bab i pendahuluan 1.1 latar...

34
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bentuk penggunaan lahan suatu wilayah terkait dengan pertumbuhan penduduk dan aktivitasnya. Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan semakin intensifnya aktivitas penduduk disuatu tempat berdampak pada semakin meningkatnya penggunaan lahan. Sebagaimana yang di ungkapkan oleh malingreau (Febrianto, 2007 : 24) bahwa penggunaan lahan adalah segala macam campur tangan manusia baik secara menetap ataupun berpindah pindah terhadap suatu sumber daya alam maupun buatan yang secara keseluruhan disebut lahan dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan baik material maupun spiritual ataupun keduanya.Demi mencukupi kebutuhannya tersebut masyarakat senantiasa bergerak secara dinamis sehingga membutuhkan prasarana yang memadai. Prasarana dapat dibedakan atas prasarana berbentuk ruang yang terdiri atas prasarana berbentuk ruang tertutup dan ruang terbuka, dan prasarana berbentuk jaringan. Dinamika pertumbuhan penduduk yang cepat dan tuntutan pengaturan penggunaan lahan yang selalu berubah, menyebabkan ketersediaan peta peta aktual sebagai basis informasi bagi perencanaan penggunaan lahan merupakan suatu hal yang sangat penting. Peta penggunaan lahan merupakan salah satu jenis peta yang sangat penting untuk keperluan informasi bagi pemerintah dan juga penduduk setempat.Peta penggunaan lahan merupakan jenis peta tematik yaitu peta yang menggambarkan suatu wilayah yang terdiri atas satu atau beberapa objek pada peta tersebut mempunyai simbol unik yang dapat dinyatakan dengan warna atau pola tertentu. Citra Aster adalah citra resolusi tinggi yang digunakan untuk observasi permukaan lahan, air, dan awan dari panjang gelombang tampak hingga inframerah thermal untuk studi iklim, air, biologi, dan geologi. Astermerupakan

Upload: vuongbao

Post on 08-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bentuk penggunaan lahan suatu wilayah terkait dengan pertumbuhan

penduduk dan aktivitasnya. Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan

semakin intensifnya aktivitas penduduk disuatu tempat berdampak pada semakin

meningkatnya penggunaan lahan. Sebagaimana yang di ungkapkan oleh

malingreau (Febrianto, 2007 : 24) bahwa penggunaan lahan adalah segala macam

campur tangan manusia baik secara menetap ataupun berpindah – pindah terhadap

suatu sumber daya alam maupun buatan yang secara keseluruhan disebut lahan

dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan baik material maupun spiritual

ataupun keduanya.Demi mencukupi kebutuhannya tersebut masyarakat senantiasa

bergerak secara dinamis sehingga membutuhkan prasarana yang memadai.

Prasarana dapat dibedakan atas prasarana berbentuk ruang yang terdiri atas

prasarana berbentuk ruang tertutup dan ruang terbuka, dan prasarana berbentuk

jaringan.

Dinamika pertumbuhan penduduk yang cepat dan tuntutan pengaturan

penggunaan lahan yang selalu berubah, menyebabkan ketersediaan peta – peta

aktual sebagai basis informasi bagi perencanaan penggunaan lahan merupakan

suatu hal yang sangat penting. Peta penggunaan lahan merupakan salah satu jenis

peta yang sangat penting untuk keperluan informasi bagi pemerintah dan juga

penduduk setempat.Peta penggunaan lahan merupakan jenis peta tematik yaitu

peta yang menggambarkan suatu wilayah yang terdiri atas satu atau beberapa

objek pada peta tersebut mempunyai simbol unik yang dapat dinyatakan dengan

warna atau pola tertentu.

Citra Aster adalah citra resolusi tinggi yang digunakan untuk observasi

permukaan lahan, air, dan awan dari panjang gelombang tampak hingga

inframerah thermal untuk studi iklim, air, biologi, dan geologi. Astermerupakan

2

peningkatan dari sensor yang dipasang pada satelit generasi sebelumnya, JERS –

1.Sensor ini terdiri dari Sensor ini terdiri dari Visible and Near-Infrared

Radiometer (VNIR), Short Wavelength Infrared Radiometer (SWIR), Thermal

Infrared Radiometer (TIR), Intersected Signal Processing Unit dan Master Power

Unit. Dari ketiga sensor yang ada pada citra Aster yang dapat dimanfaatkan untuk

analisis penggunaan lahan adalah VNIR memiliki tampilan yang bagus dan

resolusi tinggi yang digunakan mendeteksi pantulan cahaya dari permukaan bumi

dengan range dari level visible hingga infrared (520 – 860 µm) dengan 3 bands.

Resolusi spasial sensor VNIR adalah 15m dengan resolusi menengah ini sensor

VNIR baik untuk analisis penutup dan penggunaan lahan.

Klasifikasi citra digital merupakan suatu penyusunan, pengurutan, atau

kategori objek yang bertujuan untuk menghasilkan peta tematik (Prahasta, 2008)

klasifikasi ada dua jenis yaitu klasifikasi multispektral citra terawasi (Supervised)

dan klasifikasi multispektral citra tak terawasi (Unsupervised) Yang digunakan

oleh peneliti adalah klasifikasi multispektral citra terawasi (Supervised). Bahwa

setiap piksel yang terdapat di dalam setiap kelas hasil klasifikasi diasumsikan

memiliki karakteristik yang homogen. Tujuan proses ini adalah untuk

mengekstrak pola – pola respon spektral terutama yang dominan yang terdapat

didalam citra itu sendiri, pada umumnya berupa kelas – kelas penggunaan lahan.

Dalam melakukan proses klasifikasi citra digital untuk menghasilkan peta

penggunaan lahan menggunakan perangkat lunak Sistem Informasi Geografi

(SIG) yaitu perangkat lunak SAGA GIS (Sytem For Automated Geosentific

Analysed ).

SAGA GIS adalah salah satu perangkat lunak SIG open source dan

merupakan perangkat lunak gratis, perangkat lunak ini dibuat dan dikembangkan

oleh peneliti dari Departemen Geografi di Universitas Gottingen, Jerman tahun

2007 . Diperangkat lunak jenis open source ini dapat menyajikan data raster

maupun data vektor. Klasifikasi multispektral citra terawasi (Supervised) dapat

berjalan dengan baik dan dapat diolah lebih cepat, efisien dan dapat ditayangkan

3

kembali karena data tersimpan dalam bentuk digital. Hasilnya berupa peta

penggunaan lahan Kecamatan Sleman.

Kecamatan Sleman merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Sleman .

Kecamatan Slemanadalah salah satu kecamatan strategis,dilihat dari aktivitas

penduduk yang sangat dinamis ini membutuhkan informasi mengenai penggunaan

lahan di daerah kecamatan Sleman. Kecamatan Sleman berdasarkan letak kota dan

mobilitas kegiatan masyarakat, merupakan wilayah sub urban (wilayah perbatasan

antar desa dan kota) terletak agak jauh dari Kota Yogyakarta dan berkembang

menjadi tujuan/arah kegiatan masyarakat di wilayah Kecamatan sekitarnya dan

menjadi pusat pertumbuhan

1.2 Batasan Masalah

Semakin berkembangnya ilmu penginderaan jauh dan sisteminformasi

geografi (SIG), tentu saja terjadi perkembangan pula dalam pemanfaatan citra dan

foto udara sesuai kebutuhan yang semakin variatif. Citra dan foto udara tersebut

diolah secara digital dengan tujuan agar hasil didapatkan akan lebih baik dan

akurat,serta menghemat biaya dan waktu dalam melakukan suatu pemetaan

daerah. Salah satu kegunaannya adalah untuk melakukan suatu penelitian

mengenai pemanfaatan lahan pada suatu daerah.

Pemanfaatan lahan suatu daerah sekarang ini sangat berkembang pesat dan

dinamis yang menyebabkan penggunaan lahan semakin beragam dan bergerak

maju mengikuti alur kehidupan masyarakat, ini menimbulkan berbagai

masalah.Dengan demikian timbul pertanyaan :

1. Sejauh mana kemampuan citra Aster sebagai penyedia datauntuk mendapatkan

informasi penggunaan lahan.

2. Berapa tingkat akurasi metode klasifikasi multispektral citra terawasi

(supervised) dalam pemetaan penggunaan lahan.

3. Bagaimanakah citraAster dan Sistem Informasi Geografi (SIG)

mempresentasikan hasil dari analisisnya untuk pemetaan penggunaan lahan

sehingga dapat dimanfaatkan oleh siapa saja .

4

1.3 Tujuan

1. Menghasilkan peta tematik penggunaan lahan.

2. Mengetahui keakuratan metode klasifikasi multispektral citra terawasi

(supervised) pada citra Aster dalam pemetaan penggunaan lahan.

3. Mengetahui kemampuan teknis perangkat lunak SAGA GIS dalam pemetaan

penggunaan lahan dengan metode klasifikasi multispektral citra terawasi

(supervised)

1.4 Manfaat

1 Untuk memberikan informasi kepada pemerintah dan penduduk wilayah

tersebut tentang penggunaan lahan yang aktual.

2. Dapat memberikan masukan kepada rekan mahasiswa geografi yang lain

bahwa software SAGA GIS dapat digunakan untuk membuat peta

penggunaan lahan dengan metode klasifikasi multispektral citra terawasi

(supervised)

3. Memberikan informasi kepada rekan mahasiswa geografi bahwa citra

Aster.band VNIR dapat digunakan untuk pemetaan penggunaan lahan dengan

resolusi spasial 15 m dan resolusi temporal 8 bit.

1.5 Tinjauan Pustaka

1.5.1 Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh ialah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang

obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan

menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah atau gejala yang

dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1979).

Ada tiga rangkaian kegiatan yang diperlukan didalam mengenali obyek yang

tergambar pada citra, yaitu deteksi, identifikasi, dan analisis. Deteksi ialah

pengamatan atas adanya suatu obyek. Identifikasi ialah upaya mencirikan obyek

yang telah dideteksi dengan menggunakan keterangan yang cukup. Sehubungan

dengan contoh tersebut maka berdasarkan bentuk, ukuran dan letakanya. Pada

5

tahap akhir adalah analisis dikumpulkan untuk memperoleh keterangan lebih

lanjut.

Dalam proses interpretasi Lillesend dan Kiefer (1976) membedakan peroses

dasar dalam kegiatan interpretasi berdasarkan pengumpulan data dan cara

analisinya. Berdasarkan cara pengumpulan datanya, sistem penginderaan jauh

dapat dibedakan atas tenaga dan wahana yang digunakan dalam penginderaan.

Berdasarkan tenaga yang digunakan sistem tersebut dibedakan atas yang

menggunakan tenaga pantulan dan yang menggunakan tenaga pencaran.

Sedangkan berdasarkan wahananya maka sistem penginderaan jauah dibedakan

atas sistem penginderaan dari dirgantara (airbone system) dan dari antariksa

(spacebone system). Berdasarkan atas analisis datanya maka penginderaan jauh

atas cara interpretasinya, yaitu interpretasi secara visual dan interpretasi secara

numerik. Interpretasi secara visual dilakukan dengan menggunakana hasil

penginderaan berupa piktoral atau citra sedangkan secara numerik dilakukan

dengan menggunakan hasil penginderaan yang berupa data digital yang direkam

pada pita megnetik. Hasil dari interpretasi atau informasi yang berasal dari kedua

cara tersebut dapat diwujudkan dengan dalam bentuk tabel, peta dan deskripsi.

Ketiga informasi ini merupakan informasi yang siap dipakai oleh para

penggunanya.

Merujuk dari penjelasan di atas kegiatan interpretasi penggunaan lahan

samping jalan dengan memanfaatkan citra Aster sebagai media penyedia data

informasi sapsial. Sumber tenaga pantulan dan pacaran merupakan sumber tenaga

yang digunakan dalam dalam proses pencitraan untuk mendapatkan hasil yang

maksimal yang kemudian di dukung dengan tingkat resolusi dari citra itu sendiri.

Wahana yang digunakan dalam proses pencitraan ini adalah wahana yang berasal

dari antariksa (spacebone system) karena disini menggunakan bantuan satelit

yang memancarkan sensor dan proses analisis data penginderaan jauh berdasakan

cara interpretasinya.

Untuk mendukung kegiatan interpretasi dengan melihat tingkat kejelasan

gambaran objek pada data suatu data spasial maka dapat dibedakan berdasarkan

tingkat resolusinya. Resolusi adalah kemampuan suatu sistem optik-elektronik

6

untuk membedakan informasi yang secara spasial berdekatan atau secara spektral

mempunyai kemiripan. Resolusi ini sangat mempengaruhi kemampuan sensor

tersebut dalam melakukan perekaman suatu obyek. Resolusi dalam sistem

penginderaan jauh ada empat macam yaitu :

1. Resolusi spasial

Pengertian dari resolusi spasial adalah ukuran terkecil obyek yang masih

dapat dideteksi oleh suatu sistem pencitraan. Semakin kecil ukuran obyek

(terkecil) yang dapat terdeteksi, maka semakin halus atau tinggi resolusinya.

Begitu pula sebaliknya semakin besar ukuran obyek terkecil yang dapat

terdeteksi, semakin besar atau rendah resolusinya.

2. Resolusi Spektral

Resolusi spektral diartikan sebagai kemampuan suatu sistem optik-

elektonik untuk membedakan informasi (obyek) berdasarkan pantulan atau

pancaran spektralnya. Semakin banyak jumlah saluran yang digunakan dalam

suatu citra, maka semakin tinggi kemungkinan dalam mengenali obyek

berdasarkan respon spektralnya. Maka, semakin banyak jumlah salurannya,

semakin tinggi pula resolusi spektralnya.

3. Resolusi Temporal

Resolusi temporal adalah kemampuan suatu sistem untuk merekam

ulangan daerah yang sama. Satuan resolusi temporal adalah jam atau hari.

4. Resolusi Radiometrik

Kemampuan sensor dalam mencatat respon spektral obyek dinyatakan

sebagai resolusi radiometrik. Respon spektral yang dinyatakan dalam satuan m

Watt cm-2

sr-1

m-1

datang mencapai sensor dengan intentitas yang bervariasi.

Sensor yang peka dapat membedakan selisih respons yang paling lemah

sekalipun. Kemampuan sensor ini secara langsung dikaitkan dengan kemampuan

koding (digital coding), yaitu mengubah intensitas atau pancaran spektral

menjadi angka digital. Kemampuan itu dinyatakan dalam bit.

Untuk dapat memahami prinsip penginderaan jauh, terdapat 5 komponen

yang terdapat pada sistem penginderaan jauh meliputi :

7

1) Matahari sebagai sumber energi utama karena temperaturnya tinggi.

2) Atmosfer sebagai medium yang bersikap menyerap, memantulkan,

menghamburkan (scatter) dan melewatkan radiasi elektromagnetik.

3) Obyek atau target di muka bumi yang diterima atau memancarkan spektrum

elektromagnetik dari dalam obyek tersebut.

4) Radiasi yang dipantulkan atau dipancarkan.

5) Alat pengindera (sensor), yaitu alat untuk menerima dan merekam radiasi

atau emisi spektrum elektromagnetik yang datang dari obyek.

Gambar 1.1. Cara kerja penginderaan jauh

Sumber : Taufik hery Purwanto dkk. 2005. Petunjuk Praktikum

SistemPenginderaan Jauh Non-Fotografi.

1.5.2 Karakteristik Citra Aster

ASTER (Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection

Radiometer) adalah instrumen/sensor yang dipasang pada satelit Terra, yang

diluncurkan pada Desember 1999, dimana ini merupakan bagian dari NASA's

Earth Observing System (EOS) bekerja sama dengan Jepang. ASTER digunakan

untuk pemetaan land surface temperature, emissivity, reflectance dan elevation.

Ground resolution ASTER adalah lebih tinggi dibandingkan dengan

LANDSAT- TM, demikian juga untuk spektral resolution yang tinggi dengan 5

thermal-infrared band dan 6 short wave-infrared bands, serta kualitas fungsi

stereoscopic yang lebih tinggi dibandingkan dengan satelit sebelunya, JERS-1.

8

Sesuai dengan namanya, Platforms EOS adalah bagian dari NASA's Earth

Science Enterprise, dimana lembaga ini merupakan lembaga yang baik untuk

penelitian biosphere, hydrosphere, lithosphere and atmosphere. Aster adalah citra

resolusi tinggi yang digunakan untuk observasi permukaan lahan, air, dan awan

dari panjang gelombang tampak hingga inframerah thermal untuk studi

climatological, hydrological, biological, and geological.

Sensor Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection

Radiometer – ASTER merupakan peningkatan dari sensor yang dipasang pada

satelit generasi sebelumnya, JERS – 1. Sensor ini terdiri dari Visible and Near-

Infrared Radiometer (VNIR), Short Wavelength Infrared Radiometer (SWIR),

Thermal Infrared Radiometer (TIR), Intersected Signal Processing Unit dan

Master Power Unit.

VNIR merupakan high performance dan high resolution optical instrument

yang digunakan untuk mendeteksi pantulan cahaya dari permukaan bumi dengan

range dari level visible hingga infrared (520 – 860 µm) dengan 3 bands. Resolusi

spasial sensor VNIR adalah 15m dengan resolusi menengah ini sensor VNIR baik

untuk analisis penutup dan penggunaan lahan. Resolusi temporal 8 bit. Band

nomor 3 dari VNIR ini merupakan nadir dan backward looking data, sehingga

kombinasi data ini dapat digunakan untuk mendapatkan citra stereoskopis. Digital

Elevation Model (DEM) dapat diperoleh dengan mengaplikasikan data ini,

sehingga data ini tidak hanya untuk peta topografik saja, tetapi bisa juga

digunakan sebagai citra stereo.

SWIRmerupakan high resolution optical instrument dengan 6 bands yang

digunakan untuk mendeteksi pantulan cahaya dari permukaaan bumi dengan short

wavelength infrared renge (1,6 – 2,43 µm). Resolusi spasial sensor ini adalah

30m,sedangkan resolusi radiometrik 8 bit. Penggunaan radiometer ini

memungkinkan menerapkan ASTER untuk identifikasi jenis batu dan mineral,

serta untuk monitoring bencana alam seperti monitoring gunung berapi yang

masih aktif.

9

TIRadalahhigh accuracy instrument untuk observasi thermal infrared

radiation (800 – 1200 nm) dari permukaan bumi dengan menggunakan 5 bands.

Band ini dapat digunakan untuk monitoring jenis tanah dan batuan di permukaan

bumi. Multi-band thermal infrared sensor dalam satelit ini adalah pertama kali di

dunia. Ukuran citra adalah 60 km dengan resolusi spasial 90 m, dan resolusi

radiometrik 12 bit.

Tabel 1.1 Karakteristik Sensor Citra ASTER

Characteristi

c

VNIR SWIR TIR

Spectral range Band 1: 0.52 – 0.60 µm

Band 2: 0.63 – 0.69 µm

Band 3: 0.76 – 0.86 µm

Nadir looking

Band 3: 0.76 – 0.86 µm

Backward looking

Band 4: 1.600 – 1.700 nm

Band 5: 2.145 – 2.185 nm

Band 6: 2.185 – 2.225 nm

Band 7: 2.235 – 2.285 nm

Band 8: 2.295 – 2.365 n

Band 9: 2.360 – 2.430 nm

Band 10: 8.125 – 8.475 nm

Band 11: 8.475 – 8.825 nm

Band 12: 8.925 – 9.275 nm

Band 13: 10.25 – 10.95 nm

Band 14: 10.95 – 11.65 nm

Ground 15 m 30 m 90 m

Cross-track

Pointing (km)

±318 ±116 ±116

Swath Width

(km0

60 60 60

Detector Type Si PtSi-Si Hg Cd Te

Quantization 8 8 12

Orbit Sinkron Matahari

Local time 10.30 : AM

Ketinggian 700 – 737 km (707 km di

khatulistiwa)

Orbit

inclination

98.2°

RC 16 hari

Cycle 98.88 menit

Sumber : Modul Praktikum Penginderaan Jauh Non Fotografi oleh Taufik Hery Purwanto dkk Tahun 2005.

10

Gambar 1.2Respon Spektral dari Citra Aster

Gambar 1.3Kurva Pantulan Aster VNIR, SWIR, dan TIR

Sumber :Modul Praktikum Penginderaan Jauh Non Fotografi oleh Taufik Hery

Purwanto dkk Tahun 2005.

1.5.3 Pembagian Panjang Gelombang Citra Aster VNIR

Panjang gelombang adalahsebuah jarak antara satuan berulang dari sebuah

polagelombang. Pembagian gelombang suatu citra digital biru (0.4-

11

0.5µm),hijau(0.5-0.6 µm),merah (0.6-0.7 µm),dekat inframerah 0.7-1.3 µm (near

infrared), gelombang pendek inframerah (short wave-infared), panas inframerah

(thermal infrared), dan microwave (1mm-1m).

Citra Aster VNIR terdiri dari 3 band yaitu band 1: 0.52- 0.60 µm, band 2: 0.63-

0.69 µm, band 3: 0.76-0.86 µm(nadir looking) dan band 3: 0.76-0.86

µm(backward looking), yang berarti band 1 merupakan warna biru, band 2 warna

hijau, band 3 NIR (dekat inframerah).

Gambar 1.4 Spektrum elektromagnetik

Sumber : Lo C.P., 1976

1.5.4 Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (SIG) atau juga dikenal sebagai Geographic

Information Sistem(GIS).Sistem Informasi Geografi adalah sistem yang

berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi

informasi-informasi geografi. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan

dan menganalisis obyek-obyek dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan

karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis (Arronof, 1989).

12

DeMers (1997) merupakan cara SIG beroperasi seperti rangkaian subsistem

dalam sistem yang besar. SIG berhubungan dengan data tuang-waktu, dan seiring

menggunakanperangkat keras dan perangkat lunakkomputer. Dengan demikian

SIG merupakan subsistem komputer yang memiliki empat kemampuan berikut

dalam menangani data yang bereferensi geografi :

a) Subsistem masukan ini bertugas untuk mengumpulkan dan mempersiapkan

data spasial dan atribut dari berbagai sumber. Sub sistem ini pula yang

bertanggung jawab dalam mengkonversi atau mentransformasikan format-

format data aslinya kedalam format yang dapat digunakan oleh SIG.

b) Subsistem manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data) ini

mengorganisasikanbaik data spasial maupun atribut ke dalam sebuah basis

data sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil, di-perbaharui, dan di-edit.

Pengelolaan data memerlukan adanya data yang telah tersusun kedalam

database.

c) Subsistem analisis dan manipulasi data Subsistem ini menentukan informasi-

informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Selain itu sub sistem ini juga

melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi

yang diharapkan.

d) Subsistem keluaran ini menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh

atau sebagian basis data baik dalam bentuk data digital maupun bentuk yang

telah tercetak. Data digital merupakan data yang ditayangkan berupa

tampilan gambar pada layar monitor komputer dan dalam bentuk data digital

berupa file yang dapat dibaca oleh komputer, sedangkan data yang telah

tercetak merupakan bentuk cetakan berupa peta maupun tabel yang dicetak

dengan media kertas.

Kelebihan SIG dibandingkan dengan sistem informasi lainnya yaitu,

memiliki kemampuan dalam menangani data atribut (kualitatif dan kuantitatif),

sekaligus mampu menangani data spasial (keruangan) yang berwujud titik garis

dan poligon. Kelebihan ini menjadikan SIG memiliki prospek pengembangan dan

pemakaian yang lebih potensial sebagai sistem pengambilan keputusan untuk

berbagai aplikasi.

13

Secara umum SIG berfungsi sebagai sistem yang dapat melakukan

perhitungan sejumlah operasi, mengakomodasi penyimpanan, pemrosesan, dan

penyajian data spasialdigital. SIG bahkan mengintegrasikan data yang beragam,

mulai dari citra satelit, foto udara, peta bahkan data statistik. Seperti halnya

membuat hubungan keruangan antara data tabular dengan data spasial. Dalam

penelitian ini keunggulan SIG yang digunakan untuk Klasifikasi citra terawasi

(supervised) dalam Salah satu perangkat lunakSIGSAGA GIS yaitu dengan

menginterpretasi secara langsung kenampakan citra Aster

1.5.5 Perangkat Lunak GIS

1.5.5.1 Perangkat Lunak SAGA GIS

SAGA GIS (System For Automated Gescentific Analyses) merupakan salah

satu perangkat lunak SIG (Sistem Informasi Geografi) gratis yang open source. Di

perangkat lunak jenis open source ini dapat menyajikan informasi spasial seperti

klasifikasi citra digital,visualisasi 3D,memanfaatkan data DEM untuk

menganalisa watak bumi dan untuk mengetahui batas DAS (Daerah Aliran

Sungai).

Tabel 1.2Spesifikasi Perangkat Lunak SAGA GIS

No Spesifikasi Uraian Keterangan

1 Nama Software SAGA GIS SAGA GIS (System For Automated

Geoscientific Analyses) Merupakan

paket software yang digunakan oleh

masyarakat geographic imaging

(pencitraan mengenai ilmu bumi),

dirancang untuk image processing

2 Versi/Release 2.0.8 Merupakan versi yang dikembangkan

oleh departemen geografi di Jerman.

3 Diluncurkan 2005 – 2011 Software ini di luncurakan oleh Olaf

Conrad

4 Vendor/Pembuat Peneliti dari Departemen Geografi

di Universitas Gottingen, Jerman

Para peneliti mengembangkan

sofware ini di hamburg, Jeman

tepatnya di Universitas Gottingen.

14

5 Minimum Hardware

- Processor

- RAM

- VGA Card

Pentium X 800 MHz minimum

512 MB

800 X 600 @256 color resolution

207 MB harddisk

Perangkatn lunak ini menggunakan

spesifikasi hardware yang besar

karena data yang dapat diolah

merupakan data yang kompleks baik

data raster maupun vektor. Semakin

tinggi kapasitas hardware yang ada

maka akan lebih mempercepat proses

pada saat analisis data.

6 Operating System Windows server 2003, NT 4.0,

2000, XP,

Software ini dapat beroperasi di

berbagai macam sistem windows

minimal windows 2000.

7 Kategori Software GIS

- Profesional

IP

Software GIS ini termasuk

profesional karena memiliki berbagai

fasilitas input data hingga output data

yang lengkap.

Image processing software ini

termasuk hanya viewer saja karena

kurang memiliki fasilitas format data

yang lengkap.

8 Struktur Data/File Raster dan Vector Mampu menampilkan data baik dari

format raster maupun vektor. Sangat

banyak mendukung format data raster

seperti *.tiff . Format data vector

*.shp.

9 Format Data/File *.shp

*sprj

*.dbf

*.sgrd

*.spc

*.shp format file yang menjelaskan

feature geometri

*sprj format project yang dikerjakan

di SAGA GIS.

*.dbf format dBase yang menjelaskan

tentang atribut feature

*sgrd format file GRIDS

*.spc format file point clouds

Sumber : http://www.saga-gis.org

15

Tabel 1.2 Spesifikasi Perangkat Lunak SAGA GIS

10 Fasilitas pada Software Inti

(core)

Input + editing

Processing

On screen digitizing dan register

and transform tools

Editing : edit theme dan atributnya.

Klasifikasi citra, DEM dan

manipulasi analisis data lainnya.

Input (Digitasi on screen), yaitu

proses pengubahan data grafis

menjadi data grafis digital, dalam

struktur data vektor yang disimpan

dalam bentuk point, garis dan area

dengan mengguna kan mouse

langsung pada komputer. Kesalahan

hasil input dapat dikoreksi atau diedit

dengan menggunakan fasilitas yang

ada.

Processing merupakan fasilitas untuk

menganalisis data yang ada seperti

overlay peta, buffering dsb.

11 Fasilitas paket program

yang terintegrasi dengan

software inti

Database Manager dan Avenue Database manager meng gunakan

query bulder dan fasilitas table (dbf)

sedangkan avenue merupa kan

fasilitas paket program yang berupa

bahasa pemrograman untuk costumize

data.

12 Fasilitas khusus/fasilitas

lainnya

- Classification

- Image analyst

- Terrain analyst

Fasilitas-fasilitas khusus lainnya

dapat digunakan di sofware ini.

Sumber : http://www.saga-gis.org

16

1.5.5.2 Perangkat Lunak Quantum GIS

Quantum GIS perangkat lunak yang berbasis open source (tidak memerlukan

lisensi). Pada quantum gis dapat dilakukan proses pengolahan data baik itu spasial

maupun non spasial. Selain itu di dalam quantum gis juga dapat dilakukan suatu

penambahan fungsi, yang tidak dapat dilakukan pada perangkat lunak pemetaan

lain seperti Arc GIS. Quantum GIS memilki fitur – fitur yang pada umumnya

terdapat di dalam Arc GIS,sehingga pada quantum gis juga dapat dilakukan proses

georeferensing, proses pembuatan peta tematik, menghitung luasan dari suatu

wilayah, dan proses pengolahan pemetaan lainnya yang berhubungan dengan data

spasial maupun non spasial.Quantum GIS sendiri dapat di jalankan pada banyak

Operating System, seperti Windows, Linuk, Ubuntu maupun MAX.

Perangkat lunak Quantum GIS dengan versi 1.8.0 Lisboa,di kembangkan di

Lyon 2012 oleh beberapa ahli dalam bidang geografi. Dalam tugas akhir ini

penggunaan perangkat lunak Quantum GIS dalam tugas akhir ini adalah untuk

melakukan overlay (penggabungan peta penutup lahan dan peta bentuk lahan

Kecamatan Sleman) dan melakukan Layouting penyajian peta, di karenakan

perangkat lunak SAGA GIS belum memiliki tools untuk melakukan overlay data

vektor dan layouting peta pun di perangkat lunak SAGA GIS tidak sesuai dengan

kaidah kartografi.

1.5.6 Klasifikasi Citra Digital

Klasifikasi Citra DigitalTujuan dari proses klasifikasi citraadalah untuk

mendapatkan gambar ataupeta tematik. Gambar tematik adalah suatugambar yang

terdiri dari bagian-bagianyang menyatakan suatu obyek atau tematertentu.Proses

klasifikasi citra ada dua jenis,yaitu Supervised (Klasifikasi Multispektral

CitraTerawasi) dan Unsupervised (Klasifikasi MultispektralCitra Tak

Terawasi).Tetapi yang digunakan oleh peneliti adalah Klasifikasi Supervised

(Klasifikasi Multispektral Citra Terawasi).

1.5.6.1 Klasifikasi Multispektral Citra Terawasi (Supervised)

Klasifikasi terselia meliputi sekumpulan algoritma yang didasarkan

pemasukan contoh obyek (berupa nilai spektral) oleh operator. Contoh tersebut

17

disebut sampel, dan lokasi geografis kelompok piksel sampel ini disebut sebagai

daerah sampel (training area). Sebelum dilakukan pengambilan si pengguna harus

menyiapkan dahulu klasifikasi yang akan diterapkan seperti halnya klasifikasi

manual. Dua hal yang paling penting yang perlu diperhatikan adalah sistem

klasifikasi dan kriteria sampel. Pengambilan sampel yang dilakukan oleh operator

pada klasifikasi secara digital pada dasarnya adalah melatih komputer untuk

mengenali obyek tersebut.

Kriteria sampel yang digunakan adalah sampel tersebut haruslah homogen.

Homogenitas sampel dalam klasifikasi digital ditunjukkan oleh homogenitas tiap

nilai piksel pada tiap sampel. Artinya nilai simpangan baku kelompok piksel tiap

sampel haruslah rendah untuk tiap saluran. Algoritma klasifikasi terselia bisa

dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu jarak minimum terhadap rerata (minimum

distance to mean algorithm),algoritma kemiripan maksimum(maximum likelihood

algorithm) dan algoritma tetangga terdekat (K-nearest neighbour algorithm).

Klasifikasi berdasarkan jarak minimum rata-rata kelas (minimum distance)

merupakan klasifikasi terselia yang menggunakan strategi paling sederhana, yaitu

dengan cara menetukan nilai minimum rata-rata setiap kelas yang disebut vektor

rata-rata (mean vektor). Nilai pixel dua saluran digunakan sebagai koordinat posisi

sepertiyang ditunjukan pada diagram pencar dari citra saluran 1 dan citra saluran

2, yang dapat diperiksa pada Gambar 1.5. Gambar tersebut menunjukkan suatu

strategi klasifikasi terselia yang menggunkan jarak minimum rata-rata kelas.

Suatu pixel tak dikenal identitasnya dapat dikelaskan dengan cara menghitung

jarak terpendek dari nilai pixsel rata-rata yang digunakan sebagai kategori kelas.

Piksel tak dikenal pada Gambar 1.5 diberi tanda titik 1 dan 2. Pada titik 1

mempunyai jarak terhadap rata-rata nilai piksel penutup lahan (digambarkan garis

putus-putus), jarak terpendek (minimum) titik 1 tersebut ternyata terhadap nilai

rata-rata nilai piksel penutuplahan yang dikelompokan pada rumput kering , maka

titik 1 dapat dikelompokan pada kelas rumput kering. Namun apabila jarak

terpendek tersebut melebihi dari jarak yang telah ditetapkan maka akan

dikelompokan pada kelas pixel tidak dikenal.

18

Gambar 1.5Strategi klasifikasi terselia menggunakan jarak minimum

rata-rata kelas.

Sumber :Buku Pengolahan Citra DigitalolehProjo Danoedoro.

Klasifikasi berdasarkan kemiripan maksimum (maximum likelihood)

merupakan strategi klasifikasi terselia dengan cara mengevaluasi kuantitatif varian

maupun korelasi pola tanggapan spektral pada saat mengklasifikasikan pixel yang

tidak dikenal. Pengkelasan ini menggunakan bentuk training sampel yang bersifat

sebaran normal (distribusi normal), yaitu semua sebaran (distribusi) pola

tanggapan spektral penutup lahan dianggap atau diasumsikan sebagai vektor rata-

rata dan kovarian matrix, sehingga probabilitas statistiknya berupa kurva norma

(Gaussian). Gambar 1.6 menunjukan nilai probabilitas dalam grafik tiga dimensi

terhadap diagram pencar. Sumbu tegak berkaitan dengan probabilitas suatu nilai

piksel dalam suatu kelompok kelas. Permukaan berbentuk gunung-gunung yang

dihasilkan dari fungsi probabilitas nilai densitas (probability density function

value).

19

Gambar 1.6Fungsi probabilitas nilai densitasberdasarkan kemiripan maksimum

Sumber :Buku Pengolahan Citra DigitalolehProjo Danoedoro.

Pola dasar klasifikasi kemiripan maksimum terutama pada pembuatan batas

garis tinggi probabilitas nilai densitas piksel sama yang digambarkan dalam

bentuk ellipsoidal pada diagram pencarnya yang menunjukan daerah atau

wilayah ketetapan kepekaan spektral piksel seperti Gambar 1.4 dimana bentuk

kontur garis tnggi probabilitas nilai densitas pixel merupakan kepekaan kelas

spektral terhadap korelasi. Contoh kepekaan dapat dilihat pada pixel (titik) 1

secara tepat dapat ditetapkan pada kategori jagung karena masuk dalam gris

kontur yang menunjukan probabilitas kesamaan kepekaan untuk nilai digital

penutup lahan jagung.

Klasifikasi menggunakan kemiripan maksimum menyangkut beberapa

dimensi, maka didapat pengelompokan obyek yang mempunyai nilai pixel sama

dan identik pada citra. Pengelompokan setiap kategori kelas harus memenuhi

distribusi normal Gauss di mana setiap kelas mempunyai satu kateristik, yaitu

harga rata-rata (mean) intensitas pixel diketahui. Distribusi normal digunakan

untuk mengukur dimensi setiap pixel (Sri Hardiyanti Purwadhi, 2001).

20

Gambar 1.7Kontur probabilitas nilai densitas pixel sama pada klasifikasi

kemiripan maksimum.

Sumber :Buku Pengolahan Citra DigitalolehProjo Danoedoro.

1.5.7Penggunaan Lahan

1.5.7.1 Pengertian Penggunaan Lahan

Lahan adalah sebuah unsur penting kehidupan di bumi, bersama dengan air,

oksigen, nitrogen dan cahaya matahari (Platt, 2004 : 3). Menurut pandangan

kivell (2003 : 40), lahan (land) tidak seperti kebanyakan unsur penting dalam

sebuah proses, karena memiliki karakteristik yang kompleks yaitu tersedia

dalam jumlah tertentu, tidak berpindah, permanen atau tetap, unik dan tidak bisa

tergantikan. Selanjutnya Jayadinata (1999 : 10) menyatakan bahwa lahan berarti

tanah yang sudah ada peruntukannya dan umumnya ada pemiliknya baik

perorangan maupun lembaga.

Penggunaan lahan adalah lahan yang sudah ada dimanfaatkan oleh

masyarakat sebagaimana yang dikemukakan oleh malingreau (Febrianto,2007 :

24) bahwa : Penggunaan lahan adalah segala macam campur tangan manusia,

baik secara menetap ataupun berpindah-pindah terhadap suatu kelompok sumber

daya alam maupun buatan yang secara keseluruhan disebut lahan, dengan tujuan

untuk mencukupi kebutuhan baik material maupun spiritual ataupun kebutuhan

keduanya.

21

Adanya campur tangan manusia dalam pemanfaatan lahan bertujuan untuk

memenuhi berbagai kebutuhan sebagaimana yang dikemukakan Jayadinata

(1999 : 34) bahwa penggunaan tanah adalah prasarana dalam meningkatkan

perkembangan kegiatan penduduk. Prasarana dapat dibedakan atas prasarana

berbentuk ruang (bangunan) yang terdiri atas prasarana berbentuk ruang tertutup

dan ruang terbuka, dan prasarana berbentuk jaringan.

Perbedaan mengenai pengertian penggunaan lahan dikemukakan oleh Dian

Puspitosari (2007 : 19) bahwa : Penggunaan lahan merupakan aktivitas manusia

pada dan dalam kaitannya dengan lahan, yang biasanya tidak secara langsung

tampak dari citra. Penggunaan lahan tidak memilki satu definisi yang benar –

benar tepat di dalam keseluruhan konteks yang berbeda.

Pemetaan penggunaan lahan sangat penting untuk sebuah perencanaan

karena lahan merupakan material dasar dari suatu lingkungan, yang berkaitan

dengan sejumlah karakteristik berupa iklim, geologi, tanah, topografi, hidrologi

dan biologi (Aldrich, 1981 : 32)

Faktor penting dalam menentukan kesuksesan pemetaan penggunaan lahan

terletak pada pemilihan skema klasifikasi lahannya, yang tepat di rancang untuk

suatu tujuan pemetaan. Sebuah sistem klasifikasi memiliki tingkat kedetailan

tersendiri, sehingga dapat menyesuaikan dengan kebutuhan. Hal ini

memungkinkan citra beresolusi spasial tinggi memetakan penggunaan lahan

dengan tingkat kedetailan tinggi.

1.5.7.2 Klasifikasi Penggunaan Lahan

Klasifikasi penggunaan lahan merupakan pedoman atau acuan dalam

proses interpretasi apabila data pemetaan penggunaan lahan menggunakan citra

penginderaan jauh. Tujuan klasifikasi supaya data yang dibuat informasi yang

sederhana dan mudah dipahami. Sedangkan para ahli berpendapat Penggunaan

lahan yaitu segala macam campur tangan manusia, baik secara menetap maupun

berpindah – pindah terhadap suatu kelompok sumberdaya alam dan sumberdaya

buatan, yang secara keseluruhan disebut lahan, dengan tujuan untuk mencukupi

kebutuhan baik material maupun spiritual, ataupun kedua-duanya

22

(Malingreau,1978).

Pengelompokan obyek-obyek ke dalam klas-klas berdasarkan persamaan

dalam sifatnya, atau kaitan antara obyek-obyek tersebut disebut dengan

klasifikasi. Menurut Malingreau (1978), klasifikasi adalah penetapan obyek-

obyek kenampakan atau unit-unit menjadi kumpulan-kumpulan di dalam suatu

sistem pengelompokan yang dibedakan berdasarkan sifat-sifat yang khusus

berdasarkan kandungan isinya. Klasifikasi penggunaan lahan merupakan

pedoman atau acuan dalam proses interpretasi apabila data pemetaan

penggunaan lahan menggunakan citra penginderaan jauh. Tujuan klasifikasi

supaya data yang dibuat informasi yang sederhana dan mudah dipahami.

Sistem klasifikasi yang digunakan adalah klasifikasi penggunaan lahan

menurut Malingreau dan Christiani, 1981. Contoh klasifikasi adalah sebagai

berikut

Table 1.3 Klasifikasi Liputan Lahan/Penggunaan Lahan Menurut Malingreau

Jenjang I Jenjang II Jenjang III Jenjang IV Simbol

2 Daerah

Bervegetasi

A. Daerah

Pertanian

1. Sawah Irigasi Si

2. Sawah Tadah Hujan St

3. Sawah Lebak Sl

4. Sawah Pasang surut Sp

5. Ladang/Tegal L

6. Perkebunan - Cengkeh C

- Coklat Co

- Karet K

- Kelapa Ke

- Kelapa Sawit Ks

- Kopi Ko

- Panili P

- Tebu T

- Teh Te

- Tembakau Tm

7. Perkebunan Campuran Kc

8. Tanaman Campuran Te

23

Table 1.3 Klasifikasi Liputan Lahan/Penggunaan Lahan Menurut Malingreau

Sumber: Malingreau, J.P. Rosalia Christiani, 1981 dalam Suharyadi (2001)

B. Bukan

Daerah

Pertanian

1. Hutan lahan Kering - Hutan

Bambu

Hb

- Hutan

Campuran

Hc

-

- Hutan Jati Hj

- Hutan

Pinus

Hp

- Hutan

lainnya

Hl

2. Hutan Lahan Basah - Hutan

Bakau

Hm

- Hutan

Campuran

Hc

- Hutan

Nipah

Hn

- Hutan

Sagu

Hs

3. Belukar B

4. Semak S

5. Padang Rumput Pr

6. Savana Sa

7. Padang alang – alang Pa

8. Rumput rawa Rr

II. Daerah Tak

Bervegetasi

c. Bukan Daerah

Pertanian

1.Lahan Terbuka Lb

1. Lahar dan Lava LI

2. Beting Pantai BP

3. Gosong Pantai Gs

4. Gumuk Pasir

24

Table 1.3 Klasifikasi Liputan Lahan/Penggunaan Lahan Menurut Malingreau

Sumber: Malingreau, J.P. Rosalia Christiani, 1981 dalam Suharyadi (2001)

1.5.7.3 Klasifikasi Penutup Lahan

Land Cover berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi

(bangunan, pohon, danau), jika kita menggunakan data penginderaan jauh mudah

atau dapat dikenali secara langsung. (Rika Harini, 2005).

Penutup lahan berkaitan dengan jenis penutup yang terdapat pada suatu lahan,

sedang penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada sebidang

lahan. Evaluasi lahan memiliki pengertian tentang penilaian potensi lahan, yang

cocok untuk berbagai jenis pengelolaan dan jenis tanaman. Apa yang terlihat pada

citra adalah berbagai jenis penutup lahan dan dari kondisi penutup tersebut, dapat

dinilai potensi dan penggunaan lahannya (Howard, 1996).

III.

Permukiman

dan Lahan

Bukan

Pertanian

D. Daerah

Tanpa

Liputan

Vegetasi

1. Permukiman Kp

2. Industri ln

3. Jaringan jalan

4. Jaringan jalan KA

5. Jaringan listrik tegangan

tinggi

6. Pelabuhan udara

7. Pelabuhan laut

IV. Perairan E. Tubuh

Perairan

1. Danau D

2. Waduk W

3. Tambak Ikan Ti

4. Tambak garam Tg

5. Rawa R

6. Sungai

7. Anjir Pelayaran

8. Saluran Irigasi

9. Terumbu karang

10. Gosong Pantai

25

Sistem klasifikasi yang digunakan dalam klasifikasi digital yakni berupa sistem

klasifikasi penutup lahan berdasarkan realita bahwa obyek yang terekam pada

citra digital berupa nilai-nilai spektral merupakan penutup lahan bukan merupakan

suatu penggunaan lahan. Kelas-kelas penggunaan lahan dapat diperoleh dengan

mengintregasikan informasi penutup lahan yang diperoleh dari klasifikasi digital

dan memperhatikan aspek fungsi dari informasi penutup lahan tersebut sebab

aspek fungsi tersebut tidak dapat direpresentasikan melalui nilai piksel.

Klasifikasi penutup lahan daerah penelitian juga sangat dipengaruhi oleh

pengetahuan tentang daerah dari interpreter terhadap pemilihan daerah sampel.

(Danoedoro, 1996).

Standar Nasional Indonesia (SNI) memberikan alternatif dalam hal mengenai

klasifikasi penutup lahan pada tabel 1.4.

Tabel 1.4 Klasifikasi Penutup Lahan Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI)

No Kelas Penutup Lahan Deskripsi

1 Daerah Bervegetasi Daerah yang liputan vegetasi minim 4 % sedikitnya selama 2 bulan dalam 1

tahun dengan liputan Linchens/mosses lebih dari 25 % ( jika tidak terdapat

vegetasi lain )

1.1 Daerah Pertanian Areal yang diusahakan untuk budidya tanaman pangan, perkebunan dan

holtikultura. Vegetasi alami telah dimodifikasi atau di hilangkan dan diganti

dengan tanaman antropogenik dan mmerlukan campur tangan manusia untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Antarmasa tanaman, area ini sering kali

tanpa tutupan vegetasi.Seluruh vegetasi yang tanam dengan tujuan untuk dipanen, termasuk dalam kelas ini.

1.1.1 Sawah Areal pertanian yang digenangi air atau diberi air baik dengan teknologi

pengairan, tadah hujan, lebak atau pasang surut yang dicirikan oleh pola

pematang, dengan ditanami jenis tanaman pangan berumur pendek ( padi )

1.1.2 Ladang, tegal, atau

huma

Lahan yang digunakan untuk kegiatan pertanian dengan jenis tanaman semusim

di lahan kering.

1.1.3 Perkebunan Areal yang tidak di usahakan untuk budidaya tanaman pangan atau holtikultura.

1.2 Daerah bukan pertanian

Areal yang tidak diusahakan untuk budidaya tanaman pangan dan holtikultura.

1.2.1 Hutan Lahan Kering Hutan yang tumbuh dan berkembang di habitat lahan kering yang dapat berupa

hutan dataran rendah, perbukitan, pegunungan, atau hutan tropis dataran tinggi.

1.2.2 Hutan Lahan Basah Hutan yang tumbuh berkembang pada habitat lahan bash berupa rawa, termasuk

rawa payau dan rawa gambut. Wilayah lahan basah berkarakteristik unik, yaitu , ( 1 ) dataran rendah yang membentang sepanjang pesisir, ( 2 ) wilayah

berelevasi rendah, ( 3 ) tempat yang di pengaruhi oleh pasang surut untuk wilayah dekat pantai, ( 4 ) wilayah dipengaruhi oleh musim yang terletak jauh

dari pantai, ( 5 ) sebagian besar wilayah tertutup gambut.

26

Tabel 1.4 Klasifikasi Penutup Lahan Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI)

No Kelas Penutup Lahan Deskripsi

1.2.3 Semak dan Belukar Kawasan lahan kering yang telah ditumbuhi berbagai vegetasi alami heterogen dan homogen yang tingkat kerapatannya

jarang hingga rapat. Kawasan tersebut dinominasi vegetasi

rendah ( alami ). Semak belukar di Indonesia biasanya kawasan bekas hutan dan biasanya tidak menampakan lagi

bekas atau bercak tebangan.

1.2.4 Padang rumput, alang –alang dan sabana.

Areal terbuka yang didominasi oleh jenis rumput tidak seragam.

1.2.5 Rumput rawa Rumput yang berhabitat di daerah rawa.

2 Daerah tak bervegetasi Daerah dengan total liputan vegetasi kurang dari 4 % selama

lebih dari 10 bulan, atau daerah dengan liputan lichens/mosses kurang dari 25% ( jika tidak terdapat vegetasi berkayu atau

herba ).

2.1 Lahan Terbuka Lahan tanpa tutupan baik yang bersifat alami, semi alami

maupun artidisial, menurut karakteristik permukaannya, lahan terbuka dapat dibedakan menjadi conscidated dan

unconsolidated surface.

2.2 Permukiman dan lahan bukan pertanian yang berkaitan.

Lahan terbangun dicirikan oleh adanya subsitusi penutup lahan yang bersifat alami dan semialami oleh penutup lhan yang

bersifat artifisial dan sering kedap air.

2.2.1 Lahan terbangun Area yang telah mengalami subsitusi penutup lahan alami

ataupun semi alami dengan penutup lahan buatan yang biasanya bersifat kedap air dan relatif permanen.

2.2.1.1 Permukiman Areal atau lahan yang digunakan sebagai lingkungan tempat

tinggal atau lingkungan hunian dan tempt kegiatan yang mendukung kehidupan.

2.2.1.2 Jaringan Jalan Jaringan prasarana transportasi yang di peruntukan bagi lalu

lintas kendaran.

2.2.1.2.1 - Jalan arteri Jalan yang melayani ngkutan utama dengan ciri – ciri perjalanan jarak jauh dan kecapatan rata – rata tinggi.

2.2.1.2.2 - Jalan Kolektor Jalan yang melayani angkutan dengan ciri – ciri perjalanan

jarak sedang dan kecepatan rata – rata sedang.

Tabel 1.4 Klasifikasi Penutup Lahan Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI)

No Kelas Penutup Lahan Deskripsi

2.2.1.3 Jaringan jalan kereta api Rel kereta api

2.2.1.4 Bandar udara

domestik/internasional

Bandar udara yang mempunyai fasilitas lengkap untuk penerbangan

dalam dan luar negeri.

2.2.1.5 Pelabuhan laut Tempat yang digunakan sebagai tempat sandar dan belabuhnya kapal laut beserta aktivitas penumpangnya dan bongkarmuat kargo.

2.2.2 Lahan tidak terbangun Lahan ini telah mengalami intervensi manusia sehingga penutup lahan (

semi alami ) tidak dapat dijumpai lagi. Meskipun demikian, lahan ini tidak menglami pembangunan sebagaimana terjadi pada lahan terbangun.

2.3 Perairan Semua kenmpakan perairan, termasuk laut, waduk, terumbu karang, dan

padang lamun.

2.3.1 Danau atau waduk Areal perairan dengn penggenangan air yang dalam dan permenen serta penggenangan dangkal termasuk fungsinya.

2.3.2 Rawa Genangan air tawar atau air payau yang luas dn permanen didaratan

2.3.3 Sungai Tempat mengalirnya air yang bersifat alamiah.

2.3.4 Anjir pelayaran Tempat mengalirnya air, bersifat artifisiak dn berasosiasi dengan laut atau

pantai dan kegiatan pelayaran.

2.3.5 Terumbu karang Kumpulan fauna laut yang berkumpul menjadi satu dan membentuk

terumbu.

Sumber : Badan Standarisasi Nasionaal (BSN)

27

1.5.8 Bentuk Lahan

Istilah bentuklahan memiliki berbagai arti tergantung dari sudut pandangdisiplin

ilmu tertentu. Ahli geologi mendefinisikan bentuklahan dalam arti sifat-sifat

permukaan yang memberikan fakta mengenai struktur geologi dan corak-corak

kerak bumi. Ahli kehutanan mengartikan bentuklahan sebagai petunjuk penting

baik mengenai sifat-sifat fisik dan kimia tanah maupun arti yang dapat tampak

dari suatu corak permukaan bumi atau kombinasinya. Ahli tanah menekankan

bentuklahan untuk pengenalan bahan induk tanah,tekstur tanah,potensi

kesuburan,kelembaban tanah,drainase tanah, dan tingkat kepekaan terhadap erosi.

Dilihat dari genesisnya (kontrol utama pembentuknya), bentuk lahan dapat

dibedakan menjadi :

Bentuk asal struktural

Bentuk asal vulkanik

Bentuk asal fluvial

Bentuk asal marine

Bentuk asal pelarutan karst

Bentuk asal Aeolen/glasial

Bentuk asal denudasional

1. Bentuk Lahan Asal Struktural

Bentuk lahan struktural terbentuk karena adanya proses endogen atau proses

tektonik, yang berupa pengangkatan,perlipatan, dan pensesaran. Gaya (tektonik)

ini bersifat konstruktif (membangun), dan pada awalnya hampir semua bentuk

lahan muka bumi ini dibentuk oleh kontrol struktural.

Pada awalnya struktural antiklin akan memberikan kenampakan cekung, dan

struktural horizontal nampak datar. Umumnya, suatu bentuk struktural masih

dapat dikenali, jika penyebaran struktural geologinya dapat dicerminkan dari

penyebaran reliefnya.

2. Bentuk Lahan Asal Vulkanik

Vulkanisme adalah berbagai fenomena yang berkaitan dengan gerakan magma

yang bergerak naik ke permukaan bumi. Akibat dari proses ini terjadi berbagai

bentuk lahan yang secara umum disebut bentuk lahan vulkanik. Umumnya suatu

28

bentuk lahan vulkanik pada suatu wilayah kompleks gunung api lebih ditekankan

pada aspek yang menyangkut aktivitas kegunungapian, seperti : kepundan,

kerucut semburan, medan-medan lahan dan sebagainya. Tetapi ada juga beberapa

bentukan yang berada terpisah dari kompleks gunung api misalnya dikes,slock,

dan sebagainya.

3. Bentuk Lahan Asal Fluvial

Bentukan asal fluvial berkaitan erat dengan aktifitas sungai dan air permukaan

yang berupa pengikisan,pengangkutan, dan jenis buangan pada daerah dataran

rendah seperti lembah,ledok, dan dataran alluvial.

Proses penimbunan bersifat meratakan pada daerah-daerah ledok, sehingga

umumnya bentuk lahan asal fluvial mempunyai relief yang rata atau datar.

Material penyusun satuan bentuk lahan fluvial berupa hasil rombakan dan daerah

perbukitan denudasional disekitarnya, berukuran halus sampai kasar, yang lazim

disebut sebagai alluvial.

Karena umumnya reliefnya datar dan litologinya alluvial, maka kenampakan

suatu bentuk lahan fluvial lebih ditekankan pada genesis yang berkaitan dengan

kegiatan utama sungai yakni erosi,pengangkutan,dan penimbunan.

4. Bentuk Lahan Asal Marine

Aktivitas marine yang utama adalah abrasi,sedimentasi,pasang-surut, dan

pertemuan terumbu karang. Bentuk lahan yang dihasilkan oleh aktifitas marine

berada di kawasan pesisir yang terhampar sejajar garis pantai. Pengaruh marine

dapat mencapai puluhan kilometer kearah darat, tetapi terkadang hanya beberapa

ratus meter saja.

Sejauh mana efektifitas proses abrasi,sedimentasi,pasang surut, dan

pertumbuhan terumbu pada pesisir ini, tergantung dari kondisi pesisirnya. Proses

lain yang sering mempengaruhi kawasan pesisir lainnya, misalnya : tektonik masa

lalu,berupa gunung api, perubahan muka air laut (transgresi/regresi) dan litologi

penyusun.

5. Bentuk Lahan Asal Pelarutan (Karts)

Bentuk lahan karst dihasilkan olehh proses pelarutan pada batuan yang mudah

larut. Menurut Jennings (1971), karst adalah suatu kawasan yang mempunyai

29

karakteristik relief dan drainase yang khas, yang disebabkan keterlarutan

batuannya yang tinggi. Dengan demikian karst tidak selalu batugamping,

meskipun hampir semua topografi karst tersusun oleh batu gamping.

6. Bentuk Lahan Asal Glasial

Bentuk lahan ini tidak berkembang di Indonesia yang beriklim tropis ini,

kecuali sedikit di Puncak Gunung Jaya Wijaya, Irian. Bentuk lahan asal glasial

dihasilkan oleh aktifitas es/gletser yang menghasilkan suatu bentang alam.

7. Bentuk Lahan Asal Aeolean (Angin)

Gerakan udara atau angin dapat membentuk medang yang khas dan berbeda

dari bentukan proses lainnya. Endapan angin terbentuk oleh pengikisan,

pengangkatan, dan pengendapan material lepas oleh angin. Endapan angin secara

umum dibedakan menjadi gumuk pasir dan endapandebu (LOESS)

Medan aeolean dapat terbentuk jika memenuhi syarat-syarat :

Tersedia material berukuran pasir halus-halus sampai debu dalam jumlah

banyak.

Adanya periode kering yang panjang disertai angin yang mampu

mengangkut dan mengendapkan bahan tersebut.

Gerakan angin tidak terhalang oleh vegetasi atau obyek lainnya.

8. Bentuk Lahan Asal Denudasional

Proses denudasional merupakan kesatuan dari proses pelapukan gerakan tanah

erosi dan kemudian di akhiri.

30

Bentuk Karst (K)

K1 Dataran tinggi karst

K2 Lereng dan perbukitan karst terkikis

K3 Kubah karst

K4 Bukit sisa batu gamping terisolasi

Bentukan Denudasional (D)

D1 Perbukitan terkikis

D2 Pegunungan terkikis

D3 Bukit sisa

D4 Bukit terisolasi

D5 Dataran nyaris

D6 Dataran nyaris yang terangkat

D7 Lereng kaki

D8 Pedimen (Permukaan

transportasi)

D9 Pidmony (Disected D7)

D10 Gawir (Lereng terjal)

D11 Kipas rombakan lereng

D12 Daerah dengan gmb lebih kuat

D13 Lahan rusak

Bentukan struktural (S)

S1 Blok sesar

S2 Gawir sesar

S3 Pegunungan antiklinal

S4 Perbukitan antiklinal

S5 Perbukitan sinklinal

S6 Pegunungan sinklinal

S7 Perbukitan sinklinal

S8 Pegunungan monoklinal

S9 Perbukitan monoklinal

S10 Pegunungan dome

S11 Perbukitan Dome

S12 Dataran tinggi

S13 Cuesta

S14 Hogback

S15 Flat iron

S16 Lembah antiklinal

S17 Lembah sinklinal

S18 Lembah subsekwen

S19 Sembul (Horst)

S20 Graben

S21 Perbukitan lipatan kompleks

31

K5 Dataran allivial karst

K6 Uvala, dolin

K7 Polje

K8 Lembah Kering

K9 Ngarai Karst

1.5.9 Overlay

Tenik overlay merupakan pendekatan yang sering di gunakan dalam

perencanaan tata guna lahan/landscape. Teknik overlay ini di bentuk melalui

penggunaan secara tumpang tindih (seri) suatu peta yang masing – masing

mewakili faktor penting lingkungan/lahan. Overlay merupakan suatu sistem

informasi dalam bentuk grafis yang dibentuk dari penggabungan berbagai peta

individu (memilki informasi/database yang spesifik). Melalui penggunaan teknik

overlay, berbagai kemungkinan penggunaan lahan dan kelayakan teknik dapat

ditentukan secara visual.

1.5.10 Penelitian Sebelumnya

Penelitian mengenai penggunaan lahan telah banyak dilakukan, masing –

masing penelitian memiliki karakteristik tersendiri. Pada umumnya, karakteristik

masing – masing penelitian tersebut dapat dilihat dari jenis data yang digunakan

adapun selengkapnya sebagai berikut :

1. Ipin saripin (2003) melakukan penelitian berjudul “Indentifikasi Penggunaan

lahan dengan Menggunakan Citra Landsat Thematic Mapper”, yaitu

menganalisa data citra landsat thematic mapper(TM) dan mengetahui manfaat

citra dalam mengidentifikasi penggunaan lahan dengan metode interpretasi

visual. Hasil dari penelitian ini adalah Citra Landsat thematic mapperdapat

mengidentifikasi penggunaan lahan dan Citra Landsat tidak mampu

membedakan obyek yang tidak spesifik dengan penggunaan lahan lainnya,

menggunakan perangkat lunak ER MAPPER.

2. Dian Puspitosari (2007) melakukan penelitian berjudul “Pemanfaatan Citra

Satelit SPOT 5 dalam pemetaan penggunaan lahan Kecamatan Pedurungan

32

Kota Semarang“, yaitu memetakan penggunaan lahan Kecamatan Pedurungan

Kota Semarang dengan metode teknik penginderaan jauh , penelitian ini

menghasilkan Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Pedurungan Kota

Semarang, menggunakan perangkat lunak Arc GIS 9.2

3. Azfia Agustina (2011) melakukan penelitian berjudul “Pemetaan

Penggunaan lahan dengan Analisis Citra Quickbird diwilayah Cibeunying

Kota Bandung”, Yaitu menganalisa citra quckbird untuk memetakan

penggunaan lahan diwilayah Cibeuying dan menganalisis pola lahan

diwilayah Cibeunying. Dengan metode teknik penginderaan jauh, penelitian

ini menghasilkan penggunaan lahan diwilayah Cibeunying diklasifikasikan

menjadi 34 kelompok dan pola persebarab keruangan penggunaan lahan,

menggunakan perangkat lunak Arc GIS 9.3.

Penelitian selengkapnya dapat di lihat pada table di bawah ini :

33

Tabel 1.5 Perbandingan penelitian – penelitian yang berkaitan dengan masalah penggunaan lahan

No Nama Tahun Judul Tujuan Metode

Analisis

Hasil Penelitian Perangkat lunak yang digunakan

1 Adi Febrianto 2007 Interpretasi Citra Satelit

SPOT untuk Pemetaan

Penggunaan Lahan

Kecamatan Semarang

Barat

a. Menyajikan peta penggunaan

lahan daerah kecamatan

Semarang Barat berdasarkan

hasilinterpretasi citra SPOT 5

tahun 2005.

b. Mengetahui seberapa besar

efektifitas pemanfaatan citra

satelit sebagai media

pembuatan peta tematik

penggunaan lahan.

Metode

Analisi

Spasial

a. Peta Penggunaan lahan

Kecamatan Semarang Barat.

b. Pemetaan yang

mengintegrasikan teknologi

penginderaan jauh dan

system informasi geografis

ternyata mampu

mempercepat proses

pemetaan penggunaan lahan

Arc GIS 9.2

2 Yulia Ari

Cahya Wulan

2008 Identifikasi Lokasi Pusat

Kegiatan Ekonomi

dengan Memanfaatkan

Teknik Penginderaan

jauh dan Sistem

Informasi Geografis di

Daerah Perkotaan

Yogyakarta

a. Menguji ketelitian

interpretasi citra quickbird

untuk memetakan parameter

penentu lokasi pusat

kegiatan ekonomi di daerah

perkotaan Yogyakarta

b. Memetakan lokasi pusat

kegiatan ekonomi di daerah

perkotaan

Metode

pengharkatan

Berimbang

a. Ketelitian interpretasi 95%

b. Peta lokasi pusat kegiatan

ekonomi daerah perkotaan

Yogyakarta memilki 3 kelas

yaitu pusat kegiatan tinggi

dan pusat kegiatan sangat

tinggi.

Arc GIS 9.3

34

Gambar 1.7 Diagram Alir

Citra ASTER VNIR

2010

Peta Bentuk Lahan

Kecamatan Sleman

Peta Administrasi

Kecamatan Sleman

Koreksi Geometrik &

Penajaman Citra

(SAGA GIS)

Pembatasan daerah

penelitian(SAGA GIS)

Citra ASTER VNIR

yang telah terkoreksi

Citra ASTER VNIR

daerah Kajian

Pembuatan training area

penutup lahan (SAGA

GIS)

Klasifikasi Citra Terawasi

(supervised) penutup lahan

(SAGA GIS)

Citra ASTER VNIR

terklasifikasi penutup

lahan

Overlay

(QUANTUM

GIS)

Citra ASTER VNIR teroverlay

penutup lahan dan bentuk lahan

Cek lapangan

Peta tentatif penggunaan lahan

Kecamatan Sleman

Reklasifikasi

(SAGA GIS)

Uji akurasi Peta Penggunaan Lahan Kecamatan

Sleman Skala 1 : 35.000

Keterangan :

: Data

: Proses

: Hasil akhir

: Kelanjutan proses