bab i pendahuluan a. latar belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · upaya penanggulangan...

59
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kemiskinan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan sebenarnya dapat lebih kecil lagi karena daerah ini merupakan daerah yang memiliki sumber daya alam yang melimpah dibandingkan daerah lainnya di Kalimantan Selatan. Jika sumber daya alam dan potensi lahan diolah dengan optimal maka kemiskinan akan semakin kecil. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2009 terdapat 4.407 rumah tangga miskin (RTM) dalam persen hanya 5.64%, yang sebagian besar berada di wilayah kawasan. Angka kemiskinan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah ini, mengindikasikan bahwa program-program pembangunan belum optimal tingkat keberhasilannya sehingga masih harus adanya strategi penanggulangan kemiskinan dan upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat. Padahal, Kabupaten Hulu Sungai Tengah adalah kabupaten yang menyandang predikat sebagai kabupaten yang melakukan pembangunan dengan konsep PDRB hijau yang menghindari adanya eksploitasi sumber daya tambang dan mineral yang dapat merusak lingkungan. Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Secara lebih konkrit amanat penanggulangan kemiskinan tersebut tercantum dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 amandemen keempat, yaitu : Pasal 27 ayat 2; Pasal 28 Huruf A; Pasal 28 Huruf B ayat 2; Pasal 28 Huruf C ayat 1 dan 2; Pasal 28 Huruf D ayat 2; Pasal 28 Huruf H ayat 1 dan 3; Pasal 33 ayat 1, 2, 3 dan ayat 4; serta Pasal 34 ayat 1, 2,3, dan ayat 4. Sesuai dengan amanat konstitusi tersebut maka tujuan penanggulangan kemiskinan dalam jangka panjang maupun yang termaktub dalam RPJM nasional 2004 2009 adalah mewujudkan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat miskin secara bertahap dan progresif agar dapat menjalani kehidupan yang bermartabat, serta menurunkan jumlah penduduk miskin laki-laki dan perempuan. Hal ini sejalan pula dengan komitmen Indonesia dalam mendukung pencapaian tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals atau MDGs). Berdasarkan kompleksitas dan keragaman dari dimensi-dimensi kemiskinan, maka penyebab kemiskinan di suatu daerah dengan daerah lain bisa sangat berbeda. Oleh sebab itu penanggulangan kemiskinan secara menyeluruh tidak hanya dirancang dan dilakukan oleh pemerintah pusat, tetapi juga harus dilakukan di tingkat daerah. Seiring dengan era otonomi daerah, pemerintah daerah menjadi pelaku strategis untuk langsung melakukan upaya penanggulangan kemiskinan di wilayahnya seperti halnya yang telah dilakukan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Sejalan dengan diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 serta mulainya pelaksanaan Otonomi Daerah sejak tahun 2001, maka upaya penanggulangan kemiskinan sekarang ini dilaksanakan secara terdesentralisasi. Peran pemerintah telah berubah dari pelaksana menjadi fasilitator, akselerator dan regulator program pembangunan. Kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan dalam koridor sistem yang terdesentralisasi dilakukan dengan : 1. Menetapkan kebijakan penanggulangan kemiskinan sebagai gerakan bersama penanggulangan kemiskinan, agar semua pihak selaku pemangku kepentingan (stakeholders), yakni Pemerintah, Dunia usaha, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan Perguruan tinggi maupun masyarakat umum lainnya memiliki komitmen yang sama dan berperan aktif dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Masalah kemiskinan bukan hanya menjadi tanggungjawab Pemerintah untuk menyelesaikannya secara sektoral, terpusat, seragam dan berbasis proyek. Masalah Kemiskinan menjadi tanggungjawab semua pemangku kepentingan ( stakeholder)

Upload: hangoc

Post on 06-Mar-2018

218 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka kemiskinan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan sebenarnya dapat lebih kecil lagi karena daerah ini merupakan daerah yang memiliki sumber daya alam yang melimpah dibandingkan daerah lainnya di Kalimantan Selatan. Jika sumber daya alam dan potensi lahan diolah dengan optimal maka kemiskinan akan semakin kecil. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2009 terdapat 4.407 rumah tangga miskin (RTM) dalam persen hanya 5.64%, yang sebagian besar berada di wilayah kawasan. Angka kemiskinan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah ini, mengindikasikan bahwa program-program pembangunan belum optimal tingkat keberhasilannya sehingga masih harus adanya strategi penanggulangan kemiskinan dan upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat. Padahal, Kabupaten Hulu Sungai Tengah adalah kabupaten yang menyandang predikat sebagai kabupaten yang melakukan pembangunan dengan konsep PDRB hijau yang menghindari adanya eksploitasi sumber daya tambang dan mineral yang dapat merusak lingkungan.

Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Secara lebih konkrit amanat penanggulangan kemiskinan tersebut tercantum dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 amandemen keempat, yaitu : Pasal 27 ayat 2; Pasal 28 Huruf A; Pasal 28 Huruf B ayat 2; Pasal 28 Huruf C ayat 1 dan 2; Pasal 28 Huruf D ayat 2; Pasal 28 Huruf H ayat 1 dan 3; Pasal 33 ayat 1, 2, 3 dan ayat 4; serta Pasal 34 ayat 1, 2,3, dan ayat 4.

Sesuai dengan amanat konstitusi tersebut maka tujuan penanggulangan kemiskinan dalam jangka panjang maupun yang termaktub dalam RPJM nasional 2004 – 2009 adalah mewujudkan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat miskin secara bertahap dan progresif agar dapat menjalani kehidupan yang bermartabat, serta menurunkan jumlah penduduk miskin laki-laki dan perempuan. Hal ini sejalan pula dengan komitmen Indonesia dalam mendukung pencapaian tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals atau MDGs).

Berdasarkan kompleksitas dan keragaman dari dimensi-dimensi kemiskinan, maka penyebab kemiskinan di suatu daerah dengan daerah lain bisa sangat berbeda. Oleh sebab itu penanggulangan kemiskinan secara menyeluruh tidak hanya dirancang dan dilakukan oleh pemerintah pusat, tetapi juga harus dilakukan di tingkat daerah. Seiring dengan era otonomi daerah, pemerintah daerah menjadi pelaku strategis untuk langsung melakukan upaya penanggulangan kemiskinan di wilayahnya seperti halnya yang telah dilakukan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah.

Sejalan dengan diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 serta mulainya pelaksanaan Otonomi Daerah sejak tahun 2001, maka upaya penanggulangan kemiskinan sekarang ini dilaksanakan secara terdesentralisasi. Peran pemerintah telah berubah dari pelaksana menjadi fasilitator, akselerator dan regulator program pembangunan. Kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan dalam koridor sistem yang terdesentralisasi dilakukan dengan : 1. Menetapkan kebijakan penanggulangan kemiskinan sebagai gerakan bersama

penanggulangan kemiskinan, agar semua pihak selaku pemangku kepentingan (stakeholders), yakni Pemerintah, Dunia usaha, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan Perguruan tinggi maupun masyarakat umum lainnya memiliki komitmen yang sama dan berperan aktif dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Masalah kemiskinan bukan hanya menjadi tanggungjawab Pemerintah untuk menyelesaikannya secara sektoral, terpusat, seragam dan berbasis proyek. Masalah Kemiskinan menjadi tanggungjawab semua pemangku kepentingan (stakeholder)

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

2

pembangunan atas hak-hak dasar kaum miskin melalui kebijakan dan program Penanggulangan yang terpadu dan berkesinambungan.

2. Menempatkan Pemerintah Daerah sebagai penanggung jawab utama dalam pengelolaan program penanggulangan kemiskinan spesifik daerah, agar tercipta proses pembelajaran dan internalisasi tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam pengelolaan program penanggulangan kemiskinan

3. Mengembangkan kapasitas Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah dalam rangka mendukung upaya penanggulangan kemiskinan

4. Meningkatkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam menyediakan fasilitas pelayanan umum yang paling mendasar bagi masyarakat termasuk bagi penduduk miskin melalui pengembangan standar pelayanan minimal

5. Melakukan upaya penanggulangan kemiskinan secara komprehensip dalam rangka pemberdayaan masyarakat miskin

6. Meningkatkan efektivitas pendayagunaan dana pusat dan daerah dalam membiayai program penanggulangan kemiskinan

Strategi penanggulangan kemiskinan daerah (SPKD) Kabupaten Hulu Sungai Tengah belum pernah disusun dan diimplementasikan sehingg persoalan kemiskinan ternyata masih menjadi isu utama dalam pembangunan daerah. Upaya mengatasi kemiskinan telah dilakukan baik melalui program pemberdayaan dan pendampingan maupun pemberian bantuan langsung tunai (BLT) juga telah ditempuh sehubungan dengan kenaikan harga bahan bakar minyak sebagai bagian dari tanggap darurat kondisi kemiskinan yang juga berlaku diseluruh Indonesia. Sejumlah anggaran yang disediakan dan telah digunakan cukup besar. Namun upaya itu belumlah cukup untuk mengurangi secara signifikan jumlah penduduk miskin di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Kekurang berhasilan program penanggulangan kemiskinan yang telah dilakukan selama tiga dekade disegala bidang umumnya disebabkan sangat rentannya kondisi masyarakat miskin terhadap perubahan kondisi politik, ekonomi, sosial, dan bencana alam yang terjadi.

Merujuk pada angka-angka kemiskinan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah; pada tahun 2009 ada 13.924 orang penduduk miskin yang terdapat pada 4.407 rumah tangga (RT) pra sejahtera . Hal ini berarti persentase penduduk miskin di Kabupaten Hulu Sungai Tengah masih sekitar 5,64 % dari total penduduk yang pada tahun 2009 mencapai 246.643 jiwa. Dalam RPJMD Kabupaten Hulu Sungai Tengah 2010 – 2014; ditargetkan persentase penduduk miskin menurun menjadi 5 % di tahun 2014 atau sekitar 0.8 % - 1 % per tahun.

Kondisi obyektif diatas menunjukkan bahwa kemiskinan merupakan masalah multi dimensi yang memerlukan penanganan secara menyeluruh dan secara bersama serta mengedepankan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak dasar manusia. Kemiskinan terjadi bukan semata-mata karena kurangnya pendapatan, tetapi karena tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat miskin untuk mempertahankan dan memenuhi kehidupan yang bermartabat sebagai bagian dari hak manusia yang paling asasi.

Sayangnya, masih ada banyak pihak yang salah memahami kemiskinan dengan pengertian yang paling sederhana yakni hanya sebagai keadaan kekurangan uang, rendahnya tingkat pendapatan dan tidak terpenuhinya kebutuhan materi sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan merupakan masalah yang sangat kompleks terutama dari faktor penyebabnya baik menyangkut kesejahteraan maupun pola pikir (mindset) serta dampak yang ditimbulkan oleh kemiskinan itu sendiri. Terdapat begitu beragamnya dimensi yang menyangkut masalah kemiskinan yang dibarengi dengan beragamnya potensi dan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat miskin yang menumbuhkan adanya kerumitan, dimana setiap faktor saling terkait dan mempengaruhi sehingga untuk menyelesaikannya perlu dilaksanakan sebuah program yang komprehensif dan berkelanjutan.

Didasari bahwa penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Kabupaten Hulu Sungai Tengah memerlukan upaya dan langkah taktis yang terpadu, dilakukan secara bertahap, terencana, menyeluruh, terukur dan berkesinambungan, serta menuntut keterlibatan semua pihak baik pemerintah daerah

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

3

(eksekutif dan legistatif), dunia usaha, LSM, organisasi kemasyarakatan, maupun masyarakat miskin itu sendiri agar dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi perbaikan kondisi sosial, ekonomi, politik dan budaya, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin; maka strategi penanggulangan dan upaya pemberdayaan ini perlu ada. Strategi ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi setiap stakeholder dalam segala upaya penanggulangan kemiskinan.

Sadar dengan fakta ini, Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah mencoba menekan angka kemiskinan melalui berbagai program pemberdayaan. Pemberdayaan masyarakat di Kabupaten terkaya di Indonesia ini, umumnya dilakukan oleh tiga kelompok pelaku (change agent), yaitu pemerintah, perusahaan, dan Lembaga Swadaya Manusia (LSM). Masing-masing kelompok memiliki ciri khas program dan pendekatan yang berbeda-beda. Pemerintah melakukan pemberdayaan melalui program Gerbangmastaskin. Perusahaan melakukan pemberdayaan melalui program Community of Development (Comdev). Sedangkan LSM melakukan pemberdayaan melalui program pendampingan dan penyuluhan.

Intensitas pemberdayaan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, semakin tinggi sejak otonomi daerah mulai diberlakukan di Indonesia pada tahun 2000. Namun, seperti yang telah disebutkan di bagian depan angka kemiskinan masih tetap tinggi. Artinya, program pemberdayaan masyarakat belum berjalan sesuai harapan. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa kurang optimalnya program pemberdayaan, disebabkan oleh kurang tepatnya pendekatan pemberdayaan yang digunakan oleh pelaku pemberdayaan (Change Agent). Realitasnya, banyak pendekatan pemberdayaan yang telah digunakan dalam penanggulangan kemiskinan. Namun, berbagai pendekatan tersebut lebih banyak terfokus pada pihak intervensi (pelaku pemberdayaan). Sehingga tidak aneh jika Poli (2005) menyebutkan bahwaawal kegagalan pembangunan adalah karenaorang “sok pintar” yang membuat keputusan untuk dikerjakan “orang bodoh”.

Pemberdayaan, di sisi lain pada prinsipnya adalah upaya untuk memberikan kemampuan/daya (power) kepada masyarakat sasaran pemberdayaan. Poli (2005) menyebutkan bahwa pemberdayaan adalah:“Peningkatan kemampuan masyarakat lokal untuk memenuhi kebutuhantanpa menghambat kebutuhan generasi masa depan, dalam konteks sosial budaya, di antara bangsa dan bangsa-bangsa yang bermartabat”. Pendapat Poli ini makin mempertegas bahwa peningkatan kemampuan adalah tujuan dari pemberdayaan, yang secara lebih detail disebutkan oleh Poli (2005) sebagai kemampuan untuk terlepas dari empat dimensi kemiskinan, yaitu: (1) lack of choice (kemiskinan ekonomi); (2) lack of voice (kemiskinan politik); (3) lack of status (kemiskinan sosial); (4) lack of self-confidence (kemiskinan percaya diri; psikologis).

Terkait dengan pendapat Poli, maka pemberdayaan selayaknya memperhatikan empat dimensi kemiskinan, sebagai tujuan. Masalahnya adalah, hanya kemiskinan ekonomi yang dapat terlihat jelas, karena memiliki bentuk fisik, seperti pendapatan, dan kepemilikan aset. Sementara kemiskinan dalam dimensi lain tidak terlihat, karena tidak nampak di permukaan(non fisik). Akibatnya penelitian-penelitian tentang pemberdayaan dan kemiskinan lebih banyak fokus kepada dimensi ekonomi yang nampak secara fisik. Masih jarang penelitian yang melakukan eksplorasi terhadap sesuatu yang tidak tampak, utamanya tentang pemberdayaan dan kemiskinan. Pelepasan diri masyarakat miskin terhadap empat dimensi kemiskinan, di sisi lain juga mengandung konsekuensi. Konsekuensinya adalah terdapat spesifikasi pemberdayaan yang berbeda untuk waktu, tempat, dan pelaku yang berbeda. Konsekuensi ini membuat penelitian ini jelas berbeda dengan penelitian-penelitian terdahulu, karena secara metodologi penelitiannya pada sisi-sisi tertentu juga berbeda.

Pemberdayaan masyarakat, seharusnya dapat memiliki satu kesatuan pandangan tentang makna dan tujuan pemberdayaan. Pengungkapan makna dan tujuan pemberdayaan berdasarkan persfektif pelaku pembangunan yang khas di Kabupaten Hulu Sungai Tengah inilah yang membuat penelitian ini menarik. Tigapelaku pemberdayaan (pemerintah, perusahaan, dan LSM) bisa saja memiliki pandangan yang sama atau berbeda tentang pemberdayaan. Kesamaan atau ketidaksamaan pandangan adalah masalah pertama yang harus diurai. Sebab, latar belakang ke tiga pelaku pemberdayaan pasti berbeda.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

4

Permasalahan berikutnya akan muncul ketika program pemberdayaan yang dilakukan oleh tiga pelaku dilaksanakan kepada kelompok masyarakat sasaran (Target Group). Permasalahan akan muncul dari berbagai kombinasi kemungkinan makna dan tujuan pemberdayaan, meskipun ke tiga pelaku memiliki makna dan tujuan yang sama, apalagi jika berbeda. Sebagai contoh, pemberdayaan yang dilakukan oleh pemerintah dengan program Gerbangmastaskin, sangat ideal dan bagus. Namun implementasi program dan pencapaian tujuan pemberdayaan belum tentu dapat terealisasi dengan baik. Degradasi makna pemberdayaan dapat terjadi mengingat pelaksanaan pemberdayaan dilakukan oleh person yang belum tentu dapat menangkap makna philosofis dari program pemberdayaan Gerbangmastaskin.

Keberhasilan program pemberdayaan masyarakat juga tidak boleh mengabaikan target group. Pendapat, partisipasi, dan tanggapan target group menjadi poin penting, mengingat target group adalah pihak yang akan diberdayakan. Penolakan, sikap antipati, dan ketidakpedulian masyarakat, adalah indikasi pengabaian akan pendapat dan tanggapan target group terhadap setiap program yang dilaksanakan pelaku pemberdayaan. Pengungkapan pendapat dan tanggapan target group terhadap pemberdayaan, di sisi lain juga dapat memetakan target group ke dalam berbagai kelompok posisi. Tidak mesti target group berada pada posisi “nol”, tentang pemberdayaan. Tidak jarang pengalaman justru menempa target group menjadi kelompok yang tahu tentang pemberdayaan, dibandingkan pelaku pemberdayaan sendiri. Jika posisi target group telah dapat dipetakan, maka pola pendekatan, program, dan cara pemberdayaan akan menjadi lebih efektif.

Permasalahan pemberdayaan Wilayah Kawasan Kabupaten Hulu Sungai Tengah dapat terungkap dengan jelas, jika peneliti dapat memunculkan makna dibalik semua tindakan yang dilakukan pelaku pemberdayaan (change agent atau agen perubahan) dan target group. Pengungkapan makna tindakan antara change agent dan target group ini akan menjadi starting point untuk mengkaji berbagai program dan pendekatan yang paling tepat bagi masyarakat Wilayah Kawasan Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Pada gilirannya, tujuan pemberdayaan akan lebih mudah tercapai, karena terdapat kesamaan pandangan dan pendapat antara change agent dan target group dalam memaknai arti pemberdayaan.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap pemberdayaan masyarakat di Hulu Sungai Tengah, yang meliputi:

1) Makna pemberdayaan masyarakat menurut Pemerintah, Perusahaan, dan LSM di Wilayah Kawasan Kabupaten Hulu Sungai Tengah.

2) Program dan pendekatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Pemerintah, Perusahaan, dan LSM di Wilayah Kawasan Kabupaten Hulu Sungai Tengah.

3) Makna pemberdayaan menurut masyarakat sasaran pemberdayaan di Wilayah Kawasan Kabupaten Hulu Sungai Tengah.

4) Partisipasi dan tanggapan masyarakat sasaran terhadap program dan implementasi pemberdayaan di Wilayah Kawasan Kabupaten Hulu Sungai Tengah.

C. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian yang memetakan pemberdayaan dari sudut pandang pemangku kepentingan (stakeholders) pembangunan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Pemangku kepentingan pembangunan yang dipilih adalah pemerintah, perusahaan, LSM dan Masyarakat. Pemerintah, Perusahaan, dam LSM adalah agen perubahan (change agent) yang melakukan kegiatan pemberdayaan. Sedangkan masyarakat berperan sebagai sasaran pemberdayaan (target group). Istilah target group digunakan untuk menunjukkan bahwa kelompok pemangku kepentingan dari masyarakat ini memiliki peran dan fungsi yang sama dengan change agent sebagai salah satu dari

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

5

pemangku kepentingan pemberdayaan.Kesamaan posisi target group dengan change agent adalah cerminan sebuah kesadaran bahwa target group juga change agent yang dapat memberikan perubahan bagi target group dan bahkan perubahan bagi change agent.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Sebelumnya

Overweel (2008) melakukan sebuah studi tentang perubahan sosial-ekonomi dalam masyarakat kawasan untuk membantu perumusan strategi jangka panjang untuk Yayasan Sosial, Pembangunan Ekonomi dan Lingkungan (YAPSEL). Hasil penelitian Overweelmenyebutkan bahwamasyarakat berada pada posisi ketiga dari posisi Target Group, yaitu masyarakat yang tidak menyadari bahwa mereka miskin. Pengungkapan posisi masyarakat miskin dilakukan Overweel (2008) dengan mengungkapkan sejarah kehidupan masyarakat.

Ulsan dan Routray (2008) menyebutkan bahwa masalah kemiskinan telah meluas di Bangladesh, meskipun bantuan telah bergulir dari pemerintah, Data empiris telah membuktikan bahwa intervensi LSM membawa dampak yang buruk bagi masyarakat, karena akibat intervensi LSM tersebut telah mengakibatkan kesenjangan antara tujuan-tujuan mereka dan prestasi mereka. Hasil penelitian Adamson (2010) mengidentifikasi hambatan utama untuk mencapai tujuan pemberdayaan masyarakat adalah masalah kapasitas masyarakat, kapasitas kelembagaan, budaya organisasi dan kerangka regulasi.

Janssens (2010) menyebutkan bahwa program pemberdayaan yang melibatkan masyarakat, secara signifikan meningkatkan kepercayaan dan merangsang kontribusi masyarakat untuk proyek-proyek komunitas pendidikan dan infrastruktur. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa program pemberdayaan yang melibatkan masyarakat memiliki eksternalitas yang positif kepada masyarakat yang lebih luas. Rumah tangga yang tidak berpartisipasi dalam program itu sendiri, tetapi yang tinggal di sebuah desa program secara signifikan juga lebih percaya dan lebih mungkin untuk terlibat dalam aksi kolektif rumah tangga daripada di desa kontrol.

May (2008) menemukan bahwa Pemerintah Amerika Serikat telah mulai menerapkan model “co-management” perikanan berdasarkan keterlibatan pemangku kepentingan (stakeholders), untuk pengelolaan perikanan. Stakeholders terpenting adalah partisipasi nelayan lokal dan masyarakat yang merupakan hal fundamental untuk efisiensi dan efektifitas peraturan dan keberlanjutan perikanan nasional. Penelitian Llambí, dkk (2005) memperlihatkan bahwa keberhasilan proyek konservasi partisipatif sangat tergantung pada perhatian yang ditunjukkan oleh penduduk setempat dan pada strategi yang digunakan untuk menggabungkan semua pemangku kepentingan dari tahap awal.

Penelitian ini memiliki beberapa kesamaan dan perbedaan. Persamaan dapat dilihat dari tujuan penelitian yang ingin mengungkap proses pemberdayaan secara menyeluruh dalam berbagai dimensi. Namun, terdapat beberapa spesifikasi khusus dalam penelitian ini yang membedakannya dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Pertama, penelitian ini memiliki komponen pemangku kepentingan (stakeholders) pemberdayaan yang lebih lengkap yaitu pemerintah, perusahaan, dan LSM sebagai change agent, di samping masyarakat sebagai targetgroup. Sementara penelitian lainnya, cenderung hanya meneliti satu atau beberapa pelaku kepentingan. Kedua, makna pemberdayaan pada setiap lokasi, waktu, dan pelaku pemberdayaan yang berbeda tentu akan berbeda pula. Asumsi ini tentu saja membawa konsekuensi bahwa setiap penelitian yang melakukan pendekatan kualitatif pada tempat, waktu dan pelaku yang berbeda, pasti akan berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya.

B. Teori Ekonomi Kelembagaan Baru

Teori Ekonomi Kelembagaan Baru atau New Institutional Economics (NIE) secara definitif merupakan sebuah studi multidisipliner yang memiliki beberapa cabang ilmu. Meskipun masih terdapat beberapa perdebatan tentang wilayah kajian dari NIE itu sendiri, namun setidaknya cabang-cabang dari NIE bisa dibagi dalam dua ketegori. Pertama, apa yang dikenal sebagai “sejarah ekonomi baru” (new economic history, dikembangkan oleh North, Fogel, dan Rutherford) dan aliran pilihan publik (public choice

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

7

school, diperkenalkan oleh Buchanan, Tullock, Bates, dan Olson), yang berfokus pada analisis makro (institutional environment). Kedua, teori “ekonomi biaya transaksi” (transaction cost economics, diintroduksi oleh Ronald Coase, Oliver Williamson, dan Douglass North) dan “informasi ekonomi” (economics information, dikaji oleh Akerlof, Stigler, dan Stiglitz), sekadar menyebut sebagian, yang berfokus pada analisis mikro (institutional arrangement) dan bentuk-bentuk tata kelola (forms of governance) aktivitas ekonomi (Kherallah dan Kirsten, 2002, dalam Yustika, 2006). Selanjutnya, masih terdapat beberapa cabang lain yang cukup menggugah untuk menjadi bahan kajian, seperti teori ekonomi sosial (new social economics) yang dikembangkan oleh Gary S. Becker, teori tindakan kolektif (collective action theory) yang diperkenalkan oleh Mancur Olson, dan teori hukum dan ilmu ekonomi (law and eonomics) yang diusung oleh Posner.

Ronald Coase, satu dari founding fathers NIE, mengembangkan gagasan tentang organisasi ekonomi untuk mengimbangi gagasan intelektual kebijakan kompetisi dan regulasi industri Amerika Serikat pada dekade 1960-an. Ronald Coase (1937) menganggap organisasi ekonomi bisa dicapai oleh kebebasan ekonomi dan kewirausahaan (economic and entrepreneurial freedom).NIE menurut Yustika (2006) menempatkan diri sebagai pembangun teori kelembagaan non-pasar (non-market institutitons) dengan pondasi teori ekonomi neoklasik. Seperti yang diungkapkan North (2005) bahwa NIE masih memakai dan menerima asumsi dasar dari neoklasik mengenai “kelangkaan” dan “kompetisi”, tetapi menanggalkan asumsi rasionalitas instrumental (instrumental rationality); di mana asumsi tersebut membuat ekonomi neoklasik menjadi “teori bebas/nir-kelembagaan” (institution-free theory). NIE, oleh karena itu mengeksplorasi gagasan kelembagaan non-pasar (hak kepemilikan, kontrak, partai revolusioner, dan lain-lain) sebagai jalan untuk mengompensasi kegagalan pasar (market failure). Dalam pendekatan NIE, kehadiran informasi yang tidak sempurna, eksternalitas produksi (production externalities), dan barang-barang publik (public goods) diidentifikasi sebagai sumber terpenting terjadinya kegagalan pasar, sehingga meniscayakan perlunya kehadiran kelembagaan non-pasar.

Williamson (2000) menyebutkan bahwa NIE beroperasi pada dua level, yakni lingkungan kelembagaan/institutional environment (macro level) dan kesepakatan kelembagaan/institutional arrangement (micro level). Williamson (2000) dalam konteks ini mendeskripsikan institutional environment ini sebagai seperangkat struktur aturan politik, sosial, dan legal yang memapankan kegiatan produksi, pertukaran, dan distribusi. Aturan mengenai tata cara pemilihan, hak kepemilikan, dan hak-hak di dalam kontrak merupakan beberapa contoh dari kebijakan ekonomi. Sebaliknya, menurut Williamson (2000) level analisis mikro berkutat dengan masalah tata kelola kelembagaan (institutions of governance)”. Singkatnya, institutional arrangement merupakan kesepakatan antara unit ekonomi untuk mengelola dan mencari jalan agar hubungan antarunit tersebut bisa berlangsung, baik lewat cara kerjasama maupun kompetisi. Sebuah kesepakatan kepemilikan merupakan institutional arrangement, karena di dalamnya mengalokasikan hak-hak kepemilikan kepada individu, kelompok, atau pemerintah.

C. Teori Agen Perubahan (Change Agent)

Teori Change Agent memusatkan perhatian kepada pertentangan antara tindakan dan struktur, dan mencoba menjembatani pemikiran yang dikembangkan dan diperkaya. Teori Change Agent pada prinsipnya dapat diringkas menjadi enam asumsi ontologis, yaitu: 1) Masyarakat merupakan sebuah proses dan mengalami perubahan secara terus menerus. 2) Perubahan kebanyak berasal dari dalam, berbentuk transformasi dalam dirinya sendiri. 3) Change Agent adalah agen individual dan kolektif. 4) Arah, tujuan, dan kecepatan perubahan dipertentangkan di kalangan agen dan menjadi medan konflik dan perjuangan. 5) Tindakan terjadi dalam suasana menghadapi struktur, tindakan ini menghasilkan kualitas dualitas struktur (yang membentuk dan membentuk) dan dualitas kualitas aktor (yang menghasilkan dan yang dihasilkan), dan 6) pertukaran tindakan dan stuktur terjadi secara pelan-pelan dengan cara menukar fase-fase kreatifitas Change Agent dan kemantapan struktur.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

8

Perkembangan teori Change Agent semakin diakui sebagai bidang utama kajian-kajian sosial. Ini tidak hanya diakui oleh tokoh pertamanya yaitu Margareth Archer, yang menyatakan bahwa masalah struktur dan Change Agent sebagai isu mendasar teori-teori sosial modern (Archer, 1988), tetapi juga oleh pengamat-pengamat obyektif lainnya yang telah mengakui bahwa perkembangan teori Change Agent ini kan menjadi kajian teoritis terpenting bagi penelitian ilmu-ilmu sosial di masa yang akan datang (Collins, 1986, dalam Syztompka, 1993).

D. Konsep Target Group

Istilah Target Group juga digunakan dalam dunia pemasaran dan periklanan, seperti yang dikemukakan oleh Overweel (2008). Overweel menyebutkan bahwa jika terdapat suatu produk untuk dijual, maka harus ditentukan terlebih dahulu siapa Target Group dan selanjutnya meyakinkan orang-orang agar produk yang dijual dapat bermanfaat dan membuat kehidupan menjadilebih baik. Perumpamaan ini dijadikan Overweel sebagai landasan untuk melaksanakan kegiatan pembangunan. Artinya, Overweel (2008) ingin menekankan bahwa pelaku pembangunan juga “menjual” program pembangunan mereka dan mereka juga harus meyakinkan Target Group bahwa program tersebut bagus untuk mereka. Penekanan ini dilakukan Overweel dengan sebuah kalimat; “mungkin analogi yang dijelaskan disini terdengar agak sarkastik, tapi begitulah kenyataannya” (Overweel, 2008; 1).

Overweel (2008) menyebutkan bahwa secara teori Target Groupterdiri atas tiga segmen, yaitu: a) Target Group mengetahui apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan situasi mereka. b) Target Group merupakan subjek dari “culture of poverty”, dan c) Target Group bahkan tidak menyadari bahwa mereka miskin.Pendapat Overweel sejalan dengan teori yang dikemukakan Kotler, bahwa:“segmen pasar terdiri dari kelompok pelanggan yang memiliki seperangkat keinginan yang sama” (Kotler, 2005; 134). Segmentasi pasar perlu dilakukan karena pada umumnya pasar untuk suatu produk atau jasa mempunyai banyak perbedaan terutaman pada kebutuhan, keinginan dan daya beli. Dengan melakukan segmentasi pasar, perusahaan akan lebih mudah melayani berbagai kebutuhan dan keinginan pasar tersebut.

E. Konsep Pemberdayaan Konsep pemberdayaan akan menguraikan tentang makna, program, pendekatan,

dan partisipasi masyarakat dalam pemberdayaan.

1. Makna Pemberdayaan Poli (2005) menyebutkan bahwa pemberdayaan rakyat adalah peningkatan

kemampuan rakyat atau masyarakat lokal untuk memenuhi kebutuhannya tanpa menghambat pemenuhan kebutuhan generasi masa depan. Namun peningkatan kemampuan rakyat menurutPoli harus dalam konteks sosial-budaya, dan di antara keluarga bangsa dan bangsa-bangsa yang bermartabat. Konsep pemberdayaan menurut Pranarka dan Vidhyandika (dalam Hikmat, 2004; 96), dapat dipandang sebagai: “bagian atau sejiwa sedarah dengan aliran yang muncul pada paruh abad ke-20 yang lebih dikenal sebagai aliran postmodernisme”. Aliran ini menitikberatkan pada sikap dan pendapat yang berorientasi pada jargon antisistem, antistruktur, dan antideterminisme yang diaplikasikan pada dunia kekuasaan. Pemahaman konsep pemberdayaan oleh masing-masing individu secara selektif dan kritis dirasa penting, karena konsep ini mempunyai akar historis dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan barat.

2. Pendekatan dalam Pemberdayaan Kartasasmita (1997) menjelaskan bahwa pemberdayaan masyarakat dapat

dipandang sebagai jembatan bagi konsep-konsep pembangunan makro. Dalam kerangka pemikiran itu menurut Kartasasmita berbagai input seperti dana, prasarana dan sarana yang dialokasikan kepada masyarakat melalui berbagai program pembangunan harus ditempatkan sebagai rangsangan untuk memacu percepatan kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Proses inidiarahkan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat (capacity building) melalui pemupukan modal yang bersumber dari surplus yang dihasilkan dan

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

9

pada gilirannya dapat menciptakan pendapatan yang dinikmati oleh rakyat. Proses transformasi itu harus digerakkan oleh masyarakat sendiri.

Pendekatan lain adalah pendekatan mikro yang digunakan oleh Poli untuk menyebutkan pendekatan dari hati ke hati, yang memungkinkan change agent berhubungan langsung dengan target group. Poli (2005) menyebutkan pendekatan mikro adalah hubungan langsung dengan pihak yang menjadi obyek pemberdayaan. Hubungan langsung dengan obyek pemberdayaan sangat penting, karena dari hubungan itu dimungkinkan berfungsinya tiga H (Heart, Head, Hand) secara terpadu. Heart adalah keberpihakan kepada pihak yang dilayani, karena ketaatan pada nilai-nilai tertentu yang dianut, Head adalah pikiran yang jernih dan terarah kepada tujuan tertentu yang hendak dicapai, dan Hand adalah tindakan yang terarah, berdasarkan pikiran dan hati yang tergerak.

3. Tujuan Pemberdayaan Poli menyebutkan bahwa tujuan pemberdayaan adalah melepaskan masyarakat

miskin dari beberapa dimensi kemiskinan. Tujuan pemberdayaan melepaskan masyarakat miskin dari beberapa dimensi kemiskinan, yaitu a) kemiskinan ekonomi (lack of choice); b) lack of choice (kemiskinan ekonomi); c) lack of voice (kemiskinan politik); d) lack of status (kemiskinan sosial); dan e) lack of self-confidence (kemiskinan percaya diri; psikologis), (Poli, 2005). Sulistiyani (2004), sementara itu menjelaskan bahwa tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan masyarakat adalah: membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan. Disebutkan oleh Sulistiyani bahwa kemandirian masyarakat merupakan suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai dengan kemampuan memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandangnya tepat demi mencapai pemecahan masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya/kemampuan yang dimiliki.

4. Partisipasi Masyarakat dalam Pemberdayaan Craig dan May menyebutkan bahwa: “partisipasi merupakan komponen penting

dalam pembangkitan kemandirian dan proses pemberdayaan”, (Craig dan May, 1995 dalam Hikmat, 2004; 3). Lebih lanjut Hikmat (2004;4) menjelaskan: “pemberdayaan dan partisipasi merupakan strategi yang sangat potensial dalam rangka meningkatkan ekonomi, sosial dan transformasi budaya”. Partisipasi menurut Hoofsteede (1971) yang dikutip oleh Khairuddin (2000; 46) berarti: “The taking part in one or more phases of the process”.

Syahyuti (2006), menyebutkan bahwa partisipasi memiliki beberapa bentuk dan tipe, yaitu: Co-option. Tidak ada input atau partisipasi apapun dari masyarakat target. Masyarakat hanya dijadikan obyek pemberdayaan. Co-operation. Meskipun telah ada insentif bagi masyarakat, namun program telah didesain oleh pihak luar yang menentukan seluruh agenda dan proses secara langsung. Consultation. Opini masyarakat ditanya, namun pihak luar menganalisis informasi sekaligus memutuskan bentuk aksinya sendiri. Collaboration. Masyarakat lokal bekerjasama dengan pihak luar untuk menentukan prioritas, dan semua pihak bertanggungjawab langsung kepada proses. Co-learning. Masyarakat lokal dan luar saling membagi pengetahuannya, memperoleh saling pengertian, dan bekerjasama untuk merencanakan aksi, sementara pihak luar hanya memfasilitasi. Collective-action. Masyarakat lokal menyusun dan melaksanakan agendanya sendiri, pihak luar absen sama sekali.

Pengungkapan partisipasi masyarakat dalam penelitian ini akan menggunakan pendekatan bentuk dan jenis partisipasi seperti yang diungkapkan oleh Syahyuti (2006), yang menyebutkan bahwa bentuk dan jenis partisipasi adalah bertingkat dan terdiri dari; co-option, co-operation, consultation, collaboration, co-learning, dan collective action.

F. Kerangka Berpikir Penelitian

Terdapat tiga pelaku utama pemberdayaan (change agent) di Wilayah Kawasan Kabupaten Hulu Sungai Tengah, yaitu pemerintah, perusahaan, dan LSM. Istilah change agent adalah istilah yang muncul sejak awal sejarah manusiauntukpenyebutan penyebab

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

10

utama kejadian, motor penggerak fenomena dan proses, kekuatan yang bertanggung jawab atas nasib mereka sendiri, yang dapat mendorong dinamika sosial dan penyebab transformasi masyarakat. Penggunaan konsep change agent ini utamanya berasal dari Teori Morphogenesis dari Archer (1985).

Sumber: Diolah, 2012 Gambar 2.1.Kerangka Pemikiran Penelitian

Ketiga change agent adalah; pemerintah, perusahaan, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Masing-masing change agent memiliki pandangan sendiri-sendiri tentang makna pemberdayaan masyarakat. Change agent berdasarkan masing-masing pandangan mereka terhadap makna dan tujuan pemberdayaan mewujudkan program pemberdayaan. Wujud program pemberdayaan itu adalah dalam bentuk pelaksanaan program pemberdayaan dan bentuk pendekatan pemberdayaan. Pelaksanaan program pemberdayaan melalui berbagai pendekatan pemberdayaan bisa saja mengandung distorsi. Distorsi pelaksanaan program dari makna dan tujuan pemberdayaan masing-masing change agent, dapat muncul mengingat tidak semua pelaksana pemberdayaan mengerti makna dan tujuan pemberdayaan berdasarkan pandangan change agent. Pemahaman tentang pendapat dan tanggapan target group terhadap pemberdayaan, akan membuat peneliti dapat mengelompokkan target group ke dalam berbagai kelompok. Pengungkapan posisi posisi target group dapat dimungkinkan jika peneliti menggali lebih dalam tentang sejarah target group, terutama pengalaman mereka sebelumnya terhadap pemberdayaan.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

11

BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis penelitian

Penelitian ini adalah penelitian untuk mengungkap makna pemberdayaan sebagai obyek penelitian. Subyek penelitian yang telah diamati oleh peneliti adalah; pemerintah, perusahaan, LSM, dan Masyarakat sebagai pemangku kepentingan pemberdayaan.Proses pengamatan dilakukan dengan memahami bahasa dan penafsiran keempat pemangku kepentingan tentang apa yang terjadi di sekitarnya, tanpa peneliti terlibat di dalamnya.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kawasan Hulu Sungai Tengah. Daerah ini dipandang peneliti sebagai daerah yang dapat mengungkap proses pemberdayaan masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraannya. Pengumpulan data penelitian telah dilakukan sejak awal 2012.

C. Teknik Pengumpulan Data dan Informan Penelitian

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengamatan, wawancara, dan dokumentasi. Teknik pengamatan yang digunakan adalah teknik pengamatan Spradley (1980), yang terdiri dari; pengamatan umum, pengamatan terfokus, dan pengamatan selektif. Wawancara yang dilakukan adalah jenis wawancara tidak terstruktur yang sangat tergantung dari arah pembicaraan informan kunci. Pedoman wawancara adalah “prespektif emik”, yaitu salah satu pedoman wawancara yang menekankan pandangan (pendapat) atau persepsi dari informan kunci.Teknik dokumentasi digunakan untuk mendukung data yang ditemukan dalam proses pengamatan dan wawancara. Meski dokumen hanya merupakan data yang tampak (sense of data), namun berguna sebagai salah satu pengantar peneliti memahami, mendalami dan mengungkapkan sesuatu yang tidak tampak, yang merupakan tujuan utama dalam penelitian ini.

Data yang dikumpulkan, berasal dari beberapa informan kunci sebagai sampel penelitian, yang ditetapkan secara purposive berdasarkan tujuan atau obyek penelitian. Penyebutan nama informan kunci dalam bentuk inisial, mengingat mayoritas informan kunci tidak menghendaki namanya disebut dalam penelitian.

Tabel 3.1 Sampel, Sumber Data, Informan Kunci dan Teknik Pengambilan Sampel Penelitian

Sampel Berdasarkan Tujuan Sumber Data Informan Teknik

Pengambilan

1. Makna dan tujuan Pemberdayaan menurut Change Agent

2. Program dan Pendekatan Pemberdayaan

Pemerintah ES (Kabid Pemerintahan) dan A (Kasubid PMD) *)

Purposive

Perusahaan CSR/Comdev Program Purposive

LSM Pengurus LSM Purposive

3. Makna Pemberdayaan menurut Target Group

Masyarakat Pokmas Purposive

4. Partisipasi dan Tanggapan Target group terhadap Program dan Pendekatan Pemberdayaan Change Agent

Masyarakat anggota masyarakat Purposive

Keterangan: *) = Informan Kunci Sumber: Diolah Peneliti, 2012

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

12

D. Teknik Analisis Data

Analisis data terdiri dari komponen reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan. Komponen tersebut saling berinteraksi dan merupakan kegiatan siklus.

Sumber: Diolah oleh Peneliti, 2012

Gambar 4.1 Proses Analisis Data

E. Pengujian Validitas Data

Data hasil penelitian yang telah terkumpul, peneliti uji keabsahan atau validitas datanya dengan teknik triangulasi data, sehingga data dan informasi yang peneliti temukan menjadi relevan.Pengujian validitas temuan dengan triangulasi dilakukan melalui pengujian sumber data (informan kunci), diskusi dan metode.Perbandingan pandangan antara pemangku kepentingan (change agent dan target group)dilakukan dengan membandingkan pandangan informan kunci baik secara terpisah (sumber data), maupun antar kelompok informan kunci (diskusi).

Sumber: Diolah, 2012 Gambar 4.2 Teknik Triangulasi Data dalam Penelitian

Pengujian validitas juga peneliti lengkapi dengan pengujian metode, yaitu; pengamatan peneliti, hasil wawancara, dan hasil penelaahan dokumentasi.Tinggi atau rendahnya validitas hasil temuan peneliti putuskan dengan aturan: semakin banyak yang mendukung sebuah pandangan, maka validitas temuan akan semakin tinggi. Sebaliknya, semakin sedikit dukungan pada sebuah pandangan,maka semakin rendah validitas temuan tersebut.

F. Langkah-langkah Penelitian

Langkah-langkah penelitian secara keseluruhan adalah:Melakukan pra-survey, menyelesaikan surat perijinan penelitian, melaksanakan orientasi pendahuluan, mengumpulkan data, mengolah data, dan menganalisis Data serta membuat Laporan Penelitian.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

13

BAB IV

DIAGNOSIS KEMISKINAN A. Cara Pandang Kemiskinan

Dalam konteks strategi penanggulangan kemiskinan ini, kemiskinan dipandang sebagai kondisi di mana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan atau perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Cara pandang kemiskinan ini beranjak dari pendekatan berbasis hak yang mengakui bahwa masyarakat miskin, baik laki-laki maupun perempuan, mempunyai hak-hak dasar yang sama dengan anggota masyarakat lainnya. Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.

Hak-hak dasar terdiri dari hak-hak yang dipahami masyarakat miskin sebagai hak mereka untuk dapat menikmati kehidupan yang bermartabat dan hak yang diakui dalam peraturan perundang-undangan. Hak-hak dasar yang diakui secara umum antara lain meliputi terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Hak-hak dasar tidak berdiri sendiri tetapi saling mempengaruhi satu sama lain sehingga tidak terpenuhinya satu hak dapat mempengaruhi pemenuhan hak lainnya.

Dengan diakuinya konsep kemiskinan berbasis hak, maka kemiskinan dipandang sebagai suatu peristiwa penolakan atau pelanggaran hak dan tidak terpenuhinya hak. Kemiskinan juga dipandang sebagai proses perampasan atas daya rakyat miskin. Konsep ini memberikan pengakuan bahwa orang miskin terpaksa menjalani kemiskinan dan seringkali mengalami pelanggaran hak yang dapat merendahkan martabatnya sebagai manusia. Oleh karena itu, konsep ini memberikan penegasan terhadap kewajiban negara atau daerah untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak dasar masyarakat miskin.

Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa kemiskinan merupakan fenomena yang kompleks, bersifat multidimensi dan tidak dapat secara mudah dilihat dari suatu angka absolut. Luasnya wilayah dan relatif beragamnya budaya masyarakat menyebabkan kondisi dan permasalahan kemiskinan di Indonesia umumnya dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah khususnya menjadi sangat beragam dengan sifat-sifat lokal yang kuat dan pengalaman kemiskinan yang berbeda antara perempuan dan laki-laki. Kondisi dan permasalahan kemiskinan secara tidak langsung tergambar dari fakta yang diungkapkan menurut persepsi dan pendapat masyarakat miskin itu sendiri, berdasarkan temuan dari berbagai kajian, dan indikator sosial dan ekonomi yang dikumpulkan dari kegiatan survai lapangan. B. GAMBARAN UMUM KONDISI GEOGRAFIS DAERAH

Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), dengan luas wilayah 1.472 Km² atau 147.200 Ha, atau 3,92 % dari luas wilayah Provinsi Kalimantan Selatan, merupakan kabupaten terkecil ke-4 dari 13 kabupaten/kota dalam wilayah Provinsi Kalimantan Selatan. Secara administratif, Kabupaten Hulu Sungai Tengah terdiri dari 11 kecamatan, 8 kelurahan dan 161 desa. Adapun luas masing-masing kecamatan adalah sebagai berikut :

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

14

Tabel 4.1 Pembagian Administrasi dan Luas Wilayah Kecamatan

Kabupaten Hulu Sungai Tengah

No. Kecamatan Luas (km2) % Kelurahan (bh)

Desa (bh)

1. Haruyan 148,63 10,1 - 17

2. Batu Benawa 99,00 6,7 - 14

3. Hantakan 191,98 13,0 - 12

4. Batang Alai Selatan 189,80 12,9 1 18

5. Batang Alai Timur 247,94 16,8 - 11

6. Barabai 54,57 3,7 6 12

7. Labuan Amas Selatan 86,54 5,9 1 17

8. Labuan Amas Utara 161,81 11,0 - 16

9. Pandawan 144,24 9,8 - 21

10. Batang Alai Utara 70,00 4,8 - 14

11. Limpasu 77,49 5,3 - 9

Jumlah 1.472,00 100,0 8 161

Letak geografisnya berada pada 2º.27' – 2º.46' Lintang Selatan dan 115º.5' –

115º.31' Bujur Timur. Secara administratif, Kabupaten Hulu Sungai Tengah memiliki batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara Kab. Balangan

Sebelah Timur Kab. Kotabaru

Sebelah Selatan Kab. Hulu Sungai Selatan

Sebelah Barat Kab. Hulu Sungai Utara

Secara topografi, Kabupaten Hulu Sungai Tengah terdiri dari 3 (tiga) yakni :

kawasan rawa, dataran rendah, dan wilayah pegunungan Meratus. Semuanya berada pada ketinggian antara terendah 0-7 m seluas 17.593 Ha, >7-25m seluas 34.995 ha, >25-100 m seluas 40.321 ha, >100-500 m seluas 38.958 ha, >500-1.000 m seluas 12.521 ha dan tertinggi > 1.000 m seluas 2.812 ha, berada di Gunung Halau-Halau/Gunung Besar Pegunungan Meratus ± 1.894 m di atas permukaan laut. Kemiringan tanah bervariasi yaitu terendah 0-2 % seluas 75.281 ha, >2-15 % seluas 10.268 ha, >15-40 % seluas 49.914 ha dan >40 % seluas 11.737 ha. Jenis tanah terdiri dari orgonosol gley humus seluas 58.312 ha, podsolik merah kuning dataran tinggi seluas 31.563 ha, podsolik merah kuning pegunungan 48.448 ha, kompleks podsolik merah kuning seluas 8.877 ha. Jumlah curah hujan tahunan rata-rata dari tahun 2006 – 2009 adalah sebanyak 227 mm dengan jumlah hari hujan rata-rata sebanyak 107 hari/tahun dan intensitas suhu antara 21,19ºC sampai dengan 32,93º C.

Berdasarkan penggunaan lahan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah pada tahun 2009 penggunaan lahannya terbagi atas kampung seluas 2.363 ha, industri 1 ha, pertambangan 305 ha, sawah 32.368 ha, pertanian tanah kering 743 ha, kebun campuran 8.884 ha, perkebunan 18.315 ha, padang (semak, alang-alang, rumput) 17.107 ha, hutan 63.939 ha, perairan 237 ha, lain-lain 2.938 ha. Luas kawasan budidaya tersebar di semua kecamatan. Untuk topografi rawa yang tersebar di Kecamatan Batang Alai Utara, Pandawan, dan Labuan Amas Utara, Labuan Amas Selatan dan Haruyan, budidaya yang dilaksanakan mayoritas hanya di musim kemarau dengan komoditas padi dan hortikultura. Kawasan rawa juga dijadikan sebagai lumbung ikan dan tempat budidaya kerbau rawa di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Pada dataran rendah, budidaya dapat dilakukan sepanjang tahun, dengan komoditas pertanian secara luas : padi dan hortikultura, perikanan, dan peternakan. Kawasan dataran rendah lebih potensial dijadikan sebagai kawasan budidaya, mengingat keunggulan dan kemudahan penangannya dibandingkan kawasan rawa dan pegunungan. Dari dataran rendah inilah, dihasilkan komoditas padi, sayur mayur, ternak besar dan kecil, perikanan budidaya karamba dan kolam, serta perkebunan karet, kelapa, serta tanaman lainnya.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

15

C. GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAERAH 1. Potensi Unggulan Daerah

Kabupaten Hulu Sungai Tengah dengan luas wilayah 147.200 Ha, terdiri dari wilayah pegunungan, dataran dan rawa. Sesuai dengan potensi wilayah tersebut, maka potensi unggulan daerah adalah pertanian baik berupa tanaman pangan, hortikultura, peternakan maupun perkebunan. Disamping itu Kabupaten Hulu Sungai Tengah juga mempunyai rawa yang cukup luas, sebagai potensi perikanan. Kabupaten Hulu Sungai Tengah merupakan salah satu lumbung beras di Kalsel yang sebagiannya didistribusikan ke luar daerah. Disamping padi Kabupaten Hulu Sungai Tengah juga telah berkembang usaha penggemukan sapi, peternakan ayam ras pedaging dan itik. Pedagang sapi yang ada di Kabupaten Hulu Sungai Tengah telah memasok sapi sampai ke Provinsi Kalimantan Tengah.

Potensi unggulan lainnya adalah ketersediaan infrastruktur khususnya jalan. Jalan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah sudah mencapai kawasan-kawasan terpencil dengan kondisi jalan cukup baik. Infrastruktur telekomunikasi juga sudah menjangkau seluruh wilayah Kabupaten hingga ke pelosok desa dengan beroperasinya jaringan telepon seluler baik dari PT. Indosat, PT. Telkomsel dan lain-lain. Jaringan listrik dari jumlah desa/kelurahan sebanyak 169 buah, lebih dari 85 % sudah terjangkau listrik.

Potensi pariwisata berupa pariwisata alam, seperti wisata alam Pagat, Lok Laga, Pemandian Kolam Air Panas, Goa Liang Hadangan, Goa Kukup, kerbau rawa, wisata petualangan di pegunungan Meratus yang merupakan yang dipenuhi dengan beragam flora dan fauna (biodiversity) diantaranya banyak terdapat pohon meranti yang berdiameter lebih dari 100 cm serta adat budaya suku Dayak. Potensi pariwisata lainnya berupa wisata religius seperti Mesjid Karamat Palajau, Panji-panji Mesjid Jatuh, makam wali dan lain-lain.

Potensi industri di Kabupaten Hulu Sungai Tengah telah berkembang industri kecil, menengah dan rumah tangga seperti las dan deco, industri kopiah haji, dan batu bata. Potensi lokasi yang strategis, sangat cocok untuk usaha perdagangan dan jasa, sehingga banyak perusahaan perdagangan, keuangan maupun jasa yang mendirikan cabangnya di Kabupaten Hulu Sungai Tengah Sementara potensi tambang yang ada adalah batu bara, marmer, andesit, batu gamping, dan granit. 2. PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Perekonomian makro daerah dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4.2

Perkembangan PDRB-ADHB Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2005 – 2009

Lapangan Usaha PDRB-ADHB (Jutaan Rupiah)

2005 2006 2007 2008 2009*)

Pertanian 388.896,84 490.683,94 554.259,69 641.657,35 733.815,12

Pertambangan dan Penggalian

4.272,80 5.359,27 7.029,12 9.028,67 11.719,43

Industri Pengolahan 98.066,57 103.050,08 108.417,57 124.698,34 137.308,69

Listrik dan Air Minum

2.913,82 3.336,81 3.723,38 4.204,51 4.719,70

Bangunan 46.095,23 46.279,78 48.824,60 56.017,84 61.684,50

Perdagangan, Restoran dan Perhotelan

156.309,65 178.803,86 205.878,48 233.020,38 266.022,51

Pengangkutan dan Komunikasi

74.362,91 81.400,68 86.831,91 95.467,20 103.399,12

Bank dan Lembaga keuangan lainnya

74.539,36 82.008,30 92.553,27 106.128,71 120.735,27

Jasa-jasa 251.676,16 265.886,11 298.413.37 338.848,33 382.531,83

PDRB Tanpa Minyak Bumi

1.097.133,34 1.256.808.82 1.405.931,39 1.609.071,33 1.820.776,49

PDRB dengan Minyak Bumi

1.097.133,34 1.256.808.82 1.405.931,39 1.609.071,33 1.820.776,49

Sumber : BPS Kab. HST

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

16

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat merepresentasikan pertumbuhan perekonomian daerah. Angka Produk Daerah Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Hulu Sungai Tengah dalam 5 tahun terakhir terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005 PDRB-ADHB mencapai Rp 1.097.133.340.000,- dan PDRB-ADHK sebesar Rp 813.845.370.000,-. Maka pada tahun 2009 (angka sementara) PDRB-ADHB sudah mencapai Rp 1.820.776.490.000,- dan PDRB-ADHK sebesar Rp 1.057.006.190.000,-. Berarti selama 5 tahun PDRB-ADHB meningkat sebesar Rp 723.642.150..000,- atau meningkat sebesar naik 65,96, % dengan rata-rata pertumbuhan per tahunnya sebesar 13,50 %.

Sedang PDRB-ADHK selama 5 tahun meningkat sebesar Rp 243.160.820.000,- atau dalam 5 tahun naik 29,88 %, terjadi peningkatan rata-rata 6,60 % per tahun seperti terlihat pada tabel berikut :

Tabel 4.3 Perkembangan PDRB-ADHK Menurut Lapangan Usaha

Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2005 – 2009

Lapangan Usaha

PDRB-ADHK Th. 2000 (Jutaan Rupiah)

2005 2006 2007 2008 2009*)

Pertanian 306.556,27 335.249,09 354.629,40 386.856,74 415.619,54

Pertambangan dan Penggalian

3.706,25 3.517,96 3.893,40 4.329,70 4.803,37

Industri Pengolahan

70.322,74 77.785,38 81.836,94 85.811,13 90.131,72

Listrik dan Air Minum

2.104,73 2.282,21 2.533,50 2.738,02 2.999,22

Bangunan 31.295,52 35.516,89 37.444,78 41.053,21 44.146,57

Perdagangan, Restoran dan Perhotelan

119.975,49 124.858,07 129.402,15 140.872,86 149.677,41

Pengangkutan dan Komunikasi

54.231,33 61.370,62 65.428,67 71.424,25 77.056,05

Bank dan Lembaga keuangan lainnya

56.753,84 49.892,59 56.053,56 59.739,38 65.095,02

Jasa-jasa 168.899,19 172.366,05 186.010,61 195.030,97 207.483,70

PDRB Tanpa Minyak Bumi

813.845,37 862.838,86 917.233,00 987.856,25 1.057.006,19

PDRB dengan Minyak Bumi

813.845,37 862.838,86 917.233,00 987.856,25 1.057.006,19

Sumber : BPS Kab. HST *) Angka Sementara

Berdasarkan persentase distribusi PDRB-ADHK, dalam 5 tahun terakhir persentase terbesar disumbangkan oleh sektor pertanian dengan rata-rata mencapai 38,73 % yang diikuti oleh sektor jasa rata-rata sebesar 20,08 %, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran rata-rata sebesar 14,35 %. Persentase terkecil distribusi PDRB-ADHK dalam 5 tahun terakhir adalah pada sektor listrik dan air minum yaitu rata-rata hanya 0,27 % dan sektor pertambangan dan penggalian dengan rata-rata sebesar 0,44 % . Persentase distribusi PDRB-ADHK menurut semua lapangan usaha dapat dilihat pada tabel berikut.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

17

Tabel 4.4 Distribusi Persentase PDRB-ADHK Menurut Lapangan Usaha

Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2005 – 2009

Lapangan Usaha

PDRB-ADHK Tahun 2000 ( % )

2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata

Pertanian 37,67 38,85 38,66 39,16 39,32 38,73

Pertambangan dan Penggalian

0,46 0,41 0,42 0,44 0,45 0,44

Industri Pengolahan

8,64 9,02 8,92 8,69 8,53 8,76

Listrik dan Air Minum

0,26 0,26 0,28 0,28 0,28 0,27

Bangunan 3,85 4,12 4,08 4,16 4,18 4,08

Perdagangan, Restoran dan Perhotelan

14,74 14,47 14,11 14,26 14,16 14,35

Pengangkutan dan Komunikasi

6,66 7,11 7,13 7,23 7,29 7,09

Bank dan Lembaga keuangan lainnya

6,97 5,78 6,11 6,05 6,16 6,21

Jasa-jasa 20,75 19,98 20,28 19,74 19,63 20,08

PDRB Tanpa Minyak Bumi

100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

PDRB dengan Minyak Bumi

100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber : BPS Kab. HST *) Angka Sementara

Seiring dengan terjadinya peningkatan PDRB, PDRB per kapita juga mengalami

peningkatan dari tahun ke tahun. Selama periode 2005 – 2009, PDRB per kapita menurut harga berlaku mengalami kenaikan sebesar Rp 2.766.558.075,- atau mengalami pertumbuhan sebesar 59,73 %. Sedang PDRB menurut harga konstan juga mengalami kenaikan sebesar Rp 859.157.298,- atau tumbuh sebesar 25,01 %.

Tabel 4.5

PDRB Per Kapita Menurut Harga Berlaku dan Harga Konstan Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2005 – 2009

2005 4.631.423.746,- - 3.435.555.766,-

2006 5.301.201.366,- 14,46 3.639.441.791,- 5,93

2007 5.805.100.107,- 9,51 3.787.261.188,- 4,06

2008 6.589.369.553,- 13,51 4.045.407.916,- 6,82

2009*) 7.397.981.821,- 12,27 4.294.713.064,- 6,16

Sumber : BPS Kab. HST *) Angka Sementara

Laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Hulu Sungai Tengah selama lima tahun

terakhir (2005 – 2009) selalu mengalami peningkatan kecuali pada tahun 2009 sedikit

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

18

mengalami penurunan dari tahun 2008 akibat dampak krisis dunia, tetapi masih lebih tinggi dari tahun 2005 – 2007. Secara terinci dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.6 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Hulu Sungai Tengah

Tahun 2005 – 2009

Tahun ADHB (%) ADHK Th. 2000 (%)

2005 12,99 5,95

2006 14,55 6,02

2007 11,87 6,30

2008 14,45 7,70

2009*) 13,16 7,00

Sumber : BPS Kab. HST *) Angka Sementara

Dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2008, pertumbuhan ekonomi di

Kabupaten HST mengalami pertumbuhan yang selalu meningkat. Pada tahun 2008 pertumbuhan ekonomi HST mencapai 7,70 %, tertinggi dalam 5 tahun terakhir. Kalau dilihat secara sektoral, rata-rata laju pertumbuhan ekonomi semua tumbuh positif dengan besaran bervariasi antara 5 – 9 % seperti terlihat pada tabel berikut :

Tabel 4.7 Laju Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Atas Dasar Harga Konstan

Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2005– 2009

Sektor / Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata

Pertanian 5,42 9,36 5,78 9,09 7,44 7,42

Pertambangan dan Penggalian

2,16 -5,08 10,67 11,21 10,94 5,98

Industri Pengolahan 6,71 10,61 5,21 4,86 5,04 6,49

Listrik dan Air Minum 9,03 8,43 11,01 8,07 9,54 9,22

Bangunan 2,38 13,49 5,43 9,64 7,54 7,69

Perdagangan, Restoran dan Perhotelan

4,77 4,07 3,64 8,86 6,25 5,52

Pengangkutan dan Komunikasi

7,87 13,16 6,61 9,16 7,89 8,94

Bank dan Lembaga keuangan lainnya

13,93 -12,09 12,35 6,58 8,97 5,95

Jasa-jasa 5,11 2,05 7,92 4,85 6,39 5,26

Total PDRB 5,95 6,02 6,30 7.70 7,00 6,60

Sumber : BPS Kab. HST *) Angka Sementara

Secara sektoral, rata-rata pertumbuhan terbesar terjadi pada sektor listrik dan air minum yang mencapai 9,22 % yang diikuti oleh sektor pengangkutan rata-rata sebesar 8,94 %, bangunan 7,69 % dan pertanian 7,42 %. Untuk mengetahui tingkat ketimpangan pembagian pendapatan, salah satu ukuran yang paling sering digunakan adalah gini ratio. Hal ini penting untuk melihat apakah pertumbuhan ekonomi yang terjadi dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat atau hanya dinikmati oleh segelintir orang yang akhirnya menimbulkan ketimpangan distribusi pendapatan. Angka gini ratio sekitar 0,3 menunjukkan bahwa distribusi pendapatan cukup merata, sedangkan angka gini ratio

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

19

sebesar 0,5 atau lebih, berarti tingkat ketimpangan pendapatan dikatakan cukup serius. Dari data dalam 3 tahun terakhir, angka gini ratio Kab.HST masih berada di bawah 0,3 dan cenderung semakin kecil, yang berarti tingkat ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat HST tidak besar dan cenderung makin merata. Dibandingkan dengan Prov.Kalimantan Selatan angka gini ratio Kab. HST masih lebih rendah.

Tabel 4.8 Angka Gini Ratio Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan Provinsi Kalimantan Selatan

Tahun 2005 – 2009

Wilayah 2005 2006 2007 2008 2009

Hulu Sungai Tangah 0,26 0,22 0,19 0,28 0,28

Kalimantan Selatan 0,32 0,31 0,29 0,45 0,47

Pertanian secara umum merupakan penyumbang terbesar pembentukan PDRB.

Padi sebagai komoditas utama tanaman pangan yang diusahakan, produksinya pada tahun 2009 mencapai 208.957 Ton, sementara pada tahun 2005 sebesar 154.295 Ton atau pertumbuhannya mencapai 35,43 %. Seiring meningkatnya produksi padi juga terjadi peningkatan produktivitas dari 4,23 ton/ha pada tahun 2005 menjadi 4,75 ton/ha pada tahun 2009 atau terjadi pertumbuhan 12,29 %. Peningkatan produktivitas padi tersebut seiring dengan terjadinya peningkatan penggunaan benih unggul bermutu dari 14.755 ha pada tahun 2005 menjadi 29.100 ha pada tahun 2009 atau mengalami kenaikan 97,22 %.

Dengan produksi Gabah Kering Panen (GKP) selama tahun 2009 sebanyak 208.957 Ton sehingga produksi Beras (63% dari Total Produksi GKP) adalah sebesar 131.642,91 Ton. Sementara jumlah penduduk Kabupaten Hulu Sungai Tengah tahun 2009 sebanyak 246.118 jiwa dengan kebutuhan beras 124 kg/kapita/tahun, maka kebutuhan konsumsi beras selama tahun 2009 sebesar 30.518,632 Ton, dan buffer stock (cadangan pangan/beras) yaitu 20% dari Total Produksi beras (131.642,91 Ton) yaitu 26.328,582 Ton sehingga Kabupaten Hulu Sungai Tengah mengalami surplus sebesar 74.795,696 Ton, cukup untuk konsumsi penduduk Kabupaten Hulu Sungai Tengah selama hampir 2,5 tahun.

Selain tanaman pangan, prioritas hortikultura adalah sayur-sayuran dan jeruk, dimana Kabupaten Hulu Sungai Tengah dikenal sebagai daerah penghasil sayur-sayuran dan jeruk, karena didukung oleh lahan dan iklimnya yang sangat sesuai bagi pengembangan komoditi tersebut. Produksi sayur-sayuran tahun 2009 mencapai 6.623 Ton meningkat dibanding tahun 2005 yang mencapai 6.201 Ton, sedangkan jeruk dengan jumlah produksi mencapai 1.406 Ton, mengalami penurunan dibanding tahun 2005 yang produksinya sebesar 2.499 ton, karena banyaknya tanaman jeruk yang sudah tua, sehingga selama 5 tahun terakhir terus dilakukan peremajaan tanaman jeruk yang sudah tidak produktif lagi.

Pada bidang peternakan, dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 semua populasi ternak besar (sapi dan kerbau) mengalami peningkatan sebesar 23,12 %, pada tahun 2005 populasi baru mencapai 12.615 ekor, pada tahun 2009 sudah menjadi 15.531 ekor. Dari populasi ternak besar didominasi oleh populasi sapi, pada tahun 2009 mencapai 13.289 ekor (85,56 %). Peningkatan juga terjadi pada ternak kecil (kambing, domba dan babi) yaitu sebesar 17,63 %, pada tahun 2005 populasi ternak kecil sebanyak 25.904 ekor, dan pada tahun 2009 menjadi 30.471 ekor. Populasi sapi pada tahun 2009 sebesar 15.531 ekor, Kerbau 2.242 ekor, kambing 25.883 ekor, domba 2.350 ekor, dan babi 2.238 ekor.

Selain itu populasi unggas juga mengalami peningkatan, populasi itik naik dari tahun 2005 sebanyak 632.510 ekor, pada tahun 2009 menjadi 905.671 ekor atau naik

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

20

43,19 %. Jumlah Ayam Buras pada tahun 2005 sebesar 529.932 ekor menjadi 1.320.075 ekor pada tahun 2009 atau naik 149,10 %. Jumlah ayam ras pedaging pada tahun 2005 sebanyak 1.423.523 ekor, pada tahun 2009 meningkat menjadi 1.699.650 ekor atau 19,40 %. Seiring dengan peningkatan populasi, juga terjadi peningkatan produksi peternakan. Produksi daging tahun 2005 2.028 ton, maka pada tahun 2009 meningkat menjadi 2.597 ton atau naik 28,06 %. Begitu pula dengan produksi telur, pada tahun 2005 sebanyak 4.417 ton, pada tahun 2009 naik menjadi 5.792 ton atau naik 31,13 %.

Sebagai daerah dengan populasi ternak sapi yang cukup besar, maka di Kabupaten Hulu Sungai Tengah telah berkembang teknologi Inseminasi Buatan baik untuk sapi maupun kerbau. Dari tahun ke tahun bibit sapi unggul yang lahir dari hasil IB selalu meningkat. Pada tahun 2005 bibit sapi yang lahir hasil IB adalah sebanyak 1.512 ekor per tahun, maka pada tahun 2009 sudah naik menjadi 2.175 ekor / tahun. Selama 5 tahun ini bibit sapi unggul yang lahir dari hasil IB mencapai 7.427 ekor.

Komoditas karet juga merupakan tanaman unggulan perkebunan yang dikembangkan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Luas tanaman karet pada tahun 2009 sudah mencapai 20.695 ha dari 14.273 ha pada tahun 2005, terjadi peningkatan 44,99 %. Seiring peningkatan luas tanaman, produksi karet juga meningkat. Pada tahun 2009 produksi karet sudah menapai 10.289 ton dari tahun 2005 yang baru mencapai 6.021 ton atau terjadi kenaikan 70,89 %. Begitu pula dari sisi produktivitas, telah terjadi kenaikan 10,29 % dari 680 ku/ha/th pada tahun 2005 menjadi 750 ku/ha/th. Hal tersebut menandakan bahwa telah terjadi perbaikan dalam budidaya tanaman karet selain keberhasilan daerah dalam mengembangkan karet unggul.

Produksi perikanan pada tahun 2009 adalah sudah mencapai 9.045 Ton yang terdiri atas perikanan tangkap sebesar 7.551 Ton dan produksi perikanan budidaya sebesar 1.494 Ton. Secara keseluruhan terdapat kenaikan produksi total jika dibandingkan dengan tahun 2005 masih sebesar 7.445 ton atau naik sebesar 21,49 %. Upaya untuk meningkatkan produksi perikanan budidaya maka telah dibangun Balai Benih Ikan (BBI) yang lebih refresentatif, sehingga mampu mendukung supply kebutuhan benih ikan untuk budidaya. Sampai dengan 2009 luas budidaya ikan di karamba sudah mencapai 4.069 m2 dan untuk kolam serta minapadi seluas 155 Ha.

Untuk menunjang pemasaran hasil perikanan, maka pemerintah dalam beberapa tahun terakhir telah membangun pasar ikan higinies dalam rangka memberikan pelayanan kemudahan dan kenyamanan baik kepada pedagang ikan maupun pembeli/konsumen. Disamping itu upaya lain yang dilakukan dalam pembangunan perikanan adalah penaburan benih ikan di perairan umum, pemeliharaan reservart, pengawasan sumberdaya perikanan melalui sosialisasi peraturan perundangan bidang perikanan, razia dan pembentukan Pokwasmas. Sampai dengan tahun 2009 total luas kawasan hutan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah adalah sebesar 49.279 Ha, yang diantaranya seluas 46.270 Ha merupakan hutan lindung. Dari luas kawasan hutan tersebut hampir 55,59 % atau 27.394 Ha sudah mengalami kerusakan dan 10.277 Ha berupa hutan dan lahan kritis. Dari tahun ke tahun terus kita upayakan melakukan rehabilitasi hutan dan lahan kritis tersebut dan sampai dengan tahun 2009 kita telah melakukan rehabilitasi seluas 3.353 Ha.

Pariwisata merupakan salah satu pendorong berkembangnya perekonomian Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Selama periode 2005-2009 pengunjung obyek wisata berjumlah 239.793 orang atau rata-rata 47.958 orang per tahun. Dibanding periode 2000-2004, pengunjung obyek wisata berjumlah 123.178 orang, berarti terjadi peningkatan 94,76 %. Kontribusi pariwisata terhadap PDRB mencapai 3,30 %.

Urusan perindustrian, tingkat pertumbuhan dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini sebesar 30,13 %. Terjadi pertambahan 614 unit usaha formal dan formal industri baru, sehingga pada tahun 2009 jumlah industri mencapai 2.017 unit. Berkembangnya industri di Kabupaten Hulu Sungai Tengah selama tahun 2005-2009 dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja, pertambahan nilai investasi dan nilai produksi. Selama kurun tersebut, pertambahan tenaga kerja yang terserap mencapai 8.332 orang, pertambahan nilai investasi sebesar Rp 2.755.404.000.000,- serta pertambahan nilai produksi sebesar Rp 9.190.005.000.000,-. Kontribusi perindustrian

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

21

terhadap PDRB selama lima tahun rata-rata mencapai 8,76 % dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi sektor industri mencapai 6,49 % per tahun. D. SOSIAL BUDAYA DAERAH 1. Kependudukan

Kabupaten Hulu Sungai Tengah terdiri dari 11 kecamatan, 161 desa dan 8 kelurahan. Jumlah rumah tangga yang tercatat pada akhir tahun 2009 berdasarkan data registrasi mencapai 68.405 RT, dengan jumlah penduduk 246.643 orang yang terdiri dari 119.715 orang laki-laki dan 126.928 orang perempuan. Rata – rata jumlah penduduk setiap desa adalah 1.459 orang, setiap 1 KM2 adalah 163 orang dan setiap rumah tangga 3 - 4 orang. Jumlah penduduk terbanyak berada di kecamatan Barabai (51.087 orang) sebaliknya jumlah penduduk yang terkecil berada di kecamatan Batang Alai Timur (6.999 orang). Penduduk terbanyak berada antara usia 15-19 tahun yaitu sebanyak 25.192 orang.

Tabel 4. 9 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Per Kecamatan

di Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2005 – 2009 No. Kecamatan Tahun 2006 Tahun

2007 T ahun 2008

Tahun 2009

Rata2 Kepadatan

/ km2

1. Haruyan 20.485 21.064 20.959 21.466 140

2. Batu Benawa 18.856 18.903 18.628 19.637 189

3. Hantakan 11.559 11.656 11.635 12.012 61

4. Batang Alai Selatan 21.714 21.692 22.325 22.644 115

5. Batang Alai Timur 6.710 7.121 7.143 6.999 29

6. Barabai 49.278 49.213 49.896 51.087 905

7. Labuan Amas Selatan 26.753 26.768 26.951 27.770 311

8. Labuan Amas Utara 25.914 26.324 28.396 27.518 165

9. Pandawan 29.870 30.123 30.122 31.062 209

10. Batang Alai Utara 16.110 17.336 17.306 16.276 243

11. Limpasu 9.831 10.182 10.176 10.170 129

Jumlah 237.080 240.382 243.537 246.643 163

Sumber : BPS Kab. HST

Struktur umur penduduk Kabupaten Hulu Sungai Tengah dari tahun 2005-2009 yang mengalami peningkatan jumlah adalah pada usia antara 0-14 tahun dan usia antara 20-34 sedangkan struktur umur 34-65+ juga mengalami kenaikan. Struktur ini memberikan gambaran bahwa masyarakat produktif di Kabupaten Hulu Sungai Tengah cukup berkembang namun melihat perkembangannya masih bersumber dari pertumbuhan alami karena peningkatan tidak mengalami pertumbuhan yang drastis dan fluktuatif.

Tabel 4.10 Struktur Penduduk Menurut Usia di Kabupaten Hulu Sungai Tengah

Tahun 2005-2009 No. Kelompok

Umur (Tahun) Tahun

2005 2006 2007 2008 2009

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.

0 – 4 5 – 9

10 – 14 15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49 50 – 54 55 – 59 60 – 64

65 +

18.524 24.850 24.839 20.511 17.483 18.931 19.411 20.531 18.903 14.679 13.318 7.365 7.565 9.979

18.080 23.805 20.718 23.114 18.692 20.363 18.912 19.806 16.718 13.806 13.355 7.256

10.426 12.029

18.916 22.525 24.856 24.868 16.796 17.357 18.798 20.434 19.785 13.806 13.544 9.065 7.206

14.233

19.072 22.711 25.062 25.074 16.935 17.501 18.953 20.603 19.949 13.920 13.656 9.140 7.266

14.351

19.131 22.727 23.095 25.192 16.665 17.135 18.881 21.057 20.449 14.519 14.869 9.971 7.797

14.630

Jumlah 236.889 237.080 240.382 243.573 246.643

Sumber : BPS Kab. HST

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

22

Struktur umur penduduk menurut jenis kelamin 2005-2009 semuanya

menunjukkan seks ratio di bawah 100 yang berarti lebih banyak penduduk perempuan dibandingkan laki-laki. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa penduduk laki-laki banyak yang migrasi ke luar daerah, terlihat pada usia sekolah/kuliah yang mengalami penurunan yang berarti kontribusi penduduk ini dalam migrasi keluar cukup tinggi dan migrasi juga didorong oleh penduduk yang pada usia ini banyak yang mencari pekerjaan diluar Kabupaten Hulu Sungai Tengah.

Tabel 4.11 Struktur Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tahun 2005-2009

di Kabupaten Hulu Sungai Tengah

No. Jenis Kelamin Tahun

2005 2006 2007 2008 2009

1. 2.

Laki-laki

Perempuan Sex Ratio (%)

114.981 121.908

94

114.891 122.189

94

118.604 121.778

97

120.097 123.483

97

119.715 126.928

94

Jumlah 236.889 237.080 240.382 243.573 246.643

Sumber : BPS Kab. HST 2. Kesehatan

Derajat kesehatan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah dapat dilihat dari beberapa indikator antara lain Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB), rata-rata usia harapan hidup penduduk, status gizi dan lain-lain. Angka Kematian Ibu (AKI) pencapaiannya sudah bisa ditekan menjadi menjadi 124 orang per 100.000 ibu melahirkan, sudah berada di bawah target nasional yaitu 226 orang per 100.000 ibu melahirkan, seperti terlihat pada tabel berikut :

Tabel 4.12 Perkembangan Angka Kematian Ibu di Kabupaten Hulu Sungai Tengah

Tahun 2005-2009

Uraian 2005 2006 2007 2008 2009

Jumlah Ibu Melahirkan

4.405 4.363 3.860 4.931 4.829

AKI Melahirkan 4 9 7 8 6

Perkiraan AKI Kab. HST

91/100.000 melahirkan

206/100.000 melahirkan

181/100.000 melahirkan

162/100.000 melahirkan

124/100.000 melahirkan

Target AKI Nasional

225/100.000 melahirkan

307/100.000 melahirkan

226/100.000 melahirkan

226/100.000 melahirkan

226/100.000 melahirkan

Sedang Angka Kematian Bayi (AKB) kinerjanya juga menunjukkan hal yang menggembirakan. AKB sudah berada pada kisaran 11 orang per 1.000 kelahiran bayi, sementara target nasional adalah 26 orang per 1.000 kelahiran bayi, walaupun dari tahun ke tahun pencapaiannya masih berfluktuasi, tapi sudah jauh di bawah target nasional.

Tabel 4.13

Perkembangan Angka Kematian Bayi di Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2005-2009

RINCIAN 2005 2006 2007 2008 2009

Jumlah Bayi Dilahirkan 4.897 4.395 3.990 4.933 4.829

Angka Kematian Bayi (AKB) Dilahirkan

19 32 47 67 53

Perkiraan AKB Kab. HST 4/1.000 KH 7/1.000 KH 12/1.000 KH 14/1.000 KH 11/1.000 KH

Target AKI Nasional s.d 2010 25/1000 KH 35/1.000 KH 26/1.000 KH 26/1.000 KH 26/1.000 KH

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

23

Pencapaian AKI dan AKB yang sudah baik ini karena angka cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani sudah dapat mencapai 100 % dan pertolongan persalinan oleh tenaga yang mempunyai kompetensi kebidanan sudah mencapai 96,13 %. Indikator lainnya adalah pelayanan darurat penanganan kasus epidemi atau penyakit kronis seperti malaria, DBD dan TB Paru. Pada kasus DBD sampai dengan tahun 2009 sudah dapat ditangani 100 %, sedang TB Paru yang tertangani baru 130 orang dari 504 penderita yang ditemukan atau 25,79 %. Begitu pula Cakupan Desa UCI (Universal Child Immunization) pada tahun 2009 sudah mencakup 135 desa atau 79,88 %. Sedang balita gizi buruk sudah dapat tertangani 100 % dengan rata-rata penderita gizi buruk yang ditemukan sebanyak 8 – 10 orang per tahun. Sarana prasarana kesehatan yang ada di Kabupaten sesuai dengan data tahun 2009 adalah sebanyak 1 buah RSUD, 19 unit Puskesmas, 1 unit diantaranya berstatus Puskesmas Perawatan, 45 unit Puskesmas Pembantu, 101 Pos Kesehatan Desa (Poskesdes), 355 Posyandu, 1 buah Balai Pengobatan, 2 buah laboratorium klinik swasta, dan 3 buah Apotek. Jumlah tenaga dokter umum di Kabupaten Hulu Sungai Tengah sebanyak 31 orang dengan rasio 13 dokter umum per 100.000 penduduk. Angka ini masih jauh dari rasio target Indonesia Sehat 2010 yakni 30 dokter umum per 100.000 penduduk. Selain dokter umum, terdapat 7 dokter spesialis, 6 dokter gigi, 3 orang apoteker, 201 bidan (84 / 100.000 penduduk) dan 211 orang perawat (88 / 100.000 penduduk) dan 137 orang dukun bayi/bidan kampung. Berkaitan dengan pembiayaan kesehatan, sampai dengan tahun 2010, pembiayaan urusan kesehatan masih berkisar antara 9 – 10 % terhadap APBD Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Sementara biaya pengadaan obat baru sebesar Rp 8.312,- per kapita, masih jauh dari standart WHO $ 2 / kapita. Dalam pelaksanaan tekad dan komitmen Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah terhadap program pelayanan kesehatan gratis yang mulai dicanangkan pada tahun 2008, maka sejak tahun 2010, pemerintah daerah mengalokasikan anggaran untuk JAMKESDA sebesar Rp. 782.330.000,- untuk pelayanan kepada 12.678 orang dan JAMKESMAS sebanyak 67.339 orang, sehingga total warga yang sudah terlayani pelayanan kesehatan gratis berjumlah 80.017 orang. Dari semua upaya pembangunan urusan kesehatan yang dilakukan berdampak pada semakin meningkatnya angka usia harapan hidup penduduk di Kabupaten Hulu Sungai Tengah dari tahun ke tahun. Sampai saat ini angka usia harapan hidup penduduk Kabupaten Hulu Sungai Tengah sudah mencapai 65 tahun, meningkat dari tahun 2005 yang baru mencapai 63,2 tahun. 3. Pendidikan Sampai pada tahun 2009 Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah telah mempunyai sebanyak 177 unit TK dengan 397 ruang kelas, 271 buah SD dengan 1.686 ruang kelas, 35 unit SMP dengan 222 ruang kelas SMP dan 14 unit SMA/SMK dengan 174 ruang kelas. Jumlah guru TK sebanyak 175 orang, Guru SD sebanyak 2.353 orang, Guru SMP sebanyak 503 dan Guru SMA/SMK sebanyak 252 orang. Jumlah murid TK adalah sebanyak 6.877 orang, SD 27.868 orang, SMP 5.291 orang dan SMA/SMK 5.062 orang. Dengan demikian rasio ruang kelas terhadap murid untuk TK adalah 1 : 17, SD 1 : 17, SMP 1 : 24, dan SMA/SMK 1 : 29. Rasio guru terhadap murid untuk TK adalah 1 : 39, SD 1 : 12, SMP 1 : 11 dan SMA/SMK 1 : 20. Perguruan tinggi di Kabupaten Hulu Sungai Tengah ada 3 buah Indikator utama dalam pembangunan pendidikan adalah pencapaian Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) pada semua jenjang sekolah yang menjadi kewenangan kabupaten. Angka Partisipasi Kasar (APK) SD/MI mencapai 113,51 %, SMP/MTS 96,21 % dan SMA/MA/SMK 88,01 %, meningkat dibanding tahun 2005 dimana pada tingkat SD/MI baru 102,96 %, SMP/MTS 89,78 % dan SMA/MA/SMK 44,00 %. Jadi untuk tingkat SD/MI terjadi peningkatan 10,25 %, pada tingkat SMP/MTS meningkat 7,16 % dan pada tingkat SMA/MA/SMK sebesar 100,02 %. Sementara itu indikator Angka Partisipasi Murni (APM) pada jenjang SD/MI meningkat menjadi 98,23 % dari tahun 2005 sebesar 92,06 %. Pada tingkat SMP/MTS APM sudah mencapai 76,90

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

24

% dari tahun 2005 sebesar 69,11 % dan pada tingkat SMA/MA/SMK sudah mencapai 79,87 % dari tahun 2005 sebesar 34,00 %.

Tabel 4.14

Perkembangan Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) Pada Jenjang SD/MI, SMP/MTs/ dan SMA/MA/SMK di Kab. HST. Tahun 2005-2009

No. Tahun SD/MI SMP/MTs SMA/MA/SMK

APK APM APK APM APK APM

1. 2005 102,06 92,06 89,78 69,11 44,00 34,00

2. 2006 102,06 92,21 84,62 77,05 82,00 67,00

3. 2007 110,05 95,90 91,16 74,88 86,00 74,00

4. 2008 112,38 97,08 95,67 77,00 87,09 75,00

5. 2009 113,51 98,23 96,21 76,90 88,01 79,87

Disamping APK dan APM, pencapaian indikator pembangunan pendidikan adalah pencapaian angka melek huruf. Sampai dengan tahun 2009 angka melek huruf sudah mencapai 97,40 %, nomor urut ke-3 di Provinsi Kalimantan Selatan setelah Kota Banjarmasin dan Banjarbaru. Sedang angka rata-rata lama sekolah sudah mencapai 7,39 tahun. Pada aspek peningkatan mutu pendidikan, selama periode 2006-2009 terus dilakukan upaya peningkatan kualitas, kompetensi dan kualifikasi tenaga kependidikan. Sampai dengan tahun 2009 guru yang memenuhi kualifikasi S1/DIV baru mencapai 29,32 % dari 2.838 orang guru SD sampai dengan SMA/SMK, baru 802 orang yang berkualifikasi S1/DIV. Berkaitan dengan mutu pendidikan, maka pada tahun 2009, tingkat kelulusan siswa dalam menempuh Ujian Nasional, pada tingkat SMP mencapai 98,29 % dan pada tingkat SMA/SMK mencapai 96,88 %. Pada sisi pembiayaan urusan pendidikan, Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah telah mengalokasikan anggaran untuk urusan pendidikan pada tahun anggaran 2010 sebesar Rp. 236.165.548.462,- atau 40,30% dari total belanja APBD. 4. Pembangunan Manusia Dalam upaya peningkatan kualitas Sumberdaya Manusia, indikator yng digunakan untuk mengukur peningkatan kualitas SDM adalah dengan menggunakan tolok ukur physical quality life index (pqli) atau yang lebih dikenal dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) / Human Development Index (HDI). Ada 4 indikator yang digunakan untuk mengukur yaitu Angka Harapan Hidup, Angka Melek Huruf, rata-rata lama sekolah dan konsumsi riil per kapita. Dari komposit 4 indikator tersebut Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Hulu Sungai Tengah pada tahun 2009 sudah mencapai angka 70,46 termasuk kategori menengah atas, dan berada di atas IPM Prov. Kalsel yang baru mencapai 68,72. IPM Kabupaten Hulu Sungai Tengah tersebut dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2002 masih berada pada angka 64,70.

Tabel 4.15 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2002-2009

Tahun Umur Harapan Hidup (Th)

Angka Melek Huruf (%)

Rata-rata Lama Sekolah (Th)

Pengeluaran Riil Per Kapita

(Rp)

IPM

2002 62,20 94,90 7,00 590,20 64,70

2003 62,20 96,70 7,30 590,66 66,14

2004 62,90 96,70 7,30 618,30 67,90

2005 63,20 97,40 7,30 622,30 68,50

2006 63,80 97,40 7,30 623,40 68,90

2007 64,15 97,40 7,30 625,95 69,25

2008 64,54 97,41 7,39 631,50 70,00

2009 64,91 97,41 7,43 634,39 70,46

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

25

5. Kesejahteraan Sosial

Salah satu indikator kesejahteraan sosial adalah jumlah penduduk miskin. Penduduk miskin di Kabupaten Hulu Sungai Tengah dalam 10 tahun terakhir terus menunjukkan penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 1999 penduduk miskin berjumlah 46.800 orang, maka pada tahun 2009 menurun menjadi 13.924 orang atau mengalami penurunan sebanyak 32.876 orang atau 70,24 %. Sementara itu dalam lima tahun terakhir yaitu dari tahun 2005 - 2009, terjadi penurunan sebanyak 7.376 orang atau 34,63 %. Penduduk miskin di Kabupaten Hulu Sungai Tengah dari tahun 1999 – 2009 dapat terlihat pada tabel berikut :

Tabel 4.16 Perkembangan Penduduk Miskin di Kabupaten Hulu Sungai Tengah

Tahun 1999 – 2009

Tahun Penduduk Miskin %

1999 46.800 20,08

2000 49.100 22,01

2001 34.632 15,49

2002 27.300 12,19

2003 28.200 12,19

2004 23.100 9,94

2005 21.300 9,09

2006 24.881 10,39

2007 19,275 8,14

2008 17.151 7,12

2009 13.924 5,73

Sumber : BPS Kab. HST, 2010

Apabila dilihat dari tingkat kesejahteraan pada tahun 2009, maka Keluarga Pra Sejahtera sebanyak 4.407 KK, Sejahtera I sebanyak 20.331 KK, Sejahtera II sebanyak 31.123 KK, Sejahtera III sebanyak 15.764 KK dan Sejahtera Plus sebanyak 381 KK.

Jumlah panti asuhan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah adalah sebanyak 13 buah dan 1 buah Loka Bina Karya (LBK) dengan jumlah anak yatim piatu yang diasuh sebanyak 468 orang. Jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) pada tahun 2009 mencapai 1.850 orang dan yang tertangani mencapai 1.791 orang. 6. Ketenagakerjaan Penduduk Kabupaten Hulu Sungai Tengah berusia 15 tahun ke atas pada tahun 2008 tercatat sebanyak 187.959 orang yang terdiri dari 92.813 orang laki-laki dan 95.146 orang perempuan. Dari jumlah tersebut yang bekerja sebanyak 126.349 orang, pengangguran 8.530 orang, sekolah 10.336 orang, mengurus rumah tangga 31.260 orang dan lain-lain 11.484 orang. Berarti Angka Partisipasi Angkatan Kerja (APAK) adalah sebesar 71,76 % atau mencapai 134.879 orang dan bukan angkatan kerja sebanyak 53.080 orang. APAK laki-laki sebesar 86,33 % dan APAK perempuan 57,55 %. Tingkat pengangguran sebesar 6,32 % yang terdiri dari tingkat pengangguran laki-

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

26

laki sebesar 7,02 % dan perempuan 5,30 %. Dibanding dengan tahun 2007, maka angkatan kerja Tahun 2008 meningkat sebanyak 2.053 orang. Tingkat pengangguran juga menunjukkan penurunan, dimana pada tahun 2007 tingkat pengangguran mencapai 7,43 % yang terdiri dari tingkat pengangguran laki-laki 8,15 % dan perempuan 6,47 %. 7. Pariwisata, Seni dan Budaya

Pariwisata merupakan salah satu pendorong berkembangnya perekonomian Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Untuk mengembangkan pariwisata setiap tahun terus diupayakan untuk mengembangkan obyek wisata dengan meningkatkan dan melengkapi sarana dan prasarananya. Hal tersebut berdampak pada terjadinya peningkatan jumlah pengunjung obyek wisata. Selama periode 2005-2009 pengunjung obyek wisata berjumlah 239.793 orang atau rata-rata 47.958 orang per tahun. Dibanding periode 2000-2004, pengunjung obyek wisata berjumlah 123.178 orang, berarti terjadi peningkatan 94,76 %. Kontribusi pariwisata terhadap PDRB mencapai 3,30 %. Ada 3 buah obyek wisata yang dominan dikunjungi yaitu Obyek Wisata Pagat di Kec. Batu Benawa, Lok Laga di Kec. Haruyan dan Obyek Wisata Pemandian Air Panas di Kec. Hantakan.

Jumlah Hotel/Penginapan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah pada tahun 2009 sebanyak 13 buah dengan jumlah kamar sebanyak 175 buah dan jumlah tempat tidur 397 buah. Jumlah tamu yang menginap selama tahun 2009 adalah sebanyak 15.361 orang. Jumlah cagar budaya yang ada di Kabupaten Hulu Sungai Tengah adalah sebanyak 10 buah. Seni Budaya yang berkembang adalah seni budaya yang bernuansa religius seperti pembacaan syair maulid Nabi Muhammad SAW. E. SARANA DAN PRASARAN DAERAH

Panjang jalan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah pada tahun 2009 sudah mencapai 767 km atau bertambah 17 km dibandingkan dengan tahun 2005. Kondisi jalan yang baik sudah mencapai 499 km, dimana pada tahun 2005 baru 342 km dari 750 km. Selama 5 tahun jalan yang ditingkatkan sepanjang 323,18 km dan jalan yang dipelihara sepanjang 274,51 km. Rasio kondisi jalan yang baik pada tahun 2009 sudah mencapai 65,09 %, meningkat dari tahun 2005 dengan rasio baru mencapai 45,65 %. Dalam rangka mendukung pertanian, maka selama 5 tahun telah dilakukan pembangunan jalan di perdesaan berupa jalan usaha tani sepanjang 177 km, membangun dan merehabilitasi tabat beton sebanyak 145 buah, merehabilitasi daerah irigasi 82 km, dan pembersihan serta pengerukan sungai 132,78 km, dan lain-lain. Dari upaya tersebut maka luas irigasi kabupaten dalam kondisi baik sudah mencapai 100 %. Dalam mewujudkan lingkungan perumahan dan pemukiman yang sehat, pada tahun 2007 telah tersusun perencanaan masterplan prasarana lingkungan permukiman kawasan Barabai, pemeliharaan drainase sepanjang 47 meter, dan pembangunan/rehabilitasi jalan setapak sepanjang 11.406 m. Sementara itu untuk cakupan pelayanan air bersih / air minum yang dilakukan oleh PDAM pada tahun 2009 pada skala perkotaan sudah mencapai 57 %, naik dari tahun 2005 yang baru mencapai 49 %. Sedang cakupan layanan PDAM untuk skala Kabupaten baru mencapai 36 %, juga mengalami kenaikan dibanding tahun 2005 yang baru mencapai 26 %. Jumlah pelanggan air minum adalah sebanyak 10.487 orang, dengan produksi air minum sebanyak 2.888.625 M3 dan volume terjual sebesar 2.500.109 M3. Pelanggan dan produksi PDAM dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2005, pelanggan PDAM baru mencapai 7.951 orang dengan produksi air mencapai 2.452.880 M3 dan yang terjual 1.769.764 M3. Berkaitan dengan infrastruktur air bersih di perdesaan, maka dalam 5 tahun terakhir telah dibangun PMA dan jaringan distribusinya sebanyak 22 buah, IPA sebanyak 4 unit dan hidran umum sebanyak 205 buah. Dalam urusan perumahan telah dilakukan pembangunan dan rehabilitasi jalan setapak sepanjang 16.917,07 meter. Peningkatan dan rehabilitasi jalan lingkungan sepanjang 14.603,33 meter, serta peningkatan dan rehabilitasi drainase lingkungan sepanjang 3.035 meter dan rehabilitasi trotoar sepanjang 8.791,59 meter. Prasarana ekonomi yang ada di Kabupaten Hulu Sungai Tengah berupa sarana perdagangan dan perbankan. Pasar di Kabupaten Hulu Sungai Tengah berjumlah 20

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

27

buah, perbankan yang membuka cabang sebanyak 9 perusahaan yaitu BRI, BNI, Bank Kalsel, Bank Mandiri, Bank Mandiri Syariah, Bank Mega, BTPN, Bank Panin, dan Bank Danamon. Sedang prasarana kelistrikan, tingkat pelayanan listrik oleh PT. PLN sudah mencapai 88,76 % yaitu 150 desa dari 169 jumlah desa/kelurahan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Jumlah pelanggan PT. PLN sebanyak 47.204 Rumah Tangga. Dalam rangka pelayanan di bidang ketenagalistrikan, Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah khususnya kepada masyarakat yang belum menikmati listrik, sampai sekarang telah disalurkan lebih dari 1.025 unit PLTS khususnya pada daerah terpencil di pegunungan dan rawa. Jangkauan layanan komunikasi dan informatika di Kabupaten Hulu Sungai Tengah sudah mencakup hampir seluruh wilayah, baik melalui jaringan kabel maupun nirkabel (seluler). Dari 169 jumlah desa/kelurahan, hanya tinggal 19 desa yang tidak terjangkau layanan telepon seluler. Jumlah wartel ada sebanyak 1 buah dan warnet sebanyak 62 buah. Jumlah kantor pos sebanyak 1 buah, 7 buah kantor pos pembantu dan 3 buah rumah pos dengan jumlah surat pos dan pos paket yang dikirim sebanyak 15.138 buah dan yang diterima 15.652 buah.

Sarana dan prasarana kebersihan kota yang dimiliki Kabupaten Hulu Sungai Tengah sampai dengan tahun 2009 adalah 13 buah truck, 2 buah mobil pick-up, exavator 1 buah, gerobak bermesin 3 buah, gerobak 36 buah dan kontainer 11 buah. Tempat Pembuangan Sampah (TPS) ada 622 buah dan TPA seluas 9 ha dengan peralatan komposter 17 buah, mesin prajang sampah 1 buah, mesin pencacah sampah organik, sampah plastik dan perajang sampah masing-masing 1 buah. F. PERMASALAHAN KEMISKINAN

Dalam rangka mendiagnosis permasalahan kemiskinan yang ada di Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan menentukan apa faktor penyebabnya secara berurutan, dilakukan dengan FGD dan dianalisis metode AHP. Selain itu; penentuan permasalahan kemiskinan ini diperkuat pula dengan data hasil survei lapangan dengan melakukan wawancara dengan sejumlah sampel penduduk yang tergolong miskin pada tiga wilayah yaitu tipologi perdesaan, perkotaan dan pegunungan. Faktor penyebab kemiskinan secara makro di Kabupaten Hulu Sungai Tengah berdasarkan analisis AHP adalah :

Ranking atau urutan penyebab secara makro berdasarkan AHP :

Secara lebih rinci, penyebab dari berbagai faktor tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.17 berikut.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

28

Tabel 4.17. Faktor Penyebab Kemiskinan di Hulu Sungai Tengah

(Diagnosis melalui AHP dan survei lapangan)

Faktor ekonomi

Terbatas / kurangnya lapangan kerja shg menganggur atau setengah menganggur yg disebabkan :

- Modal usaha terbatas dan tidak ada akses untuk mendapatkan modal karena tidak ada agunan

- Lahan sempit sehingga tidak ekonomis serta masih sulitnya mendapatkan sarana produksi

- Produk sifatnya musiman - Peralatan melaut tidak memadai

Harga kebutuhan pokok tinggi sehingga tidak tertutupi dengan pendapatanyang diperoleh

Upah hasil kerja sektor informal sangat rendah

Faktor Pendidikan Pendidikan keluarga rendah karena : - Biaya sekolah relatif mahal - Pola pikir yang menganggap bahwa

pendidikan tidak penting bagi kehidupan

Tidak adanya / kurangnya kesempatan pendidikan non formal

Tidak mampu akses terhadap teknologi praktis

Tidak mendapatkan pendidikan kecakapan hidup sesuai kebutuhan

Bias gender

Faktor Kesehatan dan KB

Biaya pengobatan mahal yang lebih disebabkan ketidaktahuan terhadap hak masyarakat miskin untuk mendapatkan biaya yang murah

Sanitasi dan lingkungan yang buruk

Pola pikir (mindset) masyarakat tentang pentingnya kesehatan masih kurang

Gizi Kurang (kurang kalori protein) terutama anak-anak

Akses KB gratis masih sulit

Faktor Sosial Budaya Pola Pikir - Sikap mental dan motivasi untuk keluar dari kemiskinan

- Tidak mampu berinteraksi sosial - Motivasi rendah dan cenderung malas

Belum optimalnya partisipasi pihak perempuan dlm keluarga

Kurangnya penguatan peran serta masyarakat

Prasarana Wilayah Kurang lancarnya / rusaknya prasarana perhubungan

Tempat tinggal terisolasi

Tidak adanya air bersih

Degradasi SDA dan Lingkungan Hidup

Banjir dan bencana lainnya

Rusaknya lahan akibat eksploitasi SDA

Tercemarnya sungai dan danau

Penangkapan ikan dengan alat setrum

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

29

Berdasarkan hasil diatas dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Pemenuhan Hak Dasar

Permasalahan dan faktor penyebab kemiskinan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah yang meliputi faktor ekonomi; pendidikan dan pelayanan kesehatan dapat kita kelompokkan lagi menjadi masalah pemenuhan hak dasar. Pemenuhan hak dasar ini meliputi : 2. Terbatasnya Kesempatan Kerja dan Berusaha

Masyarakat miskin di Hulu Sungai Tengah menghadapi permasalahan di bidang ekonomi terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha sehingga ada yang menganggur penuh atau yang setengah menganggur. Bila ditelusuri lebih jauh faktor penyebabnya adalah : a. Terbatasnya peluang mengembangkan usaha karena aset yang dimiliki atau modal

usaha sangat terbatas. Di bidang peternakan sapi, misalnya; kepemilikan sapi yang hanya 1 atau 2 ekor sangatlah tidak ekonomis untuk memenuhi keperluan rumah tangganya. Untuk bisa menambah modal mereka tidak memiliki akses yang cukup baik pengetahuan prosedur untuk memperolehnya maupun syarat yang harus dipenuhi untuk memperolehnya. Masyarakat miskin juga mempunyai akses yang terbatas untuk memulai dan mengembangkan koperasi dan usaha, mikro dan kecil (KUMK). Permasalahan yang dihadapi antara lain sulitnya mengakses modal dengan suku bunga rendah, hambatan untuk memperoleh ijin usaha, kurangnya perlindungan dari kegiatan usaha, rendahnya kapasitas kewirausahaan dan terbatasnya akses terhadap informasi, pasar, bahan baku, serta sulitnya memanfaatkan bantuan-tekn is dan teknologi. Ketersediaan modal dengan tingkat suku bunga pasar, masih sulit diakses oleh pengusaha kecil dan mikro yang sebagian besar masih lemah dalam kapasitas SDM.

Selain kesulitan mengakses modal tersebut, tidak adanya lembaga resmi yang dapat memberi modal dengan persyaratan yang dapat dipenuhi kapasitas masyarakat miskin. Kenyataan ini tidak memberi pilihan lain untuk memperoleh modal dengan cara meminjam dari rentenir dengan tingkat bunga yang sangat tinggi.

b. Bagi petani atau yang bergerak disektor pertanian di perdesaan; lahan garapan yang relatif sempit juga menjadi penyebab kemiskinan. Lahan yang sempit ternyata sangat tidak ekonomis untuk diusahakan dan hasilnya hanya cukup digunakan untuk memenuhi konsumsi saja. Bahkan juga diperoleh data bahwa ada masyarakat yang tidak mempunyai lahan atau hanya menjadi buruh tani saja. (c) Di sektor pertanian dan perikanan; dimana sebagian besar (sekitar 60%) penduduk Hulu Sungai Tengah menjadikannya sebagai sumber penghidupan; faktor harga musiman sangatlah berpengaruh. Pada saat panen atau pada saat musim tangkapan ikan maka produk yang ditawarkan menjadi berlebih sehingga harga turun. Selama ini hanya produksi padi yang harganya dijamin oleh pemerintah dalam bentuk harga pembelian oleh pemerintah (HPP).

c. Khusus pada sektor perikanan; peralatan yang dpunyai tidak memadai mengakibatkan kelompok nelayan tidak bisa mecari ikan pada lokasi yang lebih jauh. Akibatnya hasil tangkapan terbatas baik dari segi jumlah maupun keanekaragaman hasil tangkapannya. Faktor lain yang menjadi penyebab kemiskinan dari segi kesempatan berusaha ini adalah harga yang kebutuhan pokok yang tidak mampu ditutupi oleh kenaikan pendapatan. Khusus di perkotaan; pada sektor informal upah yang diperoleh dari bekerja di sektor informal juga sangat rendah.

d. Keterbatasan akses terhadap faktor produksi ini berdampak pada rendahnya kemampuan mengakses kesempatan usaha yang ada. Keterbatasan ini disebabkan oleh rendahnya tingkat kewirausahaan dan rendahnya motivasi untuk pengembangan diri, disamping keterbatasan ini juga disebabkan lemahnya sumberdaya modal usaha dan rendahnya kemampuan masyarakat untuk dapat akses terhadap lembaga keuangan yang ada, karena kerumitan prosedur atau

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

30

lembaga keuangan yang ada belum perpihak kepada masyarakat miskin, Terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia saat ini seringkali menyebabkan mereka terpaksa melakukan pekerjaan yang beresiko tinggi dengan imbalan yang kurang memadai dan tidak ada kepastian akan keberlanjutannya.

3. Terbatasnya Akses Pendidikan

Masyarakat miskin mempunyai akses yang rendah terhadap pendidikan formal dan non formal. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah prasarana dan sarana pendidikan terutama pada daerah terpencil. Sebagian penduduk miskin hanya berpendidikan keluarga rendah karena mereka masih menganggap biaya sekolah relatif mahal dan sarana pendidikan jauh. Tidak adanya / kurangnya kesempatan pendidikan non formal serta tidak mampu akses terhadap teknologi praktis. Pendidikan kecakapan hidup (life skills) yang sesuai kebutuhan juga masih sulit didapat. Kemudian sebagian dari rumah tangga miskin masih berpandangan bias gender dalam hal pendidikan dimana anak laki-laki lebih diutamakan dalam menempuh pendidikan. Pola pikir masyarakat masih lebih menomorsatukan ekonomi dan ketersediaan infrastruktur sehingga masih ada yang menganggap pendidikan kurang penting. 4. Terbatasnya Akses Layanan Kesehatan

Masyarakat miskin menghadapi masalah keterbatasan akses layanan kesehatan dan rendahnya status kesehatan yang berdampak pada rendahnya daya tahan mereka untuk bekerja dan mencari nafkah, terbatasnya kemampuan anak dari keluarga untuk tumbuh dan berkembang, dan rendahnya derajat kesehatan ibu. Penyebab utama dari rendahnya derajat kesehatan masyarakat miskin selain kecukupan pangan adalah keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan dasar, rendahnya mutu layanan kesehatan dasar, kurangnya pemahaman terhadap perilaku hidup sehat, dan kurangnya layanan kesehatan reproduksi.

Pada kelompok termiskin, hanya sebagian yang memiliki kartu Jemkesmas dan pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh pemegang jamkesmas masih rendah. Penyebab utama rendahnya pemanfaatan tersebut adalah ketidaktahuan tentang proses pembuatan jamkesmas.

Biaya pengobatan mahal karena kurang mengetahui mekanisme jaminan kesehatan (Jamkesmas); Sanitasi dan lingkungan yang buruk; Kurang terjangkau oleh pelayanan kesehatan dasar terutama yang gratis Gizi Kurang (kurang kalori protein) terutama anak-anak serta akses KB gratis masih sulit.

5. Terbatasnya Kecukupan dan Mutu Pangan

Pemenuhan kebutuhan pangan yang layak dan memenuhi persyaratan gizi masih menjadi masalah bagi masyarakat miskin. Terbatasnya kecukupan dan kelayakan mutu pangan berkaitan dengan rendahnya daya beli, ketersediaan pangan yang tidak merata, ketergantungan tinggi terhadap beras dan terbatasnya diversifikasi pangan. Di sisi lain, masalah yang dihadapi oleh petani penghasil pangan adalah terbatasnya lahan yang dipunyai; dukungan produksi pangan, tata niaga yang tidak efisien, serta rendahnya penerimaan usaha tani pangan 7. Faktor sosial Budaya Penyebab ketidakberdayaan dan keterdiaman si miskin terutama ada tiga, yaitu Pola Pikir berupa Sikap mental dan motivasi untuk keluar dari kemiskinan; Tidak mampu berinteraksi sosial; Motivasi rendah dan cenderung malas dan Belum optimalnya partisipasi pihak perempuan dalam keluarga ; Kurangnya penguatan peran serta masyarakat. Masalah ini ditambah lagi dengan (a) Terhambatnya mobilitas sosial ke atas, (b) Rendahnya keterlibatan dalam kegiatan ekonomi, dan (c ) Rendahnya partisipasi dalam penentuan kebijakan publik. Terhambatnya mobilitas sosial ke atas terutama disebabkan oleh kemalasan, rendahnya motivasi pengembangan diri serta pendidikan yang rendah dari masyarakat yang masih miskin, dibandingkan, sebab tertekannya hak – hak dasar. Karena di Kabupaten Hulu Sungai Tengah masih banyak

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

31

peluang usaha yang dapat diusahakan oleh masyarakat, jika masyarakat mau bekerja, karena daerah ini dikaruniai potensi alam yang masih melimpah.

Faktor kedua adalah faktor perilaku atau budaya masyarakat, Selama ini pola masyarakat dalam mencari nafkah adalah dengan cara eksploitasi sumberdaya alam dengan pola ini masyarakat tinggal mengambil apa yang ada di alam tanpa pernah memeliharanya, ketika sumberdaya mengalami degradasi, masyarakat belum siap untuk berubah menjadi pembudidaya. 8. Kurangnya Prasarana Wilayah

Kurang lancarnya / rusaknya prasarana perhubungan; Tempat tinggal terisolasi dan Tidak adanya air bersih. Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok untuk memenuhi standar kehidupan manusia secara sehat. Air bersih didefinisikan sebagai air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Masyarakat miskin seringkali menghadapi kesulitan untuk mendapatkan air bersih dan aman. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya penguasaan sumber air, belum terjangkau oleh jaringan distribusi, menurunnya mutu sumber air, serta kurangnya kesadaran akan pentingnya air bersih dan sanitasi untuk kesehatan. 9. Degradasi Sumberdaya alam dan Lingkungan Hidup

Banjir dan bencana lainnya; Rusaknya lahan akibat eksploitasi SDA; Tercemarnya sungai dan pantai dan Penangkapan ikan dgn alat setrum. Selain belum efektif menolong kelompok miskin keluar dari belenggu kemiskinan, berbagai dampak negatif dari governance yang kurang baik telah mengakibatkan ketidakberdayaan dan pemiskinan. Kegiatan ini antara lain. a. Penguasaan sumberdaya alam oleh negara dan pemberian konsesi kepada

pengusaha besar dalam rangka PMA dan PMDN yang menggusur hak-hak rakyat.

b. Pembatasan ruang publik demi stabilitas telah mempersempit kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam penetapan kebijakan publik yang menyangkut hidup kelompok miskin

c. Proses perencanaan dan penganggaran yang belum pro-miskin dan pro pemberdayaan sangat menghambat kesempatan mobilitas sosial ke atas kelompok miskin

d. Berbagai kebijakan tidak didahului dengan peningkatan kapabilitas serta kelembagaan kelompok ekonomi lemah, sehingga semakin memarginalkan petani, nelayan, buruh, dan usaha mikro dan kecil

10. Isu Strategis

Berbagai masalah yang dialami oleh masyarakat miskin menunjukkan bahwa kemiskinan bersumber dari ketidakberdayaan dan ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi hak-hak dasar; kerentanan masyarakat menghadapi persaingan, konflik dan tindak kekerasan; lemahnya penanganan masalah kependudukan; ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender; dan kesenjangan pembangunan yang menyebabkan masih banyaknya wilayah yang dikategorikan tertinggal dan terisolasi. Masalah kemiskinan juga memiliki spesifikasi yang berbeda antarwilayah perdesaan, perkotaan, serta permasalahan khusus di kawasan pegunungan dan kawasan tertinggal.

Ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi hak-hak dasar secara umum berkaitan dengan kegagalan kepemilikan aset terutama tanah dan modal; terbatasnya jangkauan layanan dasar terutama kesehatan dan pendidikan; terbatasnya ketersediaan sarana dan prasarana pendukung; rendahnya produktivitas dan tingkat pembentukan modal masyarakat; lemahnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan publik; pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan, tidak berwawasan lingkungan dan kurang melibatkan masyarakat; kebijakan pembangunan yang bersifat sektoral, berjangka pendek dan parsial; serta lemahnya koordinasi antarinstansi dalam menjamin penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

32

Secara makro eksternal, isu strategis lainnya adalah gejolak finansial dunia yang menyebabkan resesi di beberapa negara yang merupakan pasar bagi produk ekspor Indonesia termasuk komoditas ekspor yang berasal dari Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Melemahnya perekonomian Amerika Serikat; Negara-negara Eropa; Jepang; India; dan China; mengakibatkan berdampak terhadap harga beberapa produk pertanian utama khususnya karet dan kelapa sawit. Namun bila pemulihan berjalan baik maka diperkirakan pada awal tahun 2010, harga-harga akan membaik kembali. Hanya saja, apakah selama menunggu perbaikan harga tersebut para petani kita masih mampu untuk memelihara kebun mereka sambil menunggu harga membaik.

Diagnosis kemiskinan juga menunjukkan faktor utama penyebab kemiskinan yang bersifat struktural, yaitu pelaksanaan kebijakan, pengelolaan anggaran dan penataan kelembagaan yang kurang mendukung penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat miskin. Oleh sebab itu, penanggulangan kemiskinan perlu didukung dengan reorientasi kebijakan yang menekankan perubahan dalam perumusan kebijakan, pengelolaan anggaran dan penataan kelembagaan yang mengutamakan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

33

BAB V

KEPEMIMPINAN DAN PERILAKU ORGANISASI DALAM MERUMUSKANSTRATEGI DAN KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

A. Strategi dan Kebijakan Kepemimpinan berdasarkan Visi dan Misi

Visi penanggulangan kemiskinan Kabupaten Hulu Sungai Tengah tahun 2012 - 2016 adalah :

“Terwujudnya Penurunan Angka Kemiskinan Pada Tahun 2016

Melalui Upaya Terpadu Menuju Masyarakat Hulu Sungai Tengah yang semakin Sejahtera, Mandiri, Unggul dan Istiqamah”

Melalui : “GERBANG DATA ERA”

(Gerakan Pengembangan Pemberdayaan Pertanian dan Ekonomi Kerakyatan)

Untuk mewujudkan Visi tersebut, maka dilakukan upaya – upaya terpadu

melalui misi penanggulangan kemiskinan Kabupaten Hulu Sungai Tengah yaitu : 1. Pengarusutamaan Penanggulangan Kemiskinan Dalam Seluruh Kebijakan dan

aksi publik 2. Mendorong terciptanya kerjasama antara masyarakat, dunia usaha, LSM dan

pemerintah dalam upaya memberdayakan kelompok masyarakat miskin. 3. Pemenuhan hak-hak dasar masyarakat miskin baik laki-laki maupun perempuan 4. Meningkatkan kemampuan dasar masyarakat miskin untuk peningkatan

pendapatan dan perubahan pola pikir melalui perbaikan pendidikan, kesehatan serta ketrampilan

5. Menciptakan iklim yang mampu mendorong perluasan kesempatan bagi masyarakat miskin untuk berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi, sosial, politik dan budaya serta memperoleh pelayanan publik yang tidak diskriminatif

B. Tujuan

Tujuan dari penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah adalah menurunkan jumlah penduduk miskin laki-laki dan perempuan secara bertahap dan progresif dengan target penurunan angka kemiskinan sebesar 0,8 – 1 persen per tahun. Tujuan dari penanggulangan kemiskinan ini juga untuk membebaskan dan melindungi masyarakat dari kemiskinan dalam arti luas, jadi tidak hanya mencakup upaya mengatasi ketidakmampuan untuk konsumsi dasar saja tetapi juga mewujudkan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat miskin lainnya seperti kesehatan, pendidikan, dan partisipasi kehidupan ekonomi, sosial, politik dan budaya secara penuh agar dapat menjalani kehidupan yang bermartabat C. Sasaran

Sasaran Penanggulangan kemiskinan adalah :

1. Tersedianya pangan yang bermutu dan terjangkau, serta meningkatnya status gizi masyarakat, terutama ibu, bayi dan anak balita.

2. Terjaminnya pelayanan kesehatan yang bermutu, terjangkau dan tanpa diskriminasi gender.

3. Tersedianya pelayanan pendidikan dasar yang bermutu, terjangkau dan tanpa diskriminasi gender.

4. Tersedianya lapangan kerja dan kesempatan berusaha, serta mening-katnya kemampuan pengembangan usaha tanpa diskriminasi gender.

5. Tersedianya perumahan yang layak dan lingkungan permukiman yang sehat.

6. Tersedianya air bersih dan aman, dan sanitasi dasar yang baik.

7. Terjamin dan terlindunginya hak perorangan dan hak komunal atas tanah.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

34

8. Terbukanya akses masyarakat miskin dalam pengelolaan dan peman-faatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan.

9. Terjaminnya rasa aman dari gangguan keamanan dan tindak kekerasan, terutama di daerah konflik.

10. Terjaminnya partisipasi masyarakat miskin dalam keseluruhan proses pembangunan.

D. Prinsip Penanggulangan Kemiskinan

Prinsip-prinsip dasar yang dianut dalam Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Kabupaten Hulu Sungai Tengah 2012 – 2016 ini meliputi: Prinsip-prinsip yang Berkenaan dengan Tujuan 1. Kesamaan hak dan tanpa pembedaan

Penanggulangan kemiskinan menjamin adanya kesamaan hak tanpa membedakan atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, usia, bahasa, keyakinan politik dan kemampuan berbeda.

2. Manfaat Bersama Penanggulangan kemiskinan harus memberikan manfaat bagi semua pihak, terutama bagi masyarakat miskin laki-laki dan perempuan.

3. Tepat sasaran dan adil Penanggulangan kemiskinan harus menjamin ketepatan sasaran dan berkeadilan.

4. Kemandirian Penanggulangan kemiskinan harus menjamin peningkatan kemandirian masyarakat miskin, bukan j ustru meningkatkan ketergantu ngannya pada pihak lain, termasuk pemerintah.

Prinsip-prinsip yang Berkenaan dengan Proses

1. Kebersaamaan Penanggulangan kemiskinan menjadi tanggung jawab bersama dilakukan dengan keterlibatan aktif semua pihak, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat termasuk orang miskin baik laki-laki maupun perempuan.

2. Transparansi Penanggulangan kemiskinan menekankan asas keterbukaan bagi semua pihak melalui pelayanan dan penyediaan informasi bagi semua pihak termasuk masyarakat miskin.

3. Akuntabilitas Adanya proses dan mekanisme pertanggungjawaban atas kemajuan, hambatan, capaian, hasil dan manfaat baik dari sudut pandang pemerintah dan apa yang dialami oleh masyarakat, terutama masyarakat miskin, laki-laki dan perempuan kepada parlemen dan rakyat.

4. Keterwakilan Adanya keterwakilan kelompok-kelompok yang berkepentingan dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi dari penanggulangan kemiskinan dengan mempertimbangkan keterwakilan kelompok minoritas dan kelompok rentan.

5. Keberlanjutan Penanggulangan kemiskinan harus menjamin pelaksanaan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan.

6. Kemitraan Adanya kemitraan yang setara dan saling menguntungkan antarpelaku dalam penanggulangan kemiskinan.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

35

7. Keterpaduan Adanya sinergi dan keterkaitan yang terpadu antarpelaku dalam penanggulangan kemiskinan.

Strategi

Berdasarkan arah umum dan prinsip-prinsip dasar yang menjadi pedoman, serta kerangka berpikir yang melatarbelakangi upaya penanggulangan kemiskinan melalui kesepakatan segenap pihak yang berkepentingan maka dirumuskan strategi utama penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah sebagai berikut :

1. Perluasan kesempatan Strategi yang dilakukan untuk menciptakan kondisi dan lingkungan ekonomi, politik, dan sosial yang memungkinkan masyarakat miskin baik laki-laki maupun perempuan dapat memperoleh kesempatan seluas-luasnya dalam pemenuhan hak-hak dasar dan peningkatan taraf hidup secara berkelanjutan.

2. Pemberdayaan kelembagaan masyarakat Strategi yang dilakukan untuk memperkuat kelembagaan sosial, politik, ekonomi dan budaya, dan memperluas partisipasi masyarakat miskin baik laki-laki maupun perempuan dalam pengambilan keputusan kebijakan publik yang menjamin penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar.

3. Peningkatan kapasitas Strategi yang dilakukan untuk mengembangkan kemampuan dasar dan kemampuan berusaha masyarakat miskin baik laki-laki maupun perempuan agar dapat memanfaatkan perkembangan lingkungan.

4. Perlindungan sosial Strategi yang dilakukan untuk memberikan perlindungan dan rasa aman bagi kelompok rentan (perempuan kepala rumah tangga, fakir miskin, orang jompo, anak terlantar, kemampuan berbeda/ penyandang cacat) dan masyarakat miskin baru baik laki-laki maupun perempuan yang disebabkan antara lain oleh bencana alam, dampak negatif krisis ekonomi, dan konflik sosial.

5. Strategi pembangunan melalui pengembangan wilayah terutama untuk membuka keterisolasian daerah

6. Strategi Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil Kebijakan 1. Kebijakan Anggaran Yang Berorientasi pada Penanggulangan Kemiskinan

Penanggulangan kemiskinan berupa pengurangan jumlah orang miskin di kabupaten Hulu Sungai Tengah akan sulit tercapai bila orientasi alokasi anggaran tidak berpihak kepada masyarakat miskin dan tidak direalokasikan untuk tujuan mendorong peningkatan upaya penanggulangan kemiskinan dalam arti yang luas. Untuk itu diperlukan kesamaan persepsi antara pihak eksekutif dan legislatif (DPRD) dalam menyusun anggaran serta pemantauan terhadap pelaksanaan penggunaan anggaran tersebut.

2. Kebijakan Pemenuhan Hak Dasar Penanggulangan kemiskinan tidak bisa dilakukan secara singkat dan sekaligus karena kompleksitas permasalahan yang dihadapi masyarakat yang sangat miskin dan keterbatasan mereka dalam memperoleh hak-hak dasar. Oleh sebab itu, kebijakan penanggulangan kemiskinan terutama untuk masyarakat yang sangat miskin yang pertama adalah memusatkan pada pemenuhan hak-hak dasar tersebut sebagai perlindungan sosial terutama untuk mendukung strategi bertahan dan kelangsungan hidup bagi kelompok yang sangat miskin. Kebijakan pemenuhan hak dasar memuat kebijakan yang akan ditempuh dalam jangka panjang. Pelaksanaan kebijakan menegaskan adanya kewajiban pokok (core obligation) bagi pemerintah daerah sebagai pemegang mandat untuk menggunakan sumberdaya secara optimal dalam mewujudkan pemenuhan hak-hak dasar rakyat Kabupaten Hulu Sungai Tengah secara bertahap dan progresif. Pemerintah

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

36

daerah juga mempunyai kewajiban untuk memastkan bahwa hak-hak dasar masyarakat miskin di Kabupaten Hulu Sungai Tengah dapat terpenuhi (obligation to result). Dalam menjalankan kebijakan, pemerintah mempunyai kewajiban untuk merancang dan mengelola anggaran, menerbitkan peraturan dan melakukan tindakan (obligation to conduct) yang didasarkan pada hukum yang berlaku sehingga menjamin pemenuhan hak dasar, tidak menciptakan hambatan dan beban bagi masyarakat miskin, dan tidak mematikan inisiatif yang dilakukan oleh berbagai pihak.

a. Pemenuhan hak atas pangan Kebijakan ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan minimal agar tidak ada masyarakat yang kelaparan atau anak-anak yang terkena gizi buruk atau bahkan busung lapar. Selain itu juga bertujuan meningkatkan status gizi masyarakat miskin terutama ibu, bayi dan anak balita. Impelementasi kebijakan yang akan dilakukan memenuhi hak atas pangan adalah : - Meningkatkan produksi dan distribusi pangan secara merata - Meningkatan ketahanan pangan lokal - Meningkatkan pendapatan petani pangan - Meningkatkan pengetahuan masyarakat miskin tentang

diversifikasi pangan yang bermutu, tanpa diskriminasi gender - Meningkatkan sistem kewaspadaan dini untuk mencegah kekurangan

gizi pada aank balita dan mencegah terjadinya rawan pangan b. Pemenuhan hak atas layanan pendidikan

Kebijakan ini bertujuan untuk memenuhi hak dasar masyarakat miskin yaitu untuk memperoleh layanan pendidikan dasar yang bermutu, terjangkau dan tanpa diskriminasi gender. Diupayakan agar anak-anak dari keluarga sangat miskin mampu menyelesaikan tingkat pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun. Upaya ini sekaligus juga untuk mengurangi angka putus sekolah di Hulu Sungai Tengah Implemetasi kebijakan yang akan dilakukan untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak atas layanan pendidikan adalah : - Peningkatan Pendidikan penduduk miskin baik laki-laki maupun

perempuan (tanpa diskriminasi gender) pada jalur pendidikan formal maupun non formal

- Meningkatkan partisipasi masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan, dalam penyelenggaraan pendidikan formal dan non formal termasuk pendidikan kecakapan hidup bagi masyarakat miskin

- Meningkatkan mutu pendidikan formal dan non formal termasuk pendidikan kecakapan hidup

c. Pemenuhan hak atas layanan kesehatan Kebijakan ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hak dasar masyarakat sangat miskin untuk mendapatkan layanan kesehatan. yang bermutu, terjangkau dan tanpa diskriminasi gender. Implementasi Kebijakan yang akan dilakukan untuk menghormati dan memenuhi hak masyarakat miskin atas kesehatan adalah: - Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyediaan pelayan an

kesehatan - Menyediakan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau bagi

masyarakat miskin tanpa diskriminasi gender - Meningkatkan pengetahuan masyarakat miskin tentang

kesehatan terutama ibu, bayi dan balita.

d. Pemenuhan hak atas perumahan dan prasarana dasar Kebijakan ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hak dasar masyarakat miskin atas tempat tinggal yang layak. Implementasi kebijakan yang akan dilakukan untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak atas pekerjaan dan berusaha adalah:

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

37

- Menyediakan rumah atau tempat penampungan yang layak dan sehat yang dapat terjangkau bagi masyarakat miskin baik laki-laki maupun perempuan.

- Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan dan penyediaan rumah yang layak dan sehat.

- Meningkatkan perlindungan terhadap lingkungan permukiman dan perumahan rakyat terutama komunitas adat.

e. Pemenuhan hak untuk berusaha Kebijakan ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hak dasar masyarakat miskin untuk memperoleh kesempatan berusaha tanpa diskriminasi.

f. Pemenuhan Hak atas Air Bersih dan Aman, serta Sanitasi yang Baik Kebijakan ini untuk meningkatkan akses masyarakat miskin atas air bersih dan aman, serta sanitasi dasar yang baik Kebijakan yang akan dilakukan untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak atas air bersih dan aman, serta sanitasi yang baik adalah: - Meningkatkan keterlibatan pemerintah daerah, masyarakat dan swasta

dalam penyediaan dan pengelolaan air bersih dan aman, dan sanitasi dasar bagi masyarakat miskin

- Meningkatkan ketersediaan air bersih dan sanitasi dasar bagi masyarakat miskin tanpa diskriminasi gender.

g. Pemenuhan Hak atas Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup

Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan akses masyarakat miskin dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan. Impelementasi kebijakan yang akan dilakukan untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak atas sumberdaya alam dan lingkungan hidup adalah: - Mengembangkan sistem pengelolaan sumberdayaalam

yang berkelanjutan - Meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya

alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan h. Pemenuhan Hak untuk Berpartisipasi

Kebijakan ini bertujuan Memperluas partisipasi masyarakat miskin baik laki-laki maupun perempuan dalam keseluruhan proses pembangunan. Impelemntasi Kebijakan yang akandilakukan untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak untuk berpartisipasi adalah : - Meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat miskin - Mengembangkan ruang partisipasi bagi masyarakat dan

mekanisme transparansi dalam proses pembangunan tanpa diskriminasi gender.

3. Kebijakan Perluasan kesempatan kerja dan berusaha Kebijakan perluasan kesempatan kerja dan perluasan kesempatan berusaha adalah dua kebijakan yang secara nyata akan mengurangi kemiskinan. Memenuhi hak masyarakat miskin atas pekerjaan yang layak dan kesempatan berusaha, serta pengembangan usaha tanpa diskr iminasi gender. Upaya perluasan kesempatan kerja dilakukan melalui berbagai kebijakan yang diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja, meningkatkan porduktifitas usaha dan meningkatkan produktivitastenaga kerja usaha. Selain itu kebijakan ini harus dibarengi dengan kebijakan perbaikan pelayanan publik juga perlu dilaksanakan untuk menjamin agar kebijakan perluasan kesempatan kerja dan perluasan kesempatan berusaha dapat dilaksanakan sesuai tujuan. Langkah kebijakan yang dilakukan untuk menciptakan lapangan kerja antara lain:

a. Padat karya b. Meningkatkan akses permodalan bagi masyarakat miskin terutama kaitannya

dengan jaminan (agunan). c. Mengembangkan usaha melalui teknologi tepat guna dan perbaikan

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

38

peralatan d. Meningkatkan kesempatan kerja masyarakat miskin

Langkah kebijakan yang dilakukan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja antara lain:

a. Pengembangan kewirausahaan b. Meningkatkan kapasitas kerja masyarakat miskin. c. Meningkatkan kepastian kerja

Langkah kebijakan yang dilakukan untuk meningkatkan produktivitas usaha meliputi: a. Mengembangkan usaha masyarakat miskin b. Meningkatkan akses sumberdaya produktif masyarakat miskin c. Pengembangan kapasitas kewirausahaan dan pelatihan manajemen bagi

masyarakat miskin Dalam rangka memperluas kesempatan (promoting opportunity) maka pola kebijakan strategisnya adalah: (1) Mendorong bergeraknya sektor riil, (2) Mendorong upaya perluasan kesempatan kerja dan berusaha melalui penataan iklim usaha yang kondusif dan kompetitif, meliputi berbagai macam terobosan ke arah deregulasi untuk kemudahan dan kelangsungan usaha; Membangun Kesempatan Kerja untuk Penanggulangan Pengangguran, Perluasan lapangan kerja di sektor Pertanian melalui program perluasan areal tanam, melalui kemitraan, perluasan areal tanam swadaya, serta perbaikan sarana dan prasarana pertanian; pengembangan perkebunan karet rakyat, pemberian alat tangkap bagi nelayan perairan air tawar dan budidaya perikanan air tawar serta Pengembangan ternak sapi potong serta memberikan akses secara selektif terhadap kredit/pinjaman bagi kaum miskin. Khusus untuk pengembangan UMKM; perlu kebijakan dibidang permodalan terutama yang berkaitan dengan masalah agunan.

4. Kebijakan Peningkatan Kapasitas dan SDM termasuk Ketaraan Gender Pembangunan manusia seutuhnya tidak akan berjalan lancar, jika mengesampingkan pembangunan bidang pendidikan yang bersifat menyeluruh. Pendidikan dianggap sebagai suatu cara yang efektif untuk meningkatkan pembangunan. Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia, sehingga kualitas sumber daya manusia sangat bergantung dari kualitas pendidikan. Kebijakan ini juga bertujuan untuk menghapus segala bentuk diskriminasi; eksploitasi; marjinalisasi dan kekerasan terhadap kaum perempuan baik diruang domestik maupun publik, dan menjamin kesamaan hak perempuan dalam pengambilan keputusan, memperoleh pelayanan publik, dan mencapai kesejahteraan sosial. Kebijakan yang perlu dilakukan adalah:

- Mendorong pengarusutamaan gender di kalangan pemerintah dan masyarakat

- Memperkuat lembaga dan organisasi perempuan - Meningkatkan pelayanan publik yang berkeadilan gender. - Meningkatkan perlindungan terhadap perempuan baik di sektor publik

maupun domestik. - Meningkatkan partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan.

5. Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat

Kebijakan ini dimaksudkan untuk memberi ruang kepada masyarakat miskin dalam upaya merubah pola pikir (mindset); melakukan aktivitas menuju kemandirian; dan mampu memperjuangkan apa yang menjadi haknya. Memberikan fasilitas untuk memberdayakan kelompok miskin.

6. Kebijakan pengembangan wilayah dan Pembangunan Berwawasan Lingkungan Kebijakan pembangunan wilayah ditujukan untuk mendukung perlindungan dan pemenuhan hak-hak masyarakat miskin di wilayah perdesaan, pegunungan dan perkotaan. Kebijakan yang akan dilakukan adalah:

- Percepatan Pembangunan Wilayah Pinggiran.

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

39

- Pembangunan Wilayah Perkotaan melalui penataan kawasan kumuh - Pengembangan Kawasan Pegunungan. Kebijakan ini bertujuan untuk

memperluas kesempatan masyarakat miskin baik laki-laki maupun perempuan di kawasan pegunungan dalam pemenuhan hak dasar.

Selain itu perlu pencegahan dan perbaikan kerusakan SDA serta penegakan hukum bagi setiap pelanggaran di bidang lingkungan hidup. Paradigma penanggulangan kemiskinan telah bergeser dari paradigma tunggal ke paradigma banyak. Pada paradigma tunggal, kemiskinan dilihat hanya pada satu faktor tunggal (utama) dengan faktor-faktor lain yang mengikutinya. Sedangkan pada paradigma banyak, kemiskinan dilihat dari banyak faktor (banyak faktor utama) yang menjadi penyebab kemiskinan dan masing-masing faktor utama dan faktor-faktor yang mengikutinya saling berhubungan satu dengan lainnya (menjadi penyebab untuk faktor yang lainnya atau sebaliknya).

Oleh karena itu, penanggulangan kemiskinan dengan paradigma banyak mengutamakan pengarusutamaan (mainstreaming) kebijakan dan penanggulangan kemiskinan, yaitu dengan upaya peletakan perspektif yang benar tentang kosistensi antara kebijakan dan program, antara program dan penganggaran, antara penentu sasaran (targeting) dan sistem penyampaian (delivery system), dan pembagian peran antar pelaku (pemerintah, swasta dan masyarakat) dalam penaggulangan kemiskinan.

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

40

BAB VI

POTRET PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT

A. Program Pemberdayaan Masyarakat

Program pemberdayaan masyarakat telah dilakukan oleh change agent, yaitu: pemerintah melalui program “Gerbang Data Era sebagai implementasi Gerbangmastaskin”, perusahaan melalui program “Community of Development”, dan LSM melalui program pendampingan, penyuluhan dan penelitian. Gambar 5.2 berikut ini memvisualisasikan secara ringkas program pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan oleh change agent.

Sumber: Diolah peneliti, 2012.

Gambar 4.2 Program Pemberdayaan Masyarakat di Kabupaten Hulu Sungai Tengah

1. Pemerintah: “Gerbangmastaskin” Konsep pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Hulu Sungai Tengah mengacu

pada program yang diberi nama “Gerbangmastaskin”, atau Gerakan Pengembangan dan Pemberdayaan Hulu Sungai Tengah. Menurut situs resmi Kabupaten Hulu Sungai Tengah, indikator pengukuran Program Gerbangmastaskin adalah peningkatan pendapatan, berkurangnya angka pengangguran dan tumbuhnya kemandirian masyarakat.

a. Percepatan Pembangunan Pedesaan Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah dalam upaya percepatan

pembangunan pedesaan, mengalokasikan dana pembangunan pedesaan. Fokus program terdapat pada 3 (tiga) bidang pengembangan, yaitu bidang Ekonomi Kerakyatan, Sumberdaya Manusia (SDM) dan Infrastruktur di pedesaan. Dari dana alokasi tersebut prosentase penggunaannya ditentukan, yaitu 35 persen untuk peningkatan ekonomi kerakyatan, 30 persen untuk peningkatan kualitas SDM dan 35 persen untuk pembangunan infrastruktur. Hal ini dilakukan sebagai langkah untuk mempercepat pembangunan di Hulu Sungai Tengah, khususnya wilayah pedesaan.

Pemerintah Kabupaten melalui dinas-dinas teknis berperan sebagai “fasilitator” dan “asistensi” program. Proyek-proyek yang dulu terfokus di instansi-instansi tersebut sekarang diarahkan ke desa-desa, agar masyarakat desa lebih banyak berperan sehingga ada unsur pemberdayaan serta kemandirian masyarakat.Proses dan mekanisme pengucuran dana program pedesaan acuannya terdapat dalam “Buku Putih” yang telah mendapatkan pengesahan dari DPRD Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Buku Putih tersebut berisi tentang rincian proyek, nilai proyek, pelaksana dan target yang harus dicapai untuk setiap desa. Buku Putih ini merupakan produk hukum yang dapat diketahui oleh siapa saja. Buku Putih merupakan wujud transparansi kebijakan pembangunan sesuai prinsip-prinsip good governance. Dengan demikian, proyek-proyek yang dilaksanakan di desa dapat dikontrol langsung oleh masyarakat dan stakeholders lainnya termasuk LSM, wartawan dan masyarakat dari luar daerah. Sebagai contoh

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

41

pemberdayaan masyarakat adalah Kegiatan di Kecamatan Batang Alai Timur yang dikenal dengan BATMAN (Batang Alai Membangun).

PROGRAM UNGGULAN BATANG ALAI TIMUR MEMBANGUN (BATMAN)

Nama Program : Batang Alai Timur Membangun (Batman) Parameter : Pembangunan Ekonomi Indikator : Pemerataan dan Pemberdayaan Ekonomi A. Deskripsi

1. Latar Belakang Percepatan dan Pemerataan program pembangunan dan pelayanan terus

digalakan dan disinergikan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat, termasuk diwilayah-wilayah pedesaan yang jauh dari ibu kota Kabupaten yaitu wilayah pegunungan. Dari 11 Kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kecamatan Batang Alai Timur merupakan kecamatan terluas sebagian besar wilayah berupa hutan dan perkebunan, lokasi desa Tandilang yang merupakan ibukota kecamatan 30 km dari Ibukota Kabupaten, sedangkan desa-desa lainnya yg terjauh adalah dengan 3 hari jalan kaki yaitu desa Aing Bantai, luas wilayahnya 241,91 km2 dan penduduk berjumlah 7.337 yang terbagi dalam 11 desa. Batas wilayah utara dengan kab. Balangan, sebelah timur dengan kab. Kotabaru, sebelah selatan dengan Kec. Batang Alai Selatan dan Barat dengan Kec. Hantakan. Wilayah Kecamatan BAT didominasi oleh pegunungan dan dataran tinggi tertinggi di Kalimantan Selatan yaitu 330 m dpl dan yang tertinggi 1.894 m dpl di Gunung Halau-halau (Gunung Besar dari Pegunungan Meratus), masih banyak terdapat hutan-hutan alami yang belum terjamah oleh manusia. Hutan-hutan tersebut banyak menghasilkan dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat.

Penduduk yang mendiami wilayah Kecamatan Batang Alai Timur terdiri dari beberapa atau suku bangsa yang terbesar adalah Suku Dayak Meratus dan Banjar, dimana mayoritas Suku Dayak Meratus menganut kepecayaan „Kaharingan‟, sedangkan lainnya sedikit beragama Kristen, Hindu dan Islam, untuk suku banjar beragama islam. Suku Adat Meratus sebagian besar mendiami wilayah pegunungan meratus yang tinggi yaitu desa Juhu, desa Aing Bantai, desa Batu Perahu, desa Datar Batung, Desa Muara Hungi dan desa Atiran puncak yang tertinggi gunung halau-halau.Suku banjar mendiami desa Batu Tangga, desa nateh dan desa Tandilang. Sedangkan desa Hinas Kiri dan desa Pembakulan adalah merupakan batas antara dua suku tersebut, dimana kedua suku tersebut hidup berdampingan.

Pola hidup dan perekomian masyarakat yang sederhana, hampir seluruhnya bermata pencaharian menyadap karet dan menanam padi gogo „tugalan‟ dengan memakai sistem tradisi dan acara ritual adat. Mata pencaharian tersebut juga menjadi mata pencaharian suku banjar dan lainnya. Apabila terjadi kesenjangan pola hidup dan ekonomi, maka hal itu dapat pula memicu terjadinya kerawanan dan konflik sosial, yang harus diantisipasi bersama baik itu pemerintah, aparat keamanan/ TNI, maupun masyarakatnya sendiri. Oleh karena itu perlu dipelihara dan dikembangkan kerukunan hidup, pengayoman dan pendekatan masyarakat, sehingga hubungan dan interaksi yang harmonis serta kerukunan hidup diantara masyarakat dengan pemerintah, antar etnis/ suku dan antara agama.

Adapun yang melatarbelakangi kegiatan dilakukan secara terpadu dengan instansi-instansi tingkat kecamatan adalah:

1) Kondisi wilayah desa-desa yang didiami masyarakat dayak meratus sangat sulit dijangkau

2) Pola hidup masyarakat adat meratus yang masih sederhana dan memegang teguh adat-istiadat turun temurun

3) Kualitas hidup sehat masyarakat masih rendah 4) Sebagian besar wilayah adalah hutan lindung pegunungan meratus 5) Tingkat pendidikan masyarakat meratus rendah

2. Tujuan Tujuan dari kegiatan Batang Alai Timur Membangun (Batman) adalah, sbb:

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

42

1) Pengayoman dan Mendekatkan masyarakat suku maeratus dengan pemerintah.

2) Menciptakan kerukunan hidup antara suku dan agama. 3) Keadilan dan Pemerataan pelayanan dan pembangunan 4) Kesadaran masyarakat terhadap kelestarian lingkungan hidup. 5) Meningkatnya pola hidup masyarakat.

3. Wilayah Kegiatan Batman Wilayah kegiatan Batman adalah wilayah pegunungan Kecamatan Batang

Alai Timur sebagian besar dihuni oleh masyarakat pegunungan yaitu Masyarakat Dayak Meratus yang mempunyai kearifan lokal atau adat istiadat yang menjadi pola hidup mereka turun-temurun, secara rinci pada lampiran.

4. Biaya

Biaya untuk pelaksanaan kegiatan ini adalah menggunakan dana rutin kantor yaitu SPPD dalam daerah sesuai DPA Kecamatan Batang Alai Timur. Sedangkan kalau ada kegiatan pelayanan biaya pelayanan oleh masing-masing instansi termasuk keberangkatan pulang perginya kelokasi. Sedangkan biaya lainya berdasarkan musyawarah bersama.

B. Payung Hukum

Kecamatan Batang Alai Timur dibentuk berdasarkan Perda Kab. HST No. 5 Tahun 2001 tentang Pembentukan SOTK Kecamatan Batang Alai Timur Kab. HST j.o Perda Kab. HST No. 14 Tahun 2002 tentang perubahan pertama atas Perda Kab. HST No.5 Tahun 2001 tentang pembentukan SOTK Kecamatan Batang Alai timur kab. HST. Adapun yang mendasari kegiatan terpadu Batman adalah adanya kesadaran bersama akan pelaksanaan tugas diwilayah pegunungan meratus yang wilayah hutan belantara dan medan cukup sulit/ berat untuk ditempuh baik itu dengan jalan kaki atau pun kendaraan roda 2. Oleh karena itu berdasarkan musyawarah maka dibuatlah kesepakatan bersama pihak kecamatan dengan dinas/ intansi tingkat kecamatan untuk melaksanakan kegiatan terpadu di wilayah terpencil dan sangat terpencil tersebut, MOu Nomor:140/001/BAT/2009 tanggal 5 Januari 2009.

C. Pemangku Kepentingan

Pengelola kegiatan ini adalah SKPD Kecamatan Batang Alai Timur Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Adapun pelaksana dari kegitan terpadu ini adalah sbb:

1) Camat bersama unsur staf pelaksana 2) Kepala Puskesmas Tandilang bersama jajarannya kesehatannya 3) Kepala Puskesmas Batu Tangga 4) Kepala UPT Dinas Pendidikan Kec.BAT bersama unsur staf pelaksana 5) Kepala BPP Kec. BAT bersama unsur staf pelaksana 6) Kepala PLKB Kec. BAT bersama unsur staf pelaksana

Sedangkan sekretariat diketua oleh Sekretaris Kecamatan dengan anggota para Kepala Subseksi Kecamatan. Untuk lebih memantapkan pembinaan masyarakat pegunungan meratus maka tim pelaksana kegiatan terpadu melibatkan/ meminta bantuan instansi vertikal, sebagai berikut:

1) Danramil 2) Kapolsek 3) Kepala KUA Kec. BAT 4) Kepala Statistik Kec. BAT

Kegiatan yang dilaksanakan dalam kunjungan terpadu adalah 1) Kecamatan :

- Pembinaan kemasyarakatan - Informasi perkembangan tugas-tugas kecamatan - Koordinasi tugas-tugas pemerintahan di wilayah kecamatan - Pelayanan administrasi kecamatan

Page 43: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

43

- Penjaringan asprasi masyarakat - Pembinaan aparatur pemerintah desa - Monitoring dan evaluasi

2) Koramil - Pembinaan Masyarakat - Penyuluhan Wawasan Kebangsaan dan 4 pilar - Informasi perkebangan dan promosi/ sosialisasi penerimaan anggota TNI

3) Polsek - Pembinaan/ penyuluhan Kamtibmas - Informasi perkembangan kamtibmas dan tugas-tugas kepolisian - Promosi/ sosialisasi penerimaan anggota Polri

4) Puskesmas : - Pelayanan Kesehatan - Penyuluhan - Promosi program kesehatan - Upaya peningkatan gizi masyarakat - Monitoring dan evaluasi

5) UPT Dinas Pendidikan Kecamatan: - Informasi perkembangan program pendidikan - Pembinaan dan penyuluhan - Monitoring dan evaluasi

6) BPP : - Informasi perkembangan program lingkup pertanian: Kehutanan,

perkebunan, perikanan, peternakan, pertanian tanaman pangan dan hortikultura.

- Pembinaan dan penyuluhan - Penjaringan aspirasi masyarakat - Monitoring dan evaluasi

7) PLKB : - Pelayanan KB - Informasi perkembangan program lingkup pertanian - Penyuluhan dan promosi program KB - Monitoring dan evaluasi

D. Dampak Program

Adapun dampak kegiatan yang akan timbul adalah: 1. Dampak Jangka Pendek

- Tersalurkannya aspirasi masyarakat - Terbinanya kabtibmas dan wawasan kebangsaan - Meningkatnya wawasan pendidikan masyarakat - Meningkatnya wawasan kesehatan masyarakat - Terayominya kehidupan sosial masyarakat - Masyarakat sadar akan perlunya melestarikan hutan - Terlayani perawatan dan pengobatan masyarakat - Terlaksananya pelayanan administrasi masyarakat

2. Dampak Jangka Panjang

- Terciptanya Kerukunan hidup Masyarakat - Interaksi yang harmonis antara masyarakat dengan pemerintah - Meningkatnya kualitas pola hidup masyarakat: berpendidikan, hidup sehat dan

sadar lingkungan. - Terjaganya kelestarian hutan dan lingkungan hidup. - Pemerataan pembangunan untuk wilayah terpencil dan sangat terpencil

Page 44: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

44

b. Pemberdayaan Usaha Kecil Pedesaan Salah satu implementasi program Gerbangmastaskin adalah pembangunan

ekonomi kerakyatan di pedesaan melalui sebuah program pemberdayaan ekonomi rakyat yang disebut “Program Pemberdayaan Usaha Kecil Pedesaan” yakni, sebuah program yang diluncurkan berupa pemberian pinjaman kredit dan pendampingan manajemen usaha kecil pedesaan untuk memberdayakan keluarga, kelompok dan masyarakat. Program ini diharapkan dapat menciptakan basis ekonomi kerakyatan yang tersebar di seluruh pelosok desa di Kabupaten Hulu Sungai Tengah.

Sumber pendanaan kredit berasal dari APBD Hulu Sungai Tengah yang dialokasikan melalui program pembangunan pedesaan yang merupakan bagian dari fokus pengembangan dan peningkatan ekonomi kerakyatan di pedesaan. Diharapkan melalui program ini akan mempercepat terciptanya masyarakat yang mandiri, dan pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pedesaan. Bentuk dari program ini adalah berupa pinjaman yang diberikan kepada perorangan/kelompok unit usaha kecil di pedesaan, sedangkan sifat dari program ini adalah merupakan “pinjaman tanpa bunga”, namun si peminjam tetap diwajibkan mengembalikan pinjaman dalam batas waktu yang telah ditentukan (maksimal 24 bulan).

Sebagaimana diketahui bahwa salah satu permasalahan yang sering dihadapi oleh usaha mikro kecil dan menengah , khususnya dalam bidang permodalan yaitu rendahnya kemampuan dalam mengakses kepada sumber –sumber permodalan , terutama terhadap lembaga perbankan. Keterbatasan Kemampuan mengakses terhadap sumber-sumber permodalan untuk mengembangkan dan melanjutkan usahanya , menyebabkan produk usaha mikro kecil dan menengah belum mampu bersaing di pasaran.

Sistem Perbankan dengan persyaratan teknis yang diberlakukan bagi calon peminjam sulit untuk dapat dipenuhi terutama mengingat kondisi sebagian besar UMKM yang ada belum memiliki modal yang cukup. Karena itu perlu adanya pembinaan dan pemberdayaan terhadap lembaga keuangan bukan bank , yaitu Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Koperasi Simpan Pinjam merupakan salah satu lembaga keuangan formal yang selama ini berperan cukup besar dalam melayani jasa simpan pinjam bagi usaha kecil mikro dan menengah. Keberadaan Koperasi Simpan Pinjam ditengah masyarakat secara nyata telah berperan dalam melakukan fungsi intermediasi jasa simpan pinjam , sehingga lembaga keuangan seperti Koperasi Simpan Pinjam sangat dibutuhkan terutama untuk menunjang kegiatan produktif usaha mikro kecil dan menengah

Pada kenyataannya menunjukan bahwa ketika usaha mikro kecil dan menengah membutuhkan modal lebih besar untuk meningkatkan dan mengembangkan usahanya dengan mengakses ke perbankan masih menghadapi kesulitan untuk memperoleh kredit , karena alasan agunan yang disediakan atau jaminan dari usaha mikro kecil dan menengah belum memadai. Pertumbuhan dan Perkembangan UMKM di Kabupaten Hulu Sungai Tengah dari tahun 2009 sd 2013 dapat digambarkan sebagai berikut :

No Kecamatan Banyaknya UMKM

Banyaknya UMKM

Banyaknya UMKM

Banyaknya UMKM

Banyaknya UMKM

2009 2010 2011 2012 2013

1 Barabai 1495 1495 1495 1495 1517

2 Batu Benawa 358 358 369 376 390

3 Hantakan 79 212 216 411 411

4 Batang Alai Selatan

729 729 729 729 730

5 Batang Alai Timur 111 111 111 111 111

6 Batang Alai Utara 395 401 401 401 402

7 Haruyan 372 372 379 384 387

8 Labuan Amas Selatan

515 515 525 545

548

9 Labuan Amas Utara

563 563 563 563 567

10 Pandawan 731 731 735 738 790

11 Limpasu 86 86 279 279 279

Jumlah 5434 5573 5802 6032 6132.

Page 45: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

45

Untuk Komoditas Potensial yang dapat dikembangkan sebagai Produk Unggulan

pada masing masing kecamatan dalam Wilayah Kabupaten Hulu Sungai Tengah adalah sebagai berikut :

No Kecamatan Jenis Produk Unggulan

1 Labuan Amas Utara - Abon Ikan Haruan - Keripik Pisang/Singkong - Manisan Salak

2 Labuan Amas Selatan - Kopiah Haji Desa Tabu Darat - Telor Asin - Sayur Mayur

3 Pandawan - Kerajinan Purun - Meubel - Kolang Kaling - Telor Asin

4 Barabai - Aneka Kuliner

5 Batu Benawa - Gula Aren - Daun Sup

6 Hantakan - Karet - Pisang - Meubel dari Bambu

7 Batang Alai Utara - Kerajinan Pandai Besi - Peye Kacang Hijau

8 Limpasu - Karet

9 Batang Alai Selatan - Jahe - Tepung Pisang - Satu Kacang Hijau

10 Batang Alai Timur - Galian C - Kerajinan Batu Marmer

11 Haruyan - Sapu Ijuk - Kopiah Haji Desa Mundar

Seiring dengan laju pertumbuhan dan Perkembangan UMKM di Kabupaten Hulu

Sungai Tengah sebagaimana gambaran diatas , maka perlu ada upaya pembinaan dan pemberdayaan terhadap pertumbuhan dan perkembangan tersebut yang dilakukan oleh Dinas Perdagangan Pasar Koperasi dan UMKM Kabupaten Hulu Sungai Tengah melalui Bidang Koperasi dan UMKM Kabupaten Hulu Sungai Tengah

Upaya yang dilakukan oleh Dinas Perdagangan Pasar Koperasi dan UMKM Kabupaten Hulu Sungai Tengah dapat digambarkan sebagai berikut : 1. Melakukan Pendataan UMKM di setiap Kecamatan pada saat dibutuhkan 2. Mengadakan Pelatihan Kewirausahaan bagi UMKM yang sudah dan belum memiliki

usaha atau yang ingin berusaha. 3. Memfasilitasi atau mempertemukan UMKM dengan Pihak Perbankan untuk

penambahan modal usaha 4. Membantu intermediasi dalam rangka pembuatan sertifikat tanah secara gratis

bekerjasama dengan Badan Pertanahan Kabupaten Hulu Sungai Tengah yang diperuntukan bagi umkm yang telah memiliki usaha , pada akhirnya sertifikat ini dapat dijadikan agunan kepada perbankan untuk menambah modal usaha agar usahanya dapat lebih berkembang.

c. Pemberian Subsidi Pendidikan Pentingnya pendidikan disadari oleh Pemkab Hulu Sungai Tengah dengan

mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBD Hulu Sungai

Page 46: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

46

Tengah. Aktualisasi dari pengalokasian anggaran pendidikan tersebut salah satunya diwujudkan dalam pemberian “subsidi pendidikan”, antara mulai Penddikan Anak Usia Dini, SD hingga SMU (baik negeri maupun swasta) termasuk subsidi penyelenggaraan pendidikan untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan guru, insentif diberikan per bulan bagi guru pendidikan usia dini, bantuan terhadap guru agama/tuan guru/penceramah/penjaga masjid, serta bantuan rutin terhadap pondok pesantren.

d. Santunan Warga Tidak Mampu Program Santunan Warga Tidak Mampu (SWTM) merupakan program

Gerbangmastaskin yang dimulai sejak tahun 2001. Program SWTM berupa subsidi bagi warga miskin yang betul-betul miskin dan tidak produktif lagi, antara lain orang tua jompo miskin yang tidak memiliki sanak famili lagi untuk menjamin hidupnya, anak yatim piatu yang tidak memiliki keluarga, termasuk para penyandang cacat fisik yang tidak bisa bekerja. Selain pemberian santunan kepada warga tidak mampu, Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah atas persetujuan DPRD juga menjalankan program perbaikan rumah-rumah tua dan reot. Penentuan rumah yang akan diperbaiki ditentukan oleh aparat desa dan kecamatan. Penerima bantuan dikategorikan sebagai “warga miskin” dan tidak produktif lagi, antara lain; orang tua jompo, cacat fisik dan lanjut usia yang tidak memiliki sanak saudara dan famili lagi.

2. Perusahaan: Community of Development Beberapa perusahaan besar memiliki daerah operasi di Kabupaten Hulu Sungai

Tengah khususnya membangun gudang dan kantor cabanag operasional Banua Anam di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, yaitu: Garuda Food, Unilever, Perbankan, Otomotif dan yang lainnya mereka juga menjalankan kegiatan Community Development (Comdev) untuk menjalankan tanggungjawabnya terhadap masyarakat dalam Community Social Responsibilty (CSR).

Bantuan dalam sektor pendidikan seperti rehabilitasi sekolah. Sektor kesehatan seperti pengobatan massal dan pembangunan sarana air bersih, perbaikan gizi dan lainnya. Bantuan itu juga digunakan untuk pembangunan rumah ibadah, genset, semenisasi gang, dan lainnya. Dapat juga menyerahkan bantuan dalam bentuk kegiatan seperti renovasi masjid, pemberian bubuk abate, pengembangan kelompok tani dan tiga kegiatan yang dilaksanakan oleh masing-masing kecamatan.

Proyek-proyek yang diserahkan ini di klaim sebagai proyek yang sepenuhnya dikelola sendiri oleh masyarakat, mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasinya sehingga dapat menumbuhkan rasa kepemilikan masyarakat terhadap program tersebut dan menjamin terciptanya pelaksanaan program yang berkesinambungan

3. LSM: Pendampingan, Penyuluhan dan Penelitian LSM marak didirikan pada Tahun 1999 sejak otonomi daerah mulai digulirkan oleh

pemerintah pusat. Pendirian LSM digagas oleh beberapa orang yang prihatin melihat kondisi masyarakat,. Beberapa orang yang berpendidikan cukup tinggi ini sepakat untuk membentuk sebuah LSM yang awalnya hanya memediasi jika ada pertentangan atau konflik antara perusahaan dan masyarakat. LSM ini aktif dengan kegiatan pemberdayaan yang fokus pada kegiatan pendampingan. Beberapa program pendampingan yang telah dilakukan LSM BMM adalah; pendampingan Program Kredit Usaha Kecil Pedesaan (PPUKP), pendampingan usaha mikro dan kecil, Bengkel usaha mikro dan kecil, pelatihan dan pendampingan manajemen usaha kecil. Semua program pendampingan dilakukan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah.

Page 47: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

47

BAB VII SUARA PEMANGKU KEPENTINGAN

(STAKEHOLDERS)

A. Makna dan Tujuan Pemberdayaan Menurut Change Agent

Hasil wawancara menyebutkan bahwa makna pemberdayaan menurut pelaku perubahan (Change agent) cenderung berbeda. Meski ada yang sama, namun pada sisi-sisi tertentu berbeda. Beberapa persamaan dan perbedaan itu dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu aspek motivasi pelaku pemberdayaan, pelaku utama, ukuran keberhasilan pemberdayaan, dan klasifikasi posisi (kondisi awal) masyarakat, sehingga akan menggiring peneliti pada dugaan terbaik tentang makna pemberdayaan menurut change agent.

Sumber: Diolah dari Hasil Wawancara, 2012

Gambar 5.1 Makna dan Motivasi Melaksanakan Pemberdayaan Menurut Change Agent

Tabel 5.1 Pelaku Utama dan Tujuan Pemberdayaan Menurut Change agent

Change agent

Urutan Pelaku Utama Pemberdayaan

Tujuan Pemberdayaan

Klasifikasi Posisi

Masyarakat

Pemerintah 1. Masyarakat 2. Pemerintah 3. Stakeholder Lainnya

Peningkatan kesejahteraan:

Ukuran Fisik (pendapatan, kepemilikan aset dsb),

Ukuran Non Fisik (pulang kampung, kenduri dsb)

Darat

Laut

Perusahaan 1. Pemerintah 2. Masyarakat 3. Perusahaan 4. Stakeholder Lainnya

Peningkatan kesejahteraan:

Ukuran Mutlak (pendapatan, kepemilikan aset),

Ukuran Relatif (Kesehatan, pendidikan, dsb)

Pancing

Ikan

LSM 1. Pemerintah 2. Masyarakat 3. Perusahaan 4. Stakeholder Lainnya

Peningkatan kesejahteraan:

Indikator Ekonomi (pendapatan, kepemilikan aset dsb)

Indikator Sosial dan budaya (perubahan perilaku masyarakat)

Akar

Dahan

Ranting

Sumber: Diolah dari Hasil Wawancara, 2009

Gambar 5.1 memvisualisasikan perbedaan dan persamaan makna dan motivasi melaksanakan pemberdayaan pada masing-masing change agent. Selanjutnya,

Page 48: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

48

penggambaran tentang pelaku utama dan tujuan pemberdayaan serta klasifikasi (kluster) masyarakat sasaran pemberdayaan (target group)menurut change agent, divisualisasikan pada Tabel 5.1.

Berdasarkan uraian tentang makna pemberdayaan yang dikemukakan change agent, maka pemberdayaan memiliki makna; usaha untuk menumbuhkan kemandirian masyarakat agar mau dan mampu mengubah nasibnya sendiri menjadi lebih sejahtera secara ekonomi, sosial dan budaya, serta berkelanjutan. Makna pemberdayaan ini mengandung beberapa unsur sebagai berikut: 1) Pra Kondisi Pemberdayaan

Pemberdayaan harus dimulai dari pengkondisian pra pemberdayaan yaitu berupa niat dan keinginan masyarakat untuk berubah. Keinginan untuk lebih sejahtera harus muncul dari dalam hati dan fikiran masyarakat. Selama niat masyarakat belum ada, maka pemberdayaan tidak akan berjalan efektif. Sementara hati dan fikiran digunakan sebagai dasar untuk program pemberdayaan menjadi berjalan alamiah dan dapat menyentuh aspek-aspek sosial budaya, disamping aspek ekonomi. Semakin tinggi niat dan motivasi, semakin tahu klasifikasi posisi awal masyarakat, serta semakin tahu masyarakat dengan kebutuhannya, maka akan semakin siap program pemberdayaan masyarakat dapat dilaksanakan.

Sumber: Diolah Peneliti, 2009 Gambar 5.2 Pra Kondisi Pemberdayaan

2) Sinergi Change Agent Pelaku perubahan (change agent) harus bersinergi melaksanakan pemberdayaan dengan peran dan fungsi masing-masing. Pemerintah lebih dominan mengambil peran pada posisi “ranting” dalam bentuk bantuan-bantuan stimulan. LSM dan stakeholder lainnya dominan melaksanakan pemberdayaan pada posisi akar, berupa pendampingan dan penyuluhan. Sementara perusahaan berperan lebih dominan pada dahan pemberdayaan dengan program-program comdev-nya.

Sumber: Diolah Peneliti, 2009 Gambar 5.3 Sinergisitas antar Change Agent

Pemerintah sebagai koodinator pemberdayaan dapat menjadi “alas atau dasar” dari semua proses pemberdayaan melalui Gerbangmastaskin. Program

Page 49: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

49

Gerbangmastaskin diarahkan dan didesain menjadi sebuah program yang memberi peluang bagi stakeholder lainnya untuk berperan maksimal pada lapisan tertentu. Artinya Gerbangmastaskin harus menyentuh semua lapisan pemberdayaan, yaitu ranting, dahan, dan akar. Perusahaan dapat lebih optimal untuk menyentuh lapisan “dahan” pemberdayaan melalui program-program comdev-nya. Sementara LSM dan individu dapat berperan pada lapisan “akar” dengan program-program pendampingan dan penyuluhan.

3) Klasifikasi Posisi (Kondisi Awal) Masyarakat Kondisi awal masyarakat adalah salah satu pemegang peranan penting dalam pra kondisi pemberdayaan. Kondisi posisi masyarakat menunjukkan tingkat kesiapan masyarakat sebagai target pemberdayaan. Di sisi lain kondisi awal masyarakat akan menentukan program dan pendekatan yang tepat bagi pelaku pemberdayaan. Umumnya kondisi awal masyarakat kawasan di Kabupaten HST terdiri dari dua kelompok, yaitu kelompok masyarakat yang tinggal di dataran tinggi, dan kelompok masyarakat yang tinggal di dataran rendah. Ciri-ciri kelompok pancing adalah lebih partisipatif, lebih mandiri, dan lebih tahu dengan kebutuhannya sendiri. Di samping itu kelompok dataran tinggi biasanya mudah dimotivasi dan distimulan sehingga biasanya kelompok ini tahu cara untuk mengangkat taraf kehidupannya untuk menjadi lebih baik. Namun, kelompok tengah cenderung lebih maju namun agak individualistis dan saling menjatuhkan satu sama lainnya, serta jarang mau menerima keberhasilan orang lain akibat persaingan. Sedangkan kelompok dataran rendah/perairan biasanya kurang partisipatif, kurang mandiri, dan cenderung tidak tahu dengan kebutuhannya sendiri. Kelompok ikan biasanya lebih sulit dimotivasi dan distimulan sehingga biasanya kelompok ini tidak tahu cara untuk mengangkat taraf kehidupannya untuk menjadi lebih baik. Namun, kelompok ikan cenderung lebih sosial sehingga situasi saling tolong menolong lebih kental di kelompok ini.

B. Program dan Pendekatan Pemberdayaan oleh Change Agent

Program dan pendekatan pemberdayaan pada setiap change agent, umumnya memiliki kekhasan masing-masing. Terkait dengan hal ini, sub bab ini akan membahas program dan pendekatan pemberdayaan yang digunakan oleh change agent, yaitu pemerintah dan stakeholders lainnya, di Wilayah Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Namun, pembahasan akan tetap dikaitkan dengan klasifikasi atau kluster posisi awal masyarakat, yang sudah diidentifikasi dalam pembahasan sebelumnya di Wilayah.

1. Pemerintah: Fisik dan Makro Gambar 5.5 memberikan gambaran bahwa hampir di semua tahapan

pemberdayaan masyarakat yang dilakukan pemerintah, tidak memberikan peluang pasrtisipasi masyarakat. Meski roh Gerbangmastaskin adalah partisipasi masyarakat dalam koridor kemandirian, namun implementasinya di lapangan tidak menunjukkan hal seperti itu. Musrenbang cenderung hanya dijadikan sebagai justifikasi dan legitimasi bahwa program sudah merupakan serapan dari aspirasi masyarakat.

Prinsip keterwakilan golongan seperti pemuda, perempuan, tokoh masyarakat hanya terjadi pada saat musrenbang, tapi saat pemutusan program dalam buku putih, muncul banyak kepentingan. Terdapat distorsi yang besar pada saat rekomendasi yang dikeluarkan oleh musrenbang berada pada tingkat kabupaten. Distorsi semakin besar saat proses pengetukan palu dalam sidang paripurna DPRD. Sehingga tidak aneh, program-program dalam buku putih sangat berbeda dengan rekomendasi musrenbang.

Saat pelaksanaan, serupa dengan penerapan aspirasi, hampir semua program tidak memberikan peluang kepada masyarakat untuk berpartisipasi. Sebagian besar program dilaksanakan secara swakelola dan lelang. Alasannya adalah untuk mematuhi Keppres 80 Tahun 2003 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah. Evaluasi program pemberdayaan juga tidak melibatkan masyarakat, mengingat

Page 50: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

50

evaluasi program hanya dilakukan oleh lembaga pengawasan pemerintah daerah yaitu Badan Pengawas Daerah (Bawasda). Fokus utama evaluasi hanya untuk memeriksa administrasi dan fisik kegiatan, misalnya berapa jumlahnya, sudah tepat sasaran atau belum, proses penyalurannya sudah sesuai aturan atau tidak. Intinya, proses evaluasi yang dilakukan adalah proses evaluasi administrasi. Proses evaluasi sama sekali tidak menyentuh aspek manfaat dan umpan balik dari masyarakat.

Keterangan: Subsidi : Subsidi Pendidikan dan Kesehatan, ZBPA, SWTM, PPP : Percepatan Pembangunan Pedesaaan, PUKP : Pemberdayaan Usaha Kecil Pedesaan (Sumber: Diolah peneliti, 2012)

Gambar 5.5 Alur Implementasi Program dan Pendekatan Pemberdayaan yang Dilakukan Pemerintah

2. Perusahaan: Kombinasi Makro dan Mikro

Terdapat lima fokus program andalan CSR, yakni pendidikan dan penelitian, kesehatan dan nutrisi, ekonomi dan pemberdayaan masyarakat, lingkungan dan alternatif energi, serta program pelestarian kebudayaan lokal. Aspirasi masyarakat diserap melalui dua saluran. Pertama saluran langsung melalui intensitas pertemuan yang rutin dengan masyarakat sasaran. Saluran kedua adalah memanfaatkan kegiatan Musrenbang desa yang sebenarnya merupakan kegiatan rutin pemerintah. Bedanya, pencatatan dan identifikasi aspirasi masyarakat dalam musrenbang desa dilakukan sendiri perusahaan, tanpa mengikuti program pemerintah yang tertera pada “Buku Putih”.

Sumber: Diolah peneliti, 2012.

Gambar 5.6 Alur Implementasi Program dan Pendekatan Pemberdayaan yang Dilakukan Perusahaan

PROGRAM UMUM (Subsidi dan Infrastruktur)

PROGRAM SPESIFIK (PPP dan PUKP)

RT Desa

Desa

Kecamatan

Kecamatan

Kabupaten Kabupaten

Rapat Pleno DPRD (Buku Putih)

Swakelola dan lelang Swakelola

Pen

dekatan

Makro

Pen

yera

pan

Asp

iras

i

Pen

yera

pan

Asp

iras

i

Implementasi

Implementasi:

LIMA PROGRAM UNGGULAN COMDEV

Pendekatan Mikro

Pen

yera

pan

Asp

iras

i

BP

Mig

as

Pen

yera

pan

Asp

iras

i

Mu

sren

ban

g

Sup

ervi

sor

Co

md

ev

PT.

TO

TAL

E&P

Mas

yara

kat

Sup

ervi

sor

Co

md

ev

PT.

TO

TAL

E&P

BP

Mig

as

Sosialisasi Penyiapan Perangkat Pelaksanaan

Pendampingan

Pendekatan Makro

Feedback (Umpan Balik)

Page 51: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

51

Jika ada program comdev yang sama dengan kegiatan pemerintah (buku putih), program comdev tetap dijalankan, tetapi program akan dimodifikasi, untuk mengisi sisi-sisi yang tidak tersentuh program pemerintah.Penentuan program dilakukan oleh perusahaan melalui Divisi Comdev, namun tidak akan terlepas dari catatan-catatan supervisor comdev yang diperoleh dari dua saluran identifikasi aspirasi masyarakat yang sudah disebutkan.

Comdev di Indonesie saat ini sedang membuat mapping desa unggulan, yang sesuai dengan lima bidang program unggulan comdev. Desa unggulan adalah desa yang telah berhasil memunculkan kekhasan dan keunggulan-nya di salah satu bidang comdev. Peta desa unggulan ini akan memudahkan comdev untuk memilih dan menentukan program prioritas yang diusulkan dari aspirasi masyarakat untuk diluncurkan. Artinya, peta desa unggulan dapat menjadi umpan balik

Tindak lanjut dari peluncuran program adalah sosialisasi dan pelatihan. Jika semua kelengkapan program, baik masyarakat (person), maupun kelengkapan administrasi telah lengkap, baru masyarakat melakukan pekerjaan. Pelaksanaan pekerjaan juga tetap dilakukan pendampingan oleh supervisor comdev.

3. LSM: Mikro dan Sosial Budaya Program pemberdayaan LSM tidak dilakukan secara kontinyu dan hanya

bersifat temporari. Sebagian besar program LSM adalah jika ada kerjasama dengan pihak pemerintah atau perusahaan-perusahaan yang banyak tersebar di Wilayah. Program pemberdayaan LSM fokus pada pendampingan dan penyuluhan, serta penelitian. Akibatnya, program pemberdayaanpun lebih banyak pada aspek sosial budaya masyarakat. Penyusunan program dilakukan dengan memperhatikan program-program yang diluncurkan oleh pemerintah melalui Gerbangmastaskin, dan atau oleh perusahaan melalui comdev. Selanjutnya akan dilakukan survey kepada masyarakat untuk mengetahui tingkat prioritas dan kebutuhan riil masyarakat.

Program terpilih akan dibuatkan proposalnya, selanjutnya akan ditawarkan kepada pemerintah dan perusahaan. Penawaran kepada pemerintah biasanya di bawah proyek SKPD Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapermas) Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Jika program pendampingan, pelatihan dan penelitian disetujui pihak penyandang dana, maka program dapat diluncurkan kepada masyarakat. Meski terdapat kerjasama dengan pemerintah dan perusahaan, namun sistem dan mekanisme kerja mengikuti standar yang sudah ditetapkan LSM.

Sumber: Diolah peneliti, 2009 Gambar 5.7 Alur Implementasi Program dan Pendekatan Pemberdayaan yang

Dilakukan LSM

Standard kerja LSM dalam kegiatan pendampingan dilakukan sepanjang waktu, dengan merekurt relawan-relawan dari pemuda desa setempat, dan dilatih

Page 52: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

52

untuk melaksanakan pendampingan, disesuaikan dengan bidang pendampingan yang dilakukan. Sedangkan standard penelitian yang dilakukan oleh LSM adalah penelitian dengan menggunakan data primer (pendekatan mikro). Evaluasi program dilakukan setelah program pelatihan dan penelitian selesai dilakukan. Sedangkan pendampingan dilakukan secara berkala, biasanya enam bulan sekali. Evaluasi program menyangkut semua aspek, dengan instrumen kuesioner yang sudah dibuat LSM. Instrumen evaluasi lebih banyak mengarah kepada penilaian persepsi masyarakat, yang dipadukan dengan penilaian subyektif enumerator.

Berdasarkan atas gambaran pemberdayaan yang dilakukan ketiga change agent di atas, maka Ilustrasi awal untuk memudahkan pembahasan program dan pendekatan pemberdayaan versi change agent adalah seperti terlihat pada Gambar 5.8.

Sumber: Diolah Peneliti, 2009. Gambar 5.8 Program dan Pendekatan

Pemberdayaan MenurutChange Agent

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa program comdev dan LSM lebih dapat diterima oleh masyarakat dibandingkan program Gerbangmastaskin yang dibuat oleh pemerintah. Terdapat tiga penyebab program comdev dan LSM lebih diterima dari Program Gerbangmastaskin, yaitu; a) Program comdev dan LSM lebih mengaspirasi kebutuhan dan keinginan masyarakat, b) Pendekatan yang digunakan pada program comdev dan LSM adalah pendekatan mikro, c) Penggunaan umpan balik (feed back) dalam penentuan program comdev dan LSM selanjutnya.

C. Makna Pemberdayaan Menurut Target Group: Pemberian Peluang Berpartisipasi

Pemberdayaan yang dilakukan change agent dipandang masyarakat golongan pancing hampir identik dengan bantuan. Seperti yang dikatakan oleh S yang menyebut pemberdayaan, selalu dengan istilah “bantuan”. Makna pemberdayaan sebagai bantuan membuat pemberdayaan yang dilakukan oleh LSM menjadi tidak tersebut oleh masyarakat. Hal ini dapat dimaklumi mengingat LSM bergerak pada bidang pendampingan dan penyuluhan (non fisik), sementara pemerintah dan perusahaan lebih banyak bergerak di bidang fisik.

Page 53: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

53

Sumber: Hasil Wawancara Diolah, 2012.

Gambar5.9 Makna dan Motivasi Melaksanakan Pemberdayaan menurut Target Group

Makna pemberdayaan bagi masyarakat pancing adalah: bantuan secara adil dan merata yang dapat bermanfaat dan dibarengi dengan adanya peluang partisipasi masyarakat. Sedangkan motivasi untuk mengubah usaha menjadi lebih baik adalah ingin hidup sejahtera. Makna pemberdayaan ini dapat dimaklumi mengingat masyarakat golongan pancing pada dasarnya adalah golongan masyarakat yang sudah memiliki modal dasar untuk diberdayakan. Masyarakat golongan pancing biasanya lebih partisipatif, lebih mandiri, lebih mudah diajak bekerjasama. Umumnya masyarakat golongan pancing sudah memiliki pranata sosial yang lebih baik, karena tinggal sudah cukup lama dan membaur dengan beragam etnis di Wilayah

Pandangan masyarakat kelompok ikan, sementara itu, sehari-hari cenderung sama, mereka hanya melihat tingkat kehidupan yang sama miskin dengan diri mereka. Akibatnya motivasi untuk mengubah kehidupan menjadi lebih baik menjadi rendah. Inilah yang membuat makna pemberdayaan bagi masyarakat golongan ikan hanyalah “Pemberian peluang untuk hidup secara mandiri tanpa tergantung pada orang lain”. Hidup mandiri bagi mereka lebih pada definisi non fisik, yaitu bisa mengambil keputusan untuk kehidupan dirinya sendiri.

Kebutuhan fisik, hanya berupa pemenuhan kebutuhan sandang pangan secara sederhana. Seperti yang diungkapkan salah satu informan kunci, bahwa: “bisa makan, menyekolahkan anak dan memiliki sedikit simpanan jika ada anggota keluarga yang sakit, di samping itu, bisa pulang kampung setahun sekali, di saat Hari Raya Iedul Fitri. Aspek terpenting dalam pemberdayaan menurut masyarakat golongan ikan adalah bagaimana membuat mereka tidak tergantung dengan pihak lain, sesuai dengan falsafah hidupnya yang menyebutkan “tangan di atas, selalu lebih baik daripada tangan di bawah”.

D. Partisipasi dan Tanggapan Target Group terhadap Program dan Implementasi Pemberdayaan

Partisipasi adalah bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dan sukarela, baik karena alasan-alasan dari dalam dirinya (intrinsik) maupun dari luar dirinya (ekstrinsik) dalam keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan. Partisipasi merupakan komponen penting dalam pembangkitan kemandirian dan proses pemberdayaan. Prinsip dalam partisipasi adalah melibatkan atau peran serta masyarakat secara langsung, dan hanya mungkin dicapai jika masyarakat sendiri ikut ambil bagian, sejak dari awal, proses dan perumusan hasil. Keterlibatan masyarakat akan menjadi penjamin bagi suatu proses yang baik dan benar.

Indikator yang dipakai untuk mengungkapkan pelaksanaan program-program dan tujuan pemberdayaan yang dilakukan change agent masyarakat mencakup: a) Ketertarikan masyarakat dalam program, b) Frekuensi kehadiran masyarakat pada pelaksanaan program, c) Peluang penyampaian usulan oleh masyarakat, d) Jumlah dan jenis usulan yang dikemukakan oleh masyarakat, e) Jumlah dana yang dapat digali dari masyarakat untuk pelaksanaan program, f) Intensitas kegiatan petugas dalam pengendalian masalah, g) Penilaian secara keseluruhan program pemberdayaan, dan h) Keberlanjutan program pemberdayaan.

Berdasarkan hasil jawaban-jawaban yang diberikan informan,maka kuat dugaan bahwa tanggapan dan partisipasi target group terhadap program dan implementasi program pemberdayaan pada masing-masing change agent adalah berbeda. Partisipasi masyarakat cenderung lebih tinggi pada program-program yang dibuat oleh perusahaan dan LSM. Sedangkan partisipasi masyarakat untuk program yang dibuat pemerintah dalam program Gerbangmastaskin, cenderung lebih rendah.

Page 54: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

54

Sumber: Diolah dari Hasil Kuesioner, 2012 Gambar 5.10 Tingkat Partisipasi Masyarakat Target terhadap Program dan Implementasi Pemberdayaan Change Agent

Gambar 5.10 mengilustrasikan tingkat partisipasi masyarakat dalam program dan

implementasi program pemberdayaan yang dibuat change agent. Jika ukuran bentuk dan tipe partisipasi menurut Syahyuti (2006) digunakan, maka kuat dugaan bahwa bentuk partisipasi masyarakat target pada program pemberdayaan Gerbangmastaskin berada pada tingkatan consultation. Sedangkan pada program comdev yang dilakukan perusahaan, berada pada tingkatan collaboration. Sementara itu program pemberdayaan pendampingan dan penyuluhan yang dilakukan oleh LSM, telah masuk pada tingkatan co-learning.

Program comdev dan LSM lebih mengaspirasi kebutuhan dan keinginan masyarakat, sedangkan pada program Gerbangmastaskin, secara riil sesungguhnya mengabaikan aspirasi masyarakat. Partisipasi masyarakat pada program pemberdayaan Gerbangmastaskin berada pada tingkat konsultasi (consultation), di mana memang masyarakat diminta menyampaikan aspirasinya, namun aspirasi masyarakat ini hanya dijadikan sumber informasi untuk pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemerintah. Partisipasi masyarakat hanya sebatas pasien atau klien (client), yang tidak memiliki kewenangan untuk ikut memutuskan program pemberdayaan untuk dirinya sendiri.

Tingkat partisipasi masyarakat pada program comdev yang dibuat perusahaan berada pada tingkat kolaborasi (collaboration). Tanggapan masyarakat ini diperoleh karena dalam program dan implementasinya masyarakat sasaran dan perusahaan bersama-sama merumuskan program dan implementasinya. Meski keputusan tetap berada pada perusahaan, tetapi program yang disetujui adalah program yang memang sudah diusulkan oleh masyarakat bersama-sama dengan supervisor comdev. Pertimbangan perusahaan untuk menyetujui program semata hanya karena pertimbangan dana, dan skala prioritas pengembangan masyarakat yang sudah dipetakan sebelumnya. Program dan implementasi program pemberdayaan perusahaan melalui comdev ini telah menempatkan masyarakat sebagai kolaborator, sehingga partisipasi masyarakat telah lebih tinggi dibanding partisipasi masyarakat pada Program Gerbangmastaskin.

Tingkat partisipasi masyarakat terhadap program dan implementasi program LSM telah berada pada posisi co-learning. Dugaan ini menjadi kuat ketika LSM dipandang telah menempatkan masyarakat sebagai partner dalam melaksanakan program pemberdayaannya. Sebagai partner, LSM sebagai change agent bersama-sama dengan masyarakat target saling membagi pengetahuannya, memperoleh saling pengertian, dan bekerjasama untuk merencanakan program.

Page 55: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

55

BAB VII PENUTUP

A. Kesimpulan Change agent memiliki sudut pandang yang berbeda (meski ada sisi-sisi yang

sama) tentang pemberdayaan masyarakat di Wilayah Kawasan Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Perbedaan sudut pandang terjadi pada setiap aspek atau obyek yang diteliti dalam penelitian ini. Perbedaan pertama terletak pada makna dan tujuan pemberdayaan masyarakat.Makna pemberdayaan menurut pemerintah adalah usaha mendorong masyarakat untuk bisa hidup mandiri, dengan tujuan untuk meningkatkan ukuran-ukuran fisik dan non fisik dalam kehidupan masyarakat. Makna pemberdayaan menurut perusahaan adalah usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang ingin sejahtera,

Page 56: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

56

dengan ukuran mutlak dan relatif, sehingga terdapat hubungan yang saling menguntungkan antara masyarakat dan perusahaan. Sedangkan makna pemberdayaan menurut LSM adalah usaha untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengetahui dan memenuhi kebutuhan riilnya, dengan usaha dan kemampuan masyarakat sendiri, melalui indikator ekonomi, sosial dan budaya.

Perbedaan sudut pandang ini mengakibatkan implementasi pemberdayaan masyarakat ketiga change agent tidak bersinergi dengan baik, meskipun setiap tahun change agent terlibat langsung dalam Musrenbang. Akibat kedua ini, tercermin dari program dan pendekatan pemberdayaan yang dilakukan change agent menjadi berbeda. Pemberdayaan masyarakat yang dilakukan pemerintah melalui “Gerbangmastaskin” lebih terkonsentrasi pada program-program fisik dengan pendekatan makro. Perusahaan melalui Comdev melakukan kombinasi program fisik dan non fisik dengan pendekatan mezo (makro dan mikro). Di sisi lain, LSM melakukan kegiatan pendampingan dan penyuluhan (non fisik) dengan pendekatan mikro.

Perbedaan sudut pandang tentang pemberdayaan masyarakat bukan hanya terjadi antara ketiga change Agent, tetapi juga antara change agent dan target group. Bahkan perbedaaan sudut pandang tentang pemberdayaan masyarakat juga terjadi di antara sesama target group.Target group “pancing” menyebutkan makna pemberdayaan adalah bantuan secara adil dan merata yang dapat bermanfaat dan dibarengi dengan adanya peluang partisipasi masyarakat. Motivasi utamanya adalah ingin hidup lebih sejahtera. Makna pemberdayaan menurut target group “ikan” adalah pemberian peluang untuk hidup secara mandiri tanpa tergantung pada orang lain. Motivasi utamanya adalah ingin mengubah nasib dan ketergantungannya dengan orang lain.

Sudut pandang yang berbeda antara change agent dengan target group mengakibatkan tingkat partisipasi target group terhadap program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan change agent juga berbeda. Partisipasi masyarakat pada program “Gerbangmastaskin” yang dilakukan pemerintah berada pada tingkat konsultasi (consultation). Tingkat partisipasi masyarakat pada program Comdev yang dilakukan perusahaan berada pada tingkat kolaborasi (collaboration). Sedangkan tingkat partisipasi masyarakat terhadap program pendampingan dan penyuluhan yang dilakukan LSM telah berada pada posisi co-learning. Artinya, LSM adalah change agent yang memperoleh partisipasi paling tinggi dari target group. Urutan berikutnya adalah perusahaan, dan yang terakhir adalah pemerintah. Kondisi ini lebih disebabkan karena LSM dapat menetapkan program dan pendekatan yang tepat untuk setiap kelompok target group. Sehingga tidak aneh jika di kelompok target group “ikan” pun, LSM memperoleh partisipasi yang tinggi. Berbeda dengan pemerintah yang terlalu fokus pada program fisik dengan pendekatan makronya, sehingga hanya memperoleh partisipasi yang rendah dibanding dua change agent lainnya.

Tingkat partisipasi target group yang berbeda, mencerminkan penerimaan target group terhadap program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh change agent. Semakin tinggi partisipasi target group maka semakin tinggi pula tingkat penerimaan program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan change agent. Tingkat penerimaan yang tinggi dari target group inilah yang membuat kemungkinan keberhasilan program pemberdayaan masyarakat menjadi lebih besar. Siklus antara makna pemberdayaan menurut target group yang mencerminkan kluster masyarakat, program pemberdayaan, pendekatan pemberdayaan, dan partisipasi target group akan terus berlangsung. Tujuannya adalah untuk mencapai situasi di mana tingkat partisipasi target group berada pada tingkat tertinggi, yaitu collective action dapat dijalankan. Artinya, pengungkapan makna pemberdayaan (mind maping) baik menurut change agent maupun target group untuk menetapkan program dan pendekatan yang tepat, harus terus dilakukan dan tidak akan pernah berakhir. B. Saran-saran

Mengacu pada kesimpulan di atas, maka beberapa hal yang dapat disarankan dalam penelitian ini, yang disesuaikan dengan kepentingan change agent, dan pihak lainnya, yaitu: 1) Pemerintah melalui Program Gerbangmastaskin

Page 57: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

57

a) Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah adalah sebagai change of agent, karena secara de jure memiliki kewenangan untuk mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan di wilayahnya. Program Gerbangmastaskin, yang secara akademik sangat bermutu dapat dijadikan blueprint pembangunan di daerah. Namun, perlu membuka peluang kepada perusahaan, LSM dan stakeholder lainnya untuk terintegrasi dalam program pemberdayaan. Artinya, perlu kesepakatan peran masing-masing change agent, sehingga pemberdayaan yang dilakukan oleh change agent dapat berjalan lebih terkoordinasi dan terintegrasi.

b) Konsep Gerbangmastaskin selayaknya diimplementasikan secara lebih konsisten, terutama dalam penentuan program dan pendekatan pemberdayaan. Program selayaknya lebih merata pada seluruh lapisan masyarakat sesuai dengan klasifikasi atau entitas masyarakatnya. Sementara pendekatan pemberdayaan yang terlalu “berat” ke pendekatan makro, perlu direformasi ke arah pendekatan mikro sebagai tahap awal memprakondisikan masyarakat target yang paling tidak siap kondisinya (masyarakat daerah perairan).

c) Pergeseran atau optimalisasi bauran pendekatan mikro dengan pendekatan makro, dapat dilakukan secara gradual dengan mencermati umpan balik (feedback) dari evaluasi program pemberdayaan, yang bukan hanya menyentuh aspek administrasi, tetapi juga menyentuh aspek perubahan perilaku masyarakat menuju kemandirian.

2) Perusahaan melalui Program Community of Development (Comdev) a) Meski target group Comdev adalah masyarakat “dahan/ranting atau pancing”,

namun tidak selayaknya perusahaan mengabaikan kelompok “ikan atau akar”. Reorientasi target group Comdev perlu dilakukan mengingat sebagian besar masyarakat target yang berada pada buffer zone adalah masyarakat golongan “ikan atau akar”.

b) Konsekuensi dari reorientasi target group comdev yang juga menyentuh kelompok masyarakat “ikan/akar” adalah penyesuaian jenis dan bentuk program, yang juga harus menyentuh program pendampingan dan penyuluhan yang lebih intensif.

3) Lembaga Swadaya Masyarakat melalui Program Pendampingan dan Penyuluhan. Meski dipandang berhasil, program pendampingan LSM selayaknya beranjak dari program pendampingan secara insidentil dan parsial menjadi program pendampingan yang berkelanjutan. Dua manfaat yang dapat diperoleh adalah; pertama hasil pemberdayaan dapat lebih efektif dan cepat. Kedua, peluang memperoleh dana dari lembaga-lembaga donor luar negeri semisal UNDP menjadi lebih besar.

4) Peluang penelitian lanjutan. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan obyek dan subyek penelitian yang lebih mikro. Subyek penelitian dapat lebih dipersempit pada masyarakat “ikan” dan “pancing”, atau kelompok masyarakat lainnya. Obyek penelitian, sementara itu dapat dipersempit hanya untuk mengamati salah satu di antara proses pemberdayaan, misalnya; perencanaan program, penentuan pendekatan, sampai dengan evaluasi pemberdayaan. Pengamatan terhadap kelompok obyek dan subyek yang lebih kecil, tentu akan lebih fokus, sehingga pembahasan dan pengungkapan makna akan lebih mendalam.

DAFTAR PUSTAKA

Adamson, Dave. 2010. Community empowerment; Identifying the barriers to "purposeful"

citizen participation. The International Journal of Sociology and Social Policy. Patrington: 2010. Vol. 30, Edisi 3.

Archer, Margareth S., 1985. Structuration versus Morphogenesis. In S.N. Eisenstad and H. J. Helle (eds). Macro Sociology Theory. Volume I. Sage. London.

----------, 1986. Talking Time to Link Structure and Agency. Ixth Word Congress of Sociology (mimeo). New Delhi.

Page 58: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

58

----------, 1988. Culture and Agency. Cambridge: Cambridge University Press. ----------, 1989. The Morphogenesis of Social Agency. SCASS (mimeo). Uppsala. Bagong Suyanto. 1995. Metode Penelitian Sosial, Airlangga University Press. Surabaya. Bogdan, Robert dan Biklen, Sari Knop.1982.Qualitative research for education: An

introduction to theory and methods. Allyn and Bacon. Boston. BPS RI. 2008. Berita Resmi Statistik. Nomor 38/07/Th.X, 2 Juli 2007. Jakarta. BPS Provinsi Kalimantan Selatan. 2005-2011. Kalimantan Selatan dalam Angka. BPS Kabupaten Hulu Sungai Tengah. 2005-2011. Kabupaten Dalam Angka Brown, Donald. 1995. “Poverty-Growth Dichotomy”. Uner Kirdar dan Leonard Silk.

People: From Impoverishment to Empowerment. New York University Press. New York.

Etzioni, A. 1992. Dimensi Moral: Menuju Ilmu Ekonomi Baru, Penerbit: PT Rosdakarya. Bandung.

Hikmat, H, 2004. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Humaniora: Bandung. Ife, J.W, 1995. Community Development: Creating Community Alternatives, Vision,

Analysis and Practice: Longman. Australia. Janssens, Wendy. 2010. Women's Empowerment and the Creation of Social Capital in

Indian Villages.. World Development. Oxford: Jul 2010. Vol. 38, Edisi 7 Johnson, Glen Leroy. 1986. Reasearch Methodology for economics. Macmillan

Publishing Company. New York. Kartasasmita, Ginandjar. 1997. Power and Empowermant: Sebuah Telaah Mengenal

Konsep Pemberdayaan Masyarakat. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta.

Khairuddin, 2000. Pembangunan Masyarakat., Tinjauan Aspek: Sosiologi, Ekonomi dan Perencanaan. Liberty, Yogyakarta.

Kotler, Philip. 2005. Manajemen pemasaran, (Edisi kesebelas). PT. Indeks Kelompok Gramedia. Jakarta.

Kotler, P., Bowen, J., & Makens, J, 2002. Pemasaran perhotelan dan kepariwisataan, (Edisi Kedua). PT. Prenhallindo. Jakarta.

Llambi,Luís D, Dkk.2005. Participatory Planning for Biodiversity Conservation in the High Tropical Andes: Are Farmers Interested?Mountain Research and Development. Boulder: Vol. 25, Edisi 3;

May, Candace K. 2008. Achieving sustainability in US fisheries: community engagement in co-management.Sustainable Development. Chichester: Nov/Dec 2008. Vol. 16, Edisi 6.Mochtar, Ari. 2009. “Revolusi Pengetahuan, Kemiskinan dan Politik. WebsiteAhmad Wiryawan. http://www.ahmadheryawan.com/

Mochtar, Ari. 2009. “Revolusi Pengetahuan, Kemiskinan, dan Politik. Website Ahmad Wiryawan. http://ahmadwiyawan.com.

Moleong. J Lexy. 1993. Metodologi Penelitian Kualitatif. Penerbit PT Remaja Rosdakarya- Bandung.

Myrdall, Gunar. 1969. Objectivity in Social Research. Gerald Duckworth. Nasution. 1992.Metode PenelitianNaturalistik Kualitatif. Tarsito, Bandung. North, Douglas C. 2005. Institutions, Institutional Change and Economics

Performance.http://nobelprize.org/economics/ laureates/1993/ north-lecture.html, 27 April 2005

Overweel, Jeroen A. 2008. The Marind in A Changing Environment. YAPSEL. Irian Jaya. Indonesia.

Paul, S. 1987. Community Partisipation in development Project. The World Bank Experience. The World Bank. Washington DC.

Payne, M. 1997. Social Work and Community Care. McMillan. London. Poli, W.I.M, 2005. Bahan Kuliah Filsafat Ilmu. (Tidak dipublikasikan). Pascasarjana (S3)

Universitas Hasanuddin. Makassar. ------------, 2006.Suara Hati yang Memberdayakan, Pustaka Refleksi. Makassar ------------, 2007. Modal Sosial Pembangunan, Hasanuddin University Press. Makassar. ------------, 2007. YawaDatum di Tanah Papua, Identitas Universitas Hasanuddin.

Makassar.

Page 59: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.ulm.ac.id/90/2/isi 2012.pdf · Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi dalam ... (power) kepada masyarakat ... akan

59

Poli, W.I.M, dkk. 2008. Derita, Karya, dan Harapan Perempuan Papua. Identitas Universitas Hasanuddin. Makassar

Prijono, O.S. dan Pranarka, A.M.W., 1996. Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan dan Implementasi. Penerbit Centre for Strategic and International Studies, Jakarta.

Pranaka dan Vidhyandika. 1996. Pemberdayaan (Empowerment). Jakarta: Centre of Strategic and International Studies (CSIS).

Rappaport. 1987. “Terms of Empowerment: Toward a theory for Community Psychology”. American Journal of Communitry Psychology. Vol. 15. No.2: 15-16

Robinson, J.R. 1994. Community Development in Perspective. Iowa State University Press. Ames.

Simon, Barbara Levy.1990. Rethingking Empowerment. Journal of Progressive Human Services, Volume 1, Issue 1 August 1990 , pages 27 – 39. http://www.informaworld.com/smpp/content~db =all~content=a90483089

Sulistiyani, A.T. 2004. Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan. Gaya Media. Yogyakarta.

Suprijatna, T. 2000. Strategi Pembangunan dan Kemiskinan. Rineka Cipta: Jakarta. Syahyuti, 2006. 30 Konsep Penting dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian. Bina

Rena Pariwara. Jakarta. Szytompka, Piotr. 1993. The Sociology of Social Change. Dialihbahasakan oleh

Alimandan. Prenada. Jakarta. Ullah, A.K.M. Ahsan, Jayant K. Routray. 2007. Rural Poverty Alleviation Through NGO

Interventions In Bangladesh: How Far Is The Achievement?. International Journal of Social Economics, Vol. 34

Williamson, O.E. 2000. The New Institutional Economics: Taking Stock, Looking Ahead. Journal of Economic Literature. Vol. 38, pp. 595-613.

Yustika, Ahmad Erani. 2006. New Institutional Economics Atau Ekonomi Kelembagaan (Definisi, Teori Dan Aplikasi). Jurnal Ilmiah FIA-UB. http://publik.ub.ac.id/