bab i pendahuluan a. latar belakang penelitiandigilib.uinsgd.ac.id/12630/4/4_bab1.pdf · 1 bab i...

31
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan menandai lajunya globalisasi. Kondisi persaingan semakin tajam dalam dunia usaha, sehingga menurut para pelaku ekonomi untuk membuat dan melaksanakan strategi agar dapat mempertahankan kelangsungan hidup mereka, baik secara individual maupun dalam koorporasi. Persaingan dalam dunia usaha, khususnya pada industri manufaktur membuat setiap perusahaan semakin meningkatkan kinerja agar tujannya dapat tercapai. Perusahaan didirikan dengan tujuan meningkatkan profitabilitas perusahaan sehingga dapat memberikan kemakmuran bagi pemilik atau pemegang saham, profitabilitas dapat ditunjukan dengan melihat kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba yang maksimal (kemenperin.go.id). Kinerja industri manufaktur terhadap PDB nasional dari tahun ke tahun terus menurun. Padahal selama ini industri manufaktur menjadi tulang punggung ekonomi khususnya industri yang berorientasi ekspor dan yang menyerap banyak tenaga kerja. Salah satu yang menjadi penyebab merosotnya industri manufaktur adalah daya beli masyarakat yang tengah menurun. Belum lagi perlambatan ekonomi global yang sudah terjadi sejak tahun 2015. Perlambatan perekonomian dunia di tahun 2015 dan awal 2016 berimbas pada permintaan terhadap produk industri Indonesia yang menurun. Masyarakat saat itu cenderung menambah tabungan dan menekan konsumsi, daya beli masyarakat jadi menurun. Karena permintaan menurun maka penawaran juga menurun. Selain itu, masalah lainnya

Upload: vuongnhu

Post on 05-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitiandigilib.uinsgd.ac.id/12630/4/4_bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN ... tipis masing-masing 6.1% dan 1.7%. Padahal empat provinsi di Pulau

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan menandai lajunya globalisasi.

Kondisi persaingan semakin tajam dalam dunia usaha, sehingga menurut para

pelaku ekonomi untuk membuat dan melaksanakan strategi agar dapat

mempertahankan kelangsungan hidup mereka, baik secara individual maupun

dalam koorporasi. Persaingan dalam dunia usaha, khususnya pada industri

manufaktur membuat setiap perusahaan semakin meningkatkan kinerja agar

tujannya dapat tercapai. Perusahaan didirikan dengan tujuan meningkatkan

profitabilitas perusahaan sehingga dapat memberikan kemakmuran bagi pemilik

atau pemegang saham, profitabilitas dapat ditunjukan dengan melihat kemampuan

perusahaan untuk memperoleh laba yang maksimal (kemenperin.go.id).

Kinerja industri manufaktur terhadap PDB nasional dari tahun ke tahun

terus menurun. Padahal selama ini industri manufaktur menjadi tulang punggung

ekonomi khususnya industri yang berorientasi ekspor dan yang menyerap banyak

tenaga kerja. Salah satu yang menjadi penyebab merosotnya industri manufaktur

adalah daya beli masyarakat yang tengah menurun. Belum lagi perlambatan

ekonomi global yang sudah terjadi sejak tahun 2015. Perlambatan perekonomian

dunia di tahun 2015 dan awal 2016 berimbas pada permintaan terhadap produk

industri Indonesia yang menurun. Masyarakat saat itu cenderung menambah

tabungan dan menekan konsumsi, daya beli masyarakat jadi menurun. Karena

permintaan menurun maka penawaran juga menurun. Selain itu, masalah lainnya

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitiandigilib.uinsgd.ac.id/12630/4/4_bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN ... tipis masing-masing 6.1% dan 1.7%. Padahal empat provinsi di Pulau

2

adalah gempuran barang-barang impor yang harganya jauh lebih murah. Faktor ini

yang menjadi pukulan bagi pelaku usaha di industri manufaktur yang ada di

Indonesia (kumparanNEWS.com)

Sektor industri manufaktur Indonesia pada tahun 2015 oleh pemerintah

melalui mentri koordinator perekonomian akan dijadikan sebagai tulang punggung

ekonomi, khususnya industri yang berorientasi ekspor dan yang menyerap banyak

tenaga kerja. Paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan itu pada dasarnya

diarahkan untuk mendorong industri dan ekspor. Kinerja industri manufaktur

sepanjang 2015 mencapai Rp.2.097.71 triliun atau berkontribusi 18.1% terhadap

PDB nasional. Kondisi perekonomian pada tahun 2015 lebih sulit ketimbang tahun

sebelumnya, secara nilai industrinya manufaktur nasional masih mengalami

pertumbuhan. Hal tersebut disebabkan oleh meningkatnya investasi, baik dari

investor baru maupun pelaku usaha yang melakukan ekspansi. Intinya investasi

bertambah kemudian ekspor produk manufaktur meningkat menjadi 70.9% dari

total ekspor nasional. Sektor manufaktur ditargetkan dapat meningkat menjadi

18.5% pada tahun 2016 dengan laju pertumbuhan industri sebesar 5.7%. Data

Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan bahwa tingkat konsumsi masyarakat

masih mampu tumbuh besar sebesar 5.49%. namun terus mengalami penurunan

menjadi 5.15% (2014) dan kemuadian anjlok sebesar 4.96% (2015) tertahannya

konsumsi juga terlihat dari tingkat pertumbuhan Indeks Penjualan Rill (IPR) yang

di buat Bank Indonesia (BI). Secara umum IPR mengalami penurunan dari tahun

2016 hingga September 2017 kemarin. Kelompok barang yang mengalami tren

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitiandigilib.uinsgd.ac.id/12630/4/4_bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN ... tipis masing-masing 6.1% dan 1.7%. Padahal empat provinsi di Pulau

3

penurunan cukup tajam adalah adalah kelompok non makanan, seperti peralatan

komunikasi, perlengkapan rumah tangga, serta produk pakaian.

Ketua Umum Asosiasi pengusaha Indonesia (Apindo) mengatakan bahwa

pemerintah dan pelaku usaha harus kreatif mencari jalan keluar untuk

meningkatkan daya saing dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi nasional,

terutama dalam menghadapi perlambatan ekonomi global, belanja infrastruktur

yang dilakukan pemerintah sejak awal tahun diharapkan dapat mendorong sektor

swasta meningkatkan investasi dan belanja modal. Optimisme dunia usaha mulai

membaik dengan adanya paket-paket kebijakan ekonomi, harapannya belanja

APBN akan segera mendorong belanja swasta sehingga daya beli masyarakat

semakin menguat (kemenperin.go.id). Pertumbuhan sektor industri barang

konsumsi diperkirakan bakal terus melesat kedepannya dengan semakin banyaknya

investor peritel yang mengincar pasar kaum menengah yang terus bertambah serta

positifnya pertumbuhan ekonomi nasional.

Sektor industri barang konsumsi merupakan salah satu bagian dari

perusahaan manufaktur yang ada di Indonesia. Industry barang konsumsi yang

masih menjadi pilihan utama para investor dalam menginvestasikan dana mereka.

Hal itu dikarenakan saham-saham dari perusahaan-perusahaan dalam industry

barang konsumsi yang masih menawarkan potensi kenaikan. Dan juga indusri

barang konsumsi terdiri dari 5 sub sektor, yaitu sub sektor Makanan dan Minuman,

Sub Sektor Rokok, Sub Sektor Farmasi, Sub Sektor Komestik dan Barang Rumah

Tangga, dan Sub Sektor Peralatan Rumah Tangga. Produk-produk yang di hasilkan

tersebut bersifat konsumtif yang disukai orang sehingga para produsen dalam

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitiandigilib.uinsgd.ac.id/12630/4/4_bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN ... tipis masing-masing 6.1% dan 1.7%. Padahal empat provinsi di Pulau

4

industry ini memiliki tingkat penjualan yang tinggi yang terdampak pula

pertumbuhan sector industry ini. Perusahaan manufaktur ini merupakan penopang

utama pengembangan industry di sebuah negara, dimana dapat digunakan untuk

melihat perkembangan baik dari aspek kualitas produk yang dihasilkannya maupun

kinerja industry secara keseluruhan.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), setidaknya lima jaringan ritel

menunjukan kinerja sangat baik dalam hal pertumbuhan pendapatan dan laba pada

2016. Kelima jaringan industri barang konsumsi tercatat mengalami pertumbuhan

pendapatan -15% pada periode 2015-2016. Karena industri barang konsumsi di

Indonesia kedepannya juga bakal menjadi terus menjanjikan baik bagi peritel asing

maupun lokal (Metronews.com). Indeks sektor barang dan konsumsi pekan lalu

berhasil menjadi indeks sektor saham terkuat pada pekan lalu. Bursa Efek Indonesia

(BEI) mencaatat, indeks sektor barang dan konsumsi naik hingga 3.02% ke level

2.394.536 dari pekan sebelumnya 2.324.281. Menguatnya sektor barang dan

konsumsi dipengaruhi oleh aksi beli yang dilakukan oleh pelaku pasar. Sektor

barang dan konsumsi juga disebabkan oleh menguatnya nilai tukar rupiah terhadap

dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang pekan lalu. Kondisi ini diperkirakan

berimbas positif pada emiten barang dan konsumsi didapatkan secara impor.

(cnnindonesia.com)

Pada tahun 2016 pertumbuhan industri makanan dan minuman masih

tertinggi dibanding setor lain. Sektor industri pengolahan nonmigas memberikan

kontribusi sebesar 17.82% terhadap total PDB nasional pada triwulan III/2016. Ada

empat sub sektor industry yang memberikan kontribusi terbesar tehadap PDB

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitiandigilib.uinsgd.ac.id/12630/4/4_bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN ... tipis masing-masing 6.1% dan 1.7%. Padahal empat provinsi di Pulau

5

sekktor industri nonmigas, yaitu industri makanan dan minuman sebesar 33.61%,

industri barang logam, computer, barang elektronik, optic, dan peralatan listrik

sebesar 10.68%, industri alat angkutan sebesar 10.35% serta industri kimia, farmasi,

dan obat tradisional 10.05%. Investasi sektor industi juga menjadi motor

pertumbuhan sektor industri pada Januari-September 2016 investasi PMDN sektor

industri mencapai Rp.75.41 triliun atau naik 19.6% dibanding periode satu tahun

lalu. Sedangkan investasi PMA sektor industri mencapai USD 13.09 miliar atau

naik 53.6% dibanding periode sama tahun sebelumnya. Jumlah tenaga kerja yang

bergerak di sektor industri pun bergerak mencapai peningkatan hingga agustus

2016 mencapai sebesar 15.54 juta orang atau naik 1.87% di banding periode sama

pada tahun sebelumnya. Seb sektor industri yang diperkirakan akan tumbuh paling

tinggi dan menjadi motor pertumbuhan masih disumbang oleh industri makanan

dan minuman. Pemerintah optimistis kondisi perekonomian nasional akan lebih

stabil dan membaik sehingga menumbuhkan iklim investasi yang kondusif bagi

sektor industri (sindonews.com).

Produsen barang konsumsi atau kebutuhan konsumen (Fast Moving

Consumer Goods/ FMCG) juga menderita perlambatan pertumbuhan penjualan.

Hal tersebut semakin mempertegas indikasi melemahnaya daya beli masyarakan,

khususnya kelas menengah bawah, ketimbang pengaruh tren penjualan secara

elektronik (e-commerce). Penjualan barang konsumsi selama periode januari-

september 2017 hanya tumbuh 2.7%. Angka ini melanjutkan tren perlambatan

penjualan FMCG yang tahun lalu tumbuh 7.7%, atau dibawah rata-rata

pertumbuhan tahunan penjualan sebesar 11% selama lebih 10 tahun ini. Lesunya

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitiandigilib.uinsgd.ac.id/12630/4/4_bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN ... tipis masing-masing 6.1% dan 1.7%. Padahal empat provinsi di Pulau

6

penjualan barang konsumsi terlihat merata diseluruh daerah. Di DKI Jakarta,

penjualan FMCG turun 2.3%, begitu juga di Jawa Timur yang turun 0.1%,

sedangkan penjualan barang konsumsi di Jawa Barat dan Jawa Tengah masih naik

tipis masing-masing 6.1% dan 1.7%. Padahal empat provinsi di Pulau Jawa ini

menguasai 68% total pasar pejualan barang konsumsi diseluruh Indonesia.

Gambar 1.1

Pertumbuhan barang konsumsi (2004-2017)

Pertumbuhan barang konsumsi pada tahun 2016 dalam Nielsen Indonesia

turun mencapai 7.7% dibandingkan pada tahun 2008 sebesar 21.1% ataupun tahun

sebelumnya. Penurunan ini di karena lemahnya daya beli yang disebabkan turunnya

take home pay dan kebutuhan hidup meningkat. Namun tren jangka panjang tetap

positif.

Perkembangan sektor industri barang konsumsi tentu saja akan menarik

minat investor dikarenakan saham-saham dari perusahaan dalam industri

manufaktur yang masih menawarkan potensi kenaikan. Dan beberapa perusahaan

menghasilkan kinerja yang baik sehingga menghasilkan laba yang maksimal,

dengan laba yang maksimal maka investor tertarik untuk berinvestasi. Dan ada

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitiandigilib.uinsgd.ac.id/12630/4/4_bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN ... tipis masing-masing 6.1% dan 1.7%. Padahal empat provinsi di Pulau

7

beberapa perusahaan dengan pertumbuhan yang turun dikarenakan lemahnya daya

beli masyarakat dan tren penjualan secara elektronik (e-commerce).

Dalam penelitian ini menggunakan rasio profitabiltas yaitu untuk menilai

kemampuan perusahaan dalam mecari keuntungan. Rasio ini juga memberikan

ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan dalam mengelola asset

yang dimilikinya. Profitabilitas dapat diukur melalui rasio, hasil pengukuran

tersebut dapat dijadikan alat evaluasi kinerja manajemen, apakah mereka bekerja

secara efektif atau tidak. Jika berhasil mencapai target yang telah ditentukan maka

berhasil mencapai targe. Namun sebaliknya jika tidak berhasil mencapai target,

maka ini menjadi pelajaran manajemen untuk periode kedepannya. Salah satu

ukuran dari rasio profitabilitas adalah Return On Asset (ROA). Return On Asset

(ROA) digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menghasilkan

keuntungan dengan memanfaatkan asset yang dimilikinya. Semakin besar Return

On Asset (ROA) maka semakin besar penggunaan asset perusahaan, artinya

semakin besar assetnya maka semakin besar pula laba yang dihasilkannya,

demikian pula sebaliknya. Menurut Fahmi (2012) rasio ini melihat sejauh mana

investasi yang telah ditanamkan mampu memberikan pengembalian keuntungan

sesuai dengan yang diharapkan.

Di sisi lain tingkat laba yang diperoleh sangat dipengaruhi oleh pengelolaan

aktiva yang dimiliki yang diukur menggunakan Total Asset Turnover (TATO)

merupakan rasio yang dipilih untuk mewakili rasio aktivitas dengan mengukur

keefektifan total asset yang dimiliki perusahaan dalam menghasilkan penjualan.

Menurut Kasmir (2017) Total Asset Turnover (TATO) digunakan untuk mengukur

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitiandigilib.uinsgd.ac.id/12630/4/4_bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN ... tipis masing-masing 6.1% dan 1.7%. Padahal empat provinsi di Pulau

8

perputaran ssemuaktivitas yang di miliki perusahaan dan mengukur beberapa

jumlah penjualan yang diperoleh dari setiap rupiah aktiva.

Perusahaan dengan pertumbuhan yang tinggi tentunya memerlukan dana

yang tidak sedikit untuk membiayai aktivitas operasional perusahaannya.

Kebutuhan dana tersebut dapat dipenuhi salah satuny dari sumber dana eksternal

perusahaan, yaitu dengan hutang. Diukur menggunakan Debt Equity Ratio (DER).

Menurut Kasmir (2017) rasio ini digunakan untuk mengetahui jumlah dana yang

disediakan peminjam (kreditur) dengan pemilik perusahaan, dengan kata lain rasio

ini berfungsi untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan untuk

jaminan hutang.

Selain itu, ukuran perusahaan (Firm Size) termasuk faktor yang

mempengaruhi profitabilitas perusahaan. Semakin besar ukuran perusahaaan (Firm

Size) maka profitabilitasnya juga akan meningkat, tetapi pada titik atau jumlah

tertentu ukuran perusahaan pada akhirnya akan menurunkan laba perusahaan.

Weston dan Brigham dalam Priharyanto (2009) menyatakan bahwa suatu

perusahaan besar dan mapan akan mudah untuk menuju kepasar modal. Karena

kemudahan untuk berhubungan dengan pasar modal, maka perusahaan besar

memiliki fleksibilitas lebih besar untuk memperoleh dana yang sangat diperlukan

untuk melaksanakan kesempatan investasi yang menguntungkan.

Peneliti mengumpulan data menggunakan cross-sectional mengambil data

dari perusahaan industri manufaktur sektor industri barang konsumsi yang tercatat

di Bursa Efek Indonesia periode 2016. Besaran rata-rata dari ketigaa variabel

independen (Total Asset Turnover, Debt Equity Ratio dan Firm Size) pada

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitiandigilib.uinsgd.ac.id/12630/4/4_bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN ... tipis masing-masing 6.1% dan 1.7%. Padahal empat provinsi di Pulau

9

perusahaan industri manufaktur sektor industry barang konsumsi yang tercatat di

Bursa Efek Indonesia periode 2016 dapat dilihat di Tabel 1.1 dibawah ini:

Tabel 1.1

Data Total Asset Turnover, Debt Equity Ratio, Firm Size dan Return On Asset

Studi pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Industri Barang Konsumsi

yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2016

NO KODE TATO DER FIRM SIZE ROA

1 ADES 115.66% 99.66% 1355.09% 7.29%

2 AISA 70.73% 117.02% 1604.06% 7.77%

3 CEKA 288.61% 60.60% 1417.04% 18.00%

4 CINT 81.99% 0.22% 1289.76% 5.16%

5 DLTA 138.47% 18.39% 1399.60% 21.18%

6 PSDN 142.69% 133.00% 1339.06% -5.61%

7 RMBA 142.74% 42.70% 1641.60% -15.48%

8 GGRM 121.16% 59.10% 1795.79% 10.60%

9 HMSP 224.58% 24.38% 1756.52% 30.00%

10 INAF 121.21% 139.97% 1413.88% -1.25%

11 KAEF 125.99% 103.07% 1534.43% 5.80%

12 KINO 106.35% 68.26% 1500.47% 6.68%

13 MBTO 96.55% 61.02% 1347.30% 1.24%

14 MLBI 143.44% 177.00% 1463.75% 43.17%

15 MYOR 142.00% 106.00% 1637.45% 11.00%

16 ULTJ 110.54% 21.49% 1525.99% 22.00%

17 SKLT 146.74% 127.50% 1325.03% 3.60%

18 ROTI 86.38% 102.37% 1488.70% 9.58%

19 SKBM 149.86% 171.90% 1381.72% 2.11%

20 TCID 115.64% 22.50% 1459.72% 10.14%

21 UNVR 239.19% 256.00% 1663.37% 39.40%

22 WIIM 124.54% 36.58% 1411.83% 10.10%

23 ICBP 119.25% 56.22% 1717.94% 17.50%

24 KLBF 127.24% 2.24% 1653.85% 15.10%

25 PYFA 129.86% 58.34% 1202.61% 3.08%

26 SQBB 118.22% 35.00% 1307.99% 34.47%

MAX 288.61% 256.00% 1795.79% 43.17%

MIN 70.73% 0.22% 1202.61% -15.48%

AVERAGE 135.76% 80.79% 1485.94% 12.02%

Sumber: www.idx.com (data diolah peneliti)

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitiandigilib.uinsgd.ac.id/12630/4/4_bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN ... tipis masing-masing 6.1% dan 1.7%. Padahal empat provinsi di Pulau

10

Sesuai dengan data yang disajikan dalam Tabel 1.1 terdapat 26 perusahaan

dari 37 perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di

BEI periode 2016. Dimana peneliti mengambil 26 perusahaan karena hanya 26

perusahaan yang termasuk kriteria peneliti.

Rata-rata Total Asset Turnover (TATO) pada perusahaan manufaktur sektor

industri barang konsumsi yang terdaftar di BEI periode 2016 yaitu sebesar

135.76%. Total Asset Turnover (TATO) tertinggi dimiliki oleh perusahaan CEKA

(PT. Wilmar Cahaya Indonesia Tbk) sebesar 228.61% diatas rata-rata industri.

Sedangkan Total Asset Turnover terendah dimiliki oleh perusahaan AISA (PT. Tiga

Pilar Sejahtera Tbk) sebesar 70.73%, jauh dibawah rata-rata industri. Berdasarkan

teori bahwa semakin tinggi Total Asset Turnover (TATO) maka semakin tinggi nilai

profitabilitas. Tetapi kenyataanya pada tabel di atas ada satu perusahaan tidak

dengan sesuai teori yaitu perusahaan dengan kode INAF (PT Indofarma Persero

Tbk) yaitu Total Asset Turnover (TATO) tinggi dan Return On Asset (ROA) rendah

dan hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuniansyah (2015). Ini

berarti perusahaan belum mampu memaksimalkan aktiva yang dimiliki, perusahaan

diharapkan meningkatkan lagi penjualannya atau mengurangi sebagian aktiva yang

kurang produktif. Namun pada perusahaan kode CEKA (PT Wilmar Cahaya

Indonesia Tbk) sesuai dengan teori bahwa semakin tinggi Total Asset Turnover

(TATO) maka semakin tinggi nilai profitabilitasnya yang didukung oleh Apriyanti

(2011), Ini menunjukan bahwa perusahaan menggunakan aktivanya efisien

dibandingkan dengan perusahaan lain.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitiandigilib.uinsgd.ac.id/12630/4/4_bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN ... tipis masing-masing 6.1% dan 1.7%. Padahal empat provinsi di Pulau

11

Rata-rata Debt Equity Ratio (DER) pada perusahaan manufaktur sektor

industri barang konsumsi yang terdaftar di BEI periode 2016 yaitu sebesar 80.79%.

Debt Equity Ratio (DER) tertinggi dimiliki oleh perusahaan UNVR (PT. Unilever

Indonesia Tbk) sebesar 256.00% diatas rata-rata industri. Sedangkan Debt Equity

Ratio (DER) terendah dimiliki oleh perusahaan CINT (PT. Chitose Internasional

Tbk) sebesar 0.22%, jauh dibawah rata-rata industri. Berdasarkan teori bahwa

semakin tinggi Debt Equity Ratio (DER) maka semakin rendah profitabilitas. Pada

tabel di atas ada salah satu perusahaan sesuai teori yaitu perusahaan dengan kode

UNVR (PT. Unilever Indonesia Tbk) yaitu Debt Equity Ratio (DER) tinggi dan

Return On Asset (ROA) rendah dan hasil ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Yusralaini (2009). Ini berarti perusahaan menggunakan banyak

utang sehingga laba perusahaannya menurun karena sebagian laba perusahaan

dipakai untuk melunasi utangnya. Namun pada perusahaan ULTJ (PT. Ultrajaya

milk industri & trading company Tbk) tidak sesuai dengan teori bahwa semakin

rendah Debt Equity Ratio (DER) maka semakin tinggi nilai profitabilitasnya yang

didukung oleh Apriyanti (2011), Ini berarti perusahaan menggunakan lebih sedikit

utang dan kemungkinan lebih banyak menggunakan modal internal dibandingkan

eksternal sehingga laba yang di dapat lebih banyak.

Rata-rata Firm Size pada perusahaan manufaktur sektor industri barang

konsumsi yang terdaftar di BEI periode 2016 yaitu sebesar 1485.94%. Firm Size

tertinggi dimiliki oleh perusahaan GGRM (PT. Gudang Garam Tbk) sebesar

1795.79% diatas rata-rata industri. Sedangkan Firm Size terendah dimiliki oleh

perusahaan PYFA (PT. Pyridam Farma Tbk) sebesar 1202.61%, jauh dibawah rata-

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitiandigilib.uinsgd.ac.id/12630/4/4_bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN ... tipis masing-masing 6.1% dan 1.7%. Padahal empat provinsi di Pulau

12

rata industri. Berdasarkan teori bahwa jika Ukuran Perusahaan (firm size) naik

maka ROA juga akan naik. Tetapi kenyataanya pada tabel di atas ada satu

perusahaan tidak dengan sesuai teori yaitu perusahaan dengan kode PYFA (PT.

Pyridam Farma Tbk) yaitu Firm Size turun maka Return On Asset (ROA) naik hasil

ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Purbawangsa (2014). Namun

perusahaan MLBI (PT. Multi Bintang Indonesia Tbk) sesuai dengan teori dimana

semakin tinggi firm size maka semakin tinggi Return On Asset (ROA), Artinya

apabila ukuran perusahaan naik dengan anggapan variabel lain konstan, maka akan

diikuti dengan peningkatan profitabilitas yang didukung oleh Hastuti (2010)

Grafik 1.1

Total Asset Turnover

Pada grafik 1.1 menunjukan Total Asset Turnover (TATO) pada perusahaan

manufaktur sub sektor industri barang konsumsi jumlah yang diteliti 26 perusahaan

pada tahun 2016 bahwa besarnya Total Asset Turnover (TATO) tertinggi terdapat

pada perusahaan CEKA (PT. Wilmar Cahaya Indonesia Tbk) sebesar 288.61%

yang menujukan bahwa perusahaan sangat efektif dalam mengelola asetnya

-0.500

0.000

0.500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

AD

ES

AIS

A

CEK

A

CIN

T

DLT

A

PSD

N

RM

BA

GG

RM

HM

SP

INA

F

KAEF

KIN

O

MB

TO

MLB

I

MYO

R

ULT

J

SKLT

RO

TI

SKB

M

TCID

UN

VR

WIIM ICB

P

KLB

F

PYFA

SQB

B

TATO DER

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitiandigilib.uinsgd.ac.id/12630/4/4_bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN ... tipis masing-masing 6.1% dan 1.7%. Padahal empat provinsi di Pulau

13

sehingga menghasilkan penjualan yang tinggi, besarnya Total Asset Turnover

(TATO) sedang terdapat pada perusahaan HMSP (PT. Hm Sampoerna Tbk) sebesar

224.58% menunjukan bahwa perusahaan dalam keadaan cukup baik, dan Total

Asset Turnover (TATO)terendah ditunjukan pada perusahaan AISA (PT. Tiga Pilar

Sejahtera Food Tbk) sebesar 70.73% menunjukan perusahaan kurang baik

dibandingkan dengan perusahaan lain.

Grafik 1.2

Debt Equity Ratio

Debt Equity Ratio (DER) pada perusahaan manufaktur sub sektor industri

barang konsumsi jumlah yang diteliti 26 perusahaan pada tahun 2016 bahwa

besarnya Debt Equity Ratio (DER) tertinggi terdapat pada perusahaan UNVR (PT.

Unilever Indonesia Tbk) sebesar 256.00% yang menujukan bahwa perusahaan lebih

banyak menggunakan sumber dana eksternal dibandingkan dan internal, Debt

Equity Ratio (DER) sedang terdapat pada perusahaan MLBI (PT. Multi Bintang

Indonesia Tbk) sebesar 177.00% menunjukan bahwa perusahaan dalam keadaan

cukup baik, dan Debt Equity Ratio (DER) terendah ditunjukan pada perusahaan

-50.00%

0.00%

50.00%

100.00%

150.00%

200.00%

250.00%

300.00%

AD

ES

AIS

A

CEK

A

CIN

T

DLT

A

PSD

N

RM

BA

GG

RM

HM

SP

INA

F

KAEF

KIN

O

MB

TO

MLB

I

MYO

R

ULT

J

SKLT

RO

TI

SKB

M

TCID

UN

VR

WIIM ICB

P

KLB

F

PYFA

SQB

B

DER ROA

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitiandigilib.uinsgd.ac.id/12630/4/4_bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN ... tipis masing-masing 6.1% dan 1.7%. Padahal empat provinsi di Pulau

14

CINT (PT. Chitose Internasional Tbk) sebesar 0.22% menunjukan bahwa

perusahaan menggunakan sedikit sumber dana eksternal dan lebih banyak sumber

dana internal.

Grafik 1.3

Firm Size

Firm Size pada perusahaan manufaktur sub sektor industri barang konsumsi

jumlah yang diteliti 26 perusahaan pada tahun 2016 bahwa besarnya Firm Size

tertinggi terdapat pada perusahaan GGRM (PT. Gudang Garam Tbk) sebesar

1795.79% yang menujukan bahwa perusahaan memiliki skala besar dan sahamnya

tersebar luas sehingga mempunyai kekutan tersendiri untuk mengahadapi bisnisnya

dan mempunyai asset yang besar, Firm Size sedang terdapat pada perusahaan KLBF

(PT. Kalbe Farma Tbk) sebesar 1653.85% menunjukan bahwa perusahaan dalam

keadaan cukup baik, dan Firm Size terendah ditunjukan pada perusahaan PYFA

(PT. Pyridam Farma Tbk) sebesar 1202.61% menunjukan bahwa perusahaan

memiliki sedikit asset sehingga sahamnya tidak tersebar luas.

-200.00%

0.00%

200.00%

400.00%

600.00%

800.00%

1000.00%

1200.00%

1400.00%

1600.00%

1800.00%

2000.00%

Firm Size ROA

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitiandigilib.uinsgd.ac.id/12630/4/4_bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN ... tipis masing-masing 6.1% dan 1.7%. Padahal empat provinsi di Pulau

15

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti “Pengaruh

Total Asset Turnover, Debt Equity Ratio, dan Firm Size terhadap Return On

Asset Pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Industri Barang Konsumsi

Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2016”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian diatas, tujuan setiap perusahaan adalah untuk mencapai

keuntungan maksimal atau laba yang sebesar-besarnya, untuk memakmurkan

pemilik perusahaan atau pemilik saham dan memaksimalkan nilai perusahaan.

Dalam memaksimalkan nilai perusahaan perlu di perhatikan profitabilitasnya.

Adanya gap teori dan research gap merupakan alasan peneliti untuk melakukan

penelitian tentang rasio-rasio keuangan yang mempengaruhi profitabilitas pada

perusahaan manufaktur.

1. Terdapat masalah dalam mengukur kinerja perusahaan salah satunya terjadi

perubahan nilai Total Asset Turnover terhadap Return On Asset yang

flukuatif.

2. Terdapat masalah dalam mengukur kinerja perusahaan salah satunya terjadi

perubahan nilai Debt Equity Ratio terhadap Return On Asset yang flukuatif.

3. Terdapat masalah dalam mengukur kinerja perusahaan salah satunya terjadi

perubahan nilai Firm Size terhadap Return On Asset yang flukuatif.

4. Terdapat masalah dalam mengukur kinerja perusahaan salah satunya

terjadinya perubahan nilai Return On Asset yang fluktuatif.

5. Terdapat masalah turunnya daya beli masyarakat.

6. Terdapat masalah gap teoritis (penelitian dahulu yang tidak konsisten).

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitiandigilib.uinsgd.ac.id/12630/4/4_bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN ... tipis masing-masing 6.1% dan 1.7%. Padahal empat provinsi di Pulau

16

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan hasil uraian di atas, peneliti menyusun rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Apakah ada pengaruh Total Asset Turnover terhadap Return On Asset pada

Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Industry Barang Konsumsi di Bursa

Efek Indonesia periode 2016?

2. Apakah ada pengaruh Debt Equity Ratio terhadap Return On Asset pada

Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Industry Barang Konsumsi di Bursa

Efek Indonesia periode 2016?

3. Apakah ada pengaruh Firm Size terhadap Return On Asset pada Perusahaan

Manufaktur Sub Sektor Industry Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia

periode 2016?

4. Seberapa besar pengaruh Total Asset Turnover, Debt Equity Ratio dan Firm

Size secara simultan pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Industry

Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia periode 2016?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuaraikan

diatas peneliti memiliki tujuan diantaranya:

1. Untuk menguji ada tidaknya pengaruh antara Total Asset Turnover terhadap

Return On Asset secara parsial pada perusahaan Sektor Industry Barang

Konsumsi di Bursa Efek Indonesia periode 2016.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitiandigilib.uinsgd.ac.id/12630/4/4_bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN ... tipis masing-masing 6.1% dan 1.7%. Padahal empat provinsi di Pulau

17

2. Untuk menguji ada tidaknya pengaruh antara Debt Equity Ratio terhadap

Return On Asset secara parsial pada perusahaan Sektor Industry Barang

Konsumsi di Bursa Efek Indonesia periode 2016.

3. Untuk menguji ada tidaknya pengaruh antara Firm Size terhadap Return On

Asset secara parsial pada perusahaan Sektor Industry Barang Konsumsi di

Bursa Efek Indonesia periode 2016.

4. Untuk menguji seberapa besar pengaruh yang dimiliki Total Asset

Turnover, Debt Equity Ratio dan Firm Size secara simultan pada perusahaan

Sektor Industry Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia periode 2016.

E. Manfaat Hasil Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan nilai tambah bagi pihak-pihak

berkepentingan sebagai berikut:

1. Kegunaan secara teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan konsep

mengenai pengelolaan rasio keuangan terhadap profitabilitas pada

perusahaan manufaktur sektor industri barang dan konsumsi periode 2016.

2. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana untuk

melatih berfikir secara ilmiah dengan berdasar pada disiplin ilmu yang

diperoleh di bangku kuliah khususnya lingkup manajemen keuangan, dan

menerapkannya pada data yang diperoleh dari objek yang diteliti.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitiandigilib.uinsgd.ac.id/12630/4/4_bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN ... tipis masing-masing 6.1% dan 1.7%. Padahal empat provinsi di Pulau

18

3. Bagi investor

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan

dalam mengambil keputusan bagi para investor yang berminat untuk

berinvestasi di perusahaan-perusahaan indusstri manufaktur sektor industri

barang konsumsi yang diteliti, profitabilitas mencerminkan kondisi

perusahaan pada suatu waktu tertentu.

4. Bagi Kalangan Akademik dan Pembaca

Bagi kalangan akademik dan pembaca hasil penelitian ini diharapkan dapat

menambah khasanah perpustakaan dengan tambahan referensi bagi

penelitian selanjutnya, dengan melihat variabel manakah yang sesuai

dengan teori dan bersifat signifikan. Variabel yang demikian layak menjadi

variabel penelitian pada penelitian selanjutnya.

F. Kerangka Pemikiran

Dilihat dari sisi perusahaan, setiap perusahaan pasti membutuhkan dana dan

pemenuhan dana tersebut berasal dari internal maupun eksterna, namun umumnya

perusahaan lebih mengandalkan modal yang berasal dari luar (utang) sebagai

sumber pertama pendanaan perusahaan sebagai modal permanen dibandingkan

dengan modal sendiri. Keputusan pendanaan keuangan perusahaan akan sangat

menentukan kemampuan perusahaan dalam menentukan aktivitas operasinya dan

juga akan berpengaruh terhadap risiko perusahaan itu sendiri. Jika perusahaan

meningkatkan leverage mka perusahaan ini dengan sendirinya akan meningkatkan

risiko keuangan perusahaan.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitiandigilib.uinsgd.ac.id/12630/4/4_bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN ... tipis masing-masing 6.1% dan 1.7%. Padahal empat provinsi di Pulau

19

Menurut (Kasmir, 2017) Rasio aktivitas merupakan rasio yang digunakan

untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimiliki.

Rasio aktivitas digunakan untuk mengetahui efektivitas aktiva yang digunakan

perusahaan sehingga memberikan informasi kepada investor dalam hal modal kerja

dan penjualan yaitu mengenai tingkat penjualan yang dapat dicapai perusahaan dari

penggunaan modal yang ditanamkan investor. Dari hasil pengukuran dengan rasio

aktivitas akan terlihat apakah perusahaan lebih efisien dan efektif dalam mengelola

asset yang dimilkinya atau mungkin justru sebaliknya. Dalam penelitian ini rasio

aktivitas dioperasikan menggunakan Total Asset TurnOver (TATO).

Perusahaan dalam memilih struktur modal harus melihat faktor yang

berpengaruh sesuai dengan kondisi dari perusahaan itu sendiri. Selain itu dilihat

dari sisi investor, hal penting yang dapat mempengaruhi investor dalam

menentukan investasi harapan mereka dalam memperoleh laba sebanyak-

banyaknya. Perolehan laba disini menjadi sangat penting karena hal tersebut

menghubungkan dengan pendapata atau keuntungan yang nantinya akan diterima

oleh investor yang tercermin dari struktur modal yang dimilki perusahaan. Dalam

penelitian ini struktur modal dioperasikan menggunakan Debt Equity Rasio (DER)

yang menunjukan hubungan antara jumlah pinjaman yang diberikan para ktreditur

dengan jumlah modal sendiri yang diberikan oleh pemilik perusahaan.

Ukuran perusahaan (firm size) adalah symbol ukuran perusahaan

berhubungan dengan peluang dan kemampuan untuk masuk ke pasar modal dan

jenis pembiayaan eksternal lainnya yang menunjuakn kemampuan meminjam.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitiandigilib.uinsgd.ac.id/12630/4/4_bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN ... tipis masing-masing 6.1% dan 1.7%. Padahal empat provinsi di Pulau

20

Adapun alur pemikiran hubungan variabel – variabel independen terhadap

variabel dependen adalah sebagai berikut:

1. Pengaruh Total Asset Turn Over (TATO) terhadap Return On Asset (ROA)

Untuk meningkatkan kinerja keuangan, perusahaan akan dipengaruhi oleh

faktor eksternal dan internal. Aktiva yang dimilki oleh perusahaan merupakan

sumberdaya ekonomi, dimana dari sumber tersebut diharapkan mampu

memeberikan kontribusi, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada

arus kas perusahaan dimasa yang akan datang.

Rasio ini merupakan ukuran seberapa jauh aktiva yang telah dipergunakan

dalam kegiatan atau menunjukkan berapa kali aktiva berputar dalam periode

tertentu. Sedangkan Total Asset Turnover (TATO) dipengaruhi oleh besar

kecilnya penjualan dan total aktiva, baik lancar maupun aktiva tetap. Karena itu,

Total Asset Turnover (TATO) dapat diperbesar dengan menambah aktiva pada

satu sisi dan pada sisi lain diusahakan agar penjualan dapat meningkat

relatif lebih besar dari peningkatan aktiva atau dengan mengurangi

penjualan disertai dengan pengurangan relatif terhadap aktiva, (Pieter

Leunupun, 2003) dalam (Apriyanti, Analisis Pengaruh Curren Ratio, Total Asset

Turnover, Debt Equity to Rasio, sales dan size terhadap ROA (Studi pada

perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2006-2009) , 2011).

Rasio ini menunjukkan kemampuan aktiva perusahaan dalam menghasilkan

total penjualan bersih. Semakin tinggi rasio total asset turnover menunjukkan

semakin efektif perusahaan dalam penggunaan aktivanya untuk menghasilkan

total penjualan bersih. Semakin efektif perusahaan menggunakan aktivanya

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitiandigilib.uinsgd.ac.id/12630/4/4_bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN ... tipis masing-masing 6.1% dan 1.7%. Padahal empat provinsi di Pulau

21

menghasilkan penjualan bersihnya menunjukkan semakin baik kinerja yang

dicapai oleh perusahaan. Sehingga jelas bahwa semakin tinggi total Asset

Turnover (TATO) dapat berperan dalam menentukan Return On Asset (ROA).

2. Pengaruh Debt Equity Ratio (DER) terhadap Return On Asset (ROA)

Tugas utama manajer keuangan perusahaan adalah mengambil keputusan

keuangan, yaitu keputusan pendanaan dan investasi perusahaaan. Semua

dilakukan guna mencapai tujuan perusahaan. Kebijakan pendanaan yang

tercermin dalam Debt Equity Ratio (DER) sangat mempengaruhi pencapaian laba

yang diperoleh perusahaan. Menurut (Kasmir, 2017) rasio yang di gunakan untuk

menilai utang dengan ekuitas. Rasio ini dicari dengan cara membandingkan antara

seluruh utang, termasuk utang lancer dengan ekuitas. Debt Equity Ratio (DER)

untuk setiap perusahaan berbeda-beda, tergantung karakteristik bisnis dan

keberagaman arus kas yang stabil biasanya memiliki rasio yang lebih tinggi dari

risiko kas yang kurang stabil.

Debt Equity Ratio (DER) menunjukkan perbandingan antara jumlah utang

baik utang jangka panjang maupun utang jangka pendek. Debt Equity Ratio

(DER) dapat menunjukan tingkat resiko suatu perusahaan, dimana semakin tinggi

rasio Debt Equity Ratio (DER), maka semakin tinggi resiko yang akan terjadi pada

perusahaan karena pendanaan perusahaan dari unsur utang lebih besar

dibandingkan modal sendiri (equity), mengingat Debt Equity Ratio (DER) dalam

perhitungannya adalah total hutang di bagi dengan modal sendiri berarti rasio

Debt Equity Ratio (DER) diatas 1, sehingga pengguna dana yang digunakan untuk

aktifitas operasional perusahaan lebih banyak menggunakan unsur utang. Hal

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitiandigilib.uinsgd.ac.id/12630/4/4_bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN ... tipis masing-masing 6.1% dan 1.7%. Padahal empat provinsi di Pulau

22

tersebut membuat perusahaan harus menanggung beban biaya atau modal yang

besar, resiko yang ditanggung perusahaan juga meningkat apabila investasi yang

dijalankan perusahaan tidak mengahsilkan tingkat pengembalian yang optimal.

Perusahaan dengan laba bertumbuh akan memperkuat hubungan Debt

Equity Ratio (DER) dengan profitabilitas yaitu dimana profitabilitas meningkat

seiring dengan Debt Equity Ratio (DER) yang rendah. Tinggi rendahnya Debt

Equity Ratio (DER) akan mempengaruhi tingkat pencapaian Return On Asset

(ROA) yang dicapai oleh perusahaan. Jika biaya yang ditimbulkan oleh

perusahaan lebih kecil daripada biaya modal sendiri, maka sumber biaya yang

berasasl dari pinjaman atau utang akan lebih efektif dalam menghasilkan laba,

demikian pula sebaliknya.

3. Pengaruh Ukuran Perusahaan (Firm Size) terhadap Return On Asset

(ROA)

Ukuran perusahaan (Firm Size) merupakan indicator yang menujukan

kekuatan finansial suatu perusahaan yang menunjukan kemampuan meminjam.

Perusahaan besar yang sudah mapan akan memliki akses yang mudah menuju

pasar modal. Perusahaan besar yang mampu memberikan jaminan dalam hal

pelunasan hutang yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan dengan

ukuran lebih kecil. Perusahaan besar juga cenderung menggunakan sumber

pendanaan eksternal dari pada perusahaan dengan ukuran yang lebih dikecil

dikarenakan akses perusahaan ke pasar modal. Oleh karena itu, dapat

disimpulkan bahwa semakin besar ukuran perusahaan maka semakin tinggi juga

nilai leverage perusahaan.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitiandigilib.uinsgd.ac.id/12630/4/4_bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN ... tipis masing-masing 6.1% dan 1.7%. Padahal empat provinsi di Pulau

23

Ukuran perusahaan (firm size) menjadi salah satu faktor yang juga

mempengaruhi profitabilitas. Pada penelitian oleh Lazardis dan Tryfonidis

(2006) dalam (Adriani, 2008) menunjukkan bahwa semakin besar suatu

perusahaan (yang diukur melalui jumlah penjualannya) maka profit yang

dihasilkan juga semakin tinggi.

Pemberian utang kepada perusahaan dapat ditentukan oleh firm size.

Perusahaan besar biasanya lebih mudah meperoleh pinjaman dibandingkan

perusahaan kecil karena peruahaan besar dipercaya dapat mengelola utang lebih

baik sehingga diharapkan dapat memperoleh profitabilitas yang tinggi dan

mampu membayar pinjamannya. Dengan adanya sumber daya yang besar, maka

perusahaan dapat melakukan investasi baik untuk aktiva lancar maupun aktiva

tetap dan juga memenuhi permintaan produk. Hal ini akan semakin memperluas

pangsa pasar. Dengan adanya penjualan yang semakin meningkat, perusahaan

dapat menutup biaya yang keluar pada saat proses produksi. Dengan

begitu, laba perusahaan akan meningkat. Semakin tinggi ukuran perusahaan

maka tinggi laba yang di peroleh perusahaan. Sebaliknya semakin rendah ukuran

perusahaan maka semakin rendah laba yang di peroleh perusahaan.

Tabel 1.2

Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Analisis Pembandingan Hasil Penelitian

Persamaan Perbedaan

1 Ni Made

Vironika

Sari dan I

G.A.N

Pengaruh Debt

Equity Ratio,

Firm size,

Inventory

Menggunakan

Debt Equity

Ratio, Firm

size, dan Total

Menggunakan

Inventory

Turnover

sebagai

Debt to equity ratio

berpengaruh

terhadap

profitabilitas,

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitiandigilib.uinsgd.ac.id/12630/4/4_bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN ... tipis masing-masing 6.1% dan 1.7%. Padahal empat provinsi di Pulau

24

Budiasih

(2014)

Turnover dan

Total Asset

Turnover pada

Profitabilitas

Asset

Turnover

sebagai

variabel bebas

variabel terikat

dan

Profitabilitas

sebagai

variabel

terikat.

sedangkan variabel

Firm Size, Inventory

turnover, dan Assets

turnover tidak

berpengaruh pada

profitabilitas karena

nilai signifikansi

2 Budi

Priharyanto,

SE, Akt

(2009)

Analisis

pengaruh Current

Ratio, Inventory

Turnover, Debt

Equity Ratio, dan

Size terhadap

Profitabilitas

(Studi pada

perusahaan food

and beverage dan

perusahaan

consumer goods

yang listed di BEI

periode 2005-

2007)

Menggunakan

Debt Equity

Ratio, dan Size

sebagai

variabel bebas

dan

profitabilitas

sebagai

variabel terikat

Menggunakan

Current Ratio,

Inventory

Turnover

sebagai

variabel bebas

dan

perusahaan

food and

beverage dan

perusahaan

consumer

goods yang

listed di BEI

periode 2005-

2007

Inventory Turnover

dan DER secara

parsial signifikan

terhadap ROA,

Inventory Turnover

dan size secara

parsial signifikan

terhadap ROA

sementara Current

Ratio menunjukan

hasil yang tidak

signifikan terhadap

ROA.

3 Rifna

Nurcahayani

(2014)

Analisis Pengaruh

Struktur Modal

Terhadap

Profitabilitas

(Studi Pada

Perusahaan

Manufaktur Yang

Menggunakan

struktur modal

sebagai

variabel bebas

Menggunakan

profitabilitas

sebagai

variabel

terikat. Dan

perusahaan

manufaktur

Debt to Equity

Ratio (DER), Debt

to Assets Ratio

(DAR) memiliki

hubungan negatif

terhadap

profitabilitas,

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitiandigilib.uinsgd.ac.id/12630/4/4_bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN ... tipis masing-masing 6.1% dan 1.7%. Padahal empat provinsi di Pulau

25

Terdaftar Di

Bursa Efek

Indonesia Pada

Tahun 2010-

2012)

yang terdaftar

di BEI tahun

2010-2012

sedangkan variabel

Current Assets (CR)

memiliki hubungan

positif terhadap

profitabilitas pada

perusahaan

manufaktur yang

terdaftar di Bura

Efek Indonesia pada

tahun 2010-2012.

4 Niken Hastuti

(2010)

Analisis Pengaruh

Periode

Perputaran

Persediaan,

Periode

Perputaran

Hutang Dagang,

Rasio Lancar,

Leverage,

Pertumbuhan

Penjualan Dan

Ukuran

Perusahaan

Terhadap

Profitabilitas

Perusahaan (Pada

Perusahaan

Manufaktur yang

Terdaftar di BEI

pada tahun 2006-

2008)

Menggunakan

ukuran

perusahaan

sebagai

variabel bebas

Menggunakan

periode

perputaran

persediaan,

periode

perputaran

hutang

dagang, rasio

lancer,

leverage,

perumbuhan

penjualan

sebagai

variabel bebas

dan dan

profitabilitas

sebagai

variabel

terikat. serta

perusahaan

manufaktur

Periode Perputaran

Hutang Dagang,

Leverage, dan

Ukuran Perusahaan

yang memiliki

pengaruh signifikan

terhadap ROA.

Sedangkan variabel

yang lain tidak

berpengaruh

signifikan terhadap

ROA.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitiandigilib.uinsgd.ac.id/12630/4/4_bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN ... tipis masing-masing 6.1% dan 1.7%. Padahal empat provinsi di Pulau

26

yan terdaftar

di BEI tahun

2006-2008

5 Sony

Witjaksono

(2011)

Pengaruh Total

Asset Turnover,

Debt Equity

Ratio, Sales

Growth dan Size

terhadap Return

On Asset (ROA)

(Studi Komparatif

pada PT. Telkom,

PT. Indosan dan

PT. XL Axiata

periode 2006-

2010)

Menggunakan

Total Asset

Turnover,

Debt Equity

Ratio, dan Size

sebagai

variabel bebas

serta ROA

sebagai

variabel

terikat.

Menggunakan

Sales Growth

sebagai

variabel bebas

dan Studi

Komparatif

pada PT.

Telkom, PT.

Indosan dan

PT. XL Axiata

periode 2006-

2010.

TATO berpengaruh

positif dan

signifikan terhadap

ROA, DER

berpengaruh

negative signifikan,

Sales Growth tidak

berpengaruh

signifikan terhadap

ROA, Size

berpengaruh

signifikan positif

terhadap ROA,

6 Iyan Setiadi

(2014)

Pengaruh Struktur

Modal dan

Perputaran Modal

Kerja Terhadap

Profitabilitas

(studi pada PT.

Kalbe Farma Tbk

periode 2000-

2013)

Menggunakan

struktur modal

sebagai

variabel bebas

Menggunakan

perputaran

modal kerja

sebagai

variabel bebas

serta dan

profitabilitas

sebagai

variabel

terikat. Dan

studi pada PT.

Kalbe Farma

Tbk. Periode

2000-2013

Debt equity ratio

(DER) berpengaruh

negative terhadap

profitabilitas,

sedangkan

perputaran modal

kerja tidak

berpengaruh

terhadap

profitabilitas, secara

simultan variabel

debt equity ratio

(DER) dan

perputaran modal

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitiandigilib.uinsgd.ac.id/12630/4/4_bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN ... tipis masing-masing 6.1% dan 1.7%. Padahal empat provinsi di Pulau

27

kerja berpengaruh

signifikan terhadap

profitabilitas.

7 Egi Zainal

Abidin

(2015)

Pengaruh Struktur

Kepemilikan

Saham dan

Struktur Modal

terhadap Return

On Asset (ROA)

(Pada Perusahaan

Sektor Tekstil

yang Terdaftar di

BEI Periode

2003-2012)

Menggunakan

struktur modal

sebagai

variabel bebas

dan Return

On Asset

(ROA) sebagai

variabel terikat

Menggunakan

struktur

kepemilikan

saham sebagai

variabel bebas

dan

perusahaan

sektor tekstil

yang terdaftar

di BEI periode

2003-2012

Struktur

kepemilikan saham

berpengaruh positif

tapi tidak signifikan

terhadap Return On

Asset (ROA), dan

struktur modal

berpengaruh

negative secara

signifikan terhadap

Return On Asset

(ROA), secara

simultan variabel

independen

berpengaruh secara

signifikan terhadap

variabel depeden

8 Meilinda

Aprianti

(2011)

Analisis Pengaruh

Current Ratio,

Total Asset

Turnover, Debt

To Equity Ratio,

Sales dan Size

Terhadap

ROA (Return On

Asset)

Menggunakan

Total Asset

Turnover,

Debt To

Equity Ratio,

Sales dan Size

sebagai

variabel bebas

dan ROA

sebagai

Menggunakan

Current Ratio

dan sales

sebagai

variabel bebas

dan

perusahaan

manufaktur

yang terdaftar

variabel Current

Ratio berpengaruh

negatif dan

signifikan terhadap

ROA, variabel Total

Asset Turnover

berpengaruh positif

dan signifikan

terhadap ROA,

variabel Debt to

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitiandigilib.uinsgd.ac.id/12630/4/4_bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN ... tipis masing-masing 6.1% dan 1.7%. Padahal empat provinsi di Pulau

28

(Studi Pada

Perusahaan

Manufaktur yang

Terdaftar di BEI

Pada Tahun 2006-

2009)

variabel

terikat.

di BEI tahun

2006-2009.

Equity Ratio

berpengaruh negatif

dan signifikan

terhadap ROA,

variabel Sales

berpengaruh positif

dan tidak signifikan

terhadap ROA, dan

variabel Size

berpengaruh positif

dan tidak signifikan

terhadap ROA

Berdasarkan dengan hasil penelitian terdahulu, hal tersebut menunjukkan

adanya perbedaan hasil penelitian yang satu dengan hasil penelitian yang lain.

Mengenai hasil dari masing-masing penelitian variabel yang berpengaruh terhadap

profitabilitas perusahaan, perbedaan hasil penelitian tersebut merupakan research

gap yang akan diangkat dalam penelitian ini. Oleh karena itu perlu diuji pengaruh

dari variabel independen (Total Asset Turnover, Debt Equity Ratio, Firm size)

dalam mempengaruhi profitabilitas pada perusahaan Industri barang konsumsi yang

terdaftar di BEI periode 2016.

Untuk memudahkan dalam melakukan penelitan, dibuat suatu paradigma

pemikiran yang akan menjadi arahan dalam melakukan pengumpulan data serta

analisisnya. Secara sistematis paradigma pemikiran dalam penelitian ini dapat

dilihat pada Gambar 1.2 berikut ini:

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitiandigilib.uinsgd.ac.id/12630/4/4_bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN ... tipis masing-masing 6.1% dan 1.7%. Padahal empat provinsi di Pulau

29

Gambar 1.2

Kerangka Pemikiran penelitian

Sumber

Sumber: Kasmir (2017) Analisis Laporan Keuangan dan Priharyanto (2009)

Analisis Pengaruh Current Rasio, Inventory Turnover, Debt to Equty Ratio,

dan Size terhadap Profitabilitas (studi pada perusahaan Food and Beverage

dan Perusahaan Constumer Goods yang listed di BEI Periode 2005-2007):

Semarang, Universitas Diponegoro.

Dibuat oleh penulis (2017)

G. Hipotesis Penelitian

Dari kerangka pemikiran di atas, peneliti merumuskan hipotesis dalam

penelitian ini adalah sebagi berikut:

H1

H2

H3

H4

ROA (Y)

ROA = 𝐸𝐴𝐼𝑇

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡

TATO (X1)

TATO = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎

𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛

DER (X2)

DER = 𝐷𝑒𝑏𝑡

𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦

Firm Size (X3)

Firm Size = LN (total

asset)

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitiandigilib.uinsgd.ac.id/12630/4/4_bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN ... tipis masing-masing 6.1% dan 1.7%. Padahal empat provinsi di Pulau

30

Hipotesis 1

Ho : Tidak terdapat pengaruh Total Asset Turnover terhadap Return On Asset

pada perusahaan manufaktur sub sektor industri barang konsumsi yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2016.

Ha : Terdapat pengaruh Total Asset Turnover terhadap Return On Assets pada

perusahaan manufaktur sub sektor industri barang konsumsi yang terdaftar

di Bursa Efek Indonesia periode 2016.

Hipotesis 2

Ho : Tidak terdapat pengaruh Debt Equity Ratio terhadap Return On Asset

pada perusahaan manufaktur sub sektor industri barang konsumsi yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2016.

Ha : Terdapat pengaruh Debt Equity Ratio terhadap Return On Assets pada

perusahaan manufaktur sub sektor industri barang konsumsi yang terdaftar

di Bursa Efek Indonesia periode 2016.

Hipotesis 3

Ho : Tidak terdapat pengaruh Firm Size terhadap Return On Asset pada

perusahaan manufaktur sub sektor industri barang konsumsi yang terdaftar

di Bursa Efek Indonesia periode 2016.

Ha : Terdapat pengaruh Firm Size terhadap Return On Assets pada

perusahaan manufaktur sub sektor industri barang konsumsi yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2016.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitiandigilib.uinsgd.ac.id/12630/4/4_bab1.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN ... tipis masing-masing 6.1% dan 1.7%. Padahal empat provinsi di Pulau

31

Hipotesis 4

Ho : Tidak terdapat pengaruh secara simultan antara Total Asset Turnover, Debt

Equity Ratio dan Firm Size terhadap Return On Assets pada perusahaan

manufaktur sub sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia periode 2016.

Ha : Terdapat pengaruh secara simultan antara Total Asset Turnover Debt

Equity Ratio dan Firm Size terhadap Return On Assets pada perusahaan

manufaktur sub sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia periode 2016.