bab i pendahuluan a. latar belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39560/2/bab i.pdfa. latar...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan perdagangan bebas diwilayah ASEAN terdapat
sebuah kesepakatan antara negara-negara Asean yang disebut dengan
AFTA, AFTA adalah singkatan dari kepanjangan ASEAN Free Trade
Area.Organisasi AFTA didirikan pada tahun 1992 di Singapura pada saat
berlangsungnya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV. AFTA
adalah kesepakatan yang dibentuk oleh negara-negara ASEAN untuk
menciptakan suatu zona perdagangan bebas.1 “The ASEAN Free Trade
Area (AFTA) is an agreement signed by the Philippines and nine other
ASEAN Member States to boost local manufacturing in all ten ASEAN
countries. It was initially inked in Singapore on January 28, 1992 by Brunei
Darussalam, Indonesia, Malaysia, the Philippines, Singapore, and
Thailand. Viet Nam joined the agreement in 1995 followed by Lao PDR in
1997, and Cambodia in 1999”2 yang artinya “ASEAN Free Trade Area
(AFTA) adalah sebuah kesepakatan yang ditandatangani oleh Filipina dan
sembilan Negara Anggota ASEAN lainnya untuk mendorong manufaktur
lokal di semua sepuluh negara ASEAN. Awalnya bertandatangan di
Singapura pada tanggal 28 Januari 1992 oleh Brunei Darussalam, Indonesia,
1 Kemendag, Asean Free Trade Area (AFTA), dalam: http://www.kemendag.go.id, acces 1
November 2017 2 National Organizing Council Philipina, Happily Ever AFTA: 5 Ways the ASEAN Free
Trade Area has Benefitted the Citizens of ASEAN, dalam : https://www.asean2017.ph, acces 1
November 2017
2
Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Viet Nam bergabung dalam
kesepakatan tersebut pada tahun 1995 diikuti oleh Lao PDR pada tahun
1997 dan Kamboja pada tahun 1999”. Indonesia telah menandatangani
AFTA sejak tanggal 28 Januari 1992 sehingga membawa konsekuensi
adanya perdagangan bebas antar Indonesia dengan negara-negara lain di
Asean.
Selain AFTA pada tahun 2015 Kedutaan Besar Inggris untuk
Indonesia menyatakan Uni Eropa memprioritaskan
negosiasi Comprehensive Economic Partnership Agreement dengan
Indonesia dan berambisi mempercepat pembahasan. Berdasarkan kajian
Centre for Strategic and International Studies (CSIS), kerja sama
perdagangan bebas ini akan menguntungkan Indonesia dalam menciptakan
lapangan kerja di sini. Di sisi lain juga menguntungkan untuk Uni Eropa.3
Sehingga perdagangan bebas yang ada bukan hanya Indonesia dengan
wilayah ASEAN namun juga dengan Negara-Negara di Uni Eropa.
Dewasa ini kontrak memiliki peranan penting bagi perekonomian
suatu negara. Mengingat telah ditandatanganinya AFTA oleh Indonesia
pada tahun 1992 dan derasnya arus globalisasi yang masuk ke Indonesia
termasuk dengan negosiasi Comprehensive Economic Partnership
Agreement, tidak menutup kemungkinan kontrak bisnis yang terjadi bukan
hanya kontrak bisnis antara warga negara Indonesia, namun juga kontrak
3 Yusuf Waluyo Jati, Uni Eropa Prioritaskan Perdagangan Bebas dengan Indonesia,
dalam : http://industri.bisnis.com/, acces 1 November 2017.
3
bisnis dengan warga negara asing. Menurut Michael D Bayles, pengertian
Hukum Kontrak adalah aturan hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan
perjanjian atau persetujuan, sedangkan menurut Lawrence M.
Friedman, Pengertian Hukum Kontrak adalah perangkat hukum yang hanya
mengatur aspek tertentu dari pasar dan mengatur jenis perjanjian tertentu.4
Di dalam hukum kontrak dikenal lima asas penting, yaitu, asas
kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas pacta sunt servanda, asas
iktikad baik, dan asas kepribadian.5 Berdasarkan kelima asas tersebut asas
kebebsan berkontrak yang telah diatur dalam pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata
yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” menerangkan bahwa para
pihak bebas menentukan apasaja yang ingin mereka perjanjikan didalam
kontrak.6 Tetapi penerapan asas kebebsan berkontrak tidak sepenuhnya
bebas, terdapat beberapa pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak
antara lain pasal 1320 tentang syarat sahnya suatu perjanjian, dimana diatur
secara tegas bahwa para pihak dilarang membuat kontrak yang bertentangan
atau tidak sesuai dengan undang-undang serta dilarang oleh ketertiban
umum dan kesusilaan.
Selain pembatasan dari pasal 1320 KUHPerdata terdapat pula
pembatasan penerapan asas kebebasan berkontrak yang ditemukan dalam
4 Salim H.S., 2010. Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia. Jakarta :
Sinar Grafika . Halaman 3
5 Salim H.S, 2004, Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak. Cet. II. Jakarta:
Sinar Grafika. hal. 11
6 Sutan Remy. 1993. Asas Kebebsan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi
Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia. Jakarta : Institut Bankir. Halaman47
4
Pasal 31 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
24 Tahun 2009 tentang bendera, bahasa dan lambang negara serta lagu
kebangsaan disebutkan bahwa:
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau
perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah
Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia atau perseorangan
warganegara Indonesia.
(2) Nota kesepahaman atau perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) yang melibatkan pihak asing ditulis juga dalam bahasa nasional
pihak asing tersebut dan/atau bahasa Inggris.
Penggunaan bahasa disini juga menjadi pembatasan dalam asas kebebsan
berkontrak.
Kewajiban penggunaan bahasa dalam perjanjian berdasar Undang-
Undang No. 24 tahun 2009 memang tidak menyebutkan sanksi atau akibat
hukum terhadap pelanggaran kewajiban penggunaan bahasa Indonesia
dalam perjanjian. Akan tetapi, banyak kekhawatiran muncul terutama
terkait dengan ancaman pembatalan terhadap kontrak-kontrak yang dibuat
dengan tidak menggunakan bahasa Indonesia yang melibatkan pihak asing
dan menggunakan hukum Indonesia sebagai pilihan hukumnya pada saat
ini. Beberapa waktu lalu, Menteri Hukum dan HAM mengeluarkan
tanggapan terhadap permohonan klarifikasi atas implikasi dan pelaksanaan
ketentuan Pasal 31 UU No. 24/2009 sebagai tanggapan terhadap
5
permohonan klarifikasi yang diajukan beberapa advokat di Jakarta.7
Adapun salah satu poin pernyataan surat Menkumham tersebut adalah
sebagai berikut: Penandatanganan perjanjian privat komersial dalam bahasa
Inggris tanpa disertai bahasa Indonesia tidak melanggar persyaratan
kewajiban sebagaimana dimaksud UU No. 24/2009 sehingga perjanjian
tersebut tetap sah dan tidak batal demi hukum atau tidak dapat dibatalkan. 8
Disamping itu terdapat Fakta yang terjadi Pada 31 Agustus
2015 lalu, Mahkamah Agung (MA) telah memutuskan Loan Agreement
antara Nine AM Ltd. Dan PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) batal
demi hukum karena melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor
24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu
Kebangsaan, terkait penggunaan bahasa dalam kontrak dengan pihak
asing. MA dalam putusannya telah menguatkan 2 (dua) putusan pada
tingkat peradilan sebelumnya yaitu pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta
Nomor 48/PDT/2014/PT.DKI tertanggal 7 Mei 2014 dan putusan pada
Pengadilan Negeri Jakarta Barat No. 451/PDT.G/2013/PN.JKT.BRT
tertanggal 20 Juni 2013, yang menyatakan Perjanjian Kredit antara Nine
AM Ltd dan BKPL tertanggal 23 April 2010 batal demi hukum.
Pada tahun 2010, antara Nine AM Ltd., dengan BKPL telah
mengadakan kesepakatan yang termuat dalam Loan Agreement tertanggal
23 April 2010. Berdasarkan Perjanjian tersebut BKPL menerima pinjaman
7 Ali, Menkumham: Perjanjian Berbahasa Inggris Tetap Sah, dalam:
http://hukumonline.com, acces pada 6 Agustus 2017. 8 Ibid
6
dana dari Nine AM Ltd. senilai US$ 4.422.000,-. Perjanjian tersebut dibuat
dalam bahasa Inggris tanpa ada penjelasannya dalam bahasa Indonesia.
Dalam Pasal 18 Loan Agreement tersebut diatur memgenai pilihan hukum
yang dipilih para pihak, ditentukan perjanjian tersebut diatur dan ditafsirkan
menurut hukum yang berlaku di indonesia dan menggunakan domisili
hukum di kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Untuk
menjamin terlaksanannya perjanjian tersebut, BKPL memberikan jaminan
fidusia berupa 6 unit truk caterpillar model 775 off highway kepada Nine
AM Ltd, yang termuat dalam Akta Perjanjian Jaminan Fidusia atas Benda,
No. 33 tertanggal 27 April 2010, yang dibuat dihadapan Popie Savitri
Martosuhardjo Pharmanto, S.H., Notaris dan PPAT di Jakarta. Berbeda
dengan perjanjian pokoknya, perjanjian jaminan fiducia tersebut dibuat
dalam bahasa Indonesia.
Setelah kontrak tersebut berjalan 2 tahun yaitu pada tahun 2012,
BKPL mengajukan gugatan kepada Nine AM Ltd., dengan tuntutan Loan
Agreement tertanggal 23 April 2010 batal demi hukum karena Loan
Agreement tersebut dibuat dalam bahasa Inggris tanpa ada terjemahannya
dalam bahasa Indonesia. Menurut BKPL, hal tersebut bertentangan dengan
UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara
serta Lagu Kebangsaan (UU Bahasa).BKPL menyatakan Loan
Agreement tersebut tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPerdata) jo. Pasal 1335 jo. Pasal 1337 KUHPerdata.
7
Dalam Pasal 31 ayat (1) UU Bahasa diatur, dalam nota kesepahaman
atau perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah
Republik Indonesia, swasta Indonesia atau perseorangan warga negara
Indonesia wajib menggunakan bahasa indonesia. Apabila perjanjian
tersebut melibatkan pihak asing maka ditulis juga dalam bahasa asing
dan/atau bahasa inggris. Majelis Hakim dalam putusannya tersebut
mengenyampingkan adanya surat dari Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia, No. M.HH.UM.01.01.35 tanggal 28
Desember 2009, perihal: Klarifikasi atas implikasi dan pelaksanaan UU No.
24 TAHUN 2009. Dalam surat tersebut Menteri Hukum dan HAM
berpendapat penggunaan Bahasa Inggris pada perjanjian tidak melanggar
syarat formil yang ditentukan dalam UU No. 24 tahun 2009 sampai
dikeluarkannya Peraturan Presiden. Akan adanya Peraturan Presiden
tersebut sebagaiman termuat dalam Pasal 40 UU Bahasa, yaitu ketentuan
lebih lanjut mengenai penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 sampai dengan Pasal 39 diatur dalam Peraturan
Presiden.
Majelis Hakim dalam pertimbangannya menyatakan, bahwa Loan
Agreement tersebut tidak dibuat dalam bahasa Indonesia, hal ini
membuktikan bahwa perjanjian yang dibuat para pihak bertentangan
dengan ketentuan Pasal 31 ayat (1) Undang Undang Nomor 24 Tahun 2009
sehingga dengan demikian perjanjian/Loan Agreement merupakan
perjanjian yang dibuat berdasarkan sebab yang terlarang, sehingga sesuai
8
ketentuan Pasal 1335 juncto Pasal 1337 KUHPerdata perjanjian tersebut
batal demi hukum, selanjutnya Akta perjanjian Jaminan Fiducia atas benda
tertanggal 30 Juli 2010 Nomor 77, yang merupakan perjanjian ikutan
(accesoir) juga harus dinyatakan batal demi hukum.
Selain itu, peraturan presiden yang nantinya akan dibuat tidak dapat
melumpuhkan kata-kata wajib sebagaimana tercantum dalam Pasal 31 ayat
(1) UU Bahasa, karena Peraturan Presiden mempunyai kedudukan yang
lebih rendah dari UU. Demikian pula dengan surat dari Menteri Hukum dan
Ham tersebut, tidak dapat mengalahkan ketentuan sebagaimana diatur
dalam UU. Dengan demikian karena Loan Agreement tersebut tidak dibuat
dalam bahasa Indonesia maka bertentangan dengan UU Bahasa sehingga
merupakan perjanjian yang terlarang karena dibuat dengan sebab
yang terlarang.
Selain menyatakan perjanjian pokok Loan Agreement batal demi
hukum, MA juga membatalkan Perjanjian Jaminan Fidusia yang merupakan
perjanjian accesoir dari Loan Agreement tersebut. Selain itu BKPL selaku
Penggugat diwajibkan untuk mengembalikan sisa uang pinjaman yang telah
diperolehnya dari Nine AM Ltd. yaitu sebesar USD 115.540. Kewajiban
menggunakan bahasa Indonesia di dalam perjanjian memang telah diatur
tegas di dalam UU Bahasa, namun tidak ada ketentuan mengenai sanksi
akan batalnya suatu perjanjian jika dibuat dalam bahasa lain selain bahasa
indonesia. Sehingga menurut hemat penulis putusan ini sangat
9
mengesampingkan keadilan dan kemanfaatan hukum demi mencapai
kepastian hokum.
Menurut hemat penulis, sebuah putusan pengadilan hendaknya
harus mencapai tiga tujuan hukum. Pengadilan sebagi bentuk suatu
penegakan hukum, dalam menegakkan hukum hendaknya ada tiga unsur
yang harus diperhatikan, yaitu: kepastian hukum, kemanfaatan dan
keadilan. Ketiga unsur tersebut harus ada kompromi, harus mendapat
perhatian secara proporsional seimbang. Namun menurut penulis, putusan
tersebut lebih mengarah kepada kepastian hukum, dan mengesampingkan
dua unsur yang lainnya.
Berdasarkan pemaparan diatas tentunya terdapat banyak polemik
terkait kontrak yang dibuat dalam bahasa asing yang menyebabkan penulis
tertarik untuk membuat penelitian hukum yang berjudul “Analisis
Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Pengadilan Negeri
No.451/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Bar Yang Dikuatkan Oleh Putusan
Pengadilan Tinggi No.48/PDT/2014/PT.DKI Dan Mahkamah Agung
No.1572/K/Pdt/2015 Tentang Pembatalan Kontrak Berbahasa Asing
Ditinjau Dari Prespektif Kepastian, Kemanfaatan Dan Keadilan
Hukum.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Pertimbangan Hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri
No.451/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Bar yang dikuatkan oleh Putusan Pengadilan
Tinggi No.48/PDT/2014/PT.DKI dan Mahkamah Agung
10
No.1572/K/Pdt/2015 Tentang Pembatalan Kontrak Berbahasa Asing
Ditinjau Dari Prespektif Kepastian, Kemanfaatan Dan Keadilan Hukum ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam putusan MA
No.24 Tahun 2009 ditinjau dari asas kebebasan berkontrak dan
Undang-Undang No.24 Tahun 2009.
2. Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam putusan MA
No.24 Tahun 2009 ditinjau dari keadilan dan kemanfaatan hukum.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan yang telah penulis paparkan diatas maka peneliti
berharap penelitian ini memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Penulisan Tugas Akhir ini diharapkan mampu memberikan tambahan
ilmu pengetahuan dan wawasan seputar akibat hukum kontrak yang
dibuat dengan bahasa asing tanpa disertai dengan bahasa Indonesia,
dan keabsahan berkontak dengan bahasa asing ditinjau dari asas
kebebasan berkontrak dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009.
2. Penelitian ini juga sebagai syarat bagi peneliti untuk memperolah gelar
sarjana, sekaligus menjadi lahan aktualisasi dan pengembangan
pemikiran serta wawasan penulis dalam bidang ilmu hukum
E. Metode Penelitian
1. Metode Pendekatan
11
Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian
masalah melalui tahap-tahap yang telah ditentukan sehingga mencapai
tujuan penelitian atau penulisan.9 Penulisan ini menggunakan metode
yuridis normatif , yang merupakan bentuk penelitian hukum dengan cara
menelaah hal-hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas
khususnya asas kepastian hukum, konsepsi-konsepsi, norma hukum
yang berkaitan dengan asas kebebasan berkontrak, perseroan terbatas,
dan undang-undang no. 24 Tahun 2009 . Pendekatan ini dikenal juga
dengan pendekatan kepustakaan yakni dengan mempelajari buku-buku,
jurnal-jurnal, peraturan perundang-undangan dan dokumen lain yang
berhubungan dengan penelitian ini.10 Maka dalam penulisan ini penulis
melakukan pengkajian menggunakan bahan hukum atau perundang-
undangan mengenai Perseroan Terbatas, Jenis Bahan Hukum
a. Bahan Hukum Primer yakni merupakan bahan hukum yang bersifat
Autoratif, artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer dalam
penelitian ini adalah Putusan PN No.251/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Bar,
Putusan PT No.48?PDT?2014?PT.DKI dan Putusan Mahkamah
Agung No.1572K/Pdt/2015 dan perundang – undangan yang diurut
berdasarkan hierarki Undang – Undang Dasar 1945, Undang –
Undang ( UU )/ Peraturan Pengganti Undang – Undang ( Perpu ),
Peraturan Pemerintah ( PP ), Peraturan Presiden ( Perpres ),
9 Abdul Kadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung:Citra Aditya
Bakti, halaman 112 10 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1985, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tijauan
Singkat, Jakarta : Rajawali Press, halaman 52.
12
Peraturan Daerah ( Perda )11 catatan-catatan tersmi, atau risalah
didalampembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan
hakim.12 Bahan Hukum Primer yang digunakan oleh penulis adalah
KUHPerdata/ Burgerlijk Wetboek dan Undang-Undang No.24
Tahun 2009 tentang bendera, bahasa dan lambing Negara serta lagu
kebangsaan.
b. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum yang menunjang
bahan hukum primer, dalam hal ini semua publikasi tentang hukum
yang bukan merupakan dokumen resmi. Publikasi tersebut meliputi
buku-buku teks, jurnal-jurnal hukum, artikel ilmiah internet,
pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum dan penulisan-penulisan
lainnya.13 Sehingga pada penulisan ini didukung dari beberapa studi
pustaka buku, makalah, Jurnal Hukum terkait dengan artikel-artikel
ilmiah, jurnal-jurnal dan makalah-makalah yang berkaitan dengan
kontrak internasional dan asas-asas dalam hukum kontrak.
c. Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang memberikan
petunjuk atau penjelasan bahan-bahan hukum primer dan sekunder
seperti kamus besar bahasa indonesia, kamus hukum, ensiklopedia,
dan lain-lain14.
11 Jhonny Ibrahim. 2005, Teori dan Merodologi Penelitian Hukum Normatif, Surabaya : Bayu
Media Publishing , halaman 296. 12 Peter Mahmud Marzuki, 2009, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Mulia,
halaman141 13 Jhoni Ibrahim , Op,Cit. halaman 392 14 Fakultas Hukum Universitas Muhammadyah Malang, Pedoman Penulisan Hukum,
Halaman 17
13
2. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum yang dilakukan adalah model
studi kepustakaan, dengan mengkaji informasi tertulis mengenai hukum
yang berasal dari berbagai sumber dan dipublikasikan secara luas serta
dibutuhkan dalam penelitian hukum normatif.15 Sebagaimana
disebutkan oleh Jhonny Ibrahim bahwa teknik pengumpulan data pada
penulisan hukum normatif berisi uraian logis prosedur pengumpulan
bahan hukum primer, bahan hukumsekunder dan bahan hukum tersier,
serta sebagaimana bahan hukum tersebut diinventarisasi dan
diklasifikasi dengan menyesuaikan masalah yang dibahas.
3. Teknik Analisa Bahan Hukum
Analisa data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan
bahan hukum selanjutnya penulis akan menganalisis permasalahan
dengan bahan hukum yang telah dipilih secara kualitatif lalu
mengkaitkan dengan permasalahan yang penulis peroleh, lalu akan
dianalisia dan akan diuraikan secara sistematis. Selanjutnya data
diseleksi dan diolah kemudian dinyatakan secara dekskriptif sehingga
selain menggambarkan dan mengungkapkan dasar hukumnya juga
dapat menberikan solusi terhadap permasalahan hukum yang dimaksud.
F. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan penulisan hukum ini, penulis membagi kedalam 4 bab
dan masing-masing terdiri atas sub yang bertujuan mempermudah
15 Ibid
14
pemahaman pembaca. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Merupakan bab yang memuat pendahuluan yang meliputi latar belakang,
rumusan masalaah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kegunaan
penelitian, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang kajian-kajian teoritis yang berkaitan dengan
permasalahan yang diangkat antara lain: Tinjauan umum tentang kontrak,
tinjauan umum tentang putusan Mahkamah Agung dan tinjauan umum asas
kebebasan berkontrak dalam hukum perdatainternasional, tinjauan umum
tentang asas kepastian, keadilan dan kemanfaatan.
BAB III PEMBAHASAN
Dalam bab ini berisi mengenai pembahasan yang diangkat oleh penulis serta
dianalisa berdasarkan kenyataan yang terjadi dan didukung dengan teori-
teori yang relevan dengan permasalahan dalam penulisan ini.
15
BAB IV PENUTUP
Bab ini adalah bab terakhir yang berisi kesimpulan dari pembahasan bab-
bab sebelumnya serta berisikan saran penulis dalam menanggapi masalah
yang menjadi fokus pembahasan.