bab i pendahuluan 1.1 latar...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bentuk penggunaan lahan suatu wilayah terkait dengan pertumbuhan
penduduk dan aktivitasnya. Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan
semakin intensifnya aktivitas penduduk disuatu tempat berdampak pada semakin
meningkatnya penggunaan lahan. Sebagaimana yang di ungkapkan oleh
malingreau (Febrianto, 2007 : 24) bahwa penggunaan lahan adalah segala macam
campur tangan manusia baik secara menetap ataupun berpindah – pindah terhadap
suatu sumber daya alam maupun buatan yang secara keseluruhan disebut lahan
dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan baik material maupun spiritual
ataupun keduanya.Demi mencukupi kebutuhannya tersebut masyarakat senantiasa
bergerak secara dinamis sehingga membutuhkan prasarana yang memadai.
Prasarana dapat dibedakan atas prasarana berbentuk ruang yang terdiri atas
prasarana berbentuk ruang tertutup dan ruang terbuka, dan prasarana berbentuk
jaringan.
Dinamika pertumbuhan penduduk yang cepat dan tuntutan pengaturan
penggunaan lahan yang selalu berubah, menyebabkan ketersediaan peta – peta
aktual sebagai basis informasi bagi perencanaan penggunaan lahan merupakan
suatu hal yang sangat penting. Peta penggunaan lahan merupakan salah satu jenis
peta yang sangat penting untuk keperluan informasi bagi pemerintah dan juga
penduduk setempat.Peta penggunaan lahan merupakan jenis peta tematik yaitu
peta yang menggambarkan suatu wilayah yang terdiri atas satu atau beberapa
objek pada peta tersebut mempunyai simbol unik yang dapat dinyatakan dengan
warna atau pola tertentu.
Citra Aster adalah citra resolusi tinggi yang digunakan untuk observasi
permukaan lahan, air, dan awan dari panjang gelombang tampak hingga
inframerah thermal untuk studi iklim, air, biologi, dan geologi. Astermerupakan
2
peningkatan dari sensor yang dipasang pada satelit generasi sebelumnya, JERS –
1.Sensor ini terdiri dari Sensor ini terdiri dari Visible and Near-Infrared
Radiometer (VNIR), Short Wavelength Infrared Radiometer (SWIR), Thermal
Infrared Radiometer (TIR), Intersected Signal Processing Unit dan Master Power
Unit. Dari ketiga sensor yang ada pada citra Aster yang dapat dimanfaatkan untuk
analisis penggunaan lahan adalah VNIR memiliki tampilan yang bagus dan
resolusi tinggi yang digunakan mendeteksi pantulan cahaya dari permukaan bumi
dengan range dari level visible hingga infrared (520 – 860 µm) dengan 3 bands.
Resolusi spasial sensor VNIR adalah 15m dengan resolusi menengah ini sensor
VNIR baik untuk analisis penutup dan penggunaan lahan.
Klasifikasi citra digital merupakan suatu penyusunan, pengurutan, atau
kategori objek yang bertujuan untuk menghasilkan peta tematik (Prahasta, 2008)
klasifikasi ada dua jenis yaitu klasifikasi multispektral citra terawasi (Supervised)
dan klasifikasi multispektral citra tak terawasi (Unsupervised) Yang digunakan
oleh peneliti adalah klasifikasi multispektral citra terawasi (Supervised). Bahwa
setiap piksel yang terdapat di dalam setiap kelas hasil klasifikasi diasumsikan
memiliki karakteristik yang homogen. Tujuan proses ini adalah untuk
mengekstrak pola – pola respon spektral terutama yang dominan yang terdapat
didalam citra itu sendiri, pada umumnya berupa kelas – kelas penggunaan lahan.
Dalam melakukan proses klasifikasi citra digital untuk menghasilkan peta
penggunaan lahan menggunakan perangkat lunak Sistem Informasi Geografi
(SIG) yaitu perangkat lunak SAGA GIS (Sytem For Automated Geosentific
Analysed ).
SAGA GIS adalah salah satu perangkat lunak SIG open source dan
merupakan perangkat lunak gratis, perangkat lunak ini dibuat dan dikembangkan
oleh peneliti dari Departemen Geografi di Universitas Gottingen, Jerman tahun
2007 . Diperangkat lunak jenis open source ini dapat menyajikan data raster
maupun data vektor. Klasifikasi multispektral citra terawasi (Supervised) dapat
berjalan dengan baik dan dapat diolah lebih cepat, efisien dan dapat ditayangkan
3
kembali karena data tersimpan dalam bentuk digital. Hasilnya berupa peta
penggunaan lahan Kecamatan Sleman.
Kecamatan Sleman merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Sleman .
Kecamatan Slemanadalah salah satu kecamatan strategis,dilihat dari aktivitas
penduduk yang sangat dinamis ini membutuhkan informasi mengenai penggunaan
lahan di daerah kecamatan Sleman. Kecamatan Sleman berdasarkan letak kota dan
mobilitas kegiatan masyarakat, merupakan wilayah sub urban (wilayah perbatasan
antar desa dan kota) terletak agak jauh dari Kota Yogyakarta dan berkembang
menjadi tujuan/arah kegiatan masyarakat di wilayah Kecamatan sekitarnya dan
menjadi pusat pertumbuhan
1.2 Batasan Masalah
Semakin berkembangnya ilmu penginderaan jauh dan sisteminformasi
geografi (SIG), tentu saja terjadi perkembangan pula dalam pemanfaatan citra dan
foto udara sesuai kebutuhan yang semakin variatif. Citra dan foto udara tersebut
diolah secara digital dengan tujuan agar hasil didapatkan akan lebih baik dan
akurat,serta menghemat biaya dan waktu dalam melakukan suatu pemetaan
daerah. Salah satu kegunaannya adalah untuk melakukan suatu penelitian
mengenai pemanfaatan lahan pada suatu daerah.
Pemanfaatan lahan suatu daerah sekarang ini sangat berkembang pesat dan
dinamis yang menyebabkan penggunaan lahan semakin beragam dan bergerak
maju mengikuti alur kehidupan masyarakat, ini menimbulkan berbagai
masalah.Dengan demikian timbul pertanyaan :
1. Sejauh mana kemampuan citra Aster sebagai penyedia datauntuk mendapatkan
informasi penggunaan lahan.
2. Berapa tingkat akurasi metode klasifikasi multispektral citra terawasi
(supervised) dalam pemetaan penggunaan lahan.
3. Bagaimanakah citraAster dan Sistem Informasi Geografi (SIG)
mempresentasikan hasil dari analisisnya untuk pemetaan penggunaan lahan
sehingga dapat dimanfaatkan oleh siapa saja .
4
1.3 Tujuan
1. Menghasilkan peta tematik penggunaan lahan.
2. Mengetahui keakuratan metode klasifikasi multispektral citra terawasi
(supervised) pada citra Aster dalam pemetaan penggunaan lahan.
3. Mengetahui kemampuan teknis perangkat lunak SAGA GIS dalam pemetaan
penggunaan lahan dengan metode klasifikasi multispektral citra terawasi
(supervised)
1.4 Manfaat
1 Untuk memberikan informasi kepada pemerintah dan penduduk wilayah
tersebut tentang penggunaan lahan yang aktual.
2. Dapat memberikan masukan kepada rekan mahasiswa geografi yang lain
bahwa software SAGA GIS dapat digunakan untuk membuat peta
penggunaan lahan dengan metode klasifikasi multispektral citra terawasi
(supervised)
3. Memberikan informasi kepada rekan mahasiswa geografi bahwa citra
Aster.band VNIR dapat digunakan untuk pemetaan penggunaan lahan dengan
resolusi spasial 15 m dan resolusi temporal 8 bit.
1.5 Tinjauan Pustaka
1.5.1 Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh ialah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang
obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan
menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah atau gejala yang
dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1979).
Ada tiga rangkaian kegiatan yang diperlukan didalam mengenali obyek yang
tergambar pada citra, yaitu deteksi, identifikasi, dan analisis. Deteksi ialah
pengamatan atas adanya suatu obyek. Identifikasi ialah upaya mencirikan obyek
yang telah dideteksi dengan menggunakan keterangan yang cukup. Sehubungan
dengan contoh tersebut maka berdasarkan bentuk, ukuran dan letakanya. Pada
5
tahap akhir adalah analisis dikumpulkan untuk memperoleh keterangan lebih
lanjut.
Dalam proses interpretasi Lillesend dan Kiefer (1976) membedakan peroses
dasar dalam kegiatan interpretasi berdasarkan pengumpulan data dan cara
analisinya. Berdasarkan cara pengumpulan datanya, sistem penginderaan jauh
dapat dibedakan atas tenaga dan wahana yang digunakan dalam penginderaan.
Berdasarkan tenaga yang digunakan sistem tersebut dibedakan atas yang
menggunakan tenaga pantulan dan yang menggunakan tenaga pencaran.
Sedangkan berdasarkan wahananya maka sistem penginderaan jauah dibedakan
atas sistem penginderaan dari dirgantara (airbone system) dan dari antariksa
(spacebone system). Berdasarkan atas analisis datanya maka penginderaan jauh
atas cara interpretasinya, yaitu interpretasi secara visual dan interpretasi secara
numerik. Interpretasi secara visual dilakukan dengan menggunakana hasil
penginderaan berupa piktoral atau citra sedangkan secara numerik dilakukan
dengan menggunakan hasil penginderaan yang berupa data digital yang direkam
pada pita megnetik. Hasil dari interpretasi atau informasi yang berasal dari kedua
cara tersebut dapat diwujudkan dengan dalam bentuk tabel, peta dan deskripsi.
Ketiga informasi ini merupakan informasi yang siap dipakai oleh para
penggunanya.
Merujuk dari penjelasan di atas kegiatan interpretasi penggunaan lahan
samping jalan dengan memanfaatkan citra Aster sebagai media penyedia data
informasi sapsial. Sumber tenaga pantulan dan pacaran merupakan sumber tenaga
yang digunakan dalam dalam proses pencitraan untuk mendapatkan hasil yang
maksimal yang kemudian di dukung dengan tingkat resolusi dari citra itu sendiri.
Wahana yang digunakan dalam proses pencitraan ini adalah wahana yang berasal
dari antariksa (spacebone system) karena disini menggunakan bantuan satelit
yang memancarkan sensor dan proses analisis data penginderaan jauh berdasakan
cara interpretasinya.
Untuk mendukung kegiatan interpretasi dengan melihat tingkat kejelasan
gambaran objek pada data suatu data spasial maka dapat dibedakan berdasarkan
tingkat resolusinya. Resolusi adalah kemampuan suatu sistem optik-elektronik
6
untuk membedakan informasi yang secara spasial berdekatan atau secara spektral
mempunyai kemiripan. Resolusi ini sangat mempengaruhi kemampuan sensor
tersebut dalam melakukan perekaman suatu obyek. Resolusi dalam sistem
penginderaan jauh ada empat macam yaitu :
1. Resolusi spasial
Pengertian dari resolusi spasial adalah ukuran terkecil obyek yang masih
dapat dideteksi oleh suatu sistem pencitraan. Semakin kecil ukuran obyek
(terkecil) yang dapat terdeteksi, maka semakin halus atau tinggi resolusinya.
Begitu pula sebaliknya semakin besar ukuran obyek terkecil yang dapat
terdeteksi, semakin besar atau rendah resolusinya.
2. Resolusi Spektral
Resolusi spektral diartikan sebagai kemampuan suatu sistem optik-
elektonik untuk membedakan informasi (obyek) berdasarkan pantulan atau
pancaran spektralnya. Semakin banyak jumlah saluran yang digunakan dalam
suatu citra, maka semakin tinggi kemungkinan dalam mengenali obyek
berdasarkan respon spektralnya. Maka, semakin banyak jumlah salurannya,
semakin tinggi pula resolusi spektralnya.
3. Resolusi Temporal
Resolusi temporal adalah kemampuan suatu sistem untuk merekam
ulangan daerah yang sama. Satuan resolusi temporal adalah jam atau hari.
4. Resolusi Radiometrik
Kemampuan sensor dalam mencatat respon spektral obyek dinyatakan
sebagai resolusi radiometrik. Respon spektral yang dinyatakan dalam satuan m
Watt cm-2
sr-1
m-1
datang mencapai sensor dengan intentitas yang bervariasi.
Sensor yang peka dapat membedakan selisih respons yang paling lemah
sekalipun. Kemampuan sensor ini secara langsung dikaitkan dengan kemampuan
koding (digital coding), yaitu mengubah intensitas atau pancaran spektral
menjadi angka digital. Kemampuan itu dinyatakan dalam bit.
Untuk dapat memahami prinsip penginderaan jauh, terdapat 5 komponen
yang terdapat pada sistem penginderaan jauh meliputi :
7
1) Matahari sebagai sumber energi utama karena temperaturnya tinggi.
2) Atmosfer sebagai medium yang bersikap menyerap, memantulkan,
menghamburkan (scatter) dan melewatkan radiasi elektromagnetik.
3) Obyek atau target di muka bumi yang diterima atau memancarkan spektrum
elektromagnetik dari dalam obyek tersebut.
4) Radiasi yang dipantulkan atau dipancarkan.
5) Alat pengindera (sensor), yaitu alat untuk menerima dan merekam radiasi
atau emisi spektrum elektromagnetik yang datang dari obyek.
Gambar 1.1. Cara kerja penginderaan jauh
Sumber : Taufik hery Purwanto dkk. 2005. Petunjuk Praktikum
SistemPenginderaan Jauh Non-Fotografi.
1.5.2 Karakteristik Citra Aster
ASTER (Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection
Radiometer) adalah instrumen/sensor yang dipasang pada satelit Terra, yang
diluncurkan pada Desember 1999, dimana ini merupakan bagian dari NASA's
Earth Observing System (EOS) bekerja sama dengan Jepang. ASTER digunakan
untuk pemetaan land surface temperature, emissivity, reflectance dan elevation.
Ground resolution ASTER adalah lebih tinggi dibandingkan dengan
LANDSAT- TM, demikian juga untuk spektral resolution yang tinggi dengan 5
thermal-infrared band dan 6 short wave-infrared bands, serta kualitas fungsi
stereoscopic yang lebih tinggi dibandingkan dengan satelit sebelunya, JERS-1.
8
Sesuai dengan namanya, Platforms EOS adalah bagian dari NASA's Earth
Science Enterprise, dimana lembaga ini merupakan lembaga yang baik untuk
penelitian biosphere, hydrosphere, lithosphere and atmosphere. Aster adalah citra
resolusi tinggi yang digunakan untuk observasi permukaan lahan, air, dan awan
dari panjang gelombang tampak hingga inframerah thermal untuk studi
climatological, hydrological, biological, and geological.
Sensor Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection
Radiometer – ASTER merupakan peningkatan dari sensor yang dipasang pada
satelit generasi sebelumnya, JERS – 1. Sensor ini terdiri dari Visible and Near-
Infrared Radiometer (VNIR), Short Wavelength Infrared Radiometer (SWIR),
Thermal Infrared Radiometer (TIR), Intersected Signal Processing Unit dan
Master Power Unit.
VNIR merupakan high performance dan high resolution optical instrument
yang digunakan untuk mendeteksi pantulan cahaya dari permukaan bumi dengan
range dari level visible hingga infrared (520 – 860 µm) dengan 3 bands. Resolusi
spasial sensor VNIR adalah 15m dengan resolusi menengah ini sensor VNIR baik
untuk analisis penutup dan penggunaan lahan. Resolusi temporal 8 bit. Band
nomor 3 dari VNIR ini merupakan nadir dan backward looking data, sehingga
kombinasi data ini dapat digunakan untuk mendapatkan citra stereoskopis. Digital
Elevation Model (DEM) dapat diperoleh dengan mengaplikasikan data ini,
sehingga data ini tidak hanya untuk peta topografik saja, tetapi bisa juga
digunakan sebagai citra stereo.
SWIRmerupakan high resolution optical instrument dengan 6 bands yang
digunakan untuk mendeteksi pantulan cahaya dari permukaaan bumi dengan short
wavelength infrared renge (1,6 – 2,43 µm). Resolusi spasial sensor ini adalah
30m,sedangkan resolusi radiometrik 8 bit. Penggunaan radiometer ini
memungkinkan menerapkan ASTER untuk identifikasi jenis batu dan mineral,
serta untuk monitoring bencana alam seperti monitoring gunung berapi yang
masih aktif.
9
TIRadalahhigh accuracy instrument untuk observasi thermal infrared
radiation (800 – 1200 nm) dari permukaan bumi dengan menggunakan 5 bands.
Band ini dapat digunakan untuk monitoring jenis tanah dan batuan di permukaan
bumi. Multi-band thermal infrared sensor dalam satelit ini adalah pertama kali di
dunia. Ukuran citra adalah 60 km dengan resolusi spasial 90 m, dan resolusi
radiometrik 12 bit.
Tabel 1.1 Karakteristik Sensor Citra ASTER
Characteristi
c
VNIR SWIR TIR
Spectral range Band 1: 0.52 – 0.60 µm
Band 2: 0.63 – 0.69 µm
Band 3: 0.76 – 0.86 µm
Nadir looking
Band 3: 0.76 – 0.86 µm
Backward looking
Band 4: 1.600 – 1.700 nm
Band 5: 2.145 – 2.185 nm
Band 6: 2.185 – 2.225 nm
Band 7: 2.235 – 2.285 nm
Band 8: 2.295 – 2.365 n
Band 9: 2.360 – 2.430 nm
Band 10: 8.125 – 8.475 nm
Band 11: 8.475 – 8.825 nm
Band 12: 8.925 – 9.275 nm
Band 13: 10.25 – 10.95 nm
Band 14: 10.95 – 11.65 nm
Ground 15 m 30 m 90 m
Cross-track
Pointing (km)
±318 ±116 ±116
Swath Width
(km0
60 60 60
Detector Type Si PtSi-Si Hg Cd Te
Quantization 8 8 12
Orbit Sinkron Matahari
Local time 10.30 : AM
Ketinggian 700 – 737 km (707 km di
khatulistiwa)
Orbit
inclination
98.2°
RC 16 hari
Cycle 98.88 menit
Sumber : Modul Praktikum Penginderaan Jauh Non Fotografi oleh Taufik Hery Purwanto dkk Tahun 2005.
10
Gambar 1.2Respon Spektral dari Citra Aster
Gambar 1.3Kurva Pantulan Aster VNIR, SWIR, dan TIR
Sumber :Modul Praktikum Penginderaan Jauh Non Fotografi oleh Taufik Hery
Purwanto dkk Tahun 2005.
1.5.3 Pembagian Panjang Gelombang Citra Aster VNIR
Panjang gelombang adalahsebuah jarak antara satuan berulang dari sebuah
polagelombang. Pembagian gelombang suatu citra digital biru (0.4-
11
0.5µm),hijau(0.5-0.6 µm),merah (0.6-0.7 µm),dekat inframerah 0.7-1.3 µm (near
infrared), gelombang pendek inframerah (short wave-infared), panas inframerah
(thermal infrared), dan microwave (1mm-1m).
Citra Aster VNIR terdiri dari 3 band yaitu band 1: 0.52- 0.60 µm, band 2: 0.63-
0.69 µm, band 3: 0.76-0.86 µm(nadir looking) dan band 3: 0.76-0.86
µm(backward looking), yang berarti band 1 merupakan warna biru, band 2 warna
hijau, band 3 NIR (dekat inframerah).
Gambar 1.4 Spektrum elektromagnetik
Sumber : Lo C.P., 1976
1.5.4 Sistem Informasi Geografis
Sistem Informasi Geografis (SIG) atau juga dikenal sebagai Geographic
Information Sistem(GIS).Sistem Informasi Geografi adalah sistem yang
berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi
informasi-informasi geografi. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan
dan menganalisis obyek-obyek dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan
karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis (Arronof, 1989).
12
DeMers (1997) merupakan cara SIG beroperasi seperti rangkaian subsistem
dalam sistem yang besar. SIG berhubungan dengan data tuang-waktu, dan seiring
menggunakanperangkat keras dan perangkat lunakkomputer. Dengan demikian
SIG merupakan subsistem komputer yang memiliki empat kemampuan berikut
dalam menangani data yang bereferensi geografi :
a) Subsistem masukan ini bertugas untuk mengumpulkan dan mempersiapkan
data spasial dan atribut dari berbagai sumber. Sub sistem ini pula yang
bertanggung jawab dalam mengkonversi atau mentransformasikan format-
format data aslinya kedalam format yang dapat digunakan oleh SIG.
b) Subsistem manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data) ini
mengorganisasikanbaik data spasial maupun atribut ke dalam sebuah basis
data sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil, di-perbaharui, dan di-edit.
Pengelolaan data memerlukan adanya data yang telah tersusun kedalam
database.
c) Subsistem analisis dan manipulasi data Subsistem ini menentukan informasi-
informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Selain itu sub sistem ini juga
melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi
yang diharapkan.
d) Subsistem keluaran ini menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh
atau sebagian basis data baik dalam bentuk data digital maupun bentuk yang
telah tercetak. Data digital merupakan data yang ditayangkan berupa
tampilan gambar pada layar monitor komputer dan dalam bentuk data digital
berupa file yang dapat dibaca oleh komputer, sedangkan data yang telah
tercetak merupakan bentuk cetakan berupa peta maupun tabel yang dicetak
dengan media kertas.
Kelebihan SIG dibandingkan dengan sistem informasi lainnya yaitu,
memiliki kemampuan dalam menangani data atribut (kualitatif dan kuantitatif),
sekaligus mampu menangani data spasial (keruangan) yang berwujud titik garis
dan poligon. Kelebihan ini menjadikan SIG memiliki prospek pengembangan dan
pemakaian yang lebih potensial sebagai sistem pengambilan keputusan untuk
berbagai aplikasi.
13
Secara umum SIG berfungsi sebagai sistem yang dapat melakukan
perhitungan sejumlah operasi, mengakomodasi penyimpanan, pemrosesan, dan
penyajian data spasialdigital. SIG bahkan mengintegrasikan data yang beragam,
mulai dari citra satelit, foto udara, peta bahkan data statistik. Seperti halnya
membuat hubungan keruangan antara data tabular dengan data spasial. Dalam
penelitian ini keunggulan SIG yang digunakan untuk Klasifikasi citra terawasi
(supervised) dalam Salah satu perangkat lunakSIGSAGA GIS yaitu dengan
menginterpretasi secara langsung kenampakan citra Aster
1.5.5 Perangkat Lunak GIS
1.5.5.1 Perangkat Lunak SAGA GIS
SAGA GIS (System For Automated Gescentific Analyses) merupakan salah
satu perangkat lunak SIG (Sistem Informasi Geografi) gratis yang open source. Di
perangkat lunak jenis open source ini dapat menyajikan informasi spasial seperti
klasifikasi citra digital,visualisasi 3D,memanfaatkan data DEM untuk
menganalisa watak bumi dan untuk mengetahui batas DAS (Daerah Aliran
Sungai).
Tabel 1.2Spesifikasi Perangkat Lunak SAGA GIS
No Spesifikasi Uraian Keterangan
1 Nama Software SAGA GIS SAGA GIS (System For Automated
Geoscientific Analyses) Merupakan
paket software yang digunakan oleh
masyarakat geographic imaging
(pencitraan mengenai ilmu bumi),
dirancang untuk image processing
2 Versi/Release 2.0.8 Merupakan versi yang dikembangkan
oleh departemen geografi di Jerman.
3 Diluncurkan 2005 – 2011 Software ini di luncurakan oleh Olaf
Conrad
4 Vendor/Pembuat Peneliti dari Departemen Geografi
di Universitas Gottingen, Jerman
Para peneliti mengembangkan
sofware ini di hamburg, Jeman
tepatnya di Universitas Gottingen.
14
5 Minimum Hardware
- Processor
- RAM
- VGA Card
Pentium X 800 MHz minimum
512 MB
800 X 600 @256 color resolution
207 MB harddisk
Perangkatn lunak ini menggunakan
spesifikasi hardware yang besar
karena data yang dapat diolah
merupakan data yang kompleks baik
data raster maupun vektor. Semakin
tinggi kapasitas hardware yang ada
maka akan lebih mempercepat proses
pada saat analisis data.
6 Operating System Windows server 2003, NT 4.0,
2000, XP,
Software ini dapat beroperasi di
berbagai macam sistem windows
minimal windows 2000.
7 Kategori Software GIS
- Profesional
IP
Software GIS ini termasuk
profesional karena memiliki berbagai
fasilitas input data hingga output data
yang lengkap.
Image processing software ini
termasuk hanya viewer saja karena
kurang memiliki fasilitas format data
yang lengkap.
8 Struktur Data/File Raster dan Vector Mampu menampilkan data baik dari
format raster maupun vektor. Sangat
banyak mendukung format data raster
seperti *.tiff . Format data vector
*.shp.
9 Format Data/File *.shp
*sprj
*.dbf
*.sgrd
*.spc
*.shp format file yang menjelaskan
feature geometri
*sprj format project yang dikerjakan
di SAGA GIS.
*.dbf format dBase yang menjelaskan
tentang atribut feature
*sgrd format file GRIDS
*.spc format file point clouds
Sumber : http://www.saga-gis.org
15
Tabel 1.2 Spesifikasi Perangkat Lunak SAGA GIS
10 Fasilitas pada Software Inti
(core)
Input + editing
Processing
On screen digitizing dan register
and transform tools
Editing : edit theme dan atributnya.
Klasifikasi citra, DEM dan
manipulasi analisis data lainnya.
Input (Digitasi on screen), yaitu
proses pengubahan data grafis
menjadi data grafis digital, dalam
struktur data vektor yang disimpan
dalam bentuk point, garis dan area
dengan mengguna kan mouse
langsung pada komputer. Kesalahan
hasil input dapat dikoreksi atau diedit
dengan menggunakan fasilitas yang
ada.
Processing merupakan fasilitas untuk
menganalisis data yang ada seperti
overlay peta, buffering dsb.
11 Fasilitas paket program
yang terintegrasi dengan
software inti
Database Manager dan Avenue Database manager meng gunakan
query bulder dan fasilitas table (dbf)
sedangkan avenue merupa kan
fasilitas paket program yang berupa
bahasa pemrograman untuk costumize
data.
12 Fasilitas khusus/fasilitas
lainnya
- Classification
- Image analyst
- Terrain analyst
Fasilitas-fasilitas khusus lainnya
dapat digunakan di sofware ini.
Sumber : http://www.saga-gis.org
16
1.5.5.2 Perangkat Lunak Quantum GIS
Quantum GIS perangkat lunak yang berbasis open source (tidak memerlukan
lisensi). Pada quantum gis dapat dilakukan proses pengolahan data baik itu spasial
maupun non spasial. Selain itu di dalam quantum gis juga dapat dilakukan suatu
penambahan fungsi, yang tidak dapat dilakukan pada perangkat lunak pemetaan
lain seperti Arc GIS. Quantum GIS memilki fitur – fitur yang pada umumnya
terdapat di dalam Arc GIS,sehingga pada quantum gis juga dapat dilakukan proses
georeferensing, proses pembuatan peta tematik, menghitung luasan dari suatu
wilayah, dan proses pengolahan pemetaan lainnya yang berhubungan dengan data
spasial maupun non spasial.Quantum GIS sendiri dapat di jalankan pada banyak
Operating System, seperti Windows, Linuk, Ubuntu maupun MAX.
Perangkat lunak Quantum GIS dengan versi 1.8.0 Lisboa,di kembangkan di
Lyon 2012 oleh beberapa ahli dalam bidang geografi. Dalam tugas akhir ini
penggunaan perangkat lunak Quantum GIS dalam tugas akhir ini adalah untuk
melakukan overlay (penggabungan peta penutup lahan dan peta bentuk lahan
Kecamatan Sleman) dan melakukan Layouting penyajian peta, di karenakan
perangkat lunak SAGA GIS belum memiliki tools untuk melakukan overlay data
vektor dan layouting peta pun di perangkat lunak SAGA GIS tidak sesuai dengan
kaidah kartografi.
1.5.6 Klasifikasi Citra Digital
Klasifikasi Citra DigitalTujuan dari proses klasifikasi citraadalah untuk
mendapatkan gambar ataupeta tematik. Gambar tematik adalah suatugambar yang
terdiri dari bagian-bagianyang menyatakan suatu obyek atau tematertentu.Proses
klasifikasi citra ada dua jenis,yaitu Supervised (Klasifikasi Multispektral
CitraTerawasi) dan Unsupervised (Klasifikasi MultispektralCitra Tak
Terawasi).Tetapi yang digunakan oleh peneliti adalah Klasifikasi Supervised
(Klasifikasi Multispektral Citra Terawasi).
1.5.6.1 Klasifikasi Multispektral Citra Terawasi (Supervised)
Klasifikasi terselia meliputi sekumpulan algoritma yang didasarkan
pemasukan contoh obyek (berupa nilai spektral) oleh operator. Contoh tersebut
17
disebut sampel, dan lokasi geografis kelompok piksel sampel ini disebut sebagai
daerah sampel (training area). Sebelum dilakukan pengambilan si pengguna harus
menyiapkan dahulu klasifikasi yang akan diterapkan seperti halnya klasifikasi
manual. Dua hal yang paling penting yang perlu diperhatikan adalah sistem
klasifikasi dan kriteria sampel. Pengambilan sampel yang dilakukan oleh operator
pada klasifikasi secara digital pada dasarnya adalah melatih komputer untuk
mengenali obyek tersebut.
Kriteria sampel yang digunakan adalah sampel tersebut haruslah homogen.
Homogenitas sampel dalam klasifikasi digital ditunjukkan oleh homogenitas tiap
nilai piksel pada tiap sampel. Artinya nilai simpangan baku kelompok piksel tiap
sampel haruslah rendah untuk tiap saluran. Algoritma klasifikasi terselia bisa
dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu jarak minimum terhadap rerata (minimum
distance to mean algorithm),algoritma kemiripan maksimum(maximum likelihood
algorithm) dan algoritma tetangga terdekat (K-nearest neighbour algorithm).
Klasifikasi berdasarkan jarak minimum rata-rata kelas (minimum distance)
merupakan klasifikasi terselia yang menggunakan strategi paling sederhana, yaitu
dengan cara menetukan nilai minimum rata-rata setiap kelas yang disebut vektor
rata-rata (mean vektor). Nilai pixel dua saluran digunakan sebagai koordinat posisi
sepertiyang ditunjukan pada diagram pencar dari citra saluran 1 dan citra saluran
2, yang dapat diperiksa pada Gambar 1.5. Gambar tersebut menunjukkan suatu
strategi klasifikasi terselia yang menggunkan jarak minimum rata-rata kelas.
Suatu pixel tak dikenal identitasnya dapat dikelaskan dengan cara menghitung
jarak terpendek dari nilai pixsel rata-rata yang digunakan sebagai kategori kelas.
Piksel tak dikenal pada Gambar 1.5 diberi tanda titik 1 dan 2. Pada titik 1
mempunyai jarak terhadap rata-rata nilai piksel penutup lahan (digambarkan garis
putus-putus), jarak terpendek (minimum) titik 1 tersebut ternyata terhadap nilai
rata-rata nilai piksel penutuplahan yang dikelompokan pada rumput kering , maka
titik 1 dapat dikelompokan pada kelas rumput kering. Namun apabila jarak
terpendek tersebut melebihi dari jarak yang telah ditetapkan maka akan
dikelompokan pada kelas pixel tidak dikenal.
18
Gambar 1.5Strategi klasifikasi terselia menggunakan jarak minimum
rata-rata kelas.
Sumber :Buku Pengolahan Citra DigitalolehProjo Danoedoro.
Klasifikasi berdasarkan kemiripan maksimum (maximum likelihood)
merupakan strategi klasifikasi terselia dengan cara mengevaluasi kuantitatif varian
maupun korelasi pola tanggapan spektral pada saat mengklasifikasikan pixel yang
tidak dikenal. Pengkelasan ini menggunakan bentuk training sampel yang bersifat
sebaran normal (distribusi normal), yaitu semua sebaran (distribusi) pola
tanggapan spektral penutup lahan dianggap atau diasumsikan sebagai vektor rata-
rata dan kovarian matrix, sehingga probabilitas statistiknya berupa kurva norma
(Gaussian). Gambar 1.6 menunjukan nilai probabilitas dalam grafik tiga dimensi
terhadap diagram pencar. Sumbu tegak berkaitan dengan probabilitas suatu nilai
piksel dalam suatu kelompok kelas. Permukaan berbentuk gunung-gunung yang
dihasilkan dari fungsi probabilitas nilai densitas (probability density function
value).
19
Gambar 1.6Fungsi probabilitas nilai densitasberdasarkan kemiripan maksimum
Sumber :Buku Pengolahan Citra DigitalolehProjo Danoedoro.
Pola dasar klasifikasi kemiripan maksimum terutama pada pembuatan batas
garis tinggi probabilitas nilai densitas piksel sama yang digambarkan dalam
bentuk ellipsoidal pada diagram pencarnya yang menunjukan daerah atau
wilayah ketetapan kepekaan spektral piksel seperti Gambar 1.4 dimana bentuk
kontur garis tnggi probabilitas nilai densitas pixel merupakan kepekaan kelas
spektral terhadap korelasi. Contoh kepekaan dapat dilihat pada pixel (titik) 1
secara tepat dapat ditetapkan pada kategori jagung karena masuk dalam gris
kontur yang menunjukan probabilitas kesamaan kepekaan untuk nilai digital
penutup lahan jagung.
Klasifikasi menggunakan kemiripan maksimum menyangkut beberapa
dimensi, maka didapat pengelompokan obyek yang mempunyai nilai pixel sama
dan identik pada citra. Pengelompokan setiap kategori kelas harus memenuhi
distribusi normal Gauss di mana setiap kelas mempunyai satu kateristik, yaitu
harga rata-rata (mean) intensitas pixel diketahui. Distribusi normal digunakan
untuk mengukur dimensi setiap pixel (Sri Hardiyanti Purwadhi, 2001).
20
Gambar 1.7Kontur probabilitas nilai densitas pixel sama pada klasifikasi
kemiripan maksimum.
Sumber :Buku Pengolahan Citra DigitalolehProjo Danoedoro.
1.5.7Penggunaan Lahan
1.5.7.1 Pengertian Penggunaan Lahan
Lahan adalah sebuah unsur penting kehidupan di bumi, bersama dengan air,
oksigen, nitrogen dan cahaya matahari (Platt, 2004 : 3). Menurut pandangan
kivell (2003 : 40), lahan (land) tidak seperti kebanyakan unsur penting dalam
sebuah proses, karena memiliki karakteristik yang kompleks yaitu tersedia
dalam jumlah tertentu, tidak berpindah, permanen atau tetap, unik dan tidak bisa
tergantikan. Selanjutnya Jayadinata (1999 : 10) menyatakan bahwa lahan berarti
tanah yang sudah ada peruntukannya dan umumnya ada pemiliknya baik
perorangan maupun lembaga.
Penggunaan lahan adalah lahan yang sudah ada dimanfaatkan oleh
masyarakat sebagaimana yang dikemukakan oleh malingreau (Febrianto,2007 :
24) bahwa : Penggunaan lahan adalah segala macam campur tangan manusia,
baik secara menetap ataupun berpindah-pindah terhadap suatu kelompok sumber
daya alam maupun buatan yang secara keseluruhan disebut lahan, dengan tujuan
untuk mencukupi kebutuhan baik material maupun spiritual ataupun kebutuhan
keduanya.
21
Adanya campur tangan manusia dalam pemanfaatan lahan bertujuan untuk
memenuhi berbagai kebutuhan sebagaimana yang dikemukakan Jayadinata
(1999 : 34) bahwa penggunaan tanah adalah prasarana dalam meningkatkan
perkembangan kegiatan penduduk. Prasarana dapat dibedakan atas prasarana
berbentuk ruang (bangunan) yang terdiri atas prasarana berbentuk ruang tertutup
dan ruang terbuka, dan prasarana berbentuk jaringan.
Perbedaan mengenai pengertian penggunaan lahan dikemukakan oleh Dian
Puspitosari (2007 : 19) bahwa : Penggunaan lahan merupakan aktivitas manusia
pada dan dalam kaitannya dengan lahan, yang biasanya tidak secara langsung
tampak dari citra. Penggunaan lahan tidak memilki satu definisi yang benar –
benar tepat di dalam keseluruhan konteks yang berbeda.
Pemetaan penggunaan lahan sangat penting untuk sebuah perencanaan
karena lahan merupakan material dasar dari suatu lingkungan, yang berkaitan
dengan sejumlah karakteristik berupa iklim, geologi, tanah, topografi, hidrologi
dan biologi (Aldrich, 1981 : 32)
Faktor penting dalam menentukan kesuksesan pemetaan penggunaan lahan
terletak pada pemilihan skema klasifikasi lahannya, yang tepat di rancang untuk
suatu tujuan pemetaan. Sebuah sistem klasifikasi memiliki tingkat kedetailan
tersendiri, sehingga dapat menyesuaikan dengan kebutuhan. Hal ini
memungkinkan citra beresolusi spasial tinggi memetakan penggunaan lahan
dengan tingkat kedetailan tinggi.
1.5.7.2 Klasifikasi Penggunaan Lahan
Klasifikasi penggunaan lahan merupakan pedoman atau acuan dalam
proses interpretasi apabila data pemetaan penggunaan lahan menggunakan citra
penginderaan jauh. Tujuan klasifikasi supaya data yang dibuat informasi yang
sederhana dan mudah dipahami. Sedangkan para ahli berpendapat Penggunaan
lahan yaitu segala macam campur tangan manusia, baik secara menetap maupun
berpindah – pindah terhadap suatu kelompok sumberdaya alam dan sumberdaya
buatan, yang secara keseluruhan disebut lahan, dengan tujuan untuk mencukupi
kebutuhan baik material maupun spiritual, ataupun kedua-duanya
22
(Malingreau,1978).
Pengelompokan obyek-obyek ke dalam klas-klas berdasarkan persamaan
dalam sifatnya, atau kaitan antara obyek-obyek tersebut disebut dengan
klasifikasi. Menurut Malingreau (1978), klasifikasi adalah penetapan obyek-
obyek kenampakan atau unit-unit menjadi kumpulan-kumpulan di dalam suatu
sistem pengelompokan yang dibedakan berdasarkan sifat-sifat yang khusus
berdasarkan kandungan isinya. Klasifikasi penggunaan lahan merupakan
pedoman atau acuan dalam proses interpretasi apabila data pemetaan
penggunaan lahan menggunakan citra penginderaan jauh. Tujuan klasifikasi
supaya data yang dibuat informasi yang sederhana dan mudah dipahami.
Sistem klasifikasi yang digunakan adalah klasifikasi penggunaan lahan
menurut Malingreau dan Christiani, 1981. Contoh klasifikasi adalah sebagai
berikut
Table 1.3 Klasifikasi Liputan Lahan/Penggunaan Lahan Menurut Malingreau
Jenjang I Jenjang II Jenjang III Jenjang IV Simbol
2 Daerah
Bervegetasi
A. Daerah
Pertanian
1. Sawah Irigasi Si
2. Sawah Tadah Hujan St
3. Sawah Lebak Sl
4. Sawah Pasang surut Sp
5. Ladang/Tegal L
6. Perkebunan - Cengkeh C
- Coklat Co
- Karet K
- Kelapa Ke
- Kelapa Sawit Ks
- Kopi Ko
- Panili P
- Tebu T
- Teh Te
- Tembakau Tm
7. Perkebunan Campuran Kc
8. Tanaman Campuran Te
23
Table 1.3 Klasifikasi Liputan Lahan/Penggunaan Lahan Menurut Malingreau
Sumber: Malingreau, J.P. Rosalia Christiani, 1981 dalam Suharyadi (2001)
B. Bukan
Daerah
Pertanian
1. Hutan lahan Kering - Hutan
Bambu
Hb
- Hutan
Campuran
Hc
-
- Hutan Jati Hj
- Hutan
Pinus
Hp
- Hutan
lainnya
Hl
2. Hutan Lahan Basah - Hutan
Bakau
Hm
- Hutan
Campuran
Hc
- Hutan
Nipah
Hn
- Hutan
Sagu
Hs
3. Belukar B
4. Semak S
5. Padang Rumput Pr
6. Savana Sa
7. Padang alang – alang Pa
8. Rumput rawa Rr
II. Daerah Tak
Bervegetasi
c. Bukan Daerah
Pertanian
1.Lahan Terbuka Lb
1. Lahar dan Lava LI
2. Beting Pantai BP
3. Gosong Pantai Gs
4. Gumuk Pasir
24
Table 1.3 Klasifikasi Liputan Lahan/Penggunaan Lahan Menurut Malingreau
Sumber: Malingreau, J.P. Rosalia Christiani, 1981 dalam Suharyadi (2001)
1.5.7.3 Klasifikasi Penutup Lahan
Land Cover berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi
(bangunan, pohon, danau), jika kita menggunakan data penginderaan jauh mudah
atau dapat dikenali secara langsung. (Rika Harini, 2005).
Penutup lahan berkaitan dengan jenis penutup yang terdapat pada suatu lahan,
sedang penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada sebidang
lahan. Evaluasi lahan memiliki pengertian tentang penilaian potensi lahan, yang
cocok untuk berbagai jenis pengelolaan dan jenis tanaman. Apa yang terlihat pada
citra adalah berbagai jenis penutup lahan dan dari kondisi penutup tersebut, dapat
dinilai potensi dan penggunaan lahannya (Howard, 1996).
III.
Permukiman
dan Lahan
Bukan
Pertanian
D. Daerah
Tanpa
Liputan
Vegetasi
1. Permukiman Kp
2. Industri ln
3. Jaringan jalan
4. Jaringan jalan KA
5. Jaringan listrik tegangan
tinggi
6. Pelabuhan udara
7. Pelabuhan laut
IV. Perairan E. Tubuh
Perairan
1. Danau D
2. Waduk W
3. Tambak Ikan Ti
4. Tambak garam Tg
5. Rawa R
6. Sungai
7. Anjir Pelayaran
8. Saluran Irigasi
9. Terumbu karang
10. Gosong Pantai
25
Sistem klasifikasi yang digunakan dalam klasifikasi digital yakni berupa sistem
klasifikasi penutup lahan berdasarkan realita bahwa obyek yang terekam pada
citra digital berupa nilai-nilai spektral merupakan penutup lahan bukan merupakan
suatu penggunaan lahan. Kelas-kelas penggunaan lahan dapat diperoleh dengan
mengintregasikan informasi penutup lahan yang diperoleh dari klasifikasi digital
dan memperhatikan aspek fungsi dari informasi penutup lahan tersebut sebab
aspek fungsi tersebut tidak dapat direpresentasikan melalui nilai piksel.
Klasifikasi penutup lahan daerah penelitian juga sangat dipengaruhi oleh
pengetahuan tentang daerah dari interpreter terhadap pemilihan daerah sampel.
(Danoedoro, 1996).
Standar Nasional Indonesia (SNI) memberikan alternatif dalam hal mengenai
klasifikasi penutup lahan pada tabel 1.4.
Tabel 1.4 Klasifikasi Penutup Lahan Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI)
No Kelas Penutup Lahan Deskripsi
1 Daerah Bervegetasi Daerah yang liputan vegetasi minim 4 % sedikitnya selama 2 bulan dalam 1
tahun dengan liputan Linchens/mosses lebih dari 25 % ( jika tidak terdapat
vegetasi lain )
1.1 Daerah Pertanian Areal yang diusahakan untuk budidya tanaman pangan, perkebunan dan
holtikultura. Vegetasi alami telah dimodifikasi atau di hilangkan dan diganti
dengan tanaman antropogenik dan mmerlukan campur tangan manusia untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Antarmasa tanaman, area ini sering kali
tanpa tutupan vegetasi.Seluruh vegetasi yang tanam dengan tujuan untuk dipanen, termasuk dalam kelas ini.
1.1.1 Sawah Areal pertanian yang digenangi air atau diberi air baik dengan teknologi
pengairan, tadah hujan, lebak atau pasang surut yang dicirikan oleh pola
pematang, dengan ditanami jenis tanaman pangan berumur pendek ( padi )
1.1.2 Ladang, tegal, atau
huma
Lahan yang digunakan untuk kegiatan pertanian dengan jenis tanaman semusim
di lahan kering.
1.1.3 Perkebunan Areal yang tidak di usahakan untuk budidaya tanaman pangan atau holtikultura.
1.2 Daerah bukan pertanian
Areal yang tidak diusahakan untuk budidaya tanaman pangan dan holtikultura.
1.2.1 Hutan Lahan Kering Hutan yang tumbuh dan berkembang di habitat lahan kering yang dapat berupa
hutan dataran rendah, perbukitan, pegunungan, atau hutan tropis dataran tinggi.
1.2.2 Hutan Lahan Basah Hutan yang tumbuh berkembang pada habitat lahan bash berupa rawa, termasuk
rawa payau dan rawa gambut. Wilayah lahan basah berkarakteristik unik, yaitu , ( 1 ) dataran rendah yang membentang sepanjang pesisir, ( 2 ) wilayah
berelevasi rendah, ( 3 ) tempat yang di pengaruhi oleh pasang surut untuk wilayah dekat pantai, ( 4 ) wilayah dipengaruhi oleh musim yang terletak jauh
dari pantai, ( 5 ) sebagian besar wilayah tertutup gambut.
26
Tabel 1.4 Klasifikasi Penutup Lahan Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI)
No Kelas Penutup Lahan Deskripsi
1.2.3 Semak dan Belukar Kawasan lahan kering yang telah ditumbuhi berbagai vegetasi alami heterogen dan homogen yang tingkat kerapatannya
jarang hingga rapat. Kawasan tersebut dinominasi vegetasi
rendah ( alami ). Semak belukar di Indonesia biasanya kawasan bekas hutan dan biasanya tidak menampakan lagi
bekas atau bercak tebangan.
1.2.4 Padang rumput, alang –alang dan sabana.
Areal terbuka yang didominasi oleh jenis rumput tidak seragam.
1.2.5 Rumput rawa Rumput yang berhabitat di daerah rawa.
2 Daerah tak bervegetasi Daerah dengan total liputan vegetasi kurang dari 4 % selama
lebih dari 10 bulan, atau daerah dengan liputan lichens/mosses kurang dari 25% ( jika tidak terdapat vegetasi berkayu atau
herba ).
2.1 Lahan Terbuka Lahan tanpa tutupan baik yang bersifat alami, semi alami
maupun artidisial, menurut karakteristik permukaannya, lahan terbuka dapat dibedakan menjadi conscidated dan
unconsolidated surface.
2.2 Permukiman dan lahan bukan pertanian yang berkaitan.
Lahan terbangun dicirikan oleh adanya subsitusi penutup lahan yang bersifat alami dan semialami oleh penutup lhan yang
bersifat artifisial dan sering kedap air.
2.2.1 Lahan terbangun Area yang telah mengalami subsitusi penutup lahan alami
ataupun semi alami dengan penutup lahan buatan yang biasanya bersifat kedap air dan relatif permanen.
2.2.1.1 Permukiman Areal atau lahan yang digunakan sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian dan tempt kegiatan yang mendukung kehidupan.
2.2.1.2 Jaringan Jalan Jaringan prasarana transportasi yang di peruntukan bagi lalu
lintas kendaran.
2.2.1.2.1 - Jalan arteri Jalan yang melayani ngkutan utama dengan ciri – ciri perjalanan jarak jauh dan kecapatan rata – rata tinggi.
2.2.1.2.2 - Jalan Kolektor Jalan yang melayani angkutan dengan ciri – ciri perjalanan
jarak sedang dan kecepatan rata – rata sedang.
Tabel 1.4 Klasifikasi Penutup Lahan Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI)
No Kelas Penutup Lahan Deskripsi
2.2.1.3 Jaringan jalan kereta api Rel kereta api
2.2.1.4 Bandar udara
domestik/internasional
Bandar udara yang mempunyai fasilitas lengkap untuk penerbangan
dalam dan luar negeri.
2.2.1.5 Pelabuhan laut Tempat yang digunakan sebagai tempat sandar dan belabuhnya kapal laut beserta aktivitas penumpangnya dan bongkarmuat kargo.
2.2.2 Lahan tidak terbangun Lahan ini telah mengalami intervensi manusia sehingga penutup lahan (
semi alami ) tidak dapat dijumpai lagi. Meskipun demikian, lahan ini tidak menglami pembangunan sebagaimana terjadi pada lahan terbangun.
2.3 Perairan Semua kenmpakan perairan, termasuk laut, waduk, terumbu karang, dan
padang lamun.
2.3.1 Danau atau waduk Areal perairan dengn penggenangan air yang dalam dan permenen serta penggenangan dangkal termasuk fungsinya.
2.3.2 Rawa Genangan air tawar atau air payau yang luas dn permanen didaratan
2.3.3 Sungai Tempat mengalirnya air yang bersifat alamiah.
2.3.4 Anjir pelayaran Tempat mengalirnya air, bersifat artifisiak dn berasosiasi dengan laut atau
pantai dan kegiatan pelayaran.
2.3.5 Terumbu karang Kumpulan fauna laut yang berkumpul menjadi satu dan membentuk
terumbu.
Sumber : Badan Standarisasi Nasionaal (BSN)
27
1.5.8 Bentuk Lahan
Istilah bentuklahan memiliki berbagai arti tergantung dari sudut pandangdisiplin
ilmu tertentu. Ahli geologi mendefinisikan bentuklahan dalam arti sifat-sifat
permukaan yang memberikan fakta mengenai struktur geologi dan corak-corak
kerak bumi. Ahli kehutanan mengartikan bentuklahan sebagai petunjuk penting
baik mengenai sifat-sifat fisik dan kimia tanah maupun arti yang dapat tampak
dari suatu corak permukaan bumi atau kombinasinya. Ahli tanah menekankan
bentuklahan untuk pengenalan bahan induk tanah,tekstur tanah,potensi
kesuburan,kelembaban tanah,drainase tanah, dan tingkat kepekaan terhadap erosi.
Dilihat dari genesisnya (kontrol utama pembentuknya), bentuk lahan dapat
dibedakan menjadi :
Bentuk asal struktural
Bentuk asal vulkanik
Bentuk asal fluvial
Bentuk asal marine
Bentuk asal pelarutan karst
Bentuk asal Aeolen/glasial
Bentuk asal denudasional
1. Bentuk Lahan Asal Struktural
Bentuk lahan struktural terbentuk karena adanya proses endogen atau proses
tektonik, yang berupa pengangkatan,perlipatan, dan pensesaran. Gaya (tektonik)
ini bersifat konstruktif (membangun), dan pada awalnya hampir semua bentuk
lahan muka bumi ini dibentuk oleh kontrol struktural.
Pada awalnya struktural antiklin akan memberikan kenampakan cekung, dan
struktural horizontal nampak datar. Umumnya, suatu bentuk struktural masih
dapat dikenali, jika penyebaran struktural geologinya dapat dicerminkan dari
penyebaran reliefnya.
2. Bentuk Lahan Asal Vulkanik
Vulkanisme adalah berbagai fenomena yang berkaitan dengan gerakan magma
yang bergerak naik ke permukaan bumi. Akibat dari proses ini terjadi berbagai
bentuk lahan yang secara umum disebut bentuk lahan vulkanik. Umumnya suatu
28
bentuk lahan vulkanik pada suatu wilayah kompleks gunung api lebih ditekankan
pada aspek yang menyangkut aktivitas kegunungapian, seperti : kepundan,
kerucut semburan, medan-medan lahan dan sebagainya. Tetapi ada juga beberapa
bentukan yang berada terpisah dari kompleks gunung api misalnya dikes,slock,
dan sebagainya.
3. Bentuk Lahan Asal Fluvial
Bentukan asal fluvial berkaitan erat dengan aktifitas sungai dan air permukaan
yang berupa pengikisan,pengangkutan, dan jenis buangan pada daerah dataran
rendah seperti lembah,ledok, dan dataran alluvial.
Proses penimbunan bersifat meratakan pada daerah-daerah ledok, sehingga
umumnya bentuk lahan asal fluvial mempunyai relief yang rata atau datar.
Material penyusun satuan bentuk lahan fluvial berupa hasil rombakan dan daerah
perbukitan denudasional disekitarnya, berukuran halus sampai kasar, yang lazim
disebut sebagai alluvial.
Karena umumnya reliefnya datar dan litologinya alluvial, maka kenampakan
suatu bentuk lahan fluvial lebih ditekankan pada genesis yang berkaitan dengan
kegiatan utama sungai yakni erosi,pengangkutan,dan penimbunan.
4. Bentuk Lahan Asal Marine
Aktivitas marine yang utama adalah abrasi,sedimentasi,pasang-surut, dan
pertemuan terumbu karang. Bentuk lahan yang dihasilkan oleh aktifitas marine
berada di kawasan pesisir yang terhampar sejajar garis pantai. Pengaruh marine
dapat mencapai puluhan kilometer kearah darat, tetapi terkadang hanya beberapa
ratus meter saja.
Sejauh mana efektifitas proses abrasi,sedimentasi,pasang surut, dan
pertumbuhan terumbu pada pesisir ini, tergantung dari kondisi pesisirnya. Proses
lain yang sering mempengaruhi kawasan pesisir lainnya, misalnya : tektonik masa
lalu,berupa gunung api, perubahan muka air laut (transgresi/regresi) dan litologi
penyusun.
5. Bentuk Lahan Asal Pelarutan (Karts)
Bentuk lahan karst dihasilkan olehh proses pelarutan pada batuan yang mudah
larut. Menurut Jennings (1971), karst adalah suatu kawasan yang mempunyai
29
karakteristik relief dan drainase yang khas, yang disebabkan keterlarutan
batuannya yang tinggi. Dengan demikian karst tidak selalu batugamping,
meskipun hampir semua topografi karst tersusun oleh batu gamping.
6. Bentuk Lahan Asal Glasial
Bentuk lahan ini tidak berkembang di Indonesia yang beriklim tropis ini,
kecuali sedikit di Puncak Gunung Jaya Wijaya, Irian. Bentuk lahan asal glasial
dihasilkan oleh aktifitas es/gletser yang menghasilkan suatu bentang alam.
7. Bentuk Lahan Asal Aeolean (Angin)
Gerakan udara atau angin dapat membentuk medang yang khas dan berbeda
dari bentukan proses lainnya. Endapan angin terbentuk oleh pengikisan,
pengangkatan, dan pengendapan material lepas oleh angin. Endapan angin secara
umum dibedakan menjadi gumuk pasir dan endapandebu (LOESS)
Medan aeolean dapat terbentuk jika memenuhi syarat-syarat :
Tersedia material berukuran pasir halus-halus sampai debu dalam jumlah
banyak.
Adanya periode kering yang panjang disertai angin yang mampu
mengangkut dan mengendapkan bahan tersebut.
Gerakan angin tidak terhalang oleh vegetasi atau obyek lainnya.
8. Bentuk Lahan Asal Denudasional
Proses denudasional merupakan kesatuan dari proses pelapukan gerakan tanah
erosi dan kemudian di akhiri.
30
Bentuk Karst (K)
K1 Dataran tinggi karst
K2 Lereng dan perbukitan karst terkikis
K3 Kubah karst
K4 Bukit sisa batu gamping terisolasi
Bentukan Denudasional (D)
D1 Perbukitan terkikis
D2 Pegunungan terkikis
D3 Bukit sisa
D4 Bukit terisolasi
D5 Dataran nyaris
D6 Dataran nyaris yang terangkat
D7 Lereng kaki
D8 Pedimen (Permukaan
transportasi)
D9 Pidmony (Disected D7)
D10 Gawir (Lereng terjal)
D11 Kipas rombakan lereng
D12 Daerah dengan gmb lebih kuat
D13 Lahan rusak
Bentukan struktural (S)
S1 Blok sesar
S2 Gawir sesar
S3 Pegunungan antiklinal
S4 Perbukitan antiklinal
S5 Perbukitan sinklinal
S6 Pegunungan sinklinal
S7 Perbukitan sinklinal
S8 Pegunungan monoklinal
S9 Perbukitan monoklinal
S10 Pegunungan dome
S11 Perbukitan Dome
S12 Dataran tinggi
S13 Cuesta
S14 Hogback
S15 Flat iron
S16 Lembah antiklinal
S17 Lembah sinklinal
S18 Lembah subsekwen
S19 Sembul (Horst)
S20 Graben
S21 Perbukitan lipatan kompleks
31
K5 Dataran allivial karst
K6 Uvala, dolin
K7 Polje
K8 Lembah Kering
K9 Ngarai Karst
1.5.9 Overlay
Tenik overlay merupakan pendekatan yang sering di gunakan dalam
perencanaan tata guna lahan/landscape. Teknik overlay ini di bentuk melalui
penggunaan secara tumpang tindih (seri) suatu peta yang masing – masing
mewakili faktor penting lingkungan/lahan. Overlay merupakan suatu sistem
informasi dalam bentuk grafis yang dibentuk dari penggabungan berbagai peta
individu (memilki informasi/database yang spesifik). Melalui penggunaan teknik
overlay, berbagai kemungkinan penggunaan lahan dan kelayakan teknik dapat
ditentukan secara visual.
1.5.10 Penelitian Sebelumnya
Penelitian mengenai penggunaan lahan telah banyak dilakukan, masing –
masing penelitian memiliki karakteristik tersendiri. Pada umumnya, karakteristik
masing – masing penelitian tersebut dapat dilihat dari jenis data yang digunakan
adapun selengkapnya sebagai berikut :
1. Ipin saripin (2003) melakukan penelitian berjudul “Indentifikasi Penggunaan
lahan dengan Menggunakan Citra Landsat Thematic Mapper”, yaitu
menganalisa data citra landsat thematic mapper(TM) dan mengetahui manfaat
citra dalam mengidentifikasi penggunaan lahan dengan metode interpretasi
visual. Hasil dari penelitian ini adalah Citra Landsat thematic mapperdapat
mengidentifikasi penggunaan lahan dan Citra Landsat tidak mampu
membedakan obyek yang tidak spesifik dengan penggunaan lahan lainnya,
menggunakan perangkat lunak ER MAPPER.
2. Dian Puspitosari (2007) melakukan penelitian berjudul “Pemanfaatan Citra
Satelit SPOT 5 dalam pemetaan penggunaan lahan Kecamatan Pedurungan
32
Kota Semarang“, yaitu memetakan penggunaan lahan Kecamatan Pedurungan
Kota Semarang dengan metode teknik penginderaan jauh , penelitian ini
menghasilkan Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Pedurungan Kota
Semarang, menggunakan perangkat lunak Arc GIS 9.2
3. Azfia Agustina (2011) melakukan penelitian berjudul “Pemetaan
Penggunaan lahan dengan Analisis Citra Quickbird diwilayah Cibeunying
Kota Bandung”, Yaitu menganalisa citra quckbird untuk memetakan
penggunaan lahan diwilayah Cibeuying dan menganalisis pola lahan
diwilayah Cibeunying. Dengan metode teknik penginderaan jauh, penelitian
ini menghasilkan penggunaan lahan diwilayah Cibeunying diklasifikasikan
menjadi 34 kelompok dan pola persebarab keruangan penggunaan lahan,
menggunakan perangkat lunak Arc GIS 9.3.
Penelitian selengkapnya dapat di lihat pada table di bawah ini :
33
Tabel 1.5 Perbandingan penelitian – penelitian yang berkaitan dengan masalah penggunaan lahan
No Nama Tahun Judul Tujuan Metode
Analisis
Hasil Penelitian Perangkat lunak yang digunakan
1 Adi Febrianto 2007 Interpretasi Citra Satelit
SPOT untuk Pemetaan
Penggunaan Lahan
Kecamatan Semarang
Barat
a. Menyajikan peta penggunaan
lahan daerah kecamatan
Semarang Barat berdasarkan
hasilinterpretasi citra SPOT 5
tahun 2005.
b. Mengetahui seberapa besar
efektifitas pemanfaatan citra
satelit sebagai media
pembuatan peta tematik
penggunaan lahan.
Metode
Analisi
Spasial
a. Peta Penggunaan lahan
Kecamatan Semarang Barat.
b. Pemetaan yang
mengintegrasikan teknologi
penginderaan jauh dan
system informasi geografis
ternyata mampu
mempercepat proses
pemetaan penggunaan lahan
Arc GIS 9.2
2 Yulia Ari
Cahya Wulan
2008 Identifikasi Lokasi Pusat
Kegiatan Ekonomi
dengan Memanfaatkan
Teknik Penginderaan
jauh dan Sistem
Informasi Geografis di
Daerah Perkotaan
Yogyakarta
a. Menguji ketelitian
interpretasi citra quickbird
untuk memetakan parameter
penentu lokasi pusat
kegiatan ekonomi di daerah
perkotaan Yogyakarta
b. Memetakan lokasi pusat
kegiatan ekonomi di daerah
perkotaan
Metode
pengharkatan
Berimbang
a. Ketelitian interpretasi 95%
b. Peta lokasi pusat kegiatan
ekonomi daerah perkotaan
Yogyakarta memilki 3 kelas
yaitu pusat kegiatan tinggi
dan pusat kegiatan sangat
tinggi.
Arc GIS 9.3
34
Gambar 1.7 Diagram Alir
Citra ASTER VNIR
2010
Peta Bentuk Lahan
Kecamatan Sleman
Peta Administrasi
Kecamatan Sleman
Koreksi Geometrik &
Penajaman Citra
(SAGA GIS)
Pembatasan daerah
penelitian(SAGA GIS)
Citra ASTER VNIR
yang telah terkoreksi
Citra ASTER VNIR
daerah Kajian
Pembuatan training area
penutup lahan (SAGA
GIS)
Klasifikasi Citra Terawasi
(supervised) penutup lahan
(SAGA GIS)
Citra ASTER VNIR
terklasifikasi penutup
lahan
Overlay
(QUANTUM
GIS)
Citra ASTER VNIR teroverlay
penutup lahan dan bentuk lahan
Cek lapangan
Peta tentatif penggunaan lahan
Kecamatan Sleman
Reklasifikasi
(SAGA GIS)
Uji akurasi Peta Penggunaan Lahan Kecamatan
Sleman Skala 1 : 35.000
Keterangan :
: Data
: Proses
: Hasil akhir
: Kelanjutan proses