bab i pendahuluan a. latar belakang...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembentukan kualitas sumber daya manusia sejak masa sekolah akan
mempengaruhi kualitas saat mereka mencapai usia produktif (BPOM, 2011).
Anak usia sekolah adalah golongan yang memerlukan perhatian dalam konsumsi
makanan dan zat gizi. Tumbuh dan berkembangnya anak usia sekolah yang
optimal tergantung pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik
serta benar ( Restuastuti dkk, 2012).
Salah satu aspek yang memegang peranan yang cukup penting dalam
memberikan asupan energi dan gizi serta pemeliharaan ketahanan belajar bagi
anak ketika berada di sekolah adalah pangan jajanan. Selama 6-8 jam per hari
waktu anak dihabiskan di sekolah dan 90 persen anak sekolah membeli jajan di
sekolah (BPOM, 2011). Pangan jajanan mempunyai cita rasa yang enak di lidah,
mudah didapat, penampilan yang menarik dan harganya terjangkau sehingga
banyak anak SD yang gemar membeli pangan jajanan tersebut. Namun, hal
tersebut berbanding terbalik dengan kualitas jajanan, baik dari segi keamanan
komposisinya maupun kebersihannya yang dapat membahayakan kesehatan anak.
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2014 sekitar
40% - 44% pangan jajanan anak sekolah tidak memenuhi syarat kesehatan.
Pangan jajanan anak sekolah yang tidak memenuhi syarat tersebut dikarenakan
oleh beberapa faktor diantaranya adalah kondisi makanan yang tidak higienis, alat
2
yang digunakan untuk mengolah makanan tidak bersih, orang yang menjual atau
membuatnya tidak sehat, makanan yang terkontaminasi bakteri, hingga
penggunaan bahan-bahan berbahaya seperti boraks, formalin, rhodamin B, dan
methanil yellow (BPOM, 2014a).
Sementara berdasarkan penelitian yang dilakukan Badan Penelitian dan
Pengembangan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2013
menyatakan bahwa 26,4 persen anak usia sekolah dasar dan sekolah menengah
pertama menderita anemia gizi. Salah satunya disebabkan kebiasaan jajan
panganan-panganan yang mengenyangkan, tetapi miskin gizi. Pangan jajanan
anak sekolah hanya menyumbang 30 persen karbohidrat, 25 persen protein, dan
52 persen zat besi (Judarwanto, 2012).
Rendahnya perlindungan anak sekolah terhadap keamanan pangan jajanan
disebabkan karena kurangnya pengetahuan anak sekolah mengenai pemilihan
pangan jajanan yang sehat, aman dan bermutu. Untuk mengurangi paparan anak
sekolah terhadap makanan jajanan yang tidak sehat dan tidak aman diperlukan
kepedulian terhadap keamanan pangan jajanan dari bebagai pihak seperti guru,
orang tua, dan pemerintah. Disinilah pentingnya upaya promosi kesehatan dalam
hal pemilihan makanan jajanan khususnya pada anak sekolah yang merupakan
golongan usia pertumbuhan yang seharusnya mengonsumsi makanan sehat
(Judarwanto, 2012).
Tatanan sekolah merupakan salah satu ruang lingkup promosi kesehatan.
Promosi kesehatan di lingkungan sekolah sangat efektif karena anak sekolah
3
merupakan sasaran yang mudah dijangkau sebab terorganisasi dengan baik serta
merupakan kelompok umur yang peka dan mudah menerima perubahan. Anak
sekolah juga berada dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan sehingga
mudah untuk dibimbing, diarahkan, dan ditanamkan kebiasaan-kebiasaan baik
(Notoatmodjo, 2005).
Promosi kesehatan dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode
dan media yang disesuaikan dengan sasaran. Cara efektif dalam pendekatan
kelompok adalah dengan metode ceramah. Pada metode ceramah dapat terjadi
proses perubahan perilaku ke arah yang diharapkan melalui peran aktif sasaran
dan saling tukar pengalaman sesama sasaran (Notoatmodjo, 2005). Penelitian
yang dilakukan oleh Mutmainah (2013) mengenai pengaruh penyuluhan makanan
jajanan terhadap tingkat pengetahuan dan sikap mengenai makanan jajanan pada
siswa SD Negeri di Surakarta menyimpulkan bahwa penyuluhan dengan metode
ceramah berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat pengetahuan murid SDN
Bratan I dan SDN Kleco II di Surakarta. Begitu juga dengan penelitian Setiawati
(2014) mengenai pengaruh penyuluhan kesehatan reproduksi melalui metode
ceramah terhadap tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi pada siswa SMP
Negeri 9 Surakarta menyimpulkan bahwa penyuluhan dengan metode ceramah
dibantu dengan media slide power point berpengaruh secara signifikan terhadap
perubahan tingkat pengetahuan pada siswa SMP Negeri 9 Surakarta terbukti
bahwa promosi kesehatan dengan metode ceramah berpengaruh terhadap
peningkatan pengetahuan.
4
Pemerintah bekerja sama dengan BPOM juga telah melakukan upaya
promosi kesehatan untuk menuntaskan permasalahan dan meningkatkan
keamanan, mutu, gizi Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di Indonesia melalui
pencanangan gerakan aksi nasional PJAS yang di mulai pada tahun 2011. Salah
satu pelaksanaan aksi nasional tersebut adalah dengan Program Operasional Mobil
Keliling (Mobling) yang menitikberatkan pada penyuluhan PJAS. Program
Operasional Mobil Keliling (Mobling) di Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri,
BPOM Yogyakarta pada tahun 2014 sudah melakukan intervensi penyuluhan
PJAS ke 58 sekolah dasar (BPOM, 2014b). Sehingga masih banyak sekolah dasar
di Yogyakarta yang belum mendapatkan intervensi penyuluhan PJAS dari
Program Operasional Mobil Keliling (Mobling) yang dilaksanakan oleh BPOM
Yogyakarta termasuk salah satunya sekolah dasar di Kecamatan Mlati Kota
Yogyakarta.
Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui pengaruh penyuluhan dengan metode ceramah terhadap peningkatan
pengetahuan murid SD di Kecamatan Mlati dalam memilih jajanan yang sehat dan
aman.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat dirumuskan
masalah yaitu : Apakah penyuluhan dengan metode ceramah berpengaruh
terhadap peningkatan pengetahuan murid SD di Kecamatan Mlati dalam memilih
jajanan?
5
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyuluhan dengan
menggunakan metode ceramah terhadap peningkatan pengetahuan murid SD di
Kecamatan Mlati dalam memilih jajanan yang sehat dan aman.
D. Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pengetahuan dalam
ilmu kefarmasian khususnya bidang farmasi kesehatan masyarakat.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi murid sekolah agar
dapat mengetahui dan mampu memilih makanan jajanan yang aman dan
memenuhi syarat kesehatan.
3. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pihak sekolah
guna untuk meningkatkan sistem keamanan dan pengawasan terhadap
makanan jajanan sekolah.
E. Tinjauan Pustaka
1. Anak Sekolah Dasar
Usia antara 6-12 tahun adalah usia anak duduk di sekolah dasar. Pada
permulaan usia 6 tahun anak mulai masuk sekolah sehingga anak-anak mulai
masuk kedalam dunia baru dimana mulai banyak berhubungan dengan orang-
orang diluar keluarganya dan berkenalan dengan suasana dan lingkungan baru
dalam hidupnya. Hal ini tentu saja banyak mempengaruhi kebiasaan makan
mereka. Pengalaman-pengalaman baru, kegembiraan di sekolah, rasa takut
6
terlambat tiba di sekolah, menyebabkan anak-anak ini sering menyimpang dari
kebiasaan waktu makan yang sudah diberikan kepada mereka (Moehji, 2003).
Pola konsumsi anak dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal
dan faktor lingkungan. Faktor internal meliputi karakteristik anak tersebut
seperti usia, jenis kelamin, dan pengetahuan gizi anak. Sedangkan faktor
lingkungan meliputi teman sebaya, karakteristik orang tua seperti pendidikan
dan pendapatan, kebiasaan jajan dan sarapan, aktivitas fisik, besarnya uang
saku, ketersediaan makanan jajanan di sekolah, iklan dan pengetahuan gizi
orang tua (Brown dkk, 2005).
Anak usia sekolah dasar memiliki kebiasaan gemar membeli jajanan
baik di sekolah maupun di rumah. Mereka sudah dapat memilih dan
menentukan makanan apa yang disukai dan mana yang tidak. Anak-anak
mempunyai sifat berubah-ubah terhadap makanan. Seringkali anak memilih
makanan yang salah terlebih lagi jika orangtuanya tidak memberikan petunjuk
kepada anak. Selain itu, anak-anak lebih banyak menghabiskan waktu diluar
rumah, sehingga lebih mudah menjumpai aneka bentuk dan jenis makanan
jajanan, baik yang dijual di sekitar sekolah, lingkungan bermain ataupun
pemberian teman. Anak usia sekolah dasar selalu ingin mencoba makanan
yang baru dikenalnya (Moehji, 2003).
Anak sekolah merupakan kelompok yang sangat peka untuk menerima
perubahan atau pembaharuan, karena kelompok anak sekolah sedang berada
dalam taraf pertumbuhan dan perkembangan. Pada taraf ini anak dalam
kondisi peka terhadap stimulus sehingga mudah dibimbing, diarahkan, dan
7
ditanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik (Notoatmodjo, 2005), termasuk
juga diarahkan mengenai kebiasaan dalam memilih makanan jajanan yang
sehat. Sehingga dapat menjadi sasaran yang strategis dalam upaya perbaikan
gizi untuk meciptakan generasi penerus bangsa yang sehat dan berkualitas.
2. Promosi Kesehatan di Sekolah
Promosi kesehatan di sekolah adalah upaya meningkatkan kemampuan
peserta didik, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah agar mandiri dalam
mencegah penyakit, memelihara kesehatan, menciptakan dan memelihara
lingkungan sehat, terciptanya kebijakan sekolah sehat serta berperan aktif
dalam meningkatkan kesehatan masyarakat sekitarnya (Depkes RI, 2008a).
Mengadopsi Strategi Global Promosi Kesehatan Organisasi Kesehatan
Dunia yang dikutip oleh BPOM (2011) maka strategi promosi keamanan
pangan di sekolah dilakukan melalui :
a. Advokasi
Advokasi yaitu ragam tindakan yang dirancang untuk memperoleh
komitmen politik, dukungan kebijakan, penerimaan masyarakat, dan
dukungan sistem untuk mewujudkan tujuan program. Kesuksesan program
promosi kesehatan di sekolah sangat ditentukan oleh dukungan dari
berbagai pihak yang terkait dengan kepentingan kesehatan masyarakat,
khususnya kesehatan masyarakat sekolah. Guna mendapatkan dukungan
yang kuat dari berbagai pihak terkait tersebut perlu dilakukan upaya-upaya
advokasi untuk menyadarkan akan arti penting program kesehatan sekolah.
Advokasi lebih ditujukan kepada berbagai pihak yang akan menentukan
8
kebijakan program, termasuk kebijakan yang terkait dana untuk kegiatan
(Depkes RI, 2008a).
Salah satu contoh advokasi adalah Pencanangan Gerakan Aksi
Nasional Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) yang Aman, Bermutu, dan
Bergizi oleh Wakil Presiden yang menjabat pada saat itu yakni Boediono
pada tanggal 31 Januari 2011 merupakan langkah awal advokasi yang
telah dilakukan BPOM untuk melibatkan lintas sektor terkait Kementerian,
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota, lembaga internasional, instansi
swasta melalui LSM, dan instansi non pemerintah lainnya dalam
menuntaskan permasalahan dan meningkatkan keamanan, mutu, gizi PJAS
di Indonesia.
b. Dukungan sosial
Dukungan sosial yaitu suatu kegiatan untuk memperoleh dukungan
dari komunitas sekolah dan masyarakat terhadap program yang
dilaksanakan.Dukungan sosial juga dimaksudkan untuk memperoleh peran
serta aktif komunitas sekolah dan masyarakat dalam menciptakan
lingkungan yang kondusif bagi berlakunya perubahan perilaku. Dukungan
sosial juga diwujudkan dalam keterlibatan lingkungan sekitar kelompok
sasaran dalam upaya mendorong akselerasi perubahan perilaku.
c. Pemberdayaan
Pemberdayaan yaitu kegiatan pemberdayaan komunitas sekolah
dilakukan melalui Penyuluhan Keamanan PJAS untuk meningkatkan
pengetahuan tentang keamanan PJAS dan memperbaiki perilaku higiene
9
dan sanitasi; Pengelolaan PJAS; Piagam Bintang Keamanan Pangan
Kantin Sekolah; Kampanye Keamanan PJAS; Penyuluhan untuk
Komunitas Sekolah (produsen PJAS, guru, siswa, orang tua, komite
sekolah, penjaja dan pengelola PJAS) tentang Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat, Pameran PJAS yang sehat; Lomba Kantin Sehat Sekolah dan
sebagainya.
3. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan upaya perubahan perilaku manusia yang
dilakukan melalui pendekatan edukatif. Pendekatan edukatif diartikan sebagai
rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematik, terencana, dan terarah
dengan peran serta aktif individu, kelompok, atau masyarakat untuk
memecahkan masalah dengan memperhitungkan faktor sosial, ekonomi, dan
budaya setempat. Selanjutnya, penyuluhan gizi dapat diartikan sebagai suatu
pendekatan edukatif untuk menghasilkan perilaku individu atau masyarakat
yang diperlukan dalam peningkatan derajat kesehatan dan mempertahankan
gizi baik (Suhardjo, 2003).
Berbicara tentang penyuluhan tidak terlepas dari bagaimana agar
sasaran penyuluhan dapat mengerti, memahami, tertarik, dan mengikuti apa
yang kita suluhkan dengan baik, benar, dan atas kesadarannya sendiri
berusaha untuk menerapkan ide-ide baru dalam kehidupannya. Oleh karena itu
penyuluhan membutuhkan suatu perencanaan yang matang, terarah, dan
berkesinambungan.
10
Penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku tidak mudah. Titik
berat penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku adalah penyuluhan yang
berkelanjutan. Dalam proses perubahan perilaku dituntut agar sasaran berubah
tidak semata-mata karena penambahan pengetahuan saja namun, diharapkan
juga adanya perubahan pada keterampilan sekaligus sikap mantap yang
menjurus kepada tindakan atau kerja yang lebih baik, produktif, dan
menguntungkan (Lucie, 2005).
a. Metode Penyuluhan
Metode adalah suatu alat untuk menghantar materi dan pesan
kesehatan, yang berfungsi untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan
dan keterampilan sasaran. Menurut Van Den Ban dan Hawkins yang
dikutip oleh Lucie (2005), metode yang dipilih oleh seorang agen
penyuluhan sangat tergantung pada tujuan yang ingin dicapai. Berdasarkan
pendekatan sasaran yang ingin dicapai, penggolongan metode penyuluhan
ada 3 (tiga) yaitu :
1) Metode berdasarkan pendekatan perorangan
Pada metode ini, penyuluh berhubungan langsung maupun
tidak langsung dengan sasaran secara perorangan. Metode ini sangat
efektif karena sasaran dapat langsung memecahkan masalahnya
dengan bimbingan khusus dari penyuluh. Kelemahan metode ini
adalah dari segi sasaran yang ingin dicapai kurang efektif karena
terbatasnya jangkauan penyuluh untuk mengunjungi dan membimbing
sasaran secara individu, selain itu juga membutuhkan banyak tenaga
11
penyuluh dan membutuhkan waktu yang lama. Contoh dari metode
berdasarkan pendekatan perorangan adalah kunjungan rumah dan
melalui telepon.
2) Metode berdasarkan pendekatan kelompok
Penyuluh berhubungan dengan sasaran secara kelompok.
Metode ini cukup efektif karena sasaran dibimbing dan diarahkan
untuk melakukan kegiatan yang lebih produktif atas dasar kerja sama.
Salah satu cara efektif dalam metode pendekatan kelompok adalah
dengan metode ceramah.
Dalam pendekatan kelompok banyak manfaat yang dapat
diambil seperti transfer informasi, tukar pendapat, umpan balik, dan
interaksi kelompok yang memberi kesempatan bertukar pengalaman.
Namun pada metode ini terdapat kesulitan dalam mengkoordinir
sasaran karena faktor geografis dan aktifitas.
3) Metode berdasarkan pendekatan massa
Metode ini dapat menjangkau sasaran dengan jumlah yang
banyak. Ditinjau dari segi penyampaian informasi, metode ini cukup
baik, tapi terbatas hanya dapat menimbulkan kesadaran dan
keingintahuan saja. Metode pendekatan massa dapat mempercepat
proses perubahan tetapi, jarang bisa mewujudkan perubahan perilaku.
Contoh metode berdasarkan pendekatan massa adalah pertemuan
umum, pertunjukan kesenian, penyebaran tulisan atau poster atau
media cetak lainnya, pemutaran film dan sebagainya.
12
b. Media Penyuluhan
Menurut Notoatmodjo (2005), penyuluhan tidak dapat lepas dari
media karena melalui media pesan disampaikan dengan mudah untuk
dipahami. Media dapat menghindari kesalahan persepsi, memperjelas
informasi, dan mempermudah pengertian. Media promosi kesehatan pada
hakikatnya adalah alat bantu promosi kesehatan yang dapat dilihat,
didengar, diraba, dirasa atau dicium, untuk memperlancar komunikasi dan
penyebar-luasan informasi (Depkes RI, 2008b). Dengan demikian, sasaran
dapat mempelajari pesan-pesan kesehatan dan mampu memutuskan
mengadopsi perilaku sesuai dengan pesan yang disampaikan. Berdasarkan
fungsinya sebagai penyaluran pesan-pesan kesehatan, media dibagi
menjadi 3 (tiga) (Notoatmodjo, 2003) yakni:
1) Media cetak sebagai alat untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan
yaitu:
a. Flip chart (lembar balik) ialah media penyampaian pesan
kesehatan dalam bentuk lembar balik, dimana tiap lembar berisi
gambar peragaan dan dibaliknya berisi informasi yang berkaitan
dengan gambar tersebut.
b. Booklet ialah pesan-pesan kesehatan dalam bentuk buku, baik
tulisan maupun gambar.
c. Poster ialah lembaran kertas dengan kata-kata dan gambar atau
simbol untuk menyampaikan pesan/ informasi kesehatan. Poster
13
biasanya ditempelkan pada suatu tempat yang mudah dilihat dan
banyak dilalui orang.
d. Leaflet ialah penyampaian informasi kesehatan dalam bentuk
kalimat, gambar ataupun kombinasi melalui lembaran yang dilipat.
e. Flyer (selebaran) seperti leaflet tapi tidak dalam bentuk lipatan.
f. Rubrik atau tulisan pada surat kabar atau majalah mengenai
bahasan suatu masalah kesehatan.
g. Foto yang mengungkapkan informasi-informasi kesehatan.
2) Media elektronik sebagai saluran untuk menyampaikan pesan-pesan
kesehatan memiliki jenis yang berbeda, antara lain:
a. Televisi : penyampaian informasi kesehatan dapat dalam bentuk
sandiwara, diskusi, kuis, cerdas cermat seputar masalah kesehatan.
b. Radio : penyampaian pesan-pesan kesehatan dalam bentuk tanya
jawab, sandiwara radio, ceramah tentang kesehatan.
c. Video : penyampaian informasi kesehatan dengan pemutaran video
yang berhubungan dengan kesehatan.
d. Slide : pada umumnya digunakan dengan sasaran kelompok atau
grup. Slide ini sangat efektif untuk membahas suatu topik tertentu,
dan peserta dapat mencermati setiap materi dengan cara seksama,
karena slide sifatnya dapat diulang-ulang (Depkes RI, 2008b).
e. Film : lebih kearah sasaran secara masal, sifatnya menghibur
namun bernuansa edukatif.
14
3) Media papan (Bill Board) yang dipasang di tempat umum dapat diisi
dengan pesan kesehatan. Media papan disini juga mencakup pesan
kesehatan yang ditulis pada lembaran seng yang ditempel pada
kendaraan-kendaraan umum.
Oleh karena itu penyuluhan yang menggunakan metode dan media
yang tepat dan sesuai dengan sasaran dapat mempengaruhi pengetahuan
individu/masyarakat yang dapat mempengaruhi sikap dan perilakunya.
Beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa penyuluhan dapat
mempengaruhi pengetahuan individu/masyarakat yaitu penelitian yang
dilakukan oleh Saragih (2010) yang menunjukkan bahwa penyuluhan
tentang makanan sehat dan gizi seimbang dengan metode ceramah dan
pemberian leaflet meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu dan penelitian
yang dilakukan oleh Setiawati (2014) menunjukkan bahwa penyuluhan
dengan metode ceramah dibantu dengan media slide power point
berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan tingkat pengetahuan
pada siswa SMP Negeri 9 Surakarta.
4. Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS)
Pangan jajanan merupakan salah satu jenis makanan yang sangat
dikenal dan umum di masyarakat, terutama anak usia sekolah. WHO (1996)
mengartikan pangan jajanan sebagai makanan dan minuman yang
dipersiapkan dan/atau dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan tempat-
tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi
15
kemudian tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut (Yasmin & Madanijah,
2010).
Menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi tahun 2004 yang
dikutip oleh Tampubolon (2009), jenis makanan jajanan digolongkan menjadi
3 (tiga), yaitu:
a. Makanan jajanan yang berbentuk panganan, misalnya kue-kue kecil,
pisang goreng, kue bugis, dan sebagainya.
b. Makanan jajanan yang diporsikan (menu utama), seperti mie bakso, nasi
goreng, mie goreng, mie rebus, dan sebagainya.
c. Makanan jajanan yang berbentuk minuman, seperti es krim, es campur, jus
buah, dan sebagainya.
Makanan jajanan digunakan sebagai alternatif untuk memenuhi
kebutuhan gizi anak sekolah karena keterbatasan waktu orang tua mengolah
makanan di rumah. Selain murah makanan jajanan juga mudah didapat.
Berdasarkan kondisi ini seharusnya makanan jajanan dapat dikelola menjadi
produk sehat yang aman dikonsumsi.
5. Keamanan Pangan
Keamanan pangan merupakan aspek yang sangat penting dalam
kehidupan sehari-hari. Kurangnya perhatian terhadap hal ini, telah sering
mengakibatkan terjadinya penurunan kesehatan konsumennya, mulai dari
keracunan makanan akibat tidak higienisnya proses penyimpanan dan
16
penyajian sampai risiko munculnya penyakit kanker akibat penggunaan bahan
tambahan (food additive) yang berbahaya (Syah, 2005).
Keamanan pangan merupakan masalah kompleks sebagai hasil
interaksi antara toksisitas mikrobiologik, toksisitas kimia, dan status gizi. Hal
ini saling berkaitan, dimana pangan yang tidak aman akan mempengaruhi
kesehatan manusia yang pada akhirnya menimbulkan masalah terhadap status
gizi (Khomsan, 2003). Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang
diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis,
kimia, dan benda lain tanpa membedakan apakah zat itu secara alami terdapat
dalam bahan makanan atau tercampur secara sengaja atau tidak sengaja
kedalam bahan makanan atau makanan jadi yang dapat mengganggu,
merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Pangan yang aman,
bermutu, dan bergizi tinggi sangat penting peranannya bagi pertumbuhan,
pemeliharaan, dan peningkatan derajat kesehatan serta peningkatan
kecerdasan masyarakat (Saparinto & Hidayati, 2006).
Pangan jajanan yang sehat dan aman adalah pangan jajanan yang tidak
mengandung bahan-bahan yang membahayakan kesehatan atau menimbulkan
penyakit atau keracunan yaitu bahaya biologis, bahaya kimia, dan bahaya fisik
(Riani, 2007).
a. Bahaya fisik dapat berupa benda asing yang masuk ke dalam pangan,
seperti isi stapler, batu atau kerikil, rambut, kaca.
17
b. Bahaya kimia dapat berupa cemaran bahan kimia yang masuk ke dalam
pangan atau karena racun yang sudah terkandung di dalam bahan pangan,
seperti: cairan pembersih, pestisida, cat, jamur beracun.
c. Bahaya biologis dapat disebabkan oleh mikroba patogen penyebab
keracunan pangan, seperti: virus, parasit, kapang, dan bakteri.
Adapun cara memilih pangan jajanan menurut Riani (2007) agar
terhindar dari bahaya-bahaya tersebut.
a. Cara memilih pangan jajanan agar terhindar dari bahaya biologis :
1) Memilih pangan yang dimasak dengan baik.
2) Hindari mengonsumsi pangan yang sudah bau dan rasanya sudah
berubah.
3) Pangan berkuah harus dimasak hingga kuahnya mendidih.
4) Pangan dikemas dengan kemasan yang bersih.
5) Jangan membeli pangan jajanan jika :
a) Lokasi penjualan kotor/berdebu, banyak dihinggapi lalat dan
serangga lainnya.
b) Alat pengolahan dan wadah penyimpanannya tidak bersih.
c) Air pencuci peralatan kotor.
d) Penjual pangan sakit.
e) Penjual pangan melakukan praktek yang buruk seperti merokok,
meludah, menggaruk kepala, bersin, kuku, dan tangan kotor.
f) Penjual pangan memegang pangan dengan tangan/alat bantu yang
tidak bersih.
18
g) Pangan sudah dipegang-pegang oleh orang lain.
6) Jangan membeli minuman yang :
a) Menggunakan air mentah.
b) Dicampur dengan es yang kotor.
b. Cara memilih pangan jajanan agar terhindar bahaya kimia :
1) Hindari membeli pangan yang dijual di tempat yang tak terlindungi
dari asap kendaraan bermotor.
2) Jangan membeli pangan yang dibungkus dengan kertas bekas atau
kertas koran.
3) Jangan terpedaya dengan harga murah. Pangan yang mengandung zat
kimia yang berbahaya dan dilarang digunakan dalam pangan biasanya
dijual dengan harga murah.
4) Amati warnanya. Jika warna makanan atau minuman terlalu mencolok
atau terlalu cerah maka besar kemungkinan pangan tersebut
mengandung pewarna tekstil yang bukan untuk pangan.
5) Cicipi rasanya. Jika terdapat rasa yang meyimpang makan pangan
tersebut mungkin mengandung zat kimia berbahaya dan dilarang
digunakan dalam pangan atau BTP dalam jumlah yang berlebihan.
6) Waspadai pangan gorengan yang terlihat berwarna gelap dan lebih
keras dari normalnya. Gorengan ini mungkin digoreng dengan minyak
goreng yang sudah digunakan berulang kali karena mengandung asam
lemak trans dan senyawa-senyawa peroksida yang mengakibatkan
kanker.
19
c. Cara memilih pangan jajanan agar terhindar dari bahaya fisik :
1) Memilih pangan yang dipajang/disimpan/disajikan dalam keadaan
tertutup untuk mencegah kontaminasi oleh debu dan serangga.
2) Hindari pangan yang dijual oleh pedagang yang mengenakan perhiasan
tangan yang berpeluang untuk lepas dan jatuh ke dalam makanan.
3) Amati kondisi pangan sebelum dikonsumsi apakah ada benda asing
atau tidak di dalamnya.
6. Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang Berbahaya
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
722/Menkes/Per/IX/1988 menyatakan bahwa bahan tambahan pangan adalah
bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan
merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai
gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud
teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan,
pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan, untuk menghasilkan
atau diharapkan menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas
pangan tersebut.
Bahan berbahaya adalah bahan kimia baik dalam bentuk tunggal
maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan
hidup secara langsung atau tidak langsung yang mempunyai sifat racun,
karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif, dan iritasi (Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor : 472/ Menkes/ Per/ V/ 1996 tentang Pengamanan Bahan
Berbahaya Bagi Kesehatan).
20
Pada dasarnya bahan kimia bersifat esensial dalam peningkatan
kesejahteraan manusia, dan penggunaannya sedemikian luas di berbagai sektor
antara lain industri, pertanian, pertambangan, dan lain sebagainya. Namun
adanya kecenderungan penggunaan yang salah (misuse) atau penyalahgunaan
sejumlah bahan (kimia) berbahaya oleh penjaja jajanan anak sekolah. Bahan
kimia berbahaya yang sering disalah gunakan pada pangan antara lain boraks,
formalin, rhodamin B, dan kuning metanil. Keempat bahan kimia tersebut
dilarang digunakan untuk pangan, sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
a. Boraks
Boraks atau natrium tetraborat mengandung sejumlah Na2B4O7,
yang setara dengan tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 105,0%
Na2B4O7.10H2O. Natrium tetraborat umumnya dijumpai dalam bentuk
hablur transparan tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau
dan larutan natrium tetraborat bersifat basa terhadap fenolftalein (Depkes
RI, 2014a). Boraks biasanya digunakan untuk bahan pembuat deterjen,
mengurangi kesadahan air, dan antiseptik (BPOM, 2015).
Boraks sering disalahgunakan sebagai bahan tambahan pangan
dalam mie basah untuk mendapatkan tekstur yang kenyal dan tidak mudah
putus serta tidak lengket. Selain itu boraks juga sering ditambahkan dalam
bakso, lontong, dan makanan jajanan basah yang lain dengan tujuan untuk
meningkatkan stabilitas makanan agar tidak mudah basi dan meningkatkan
tekstur makanan (Cahyadi, 2009).
21
Boraks beracun terhadap semua sel. Apabila tertelan senyawa ini
dapat menyebabkan efek negatif pada susunan syaraf pusat, ginjal, dan
hati. Ginjal merupakan organ yang paling besar mengalami kerusakan
dibandingkan dengan organ lain. Dosis fatal untuk dewasa berkisar antara
15-20 g dan untuk anak-anak 3-6 g. Bila tertelan, dapat menimbulkan
gejala-gejala yang tertunda meliputi badan terasa tidak nyaman (malaise),
mual, nyeri hebat pada perut bagian atas (epigastrik), pendarahan
gastroenteritis disertai muntah darah, diare, lemah, mengantuk, demam,
dan rasa sakit kepala (BPOM, 2006).
b. Formalin
Formalin (larutan formaldehid) adalah larutan yang tidak berwarna
dan baunya sangat menusuk. Formalin biasanya digunakan sebagai nahan
perekat untuk kayu lapis, desinfektan untuk peralatan rumah sakit, dan
untuk pengawet mayat. Formalin dilarang digunakan sebagai pengawet
pangan (BPOM, 2015).
Efek merugikan yang ditimbulkan akibat paparan formalin atau
larutan formaldehid melalui saluran pencernaan dapat mengakibatkan luka
korosif terhadap selaput lendir saluran pencernaan disertai mual, muntah,
rasa perih yang hebat, dan perforasi lambung. Efek sistemik dapat berupa
depresi susunan syaraf pusat, koma, kejang, albuminaria, terdapatnya sel
darah merah di urine (hematuria) dan asidosis metabolik. Dosis fatal
formalin melalui saluran pencernaan pernah dilaporkan sebesar 30 ml.
Formaldehid dapat mematikan sisi aktif dari protein-protein vital dalam
22
tubuh, maka molekul-molekul itu akan kehilangan fungsi dalam
metabolism akibatnya fungsi sel akan terhenti.
Pada dasarnya, formaldehid dalam jaringan tubuh sebagian besar
akan dimetabolisir kurang dari 2 menit oleh enzim formaldehid
dehidrogenase menjadi asam format yang kemudian diekskresikan tubuh
melalui urin dan sebagian dirubah menjadi CO2 yang dibuang melalui
nafas. Fraksi formaldehid yang tidak mengalami metabolisme akan terikat
secara stabil dengan makromolekul seluler protein DNA yang dapat
berupa ikatan silang (cross-linked). Ikatan silang formaldehid dengan
DNA dan protein ini diduga bertanggungjawab atas terjadinya kekacauan
informasi genetik dan konsekuensi lebih lanjut seperti terjadi mutasi
genetik dan sel kanker. Bila gen-gen rusak itu diwariskan, maka akan
terlahir generasi dengan cacat gen. Dalam pada itu, International Agency
Research on Cancer (IARC) mengklasifikasikannya sebagai karsinogenik
golongan 1 (cukup bukti sebagai karsinogen pada manusia), khususnya
pada saluran pernafasan (BPOM, 2006).
c. Rhodamin B
Rhodamin B adalah pewarna sintetis berbentuk serbuk kristal
merah keunguan dan dalam larutan akan berwarna merah terang
berpendar. Rhodamin B biasa digunakan untuk industri tekstil (kain) dan
kertas (BPOM, 2015). Rhodamin B sering disalahgunakan sebagai
pewarna dalam makanan dan minuman. Makanan dan minuman berwarna
merah sekali, menampakkan warna yang mencolok, produknya tampak
23
mengkilap, pada makanan kadang warna tidak merata (tidak homogen
karena ada yang menggumpal), setelah mengonsumsinya terasa sedikit
rasa pahit dan gatal di tenggorokan. Saos cabai atau saos tomat yang
warnanya membekas di tangan kemungkinan pewarna yang digunakan
adalah rhodamin B (BPOM, 2006).
Rhodamin B dapat menumpuk di lemak sehingga lama-kelamaan
jumlahnya akan terus bertambah. Rhodamin B diserap lebih banyak pada
saluran pencernaan dan menunjukkan ikatan protein yang kuat. Bahaya
akut rhodamin B bila tertelan dapat menyebabkan iritasi pada saluran
pencernaan dan air seni berwarna merah atau merah muda. Bahaya kronis
akibat konsumsi jangka panjang menyebabkan gangguan fungsi hati dan
kanker hati (BPOM, 2015).
d. Methanil yellow
Methanil yellow atau kuning metanil merupakan zat warna sintetis
berwarna kuning kecoklatan dan berbentuk padat atau serbuk yang
digunakan untuk pewarna tekstil (kain) dan cat (BPOM, 2015).
Makanan dan minuman yang ditambahkan pewarna methanil
yellow akan berwarna kuning mencolok, produknya tampak mengkilap,
pada makanan kadang warna tidak merata (tidak homogen karena ada
yang menggumpal). Potensi resiko akibat penyalahgunaan methanil yellow
sebagai pewarna pangan adalah dapat menyebabkan mual, muntah, sakit
perut, diare, panas, rasa tidak enak, dan tekanan darah rendah. Pada jangka
panjang dapat menyebabkan kanker kandung kemih (BPOM, 2006).
24
7. Pengetahuan Mengenai Pangan Jajanan
Pengetahuan merupakan hasil dari proses mencari tahu, dari yang
tadinya tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat menjadi dapat. Dalam proses
mencari tahu ini mencakup berbagai metode dan konsep-konsep, baik melalui
proses pendidikan maupun melalui pengalaman (Notoatmodjo, 2005).
Pengetahuan anak dapat diperoleh baik secara internal maupun
eksternal. Pengetahuan secara internal yaitu pengetahuan yang berasal dari
dirinya sendiri berdasarkan pengalaman hidup. Pengetahuan secara eksternal
yaitu pengetahuan yang berasal dari orang lain sehingga pengetahuan anak
tentang gizi bertambah (Solihin, 2005).
Pengetahuan mengenai pangan jajanan atau makanan jajanan adalah
kepandaian memilih makanan yang merupakan sumber zat-zat gizi dan
kepandaian dalam memilih makanan jajanan yang sehat (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan gizi anak sangat berpengaruh terhadap pemilihan makanan
jajanan. Pengetahuan gizi ini seperti cara membaca label tanggal kadaluarsa
dan membaca komposisi bahan makanan pada jajanan pabrikan. Sedangkan
untuk jajanan tradisional sebaiknya perlu diperhatikan cara memilih jajanan
yang bersih, perhatikan warnanya (terlalu terang/tidak), aromanya
(tengik/tidak), dan perhatikan penggunaan bumbu penyedap rasa. Pengetahuan
gizi ini akan sangat efektif jika diberikan sejak dini kepada anak karena
mereka mudah menyerap berbagai informasi yang diberikan dan diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari.
25
8. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat pengetahuan, antara lain :
a. Umur
Umur merupakan variabel yang selalu diperhatikan dalam
penelitian-penelitian epidemiologi yang merupakan salah satu hal yang
mempengaruhi pengetahuan. Umur adalah lamanya hidup seseorang dalam
tahun yang dihitung sejak dilahirkan. Semakin tinggi umur seseorang,
maka semakin bertambah pula ilmu atau pengetahuan yang dimiliki karena
pengetahuan seseorang diperoleh dari pengalaman sendiri maupun
pengalaman yang diperoleh dari orang lain.
b. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses menumbuh kembangkan seluruh
kemampuan dan perilaku manusia melalui pengetahuan sehingga dalam
pendidikan perlu dipertimbangkan umur (proses perkembangan klien) dan
hubungan dengan proses belajar. Tingkat pendidikan juga merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang atau lebih mudah
menerima ide-ide dan teknologi. Pendidikan meliputi peranan penting
dalam menentukan kualitas manusia. Dengan pendidikan manusia
dianggap akan memperoleh pengetahuan implikasinya. Semakin tinggi
pendidikan, hidup manusia akan semakin berkualitas karena pendidikan
yang tinggi akan membuahkan pengetahuan yang baik yang menjadikan
hidup yang berkualitas.
26
c. Paparan media massa
Melalui berbagai media massa baik cetak maupun elektronik maka
berbagai informasi dapat diterima oleh masyarakat sehingga seseorang
yang lebih sering terpapar media massa akan memperoleh informasi yang
lebih banyak dan dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki.
d. Sosial ekonomi (pendapatan)
Dalam memenuhi kebutuhan primer, maupun sekunder keluarga,
status ekonomi yang baik akan lebih mudah tercukupi dibanding orang
dengan status ekonomi rendah, semakin tinggi status sosial ekonomi
seseorang semakin mudah dalam mendapatkan pengetahuan sehingga
menjadikan hidup lebih berkualitas.
e. Hubungan sosial
Faktor hubungan sosial mempengaruhi kemampuan individu
sebagai komunikan untuk menerima pesan menurut model komunikasi
media. Apabila hubungan sosial seseorang dengan individu baik maka
pengetahuan yang dimiliki juga akan bertambah.
f. Pengalaman
Pengalaman adalah suatu sumber pengetahuan atau suatu cara
untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara
mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu. Pengalaman seseorang
individu tentang berbagai hal biasanya diperoleh dari lingkungan
27
kehidupan dalam proses pengembangan misalnya sering mengikuti
organisasi.
F. Landasan Teori
Promosi kesehatan di sekolah dapat dilakukan melalui advokasi,
dukungan sosial, dan pemberdayaan. Salah satu penerapan dari strategi
promosi kesehatan di sekolah adalah dengan penyuluhan kesehatan.
Penyuluhan kesehatan dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode
dan media yang disesuaikan dengan sasaran. Cara efektif dalam pendekatan
kelompok adalah dengan metode ceramah. Pada metode ceramah dapat terjadi
proses perubahan perilaku ke arah yang diharapkan melalui peran aktif sasaran
dan saling tukar pengalaman sesama sasaran (Notoatmodjo, 2005).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mutmainah (2013) menunjukkan
bahwa penyuluhan dengan metode ceramah berpengaruh secara signifikan
terhadap tingkat pengetahuan murid SDN Bratan I dan SDN Kleco II di
Surakarta.
G. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian ini menggambarkan bahwa yang akan
diteliti adalah pengaruh penyuluhan dengan metode ceramah terhadap
perubahan pengetahuan murid SD di Kecamatan Mlati dalam memilih jajanan.
Dalam kerangka konsep ini penyuluhan menggunakan metode ceramah
menjadi variabel bebas (independen variable) dan pengetahuan murid kelas V
28
SD dalam memilih jajanan menjadi variabel terikat (dependen variable).
Kerangka konsep penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Konsep
H. Hipotesis
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah penyuluhan dengan metode
ceramah berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan murid SD di kecamatan
Mlati dalam memilih jajanan.
Penyuluhan menggunakan
metode ceramah
Pengetahuan murid kelas V
SD dalam memilih jajanan
meningkat
Variabel terikat Variabel bebas