bab i pendahuluan a. latar belakang penelitiandigilib.uinsgd.ac.id/12630/4/4_bab1.pdf · 1 bab i...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan menandai lajunya globalisasi.
Kondisi persaingan semakin tajam dalam dunia usaha, sehingga menurut para
pelaku ekonomi untuk membuat dan melaksanakan strategi agar dapat
mempertahankan kelangsungan hidup mereka, baik secara individual maupun
dalam koorporasi. Persaingan dalam dunia usaha, khususnya pada industri
manufaktur membuat setiap perusahaan semakin meningkatkan kinerja agar
tujannya dapat tercapai. Perusahaan didirikan dengan tujuan meningkatkan
profitabilitas perusahaan sehingga dapat memberikan kemakmuran bagi pemilik
atau pemegang saham, profitabilitas dapat ditunjukan dengan melihat kemampuan
perusahaan untuk memperoleh laba yang maksimal (kemenperin.go.id).
Kinerja industri manufaktur terhadap PDB nasional dari tahun ke tahun
terus menurun. Padahal selama ini industri manufaktur menjadi tulang punggung
ekonomi khususnya industri yang berorientasi ekspor dan yang menyerap banyak
tenaga kerja. Salah satu yang menjadi penyebab merosotnya industri manufaktur
adalah daya beli masyarakat yang tengah menurun. Belum lagi perlambatan
ekonomi global yang sudah terjadi sejak tahun 2015. Perlambatan perekonomian
dunia di tahun 2015 dan awal 2016 berimbas pada permintaan terhadap produk
industri Indonesia yang menurun. Masyarakat saat itu cenderung menambah
tabungan dan menekan konsumsi, daya beli masyarakat jadi menurun. Karena
permintaan menurun maka penawaran juga menurun. Selain itu, masalah lainnya
2
adalah gempuran barang-barang impor yang harganya jauh lebih murah. Faktor ini
yang menjadi pukulan bagi pelaku usaha di industri manufaktur yang ada di
Indonesia (kumparanNEWS.com)
Sektor industri manufaktur Indonesia pada tahun 2015 oleh pemerintah
melalui mentri koordinator perekonomian akan dijadikan sebagai tulang punggung
ekonomi, khususnya industri yang berorientasi ekspor dan yang menyerap banyak
tenaga kerja. Paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan itu pada dasarnya
diarahkan untuk mendorong industri dan ekspor. Kinerja industri manufaktur
sepanjang 2015 mencapai Rp.2.097.71 triliun atau berkontribusi 18.1% terhadap
PDB nasional. Kondisi perekonomian pada tahun 2015 lebih sulit ketimbang tahun
sebelumnya, secara nilai industrinya manufaktur nasional masih mengalami
pertumbuhan. Hal tersebut disebabkan oleh meningkatnya investasi, baik dari
investor baru maupun pelaku usaha yang melakukan ekspansi. Intinya investasi
bertambah kemudian ekspor produk manufaktur meningkat menjadi 70.9% dari
total ekspor nasional. Sektor manufaktur ditargetkan dapat meningkat menjadi
18.5% pada tahun 2016 dengan laju pertumbuhan industri sebesar 5.7%. Data
Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan bahwa tingkat konsumsi masyarakat
masih mampu tumbuh besar sebesar 5.49%. namun terus mengalami penurunan
menjadi 5.15% (2014) dan kemuadian anjlok sebesar 4.96% (2015) tertahannya
konsumsi juga terlihat dari tingkat pertumbuhan Indeks Penjualan Rill (IPR) yang
di buat Bank Indonesia (BI). Secara umum IPR mengalami penurunan dari tahun
2016 hingga September 2017 kemarin. Kelompok barang yang mengalami tren
3
penurunan cukup tajam adalah adalah kelompok non makanan, seperti peralatan
komunikasi, perlengkapan rumah tangga, serta produk pakaian.
Ketua Umum Asosiasi pengusaha Indonesia (Apindo) mengatakan bahwa
pemerintah dan pelaku usaha harus kreatif mencari jalan keluar untuk
meningkatkan daya saing dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi nasional,
terutama dalam menghadapi perlambatan ekonomi global, belanja infrastruktur
yang dilakukan pemerintah sejak awal tahun diharapkan dapat mendorong sektor
swasta meningkatkan investasi dan belanja modal. Optimisme dunia usaha mulai
membaik dengan adanya paket-paket kebijakan ekonomi, harapannya belanja
APBN akan segera mendorong belanja swasta sehingga daya beli masyarakat
semakin menguat (kemenperin.go.id). Pertumbuhan sektor industri barang
konsumsi diperkirakan bakal terus melesat kedepannya dengan semakin banyaknya
investor peritel yang mengincar pasar kaum menengah yang terus bertambah serta
positifnya pertumbuhan ekonomi nasional.
Sektor industri barang konsumsi merupakan salah satu bagian dari
perusahaan manufaktur yang ada di Indonesia. Industry barang konsumsi yang
masih menjadi pilihan utama para investor dalam menginvestasikan dana mereka.
Hal itu dikarenakan saham-saham dari perusahaan-perusahaan dalam industry
barang konsumsi yang masih menawarkan potensi kenaikan. Dan juga indusri
barang konsumsi terdiri dari 5 sub sektor, yaitu sub sektor Makanan dan Minuman,
Sub Sektor Rokok, Sub Sektor Farmasi, Sub Sektor Komestik dan Barang Rumah
Tangga, dan Sub Sektor Peralatan Rumah Tangga. Produk-produk yang di hasilkan
tersebut bersifat konsumtif yang disukai orang sehingga para produsen dalam
4
industry ini memiliki tingkat penjualan yang tinggi yang terdampak pula
pertumbuhan sector industry ini. Perusahaan manufaktur ini merupakan penopang
utama pengembangan industry di sebuah negara, dimana dapat digunakan untuk
melihat perkembangan baik dari aspek kualitas produk yang dihasilkannya maupun
kinerja industry secara keseluruhan.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), setidaknya lima jaringan ritel
menunjukan kinerja sangat baik dalam hal pertumbuhan pendapatan dan laba pada
2016. Kelima jaringan industri barang konsumsi tercatat mengalami pertumbuhan
pendapatan -15% pada periode 2015-2016. Karena industri barang konsumsi di
Indonesia kedepannya juga bakal menjadi terus menjanjikan baik bagi peritel asing
maupun lokal (Metronews.com). Indeks sektor barang dan konsumsi pekan lalu
berhasil menjadi indeks sektor saham terkuat pada pekan lalu. Bursa Efek Indonesia
(BEI) mencaatat, indeks sektor barang dan konsumsi naik hingga 3.02% ke level
2.394.536 dari pekan sebelumnya 2.324.281. Menguatnya sektor barang dan
konsumsi dipengaruhi oleh aksi beli yang dilakukan oleh pelaku pasar. Sektor
barang dan konsumsi juga disebabkan oleh menguatnya nilai tukar rupiah terhadap
dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang pekan lalu. Kondisi ini diperkirakan
berimbas positif pada emiten barang dan konsumsi didapatkan secara impor.
(cnnindonesia.com)
Pada tahun 2016 pertumbuhan industri makanan dan minuman masih
tertinggi dibanding setor lain. Sektor industri pengolahan nonmigas memberikan
kontribusi sebesar 17.82% terhadap total PDB nasional pada triwulan III/2016. Ada
empat sub sektor industry yang memberikan kontribusi terbesar tehadap PDB
5
sekktor industri nonmigas, yaitu industri makanan dan minuman sebesar 33.61%,
industri barang logam, computer, barang elektronik, optic, dan peralatan listrik
sebesar 10.68%, industri alat angkutan sebesar 10.35% serta industri kimia, farmasi,
dan obat tradisional 10.05%. Investasi sektor industi juga menjadi motor
pertumbuhan sektor industri pada Januari-September 2016 investasi PMDN sektor
industri mencapai Rp.75.41 triliun atau naik 19.6% dibanding periode satu tahun
lalu. Sedangkan investasi PMA sektor industri mencapai USD 13.09 miliar atau
naik 53.6% dibanding periode sama tahun sebelumnya. Jumlah tenaga kerja yang
bergerak di sektor industri pun bergerak mencapai peningkatan hingga agustus
2016 mencapai sebesar 15.54 juta orang atau naik 1.87% di banding periode sama
pada tahun sebelumnya. Seb sektor industri yang diperkirakan akan tumbuh paling
tinggi dan menjadi motor pertumbuhan masih disumbang oleh industri makanan
dan minuman. Pemerintah optimistis kondisi perekonomian nasional akan lebih
stabil dan membaik sehingga menumbuhkan iklim investasi yang kondusif bagi
sektor industri (sindonews.com).
Produsen barang konsumsi atau kebutuhan konsumen (Fast Moving
Consumer Goods/ FMCG) juga menderita perlambatan pertumbuhan penjualan.
Hal tersebut semakin mempertegas indikasi melemahnaya daya beli masyarakan,
khususnya kelas menengah bawah, ketimbang pengaruh tren penjualan secara
elektronik (e-commerce). Penjualan barang konsumsi selama periode januari-
september 2017 hanya tumbuh 2.7%. Angka ini melanjutkan tren perlambatan
penjualan FMCG yang tahun lalu tumbuh 7.7%, atau dibawah rata-rata
pertumbuhan tahunan penjualan sebesar 11% selama lebih 10 tahun ini. Lesunya
6
penjualan barang konsumsi terlihat merata diseluruh daerah. Di DKI Jakarta,
penjualan FMCG turun 2.3%, begitu juga di Jawa Timur yang turun 0.1%,
sedangkan penjualan barang konsumsi di Jawa Barat dan Jawa Tengah masih naik
tipis masing-masing 6.1% dan 1.7%. Padahal empat provinsi di Pulau Jawa ini
menguasai 68% total pasar pejualan barang konsumsi diseluruh Indonesia.
Gambar 1.1
Pertumbuhan barang konsumsi (2004-2017)
Pertumbuhan barang konsumsi pada tahun 2016 dalam Nielsen Indonesia
turun mencapai 7.7% dibandingkan pada tahun 2008 sebesar 21.1% ataupun tahun
sebelumnya. Penurunan ini di karena lemahnya daya beli yang disebabkan turunnya
take home pay dan kebutuhan hidup meningkat. Namun tren jangka panjang tetap
positif.
Perkembangan sektor industri barang konsumsi tentu saja akan menarik
minat investor dikarenakan saham-saham dari perusahaan dalam industri
manufaktur yang masih menawarkan potensi kenaikan. Dan beberapa perusahaan
menghasilkan kinerja yang baik sehingga menghasilkan laba yang maksimal,
dengan laba yang maksimal maka investor tertarik untuk berinvestasi. Dan ada
7
beberapa perusahaan dengan pertumbuhan yang turun dikarenakan lemahnya daya
beli masyarakat dan tren penjualan secara elektronik (e-commerce).
Dalam penelitian ini menggunakan rasio profitabiltas yaitu untuk menilai
kemampuan perusahaan dalam mecari keuntungan. Rasio ini juga memberikan
ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan dalam mengelola asset
yang dimilikinya. Profitabilitas dapat diukur melalui rasio, hasil pengukuran
tersebut dapat dijadikan alat evaluasi kinerja manajemen, apakah mereka bekerja
secara efektif atau tidak. Jika berhasil mencapai target yang telah ditentukan maka
berhasil mencapai targe. Namun sebaliknya jika tidak berhasil mencapai target,
maka ini menjadi pelajaran manajemen untuk periode kedepannya. Salah satu
ukuran dari rasio profitabilitas adalah Return On Asset (ROA). Return On Asset
(ROA) digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan dengan memanfaatkan asset yang dimilikinya. Semakin besar Return
On Asset (ROA) maka semakin besar penggunaan asset perusahaan, artinya
semakin besar assetnya maka semakin besar pula laba yang dihasilkannya,
demikian pula sebaliknya. Menurut Fahmi (2012) rasio ini melihat sejauh mana
investasi yang telah ditanamkan mampu memberikan pengembalian keuntungan
sesuai dengan yang diharapkan.
Di sisi lain tingkat laba yang diperoleh sangat dipengaruhi oleh pengelolaan
aktiva yang dimiliki yang diukur menggunakan Total Asset Turnover (TATO)
merupakan rasio yang dipilih untuk mewakili rasio aktivitas dengan mengukur
keefektifan total asset yang dimiliki perusahaan dalam menghasilkan penjualan.
Menurut Kasmir (2017) Total Asset Turnover (TATO) digunakan untuk mengukur
8
perputaran ssemuaktivitas yang di miliki perusahaan dan mengukur beberapa
jumlah penjualan yang diperoleh dari setiap rupiah aktiva.
Perusahaan dengan pertumbuhan yang tinggi tentunya memerlukan dana
yang tidak sedikit untuk membiayai aktivitas operasional perusahaannya.
Kebutuhan dana tersebut dapat dipenuhi salah satuny dari sumber dana eksternal
perusahaan, yaitu dengan hutang. Diukur menggunakan Debt Equity Ratio (DER).
Menurut Kasmir (2017) rasio ini digunakan untuk mengetahui jumlah dana yang
disediakan peminjam (kreditur) dengan pemilik perusahaan, dengan kata lain rasio
ini berfungsi untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan untuk
jaminan hutang.
Selain itu, ukuran perusahaan (Firm Size) termasuk faktor yang
mempengaruhi profitabilitas perusahaan. Semakin besar ukuran perusahaaan (Firm
Size) maka profitabilitasnya juga akan meningkat, tetapi pada titik atau jumlah
tertentu ukuran perusahaan pada akhirnya akan menurunkan laba perusahaan.
Weston dan Brigham dalam Priharyanto (2009) menyatakan bahwa suatu
perusahaan besar dan mapan akan mudah untuk menuju kepasar modal. Karena
kemudahan untuk berhubungan dengan pasar modal, maka perusahaan besar
memiliki fleksibilitas lebih besar untuk memperoleh dana yang sangat diperlukan
untuk melaksanakan kesempatan investasi yang menguntungkan.
Peneliti mengumpulan data menggunakan cross-sectional mengambil data
dari perusahaan industri manufaktur sektor industri barang konsumsi yang tercatat
di Bursa Efek Indonesia periode 2016. Besaran rata-rata dari ketigaa variabel
independen (Total Asset Turnover, Debt Equity Ratio dan Firm Size) pada
9
perusahaan industri manufaktur sektor industry barang konsumsi yang tercatat di
Bursa Efek Indonesia periode 2016 dapat dilihat di Tabel 1.1 dibawah ini:
Tabel 1.1
Data Total Asset Turnover, Debt Equity Ratio, Firm Size dan Return On Asset
Studi pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Industri Barang Konsumsi
yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2016
NO KODE TATO DER FIRM SIZE ROA
1 ADES 115.66% 99.66% 1355.09% 7.29%
2 AISA 70.73% 117.02% 1604.06% 7.77%
3 CEKA 288.61% 60.60% 1417.04% 18.00%
4 CINT 81.99% 0.22% 1289.76% 5.16%
5 DLTA 138.47% 18.39% 1399.60% 21.18%
6 PSDN 142.69% 133.00% 1339.06% -5.61%
7 RMBA 142.74% 42.70% 1641.60% -15.48%
8 GGRM 121.16% 59.10% 1795.79% 10.60%
9 HMSP 224.58% 24.38% 1756.52% 30.00%
10 INAF 121.21% 139.97% 1413.88% -1.25%
11 KAEF 125.99% 103.07% 1534.43% 5.80%
12 KINO 106.35% 68.26% 1500.47% 6.68%
13 MBTO 96.55% 61.02% 1347.30% 1.24%
14 MLBI 143.44% 177.00% 1463.75% 43.17%
15 MYOR 142.00% 106.00% 1637.45% 11.00%
16 ULTJ 110.54% 21.49% 1525.99% 22.00%
17 SKLT 146.74% 127.50% 1325.03% 3.60%
18 ROTI 86.38% 102.37% 1488.70% 9.58%
19 SKBM 149.86% 171.90% 1381.72% 2.11%
20 TCID 115.64% 22.50% 1459.72% 10.14%
21 UNVR 239.19% 256.00% 1663.37% 39.40%
22 WIIM 124.54% 36.58% 1411.83% 10.10%
23 ICBP 119.25% 56.22% 1717.94% 17.50%
24 KLBF 127.24% 2.24% 1653.85% 15.10%
25 PYFA 129.86% 58.34% 1202.61% 3.08%
26 SQBB 118.22% 35.00% 1307.99% 34.47%
MAX 288.61% 256.00% 1795.79% 43.17%
MIN 70.73% 0.22% 1202.61% -15.48%
AVERAGE 135.76% 80.79% 1485.94% 12.02%
Sumber: www.idx.com (data diolah peneliti)
10
Sesuai dengan data yang disajikan dalam Tabel 1.1 terdapat 26 perusahaan
dari 37 perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di
BEI periode 2016. Dimana peneliti mengambil 26 perusahaan karena hanya 26
perusahaan yang termasuk kriteria peneliti.
Rata-rata Total Asset Turnover (TATO) pada perusahaan manufaktur sektor
industri barang konsumsi yang terdaftar di BEI periode 2016 yaitu sebesar
135.76%. Total Asset Turnover (TATO) tertinggi dimiliki oleh perusahaan CEKA
(PT. Wilmar Cahaya Indonesia Tbk) sebesar 228.61% diatas rata-rata industri.
Sedangkan Total Asset Turnover terendah dimiliki oleh perusahaan AISA (PT. Tiga
Pilar Sejahtera Tbk) sebesar 70.73%, jauh dibawah rata-rata industri. Berdasarkan
teori bahwa semakin tinggi Total Asset Turnover (TATO) maka semakin tinggi nilai
profitabilitas. Tetapi kenyataanya pada tabel di atas ada satu perusahaan tidak
dengan sesuai teori yaitu perusahaan dengan kode INAF (PT Indofarma Persero
Tbk) yaitu Total Asset Turnover (TATO) tinggi dan Return On Asset (ROA) rendah
dan hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuniansyah (2015). Ini
berarti perusahaan belum mampu memaksimalkan aktiva yang dimiliki, perusahaan
diharapkan meningkatkan lagi penjualannya atau mengurangi sebagian aktiva yang
kurang produktif. Namun pada perusahaan kode CEKA (PT Wilmar Cahaya
Indonesia Tbk) sesuai dengan teori bahwa semakin tinggi Total Asset Turnover
(TATO) maka semakin tinggi nilai profitabilitasnya yang didukung oleh Apriyanti
(2011), Ini menunjukan bahwa perusahaan menggunakan aktivanya efisien
dibandingkan dengan perusahaan lain.
11
Rata-rata Debt Equity Ratio (DER) pada perusahaan manufaktur sektor
industri barang konsumsi yang terdaftar di BEI periode 2016 yaitu sebesar 80.79%.
Debt Equity Ratio (DER) tertinggi dimiliki oleh perusahaan UNVR (PT. Unilever
Indonesia Tbk) sebesar 256.00% diatas rata-rata industri. Sedangkan Debt Equity
Ratio (DER) terendah dimiliki oleh perusahaan CINT (PT. Chitose Internasional
Tbk) sebesar 0.22%, jauh dibawah rata-rata industri. Berdasarkan teori bahwa
semakin tinggi Debt Equity Ratio (DER) maka semakin rendah profitabilitas. Pada
tabel di atas ada salah satu perusahaan sesuai teori yaitu perusahaan dengan kode
UNVR (PT. Unilever Indonesia Tbk) yaitu Debt Equity Ratio (DER) tinggi dan
Return On Asset (ROA) rendah dan hasil ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Yusralaini (2009). Ini berarti perusahaan menggunakan banyak
utang sehingga laba perusahaannya menurun karena sebagian laba perusahaan
dipakai untuk melunasi utangnya. Namun pada perusahaan ULTJ (PT. Ultrajaya
milk industri & trading company Tbk) tidak sesuai dengan teori bahwa semakin
rendah Debt Equity Ratio (DER) maka semakin tinggi nilai profitabilitasnya yang
didukung oleh Apriyanti (2011), Ini berarti perusahaan menggunakan lebih sedikit
utang dan kemungkinan lebih banyak menggunakan modal internal dibandingkan
eksternal sehingga laba yang di dapat lebih banyak.
Rata-rata Firm Size pada perusahaan manufaktur sektor industri barang
konsumsi yang terdaftar di BEI periode 2016 yaitu sebesar 1485.94%. Firm Size
tertinggi dimiliki oleh perusahaan GGRM (PT. Gudang Garam Tbk) sebesar
1795.79% diatas rata-rata industri. Sedangkan Firm Size terendah dimiliki oleh
perusahaan PYFA (PT. Pyridam Farma Tbk) sebesar 1202.61%, jauh dibawah rata-
12
rata industri. Berdasarkan teori bahwa jika Ukuran Perusahaan (firm size) naik
maka ROA juga akan naik. Tetapi kenyataanya pada tabel di atas ada satu
perusahaan tidak dengan sesuai teori yaitu perusahaan dengan kode PYFA (PT.
Pyridam Farma Tbk) yaitu Firm Size turun maka Return On Asset (ROA) naik hasil
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Purbawangsa (2014). Namun
perusahaan MLBI (PT. Multi Bintang Indonesia Tbk) sesuai dengan teori dimana
semakin tinggi firm size maka semakin tinggi Return On Asset (ROA), Artinya
apabila ukuran perusahaan naik dengan anggapan variabel lain konstan, maka akan
diikuti dengan peningkatan profitabilitas yang didukung oleh Hastuti (2010)
Grafik 1.1
Total Asset Turnover
Pada grafik 1.1 menunjukan Total Asset Turnover (TATO) pada perusahaan
manufaktur sub sektor industri barang konsumsi jumlah yang diteliti 26 perusahaan
pada tahun 2016 bahwa besarnya Total Asset Turnover (TATO) tertinggi terdapat
pada perusahaan CEKA (PT. Wilmar Cahaya Indonesia Tbk) sebesar 288.61%
yang menujukan bahwa perusahaan sangat efektif dalam mengelola asetnya
-0.500
0.000
0.500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
AD
ES
AIS
A
CEK
A
CIN
T
DLT
A
PSD
N
RM
BA
GG
RM
HM
SP
INA
F
KAEF
KIN
O
MB
TO
MLB
I
MYO
R
ULT
J
SKLT
RO
TI
SKB
M
TCID
UN
VR
WIIM ICB
P
KLB
F
PYFA
SQB
B
TATO DER
13
sehingga menghasilkan penjualan yang tinggi, besarnya Total Asset Turnover
(TATO) sedang terdapat pada perusahaan HMSP (PT. Hm Sampoerna Tbk) sebesar
224.58% menunjukan bahwa perusahaan dalam keadaan cukup baik, dan Total
Asset Turnover (TATO)terendah ditunjukan pada perusahaan AISA (PT. Tiga Pilar
Sejahtera Food Tbk) sebesar 70.73% menunjukan perusahaan kurang baik
dibandingkan dengan perusahaan lain.
Grafik 1.2
Debt Equity Ratio
Debt Equity Ratio (DER) pada perusahaan manufaktur sub sektor industri
barang konsumsi jumlah yang diteliti 26 perusahaan pada tahun 2016 bahwa
besarnya Debt Equity Ratio (DER) tertinggi terdapat pada perusahaan UNVR (PT.
Unilever Indonesia Tbk) sebesar 256.00% yang menujukan bahwa perusahaan lebih
banyak menggunakan sumber dana eksternal dibandingkan dan internal, Debt
Equity Ratio (DER) sedang terdapat pada perusahaan MLBI (PT. Multi Bintang
Indonesia Tbk) sebesar 177.00% menunjukan bahwa perusahaan dalam keadaan
cukup baik, dan Debt Equity Ratio (DER) terendah ditunjukan pada perusahaan
-50.00%
0.00%
50.00%
100.00%
150.00%
200.00%
250.00%
300.00%
AD
ES
AIS
A
CEK
A
CIN
T
DLT
A
PSD
N
RM
BA
GG
RM
HM
SP
INA
F
KAEF
KIN
O
MB
TO
MLB
I
MYO
R
ULT
J
SKLT
RO
TI
SKB
M
TCID
UN
VR
WIIM ICB
P
KLB
F
PYFA
SQB
B
DER ROA
14
CINT (PT. Chitose Internasional Tbk) sebesar 0.22% menunjukan bahwa
perusahaan menggunakan sedikit sumber dana eksternal dan lebih banyak sumber
dana internal.
Grafik 1.3
Firm Size
Firm Size pada perusahaan manufaktur sub sektor industri barang konsumsi
jumlah yang diteliti 26 perusahaan pada tahun 2016 bahwa besarnya Firm Size
tertinggi terdapat pada perusahaan GGRM (PT. Gudang Garam Tbk) sebesar
1795.79% yang menujukan bahwa perusahaan memiliki skala besar dan sahamnya
tersebar luas sehingga mempunyai kekutan tersendiri untuk mengahadapi bisnisnya
dan mempunyai asset yang besar, Firm Size sedang terdapat pada perusahaan KLBF
(PT. Kalbe Farma Tbk) sebesar 1653.85% menunjukan bahwa perusahaan dalam
keadaan cukup baik, dan Firm Size terendah ditunjukan pada perusahaan PYFA
(PT. Pyridam Farma Tbk) sebesar 1202.61% menunjukan bahwa perusahaan
memiliki sedikit asset sehingga sahamnya tidak tersebar luas.
-200.00%
0.00%
200.00%
400.00%
600.00%
800.00%
1000.00%
1200.00%
1400.00%
1600.00%
1800.00%
2000.00%
Firm Size ROA
15
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti “Pengaruh
Total Asset Turnover, Debt Equity Ratio, dan Firm Size terhadap Return On
Asset Pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Industri Barang Konsumsi
Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2016”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian diatas, tujuan setiap perusahaan adalah untuk mencapai
keuntungan maksimal atau laba yang sebesar-besarnya, untuk memakmurkan
pemilik perusahaan atau pemilik saham dan memaksimalkan nilai perusahaan.
Dalam memaksimalkan nilai perusahaan perlu di perhatikan profitabilitasnya.
Adanya gap teori dan research gap merupakan alasan peneliti untuk melakukan
penelitian tentang rasio-rasio keuangan yang mempengaruhi profitabilitas pada
perusahaan manufaktur.
1. Terdapat masalah dalam mengukur kinerja perusahaan salah satunya terjadi
perubahan nilai Total Asset Turnover terhadap Return On Asset yang
flukuatif.
2. Terdapat masalah dalam mengukur kinerja perusahaan salah satunya terjadi
perubahan nilai Debt Equity Ratio terhadap Return On Asset yang flukuatif.
3. Terdapat masalah dalam mengukur kinerja perusahaan salah satunya terjadi
perubahan nilai Firm Size terhadap Return On Asset yang flukuatif.
4. Terdapat masalah dalam mengukur kinerja perusahaan salah satunya
terjadinya perubahan nilai Return On Asset yang fluktuatif.
5. Terdapat masalah turunnya daya beli masyarakat.
6. Terdapat masalah gap teoritis (penelitian dahulu yang tidak konsisten).
16
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil uraian di atas, peneliti menyusun rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh Total Asset Turnover terhadap Return On Asset pada
Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Industry Barang Konsumsi di Bursa
Efek Indonesia periode 2016?
2. Apakah ada pengaruh Debt Equity Ratio terhadap Return On Asset pada
Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Industry Barang Konsumsi di Bursa
Efek Indonesia periode 2016?
3. Apakah ada pengaruh Firm Size terhadap Return On Asset pada Perusahaan
Manufaktur Sub Sektor Industry Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia
periode 2016?
4. Seberapa besar pengaruh Total Asset Turnover, Debt Equity Ratio dan Firm
Size secara simultan pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Industry
Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia periode 2016?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuaraikan
diatas peneliti memiliki tujuan diantaranya:
1. Untuk menguji ada tidaknya pengaruh antara Total Asset Turnover terhadap
Return On Asset secara parsial pada perusahaan Sektor Industry Barang
Konsumsi di Bursa Efek Indonesia periode 2016.
17
2. Untuk menguji ada tidaknya pengaruh antara Debt Equity Ratio terhadap
Return On Asset secara parsial pada perusahaan Sektor Industry Barang
Konsumsi di Bursa Efek Indonesia periode 2016.
3. Untuk menguji ada tidaknya pengaruh antara Firm Size terhadap Return On
Asset secara parsial pada perusahaan Sektor Industry Barang Konsumsi di
Bursa Efek Indonesia periode 2016.
4. Untuk menguji seberapa besar pengaruh yang dimiliki Total Asset
Turnover, Debt Equity Ratio dan Firm Size secara simultan pada perusahaan
Sektor Industry Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia periode 2016.
E. Manfaat Hasil Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan nilai tambah bagi pihak-pihak
berkepentingan sebagai berikut:
1. Kegunaan secara teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan konsep
mengenai pengelolaan rasio keuangan terhadap profitabilitas pada
perusahaan manufaktur sektor industri barang dan konsumsi periode 2016.
2. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana untuk
melatih berfikir secara ilmiah dengan berdasar pada disiplin ilmu yang
diperoleh di bangku kuliah khususnya lingkup manajemen keuangan, dan
menerapkannya pada data yang diperoleh dari objek yang diteliti.
18
3. Bagi investor
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan
dalam mengambil keputusan bagi para investor yang berminat untuk
berinvestasi di perusahaan-perusahaan indusstri manufaktur sektor industri
barang konsumsi yang diteliti, profitabilitas mencerminkan kondisi
perusahaan pada suatu waktu tertentu.
4. Bagi Kalangan Akademik dan Pembaca
Bagi kalangan akademik dan pembaca hasil penelitian ini diharapkan dapat
menambah khasanah perpustakaan dengan tambahan referensi bagi
penelitian selanjutnya, dengan melihat variabel manakah yang sesuai
dengan teori dan bersifat signifikan. Variabel yang demikian layak menjadi
variabel penelitian pada penelitian selanjutnya.
F. Kerangka Pemikiran
Dilihat dari sisi perusahaan, setiap perusahaan pasti membutuhkan dana dan
pemenuhan dana tersebut berasal dari internal maupun eksterna, namun umumnya
perusahaan lebih mengandalkan modal yang berasal dari luar (utang) sebagai
sumber pertama pendanaan perusahaan sebagai modal permanen dibandingkan
dengan modal sendiri. Keputusan pendanaan keuangan perusahaan akan sangat
menentukan kemampuan perusahaan dalam menentukan aktivitas operasinya dan
juga akan berpengaruh terhadap risiko perusahaan itu sendiri. Jika perusahaan
meningkatkan leverage mka perusahaan ini dengan sendirinya akan meningkatkan
risiko keuangan perusahaan.
19
Menurut (Kasmir, 2017) Rasio aktivitas merupakan rasio yang digunakan
untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimiliki.
Rasio aktivitas digunakan untuk mengetahui efektivitas aktiva yang digunakan
perusahaan sehingga memberikan informasi kepada investor dalam hal modal kerja
dan penjualan yaitu mengenai tingkat penjualan yang dapat dicapai perusahaan dari
penggunaan modal yang ditanamkan investor. Dari hasil pengukuran dengan rasio
aktivitas akan terlihat apakah perusahaan lebih efisien dan efektif dalam mengelola
asset yang dimilkinya atau mungkin justru sebaliknya. Dalam penelitian ini rasio
aktivitas dioperasikan menggunakan Total Asset TurnOver (TATO).
Perusahaan dalam memilih struktur modal harus melihat faktor yang
berpengaruh sesuai dengan kondisi dari perusahaan itu sendiri. Selain itu dilihat
dari sisi investor, hal penting yang dapat mempengaruhi investor dalam
menentukan investasi harapan mereka dalam memperoleh laba sebanyak-
banyaknya. Perolehan laba disini menjadi sangat penting karena hal tersebut
menghubungkan dengan pendapata atau keuntungan yang nantinya akan diterima
oleh investor yang tercermin dari struktur modal yang dimilki perusahaan. Dalam
penelitian ini struktur modal dioperasikan menggunakan Debt Equity Rasio (DER)
yang menunjukan hubungan antara jumlah pinjaman yang diberikan para ktreditur
dengan jumlah modal sendiri yang diberikan oleh pemilik perusahaan.
Ukuran perusahaan (firm size) adalah symbol ukuran perusahaan
berhubungan dengan peluang dan kemampuan untuk masuk ke pasar modal dan
jenis pembiayaan eksternal lainnya yang menunjuakn kemampuan meminjam.
20
Adapun alur pemikiran hubungan variabel – variabel independen terhadap
variabel dependen adalah sebagai berikut:
1. Pengaruh Total Asset Turn Over (TATO) terhadap Return On Asset (ROA)
Untuk meningkatkan kinerja keuangan, perusahaan akan dipengaruhi oleh
faktor eksternal dan internal. Aktiva yang dimilki oleh perusahaan merupakan
sumberdaya ekonomi, dimana dari sumber tersebut diharapkan mampu
memeberikan kontribusi, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada
arus kas perusahaan dimasa yang akan datang.
Rasio ini merupakan ukuran seberapa jauh aktiva yang telah dipergunakan
dalam kegiatan atau menunjukkan berapa kali aktiva berputar dalam periode
tertentu. Sedangkan Total Asset Turnover (TATO) dipengaruhi oleh besar
kecilnya penjualan dan total aktiva, baik lancar maupun aktiva tetap. Karena itu,
Total Asset Turnover (TATO) dapat diperbesar dengan menambah aktiva pada
satu sisi dan pada sisi lain diusahakan agar penjualan dapat meningkat
relatif lebih besar dari peningkatan aktiva atau dengan mengurangi
penjualan disertai dengan pengurangan relatif terhadap aktiva, (Pieter
Leunupun, 2003) dalam (Apriyanti, Analisis Pengaruh Curren Ratio, Total Asset
Turnover, Debt Equity to Rasio, sales dan size terhadap ROA (Studi pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2006-2009) , 2011).
Rasio ini menunjukkan kemampuan aktiva perusahaan dalam menghasilkan
total penjualan bersih. Semakin tinggi rasio total asset turnover menunjukkan
semakin efektif perusahaan dalam penggunaan aktivanya untuk menghasilkan
total penjualan bersih. Semakin efektif perusahaan menggunakan aktivanya
21
menghasilkan penjualan bersihnya menunjukkan semakin baik kinerja yang
dicapai oleh perusahaan. Sehingga jelas bahwa semakin tinggi total Asset
Turnover (TATO) dapat berperan dalam menentukan Return On Asset (ROA).
2. Pengaruh Debt Equity Ratio (DER) terhadap Return On Asset (ROA)
Tugas utama manajer keuangan perusahaan adalah mengambil keputusan
keuangan, yaitu keputusan pendanaan dan investasi perusahaaan. Semua
dilakukan guna mencapai tujuan perusahaan. Kebijakan pendanaan yang
tercermin dalam Debt Equity Ratio (DER) sangat mempengaruhi pencapaian laba
yang diperoleh perusahaan. Menurut (Kasmir, 2017) rasio yang di gunakan untuk
menilai utang dengan ekuitas. Rasio ini dicari dengan cara membandingkan antara
seluruh utang, termasuk utang lancer dengan ekuitas. Debt Equity Ratio (DER)
untuk setiap perusahaan berbeda-beda, tergantung karakteristik bisnis dan
keberagaman arus kas yang stabil biasanya memiliki rasio yang lebih tinggi dari
risiko kas yang kurang stabil.
Debt Equity Ratio (DER) menunjukkan perbandingan antara jumlah utang
baik utang jangka panjang maupun utang jangka pendek. Debt Equity Ratio
(DER) dapat menunjukan tingkat resiko suatu perusahaan, dimana semakin tinggi
rasio Debt Equity Ratio (DER), maka semakin tinggi resiko yang akan terjadi pada
perusahaan karena pendanaan perusahaan dari unsur utang lebih besar
dibandingkan modal sendiri (equity), mengingat Debt Equity Ratio (DER) dalam
perhitungannya adalah total hutang di bagi dengan modal sendiri berarti rasio
Debt Equity Ratio (DER) diatas 1, sehingga pengguna dana yang digunakan untuk
aktifitas operasional perusahaan lebih banyak menggunakan unsur utang. Hal
22
tersebut membuat perusahaan harus menanggung beban biaya atau modal yang
besar, resiko yang ditanggung perusahaan juga meningkat apabila investasi yang
dijalankan perusahaan tidak mengahsilkan tingkat pengembalian yang optimal.
Perusahaan dengan laba bertumbuh akan memperkuat hubungan Debt
Equity Ratio (DER) dengan profitabilitas yaitu dimana profitabilitas meningkat
seiring dengan Debt Equity Ratio (DER) yang rendah. Tinggi rendahnya Debt
Equity Ratio (DER) akan mempengaruhi tingkat pencapaian Return On Asset
(ROA) yang dicapai oleh perusahaan. Jika biaya yang ditimbulkan oleh
perusahaan lebih kecil daripada biaya modal sendiri, maka sumber biaya yang
berasasl dari pinjaman atau utang akan lebih efektif dalam menghasilkan laba,
demikian pula sebaliknya.
3. Pengaruh Ukuran Perusahaan (Firm Size) terhadap Return On Asset
(ROA)
Ukuran perusahaan (Firm Size) merupakan indicator yang menujukan
kekuatan finansial suatu perusahaan yang menunjukan kemampuan meminjam.
Perusahaan besar yang sudah mapan akan memliki akses yang mudah menuju
pasar modal. Perusahaan besar yang mampu memberikan jaminan dalam hal
pelunasan hutang yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan dengan
ukuran lebih kecil. Perusahaan besar juga cenderung menggunakan sumber
pendanaan eksternal dari pada perusahaan dengan ukuran yang lebih dikecil
dikarenakan akses perusahaan ke pasar modal. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa semakin besar ukuran perusahaan maka semakin tinggi juga
nilai leverage perusahaan.
23
Ukuran perusahaan (firm size) menjadi salah satu faktor yang juga
mempengaruhi profitabilitas. Pada penelitian oleh Lazardis dan Tryfonidis
(2006) dalam (Adriani, 2008) menunjukkan bahwa semakin besar suatu
perusahaan (yang diukur melalui jumlah penjualannya) maka profit yang
dihasilkan juga semakin tinggi.
Pemberian utang kepada perusahaan dapat ditentukan oleh firm size.
Perusahaan besar biasanya lebih mudah meperoleh pinjaman dibandingkan
perusahaan kecil karena peruahaan besar dipercaya dapat mengelola utang lebih
baik sehingga diharapkan dapat memperoleh profitabilitas yang tinggi dan
mampu membayar pinjamannya. Dengan adanya sumber daya yang besar, maka
perusahaan dapat melakukan investasi baik untuk aktiva lancar maupun aktiva
tetap dan juga memenuhi permintaan produk. Hal ini akan semakin memperluas
pangsa pasar. Dengan adanya penjualan yang semakin meningkat, perusahaan
dapat menutup biaya yang keluar pada saat proses produksi. Dengan
begitu, laba perusahaan akan meningkat. Semakin tinggi ukuran perusahaan
maka tinggi laba yang di peroleh perusahaan. Sebaliknya semakin rendah ukuran
perusahaan maka semakin rendah laba yang di peroleh perusahaan.
Tabel 1.2
Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Analisis Pembandingan Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
1 Ni Made
Vironika
Sari dan I
G.A.N
Pengaruh Debt
Equity Ratio,
Firm size,
Inventory
Menggunakan
Debt Equity
Ratio, Firm
size, dan Total
Menggunakan
Inventory
Turnover
sebagai
Debt to equity ratio
berpengaruh
terhadap
profitabilitas,
24
Budiasih
(2014)
Turnover dan
Total Asset
Turnover pada
Profitabilitas
Asset
Turnover
sebagai
variabel bebas
variabel terikat
dan
Profitabilitas
sebagai
variabel
terikat.
sedangkan variabel
Firm Size, Inventory
turnover, dan Assets
turnover tidak
berpengaruh pada
profitabilitas karena
nilai signifikansi
2 Budi
Priharyanto,
SE, Akt
(2009)
Analisis
pengaruh Current
Ratio, Inventory
Turnover, Debt
Equity Ratio, dan
Size terhadap
Profitabilitas
(Studi pada
perusahaan food
and beverage dan
perusahaan
consumer goods
yang listed di BEI
periode 2005-
2007)
Menggunakan
Debt Equity
Ratio, dan Size
sebagai
variabel bebas
dan
profitabilitas
sebagai
variabel terikat
Menggunakan
Current Ratio,
Inventory
Turnover
sebagai
variabel bebas
dan
perusahaan
food and
beverage dan
perusahaan
consumer
goods yang
listed di BEI
periode 2005-
2007
Inventory Turnover
dan DER secara
parsial signifikan
terhadap ROA,
Inventory Turnover
dan size secara
parsial signifikan
terhadap ROA
sementara Current
Ratio menunjukan
hasil yang tidak
signifikan terhadap
ROA.
3 Rifna
Nurcahayani
(2014)
Analisis Pengaruh
Struktur Modal
Terhadap
Profitabilitas
(Studi Pada
Perusahaan
Manufaktur Yang
Menggunakan
struktur modal
sebagai
variabel bebas
Menggunakan
profitabilitas
sebagai
variabel
terikat. Dan
perusahaan
manufaktur
Debt to Equity
Ratio (DER), Debt
to Assets Ratio
(DAR) memiliki
hubungan negatif
terhadap
profitabilitas,
25
Terdaftar Di
Bursa Efek
Indonesia Pada
Tahun 2010-
2012)
yang terdaftar
di BEI tahun
2010-2012
sedangkan variabel
Current Assets (CR)
memiliki hubungan
positif terhadap
profitabilitas pada
perusahaan
manufaktur yang
terdaftar di Bura
Efek Indonesia pada
tahun 2010-2012.
4 Niken Hastuti
(2010)
Analisis Pengaruh
Periode
Perputaran
Persediaan,
Periode
Perputaran
Hutang Dagang,
Rasio Lancar,
Leverage,
Pertumbuhan
Penjualan Dan
Ukuran
Perusahaan
Terhadap
Profitabilitas
Perusahaan (Pada
Perusahaan
Manufaktur yang
Terdaftar di BEI
pada tahun 2006-
2008)
Menggunakan
ukuran
perusahaan
sebagai
variabel bebas
Menggunakan
periode
perputaran
persediaan,
periode
perputaran
hutang
dagang, rasio
lancer,
leverage,
perumbuhan
penjualan
sebagai
variabel bebas
dan dan
profitabilitas
sebagai
variabel
terikat. serta
perusahaan
manufaktur
Periode Perputaran
Hutang Dagang,
Leverage, dan
Ukuran Perusahaan
yang memiliki
pengaruh signifikan
terhadap ROA.
Sedangkan variabel
yang lain tidak
berpengaruh
signifikan terhadap
ROA.
26
yan terdaftar
di BEI tahun
2006-2008
5 Sony
Witjaksono
(2011)
Pengaruh Total
Asset Turnover,
Debt Equity
Ratio, Sales
Growth dan Size
terhadap Return
On Asset (ROA)
(Studi Komparatif
pada PT. Telkom,
PT. Indosan dan
PT. XL Axiata
periode 2006-
2010)
Menggunakan
Total Asset
Turnover,
Debt Equity
Ratio, dan Size
sebagai
variabel bebas
serta ROA
sebagai
variabel
terikat.
Menggunakan
Sales Growth
sebagai
variabel bebas
dan Studi
Komparatif
pada PT.
Telkom, PT.
Indosan dan
PT. XL Axiata
periode 2006-
2010.
TATO berpengaruh
positif dan
signifikan terhadap
ROA, DER
berpengaruh
negative signifikan,
Sales Growth tidak
berpengaruh
signifikan terhadap
ROA, Size
berpengaruh
signifikan positif
terhadap ROA,
6 Iyan Setiadi
(2014)
Pengaruh Struktur
Modal dan
Perputaran Modal
Kerja Terhadap
Profitabilitas
(studi pada PT.
Kalbe Farma Tbk
periode 2000-
2013)
Menggunakan
struktur modal
sebagai
variabel bebas
Menggunakan
perputaran
modal kerja
sebagai
variabel bebas
serta dan
profitabilitas
sebagai
variabel
terikat. Dan
studi pada PT.
Kalbe Farma
Tbk. Periode
2000-2013
Debt equity ratio
(DER) berpengaruh
negative terhadap
profitabilitas,
sedangkan
perputaran modal
kerja tidak
berpengaruh
terhadap
profitabilitas, secara
simultan variabel
debt equity ratio
(DER) dan
perputaran modal
27
kerja berpengaruh
signifikan terhadap
profitabilitas.
7 Egi Zainal
Abidin
(2015)
Pengaruh Struktur
Kepemilikan
Saham dan
Struktur Modal
terhadap Return
On Asset (ROA)
(Pada Perusahaan
Sektor Tekstil
yang Terdaftar di
BEI Periode
2003-2012)
Menggunakan
struktur modal
sebagai
variabel bebas
dan Return
On Asset
(ROA) sebagai
variabel terikat
Menggunakan
struktur
kepemilikan
saham sebagai
variabel bebas
dan
perusahaan
sektor tekstil
yang terdaftar
di BEI periode
2003-2012
Struktur
kepemilikan saham
berpengaruh positif
tapi tidak signifikan
terhadap Return On
Asset (ROA), dan
struktur modal
berpengaruh
negative secara
signifikan terhadap
Return On Asset
(ROA), secara
simultan variabel
independen
berpengaruh secara
signifikan terhadap
variabel depeden
8 Meilinda
Aprianti
(2011)
Analisis Pengaruh
Current Ratio,
Total Asset
Turnover, Debt
To Equity Ratio,
Sales dan Size
Terhadap
ROA (Return On
Asset)
Menggunakan
Total Asset
Turnover,
Debt To
Equity Ratio,
Sales dan Size
sebagai
variabel bebas
dan ROA
sebagai
Menggunakan
Current Ratio
dan sales
sebagai
variabel bebas
dan
perusahaan
manufaktur
yang terdaftar
variabel Current
Ratio berpengaruh
negatif dan
signifikan terhadap
ROA, variabel Total
Asset Turnover
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap ROA,
variabel Debt to
28
(Studi Pada
Perusahaan
Manufaktur yang
Terdaftar di BEI
Pada Tahun 2006-
2009)
variabel
terikat.
di BEI tahun
2006-2009.
Equity Ratio
berpengaruh negatif
dan signifikan
terhadap ROA,
variabel Sales
berpengaruh positif
dan tidak signifikan
terhadap ROA, dan
variabel Size
berpengaruh positif
dan tidak signifikan
terhadap ROA
Berdasarkan dengan hasil penelitian terdahulu, hal tersebut menunjukkan
adanya perbedaan hasil penelitian yang satu dengan hasil penelitian yang lain.
Mengenai hasil dari masing-masing penelitian variabel yang berpengaruh terhadap
profitabilitas perusahaan, perbedaan hasil penelitian tersebut merupakan research
gap yang akan diangkat dalam penelitian ini. Oleh karena itu perlu diuji pengaruh
dari variabel independen (Total Asset Turnover, Debt Equity Ratio, Firm size)
dalam mempengaruhi profitabilitas pada perusahaan Industri barang konsumsi yang
terdaftar di BEI periode 2016.
Untuk memudahkan dalam melakukan penelitan, dibuat suatu paradigma
pemikiran yang akan menjadi arahan dalam melakukan pengumpulan data serta
analisisnya. Secara sistematis paradigma pemikiran dalam penelitian ini dapat
dilihat pada Gambar 1.2 berikut ini:
29
Gambar 1.2
Kerangka Pemikiran penelitian
Sumber
Sumber: Kasmir (2017) Analisis Laporan Keuangan dan Priharyanto (2009)
Analisis Pengaruh Current Rasio, Inventory Turnover, Debt to Equty Ratio,
dan Size terhadap Profitabilitas (studi pada perusahaan Food and Beverage
dan Perusahaan Constumer Goods yang listed di BEI Periode 2005-2007):
Semarang, Universitas Diponegoro.
Dibuat oleh penulis (2017)
G. Hipotesis Penelitian
Dari kerangka pemikiran di atas, peneliti merumuskan hipotesis dalam
penelitian ini adalah sebagi berikut:
H1
H2
H3
H4
ROA (Y)
ROA = 𝐸𝐴𝐼𝑇
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡
TATO (X1)
TATO = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎
𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
DER (X2)
DER = 𝐷𝑒𝑏𝑡
𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦
Firm Size (X3)
Firm Size = LN (total
asset)
30
Hipotesis 1
Ho : Tidak terdapat pengaruh Total Asset Turnover terhadap Return On Asset
pada perusahaan manufaktur sub sektor industri barang konsumsi yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2016.
Ha : Terdapat pengaruh Total Asset Turnover terhadap Return On Assets pada
perusahaan manufaktur sub sektor industri barang konsumsi yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia periode 2016.
Hipotesis 2
Ho : Tidak terdapat pengaruh Debt Equity Ratio terhadap Return On Asset
pada perusahaan manufaktur sub sektor industri barang konsumsi yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2016.
Ha : Terdapat pengaruh Debt Equity Ratio terhadap Return On Assets pada
perusahaan manufaktur sub sektor industri barang konsumsi yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia periode 2016.
Hipotesis 3
Ho : Tidak terdapat pengaruh Firm Size terhadap Return On Asset pada
perusahaan manufaktur sub sektor industri barang konsumsi yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia periode 2016.
Ha : Terdapat pengaruh Firm Size terhadap Return On Assets pada
perusahaan manufaktur sub sektor industri barang konsumsi yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2016.
31
Hipotesis 4
Ho : Tidak terdapat pengaruh secara simultan antara Total Asset Turnover, Debt
Equity Ratio dan Firm Size terhadap Return On Assets pada perusahaan
manufaktur sub sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia periode 2016.
Ha : Terdapat pengaruh secara simultan antara Total Asset Turnover Debt
Equity Ratio dan Firm Size terhadap Return On Assets pada perusahaan
manufaktur sub sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia periode 2016.