bab i pendahuluan a. latar belakangeprints.umm.ac.id/42270/2/bab i.pdfdan penegakan hukum, kerja...

18
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, tindak pidana korupsi merupakan sebuah tindak pidana yang dikategorikan sebagai kejahtan luar biasa (extraordinary crime), hal ini dikarenakan tindak pidana korupsi bukan saja menjadi permasalahan satu negara saja, akan tetapi tindak pidana korupsi sudah menjadi permasalahan antar negara dan permasalahan internasional dimana tindak pidana korupsi tidak hanya menyerang negara berkembang saja akan tetapi menyerang negara-negara maju di dunia, oleh karena itu banyak negara didunia yang bekerja sama secara aktif agar dapat menghilangkan tindak pidana korupsi. Di dalam dunia internasional, korupsi ditetapkan menjadi salah satu kejahatan terorganisir dan bersifat transnasional, hal tersebut dapat dilihat dalam United Nation Convention Againts Transnational Organized Crime (UNTOC) yang sudah diratifikasi di Indonesia dengan UU No. 5 Tahun 2009 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Transnasional Organized Crime (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional Yang Terorganisasi) tepatnya pada pasal 8 dengan judul Kriminalisasi Korupsi. Negara-negara di Dunia pun mengakui bahwa korupsi sangat merugikan dan berdampak buruk pada perekonomian negara karena akibat dari korupsi dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, menurunkan standar hidup rakyat suatu negara, dan membengkaknya defisit anggaran belanja negara. Untuk

Upload: others

Post on 11-Feb-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Dewasa ini, tindak pidana korupsi merupakan sebuah tindak pidana yang

    dikategorikan sebagai kejahtan luar biasa (extraordinary crime), hal ini

    dikarenakan tindak pidana korupsi bukan saja menjadi permasalahan satu negara

    saja, akan tetapi tindak pidana korupsi sudah menjadi permasalahan antar negara

    dan permasalahan internasional dimana tindak pidana korupsi tidak hanya

    menyerang negara berkembang saja akan tetapi menyerang negara-negara maju

    di dunia, oleh karena itu banyak negara didunia yang bekerja sama secara aktif

    agar dapat menghilangkan tindak pidana korupsi.

    Di dalam dunia internasional, korupsi ditetapkan menjadi salah satu

    kejahatan terorganisir dan bersifat transnasional, hal tersebut dapat dilihat dalam

    United Nation Convention Againts Transnational Organized Crime (UNTOC)

    yang sudah diratifikasi di Indonesia dengan UU No. 5 Tahun 2009 tentang

    Pengesahan United Nations Convention Against Transnasional Organized

    Crime (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana

    Transnasional Yang Terorganisasi) tepatnya pada pasal 8 dengan judul

    Kriminalisasi Korupsi.

    Negara-negara di Dunia pun mengakui bahwa korupsi sangat merugikan

    dan berdampak buruk pada perekonomian negara karena akibat dari korupsi

    dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, menurunkan standar hidup rakyat

    suatu negara, dan membengkaknya defisit anggaran belanja negara. Untuk

  • 2

    menjawab keresahan yang diakibatkan oleh tindak pidana korupsi tersebut, Pada

    tahun 2003 dikeluarkanlah United Nations Convention Against Corruption

    (UNCAC).

    UNCAC disini adalah konvensi pertama didunia yang bertujuan untuk

    melengkapi dan mengatur mengenai korupsi-korupsi yang ada di dunia, UNCAC

    sendiri mengatur mengenai 5 hal pokok yaitu tindakan pencegahan, kriminalisasi

    dan penegakan hukum, kerja sama internasional, bantuan teknis, dan pertukaran

    informasi serta pengembalian aset.1 Sikap Indonesia sendiri dengan adanya

    UNCAC sangatlah positif, hal tersebut dibuktikan dengan 3 tahun setelah

    UNCAC ditandatangai dan disahkan secara global, tepatnya pada tahun 2006

    Indonesia sudah meratifikasi konvensi tersebut dengan UU No. 7 Tahun 2006

    tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption, 2003

    (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003), dengan

    diratifikasinya UNCAC tersebut oleh Indonesia, secara politis Indonesia telah

    memposisikan diri menjadi salah satu negara yang mendukung dan berkomitmen

    dalam gerakan pencegahan dan pemberantasan korupsi. Indonesia memang baru

    bekerja sama seara internasional dalam hal pencegahan dan pemberantasan

    korupsi pada tahun 2006, akan tetapi perang melawan korupsi melalui upaya

    pencegahan dan pemberantasannya di Indonesia bukanlah suatu hal yang baru

    yang mana upaya tersebut telah mulai dilakukan sejak tahun 1960-an.

    1Dr. Muhammad Yusuf, Merampas Aset Koruptor, Solusi Pemberantasan Korupsi di

    Indonesia, Penerbit, PT. Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2013, hlm. 81

  • 3

    Tindak Pidana Korupsi dianggap sebagai extraordinary crime juga

    didasarkan kepada dampak yang ditimbulkan yakni telah melahirkan kerugian

    yang sangat besar terhadap keuangan dan perekonomian negara. Sedemikian

    besarnya keuangan negara yang dinikmati oleh koruptor hingga berdampak pada

    terampasnya hak ekonomi dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Hal yang paling

    dirasakan oleh rakyat adalah kemampuan negara dalam hal pembangunan

    infrastruktur, pelayanan pendidikan, transportasi dan pelayanan kesehatan,

    beberapa hal bisa dilihat dari kurang meratanya pendidikan dan pelayanan

    kesehatan khususnya didaerah yang masih jauh dari pusat kota, kurangnya akses

    dan transportasi publik menuju suatu daerah dikarenakan tidak adanya

    infrastruktur seperti jalan yang memadai.

    Berbicara mengenai kerugian keuangan Negara, kita harus mengetahui

    terlebih dahulu apa itu keuangan Negara dan kerugian Negara serta bagaimana

    konsep dari keuangan Negara dan kerugian Negara itu sendiri, konsep keuangan

    Negara sendiri, jika berpatokan pada UU No. 31 Tahun 1999 penjelasan Alinea

    ke 3, yang dimaksud dengan keuangan Negara adalah seluruh kekayaan Negara

    dalam bentuk apapun yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk

    didalamnya segala bagian kekayaan Negara dan segala hak dan kewajiban yang

    timbul karena :

    1. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat

    lembaga Negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah.

    2. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan

    Usahan Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum,

  • 4

    dan perusaan yang menyertakan modal Negara, atau perusahaan yang

    menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara.

    Sedangkan konsep kerugian Negara itu sendiri jika dilihat berdasarkan

    pendekatan interpretasi rumusan keuangan Negara dan rumusan kerugian

    Negara, berpatokan rumusan penjelasan alinea ke 3 menurut UU No. 31 Tahun

    1999 adalah sebagai berikut :

    1. Hilang atau berkuranganya kekayaan Negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian

    kekayaan Negara dan segala hak penerimaan keuangan Negara dan

    kewajiban pembayaran keuangan Negara yang timbul karena berada dalam

    penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga Negara,

    baik di tingkat pusat maupun di daerah, secara nyata dan pasti dapat dinilai

    dengan uang, akibat perbuatan sengaja melawan hukum.2

    2. Hilang atau berkurangnya kekayaan Negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian

    kekayaan Negara dan segala hak penerimaan keuangan Negara dan

    kewajiban pembayaran keuangan Negara yang timbul karena berada dalam

    penguasaan, pengurusan dan pertanggung jawaban BUMN atau BUMD,

    yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal Negara,

    atau perusahaa yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan

    perjanjian dengan Negara, secara nyata dan pasti dapat dinilai dengan uang,

    akibat perbuatan melawan hukum.3

    Dari rumusan tersebut diatas, klasifikasi keuangan Negara dapat dirumuskan

    dalam 5 (lima) indikator, yaitu

    a. Hilang/berkuranganya “hak penerimaan” keuangan Negara b. Timbul/bertambahnya “kewajiban pengeluaran” keuangan Negara c. Hilang/berkurangnya segala sesuatu baik berupa uang, barang atau benda

    bernilai yang dapat dijadikan milik Negara berhubung dengan pelaksanaan

    “hak dan kewajiban” Negara

    d. Secara nyata dan pasti yang dapat dinilai dengan uang e. Akibat perbuatan melawan hukum4

    2 Hernold Ferry Makawimbang, Memahami dan Menghindari Perbuatan Merugikan

    Keuangan Negara, Penerbit Thafa Media, Yogyakarta, 2015, hlm. 49. 3 Ibid 4 Ibid, hlm 49

  • 5

    Jadi dapat disimpulkan bahwa kerugian Negara adalah kekurangan uang,

    surat berharga, dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat

    perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun tidak sengaja. Di Indonesia

    sendiri jika ditemukan adanya kerugian Negara sebagai akibat dari perbuatan

    melawan hukum baik itu pencucian uang maupun tipikor, maka dapat dilakukan

    perampasan aset untuk dapat dilakukan pemulihan keuangan Negara, agar

    program-program pemerintahan dapat berjalan sesuai rencana dan tidak

    mengalami hambatan, perampasan aset itu sendiri diatur dalam dalam UU No.31

    Tahun 1999 Jo UU No.20 Tahun 2001 dimana didalamnya juga telah diatur

    sebuah langkah mengenai perampasan aset tindak pidana korupsi baik melalui

    jalur pidana maupun gugatan secara perdata. pada tahapan pidana perampasan

    aset hasil tindak pidana korupsi melalui jalur tuntutan pidana atau melalui proses

    persidangan, mekanismenya adalah sebagai berikut :

    1. Penyidik mencari dan menemukan tersangka dan barang bukti, alat kejahatan dan hasil kejahatan;

    2. PU : penelitian berkas perkara penuhi syarat formil dan materiil; 3. Apabila belum cukup bukti maka berkas perkara dikembalikan kepada

    penyidik untuk dilengkapi, apabila sudah cukup bukti maka berkas

    perkara dilimpahkan kepada pengadilan untuk dilakukan penuntutan;

    4. Setelah persidangan akan ada putusan hakim, apabila belum berkekuatan hukum tetap dapat dilakukan upaya hukum lain seperti banding, kasasi

    dan PK, apabila sudah sudah berkekuatan hukum tetap penyelesaian

    barang rampasan melalui kantor lelang Negara atau digunakan untuk

    kepentingan Negara, sosial dll, dengan tenggat waktu 4 bulan setelah

    putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap;

    5. Hasil jual atau lelang barang rampasan tersebut diserahkan kepada Negara sesuai dengan perundang-undangan.5

    5Dr. Muhammad Yusuf, Op.Cit hlm 164

  • 6

    Selain melalui proses tuntutan pidana, perampasan aset hasil tindak pidana

    korupsi dapat dilakukan melalui gugatan perdata atau civil procedure, jika

    diperhatikan memang perampasan aset hasil tipikor melalui tuntutan pidana

    kurang efektif karena harus menunggu putusan dari pengadilan yang

    menyatakan pelaku secara sah dan terbukti melakukan tindak pidana baru dapat

    dilakukan perampasan aset, sedangkan ada beberapa kondisi dimana tersangka

    tidak dapat dilakukan penuntutan adalah jika tersangka tersebut meninggal,

    sedangkan dalam proses persidangan ada 1 alat bukti yang diperlukan yaitu

    keterangan terdakwa itu sendiri, untuk mensiasati hal tersebut maka

    dilakukanlah perampasan aset hasil tindak pidana korupsi melalui gugatan

    perdata yang diatur dalam pasal 32 UU No. 31 Tahun 1999 dengan mekanisme

    yang tidak terlalu berbeda seperti pada perampasan aset melalui tuntutan pidana.

    Perbedaan antara perampasan aset mlalui tuntutan pidana dan gugatan

    perdata adalah sebagai berikut, pada tuntutan pidana harus ditemukan terlebih

    dahulu tersangka, barang bukti, alat dan hasil kejatannya, jadi agar dapat

    dilakukan penuntutan harus ditemukan bukti yang cukup, sedangkan pada

    gugatan perdata lebih mudah, yakni apabila dari penyidikan tidak cukup bukti

    tapi ditemukan kerugian Negara, atau di tingkat penyidikan terdakwa meninggal

    dan ditemukan kerugian Negara, atau masih ada aset yang belum dirampas

    setelah putusan maka penyidik dapat menyerahkan salinan berkas berita acara

    sidang tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara maupun instansi yang dirugikan

    atas tindak pidana korupsi tersebut dapat melakukan gugatan perdata terhadap

    ahli warisnya.

  • 7

    Jaksa Pengacara Negara sendiri menurut pasal 24 ayat (1) Perpres RI Nomor

    38 Tahun 2010 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kejaksaan Republik

    Indonesia memiliki tugas dan wewenang melaksanakan tugas kewenangan

    kejaksaan di bidang perdata dan tata usaha Negara yang meliputi penegakan

    hukum, bantuan hukum, pertimbangan hukum dan tindakan hukum lain kepada

    Negara atau pemerintah, meliputi lembaga/badan Negara, lembaga/instansi

    pemerintah pusat dan daerah, badan usaha milik Negara/daearah dibidang

    perdata dan tata usaha Negara untuk menyelamatkan, memulihkan kekayaan

    Negara, menegakkan kewibawaan pemerintahan dan Negara serta memberikan

    pelayanan hukum kepada masyarakat.

    Pada bahasan kali ini penulis ingin memfokuskan pada Fungsi dari Jaksa

    Pengacara Negara untuk Menyelamatkan / memulihkan kekayaan / keuangan

    Negara seperti yang tertera dalam UU No.16 tahun 2004 tentang Kejaksaan

    Republik Indonesia tepatnya pada pasal 30 ayat (2) yang berbunyi “Di bidang

    perdata dan tata usaha Negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak

    baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama Negara atau

    pemerintah”. Jadi jika didalam pemerintahan terdapat kerugian Negara baik itu

    di tingkatan pusat maupun daerah, maka Jaksa Pengacara Negara dapat

    bertindak atas nama Negara untuk mengajukan gugatan kepada perorangan atau

    korporasi yang menimbulkan kerugian bagi Negara tersebut, untuk mengetahui

    apakah ada kerugian dalam laporan keuangan pemerintahan maka disini

    kejaksaan juga bekerja sama dengan BPK sebagai satu-satunya lembaga Negara

  • 8

    yang bertugas untuk memeriksa bagaimana pengelolaan dan sebagai

    penanggung jawab keuangan Negara.

    Dalam hal penyelesaian kerugian keuangan Negara, BPK memiliki hak

    untuk dapat menetapkan jumlah kerugian keuangan Negara yang diakibatkan

    oleh tindakan melawan hukum baik sengaja ataupun disebabkan oleh kelalaian

    dari bendahara maupun pengelola BUMN, BUMD, ataupun lembaga lain yang

    mengelola keuangan Negara, dalam penetuan kerugian Negara terlebih dahulu

    BPK melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan keuangan Negara,

    pemeriksaan itu sediri dilakukan terhadap pemerintah pusat maupun daerah,

    BUMN, BUMD, BI, Badan Layanan Umum dan Lembaga atau Badan lain yang

    mengelola keuangan Negara, dalam melakukan pemeriksaan tersebut BPK

    dibantu oleh akuntan publik yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang

    untuk nantinya laporan hasil pemeriksaan tersebut disampaikan kepada BPK,

    dari laporan tersebut seluruh data akan disatukan dan akan ditemukan apakah

    dari lembaga-lembaga Negara maupun pemerintah pusat/daerah tersebut

    ditemukan adanya kerugian Negara, apabila dalam hasil pemeriksaan BPK

    tersebut mengandung unsur pidana, maka akan disampaikan kepada instansi

    yang berwenang baik itu kepolisian, kejaksaan, ataupun KPK.

    Jika berkas atau data adanya kerugian keuangan Negara tersebut

    dilimpahkan kepada kejaksaan, disinilah JPN berperan dalam hal penyelamatan

    keuangan Negara, karena apabila sudah mendapatkan limpahan data dari BPK

    jika ditemukan adanya kerugian maka meskipun tidak cukup bukti maka JPN

    bisa mengajukan gugatan secara perdata untuk dilakukan penuntutan ganti rugi

  • 9

    atas kerugian tersebut kepada korporasi atau individu yang diduga melakukan

    perbuatan melawan hukum hingga menyebabkan kerugian Negara tersebut.

    Berikut ini adalah data kerugian Negara Indonesia yang diakibatkan baik

    kesengajaan maupun kelalaian, data ini penulis dapatkan dari Laporan BPK tiap

    semester untuk menunjukan berapa kerugian yang dialami oleh Indonesia.

    Tabel 1 : Rekapituliasi Kerugian Keuangan Negara dan Penyelamatan Keuangan

    Negara akibat dari Tipikor dari tahun 2010 sampai dengan 20166

    Tahun Kerugian Negara Penyelamatan Keuangan

    Negara Sisa Kerugian

    Rp. 456.048.620.524,74 Rp.99.059.015.429,40 Rp. 356.989.605.113,34

    $ 76.555.351.353,72 $ 16.363.375,08 $ 20.898.174,57

    ¥ 755.447.276,13 - ¥ 755.447.276,13

    AUD 1.111.670,40 - AUD 1.111.670,40

    Dfl 6.034.295,04 - Dfl 6.034.295,04

    Ffr 37.318.656,92 - Ffr 37.318.656,92

    DM 1.334.426 - DM 1.334.426

    NLG 182.972,72 - NLG 182.972,72

    Rp. 195.677.862.394,05 Rp. 3.960.746.142,2 Rp. 191.717.116.251,90

    $ 212.368.892,44 - $ 212.368.892,44

    2011

    Semester 1 Rp. 527.385.250 Rp. 186.305.000 Rp. 341.080.250

    Rp. 748.135.490.000 Rp 13.963920.000 Rp. 734.171.560.000

    $ 43.062,92 $ 320,33 $ 42.742,58

    2012

    Semester 1 Rp. 250.610.000.000 Rp. 9.750.000.000 Rp. 240.860.000.000

    2012

    Semester 2 Rp. 2.780.000.000 Rp. 1.430.000.000 Rp. 1.350.000.000

    2013

    Semester 1 Rp. 138.560.000.000 Rp. 120.328.902.253,03 Rp. 18.231.097.746,97

    2014

    Semester 1 Rp. 997.480.000.000 Rp. 129.580.000.000 Rp. 867.900.000.000

    2014

    Semester 2 Rp. 2.208.320.000.000 Rp. 111.490.000.000 Rp. 2.096.830.000.000

    Sumber : Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester BPK

    6 BPK Republik Indonesia, Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS),

    http://bpk.go.id/ihps, diakses tanggal 16 Oktober 2017

    http://bpk.go.id/ihps

  • 10

    Karena fokus pembahasan dari tulisan ini adalah mengenai efektivitas pemulihan

    keuangan Negara oleh JPN maka berikut ini adalah pemulihan keuangan Negara

    yang dilakukan oleh bidang Perdata dan TUN Kejaksaan Republik Indonesia mulai

    dari tahun 2011 hingga 2014.

    Tabel 2 : Pemulihan Keungan Negara Oleh JPN dari Tahun 2011-20147

    No. Tahun Pemulihan Keuangan Negara oleh Datun

    1. 2011 Rp. 179.679.136.894,83

    2. 2012 Rp. 35.279.049.615,36

    $185.611,32

    3. 2013 Rp. 120.328.902.253,03

    4. 2014 Rp. 279.672.798.692,08

    Sumber : Jam Datun Kejaksaan Republik Indonesia

    Melihat laporan tersebut diatas ditingkat nasional yang masih terdapat

    ketidakefektivan dalam hal pengembalian dan pemulihan keuangan negara

    dalam beberapa tahun terakhir, penulis ingin meneliti bagaimanakah

    pengembalian dan pemulihan kerugian keuangan negara yang dilakuakn olah

    Datun Kejaksaan Negeri Kota Malang karena akhir-akhir ini sangat marak kasus

    korupsi terjadi khususnya dilembaga pemerintahan kota malang, di Kejaksaan

    Negeri Kota Malang sendiri Datun yang bertindak sebagai Jaksa Pengacara

    Negara sangatlah sedikit mengatasi perkara korupsi, terbukti dari hasil penelitian

    yang penulis lakukan, hanya ada 1 pemulihan kerugian keuangan negara yang

    dilakukan oleh JPN, yakni perkara tindak pidana korupsi atas nama Drs. Solichin

    Wardoyo dengan angka kerugian keuangan negara mencapai Rp.

    1.072.132.443,75 (satu milyar tujuh puluh dua juta seratus tiga puluh dua ribu

    7 Kejaksaan Republik Indonesia, Hasil Penyelamatan Keuangan Negara,

    http://Kejaksaan.go.id, diakses tanggal 16 Oktober 2017

    http://kejaksaan.go.id/

  • 11

    empat ratus empat puluh tiga rupiah, tujuh puluh lima sen) dengan kewajiban

    uang pengganti sebesar Rp. 357.244.314 (tiga ratus lima puluh juta dua ratus

    empat puluh empat ribu tiga ratus empat belas rupiah).

    Jika dilihat dari data tersebut memang dapat kita ketahui bahwa pemulihan

    yang dilakukan oleh JPN kuranglah efektif karena hanya sebagian kecil saja

    yang dapat dipulihkan, oleh karena itu penulis mengangkat judul TINJAUAN

    YURIDIS EMPIRIS EFEKTIVITAS JAKSA PENGACARA NEGARA

    DALAM HAL PENGEMBALIAN DAN PEMULIHAN KEUANGAN

    NEGARA SEBAGAI AKIBAT DARI TINDAK PIDANA KORUPSI agar

    dapat mengetahui bagaimanakah secara praktiknya apakah pemulihan keuangan

    Negara yang dilakukan oleh JPN sudah efektif atau belum.

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, yang menjadi

    pokok permasalahan dan hendak menjadi sorotan kajian yaitu :

    1. Bagaimanakah prosedur pengembalian dan pemulihan keuangan Negara

    oleh JPN yang disebabkan oleh tindak pidana korupsi?

    2. Bagaimana efektivitas JPN dalam hal pengembalian dan pemulihan

    keuangan Negara yang disebabkan oleh tindak pidana korupsi.

    C. Tujuan Penelitian

    Tujuan dari adanya penulisan dan penelitian hukum ini merupakan hal

    penting dan merupakan hal yng mendasari adanya penulisan ini serta sebagai

    solusi enjawab dari permasalahan yang ada, adapun tujuan dari penelitia ini

    adalah :

  • 12

    1. Memahami dan mengetahui penjelasan lebih lanjut mengenai konsep

    pengembalian dan pemlihan keuangan Negara oleh JPN yang disebabkan

    oeh tindak pidana korupsi.

    2. Mengetahui keefektivitasan JPN dalam hal pengembalian dan pemulihan

    keuangan Negara yang disebabkan oleh tindak pidana korupsi.

    D. Manfaat Penelitian

    Berdasarkan tujuan penelitian dalam penulisan penelitian maka penelitian

    ini memiliki manfaat teoritis dan praktis. Adapun kedua keguanaan tersebut

    adalah sebagai berikut :

    1. Manfaat Teoritis

    Dari penulisan penelitian hukum ini diharapkan akan membantu dalam

    pengembangan hasanah keilmuan hukum pidana formil dan materiil dalam

    konteks pengembalian dan pemulihan keungan Negara sebagai akibat dari

    adanya tindak pidana korupsi yang merugikan keungan Negara yang

    dilakukan oleh Jaksa Pengacara Negara.

    2. Manfaat Praktis

    Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangsih pemikiran

    bagi mahasiswa serta masyarakat dan menjadi referensi terhadap

    permasalahan pengembalian keuangan Negara yang dilakukan oleh JPN

    sebagai akibat dari kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana korupsi

    dan agar pemulihan keuangan Negara akibat dari adanya tindak pidana

    korupsi dapat berjalan dengan efektif.

  • 13

    E. Kegunaan Penelitian

    1. Bagi Penulis

    Penelitian ini bagi penulis dapat berguna sebagai penambah pengetahuan

    dalam hal permasalahan yang diteliti dan sebagai syarat untuk penulisan

    tugas akhir dan menyelesaikan studi S1 di Fakultas Hukum Universitas

    Muhammadiyah Malang.

    2. Bagi Kalangan Akademisi

    Penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan wawasan maupun

    referensi bagi kalangan akademisi dalam hal bagaimanakah cara

    pengembalian dan pemulihan keuangan Negara yang dapat dilakukan oleh

    JPN atas kerugian Negara akibat dari tindak pidana korupsi secara efektif.

    3. Bagi Penegak Hukum

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sebuah paradigma baru bagi

    penegak hukum khususnya JPN tentang bagaimanakah pengembalian dan

    pemulihan keuangan Negara atas kerugian yang diterima Negara sebagai

    akibat dari tindak pidana korupsi secara efektif.

    F. Metode Penelitian

    Metode Penelitian adalah suatu tata cara mengenai bagaimana suatu penelitian

    akan dilaksanakan, dalam penelitian ini penulis menggunakan metode-metode

    sebagai berikut :

    1. Metode Pendekatan

    Metode pendekatan yang digunakan didalam penyusunan penelitian hukum

    kali ini menggunakan pendekatan yuridis empiris, yakni melihat dari 2 sisi

  • 14

    antara hukum yang berlaku dengan apa yang ada atau apa yang terjadi

    sebenarnya dimasyarakat, dengan studi di Kejaksaan Negeri Kota Malang.

    2. Lokasi Penelitian

    Dalam penelitian kali ini penulis memilih Kejaksaan Negeri Kota Malang

    sebagai lokasi penelitian karena memang dimalang sendiri kasus korupsi

    lumayan banyak terjadi dan penulis ingin mengetahui lebih dalam

    keefektivitasan Jaksa Pengacara Negara khususnya di Kejaksaan Negeri

    Kota Malang dalam pemulihan keuangan Negara sebagai akibat dari tindak

    pidana korupsi.

    3. Pengumpulan Data

    a. Data Primer

    Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum yang utama yang diperoleh

    dari hasil penelitian yang dilakukan dengan cara terjun langsung

    kemasyarakat, data yang akan diambil dari penelitian tersebut adalah

    wawancara dengan narasumber Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara di

    Kejaksaan Negeri Kota Malang, yakni Bapak Krisna Hadi, SH. MH.

    b. Data Sekunder

    Bahan Hukum Sekunder dalam penelitian ini adalah data yang

    diperoleh dari hasil studi kepustakaan atau literatur atau jurnal lain yang

    berhubungan dengan materi penelitian, bahan hukum sekunder adalah

    data pendukung untuk bahan data primer, baik berupa buku atau

    literatur, peraturan perundang-undangan dan lain-lain yang

  • 15

    berhubungan dengan materi penelitian, diantara lain adalah sebagai

    berikut :

    1. Perbuatan Merugikan Keuangan Negara oleh Harnold Ferry

    Makawimbang.

    2. Merampas Aset Koruptor, Solusi Pemberantasan Korupsi di

    Indonesia oleh Dr. Muhammad Yusuf.

    3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang

    Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

    Korupsi.

    4. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan R.I.

    5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan

    Negara.

    6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan

    Negara.

    7. Perpres RI Nomor 38 Tahun 2010 Tentang Organisasi dan Tata

    Kerja Kejaksaan RI.

    8. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan

    Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara

    c. Data Tersier

    Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang mendukung dalam

    menjelaskan bahan hukum primer maupun sekunder. Yang meliputi

    pengertian baku, istilah baku yang diperoleh dari Ensiklopedi, Kamus,

    Glossary, Internet dan lain-lain.

  • 16

    3. Teknik Pengmumpulan Data

    a. Wawancara

    Pengumpulan data dengan cara melakukan tanya jawab secara langsung

    terhadap narasumber dengan pertanyaan terstruktur yang sudah

    disiapkan oleh penulis, dengan wawancara ini penulis bisa

    mendapatkan data yang dibutuhkan untuk mendukung pembahasan

    penulis. Wawancara tersebut dilakukan dengan narasumber Kasi

    Perdata dan Tata Usaha Negara di Kejaksaan Negeri Kota Malang,

    yakni Bapak Krisna Hadi, SH. MH.

    b. Studi Kepustakaan

    studi ini menggunakan metode penelusuran dan pencarian bahan-bahan

    kepustakaan dari berbagai literature dalam hal ini buku maupun jurnal.

    c. Studi Dokumentasi

    Studi dokumentasi atau biasa disebut kajian dokumentasi merupakan

    teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek

    penelitian dalam rangka memperoleh informasi terkait objek

    penelitian.8 Jadi penulis melakukan wawancara dengan Bapak Krisna

    Hadi, SH. MH selaku Kasi Datun disertai pengumpulan dokumen-

    dokumen yang terkait dengan masalah yang diteliti dari Bidangn

    Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Negeri Kota Malang.

    4. Teknik Analisa Data

    8 APB group, Studi Dokumentasi, dalam http://www.apb-group.com, akses 01 April 2018

    http://www.apb-group.com/

  • 17

    Teknik analisa dalam penulisan ini menggunakan metode Deskriptif

    Kualitatif dimana penulis melakukan pemecahan masalah yang diteliti

    dengan cara memaparkan data yang telah diperoleh baik dari studi

    lapangan dengan cara wawancara bapak Krisna Hadi, SH. MH selaku Kasi

    Datun ataupun dengan studi kepustakaan, kemudian dilakukan validasi

    data untuk mengetahui apakah data tersebut valid atau tidaknya, jika sudah

    valid maka dilakukan penyusunan secara sistematis serta konsisten agar

    memudahkan penulis dalam melakukan analisis data.

    G. Sistematika Penulisan Hukum

    Dalam penulisan penelitian ini digunakan sistematika pembagian kedalam 4

    Bab dengan masing-masing Bab terdiri atas sub yang bertujuan untuk

    mempermudah pemahamannya. Adapun sistematika penelitiannya sebagai

    berikut :

    BAB I Pendahuluan

    Berisi tentang Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat

    Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kerangka Teori dan Sistematika Penulisan.

    BAB II Tinjauan Pustaka

    Berisi tentang teori-teori hukum sebagai pisau analisis dari permaslahan yang

    dibahas oleh penulis tentang konsep efektivitas, Tindak Pidana Korupsi,

    Kerugian Negara, Keuangan Negara, Jaksa Pengacara Negara.

    BAB III Pembahasan

    Bab ini berisi tentang pembahasan dan penjabaran atau penyajian data-data

    lapangan dari penelitian dari permasalahan yang ada dalam penulisan

  • 18

    penelitian hukum ini, melalui pengkajian dengan menggunakan teori-teori

    yang relevan dengan permasalahan dalam penulisan ini.

    BAB IV Penutup

    Bab ini merupakan bab akhir yang berisi kesimpulan dari pembahasan bab

    sebelumnya dan berisi saran tentang permasalahan yang diteliti.