bab i pendahuluan a. latar belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78449/potongan/s1...5...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dampak negatif rokok telah banyak diketahui dari serangkaian uji klinis yang
menunjukan rokok sebagai sebagai sumber berbagai penyakit. Setidaknya dampak negatif
rokok tersebut dapat dilihat dari pesan peringatan bahaya rokok yang menuliskan bahwa
rokok menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan
janin. Pesan peringatan bahaya rokok tersebut dapat dilihat diberbagai iklan dan kemasan
rokok itu sendiri. Sekarang, pesan peringatan bahaya rokok tersebut telah diganti dengan
menempatkan kalimat merokok membunuhmu, yang lebih pendek dari pesan peringatan
bahaya rokok sebelumnya.
Meskipun dampak negatif rokok bagi kesehatan tersebut telah menjadi acuan atas
hadirnya pesan peringatan bahaya merokok, tetapi produksi rokok tetap ada. Dari segi
industri, rokok justru menunjukan kontribusi pada pendapatan negara dan kaitannya
dengan penyerapan tenaga kerja. Permasalahan rokok kemudian memunculkan penilaian
yang kontroversional, antara upaya untuk menekan jumlah perokok dengan sisi
keuntungan indutri rokok yang turut menyumbang cukai besar dan menyerap tenaga
kerja. Permasalahan rokok juga menunjukan adanya perbedaan pandangan atas upaya
ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) guna menekan tingkat
bahaya rokok yang disetujui oleh Kementerian Kesehatan. Disisi lain, ratifikasi FCTC
tersebut justru dipercaya akan membunuh industri rokok di berbagai daerah di Indonesia.
Ratifikasi FCTC menyangkut program pengendalian dampak tembakau secara
global yang dicanangkan oleh Badan Kesehatan dunia (WHO). Dipastikan ratifikasi
FCTC akan berdampak buruk bagi Industri Hasil Tembakau di Indonesia. FCTC
mengatur kandungan produk tembakau, distribusi, menentukan konsumen dan
sebagainya. Menyeragamkan produk tembakau secara global beserta kandungan yang ada
dalam setiap produk rokok. Klausul FCTC sangat memberatkan Industri Hasil Tembakau
lokal dan menyingkirkan produk kretek yang dinilai memiliki kandungan yang
berbahaya. Kalangan stakeholder industri hasil tembakau (IHT) di Indonesia yang
melakukan penolakan belum sepenuhnya mendapatkan dukungan dari pemerintah.
Pemerintah didesak tidak melakukan ratifikasi FCTC dalam rangka melindungi
industri rokok dan petani tembakau nasional. Wakil Ketua DPR Abdul Kadir Karding
menilai jika hal ini dilakukan maka akan berpengaruh pada kehidupan petani tembakau
2
sekaligus dikhawatirkan akan tumpang tindih dengan Rancangan Undang-undang (RUU)
Pertembakauan. Karding mengingatkan jika industri tembakau nasional merupakan sektor
industri ekonomi nasional yang telah mapan. Sebab ini terbentuk dari hulu hingga hilir
dengan prosentasi penyerapan tenaga kerja kerja yang tinggi, bahan baku mandiri, tata
niaga yang telah terbentuk dan merupakan penyumbang penerimaan negara cukai dan
pajak yang tidak sedikit.1
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) mencatat penerimaan Cukai per 31 Juli
2013 mencapai Rp 61,22 triliun atau 58,45 persen dari target tahunan Bea Masuk APBN
2013. Jika dilihat secara semesteran, maka angka ini telah melampaui 100,21 dari target
proporsional sebesar Rp61,09 triliun. Adapun capaian yang sama periode yang sama
yakni Januari-Juni pada 2012 Rp53,43 triliun, terjadi kenaikan sebesar 14,58 persen.
Beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian penerimaan Cukai antara lain,
komposisi Penerimaan Cukai yakni Cukai Hasil Tembakau (HT) sebesar Rp58,75 triliun
atau 95,97 persen, Cukai Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) sebesar Rp2,36
triliun atau 3,86 persen, dan Borang EA sebesar Rp89 miliar atau 0,15 persen dari total
penerimaan cukai. Faktor utama yang paling mempengaruhi penerimaan cukai HT adalah
volume produksi HT, yang pada 2013 ini diperkirakan akan sangat tinggi yaitu melebihi
340 miliar batang rokok buatan mesin (rokok keretek dan rokok putih–SKM dan SPM)
dan sigaret keretek tangan (SKT).2
Perbedaan pandangan dalam menilai rokok dari segi kesehatan dan indutri memang
tidak menunjukan adanya titik temu. Pemerintah di satu sisi berkewajiban untuk
menanggulangi dampak negatif rokok, tetapi di sisi lain pemerintah juga harus
memperhatikan industri rokok yang juga banyak menyerap tenaga kerja dan turut
memberikan pemasukan yang besar bagi negara. Penilaian rokok dari segi kesehatan dan
indutri memang tidak dapat disejalankan, sehingga pemerintah melalui Kementerian
Kesehatan (Kemenkes) pun hanya dapat memberikan pesan peringatan sebagai upaya
informatif guna lebih memberikan pemahaman akan bahaya rokok tetapi tidak
menjadikan pesan tersebut sebagai larangan untuk keberadaan industri rokok.
Pesan peringatan bahaya rokok menjadi salah satu cara paling aman yang diambil
pemerintah untuk tetap memberikan hak merokok kepada setiap orang. Dalam hal ini, 1 Nurmayanti. 2014. Industri Rokok Dinilai Mapan, Pemerintah Diminta Tunda Ratifikasi FCTC. Liputan
6. Dalam situs http://health.detik.com/read/ 2013/12/27/183058/2452768/763/peringat an-rokok-membunuhmu-terpampang-di-jalan-ini-kata-kemenkes, diakses pada 24 Maret 2014.
2 Maesaroh. 2014. Rokok Dongkrak Penerimaan Cukai Negara. Okezone: Economy. Dalam situs http://economy.okezone.com/read/2013/08/13/20/849179/rokok-dongkrak-peneri maan-cukai-negara, diakses pada 22 Maret 2014.
3
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) hanya memberikan bentuk peringatan sebagai
himbauan informatif akan dampak bahaya rokok yang salah satunya dilakukan melalui
penyampaian pesan peringatan bahaya rokok di berbagai media massa. Sekarang ini
pemerintah melalui Kemenkes membuat pesan merokok membunuhmu sebagai peringatan
bahaya rokok yang baru telah mulai digunakan di berbagai media massa, seperti televisi,
koran, majalah, papan reklame, dan lainnya. Pesan peringatan bahaya rokok yang baru
tersebut disertai dengan gambar pendukung di sebelahnya yang menggambarkan seorang
perokok laki-laki menghembuskan asap di mana terdapat tengkorak dengan pelengkap
simbol 18+.
Gambar 1.1 Pesan Peringatan Merokok Membunuhmu
Sumber:3
Diberlakukannya pesan peringatan merokok membunuhmu, merupakan bentuk
kampanye Kemenkes guna lebih memberikan penjelasan mengenai penerapan kebijakan
baru terkait dengan peringatan tentang bahaya merokok pada PP (peraturan pemerintah)
No. 109 tahun 2012 yang mengatur tentang pemasangan gambar menyeramkan yang
merupakan efek yang ditimbulkan oleh rokok. Pemerintah melalui kementerian
Kesehatan sudah mengirimkan master filenya pada beberapa perusahaan rokok untuk
dapat mengubah pesan peringatan tersebut pada setiap bungkus produk rokoknya.4
Pesan peringatan bahaya rokok bahkan sejak 24 Juni 2014 telah memasuki babak
baru dengan keharusan produk rokok mencantumkan gambar-gambar dampak rokok yang
cenderung menyeramkan di bungkus rokoknya. Batas waktu penerapan peringatan
bahaya merokok disertai gambar-gambar akibat merokok pada bungkusnya juga
merupakan bagian dari PP tembakau no 109 tahun 2012 yang pada 2014 direalisasikan
untuk seluruh rokok beredar di Indonesia. Yakni, menyertakan peringatan bergambar
3 PT Djarum. 2014. Peringatan: Merokok Membunuhmu. Djarum. Dalam situs http://www.djarum. com/index.php/en/brands/domestic/1, diakses pada 2 Juni 2014.
4 M Reza Sulaiman. 2014. Peringatan 'Rokok Membunuhmu' Terpampang di Jalan, Ini Kata Kemenkes. Detik Health. Dalam situs http://health.detik.com/read/ 2013/12/27/183058/ 2452768/763/peringatan-rokok-membunuhmu-terpampang-di-jalan-ini-kata-kemenkes, diakses pada 24 Maret 2014.
4
tentang bahaya rokok. Menurut Tulus Abadi, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia, waktu atau tanggal penerapan peringatan bahasa merokok harus dilaksanakan
secara definitif. Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 109 Tahun 2012
tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau
Bagi Kesehatan dan Permenkes No 28 Tahun 2013 Tentang Pencantuman Peringatan
Kesehatan dan Informasi Kesehatan pada Kemasan Produk Tembakau. Penggunaan
gambar ini sudah disepakati oleh industri rokok. Sudah diberikan toleransi selama 1
hingga 1,5 tahun.5
Perubahan pesan peringatan bahaya rokok dengan mengganti pesan bahasanya dan
ditambah dengan dukungan gambar-gambar yang cenderung menakutkan karena
memperlihatkan dampak-dampak rokok sekarang ini telah dilakukan dan dikampanyekan
Kemenkes. Pada setiap bungkus rokok Menurut dr Widyastuti Soerojo, MSc selaku Pack
Coordinator, Southeast Asia Initiavite on Tobacco Tax (SITT) Indonesia, Kemenkes
menyiapkan lima gambar peringatan untuk dipasang di bungkus rokok. Jenis peringatan
kesehatan terdiri dari jenis gambar sebagai berikut, gambar kanker mulut, gambar
perokok dengan asap yang membentuk tengkorak, gambar kanker tenggorokan, gambar
orang merokok dengan anak di dekatnya dan gambar paru-paru menghitam karena
kanker. Dengan melihat gambar ini, diharapkan perokok takut dan bisa menekan jumlah
perokok di Indonesia yang makin hari semakin meningkat. Setiap industri rokok yang
tidak mematuhi peraturan tersebut hingga tenggat waktu 24 Juni 2014 akan dikenakan
sanksi secara bertahap. Mulai dari peringatan, pencabutan izin sementara dan pencabutan
izin selamanya.6
Gambar 1.2 Pesan Peringatan Bahaya Rokok Pada Bungkus Rokok
5 Evieta Fadjar. 2014. Pesan Bergambar Pada Bungkus Rokok, Mulai 24 Juni 2014. Tempo.co. Dalam
situs http://www.tempo.co/read/news/ 2014/04/08/060569021/Pesan-Bergambar-Pada-Bungkus-Rokok-Mulai-24-Juni-2014, diakses pada 8 Agustus 2014.
6 Ibid.
5
Sumber:7
Perubahan pesan peringatan tersebut merupakan salah satu langkah baru Kemenkes
guna memberikan pesan yang lebih tegas dan memberikan gambaran yang lebih
menyeramkan mengenai bahaya rokok. Sebelumnya, pemerintah juga telah menerapkan
tindakan melarang iklan rokok di televisi dengan tidak boleh menampilkan rokok secara
langsung dan tayang pukul 21.00 keatas. Penggunaan pesan merokok membunuhmu dapat
diartikan sebagai langkah lain dari upaya untuk menunjukan tanggung jawab pemerintah
dalam menekan jumlah penderita bahaya rokok.
Perubahan pesan peringatan bahaya rokok tersebut merupakan sarana Kemenkes
untuk menunjukan adanya upaya untuk melakukan perubahan cara pandang dalam
menilai bahaya rokok. Perubahan pesan peringatan bahaya rokok tersebut juga
menunjukan adanya perubahan konsep pesan yang disampaikan. Pesan bukan hanya
disampaikan tetapi perlu adanya upaya untuk membangun pesan sesuai dengan tujuan
dengan cara penyampaian yang terkonsep. Pesan perlu dikonsepkan sebagai salah satu
cara guna menerapkan pesan sesuai dengan kebutuhan dari tujuan komunikasi yang ingin
dicapai. Perubahan konsep pesan yang ditunjukan pada pesan peringatan bahaya rokok
terbaru ini juga dapat dipahami sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk menampilkan
pesan bahaya rokok melalui cara yang berbeda.
Pesan peringatan bahaya rokok yang baru ini pun kemudian dikampanyekan untuk
lebih memberikan kesadaran pada masyarakat akan bahaya rokok. Kampanye pesan
peringatan bahaya rokok ini dibawah komando Kemenkes yang kemudian
dikampanyekan di berbagai daerah-daerah berdasarkan ketentuan Departemen Kesehatan
di berbagai Kota dengan ketentuan dari Pemerintah setempat. Kampanye pesan
peringatan bahaya rokok pun juga dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta yang
bertanggung jawab untuk menkampanyekan pesan peringatan bahaya rokok untuk
wilayah Kota Yogyakarta.
Penelitian ini pun kemudian dilakukan di Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota
Yogyakarta yang memiliki peran dang tanggungjawab dalam kampanye pesan peringatan
bahaya rokok. Kota Yogyakarta ditetapkan sebagai tempat penelitian karena Yogyakarta
merupakan salah satu kota di Indonesia dengan tingkat perokok yang tinggi. Menurut
Kepala Bidang Promosi dan Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Dinkes Kota
7 Ibid.
6
Yogyakarta Tri Mardaya, bagi masyarakat Yogyakarta, tidak bisa dipungkiri bahwa
merokok sudah menjadi budaya. Budaya yang melekat seperti ini tidak bisa diubah begitu
saja, tetapi harus bertahap. Angka pecandu rokok di kalangan anak-anak pada usia lima
hingga sembilan tahun di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengkhawatirkan.
mencapai 7,14 persen dan menempati posisi keempat dari 25 provinsi di Indonesia.
Banyaknya anak-anak yang telah menjadi pecandu rokok pada usia lima tahun tersebut
terjadi karena mereka meniru perilaku orang tuanya yang juga menjadi perokok aktif.8
Selain tingginya angka pecandu rokok di kalangan anak-anak, kecenderungan anak
yang mulai merokok pada usia 10-14 tahun juga cukup tinggi mencapai 17,5 persen.
Sementara perokok di kalangan remaja usia 15-19 tahun juga meningkat dari 7,1 persen
menjadi 43,3 persen. Tri menyebut, upaya yang bisa dilakukan untuk menekan tingginya
perokok di kalangan anak-anak hingga remaja adalah dengan meningkatkan sosialisasi
dan kampanye bahaya merokok melalui sekolah-sekolah, serta kampanye di masyarakat
dengan membentuk rukun warga (RW) bebas asap rokok serta kampanye di lingkungan
kerja Pemerintah Kota Yogyakarta. Di Kota Yogyakarta sudah ada 37 rukun warga bebas
asap rokok dan diharapkan jumlahnya terus meningkat. Di RW tersebut, warga masih
diperbolehkan merokok hanya saja harus di lokasi-lokasi yang sudah ditentukan, seperti
di luar rumah dan tidak merokok saat pertemuan warga. Dinas Kesehatan juga
menyiapkan klinik berhenti merokok di seluruh puskesmas di Kota Yogyakarta. Dari
hasil survei, 85 persen perokok menyatakan ingin berhenti namun 15 persen lainnya sama
sekali tidak ingin berhenti merokok.9
Sebagai upaya untuk menekan jumlah perokok, Dinkes Kota Yogyakarta selama ini
telah memiliki program kampanye bahaya rokok ketika pesan peringatan masih
menggunakan kalimat “menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan
kehamilan dan janin.” Kampanye terdahulu yang dilakukan Dinkes Kota Yogyakarta
dilakukan langsung di masyarakat dengan mendatangi kampung-kampung, penyuluhan di
sekolah-sekolah, dan penggunaan berbagai media kampanye. Kampanye bahaya rokok
sebelum adanya pergantian pesan peringatan bahaya rokok yang baru pada dasarnya
memiliki benang merah yang sama yakni terkiat upaya menekan jumlah perokok dengan
mengedukasi masyarakat akan informasi bahaya rokok yang ada. Kampanye bahaya
rokok pun dilakukan setiap tahunnya dengan perbaikan-perbaikan pesan, media, hingga 8 Mohamad Taufik. 2014. Tingkat pecandu rokok di Yogyakarta mengkhawatirkan. Merdeka.com. Dalam situs http://www.merdeka.com/peristiwa/tingkat-pecandu-rokok-di-yogyakarta-mengkha watirkan.html diakses pada 9 Agustus 2014.
9 Ibid.
7
tema-tema kampanye. Kampanye bahaya rokok terdahulu utamanya lebih menunjukan
upaya edukatif yang tetap menempatkan Dinkes Kota Yogyakarta sebagai pengingat dan
pemberi informasi. Hingga sekarang ini kampanye perubahan pesan peringatan yang baru
dilakukan dengan adanya penyesuaian-penyesuaian pesan kampanye yang juga secara
bertahap menyeseuaikan juga media dan kegiatan-kegiatan kampanyenya dengan lebih
menekankan pada pendekatan-pedekatan yang bersifat kebersamaan.
Perubahan pesan bahaya rokok yang baru ini kemudian merubah pesan-pesan
kampanye bahaya rokok oleh Dinkes Kota Yogyakarta pun turut menkampanyekan pesan
peringatan yang baru dengan strategi kampanye yang baru. Adanya pesan peringatan
bahaya rokok yang baru melatarbelakangi adanya pemberuan dalam konsep kampanye
yang dilakukan Dinkes Kota Yogyakarta. Melalui Bidang Promosi dan Pengembangan
Sistem Informasi Kesehatan, Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta melakukan kampanye ke
sekolah, wilayah-wilayah publik hingga pada tinggkat RW. Kampanye sosial pada pesan
peringatan bahaya rokok pun dilakukan untuk lebih dapat mensosialisasikan pesan
peringatan bahaya rokok yang baru dan juga terkait dengan penerapan ketentuan
Kemenkes. Kampanye sosial Dinkes Kota Yogyakarta dalam menkampanyekan pesan
peringatan bahaya rokok ini pun kemudian menarik perhatian peneliti untuk lebih
mengetahui upaya-upaya kampanye sosial yang dilakukan. Untuk itu penelitian ini akan
memberikan gambaran mengenai kampanye sosial pada perubahan pesan peringatan
bahaya rokok oleh Dinkes Kota Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang sebagaimana diuraikan di atas, maka rumusan masalah
penelitian ini yaitu “Bagaimana kampanye sosial tentang perubahan pesan peringatan
bahaya rokok oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Yogyakarta?”
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini utamanya ditujukan untuk mengetahui hal-hal sebagaimana berikut
ini:
1. Untuk mengetahui perencanaan kampanye sosial tentang perubahan pesan peringatan
bahaya rokok oleh Dinkes Kota Yogyakarta.
2. Untuk mengetahui pelaksanaan kampanye sosial tentang perubahan pesan peringatan
bahaya rokok oleh Dinkes Kota Yogyakarta.
8
3. Untuk mengetahui evaluasi kampanye sosial tentang perubahan pesan peringatan
bahaya rokok oleh Dinkes Kota Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat bermanfaat secara teoritis sebagai sumber pengembangan kajian
Ilmu Komunikasi khususnya dalam memanfaatkan kampanye sebagai suatu sarana
komunikasi yang dapat dibentuk guna mempersuasi khalayak yang menjadi target
kampanyenya. Penelitian ini juga dapat menjadi sumber referensi ilmiah guna
memperkaya literatur kajian Ilmu Komunikasi yang berkaitan dengan kampanye sosial,
melalui serangkaian perencanaan dan penerapan kampanye yang disesuaikan menurut
kebutuhannya.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai sumber informasi gambaran bagi
Kementerian Kesehatan dalam menilai keberhasilan kampanye perubahan pesan bahaya
rokok yang dilakukan oleh oleh Dinas Kesehatan Yogyakarta, sehingga dapat menjadi
media evaluasi bagi perbaikan program kampanye di Kota Yogyakarta dan kota lainnya
di Indonesia. Penelitian ini juga dapat memberikan gambaran bagi Dinkes Kota
Yogyakarta dalam menilai pelaksanaan kampanye perubahan pesan bahaya rokok yang
dilakukannya sehingga dapat memberikan masukan bagi kebijakan pelaksanaan
kampanye ke depannya. Selain itu, penelitian ini juga dapat memberikan gambaran bagi
masyarakat Yogyakarta dalam membantu mensosialisasikan kampanye yang dilakukan
Dinkes Kota Yogyakarta.
E. Kerangka Pemikiran
Manajemen kampanye merupakan bentuk upaya untuk membangun kampanye yang
lebih terkoordinasi dengan baik dengan menggabungkan kekuatan manajerial dan
komunikasi dalam membangun kampanye yang tersistematis. Manajemen kampanye
sebenarnya hanya bentuk pengistilahan dari kegiatan kampanye yang selalu meliputi
tahapan perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi, yang sekarang lebih dikenal dengan
istilah manajemen kampanye sebagaimana diungkapkan Venus bahwa sejak awal,
9
kegiatan kampanye ini selalu meliputi tahapan perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi.
Perbedaannya adalah pada masa kini berbagai tahapan tersebut dibakukan dan
diformalkan dengan istilah manajemen kampanye yakni proses pengelolaan kegiatan
kampanye secara efektif dan efisien dengan memanfaatkan seluruh sumber daya yang ada
guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.10
Dengan dimasukkannya unsur manajerial dalam pengelolaan kampanye diharapkan
peluang keberhasilan pencapaian tujuan kampanye menjadi lebih terbuka lebar.
Manajemen kampanye menunjukan adanya serangkaian perencanaan hingga evaluasi
yang biasanya dilakukan public relations (PR) sebagai bagian kerja yang sering
mendapatkan kewenangan dalam membuat program kampanye dan pelaksanaanya
sebagaimana diuraikan sebagai berikut:
1. Perencanaan Kampanye
Tahap perencanaan merupakan tahap awal yang harus dilakukan agar kampanye
PR mencapai tujuan yang diinginkan. Setidaknya ada beberapa alasan mengapa
sebuah perencanaan harus dilakukan dalam kampanye sebagaimana diungkapkan
Gregory, antara lain:11
a. Memfokuskan usaha
Perencanaan membuat tim kampanye dapat mengidentifikasi dan menyusun
tujuan yang akan dicapai dengan benar hingga akhirnya pekerjaan dapat dilakukan
secara efektif dan efisien, karena berkonsentrasi pada prioritas dan alur kerja yang
jelas.
b. Memperbaiki efektivitas
Dengan adanya perencanaan maka akan bekerja untuk tujuan yang telah
direncanakan sehingga membuat kita memiliki target yang hendak dicapai dan
merasa senang ketika target tersebut berhasil dicapai.
c. Memacu pandangan jangka-panjang
Perencanaan membuat tim kampanye tidak berpikir mengenai efek
kampanye dalam jangka waktu yang pendek tapi juga ke masa depan, hingga
mendorong dihasilkannya program yang terstruktur dalam menghadapi kebutuhan
masa depan. 10 Antar Venus. 2007. Manajemen Kampanye: Panduan Teoritis dan Praktis dalam Mengekfektifkan
kampanye Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, Hal. 25 11 Anne Gregory. 2004. Perencanaan dan Manajemen Kampanye Public Relations. Jakarta: Erlangga, Hal.
29
10
d. Mengurangi Kesalahan
Perencanaan yang cermat dan teliti akan menghasilkan alur serta tahapan
kerja yang jelas, terukur, dan spesifik serta lengkap dengan langkah-langkah
alternatif, sehingga bila ada kegagalan bisa langsung diambil alternatif
penyelesaian.
e. Menyelesaikan konflik
Perencanaan yang matang akan mengurangi potensi munculnya konflik,
karena sudah ada bentuk tertulis mengenai alur serta prioritas pekerjaan untuk
tiap-tiap anggota tim.
f. Memfasilitasi tindakan yang proaktif
Sebuah rencana yang matang akan memunculkan rasa percaya para
pendukung potensial serta media yang akan digunakan sebagai saluran kampanye,
hingga pada akhirnya akan terjalin kerjasama yang baik dan lancar.
2. Pelaksanaan Kampanye
Pelaksanaan kampanye adalah penerapan dari konstruksi rancangan program
yang telah ditetapkan sebelumya. Sifatnya yang demikian maka proses
pelaksanaannya harus secara konsisten berpedoman kepada rancangan yang ada tanpa
mengabaikan penyesuaian yang perlu dilakukan sesuai dengan kenyataan lapangan
yang dihadapi. Beberapa hal yang harus dilakukan dalam tahap pelaksanaan
kampanye antara lain:12
a. Realisasi unsur-unsur kampanye
Kegiatan ini meliputi: perekrutan dan pelatihan personel kampanye,
mengonstruksi pesan, menyeleksi penyampai pesan kampanye dan menyeleksi
saluran kampanyenya.
b. Menguji coba rencana kampanye
Uji coba terhadap suatu rancangan dilakukan untuk menyusun strategi
(pesan, media, dan penyampai pesan) yang paling sesuai dengan situasi dan
kondisi yang dihadapi.
c. Tindakan dan pemantauan kampanye
Harus dipahami bahwa tindakan kampanye bukanlah tindakan yang kaku
dan parsial, tetapi bersifat adaptif (menyesuaikan), antisipatif (cepat tanggap),
integratif (pemersatu), dan berorientasi pemecahan masalah.
12 Antar Venus. 2007. Op.Cit. Hal. 199
11
d. Laporan kemajuan
Laporan kemajuan (progress report) merupakan dokumen yang sangat
penting, bukan hanya bagi manajer tapi juga pelaksana kampanye secara
keseluruhan.
3. Evaluasi Kampanye
Evaluasi kampanye diartikan sebagai upaya sistematis untuk menilai berbagai
aspek yang berkaitan dengan proses pelaksanaan dan pencapaian tujuan kampanye
sebagaimana diungkapkan Venus bahwa evaluasi kampanye tidak hanya dilakukan
pada saat kampanye berakhir, namun juga ketika kampanye tersebut masih
berlangsung. Penilaian terhadap proses implementasi rancangan kampanye dapat
dilakukan dengan menganalisis catatan harian proses pemantauan (monitoring),
pengamatan di lapangan dan wawancara yang dilakukan untuk mendapat umpan
balik.13
Berikut ini adalah beberapa alasan mengapa perlu dilakukan evaluasi dalam
program kampanye, yaitu:14
a. Memfokuskan usaha
Pengukuran yang telah disepakati akan memfokuskan diri pada hal-hal yang penting
dan meletakkan hal-hal sekunder dalam pengawasan.
b. Menunjukkan keefektifan
Jika telah berhasil mencapai apa yang telah ditetapkan, akan menunjukan kredibilitas
usaha
c. Memastikan efisiensi biaya
Gunakan anggaran dan waktu (yang juga berarti uang) untuk hal-hal yang berarti dan
memberikan hasil yang maksimal.
d. Mendukung manajemen yang baik
Manajeman berdasarkan tujuan dengan sasaran yang jelas, akan memberikan
ketajaman pada keseluruhan operasi kegiatan kampanye PR.
e. Memfasilitasi pertanggungjawaban
Menyediakan hasil yang baik adalah tanggung jawab seorang PR
Sejalan dengan di atas, Ostergaard pun memiliki konsep yang masih dalam konteks
yang sama mengenai tahapan kampanye dengan menyebut tiga aspek di atas melalui
penerapan istilah 3A (awareness, attitude, dan action) yang antara lain:15 13 Ibid. Hal. 209. 14 Anne Gregory. 2004. Op.Cit. Hal. 140
12
a. Tahap pertama (awareness) diarahkan untuk menciptakan perubahan pada tataran
pengetahuan atau kognitif, pengaruh yang diharapkan adalah munculnya kesadaran,
berubahnya keyakinan, atau meningkatnya pengetahuan khalayak tentang isu tertentu.
b. Tahap kedua (attitude) sasarannya adalah untuk memunculkan simpati, rasa suka,
kepedulian, atau keberpihakan khalayak pada isu-isu yang menjadi tema kampanye.
c. Tahap ketiga (action) ditujukan untuk mengubah perilaku khalayak secara konkret
dan terukur, dapat bersifat sekali saja atau berkelanjutan.
F. Kerangka Konsep
Kerangka konsep akan memberikan gambaran mengenai peneran dari teori-teori
mauapun pemahaman-peahaman yang diuraikan di atas dalam aplikasi alur penelitian.
Dimasukkannya unsur manajerial dalam pengelolaan kampanye maka akan membuka
peluang keberhasilan pencapaian tujuan kampanye menjadi lebih besar. Manajemen
kampanye menunjukan adanya serangkaian proses dari rangkaian penerapan kampanye
yang menunjukan adanya bentuk perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi. Ketiga
komponen manajemen kampanye tersebut menjadi bagian utama penulis dalam
merepresentasikan penelitian mengenai kampanye sosial pada perubahan pesan
peringatan bahaya rokok oleh Dinkes Kota Yogyakarta.
Ketiga bagian dalam membuat program kampanye dalam menerapkan manajemen
kampanye tersebut menjadi bagian utama yang menjadi perhatian penulis dalam
memaknai kampanye sosial yang dilakukan Dinkes Kota Yogyakarta dalam
menkampanyekan pesan peringatan bahaya rokok. Kegiatan kampanye sosial mengenai
perubahan pesan peringatan bahaya rokok oleh Dinkes Kota Yogyakarta tersebut menjadi
tanggung jawab Bidang Promosi dan Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan. Jadi
berbagai bentuk perencanaan kampanye, pelaksanaan kampanye hingga evaluasi
kampanye merupakan tanggung jawab Bidang Promosi dan Pengembangan Sistem
Informasi Kesehatan Dinkes Kota Yogyakarta yang tahapan kampanye dijelaskan sebagai
berkiut:
1. Perencanaan Kampanye
Tahap perencanaan merupakan tahap awal yang harus dilakukan Bidang
Promosi dan Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Dinkes Kota Yogyakarta
guna mencapai tujuan kampanye yang diinginkan. Bidang promosi merupakan objek
15 Antar Venus. 2007. Op.Cit. Hal. 14
13
utama dalam perencanaan kampanye sebagaimana juga tugas dan fungsinya dalam hal
komunikasi termasuk kampanye sosial mengenai bahaya rokok.
2. Pelaksanaan Kampanye
Pelaksanaan kampanye adalah penerapan dari konstruksi rancangan program
yang telah ditetapkan Bidang Promosi dan Pengembangan Sistem Informasi
Kesehatan Dinkes Kota Yogyakarta. Proses pelaksanaannya konsisten berpedoman
kepada rancangan yang ada tanpa mengabaikan penyesuaian yang perlu dilakukan
sesuai dengan kenyataan lapangan yang dihadapi. Pelaksanaan kampanye bahaya
rokok pun dilakukan oleh bidang Promosi dan Pengembangan Sistem Informasi
Kesehatan Dinkes Kota Yogyakarta, untuk itu pemahaman mengenai pelaksanaan ini
akan menggamabarkan mengenai kampanye yang dlakukan Bidang Promosi dan
Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Dinkes Kota Yogyakarta.
3. Evaluasi Kampanye
Evaluasi kampanye diartikan sebagai upaya sistematis untuk menilai berbagai
aspek yang berkaitan dengan proses pelaksanaan dan pencapaian tujuan kampanye.
Evaluasi kampanye tidak hanya dilakukan pada saat kampanye berakhir, namun juga
ketika kampanye tersebut masih berlangsung. Penilaian terhadap proses implementasi
rancangan kampanye dapat dilakukan dengan menganalisis proses pemantauan
(monitoring), pengamatan di lapangan dan wawancara yang dilakukan untuk
mendapat umpan balik sebagaimana juga evaluasi-evaluasi yang dilakukan Bidang
Promosi dan Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Dinkes Kota Yogyakarta.
F. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena akan memberikan
kemampuan bagi penulis untuk dapat menjaga keutuhan latar alamiah para pelaku di
dalamnya. Sifat alamiah dari penelitian kualitatif di dapat dari adanya pemahaman bahwa
latar dalam penelitian kualitatif harus terjaga, sehingga lebih dapat menggambarkan
fenomena penelitian secara lebih utuh. Penelitian kualitatif akan mempelajari fenomena
penelitian melalui interaksi perilaku dan bahasa serta berbagai kekhasan para pelaku di
dalamnya sebagaimana juga diungkapkan Moleong bahwa penelitian kualitatif didasarkan
pada latar alamiah atau pada konteks dari suatu keutuhan (entity). Hal ini dilakukan,
mengingat ontologi alamiah yang melihat kenyataan-kenyataan sebagai keutuhan yang
tidak dapat dipahami bila dipisahkan dari konteksnya. Ini didasari oleh asumsi-asumsi,
14
bahwa tindakan pengamatan mempengaruhi apa yang dilihat, untuk itu penelitian harus
mengambil tempat pada keutuhan-dalam-konteks untuk keperluan pemahaman; konteks
sangat menentukan apakah suatu penemuan mempunyai arti bagi konteks lainnya,
artinya, bahwa suatu gejala harus diteliti dalam berbagai faktor yang mempengaruhi yang
terdapat di lapangan penelitian; dan sebagian struktur nilai kontekstual bersifat
determinatif terhadap apa yang akan diteliti.16
Penelitian ini memberikan keterfokusan kajian pada berbagai perilaku orang-orang
yang ada dalam fenomena penelitian, khususnya mengenai berbagai perilaku, bahasa,
cara dan karakteristik dari subjek-subjek yang penulis pelajari. Sifat alamiah dalam
penelitian kualitatif akan memberikan dampak pada penggambaran fenomena penelitian
yang lebih utuh sebagaimana keadaan sebenarnya tanpa berusaha untuk membatasinya
melalui serangkaian konsep mengikat. Sifat naturalistik penelitian ini akan memberikan
pemahaman kepada penulis untuk turut menjaga latar alami penelitian agar esensi dari
penggambaran berbagai penerapan kampanye sosial pada perubahan pesan peringatan
bahaya rokok oleh Dinkes Kota Yogyakarta.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode studi kasus sebagai sarana penulis untuk dapat
memetakan fenomena penelitian dalam kajian permasalahan berdasarkan suatu set
kondisi kasus tertentu. Penelitian studi kasus memusatkan diri secara intensif terhadap
satu objek tertentu, dengan cara mempelajarinya sebagai suatu kasus secara menyeluruh
sebagaimana diungkapkan Maxfield bahwa penelitian studi kasus adalah penelitian
tentang status subjek penelitian yang berkenan dengan suatu fase spesifik atau khas dari
keseluruhan personalitas. Tujuan studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara
mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus,
ataupun status dari individu, yang kemudian, dari sifat-sifat khas akan dijadikan suatu hal
yang bersifat umum.17
Studi kasus menjadikan penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan
dengan suatu spesifikasi dari kompleksitas permasalahannya. Studi kasus mengacu pada
keberadaan kasus tertentu yang secara spesifik dapat mengacu pada keberadaan inividu
atau kasus dari individu yang bersangkutan sebagaimana diungkapkan Stake bahwa
16 Lexy J. Moleong. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi (Cet. keduapuluh sembilan).
Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hal. 8 17 Moh. Nazir. 2011. Metode Penelitian (cetakan ketujuh). Bogor: Ghalia. Hal. 66
15
sebagai sebuah bentuk penelitian, studi kasus ditentukan oleh minat pada kasus-kasus
individual… model penelitian ini lebih fokus pada pertanyaan tentang: apa yang dapat
dipelajari dari kasus tunggal.18
Studi kasus pada penelitian ini diterapkan dengan mempelajari kampanye an bahaya
rokok oleh Dinkes Kota Yogyakarta sebagai suatu kasus yang memiliki kekhasan
karakter yang menjadi ciri dasar dari suatu kasus yang dipelari. Kampanye peringatan
bahaya rokok oleh Dinkes Kota Yogyakarta menunjukan adanya kekhasan karakter dari
para pelakunya, pesan yang disampaikan, media yang digunakan, interaksinya yang
terjadi dengan masyarakat dan serangkaian tindakan aplikatif dari kampanye yang
penting untuk diketahui untuk menunjukan peran aktif kampanye pada keberhasilan
menekan tingkat perokok di masyarakat. Metode studi kasus yang digunakan pada
penelitian ini pun akan menjadikan kampanye Dinkes Kota Yogyakarta sebagai sumber
informasi yang dapat dijadikan sebagai gambaran, dari pelaksanaan kampanye di
lapangan dengan menjadikan sumber-sumber informasi dari Dinkes Kota Yogyakarta dan
segalan bentuk kekhasan penerapannya sebagai sumber studi kasus.
3. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif sebagai sifat dasar dari pendekatan kualitatif yang
memaparkan fenomena penelitian mengenai pendeskripsian yang mengedepankan
kekuatan tulisan. Sifat deskriptif dapat menggambarkan fenomena penelitian dengan
lebih tersistematis dan utuh dengan berdasarkan pada berbagai temuan sebenarnya
sebagaimana diungkapkan Whitney bahwa deskriptif merupakan pencarian fakta dengan
interpretasi yang tepat yang mempelajari masalah-masalah dan tata cara yang berlaku
dalam masyarakat, situasi-situasi, hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-
pandangan, serta proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu
fenomena.19
Sifat deskriptif ini berusaha memaparkan peristiwa, oleh karena itu penelitian ini
dilakukan dengan tidak menguji hipotesis, atau menguji teori dan juga tidak membuat
prediksi. Sifat deskriptif lebih menunjukan upaya peneliti untuk dapat menggambarkan
fenomena menurut apa yang dilihat dan didengar di lapangan dengan memperlajarinya
langsung dari sumber-sumber informasi. Penelitian ini ditujukan untuk dapat memberian
18 Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln. 2010. Handbook of Qualitative Research (Terjemahan
Dariyanto dkk). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 299 19 Moh. Nazir. 2011. Op.Cit. Hal. 63
16
gambaran yang jelas mengenai kampanye sosial pada perubahan pesan peringatan bahaya
rokok oleh Dinkes Kota Yogyakarta sebagai suatu kompleksitas permasalahan yang
memiliki karakternya sendiri dalam sosialitas yang dapat dipaparkan dengan
komprehensif melalui sifat deskriptif sebagaimana dilakukan pada penelitian ini.
4. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian kualitatif merujuk pada pelaku atau orang yang memiliki
pengalaman dan pengetahuan dengan fenomena yang tengah dipelajari. Penentuan subjek
penelitian merupakan bagian dari upaya penulis dalam memahami permasalahan pada
pelaku atau orang yang mengetahui permasalahan dari fenomena yang diteliti. Penentuan
mengenai siapa subjek yang dipilih dan berapa jumlah subjek tersebut, dapat ditentukan
berdasarkan pada pemahaman-pemahaman penulis dalam menetapkan kriteri yang dapat
merepresentasikan tujuan penelitian sebagaimana diungkapkan Nasution (2003: 11)
bahwa, “Subjek adalah sumber yang dapat memberikan info, yang dipilih secara purposif
bertalian dengan purpose atau tujuan tertentu.20
Penentuan subjek penelitian kualitatif ditentukan berdasarkan cara penulis yang
memilihnya berdasarkan tujuan penelitian. Untuk itu subjek dalam penelitian ini dipilih
dengan menggunakan teknik purposive sampling. Penulis dapat menentukan jumlah
subjek penelitian dengan menggunakan penilaian-penilaian subjektif yang dianggap dapat
mewakili pemenuhan informasi mengenai kampanye sosial pada perubahan pesan
peringatan bahaya rokok oleh Dinkes Kota Yogyakarta. Berdasarkan pemahaman di atas,
penulis kemudian menentukan subjek pada penelitian ini berjumlah 3 orang yang
mewakili Dinkes Kota Yogyakarta. Ketiga subjek dalam penelitian ini antara lain: Bapak
Tri Mardoyo selaku Kepala Bidang Promosi Dinkes Kota Yogyakarta, Bapak Veri selaku
Kepala Seksi Promosi Dinkes Kota Yogyakarta, dan Ibu Lusiana selaku Pelaksana
Bidang Promosi Dinkes Kota Yogyakarta.
5. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai sumber data
penelitian yang dapat memenuhi kebutuhan informasi penelitian. Teknik pengumpulan
data yang digunakan tersebut, antara lain:
a. Wawancara
20 Nasution. 2003. Metode Research. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 11
17
Wawancara yang digunakan sebagai sumber data primer yang dijadikan sebagai
sumber informasi utama dengan mencari informasi dengan langsung menanyakannya
pada para pelaku yang memahami fenomena penelitian sebagaimana diungkapkan
Moleong bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan
terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.21
Teknik pengumpulan data melalui wawancara digunakan untuk mengetahui
fenomena penelitian dan keterlibatan subjek secara langsung sehingga dapat
menggambarkan fenomena penelitian secara lebih lengkap. Wawancara pada
penelitian ini dilakukan secara berstruktur dengan menggunakan pedoman wawancara
yang digunakan untuk membantu penulis untuk tetap mengarahkan pertanyaan
wawancara agar agar tetap terfokus. Wawancara berstruktur juga dilakukan sebagai
sumber verifikasi dari asumsi-asumsi yang penulis bangun dalam penelitian.
b. Observasi non partisipan
Observasi memberikan kesempatan pada peneliti untuk lebih memahami
fenomena penelitian dengan memahaminya di lapangan. Observasi ini dilakukan
sebagai serangkaian tata cara penulis untuk mempelajri tentang perilaku dan berbagai
hal mengenai fenomena penelitian di lapangan sebagaimana diungkapkan Marshall
bahwa melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku, dan makna dari perilaku
tersebut. 22 Observasi ini dapat dilakukan melalui observasi non partisipan
sebagaimana diungkapkan Soehartono bahwa pengamat berada diluar subjek yang
diamati dan tidak ikut dalam kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan. Dengan
demikian, pengamat akan lebih mudah mengamati kemunculan tingkah laku yang
diharapkan.23
Observasi non partisipan dapat dilakukan karena penulis tidak terlibat secara
langsung dalam kehidupan keseharian subjek dan penulis bukan bagian dari objek
penelitian. Informasi yang di dapatkan berdasarkan pemahaman dan pengalaman
informan sebagai sumber informasi yang dianggap mengetahui atau pun terlibat
langsung dalam fenomena yang tengah dipelajari. Penulis menjadikan informasi dan
pengalaman subjek sebagai sarana observasi dan secara terpisah melakukan
21 Lexy J. Moleong. 2011. Op.Cit. Hal. 186 22 Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (cetakan
ketujuh belas). Bandung: Alfabeta. Hal. 70 23 Soehartono, Irawan. 2011. Metode Penelitian Sosial: Suatu teknik Penelitian Bidang kesejahteraan
Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya (cetakan kedelapan). Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hal. 70
18
pengamatan pada informasi lainnya. Observasi non partisipan pun dapat menjaga
keutuhan alami permasalahan penelitian karena penulis tidak melakukan kegiatan-
kegiatan yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan latar penelitian.
c. Tinjauan Kepustakaan
Tinjauan kepustakaan dapat menjadi sumber informasi yang mendukung
pemahaman permasalahan penelitian dengan mempelajarinya dari berbagai literatur
yang relevan dengan penelitian yang tengah dilakukan sebagaimana diungkapkan
Rakhmat bahwa mengungkapkan teori atau penelitian terdahulu yang relevan dengan
penelitian anda inilah yang disebut tinjauan kepustakaan... Masukkanlah dalam
tinjauan kepustakaan itu artikel, kutipan, makalah, laporan penelitian, buku.24
Studi kepustakaan pada penelitian ini dijadikan sebagai sumber data pendukung
(sekunder) yang dapat memperkaya pemahaman peneliti mengenai fenomena
penelitian dan perkembangannya sebagaimana diungkapkan Nazir bahwa studi
literatur, selain dari mencari data sekunder yang akan mendukung penelitian, juga
diperlukan guna mengetahui sampai kemana ilmu yang yang berhubungan dengan
penelitian telah berkembang, sampai kemana terdapat kedimpulan dan degeneralisasi
yang pernah dibuat, sehingga situasi yang diperlukan dapat diperoleh.25
Tinjauan kepustakaan dalam penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan
buku, sumber online, dan berbagai dokumen terkait penunjang lainnya. Tinjauan
kepustakaan dapat memberikan keragaman informasi dengan berdasarkan pada
berbagai literatur yang telah ada dan menambah besarnya pemahaman peneliti dalam
menilai fenomena yang tengah diamati.
6. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data proses pencarian dan pengaturan data hingga dapat
ditampilkan sebagai hasil penelitian sebagaimana diungkapkan Sugiyono bahwa
analisis data adalah proses pencaian dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga
dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.26
Analisis data kualitatif memungkinkan mengelompokan data yang berasal dari
beragam data yang variatif sehingga memungkikan variasi data yang tinggi. Variasi 24 Rakhmat, Jalaluddin. 2012. Metode Penelitian Komunikasi: Dilengkapi Contoh Analisis Statistik (cetakan
kelima belas). Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hal. 107 25 Moh. Nazir. 2011. Op.Cit. Hal. 79 26 Sugiyono. 2013. Op.Cit. Hal. 334
19
data yang beragam dalam penelitian kualitatif dan terus dihasilkan penulis ketika
penelitian berlangsung dapat dikelompokan melalui teknik analisis data model
interaktif sebagaimana diungkapkan Miles dan Huberman bahwa aktivitas dalam
analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secarfa terus
menerus sampai tuntas, hingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data,
yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.27
Gambar 1.3 Komponen Analisis Data Interactive Model
Sumber:28
Ada tiga komponen utama yang diterapkan dalam model analisis data interaktif
karena data yang terkumpul tidak menjadi bagian di dalamnya karena teknik analisis data
berawal dari keberadaan data yang telah ada tersebut. Berikut merupakan pemahaman
dari masing-masing langkah dalam teknik analisis data model interaktif, yaitu:29
a. Data Reduction (Reduksi data)
Diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,
pengabstrakan, dan transformasi data yang muncul dari catatan-catatan peneliti
dilapangan. Selama pengumpulan data berlangsung, terjadi tahapan reduksi
selanjutnya membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus,
membuat partisi, dan penyempitan ringkasan data lainnya. Reduksi data/proses
transformasi ini berlanjut terus sesudah penelitian lapangan, sampai laporan akhir
lengkap tersusun.
b. Data Display (Penyajian data)
27 Ibid. Hal. 337 28 Ibid. Hal. 338 29 Ibid.
Data Collection
Data Display
Data Reduction
Conclusions: drawing/ verifying
20
Digambarkan melalui rangkaian kalimat yang disusun secara logis dan
sistematis agar mudah dipahami. Penyajian data ini merupakan serangkaian upaya
peneliti dalam menyampaikan hasil-hasil temuan di lapangan yang telah melalui tahap
reduksi data. Penyajian data ini merupakan upaya peneliti dalam menampilkan hasil
penelitian sebagaimana pemahamannya dalam menkonsepkan jawaban-jawaban
penelitian.
c. Conclusion Drawing/verification
Merupakan hasil akhir yang ingin disampaikan peneliti mengenai hal-hal yang
menjadi perhatian peneliti. Verifikasi merupakan tinjauan ulang pada catatan-catatan
lapangan dengan peninjauan kembali berbagai upaya penyusunan data melalui
berbagai penyeleksian data yang di dapat agar memenuhi unsur keseluruhan
kebutuhan hasil penelitian.
7. Uji Keabsahan Data
Keabsahan data kualitatif dapat dilakukan dengan melalukan pengecekan pada data-
data yang telah ada. Proses pengecekan keseluruhan data dengan membandingkannya
tersebut merupakan salah satu bagian dari teknik triangulasi. Triangulasi diartikan sebagai
teknik yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber
data yang telah ada. Bila peneliti melakukan pengumpulan data dengan triangulasi, maka
sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu
mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai
sumber data.30
Teknik triangulasi dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan triangulasi
sumber yang menunjukan adanya penggabungan beberapa sumber penelitian
sebagaimana diungkapkan Sugiyono bahwa triangulasi sumber berarti, mendapatkan dari
sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama. 31 Sejalan dengan penjelasan
tersebut, teknik triangulasi sumber sebagaimana dijelaskan Sugiyono juga diungkapkan
Moleong bahwa triangulasi sumber, bisa dilakukan dengan: (1) membandingkan data
hasil pengamatan dengan data hasil wawancara; (2) membandingkan apa yang dikatakan
orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi; (3) membandingkan
apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya
sepanjang waktu; (4) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai 30 Ibid. Hal. 330 31 Ibid.
21
pendapat dan pandangan orang; (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu
dokumen yang berkaitan.32
Triangulasi sumber digunakan dengan membandingkan sumber-sumber data
penelitian yang digunakan untuk melakukan pengecekan silang pada sumber data yang
ditemukan untuk menilai keterpercayaan informasi yang di dapat dari satu sumber dengan
sumber lainnya. Triangulasi sumber pun menjadi alat verifikasi antar sumber data yang
dapat diaplikasikan dengan melakukan perbandingan data dari wawacara dengan
observasi, observasi dengan tinjauan kepustakaan, wawancara informan satu dengan
informan lainnya, dan bentuk silang data lainnya. Triangulasi sumber dinilai relevan
untuk menunjang ekabsahan data dalam penelitian ini karena danya beberapa sumber data
yang penulis gunakan.
8. Lokasi dan Waktu Penelitian
a. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Dinkes Kota Yogyakarta yang beralamat di jalan
Kenari No. 56 Yogyakarta 55165. Telp/Fax (0274) 515868, 515869.
b. Waktu Penelitian
Penelitian ini terhitung dari bulan April-November 2014 yang dilakukan secara
bertahap hingga penyusunan laporan penelitian.
32 Lexy J. Moleong. 2011. Op.Cit. Hal. 330