktis dalam Mengekfektifkan

kampanye Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, Hal. 25 11 Anne Gregory. 2004. Perencanaan dan Manajemen Kampanye Public Relations. Jakarta: Erlangga, Hal.

29

10

d. Mengurangi Kesalahan

Perencanaan yang cermat dan teliti akan menghasilkan alur serta tahapan

kerja yang jelas, terukur, dan spesifik serta lengkap dengan langkah-langkah

alternatif, sehingga bila ada kegagalan bisa langsung diambil alternatif

penyelesaian.

e. Menyelesaikan konflik

Perencanaan yang matang akan mengurangi potensi munculnya konflik,

karena sudah ada bentuk tertulis mengenai alur serta prioritas pekerjaan untuk

tiap-tiap anggota tim.

f. Memfasilitasi tindakan yang proaktif

Sebuah rencana yang matang akan memunculkan rasa percaya para

pendukung potensial serta media yang akan digunakan sebagai saluran kampanye,

hingga pada akhirnya akan terjalin kerjasama yang baik dan lancar.

2. Pelaksanaan Kampanye

Pelaksanaan kampanye adalah penerapan dari konstruksi rancangan program

yang telah ditetapkan sebelumya. Sifatnya yang demikian maka proses

pelaksanaannya harus secara konsisten berpedoman kepada rancangan yang ada tanpa

mengabaikan penyesuaian yang perlu dilakukan sesuai dengan kenyataan lapangan

yang dihadapi. Beberapa hal yang harus dilakukan dalam tahap pelaksanaan

kampanye antara lain:12

a. Realisasi unsur-unsur kampanye

Kegiatan ini meliputi: perekrutan dan pelatihan personel kampanye,

mengonstruksi pesan, menyeleksi penyampai pesan kampanye dan menyeleksi

saluran kampanyenya.

b. Menguji coba rencana kampanye

Uji coba terhadap suatu rancangan dilakukan untuk menyusun strategi

(pesan, media, dan penyampai pesan) yang paling sesuai dengan situasi dan

kondisi yang dihadapi.

c. Tindakan dan pemantauan kampanye

Harus dipahami bahwa tindakan kampanye bukanlah tindakan yang kaku

dan parsial, tetapi bersifat adaptif (menyesuaikan), antisipatif (cepat tanggap),

integratif (pemersatu), dan berorientasi pemecahan masalah.

12 Antar Venus. 2007. Op.Cit. Hal. 199

11

d. Laporan kemajuan

Laporan kemajuan (progress report) merupakan dokumen yang sangat

penting, bukan hanya bagi manajer tapi juga pelaksana kampanye secara

keseluruhan.

3. Evaluasi Kampanye

Evaluasi kampanye diartikan sebagai upaya sistematis untuk menilai berbagai

aspek yang berkaitan dengan proses pelaksanaan dan pencapaian tujuan kampanye

sebagaimana diungkapkan Venus bahwa evaluasi kampanye tidak hanya dilakukan

pada saat kampanye berakhir, namun juga ketika kampanye tersebut masih

berlangsung. Penilaian terhadap proses implementasi rancangan kampanye dapat

dilakukan dengan menganalisis catatan harian proses pemantauan (monitoring),

pengamatan di lapangan dan wawancara yang dilakukan untuk mendapat umpan

balik.13

Berikut ini adalah beberapa alasan mengapa perlu dilakukan evaluasi dalam

program kampanye, yaitu:14

a. Memfokuskan usaha

Pengukuran yang telah disepakati akan memfokuskan diri pada hal-hal yang penting

dan meletakkan hal-hal sekunder dalam pengawasan.

b. Menunjukkan keefektifan

Jika telah berhasil mencapai apa yang telah ditetapkan, akan menunjukan kredibilitas

usaha

c. Memastikan efisiensi biaya

Gunakan anggaran dan waktu (yang juga berarti uang) untuk hal-hal yang berarti dan

memberikan hasil yang maksimal.

d. Mendukung manajemen yang baik

Manajeman berdasarkan tujuan dengan sasaran yang jelas, akan memberikan

ketajaman pada keseluruhan operasi kegiatan kampanye PR.

e. Memfasilitasi pertanggungjawaban

Menyediakan hasil yang baik adalah tanggung jawab seorang PR

Sejalan dengan di atas, Ostergaard pun memiliki konsep yang masih dalam konteks

yang sama mengenai tahapan kampanye dengan menyebut tiga aspek di atas melalui

penerapan istilah 3A (awareness, attitude, dan action) yang antara lain:15 13 Ibid. Hal. 209. 14 Anne Gregory. 2004. Op.Cit. Hal. 140

12

a. Tahap pertama (awareness) diarahkan untuk menciptakan perubahan pada tataran

pengetahuan atau kognitif, pengaruh yang diharapkan adalah munculnya kesadaran,

berubahnya keyakinan, atau meningkatnya pengetahuan khalayak tentang isu tertentu.

b. Tahap kedua (attitude) sasarannya adalah untuk memunculkan simpati, rasa suka,

kepedulian, atau keberpihakan khalayak pada isu-isu yang menjadi tema kampanye.

c. Tahap ketiga (action) ditujukan untuk mengubah perilaku khalayak secara konkret

dan terukur, dapat bersifat sekali saja atau berkelanjutan.

F. Kerangka Konsep

Kerangka konsep akan memberikan gambaran mengenai peneran dari teori-teori

mauapun pemahaman-peahaman yang diuraikan di atas dalam aplikasi alur penelitian.

Dimasukkannya unsur manajerial dalam pengelolaan kampanye maka akan membuka

peluang keberhasilan pencapaian tujuan kampanye menjadi lebih besar. Manajemen

kampanye menunjukan adanya serangkaian proses dari rangkaian penerapan kampanye

yang menunjukan adanya bentuk perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi. Ketiga

komponen manajemen kampanye tersebut menjadi bagian utama penulis dalam

merepresentasikan penelitian mengenai kampanye sosial pada perubahan pesan

peringatan bahaya rokok oleh Dinkes Kota Yogyakarta.

Ketiga bagian dalam membuat program kampanye dalam menerapkan manajemen

kampanye tersebut menjadi bagian utama yang menjadi perhatian penulis dalam

memaknai kampanye sosial yang dilakukan Dinkes Kota Yogyakarta dalam

menkampanyekan pesan peringatan bahaya rokok. Kegiatan kampanye sosial mengenai

perubahan pesan peringatan bahaya rokok oleh Dinkes Kota Yogyakarta tersebut menjadi

tanggung jawab Bidang Promosi dan Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan. Jadi

berbagai bentuk perencanaan kampanye, pelaksanaan kampanye hingga evaluasi

kampanye merupakan tanggung jawab Bidang Promosi dan Pengembangan Sistem

Informasi Kesehatan Dinkes Kota Yogyakarta yang tahapan kampanye dijelaskan sebagai

berkiut:

1. Perencanaan Kampanye

Tahap perencanaan merupakan tahap awal yang harus dilakukan Bidang

Promosi dan Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Dinkes Kota Yogyakarta

guna mencapai tujuan kampanye yang diinginkan. Bidang promosi merupakan objek

15 Antar Venus. 2007. Op.Cit. Hal. 14

13

utama dalam perencanaan kampanye sebagaimana juga tugas dan fungsinya dalam hal

komunikasi termasuk kampanye sosial mengenai bahaya rokok.

2. Pelaksanaan Kampanye

Pelaksanaan kampanye adalah penerapan dari konstruksi rancangan program

yang telah ditetapkan Bidang Promosi dan Pengembangan Sistem Informasi

Kesehatan Dinkes Kota Yogyakarta. Proses pelaksanaannya konsisten berpedoman

kepada rancangan yang ada tanpa mengabaikan penyesuaian yang perlu dilakukan

sesuai dengan kenyataan lapangan yang dihadapi. Pelaksanaan kampanye bahaya

rokok pun dilakukan oleh bidang Promosi dan Pengembangan Sistem Informasi

Kesehatan Dinkes Kota Yogyakarta, untuk itu pemahaman mengenai pelaksanaan ini

akan menggamabarkan mengenai kampanye yang dlakukan Bidang Promosi dan

Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Dinkes Kota Yogyakarta.

3. Evaluasi Kampanye

Evaluasi kampanye diartikan sebagai upaya sistematis untuk menilai berbagai

aspek yang berkaitan dengan proses pelaksanaan dan pencapaian tujuan kampanye.

Evaluasi kampanye tidak hanya dilakukan pada saat kampanye berakhir, namun juga

ketika kampanye tersebut masih berlangsung. Penilaian terhadap proses implementasi

rancangan kampanye dapat dilakukan dengan menganalisis proses pemantauan

(monitoring), pengamatan di lapangan dan wawancara yang dilakukan untuk

mendapat umpan balik sebagaimana juga evaluasi-evaluasi yang dilakukan Bidang

Promosi dan Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Dinkes Kota Yogyakarta.

F. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena akan memberikan

kemampuan bagi penulis untuk dapat menjaga keutuhan latar alamiah para pelaku di

dalamnya. Sifat alamiah dari penelitian kualitatif di dapat dari adanya pemahaman bahwa

latar dalam penelitian kualitatif harus terjaga, sehingga lebih dapat menggambarkan

fenomena penelitian secara lebih utuh. Penelitian kualitatif akan mempelajari fenomena

penelitian melalui interaksi perilaku dan bahasa serta berbagai kekhasan para pelaku di

dalamnya sebagaimana juga diungkapkan Moleong bahwa penelitian kualitatif didasarkan

pada latar alamiah atau pada konteks dari suatu keutuhan (entity). Hal ini dilakukan,

mengingat ontologi alamiah yang melihat kenyataan-kenyataan sebagai keutuhan yang

tidak dapat dipahami bila dipisahkan dari konteksnya. Ini didasari oleh asumsi-asumsi,

14

bahwa tindakan pengamatan mempengaruhi apa yang dilihat, untuk itu penelitian harus

mengambil tempat pada keutuhan-dalam-konteks untuk keperluan pemahaman; konteks

sangat menentukan apakah suatu penemuan mempunyai arti bagi konteks lainnya,

artinya, bahwa suatu gejala harus diteliti dalam berbagai faktor yang mempengaruhi yang

terdapat di lapangan penelitian; dan sebagian struktur nilai kontekstual bersifat

determinatif terhadap apa yang akan diteliti.16

Penelitian ini memberikan keterfokusan kajian pada berbagai perilaku orang-orang

yang ada dalam fenomena penelitian, khususnya mengenai berbagai perilaku, bahasa,

cara dan karakteristik dari subjek-subjek yang penulis pelajari. Sifat alamiah dalam

penelitian kualitatif akan memberikan dampak pada penggambaran fenomena penelitian

yang lebih utuh sebagaimana keadaan sebenarnya tanpa berusaha untuk membatasinya

melalui serangkaian konsep mengikat. Sifat naturalistik penelitian ini akan memberikan

pemahaman kepada penulis untuk turut menjaga latar alami penelitian agar esensi dari

penggambaran berbagai penerapan kampanye sosial pada perubahan pesan peringatan

bahaya rokok oleh Dinkes Kota Yogyakarta.

2. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode studi kasus sebagai sarana penulis untuk dapat

memetakan fenomena penelitian dalam kajian permasalahan berdasarkan suatu set

kondisi kasus tertentu. Penelitian studi kasus memusatkan diri secara intensif terhadap

satu objek tertentu, dengan cara mempelajarinya sebagai suatu kasus secara menyeluruh

sebagaimana diungkapkan Maxfield bahwa penelitian studi kasus adalah penelitian

tentang status subjek penelitian yang berkenan dengan suatu fase spesifik atau khas dari

keseluruhan personalitas. Tujuan studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara

mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus,

ataupun status dari individu, yang kemudian, dari sifat-sifat khas akan dijadikan suatu hal

yang bersifat umum.17

Studi kasus menjadikan penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan

dengan suatu spesifikasi dari kompleksitas permasalahannya. Studi kasus mengacu pada

keberadaan kasus tertentu yang secara spesifik dapat mengacu pada keberadaan inividu

atau kasus dari individu yang bersangkutan sebagaimana diungkapkan Stake bahwa

16 Lexy J. Moleong. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi (Cet. keduapuluh sembilan).

Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hal. 8 17 Moh. Nazir. 2011. Metode Penelitian (cetakan ketujuh). Bogor: Ghalia. Hal. 66

15

sebagai sebuah bentuk penelitian, studi kasus ditentukan oleh minat pada kasus-kasus

individual… model penelitian ini lebih fokus pada pertanyaan tentang: apa yang dapat

dipelajari dari kasus tunggal.18

Studi kasus pada penelitian ini diterapkan dengan mempelajari kampanye an bahaya

rokok oleh Dinkes Kota Yogyakarta sebagai suatu kasus yang memiliki kekhasan

karakter yang menjadi ciri dasar dari suatu kasus yang dipelari. Kampanye peringatan

bahaya rokok oleh Dinkes Kota Yogyakarta menunjukan adanya kekhasan karakter dari

para pelakunya, pesan yang disampaikan, media yang digunakan, interaksinya yang

terjadi dengan masyarakat dan serangkaian tindakan aplikatif dari kampanye yang

penting untuk diketahui untuk menunjukan peran aktif kampanye pada keberhasilan

menekan tingkat perokok di masyarakat. Metode studi kasus yang digunakan pada

penelitian ini pun akan menjadikan kampanye Dinkes Kota Yogyakarta sebagai sumber

informasi yang dapat dijadikan sebagai gambaran, dari pelaksanaan kampanye di

lapangan dengan menjadikan sumber-sumber informasi dari Dinkes Kota Yogyakarta dan

segalan bentuk kekhasan penerapannya sebagai sumber studi kasus.

3. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif sebagai sifat dasar dari pendekatan kualitatif yang

memaparkan fenomena penelitian mengenai pendeskripsian yang mengedepankan

kekuatan tulisan. Sifat deskriptif dapat menggambarkan fenomena penelitian dengan

lebih tersistematis dan utuh dengan berdasarkan pada berbagai temuan sebenarnya

sebagaimana diungkapkan Whitney bahwa deskriptif merupakan pencarian fakta dengan

interpretasi yang tepat yang mempelajari masalah-masalah dan tata cara yang berlaku

dalam masyarakat, situasi-situasi, hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-

pandangan, serta proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu

fenomena.19

Sifat deskriptif ini berusaha memaparkan peristiwa, oleh karena itu penelitian ini

dilakukan dengan tidak menguji hipotesis, atau menguji teori dan juga tidak membuat

prediksi. Sifat deskriptif lebih menunjukan upaya peneliti untuk dapat menggambarkan

fenomena menurut apa yang dilihat dan didengar di lapangan dengan memperlajarinya

langsung dari sumber-sumber informasi. Penelitian ini ditujukan untuk dapat memberian

18 Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln. 2010. Handbook of Qualitative Research (Terjemahan

Dariyanto dkk). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 299 19 Moh. Nazir. 2011. Op.Cit. Hal. 63

16

gambaran yang jelas mengenai kampanye sosial pada perubahan pesan peringatan bahaya

rokok oleh Dinkes Kota Yogyakarta sebagai suatu kompleksitas permasalahan yang

memiliki karakternya sendiri dalam sosialitas yang dapat dipaparkan dengan

komprehensif melalui sifat deskriptif sebagaimana dilakukan pada penelitian ini.

4. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian kualitatif merujuk pada pelaku atau orang yang memiliki

pengalaman dan pengetahuan dengan fenomena yang tengah dipelajari. Penentuan subjek

penelitian merupakan bagian dari upaya penulis dalam memahami permasalahan pada

pelaku atau orang yang mengetahui permasalahan dari fenomena yang diteliti. Penentuan

mengenai siapa subjek yang dipilih dan berapa jumlah subjek tersebut, dapat ditentukan

berdasarkan pada pemahaman-pemahaman penulis dalam menetapkan kriteri yang dapat

merepresentasikan tujuan penelitian sebagaimana diungkapkan Nasution (2003: 11)

bahwa, “Subjek adalah sumber yang dapat memberikan info, yang dipilih secara purposif

bertalian dengan purpose atau tujuan tertentu.20

Penentuan subjek penelitian kualitatif ditentukan berdasarkan cara penulis yang

memilihnya berdasarkan tujuan penelitian. Untuk itu subjek dalam penelitian ini dipilih

dengan menggunakan teknik purposive sampling. Penulis dapat menentukan jumlah

subjek penelitian dengan menggunakan penilaian-penilaian subjektif yang dianggap dapat

mewakili pemenuhan informasi mengenai kampanye sosial pada perubahan pesan

peringatan bahaya rokok oleh Dinkes Kota Yogyakarta. Berdasarkan pemahaman di atas,

penulis kemudian menentukan subjek pada penelitian ini berjumlah 3 orang yang

mewakili Dinkes Kota Yogyakarta. Ketiga subjek dalam penelitian ini antara lain: Bapak

Tri Mardoyo selaku Kepala Bidang Promosi Dinkes Kota Yogyakarta, Bapak Veri selaku

Kepala Seksi Promosi Dinkes Kota Yogyakarta, dan Ibu Lusiana selaku Pelaksana

Bidang Promosi Dinkes Kota Yogyakarta.

5. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai sumber data

penelitian yang dapat memenuhi kebutuhan informasi penelitian. Teknik pengumpulan

data yang digunakan tersebut, antara lain:

a. Wawancara

20 Nasution. 2003. Metode Research. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 11

17

Wawancara yang digunakan sebagai sumber data primer yang dijadikan sebagai

sumber informasi utama dengan mencari informasi dengan langsung menanyakannya

pada para pelaku yang memahami fenomena penelitian sebagaimana diungkapkan

Moleong bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan

terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.21

Teknik pengumpulan data melalui wawancara digunakan untuk mengetahui

fenomena penelitian dan keterlibatan subjek secara langsung sehingga dapat

menggambarkan fenomena penelitian secara lebih lengkap. Wawancara pada

penelitian ini dilakukan secara berstruktur dengan menggunakan pedoman wawancara

yang digunakan untuk membantu penulis untuk tetap mengarahkan pertanyaan

wawancara agar agar tetap terfokus. Wawancara berstruktur juga dilakukan sebagai

sumber verifikasi dari asumsi-asumsi yang penulis bangun dalam penelitian.

b. Observasi non partisipan

Observasi memberikan kesempatan pada peneliti untuk lebih memahami

fenomena penelitian dengan memahaminya di lapangan. Observasi ini dilakukan

sebagai serangkaian tata cara penulis untuk mempelajri tentang perilaku dan berbagai

hal mengenai fenomena penelitian di lapangan sebagaimana diungkapkan Marshall

bahwa melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku, dan makna dari perilaku

tersebut. 22 Observasi ini dapat dilakukan melalui observasi non partisipan

sebagaimana diungkapkan Soehartono bahwa pengamat berada diluar subjek yang

diamati dan tidak ikut dalam kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan. Dengan

demikian, pengamat akan lebih mudah mengamati kemunculan tingkah laku yang

diharapkan.23

Observasi non partisipan dapat dilakukan karena penulis tidak terlibat secara

langsung dalam kehidupan keseharian subjek dan penulis bukan bagian dari objek

penelitian. Informasi yang di dapatkan berdasarkan pemahaman dan pengalaman

informan sebagai sumber informasi yang dianggap mengetahui atau pun terlibat

langsung dalam fenomena yang tengah dipelajari. Penulis menjadikan informasi dan

pengalaman subjek sebagai sarana observasi dan secara terpisah melakukan

21 Lexy J. Moleong. 2011. Op.Cit. Hal. 186 22 Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (cetakan

ketujuh belas). Bandung: Alfabeta. Hal. 70 23 Soehartono, Irawan. 2011. Metode Penelitian Sosial: Suatu teknik Penelitian Bidang kesejahteraan

Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya (cetakan kedelapan). Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hal. 70

18

pengamatan pada informasi lainnya. Observasi non partisipan pun dapat menjaga

keutuhan alami permasalahan penelitian karena penulis tidak melakukan kegiatan-

kegiatan yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan latar penelitian.

c. Tinjauan Kepustakaan

Tinjauan kepustakaan dapat menjadi sumber informasi yang mendukung

pemahaman permasalahan penelitian dengan mempelajarinya dari berbagai literatur

yang relevan dengan penelitian yang tengah dilakukan sebagaimana diungkapkan

Rakhmat bahwa mengungkapkan teori atau penelitian terdahulu yang relevan dengan

penelitian anda inilah yang disebut tinjauan kepustakaan... Masukkanlah dalam

tinjauan kepustakaan itu artikel, kutipan, makalah, laporan penelitian, buku.24

Studi kepustakaan pada penelitian ini dijadikan sebagai sumber data pendukung

(sekunder) yang dapat memperkaya pemahaman peneliti mengenai fenomena

penelitian dan perkembangannya sebagaimana diungkapkan Nazir bahwa studi

literatur, selain dari mencari data sekunder yang akan mendukung penelitian, juga

diperlukan guna mengetahui sampai kemana ilmu yang yang berhubungan dengan

penelitian telah berkembang, sampai kemana terdapat kedimpulan dan degeneralisasi

yang pernah dibuat, sehingga situasi yang diperlukan dapat diperoleh.25

Tinjauan kepustakaan dalam penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan

buku, sumber online, dan berbagai dokumen terkait penunjang lainnya. Tinjauan

kepustakaan dapat memberikan keragaman informasi dengan berdasarkan pada

berbagai literatur yang telah ada dan menambah besarnya pemahaman peneliti dalam

menilai fenomena yang tengah diamati.

6. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data proses pencarian dan pengaturan data hingga dapat

ditampilkan sebagai hasil penelitian sebagaimana diungkapkan Sugiyono bahwa

analisis data adalah proses pencaian dan menyusun secara sistematis data yang

diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga

dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.26

Analisis data kualitatif memungkinkan mengelompokan data yang berasal dari

beragam data yang variatif sehingga memungkikan variasi data yang tinggi. Variasi 24 Rakhmat, Jalaluddin. 2012. Metode Penelitian Komunikasi: Dilengkapi Contoh Analisis Statistik (cetakan

kelima belas). Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hal. 107 25 Moh. Nazir. 2011. Op.Cit. Hal. 79 26 Sugiyono. 2013. Op.Cit. Hal. 334

19

data yang beragam dalam penelitian kualitatif dan terus dihasilkan penulis ketika

penelitian berlangsung dapat dikelompokan melalui teknik analisis data model

interaktif sebagaimana diungkapkan Miles dan Huberman bahwa aktivitas dalam

analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secarfa terus

menerus sampai tuntas, hingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data,

yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.27

Gambar 1.3 Komponen Analisis Data Interactive Model

 

 

 

 

 

 

 

Sumber:28

Ada tiga komponen utama yang diterapkan dalam model analisis data interaktif

karena data yang terkumpul tidak menjadi bagian di dalamnya karena teknik analisis data

berawal dari keberadaan data yang telah ada tersebut. Berikut merupakan pemahaman

dari masing-masing langkah dalam teknik analisis data model interaktif, yaitu:29

a. Data Reduction (Reduksi data)

Diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,

pengabstrakan, dan transformasi data yang muncul dari catatan-catatan peneliti

dilapangan. Selama pengumpulan data berlangsung, terjadi tahapan reduksi

selanjutnya membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus,

membuat partisi, dan penyempitan ringkasan data lainnya. Reduksi data/proses

transformasi ini berlanjut terus sesudah penelitian lapangan, sampai laporan akhir

lengkap tersusun.

b. Data Display (Penyajian data)

27 Ibid. Hal. 337 28 Ibid. Hal. 338 29 Ibid.

Data Collection

Data Display

Data Reduction

Conclusions: drawing/ verifying

20

Digambarkan melalui rangkaian kalimat yang disusun secara logis dan

sistematis agar mudah dipahami. Penyajian data ini merupakan serangkaian upaya

peneliti dalam menyampaikan hasil-hasil temuan di lapangan yang telah melalui tahap

reduksi data. Penyajian data ini merupakan upaya peneliti dalam menampilkan hasil

penelitian sebagaimana pemahamannya dalam menkonsepkan jawaban-jawaban

penelitian.

c. Conclusion Drawing/verification

Merupakan hasil akhir yang ingin disampaikan peneliti mengenai hal-hal yang

menjadi perhatian peneliti. Verifikasi merupakan tinjauan ulang pada catatan-catatan

lapangan dengan peninjauan kembali berbagai upaya penyusunan data melalui

berbagai penyeleksian data yang di dapat agar memenuhi unsur keseluruhan

kebutuhan hasil penelitian.

7. Uji Keabsahan Data

Keabsahan data kualitatif dapat dilakukan dengan melalukan pengecekan pada data-

data yang telah ada. Proses pengecekan keseluruhan data dengan membandingkannya

tersebut merupakan salah satu bagian dari teknik triangulasi. Triangulasi diartikan sebagai

teknik yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber

data yang telah ada. Bila peneliti melakukan pengumpulan data dengan triangulasi, maka

sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu

mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai

sumber data.30

Teknik triangulasi dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan triangulasi

sumber yang menunjukan adanya penggabungan beberapa sumber penelitian

sebagaimana diungkapkan Sugiyono bahwa triangulasi sumber berarti, mendapatkan dari

sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama. 31 Sejalan dengan penjelasan

tersebut, teknik triangulasi sumber sebagaimana dijelaskan Sugiyono juga diungkapkan

Moleong bahwa triangulasi sumber, bisa dilakukan dengan: (1) membandingkan data

hasil pengamatan dengan data hasil wawancara; (2) membandingkan apa yang dikatakan

orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi; (3) membandingkan

apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya

sepanjang waktu; (4) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai 30 Ibid. Hal. 330 31 Ibid.

21

pendapat dan pandangan orang; (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu

dokumen yang berkaitan.32

Triangulasi sumber digunakan dengan membandingkan sumber-sumber data

penelitian yang digunakan untuk melakukan pengecekan silang pada sumber data yang

ditemukan untuk menilai keterpercayaan informasi yang di dapat dari satu sumber dengan

sumber lainnya. Triangulasi sumber pun menjadi alat verifikasi antar sumber data yang

dapat diaplikasikan dengan melakukan perbandingan data dari wawacara dengan

observasi, observasi dengan tinjauan kepustakaan, wawancara informan satu dengan

informan lainnya, dan bentuk silang data lainnya. Triangulasi sumber dinilai relevan

untuk menunjang ekabsahan data dalam penelitian ini karena danya beberapa sumber data

yang penulis gunakan.

8. Lokasi dan Waktu Penelitian

a. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Dinkes Kota Yogyakarta yang beralamat di jalan

Kenari No. 56 Yogyakarta 55165. Telp/Fax (0274) 515868, 515869.

b. Waktu Penelitian

Penelitian ini terhitung dari bulan April-November 2014 yang dilakukan secara

bertahap hingga penyusunan laporan penelitian.

32 Lexy J. Moleong. 2011. Op.Cit. Hal. 330