bab i pendahuluan a. latar belakang...

28
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembentukan kualitas sumber daya manusia sejak masa sekolah akan mempengaruhi kualitas saat mereka mencapai usia produktif (BPOM, 2011). Anak usia sekolah adalah golongan yang memerlukan perhatian dalam konsumsi makanan dan zat gizi. Tumbuh dan berkembangnya anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar ( Restuastuti dkk, 2012). Salah satu aspek yang memegang peranan yang cukup penting dalam memberikan asupan energi dan gizi serta pemeliharaan ketahanan belajar bagi anak ketika berada di sekolah adalah pangan jajanan. Selama 6-8 jam per hari waktu anak dihabiskan di sekolah dan 90 persen anak sekolah membeli jajan di sekolah (BPOM, 2011). Pangan jajanan mempunyai cita rasa yang enak di lidah, mudah didapat, penampilan yang menarik dan harganya terjangkau sehingga banyak anak SD yang gemar membeli pangan jajanan tersebut. Namun, hal tersebut berbanding terbalik dengan kualitas jajanan, baik dari segi keamanan komposisinya maupun kebersihannya yang dapat membahayakan kesehatan anak. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2014 sekitar 40% - 44% pangan jajanan anak sekolah tidak memenuhi syarat kesehatan. Pangan jajanan anak sekolah yang tidak memenuhi syarat tersebut dikarenakan oleh beberapa faktor diantaranya adalah kondisi makanan yang tidak higienis, alat

Upload: ngokiet

Post on 30-Jul-2018

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembentukan kualitas sumber daya manusia sejak masa sekolah akan

mempengaruhi kualitas saat mereka mencapai usia produktif (BPOM, 2011).

Anak usia sekolah adalah golongan yang memerlukan perhatian dalam konsumsi

makanan dan zat gizi. Tumbuh dan berkembangnya anak usia sekolah yang

optimal tergantung pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik

serta benar ( Restuastuti dkk, 2012).

Salah satu aspek yang memegang peranan yang cukup penting dalam

memberikan asupan energi dan gizi serta pemeliharaan ketahanan belajar bagi

anak ketika berada di sekolah adalah pangan jajanan. Selama 6-8 jam per hari

waktu anak dihabiskan di sekolah dan 90 persen anak sekolah membeli jajan di

sekolah (BPOM, 2011). Pangan jajanan mempunyai cita rasa yang enak di lidah,

mudah didapat, penampilan yang menarik dan harganya terjangkau sehingga

banyak anak SD yang gemar membeli pangan jajanan tersebut. Namun, hal

tersebut berbanding terbalik dengan kualitas jajanan, baik dari segi keamanan

komposisinya maupun kebersihannya yang dapat membahayakan kesehatan anak.

Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2014 sekitar

40% - 44% pangan jajanan anak sekolah tidak memenuhi syarat kesehatan.

Pangan jajanan anak sekolah yang tidak memenuhi syarat tersebut dikarenakan

oleh beberapa faktor diantaranya adalah kondisi makanan yang tidak higienis, alat

2

yang digunakan untuk mengolah makanan tidak bersih, orang yang menjual atau

membuatnya tidak sehat, makanan yang terkontaminasi bakteri, hingga

penggunaan bahan-bahan berbahaya seperti boraks, formalin, rhodamin B, dan

methanil yellow (BPOM, 2014a).

Sementara berdasarkan penelitian yang dilakukan Badan Penelitian dan

Pengembangan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2013

menyatakan bahwa 26,4 persen anak usia sekolah dasar dan sekolah menengah

pertama menderita anemia gizi. Salah satunya disebabkan kebiasaan jajan

panganan-panganan yang mengenyangkan, tetapi miskin gizi. Pangan jajanan

anak sekolah hanya menyumbang 30 persen karbohidrat, 25 persen protein, dan

52 persen zat besi (Judarwanto, 2012).

Rendahnya perlindungan anak sekolah terhadap keamanan pangan jajanan

disebabkan karena kurangnya pengetahuan anak sekolah mengenai pemilihan

pangan jajanan yang sehat, aman dan bermutu. Untuk mengurangi paparan anak

sekolah terhadap makanan jajanan yang tidak sehat dan tidak aman diperlukan

kepedulian terhadap keamanan pangan jajanan dari bebagai pihak seperti guru,

orang tua, dan pemerintah. Disinilah pentingnya upaya promosi kesehatan dalam

hal pemilihan makanan jajanan khususnya pada anak sekolah yang merupakan

golongan usia pertumbuhan yang seharusnya mengonsumsi makanan sehat

(Judarwanto, 2012).

Tatanan sekolah merupakan salah satu ruang lingkup promosi kesehatan.

Promosi kesehatan di lingkungan sekolah sangat efektif karena anak sekolah

3

merupakan sasaran yang mudah dijangkau sebab terorganisasi dengan baik serta

merupakan kelompok umur yang peka dan mudah menerima perubahan. Anak

sekolah juga berada dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan sehingga

mudah untuk dibimbing, diarahkan, dan ditanamkan kebiasaan-kebiasaan baik

(Notoatmodjo, 2005).

Promosi kesehatan dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode

dan media yang disesuaikan dengan sasaran. Cara efektif dalam pendekatan

kelompok adalah dengan metode ceramah. Pada metode ceramah dapat terjadi

proses perubahan perilaku ke arah yang diharapkan melalui peran aktif sasaran

dan saling tukar pengalaman sesama sasaran (Notoatmodjo, 2005). Penelitian

yang dilakukan oleh Mutmainah (2013) mengenai pengaruh penyuluhan makanan

jajanan terhadap tingkat pengetahuan dan sikap mengenai makanan jajanan pada

siswa SD Negeri di Surakarta menyimpulkan bahwa penyuluhan dengan metode

ceramah berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat pengetahuan murid SDN

Bratan I dan SDN Kleco II di Surakarta. Begitu juga dengan penelitian Setiawati

(2014) mengenai pengaruh penyuluhan kesehatan reproduksi melalui metode

ceramah terhadap tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi pada siswa SMP

Negeri 9 Surakarta menyimpulkan bahwa penyuluhan dengan metode ceramah

dibantu dengan media slide power point berpengaruh secara signifikan terhadap

perubahan tingkat pengetahuan pada siswa SMP Negeri 9 Surakarta terbukti

bahwa promosi kesehatan dengan metode ceramah berpengaruh terhadap

peningkatan pengetahuan.

4

Pemerintah bekerja sama dengan BPOM juga telah melakukan upaya

promosi kesehatan untuk menuntaskan permasalahan dan meningkatkan

keamanan, mutu, gizi Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di Indonesia melalui

pencanangan gerakan aksi nasional PJAS yang di mulai pada tahun 2011. Salah

satu pelaksanaan aksi nasional tersebut adalah dengan Program Operasional Mobil

Keliling (Mobling) yang menitikberatkan pada penyuluhan PJAS. Program

Operasional Mobil Keliling (Mobling) di Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri,

BPOM Yogyakarta pada tahun 2014 sudah melakukan intervensi penyuluhan

PJAS ke 58 sekolah dasar (BPOM, 2014b). Sehingga masih banyak sekolah dasar

di Yogyakarta yang belum mendapatkan intervensi penyuluhan PJAS dari

Program Operasional Mobil Keliling (Mobling) yang dilaksanakan oleh BPOM

Yogyakarta termasuk salah satunya sekolah dasar di Kecamatan Mlati Kota

Yogyakarta.

Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk

mengetahui pengaruh penyuluhan dengan metode ceramah terhadap peningkatan

pengetahuan murid SD di Kecamatan Mlati dalam memilih jajanan yang sehat dan

aman.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat dirumuskan

masalah yaitu : Apakah penyuluhan dengan metode ceramah berpengaruh

terhadap peningkatan pengetahuan murid SD di Kecamatan Mlati dalam memilih

jajanan?

5

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyuluhan dengan

menggunakan metode ceramah terhadap peningkatan pengetahuan murid SD di

Kecamatan Mlati dalam memilih jajanan yang sehat dan aman.

D. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pengetahuan dalam

ilmu kefarmasian khususnya bidang farmasi kesehatan masyarakat.

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi murid sekolah agar

dapat mengetahui dan mampu memilih makanan jajanan yang aman dan

memenuhi syarat kesehatan.

3. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pihak sekolah

guna untuk meningkatkan sistem keamanan dan pengawasan terhadap

makanan jajanan sekolah.

E. Tinjauan Pustaka

1. Anak Sekolah Dasar

Usia antara 6-12 tahun adalah usia anak duduk di sekolah dasar. Pada

permulaan usia 6 tahun anak mulai masuk sekolah sehingga anak-anak mulai

masuk kedalam dunia baru dimana mulai banyak berhubungan dengan orang-

orang diluar keluarganya dan berkenalan dengan suasana dan lingkungan baru

dalam hidupnya. Hal ini tentu saja banyak mempengaruhi kebiasaan makan

mereka. Pengalaman-pengalaman baru, kegembiraan di sekolah, rasa takut

6

terlambat tiba di sekolah, menyebabkan anak-anak ini sering menyimpang dari

kebiasaan waktu makan yang sudah diberikan kepada mereka (Moehji, 2003).

Pola konsumsi anak dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal

dan faktor lingkungan. Faktor internal meliputi karakteristik anak tersebut

seperti usia, jenis kelamin, dan pengetahuan gizi anak. Sedangkan faktor

lingkungan meliputi teman sebaya, karakteristik orang tua seperti pendidikan

dan pendapatan, kebiasaan jajan dan sarapan, aktivitas fisik, besarnya uang

saku, ketersediaan makanan jajanan di sekolah, iklan dan pengetahuan gizi

orang tua (Brown dkk, 2005).

Anak usia sekolah dasar memiliki kebiasaan gemar membeli jajanan

baik di sekolah maupun di rumah. Mereka sudah dapat memilih dan

menentukan makanan apa yang disukai dan mana yang tidak. Anak-anak

mempunyai sifat berubah-ubah terhadap makanan. Seringkali anak memilih

makanan yang salah terlebih lagi jika orangtuanya tidak memberikan petunjuk

kepada anak. Selain itu, anak-anak lebih banyak menghabiskan waktu diluar

rumah, sehingga lebih mudah menjumpai aneka bentuk dan jenis makanan

jajanan, baik yang dijual di sekitar sekolah, lingkungan bermain ataupun

pemberian teman. Anak usia sekolah dasar selalu ingin mencoba makanan

yang baru dikenalnya (Moehji, 2003).

Anak sekolah merupakan kelompok yang sangat peka untuk menerima

perubahan atau pembaharuan, karena kelompok anak sekolah sedang berada

dalam taraf pertumbuhan dan perkembangan. Pada taraf ini anak dalam

kondisi peka terhadap stimulus sehingga mudah dibimbing, diarahkan, dan

7

ditanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik (Notoatmodjo, 2005), termasuk

juga diarahkan mengenai kebiasaan dalam memilih makanan jajanan yang

sehat. Sehingga dapat menjadi sasaran yang strategis dalam upaya perbaikan

gizi untuk meciptakan generasi penerus bangsa yang sehat dan berkualitas.

2. Promosi Kesehatan di Sekolah

Promosi kesehatan di sekolah adalah upaya meningkatkan kemampuan

peserta didik, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah agar mandiri dalam

mencegah penyakit, memelihara kesehatan, menciptakan dan memelihara

lingkungan sehat, terciptanya kebijakan sekolah sehat serta berperan aktif

dalam meningkatkan kesehatan masyarakat sekitarnya (Depkes RI, 2008a).

Mengadopsi Strategi Global Promosi Kesehatan Organisasi Kesehatan

Dunia yang dikutip oleh BPOM (2011) maka strategi promosi keamanan

pangan di sekolah dilakukan melalui :

a. Advokasi

Advokasi yaitu ragam tindakan yang dirancang untuk memperoleh

komitmen politik, dukungan kebijakan, penerimaan masyarakat, dan

dukungan sistem untuk mewujudkan tujuan program. Kesuksesan program

promosi kesehatan di sekolah sangat ditentukan oleh dukungan dari

berbagai pihak yang terkait dengan kepentingan kesehatan masyarakat,

khususnya kesehatan masyarakat sekolah. Guna mendapatkan dukungan

yang kuat dari berbagai pihak terkait tersebut perlu dilakukan upaya-upaya

advokasi untuk menyadarkan akan arti penting program kesehatan sekolah.

Advokasi lebih ditujukan kepada berbagai pihak yang akan menentukan

8

kebijakan program, termasuk kebijakan yang terkait dana untuk kegiatan

(Depkes RI, 2008a).

Salah satu contoh advokasi adalah Pencanangan Gerakan Aksi

Nasional Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) yang Aman, Bermutu, dan

Bergizi oleh Wakil Presiden yang menjabat pada saat itu yakni Boediono

pada tanggal 31 Januari 2011 merupakan langkah awal advokasi yang

telah dilakukan BPOM untuk melibatkan lintas sektor terkait Kementerian,

Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota, lembaga internasional, instansi

swasta melalui LSM, dan instansi non pemerintah lainnya dalam

menuntaskan permasalahan dan meningkatkan keamanan, mutu, gizi PJAS

di Indonesia.

b. Dukungan sosial

Dukungan sosial yaitu suatu kegiatan untuk memperoleh dukungan

dari komunitas sekolah dan masyarakat terhadap program yang

dilaksanakan.Dukungan sosial juga dimaksudkan untuk memperoleh peran

serta aktif komunitas sekolah dan masyarakat dalam menciptakan

lingkungan yang kondusif bagi berlakunya perubahan perilaku. Dukungan

sosial juga diwujudkan dalam keterlibatan lingkungan sekitar kelompok

sasaran dalam upaya mendorong akselerasi perubahan perilaku.

c. Pemberdayaan

Pemberdayaan yaitu kegiatan pemberdayaan komunitas sekolah

dilakukan melalui Penyuluhan Keamanan PJAS untuk meningkatkan

pengetahuan tentang keamanan PJAS dan memperbaiki perilaku higiene

9

dan sanitasi; Pengelolaan PJAS; Piagam Bintang Keamanan Pangan

Kantin Sekolah; Kampanye Keamanan PJAS; Penyuluhan untuk

Komunitas Sekolah (produsen PJAS, guru, siswa, orang tua, komite

sekolah, penjaja dan pengelola PJAS) tentang Perilaku Hidup Bersih dan

Sehat, Pameran PJAS yang sehat; Lomba Kantin Sehat Sekolah dan

sebagainya.

3. Penyuluhan

Penyuluhan merupakan upaya perubahan perilaku manusia yang

dilakukan melalui pendekatan edukatif. Pendekatan edukatif diartikan sebagai

rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematik, terencana, dan terarah

dengan peran serta aktif individu, kelompok, atau masyarakat untuk

memecahkan masalah dengan memperhitungkan faktor sosial, ekonomi, dan

budaya setempat. Selanjutnya, penyuluhan gizi dapat diartikan sebagai suatu

pendekatan edukatif untuk menghasilkan perilaku individu atau masyarakat

yang diperlukan dalam peningkatan derajat kesehatan dan mempertahankan

gizi baik (Suhardjo, 2003).

Berbicara tentang penyuluhan tidak terlepas dari bagaimana agar

sasaran penyuluhan dapat mengerti, memahami, tertarik, dan mengikuti apa

yang kita suluhkan dengan baik, benar, dan atas kesadarannya sendiri

berusaha untuk menerapkan ide-ide baru dalam kehidupannya. Oleh karena itu

penyuluhan membutuhkan suatu perencanaan yang matang, terarah, dan

berkesinambungan.

10

Penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku tidak mudah. Titik

berat penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku adalah penyuluhan yang

berkelanjutan. Dalam proses perubahan perilaku dituntut agar sasaran berubah

tidak semata-mata karena penambahan pengetahuan saja namun, diharapkan

juga adanya perubahan pada keterampilan sekaligus sikap mantap yang

menjurus kepada tindakan atau kerja yang lebih baik, produktif, dan

menguntungkan (Lucie, 2005).

a. Metode Penyuluhan

Metode adalah suatu alat untuk menghantar materi dan pesan

kesehatan, yang berfungsi untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan

dan keterampilan sasaran. Menurut Van Den Ban dan Hawkins yang

dikutip oleh Lucie (2005), metode yang dipilih oleh seorang agen

penyuluhan sangat tergantung pada tujuan yang ingin dicapai. Berdasarkan

pendekatan sasaran yang ingin dicapai, penggolongan metode penyuluhan

ada 3 (tiga) yaitu :

1) Metode berdasarkan pendekatan perorangan

Pada metode ini, penyuluh berhubungan langsung maupun

tidak langsung dengan sasaran secara perorangan. Metode ini sangat

efektif karena sasaran dapat langsung memecahkan masalahnya

dengan bimbingan khusus dari penyuluh. Kelemahan metode ini

adalah dari segi sasaran yang ingin dicapai kurang efektif karena

terbatasnya jangkauan penyuluh untuk mengunjungi dan membimbing

sasaran secara individu, selain itu juga membutuhkan banyak tenaga

11

penyuluh dan membutuhkan waktu yang lama. Contoh dari metode

berdasarkan pendekatan perorangan adalah kunjungan rumah dan

melalui telepon.

2) Metode berdasarkan pendekatan kelompok

Penyuluh berhubungan dengan sasaran secara kelompok.

Metode ini cukup efektif karena sasaran dibimbing dan diarahkan

untuk melakukan kegiatan yang lebih produktif atas dasar kerja sama.

Salah satu cara efektif dalam metode pendekatan kelompok adalah

dengan metode ceramah.

Dalam pendekatan kelompok banyak manfaat yang dapat

diambil seperti transfer informasi, tukar pendapat, umpan balik, dan

interaksi kelompok yang memberi kesempatan bertukar pengalaman.

Namun pada metode ini terdapat kesulitan dalam mengkoordinir

sasaran karena faktor geografis dan aktifitas.

3) Metode berdasarkan pendekatan massa

Metode ini dapat menjangkau sasaran dengan jumlah yang

banyak. Ditinjau dari segi penyampaian informasi, metode ini cukup

baik, tapi terbatas hanya dapat menimbulkan kesadaran dan

keingintahuan saja. Metode pendekatan massa dapat mempercepat

proses perubahan tetapi, jarang bisa mewujudkan perubahan perilaku.

Contoh metode berdasarkan pendekatan massa adalah pertemuan

umum, pertunjukan kesenian, penyebaran tulisan atau poster atau

media cetak lainnya, pemutaran film dan sebagainya.

12

b. Media Penyuluhan

Menurut Notoatmodjo (2005), penyuluhan tidak dapat lepas dari

media karena melalui media pesan disampaikan dengan mudah untuk

dipahami. Media dapat menghindari kesalahan persepsi, memperjelas

informasi, dan mempermudah pengertian. Media promosi kesehatan pada

hakikatnya adalah alat bantu promosi kesehatan yang dapat dilihat,

didengar, diraba, dirasa atau dicium, untuk memperlancar komunikasi dan

penyebar-luasan informasi (Depkes RI, 2008b). Dengan demikian, sasaran

dapat mempelajari pesan-pesan kesehatan dan mampu memutuskan

mengadopsi perilaku sesuai dengan pesan yang disampaikan. Berdasarkan

fungsinya sebagai penyaluran pesan-pesan kesehatan, media dibagi

menjadi 3 (tiga) (Notoatmodjo, 2003) yakni:

1) Media cetak sebagai alat untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan

yaitu:

a. Flip chart (lembar balik) ialah media penyampaian pesan

kesehatan dalam bentuk lembar balik, dimana tiap lembar berisi

gambar peragaan dan dibaliknya berisi informasi yang berkaitan

dengan gambar tersebut.

b. Booklet ialah pesan-pesan kesehatan dalam bentuk buku, baik

tulisan maupun gambar.

c. Poster ialah lembaran kertas dengan kata-kata dan gambar atau

simbol untuk menyampaikan pesan/ informasi kesehatan. Poster

13

biasanya ditempelkan pada suatu tempat yang mudah dilihat dan

banyak dilalui orang.

d. Leaflet ialah penyampaian informasi kesehatan dalam bentuk

kalimat, gambar ataupun kombinasi melalui lembaran yang dilipat.

e. Flyer (selebaran) seperti leaflet tapi tidak dalam bentuk lipatan.

f. Rubrik atau tulisan pada surat kabar atau majalah mengenai

bahasan suatu masalah kesehatan.

g. Foto yang mengungkapkan informasi-informasi kesehatan.

2) Media elektronik sebagai saluran untuk menyampaikan pesan-pesan

kesehatan memiliki jenis yang berbeda, antara lain:

a. Televisi : penyampaian informasi kesehatan dapat dalam bentuk

sandiwara, diskusi, kuis, cerdas cermat seputar masalah kesehatan.

b. Radio : penyampaian pesan-pesan kesehatan dalam bentuk tanya

jawab, sandiwara radio, ceramah tentang kesehatan.

c. Video : penyampaian informasi kesehatan dengan pemutaran video

yang berhubungan dengan kesehatan.

d. Slide : pada umumnya digunakan dengan sasaran kelompok atau

grup. Slide ini sangat efektif untuk membahas suatu topik tertentu,

dan peserta dapat mencermati setiap materi dengan cara seksama,

karena slide sifatnya dapat diulang-ulang (Depkes RI, 2008b).

e. Film : lebih kearah sasaran secara masal, sifatnya menghibur

namun bernuansa edukatif.

14

3) Media papan (Bill Board) yang dipasang di tempat umum dapat diisi

dengan pesan kesehatan. Media papan disini juga mencakup pesan

kesehatan yang ditulis pada lembaran seng yang ditempel pada

kendaraan-kendaraan umum.

Oleh karena itu penyuluhan yang menggunakan metode dan media

yang tepat dan sesuai dengan sasaran dapat mempengaruhi pengetahuan

individu/masyarakat yang dapat mempengaruhi sikap dan perilakunya.

Beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa penyuluhan dapat

mempengaruhi pengetahuan individu/masyarakat yaitu penelitian yang

dilakukan oleh Saragih (2010) yang menunjukkan bahwa penyuluhan

tentang makanan sehat dan gizi seimbang dengan metode ceramah dan

pemberian leaflet meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu dan penelitian

yang dilakukan oleh Setiawati (2014) menunjukkan bahwa penyuluhan

dengan metode ceramah dibantu dengan media slide power point

berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan tingkat pengetahuan

pada siswa SMP Negeri 9 Surakarta.

4. Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS)

Pangan jajanan merupakan salah satu jenis makanan yang sangat

dikenal dan umum di masyarakat, terutama anak usia sekolah. WHO (1996)

mengartikan pangan jajanan sebagai makanan dan minuman yang

dipersiapkan dan/atau dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan tempat-

tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi

15

kemudian tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut (Yasmin & Madanijah,

2010).

Menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi tahun 2004 yang

dikutip oleh Tampubolon (2009), jenis makanan jajanan digolongkan menjadi

3 (tiga), yaitu:

a. Makanan jajanan yang berbentuk panganan, misalnya kue-kue kecil,

pisang goreng, kue bugis, dan sebagainya.

b. Makanan jajanan yang diporsikan (menu utama), seperti mie bakso, nasi

goreng, mie goreng, mie rebus, dan sebagainya.

c. Makanan jajanan yang berbentuk minuman, seperti es krim, es campur, jus

buah, dan sebagainya.

Makanan jajanan digunakan sebagai alternatif untuk memenuhi

kebutuhan gizi anak sekolah karena keterbatasan waktu orang tua mengolah

makanan di rumah. Selain murah makanan jajanan juga mudah didapat.

Berdasarkan kondisi ini seharusnya makanan jajanan dapat dikelola menjadi

produk sehat yang aman dikonsumsi.

5. Keamanan Pangan

Keamanan pangan merupakan aspek yang sangat penting dalam

kehidupan sehari-hari. Kurangnya perhatian terhadap hal ini, telah sering

mengakibatkan terjadinya penurunan kesehatan konsumennya, mulai dari

keracunan makanan akibat tidak higienisnya proses penyimpanan dan

16

penyajian sampai risiko munculnya penyakit kanker akibat penggunaan bahan

tambahan (food additive) yang berbahaya (Syah, 2005).

Keamanan pangan merupakan masalah kompleks sebagai hasil

interaksi antara toksisitas mikrobiologik, toksisitas kimia, dan status gizi. Hal

ini saling berkaitan, dimana pangan yang tidak aman akan mempengaruhi

kesehatan manusia yang pada akhirnya menimbulkan masalah terhadap status

gizi (Khomsan, 2003). Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang

diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis,

kimia, dan benda lain tanpa membedakan apakah zat itu secara alami terdapat

dalam bahan makanan atau tercampur secara sengaja atau tidak sengaja

kedalam bahan makanan atau makanan jadi yang dapat mengganggu,

merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Pangan yang aman,

bermutu, dan bergizi tinggi sangat penting peranannya bagi pertumbuhan,

pemeliharaan, dan peningkatan derajat kesehatan serta peningkatan

kecerdasan masyarakat (Saparinto & Hidayati, 2006).

Pangan jajanan yang sehat dan aman adalah pangan jajanan yang tidak

mengandung bahan-bahan yang membahayakan kesehatan atau menimbulkan

penyakit atau keracunan yaitu bahaya biologis, bahaya kimia, dan bahaya fisik

(Riani, 2007).

a. Bahaya fisik dapat berupa benda asing yang masuk ke dalam pangan,

seperti isi stapler, batu atau kerikil, rambut, kaca.

17

b. Bahaya kimia dapat berupa cemaran bahan kimia yang masuk ke dalam

pangan atau karena racun yang sudah terkandung di dalam bahan pangan,

seperti: cairan pembersih, pestisida, cat, jamur beracun.

c. Bahaya biologis dapat disebabkan oleh mikroba patogen penyebab

keracunan pangan, seperti: virus, parasit, kapang, dan bakteri.

Adapun cara memilih pangan jajanan menurut Riani (2007) agar

terhindar dari bahaya-bahaya tersebut.

a. Cara memilih pangan jajanan agar terhindar dari bahaya biologis :

1) Memilih pangan yang dimasak dengan baik.

2) Hindari mengonsumsi pangan yang sudah bau dan rasanya sudah

berubah.

3) Pangan berkuah harus dimasak hingga kuahnya mendidih.

4) Pangan dikemas dengan kemasan yang bersih.

5) Jangan membeli pangan jajanan jika :

a) Lokasi penjualan kotor/berdebu, banyak dihinggapi lalat dan

serangga lainnya.

b) Alat pengolahan dan wadah penyimpanannya tidak bersih.

c) Air pencuci peralatan kotor.

d) Penjual pangan sakit.

e) Penjual pangan melakukan praktek yang buruk seperti merokok,

meludah, menggaruk kepala, bersin, kuku, dan tangan kotor.

f) Penjual pangan memegang pangan dengan tangan/alat bantu yang

tidak bersih.

18

g) Pangan sudah dipegang-pegang oleh orang lain.

6) Jangan membeli minuman yang :

a) Menggunakan air mentah.

b) Dicampur dengan es yang kotor.

b. Cara memilih pangan jajanan agar terhindar bahaya kimia :

1) Hindari membeli pangan yang dijual di tempat yang tak terlindungi

dari asap kendaraan bermotor.

2) Jangan membeli pangan yang dibungkus dengan kertas bekas atau

kertas koran.

3) Jangan terpedaya dengan harga murah. Pangan yang mengandung zat

kimia yang berbahaya dan dilarang digunakan dalam pangan biasanya

dijual dengan harga murah.

4) Amati warnanya. Jika warna makanan atau minuman terlalu mencolok

atau terlalu cerah maka besar kemungkinan pangan tersebut

mengandung pewarna tekstil yang bukan untuk pangan.

5) Cicipi rasanya. Jika terdapat rasa yang meyimpang makan pangan

tersebut mungkin mengandung zat kimia berbahaya dan dilarang

digunakan dalam pangan atau BTP dalam jumlah yang berlebihan.

6) Waspadai pangan gorengan yang terlihat berwarna gelap dan lebih

keras dari normalnya. Gorengan ini mungkin digoreng dengan minyak

goreng yang sudah digunakan berulang kali karena mengandung asam

lemak trans dan senyawa-senyawa peroksida yang mengakibatkan

kanker.

19

c. Cara memilih pangan jajanan agar terhindar dari bahaya fisik :

1) Memilih pangan yang dipajang/disimpan/disajikan dalam keadaan

tertutup untuk mencegah kontaminasi oleh debu dan serangga.

2) Hindari pangan yang dijual oleh pedagang yang mengenakan perhiasan

tangan yang berpeluang untuk lepas dan jatuh ke dalam makanan.

3) Amati kondisi pangan sebelum dikonsumsi apakah ada benda asing

atau tidak di dalamnya.

6. Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang Berbahaya

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

722/Menkes/Per/IX/1988 menyatakan bahwa bahan tambahan pangan adalah

bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan

merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai

gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud

teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan,

pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan, untuk menghasilkan

atau diharapkan menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas

pangan tersebut.

Bahan berbahaya adalah bahan kimia baik dalam bentuk tunggal

maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan

hidup secara langsung atau tidak langsung yang mempunyai sifat racun,

karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif, dan iritasi (Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor : 472/ Menkes/ Per/ V/ 1996 tentang Pengamanan Bahan

Berbahaya Bagi Kesehatan).

20

Pada dasarnya bahan kimia bersifat esensial dalam peningkatan

kesejahteraan manusia, dan penggunaannya sedemikian luas di berbagai sektor

antara lain industri, pertanian, pertambangan, dan lain sebagainya. Namun

adanya kecenderungan penggunaan yang salah (misuse) atau penyalahgunaan

sejumlah bahan (kimia) berbahaya oleh penjaja jajanan anak sekolah. Bahan

kimia berbahaya yang sering disalah gunakan pada pangan antara lain boraks,

formalin, rhodamin B, dan kuning metanil. Keempat bahan kimia tersebut

dilarang digunakan untuk pangan, sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

a. Boraks

Boraks atau natrium tetraborat mengandung sejumlah Na2B4O7,

yang setara dengan tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 105,0%

Na2B4O7.10H2O. Natrium tetraborat umumnya dijumpai dalam bentuk

hablur transparan tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau

dan larutan natrium tetraborat bersifat basa terhadap fenolftalein (Depkes

RI, 2014a). Boraks biasanya digunakan untuk bahan pembuat deterjen,

mengurangi kesadahan air, dan antiseptik (BPOM, 2015).

Boraks sering disalahgunakan sebagai bahan tambahan pangan

dalam mie basah untuk mendapatkan tekstur yang kenyal dan tidak mudah

putus serta tidak lengket. Selain itu boraks juga sering ditambahkan dalam

bakso, lontong, dan makanan jajanan basah yang lain dengan tujuan untuk

meningkatkan stabilitas makanan agar tidak mudah basi dan meningkatkan

tekstur makanan (Cahyadi, 2009).

21

Boraks beracun terhadap semua sel. Apabila tertelan senyawa ini

dapat menyebabkan efek negatif pada susunan syaraf pusat, ginjal, dan

hati. Ginjal merupakan organ yang paling besar mengalami kerusakan

dibandingkan dengan organ lain. Dosis fatal untuk dewasa berkisar antara

15-20 g dan untuk anak-anak 3-6 g. Bila tertelan, dapat menimbulkan

gejala-gejala yang tertunda meliputi badan terasa tidak nyaman (malaise),

mual, nyeri hebat pada perut bagian atas (epigastrik), pendarahan

gastroenteritis disertai muntah darah, diare, lemah, mengantuk, demam,

dan rasa sakit kepala (BPOM, 2006).

b. Formalin

Formalin (larutan formaldehid) adalah larutan yang tidak berwarna

dan baunya sangat menusuk. Formalin biasanya digunakan sebagai nahan

perekat untuk kayu lapis, desinfektan untuk peralatan rumah sakit, dan

untuk pengawet mayat. Formalin dilarang digunakan sebagai pengawet

pangan (BPOM, 2015).

Efek merugikan yang ditimbulkan akibat paparan formalin atau

larutan formaldehid melalui saluran pencernaan dapat mengakibatkan luka

korosif terhadap selaput lendir saluran pencernaan disertai mual, muntah,

rasa perih yang hebat, dan perforasi lambung. Efek sistemik dapat berupa

depresi susunan syaraf pusat, koma, kejang, albuminaria, terdapatnya sel

darah merah di urine (hematuria) dan asidosis metabolik. Dosis fatal

formalin melalui saluran pencernaan pernah dilaporkan sebesar 30 ml.

Formaldehid dapat mematikan sisi aktif dari protein-protein vital dalam

22

tubuh, maka molekul-molekul itu akan kehilangan fungsi dalam

metabolism akibatnya fungsi sel akan terhenti.

Pada dasarnya, formaldehid dalam jaringan tubuh sebagian besar

akan dimetabolisir kurang dari 2 menit oleh enzim formaldehid

dehidrogenase menjadi asam format yang kemudian diekskresikan tubuh

melalui urin dan sebagian dirubah menjadi CO2 yang dibuang melalui

nafas. Fraksi formaldehid yang tidak mengalami metabolisme akan terikat

secara stabil dengan makromolekul seluler protein DNA yang dapat

berupa ikatan silang (cross-linked). Ikatan silang formaldehid dengan

DNA dan protein ini diduga bertanggungjawab atas terjadinya kekacauan

informasi genetik dan konsekuensi lebih lanjut seperti terjadi mutasi

genetik dan sel kanker. Bila gen-gen rusak itu diwariskan, maka akan

terlahir generasi dengan cacat gen. Dalam pada itu, International Agency

Research on Cancer (IARC) mengklasifikasikannya sebagai karsinogenik

golongan 1 (cukup bukti sebagai karsinogen pada manusia), khususnya

pada saluran pernafasan (BPOM, 2006).

c. Rhodamin B

Rhodamin B adalah pewarna sintetis berbentuk serbuk kristal

merah keunguan dan dalam larutan akan berwarna merah terang

berpendar. Rhodamin B biasa digunakan untuk industri tekstil (kain) dan

kertas (BPOM, 2015). Rhodamin B sering disalahgunakan sebagai

pewarna dalam makanan dan minuman. Makanan dan minuman berwarna

merah sekali, menampakkan warna yang mencolok, produknya tampak

23

mengkilap, pada makanan kadang warna tidak merata (tidak homogen

karena ada yang menggumpal), setelah mengonsumsinya terasa sedikit

rasa pahit dan gatal di tenggorokan. Saos cabai atau saos tomat yang

warnanya membekas di tangan kemungkinan pewarna yang digunakan

adalah rhodamin B (BPOM, 2006).

Rhodamin B dapat menumpuk di lemak sehingga lama-kelamaan

jumlahnya akan terus bertambah. Rhodamin B diserap lebih banyak pada

saluran pencernaan dan menunjukkan ikatan protein yang kuat. Bahaya

akut rhodamin B bila tertelan dapat menyebabkan iritasi pada saluran

pencernaan dan air seni berwarna merah atau merah muda. Bahaya kronis

akibat konsumsi jangka panjang menyebabkan gangguan fungsi hati dan

kanker hati (BPOM, 2015).

d. Methanil yellow

Methanil yellow atau kuning metanil merupakan zat warna sintetis

berwarna kuning kecoklatan dan berbentuk padat atau serbuk yang

digunakan untuk pewarna tekstil (kain) dan cat (BPOM, 2015).

Makanan dan minuman yang ditambahkan pewarna methanil

yellow akan berwarna kuning mencolok, produknya tampak mengkilap,

pada makanan kadang warna tidak merata (tidak homogen karena ada

yang menggumpal). Potensi resiko akibat penyalahgunaan methanil yellow

sebagai pewarna pangan adalah dapat menyebabkan mual, muntah, sakit

perut, diare, panas, rasa tidak enak, dan tekanan darah rendah. Pada jangka

panjang dapat menyebabkan kanker kandung kemih (BPOM, 2006).

24

7. Pengetahuan Mengenai Pangan Jajanan

Pengetahuan merupakan hasil dari proses mencari tahu, dari yang

tadinya tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat menjadi dapat. Dalam proses

mencari tahu ini mencakup berbagai metode dan konsep-konsep, baik melalui

proses pendidikan maupun melalui pengalaman (Notoatmodjo, 2005).

Pengetahuan anak dapat diperoleh baik secara internal maupun

eksternal. Pengetahuan secara internal yaitu pengetahuan yang berasal dari

dirinya sendiri berdasarkan pengalaman hidup. Pengetahuan secara eksternal

yaitu pengetahuan yang berasal dari orang lain sehingga pengetahuan anak

tentang gizi bertambah (Solihin, 2005).

Pengetahuan mengenai pangan jajanan atau makanan jajanan adalah

kepandaian memilih makanan yang merupakan sumber zat-zat gizi dan

kepandaian dalam memilih makanan jajanan yang sehat (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan gizi anak sangat berpengaruh terhadap pemilihan makanan

jajanan. Pengetahuan gizi ini seperti cara membaca label tanggal kadaluarsa

dan membaca komposisi bahan makanan pada jajanan pabrikan. Sedangkan

untuk jajanan tradisional sebaiknya perlu diperhatikan cara memilih jajanan

yang bersih, perhatikan warnanya (terlalu terang/tidak), aromanya

(tengik/tidak), dan perhatikan penggunaan bumbu penyedap rasa. Pengetahuan

gizi ini akan sangat efektif jika diberikan sejak dini kepada anak karena

mereka mudah menyerap berbagai informasi yang diberikan dan diterapkan

dalam kehidupan sehari-hari.

25

8. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi

tingkat pengetahuan, antara lain :

a. Umur

Umur merupakan variabel yang selalu diperhatikan dalam

penelitian-penelitian epidemiologi yang merupakan salah satu hal yang

mempengaruhi pengetahuan. Umur adalah lamanya hidup seseorang dalam

tahun yang dihitung sejak dilahirkan. Semakin tinggi umur seseorang,

maka semakin bertambah pula ilmu atau pengetahuan yang dimiliki karena

pengetahuan seseorang diperoleh dari pengalaman sendiri maupun

pengalaman yang diperoleh dari orang lain.

b. Pendidikan

Pendidikan merupakan proses menumbuh kembangkan seluruh

kemampuan dan perilaku manusia melalui pengetahuan sehingga dalam

pendidikan perlu dipertimbangkan umur (proses perkembangan klien) dan

hubungan dengan proses belajar. Tingkat pendidikan juga merupakan

salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang atau lebih mudah

menerima ide-ide dan teknologi. Pendidikan meliputi peranan penting

dalam menentukan kualitas manusia. Dengan pendidikan manusia

dianggap akan memperoleh pengetahuan implikasinya. Semakin tinggi

pendidikan, hidup manusia akan semakin berkualitas karena pendidikan

yang tinggi akan membuahkan pengetahuan yang baik yang menjadikan

hidup yang berkualitas.

26

c. Paparan media massa

Melalui berbagai media massa baik cetak maupun elektronik maka

berbagai informasi dapat diterima oleh masyarakat sehingga seseorang

yang lebih sering terpapar media massa akan memperoleh informasi yang

lebih banyak dan dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki.

d. Sosial ekonomi (pendapatan)

Dalam memenuhi kebutuhan primer, maupun sekunder keluarga,

status ekonomi yang baik akan lebih mudah tercukupi dibanding orang

dengan status ekonomi rendah, semakin tinggi status sosial ekonomi

seseorang semakin mudah dalam mendapatkan pengetahuan sehingga

menjadikan hidup lebih berkualitas.

e. Hubungan sosial

Faktor hubungan sosial mempengaruhi kemampuan individu

sebagai komunikan untuk menerima pesan menurut model komunikasi

media. Apabila hubungan sosial seseorang dengan individu baik maka

pengetahuan yang dimiliki juga akan bertambah.

f. Pengalaman

Pengalaman adalah suatu sumber pengetahuan atau suatu cara

untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara

mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan

permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu. Pengalaman seseorang

individu tentang berbagai hal biasanya diperoleh dari lingkungan

27

kehidupan dalam proses pengembangan misalnya sering mengikuti

organisasi.

F. Landasan Teori

Promosi kesehatan di sekolah dapat dilakukan melalui advokasi,

dukungan sosial, dan pemberdayaan. Salah satu penerapan dari strategi

promosi kesehatan di sekolah adalah dengan penyuluhan kesehatan.

Penyuluhan kesehatan dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode

dan media yang disesuaikan dengan sasaran. Cara efektif dalam pendekatan

kelompok adalah dengan metode ceramah. Pada metode ceramah dapat terjadi

proses perubahan perilaku ke arah yang diharapkan melalui peran aktif sasaran

dan saling tukar pengalaman sesama sasaran (Notoatmodjo, 2005).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mutmainah (2013) menunjukkan

bahwa penyuluhan dengan metode ceramah berpengaruh secara signifikan

terhadap tingkat pengetahuan murid SDN Bratan I dan SDN Kleco II di

Surakarta.

G. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian ini menggambarkan bahwa yang akan

diteliti adalah pengaruh penyuluhan dengan metode ceramah terhadap

perubahan pengetahuan murid SD di Kecamatan Mlati dalam memilih jajanan.

Dalam kerangka konsep ini penyuluhan menggunakan metode ceramah

menjadi variabel bebas (independen variable) dan pengetahuan murid kelas V

28

SD dalam memilih jajanan menjadi variabel terikat (dependen variable).

Kerangka konsep penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Konsep

H. Hipotesis

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah penyuluhan dengan metode

ceramah berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan murid SD di kecamatan

Mlati dalam memilih jajanan.

Penyuluhan menggunakan

metode ceramah

Pengetahuan murid kelas V

SD dalam memilih jajanan

meningkat

Variabel terikat Variabel bebas