bab i pendahuluan 1.1 latar belakang...

39
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Secara harafiah cantik berarti sesuatu yang indah, elok dan rupawan. Namun dalam praktiknya, cantik selalu identik dengan penampilan lahiriah (fisik) seorang wanita. Definisi cantik memiliki arti yang universal. Arti kata cantik dimaknai berbeda-beda di setiap daerah atau negara sesuai dengan kebudayaan yang melingkupinya. Di Indonesia misalnya, wanita Jawa yang cantik merupakan wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut hitam legam yang berkilau, sedangkan wanita dari suku Dayak menilai kecantikan dengan memiliki bentuk daun telinga yang memanjang ke bawah dengan aksesoris anting-anting yang besar dan banyak, semakin panjang daun telinga maka semakin cantik dan semakin tinggi pula kelas sosial wanita tersebut. Namun seiring perkembangan jaman yang disertai dengan kemajuan teknologi, pesatnya arus informasi dan globalisasi, konsep cantik di Indonesia dan di beberapa belahan dunia mengalami pergeseran. Pengaruh globalisasi telah menyentuh semua aspek kehidupan manusia, termasuk tubuh atau penampilan diri juga mengalami perubahan melalui proses konstruksi. Pada sisi lain kehadiran media, tidak dapat diabaikan dalam mengkonstruksi kecantikan tubuh wanita. Jika pada era tahun 1960-an hingga 1970-an standar ideal mengenai wanita cantik yaitu wanita yang memiliki tubuh kurus, kulit hitam dan rambut berombak, maka di awal era tahun 80-an standar kecantikan tersebut berubah dan perubahan tersebut dipelopori oleh media. Konstruksi kecantikan pada wanita yang dibangun oleh media adalah kecantikan dengan kriteria seperti kulit putih bersih bak wanita Eropa, bertubuh tinggi dengan pinggang yang ramping, wajah simetris, rambut lurus panjang dan payudara penuh berisi. Pada era ini media telah berhasil membentuk dan mempengaruhi konsep cantik dan standar tubuh ideal seorang

Upload: lyquynh

Post on 18-Mar-2019

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78855/potongan/S1-2015... · wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Secara harafiah cantik berarti sesuatu yang indah, elok dan rupawan.

Namun dalam praktiknya, cantik selalu identik dengan penampilan lahiriah (fisik)

seorang wanita. Definisi cantik memiliki arti yang universal. Arti kata cantik

dimaknai berbeda-beda di setiap daerah atau negara sesuai dengan kebudayaan

yang melingkupinya. Di Indonesia misalnya, wanita Jawa yang cantik merupakan

wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut

hitam legam yang berkilau, sedangkan wanita dari suku Dayak menilai kecantikan

dengan memiliki bentuk daun telinga yang memanjang ke bawah dengan

aksesoris anting-anting yang besar dan banyak, semakin panjang daun telinga

maka semakin cantik dan semakin tinggi pula kelas sosial wanita tersebut.

Namun seiring perkembangan jaman yang disertai dengan kemajuan

teknologi, pesatnya arus informasi dan globalisasi, konsep cantik di Indonesia dan

di beberapa belahan dunia mengalami pergeseran. Pengaruh globalisasi telah

menyentuh semua aspek kehidupan manusia, termasuk tubuh atau penampilan diri

juga mengalami perubahan melalui proses konstruksi. Pada sisi lain kehadiran

media, tidak dapat diabaikan dalam mengkonstruksi kecantikan tubuh wanita. Jika

pada era tahun 1960-an hingga 1970-an standar ideal mengenai wanita cantik

yaitu wanita yang memiliki tubuh kurus, kulit hitam dan rambut berombak, maka

di awal era tahun 80-an standar kecantikan tersebut berubah dan perubahan

tersebut dipelopori oleh media. Konstruksi kecantikan pada wanita yang dibangun

oleh media adalah kecantikan dengan kriteria seperti kulit putih bersih bak wanita

Eropa, bertubuh tinggi dengan pinggang yang ramping, wajah simetris, rambut

lurus panjang dan payudara penuh berisi. Pada era ini media telah berhasil

membentuk dan mempengaruhi konsep cantik dan standar tubuh ideal seorang

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78855/potongan/S1-2015... · wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut

2

wanita. Secara tidak sadar para wanita ini telah dipaksa untuk mengubah cara

pandang mereka terhadap tubuh mereka sendiri, hal ini menyebabkan

berkurangnya kepercayaan terhadap penampilan diri mereka karena menganggap

bahwa citra tubuh (body image) mereka tidak sesuai dengan apa yang dibentuk

oleh media.

Konstruksi yang dilakukan media terhadap tubuh wanita ini pun didukung

dan diterapkan dalam pergaulan di masyarakat, di mana penampilan fisik seorang

wanita menjadi standar ideal untuk menilai kecantikannya. Makna kecantikan

seperti yang telah dijelaskan sebelumnya telah mengalami pergeseran, dari yang

bersifat pribadi (domestik), tetapi sekarang menjadi sangat umum dan

dipertontokan. Kecantikan, bahkan menjadi ajang kompetisi melalui berbagai

festival atau kontes, laiknya bentuk-bentuk kesenian lainnya, contohnya ajang

pemilihan Puteri Indonesia, Miss World, Miss Universe, dan kontes-kontes

kecantikan yang lainnya. Bahkan pasaran kerja pun tidak jarang menerapkan

model pengetesan berdasarkan atas kriteria kecantikan atau keindahan penampilan

seorang wanita, dengan menggunakan standarisasi yang disebut PBQ (A

Professional Beauty Qualification) atau Kualifikasi Kecantikan Professional,

perusahaan-perusahaan membuat seolah-olah tidak terjadi diskriminasi terhadap

perempuan, dengan alasan bahwa PBQ merupakan syarat untuk menerapkan

hubungan kerja yang mereka inginkan. Oleh standar tersebut kaum perempuan

dipaksa untuk selalu memikirkan kecantikan mereka. Di luar standar tersebut,

maka perempuan tidak dikategorikan cantik. Dari beberapa kasus pemutusan

hubungan kerja yang dialami oleh kaum perempuan, sebagian besar disebabkan

oleh tidak terpenuhinya syarat-syarat kecantikan yang telah ditentukan oleh

perusahaan. Praktik-praktik penerapan PBQ di suatu perusahaan kini kian marak

terjadi di berbagai belahan dunia, seperti yang terjadi di Korea Selatan. Di Korea

Selatan, wanita yang hanya memiliki single eyelid harus berusaha lebih keras

untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dibandingkan dengan wanita yang

memiliki double eyelid. Selain itu standar kecantikan mengenai ukuran tubuh pun

hingga sekarang masih diberlakukan di kalangan pekerja fashion, contohnya saja

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78855/potongan/S1-2015... · wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut

3

modeling. Di dunia modeling, model-model bertubuh kurus dengan kaki jenjang

masih menjadi primadona sedangkan model-model bertubuh besar (size plus)

diperlakukan dengan kurang baik, hanya ditawari sedikit pekerjaan bahkan

diremehkan dan dipandang sebelah mata. Hal ini merupakan contoh bagaimana

citra tubuh dikelola dalam suatu sistem sosial, politik dan kultural.

Kecantikan juga berhubungan erat dengan bagaimana cara berpakaian

yang baik, berperilaku yang baik, dan semua yang berkaitan dengan cara

memperlakukan tubuh dengan baik pula. Oleh karena itu, menjaga penampilan

oleh seorang wanita telah dianggap sebagai sebuah kewajiban. Tidak heran jika

banyak wanita yang berlomba-lomba untuk menjadi cantik sesuai dengan persepsi

cantik yang dimiliknya maupun yang dibentuk oleh media massa. Keinginan

wanita untuk tampil cantik ini pula lah yang dimanfaatkan oleh para produsen

untuk memproduksi berbagai macam jenis kosmetika. Tak heran jika dari hari ke

hari persaingan yang terjadi dalam industri kosmetika semakin ketat. Setiap

perusahaan berlomba menggunakan strategi pemasaran yang tepat agar dapat

memenangkan persaingan. Salah satu strategi yang digunakan adalah strategi

promosi melalui iklan. Menurut Djakfar (2007: 76) iklan dilukiskan sebagai

komunikasi antara produsen dan konsumen, antara penjual dan calon pembeli.

Dalam proses komunikasi itu iklan menyampaikan sebuah pesan. Dengan

demikian iklan bermaksud memberikan informasi dengan tujuan yang terpenting

adalah memperkenalkan produk atau jasa.

Melalui kegiatan periklanan standar mengenai kecantikan itu diciptakan

dan tertanam kuat di benak masyarakat. Para pembuat iklan menciptakan konsep

sosok ideal mengenai wanita cantik dengan berbagai ciri-ciri sehingga produk

kecantikan yang diiklankan dapat ditawarkan dan terjual kepada masyarakat luas,

misalnya untuk menjadi cantik harus memiliki kulit yang putih dan mulus.

Begitulah bagaimana iklan menanamkan nilai-nilai dan konsep ideal kecantikan

yang baru dengan menciptakan mitos kecantikan.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78855/potongan/S1-2015... · wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut

4

Secara tegas iklan telah membentuk sebuah ideologi tentang makna atau

image gaya hidup dan penampilan terutama tentang konsep kecantikan bagi

wanita. Hal ini memperjelas bahwa iklan yang disampaikan melalui media massa

memiliki peran yang sangat besar dalam memproduksi dan mengkonstruksi arti

gaya hidup dengan kecantikan sebagai big idea-nya (Winarni, 2009: 3).

Kehadiran pasar dan iklan yang memberikan janji-janji disertai berbagai

produk kecantikan, pada akhirnya membuat perempuan menjadi tidak berdaya dan

selalu ingin mengkonsumsi benda atau jasa demi sebuah kecantikan. Berbagai

jenis produk kecantikan, mulai dari harga yang paling murah sampai dengan yang

termahal, semuanya menjajikan pembentukan dan perawatan tubuh perempuan

menjadi cantik (Ibrahim, 2006: 115). Dalam konteks ini tubuh dijadikan sebagai

sebuah arena pertarungan untuk kecantikan. Kehadiran pasar dan iklan mode yang

berubah-ubah, menandakan bahwa betapa tubuh dan kecantikan memiliki arti

penting dalam kaitan dengan perubahan sosial budaya yang terjadi (Abdullah,

2006: 38).

Di saat produsen iklan sedang gencar memborbadir konsumen dengan

mengiklankan produk kosmetiknya menggunakan endorser dari kalangan public

figure dengan paras yang rupawan untuk menarik minat masyarakat, berbeda hal

dengan yang dilakukan oleh produk perawatan tubuh (skincare) asal Belanda,

Dove. Dove justru menggunakan model wanita biasa dalam iklannya, bahkan

cenderung tidak tampak cantik. Dove sendiri merupakan sebuah brand produk

kosmetik yang berkonsentrasi pada produk perawatan tubuh seperti sabun mandi,

shampoo, hand and body lotion serta deodorant. Dove mencoba menjadi salah

satu brand skincare/toiletries yang bergerak melawan arus mainstream mengenai

definisi „tubuh‟ seorang wanita. Dove mencoba untuk mengubah standar

kecantikan yang telah tertanam dalam benak masyarakat selama ini. Untuk

merealisasikan komitmennya maka sejak tahun 2004, Dove mulai meluncurkan

strategi pemasaran yang berupa rangkaian advertising campaign yang diberi judul

for Real Beauty dalam rangka mengubah mindset dan mitos yang salah tentang

kecantikan wanita.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78855/potongan/S1-2015... · wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut

5

Pada tahun 2013, Dove kembali meluncurkan iklan yang bertajuk “Real

Beauty Sketches”. Iklan ini hadir sebagai akibat dari adanya stereotype tentang

kecantikan yang membuat para wanita tidak percaya diri dengan dirinya sendiri.

Fokus penelitian ini terletak pada naskah teks iklan Dove “Real Beauty Sketches”

untuk menganalisis konstruksi pemaknaan yang terdapat pada teks tersebut.

Dengan lebih berkonsentrasi pada tanda-tanda yang ditampilkan dalam iklan,

sehingga dapat mengungkap bagaimana proses rekonstruksi makna cantik terjadi

dan dapat mengidentifikasi maksud yang sebenarnya dibalik pembuatan iklan

tersebut.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, perumusan

masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :

“Bagaimana proses rekonstruksi kecantikan yang terjadi pada teks iklan

produk perawatan tubuh (toiletries) khusus wanita Dove “Real Beauty

Sketches”?”

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan secara keseluruhan

mengenai makna kecantikan wanita yang disampaikan oleh produk kosmetik

Dove melalui iklan kampanyenya di media massa dengan mengindentifikasi

makna-makna yang terkandung dalam naskah teks iklan tersebut melalui contoh

kasus salah satu iklan Dove yang bertajuk “Real Beauty Sketches”.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78855/potongan/S1-2015... · wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut

6

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1.4.1 Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi

pengembangan ilmu komunikasi, serta sebagai tambahan referensi bahan pustaka,

khususnya penelitian tentang semiotika dengan minat pada kajian iklan.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan deskripsi dalam membaca

makna yang terkandung dalam sebuah teks iklan melalui perangkat analisis

semiotika. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi

agensi periklanan mengenai strategi dan pendekatan yang tepat untuk

mengiklankan produk kecantikan wanita agar dapat diterima dengan baik oleh

segmen yang dituju.

1.5 KERANGKA PEMIKIRAN

1.5.1 Representasi Kecantikan dalam Iklan Sebagai Proses Mengkonstruksi

Citra Tubuh

Ada banyak nilai atau tanda yang digunakan untuk mengekspresikan

cantik. Media massa memiliki peran yang besar dalam memproduksi dan

mengkonstruksi nilai atau tanda ini. Salah satu jenis media massa yang digunakan

untuk memproduksi nilai atau tanda ini adalah iklan. Iklan dalam fokus penelitian

ini adalah iklan televisi atau iklan berbentuk video yang disebarkan melalu media

massa seperti channel youtube. Jenis iklan yang dimaksud merupakan iklan

kosmetik dengan target pasar sebagian besar adalah kaum wanita. Iklan telah

banyak memproduksi nilai-nilai yang mengekspresikan konsep cantik. Melalui

visualisasi berupa gambar bergerak full color, tagline yang menarik, endorser

yang rupawan dan didukung oleh audio yang berupa musik dan bahasa persuasif

iklan sehingga dapat menarik perhatian audiens.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78855/potongan/S1-2015... · wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut

7

Iklan berusaha menampilkan mitos terhadap identitas individu, identitas di

sini merujuk pada „kecantikan‟ (konsep cantik). Konsep ini mungkin tidak terlalu

menyatu dengan istilah identitas, tapi sebagai suatu predikat, sebutan „cantik‟

menjadi salah satu identitas yang ingin dicapai oleh individu. Media, dalam hal ini

iklan, menampilkan kecantikan dalam suatu budaya tertentu. Kecantikan

dikonstruksi dari suatu realitas sosial budaya dan kemudian direkayasa dan

disajikan lagi kepada khalayak. Kecantikan yang ditampilkan merupakan

kecantikan yang dibentuk oleh media tersebut, dengan agenda tertentu yang

melatari media atau iklan tersebut.

Salah satu bentuk operasionalisasi pembentukan identitas oleh media

adalah dengan memberikan penawaran-penawaran citra tertentu terhadap tubuh.

Misalnya dalam media massa dan iklan ditampilkan bagaimana cara merawat

wajah, rambut yang sehat, kulit yang cerah, sampai pada hal yang abstrak seperti

melakukan pembatasan tentang apa yang indah dan yang tidak indah, atau cantik

dan tidak cantik. Seperti wajah yang berjerawat selalu diidentikkan dengan wajah

yang kurang bersih, rambut keriting atau bergelombang digambarkan sebagai

rambut yang susah diatur, kulit coklat diidentikkan dengan kulit yang kusam dan

seterusnya. Pembentukan citra ini ditekankan pada tubuh manusia.

Tubuh manusia dalam iklan adalah suatu representasi. Debat tentang

apakah representasi dalam media massa merupakan refleksi “dunia nyata” ataukah

hasil konstruksi, telah berakhir dan pandangan bahwa representasi dalam media

massa adalah refleksi “dunia nyata” tampaknya sudah ditinggalkan. Representasi

lebih dilihat sebagai suatu proses mengkonstruksi dunia sekitar kita dan juga

proses memaknainya. Sturken dan Cartwrigth dalam bukunya Practice of Looking

menjelaskan:

Representasi merujuk pada penggunaan bahasa dan imaji untuk menciptakan

makna tentang dunia sekitar kita. Kita menggunakan bahasa untuk memahami,

menggambarkan dan menjelaskan dunia yang kita lihat, dan demikian juga

dengan penggunaan imaji. Proses ini terjadi melalui sistem representasi, seperti

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78855/potongan/S1-2015... · wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut

8

media bahasa dan visual, yang memiliki aturan dan konvensi tentang bagaimana

mereka diorganisir (Sturken & Cartwrigth, 2001).

Representasi tubuh dalam iklan terdiri dari signifikasi imaji-imajinya.

Beberapa imaji yang bisa merepresentasikan tubuh antara lain: ras, seks (jenis

kelamin), ukuran (langsing, gemuk, tinggi, pendek), rambut, tatapan, dan fashion.

Seluruh imaji ini menandakan nilai tertentu, seperti nilai kecantikan,

heteroseksualitas, kemudaan, feminitas sampai pada nilai baik dan buruk, benar

dan salah, normal tidak normal.

Mengeksplorasi makna imaji-imaji adalah dengan menyadari bahwa imaji-

imaji tersebut diproduksi dalam dinamika kekuasaan dan ideologi (Sturken &

Cartwrigth, 2001). Tubuh yang terlihat adalah representasi dari suatu bentuk

hubungan kekuasaan. Apa “yang terlihat” menandakan posisi dan aliran

kekuasaan, sekaligus juga menandakan mana yang berhak ada dan mana yang

tidak berhak, apa yang normal dan yang tidak.

Iklan pada dasarnya adalah komunikasi untuk menarik perhatian audiens.

Bisnis iklan bisa dikatakan sebagai bisnis “kejutan”. Iklan harus memiliki nilai

kejutan (shock value). Iklan berlomba untuk tampil lebih mengejutkan dari iklan

saingannya. (Sunardi, 2002). Iklan televisi dengan segmentasi pasar yang

menyasar khusus untuk wanita sebagian besar adalah iklan produk yang langsung

berkaitan dengan tubuh, seperti produk kosmetik, pembalut wanita, pakaian,

sepatu dan sebagainya. Maka tidak heran jika iklan tersebut merasa wajib

menampilkan sosok tubuh model (endorser) sebagai pengejut utama. Nilai kejutan

di sini hanya sebatas mempengaruhi audiens untuk memperhatikan iklan tersebut.

Sebagian besar iklan kosmetik di televisi lebih mengedepankan unsur

stereotip. Tubuh yang hadir selain sarana untuk menarik perhatian juga sebagai

sarana penegasan imaji yang sudah umum di masyarakat. Nilai seksi pada iklan

pelangsing tubuh contohnya, selalu menampilkan tubuh langsing model dibalut

kaos atau gaun ketat yang membentuk lekukan tubuh. Itulah nilai seksi yang

berlaku saat ini, tidak baru dan tidak mengejutkan. Tujuan utama iklan-iklan

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78855/potongan/S1-2015... · wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut

9

tersebut adalah untuk memperkuat stereotip yang ada, melalui penggunaan tubuh

para model (endorser) yang dianggap sebagai standar kecantikan bagi audiens.

Dari sini peneliti berpendapat bahwa media memiliki peran dan kendali untuk

mengkonstruksi suatu nilai, dalam hal ini citra tubuh perempuan dan kemudian

merepresentasikannya menjadi satu kesatuan utuh yang disebut „kecantikan‟.

1.5.2 Visualisasi Kecantikan dan Konstruksi Realitas dalam Iklan

Kecantikan telah dipandang sebagai sesuatu yang sangat berharga,

sehingga tak jarang perempuan sangat terobsesi untuk mendapatkan kecantikan.

Tempat-tempat kebugaran, spa, salon kecantikan, toko kosmetik dan berbagai

institusi kecantikan yang lain menjadi tempat-tempat yang diminati perempuan

untuk mengubah dirinya menjadi cantik. Bahkan, mereka tidak segan untuk

mengeluarkan biaya yang cukup besar demi mendapatkan kecantikan sesuai

standar yang dibentuk oleh media maupun yang berlaku di masyarakat. Inilah

yang dimanfaatkan oleh kapitalis.

Saat ini identitas perempuan berada dalam konstruksi sosial yang

diciptakan oleh kaum kapitalis. Bagi kapitalis, kecantikan merupakan salah satu

wilayah strategis yang dapat dijadikan objek komoditas. Maka dari itu, mitos-

mitos kecantikan benar-benar dikembangkan dan disosialisasikan untuk

menumbuhkan keinginan dalam diri perempuan. Berbagai komoditi atau produk

kecantikan diproduksi untuk memenuhi kebutuhan perempuan dalam rangka

menjadi cantik dan menarik.

Sedangkan dari pandangan feminisme, kecantikan dipandang sebagai

sebuah mitos yang dikosntruksi secara sosial, politik, dan ekonomi pada sebuah

kebudayaan tertentu. Mitos kecantikan yang yang selalu mengeksploitasi potensi

perempuan ini bagi kalangan feminis bahkan merupakan mitos yang dianggap

sebagai salah satu bentuk dominasi dari sistem patriarki. Pelekatan berbagai

stereotip terhadap tubuh perempuan ini telah mencabut kuasa atas dirinya karena

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78855/potongan/S1-2015... · wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut

10

menurut Halley (1998), stereotip digunakan untuk mendefinisikan perempuan dan

mengontrol mereka. Perempuan didefinisikan dalam hubungannya dengan laki-

laki. Dari sini dapat disimpulkan bahwa kewajiban perempuan untuk menjadi

cantik tidak hanya dipengaruhi oleh kekuatan kapitalis saja namun juga patriarki.

Jerat kapitalis-patriarkis mengkonstruksi body image (citra tubuh) perempuan

sebagai “legitimasi eksistensi”, sehingga perempuan harus terus mengidealkan

tubuhnya untuk bisa diakui eksistensinya. Budaya masyarakat yang semacam itu

selalu memandang tubuh perempuan sebagai objek.

Media massa turut bertanggung jawab dalam mengkonstruksi realitas

tentang kecantikan. Nilai-nilai yang terkandung di dalam strategi kapitalisme-

patriarki mensosialisasikan perempuan untuk memperlakukan tubuhnya lebih

sebagai sebuah objek untuk diamati. Sobur, (2004:89) menjelaskan bagaimana

media membangun kostruksi realitas terhadap isi media yang disampaikan kepada

khalayak. Isi media pada hakikatnya adalah hasil konstruksi realitas dengan

bahasa sebagai perangkat dasarnya. Sedangkan bahasa bukan saja sebagai alat

merepresentasikan realitas, namun juga bisa menentukan relief seperti apa yang

akan diciptakan oleh bahasa tentang realitas tersebut. Akibatnya, media massa

mempunyai peluang yang sangat besar untuk mempenggaruhi makna dan

gambaran yang dihasilkan dari realitas yang dikonstruksinya.

Sebagai contoh adalah iklan pemutih kulit. Secara tekstual, pencitraan

yang diberikan adalah penyamarataan antara kulit yang putih dengan kecantikan.

Hal ini dapat dilihat dari narasi yang dibangun berupa adanya ketertarikan pria

hanya kepada wanita yang memiliki kulit yang putih. Secara wacana, iklan

pemutih kulit pada wanita ini menunjukkan ketundukan seorang wanita terhadap

kekuasaan pria, dimana dapat dilihat dari cara wanita yang harus mengubah

warna kulitnya yang berwarna menjadi putih. Khalayak pemirsa diajak untuk

beropini bahwa kulit yang putih adalah superior dan wanita diajak untuk

mengganti warna kulitnya dengan warna putih. Ini adalah bentuk konstruksi

realitas yang ada dimana menurut Naomi Wolf (2004), model pencitraan yang

mensyaratkan perempuan bisa dikatakan cantik dengan harus putih dan langsing

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78855/potongan/S1-2015... · wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut

11

adalah merupakan mitos yang menghanyutkan. Dia menjelaskan bahwa mitos

tersebut telah merusak perempuan dan membuat mereka terobsesi meraih citra

ideal tentang kesempurnaan fisik. Bahkan tidak sedikit perempuan tega merusak

diri sendiri karena terpenjara oleh mitos kecantikan tersebut.

1.5.2.1 Konstruksi Realitas dalam Iklan

Peter L. Berger dan Thomas Luckman (1990), menggambarkan proses

sosial melalui tindakan dan interaksinya, dimana individu menciptakan secara

terus menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subyektif.

Berger dan Luckman (Bungin, 2008:14) menjelaskan realitas sosial dengan

memisahkan pemahaman „kenyataan dan pengetahuan‟. Realitas diartikan sebagai

kualitas yang terdapat di dalam realitas-realitas yang diakui sebagai memiliki

keberadaan (being) yang tidak tergantung kepada kehendak kita sendiri.

Pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa realitas-realitas itu nyata

(real) dan memiliki karakteristik yang spesifik.

Berger dan Luckman memandang realitas sosial terbentuk melalui tiga

tahap, yaitu eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Eksternalisasi yaitu

usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan

mental maupun fisik yang ditandai oleh hubungan antar manusia dengan

lingkungan dan dengan dirinya sendiri. Objektivasi adalah suatu proses di mana

objek yang memiliki makna umum sebelum seorang individu lahir di dunia. Hasil

objektivasi ini kemudian dikenal dengan nama pengetahuan. Sedangkan proses

internalisasi adalah proses di mana individu terlahir tidak langsung menjadi

anggota masyarakat. Melalui internalisasi, manusia menjadi produk masyarakat.

Teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger dan

Luckman telah direvisi dengan melihat variabel atau fenomena media massa

menjadi sangat substansi dalam proses eksternalisasi, subyektivasi, dan

internalisasi inilah yang kemudian dikenal sebagai “konstruksi sosial media

massa”. Substansi dari konstruksi sosial media massa ini adalah pada sirkulasi

informasi yang cepat dan luas sehingga konstruksi sosial berlangsung dengan

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78855/potongan/S1-2015... · wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut

12

sangat cepat dan sebarannya merata. Realitas yang terkonstruksi itu juga

membentuk opini massa, massa cenderung apriori dan opini massa cenderung

sinis.

Gambar 1.1 Proses Konstruksi Sosial Media Massa

Berger dan Luckman menganggap proses di mana orang menciptakan

realitas kehidupan sehari-hari sebagai konstruksi realitas simbolik. Menurut

mereka, dunia sosial adalah produk manusia, dan bukan sesuatu yang given.

Dunia sosial dibangun melalui tipifikasi-tipifikasi yang memiliki referensi utama

pada obyek dan peristiwa yang dialami secara rutin oleh individu dan dialami

bersama dengan orang lain dalam pola yang taken for granted. Dan generasi yang

lebih muda akan mempelajari realitas ini melalui proses sosialisasi, seperti mereka

mempelajari hal-hal lain yang membangun dunia, yang mereka temui sehari-hari

(Noviani, 2002:52).

Berdasarkan pandangan Berger dan Luckman mengenai konstruksi realitas

sosial, bahwa realitas sosial tidak terjadi dalam ruang hampa, tetapi sarat dengan

PROSES SOSIOLOGIS SIMULTAN

Realitas terkonstruksi :

Lebih cepat

Lebih luas

Sebaran merata

Membentuk opini massa

Massa cenderung

terkonstruksi

Opini massa cenderung

apriori

Opini massa cenderung sinis

M

E

D

I

A

M

A

S

S

A

EKSTERNALISASI

Objektif

Subjektif

Intersubjektif

OBJEKTIVASI

INTERNALISASI

CHANNEL SOURCE MESSAGE

EFFECTS RECEIVER

Sumber : Peter L. Berger dan Thomas Luckman (1990)

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78855/potongan/S1-2015... · wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut

13

kepentingan-kepentingan, maka salah satu kepentingan di sana adalah

kepentingan media massa. Media massa, dalam hal ini iklan, lazim melakukan

berbagai tindakan dalam konstruksi realitas di mana hasil akhirnya berpengaruh

kuat terhadap pembentukan makna atau citra tentang suatu realitas. Salah satu

tindakan itu adalah dalam hal pilihan leksikal atau symbol (bahasa). Misalnya,

sekalipun media massa hanya bersifat melaporkan, tapi jika pemilihan kata, istilah

atau sebuah symbol yang secara konvensional memiliki arti tertentu di tengah

masyarakat, tak pelak akan mengusik perhatian masyarakat tersebut (Sobur, 2002:

91-92).

Iklan sebagai salah satu media massa memang telah menjadi bagian dari

masyarakat industri kapitalis yang mempunyai kekuatan besar dan sulit untuk

dielakkan. Iklan menyediakan gambaran tentang realitas, dan sekaligus

mendefinisikan keinginan dan kemauan individu maupun kelompok. Iklan

mendefinisikan apa itu gaya, dan apa itu selera bagus, bukan sebagai sebuah

kemungkinan atau saran, melainkan sebagai sebuah tujuan yang diinginkan dan

tidak bisa untuk dipertanyakan (Noviani, 2002:49). Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa iklan adalah sebuah cermin yang memantulkan kembali realitas-

realitas sosial yang terjadi di masyarakat. Iklan merangkum aspek-aspek realitas

sosial. Bahkan lebih jauh lagi, berbagai pengaruh psikologis yang bersifat

individu dari iklan tersebut lambat laun akan mengkristal secara kolektif dan

menjadi perilaku masyarakat umum. Perilaku masyarakat umum ini pada

gilirannya membentuk sistem nilai, gaya hidup, maupun standar budaya tertentu,

termasuk mempengaruhi standar moral, etika, maupun estetika (Widyatama,

2007: 164).

1.5.3 Periklanan Sebagai Medium Rekonstruksi Sosial

Bagaimana perempuan menilai tubuhnya akan sangat berkaitan dengan

bagaimana lingkungan sosial dan budaya di luar dirinya menilai tubuh

perempuan. Artinya kalangan perempuann akan selalu berusaha untuk

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78855/potongan/S1-2015... · wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut

14

menyesuaikan bentuk tubuhnya sesuai dengan sosial dan budaya masyarakat,

sampai dengan tingkatan ini kecantikan dipandang relatif bagi sebagian kalangan.

Namun kini media massa yang merambah berbagai budaya telah banyak

mengubah citra kecantikan wanita dalam budaya-budaya tersebut. Salah satu ciri

kecantikan modern adalah tubuh yang ramping (Mulyana, 2005). Mitos

kecantikan yang menghinggapi kaum perempuan akhirnya berujung pada

banyaknya konsepsi yang dibangun secara sosial berkaitan dengan makna cantik

yang kecenderungan definisinya, adalah banyak berangkat dari analisis secara

fisik semata.

Dalam konsep Hierarki kebutuhan yang dipopulerkan oleh Abraham

Maslow (1984), kecantikan merupakan hal yang bisa membinggungkan untuk di

kita pahami. Adapun hirarki kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Kebutuhan fisiologis atau dasar

2. Kebutuhan akan rasa aman

3. Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi

4. Kebutuhan untuk dihargai

Pada empat tingkatan kebutuhan manusia banyak orang memperkirakan

kecantikan masuk dalam tingkatan ke-empat yaitu Self Esteem atau kebutuhan

akan penghargaan. Penjabaran dari kebutuhan ini biasanya disebutkan seperti

pujian, apresiasi dari orang lain, rasa kagum, rasa hormat dan lain-lain terhadap

diri seorang perempuan. Berdasarkan Teori Maslow mengenai motif pemenuhan

kebutuhan manusia maka cantik termasuk dalam kebutuhan akan penghargaan,

bahwa seseorang ingin ‟‟dilihat‟‟.

Dengan kekhawatiran kaum perempuan akan kehilangan penghargaan atas

diri sendiri karena terjebak dengan mitos kecantikan yang selama ini diagungkan,

kini mulai ada beberapa gerakan sosial baik dari kaum feminis maupun beberapa

industri kecantikan yang meluncurkan kampanye sosial dalam rangka

menyadarkan kaum perempuan bahwa cantik tidak hanya dari tampilan fisik

semata. Tujuan utama gerakan ini adalah melakukan perombakan konsep

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78855/potongan/S1-2015... · wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut

15

kecantikan dari mitos dominan yang dibawa oleh boneka Barbie menjadi lebih

manusiawi. Boneka Barbie disinyalir berperan menjadi salah satu pembentuk citra

perempuan cantik. Barbie bisa disebut sebagai miniatur dan refleksi dari

kehidupan perempuan masa kini. Barbie menancapkan stigma bahwa perempuan

cantik haruslah berfisik tinggi, langsing, berkulit cerah, dan berambut panjang.

Disadari atau tidak Barbie telah menetapkan sebuah standar kecantikan seorang

perempuan yang berlaku di masyarakat. Didukung oleh media, stigma kecantikan

Barbie ini kemudian diperkuat dan terus mengakar hingga sekarang. Tidak heran

banyak wanita terobsesi untuk menjadi cantik ala boneka Barbie, seperti seorang

gadis asal Ukraina bernama Valeria Lukyanova yang rela menghabiskan milyaran

rupiah biaya operasi plastik hanya untuk mendapatkan tampilan seperti laiknya

boneka Barbie sungguhan. Langkah Valeria inipun kemudian ditiru oleh lebih

banyak perempuan lainnya seperti Alina Kobalevskaya, Olga Oleynik dan Lolita

Richi. Dalam tahap ini tingkat kebutuhan wanita untuk dihargai atas kecantikan

sudah mencapai taraf mengkhawatirkan. Oleh sebab itu dibutuhkan wacana

rekonstruksi kecantikan sebagai counter hegemoni terhadap mitos dominan

tentang kecantikan dalam hal ini Barbie culture.

Salah satu produsen produk perawatan tubuh (toiletries) yang menjadi

fokus dalam penelitian ini, menyadari akan hal tersebut. Berdasarkan studi global

yang dilakukan oleh Dr. Nancy Etcoff dari Harvard University yang berjudul “The

Real Truth About Beauty : A Global Report” (2004) ditemukan fakta bahwa hanya

4% wanita di dunia yang menganggap diri mereka cantik dan 54% setuju bahwa

mereka adalah kritikus terburuk ketika menilai penampilan atau kecantikan diri

mereka sendiri. Inilah awal inisisasi Dove, sebagai salah satu brand kecantikan

dari Unilever untuk berkomitmen menyadarkan 96% wanita lainnya yang

menganggap dirinya tidak cantik bahwa mereka sebenarnya cantik dengan cara

mereka sendiri. Salah satu strategi yang digunakan oleh Dove, untuk meluncurkan

kampanyenya adalah dengan pemanfaatan media massa, salah satunya adalah

dengan iklan.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78855/potongan/S1-2015... · wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut

16

Iklan memiliki pengaruh dalam menciptakan kriteria daya tarik seseorang.

Mitos-mitos kecantikan dan feminitas dipadatkan dalam gambar visual tubuh.

Melalui iklan, konsep tubuh ideal diproduksi, direproduksi, dan didistribusikan.

Idealisasi yang dibentuk oleh iklan mendorong masyarakat untuk melakukan

perombakan atas tubuhnya. Apa yang muncul di iklan atau media massa pada

umumnya dianggap sebagai suatu nilai baru yang selalu diekspolarasi. Hal ini

tidak terlepas dari peran iklan sebagai salah satu media persuasif yang dapat

membujuk atau mempengaruhi orang. Inilah yang menjadikan iklan sebagai

medium yang tepat untuk merekonstuksikan wacana cantik sesuai dengan tujuan

yang diinginkan oleh pengiklan dalam hal ini Dove.

Iklan sebagai media persuasif diharuskan menyampaikan pesan dengan

tampilan bahasa yang menarik dan sentuhan cita rasa estetik yang atraktif. Hal

tersebut mutlak diperlukan dalam mengemas iklan untuk merebut perhatian

publik, mengingat derasnya arus informasi di media massa saat ini. Ketatnya

persaingan produk dan merk dagang menuntut iklan harus bersaing dengan iklan

yang lain, di samping merebut perhatian publik dari informasi yang lain. Seperti

ditegaskan oleh Sternthal & Craig (1982) bahwa di negara yang terkena era

globalisasi, setiap hari rata-rata orang dibombardir dengan ribuan pesan komersial

yang tak sebanding dengan kapasitas orang menyerap pesan. Boleh dikata kurang

dari satu persen pesan media yang dapat direaksi publik, termasuk di dalamnya

iklan. Keadaan tersebut menggambarkan iklan harus bersaing dengan iklan

maupun informasi yang lain. Oleh karena itu tidak mengherankan bila iklan harus

menampilkan baik bahasa dan segenap aplikasi yang mendukung dapat menarik

perhatian publik dan sekaligus dapat memberi citra produk yang ditawarkan.

Selain itu kefektifan pesan memegang peranan penting dalam iklan. Orang

akan membaca iklan atau mengabaikannya setelah dua detik pertama, maka dua

detik kemudian harus dimanfaatkan untuk menarik perhatian Dyer (1982). Iklan

di samping menarik, juga efektif dalam pesan, yakni mudah dimengerti pada saat

dibaca sekilas, serta dapat berkomunikasi secara tepat dengan masyarakat yang

dituju sekaligus memberi citra produk yang dapat membujuk Seperti ditegaskan

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78855/potongan/S1-2015... · wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut

17

Khasali (1992: 87) bahwa iklan harus memperhatikan aspek singkat, padat kata-

kata dan ilustrasi menarik serta komunikatif, disamping pertimbangan

kesederhanaan dan sopan dengan penekanan pada keyakinan atas apa yang

ditulisnya. Sehubungan dengan hal itu, tentunya iklan harus mempertimbangkan

faktor sosial-budaya.dan dalam perancangannya kode-kode sosial menjadi

pertimbangan agar terjadi frame of reference.

1.5.4 SEMIOTIKA

Semiotika berasal dari bahasa Yunani, yaitu semeion yang berarti tanda.

Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial

yang terbangun sebelumnya, dapat mewakili sesuatu yang lain (Eco, 1979). Alex

Sobur mendefinisikan semiotika sebagai suatu ilmu atau metode analisis untuk

mengkaji tanda. Tanda-tanda (signs) adalah basis dari seluruh komunikasi

(Littlejohn, 1996). Tanda-tanda adalah perangkat yang dipakai dalam upaya

berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama

manusia. Semiotika─atau dalam istilah Barthes, semiologi─pada dasarnya hendak

mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things).

Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan

mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek

tidak hanya membawa informasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur

dari tanda (Kurniawan, 2001).

Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri, dan makna

(meaning) ialah hubungan antara suatu objek atau ide dan suatu tanda (Littlejohn,

1996). Konsep dasar ini mengikat bersama seperangkat teori yang amat luas

berhubungan dengan simbol, bahasa, wacana, dan bentuk-bentuk non-verbal,

teori-teori yang menjelaskan bagaimana tanda berhubungan dengan maknanya

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78855/potongan/S1-2015... · wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut

18

dan bagaimana tanda disusun (Sobur, 2003). Semiotik memiliki tiga bidang studi

utama:1

1. Tanda itu sendiri (the sign itself). Hal ini meliputi studi tentang variasi

tanda yang berbeda, cara tanda yang berbeda dalam penyampaian

makna, dan cara tanda berhubungan dengan orang-orang yang

menggunakannya.

2. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda (the codes or system

into which sign are organized). Studi ini mencakup cara berbagai kode

dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat atau

budaya.

3. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja (the culture within which

these codes and signs operate). Hal ini selanjutnya bergantung pada

penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk keberadaan dan

bentuknya sendiri.

Menurut Charles Morris, kajian semiotika pada dasarnya dapat dibedakan

ke dalam tiga cabang penyelidikan (branches of inquiry) yakni sintaktik,

semantik, dan pragmatik (Wibowo, 2011) :

1. Sintaktik (syntactics) atau sintaksis (syntax) yaitu suatu cabang

penyelidikan semiotika mengkaji hubungan-hubungan formal di antara

satu atau tanda-tanda yang lain. Dengan begitu hubungan-hubungan fomal

ini merupakan kaidah-kaidah yang mengendalikan tuturan dan interpretasi,

pengertian sintaktik kurang lebih adalah semacam gramatika.

2. Semantik (semantics) yaitu suatu cabang penyelidikan yang mempelajari

hubungan di antara tanda-tanda sebelum digunakan dalam tuturan tertentu.

3. Pragmatik (pragmatics) yaitu suatu cabang penyelidikan semiotika yang

mempelajari hubungan di antara tanda-tanda interpreter-interpreter atau

para pemakainya─pemakaian tanda-tanda. Pragmatik secara khusus

berurusan dengan aspek-aspek komunikasi, khususnya fungsi-fungsi

situasional yang melatari tuturan.

1 Fiske, John. 1990. Introduction to Communication Studies. London & NY: Routledge. hal.40.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78855/potongan/S1-2015... · wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut

19

Semiotika mengenal dua tradisi, yaitu berdasarkan pada penemu kajian

semiotik Charles Sander Peirce, filosof dari Amerika (1839-1914) dan Ferdinand

de Saussure, ahli linguistik dari Swiss (1857-1913). Keduanya sama-sama

memfokuskan kajiannya pada elemen tanda (sign). Saussure lebih menaruh

perhatian pada tanda sebagai sebuah sistem dan struktur, akan tetapi tidak

mengabaikan penggunaan tanda secara konkret oleh individu-individu didalam

konteks sosial. Sedangkan Peirce, meskipun menekankan produksi tanda, secara

sosial dan proses interpretasi yang tanpa akhir, ia tidak mengabaikan sistem tanda.

Kedua semiotika ini justru hidup dalam relasi saling mendinamisasi. Saussure

berpendapat tanda memiliki dua entitas, yaitu signifier (penanda) dan signified

(petanda). Signifier adalah bunyi yang bermakna (aspek material), yaitu apa yang

dikatakan dan apa yang ditulis atau dibaca. Signified adalah gambaran mental,

yaitu pikiran atau konsep (aspek mental) dan bahasa.

Setelah kemunculannya, banyak ahli-ahli yang mengkaji kembali studi

tentang semiotika tersebut, salah satunya Roland Barthes. Menurut Roland

Barthes semiotik tidak hanya meneliti mengenai penanda dan petanda, tetapi juga

hubungan yang mengikat mereka secara keseluruhan.2 Barthes mengaplikasikan

semiologinya ini hampir dalam setiap bidang kehidupan, seperti mode busana,

iklan, film, sastra dan fotografi. Semiologi Barthes mengacu pada Saussure

dengan menyelidiki hubungan antara penanda dan petanda, tidak hanya sampai

disitu Barthes juga melihat aspek lain dari penandaan yaitu mitos. Mitos menurut

Barthes terletak pada tingkat kedua penandaan, jadi setelah terbentuk sistem

tanda-penanda-petanda maka tanda tersebut akan menjadi penanda baru yang

kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda baru. Jadi setelah

terbentuk sistem tanda-penanda-petanda, tanda tersebut akan menjadi petanda

baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda baru.

2 Sobur, Alex. 2004. Analisis Teks Media Suatu Penggantar Untuk Analisis Wacana, Analisis

Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. hal.123.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78855/potongan/S1-2015... · wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut

20

1.5.4.1 Semiotika Roland Barthes

Roland Barthes adalah penerus pemikiran Sausurre. Sausurre tertarik pada

cara kompleks pemebentukan kalimat dan cara-cara bentuk kalimat menentukan

makna, tetapi kurang tertarik pada kenyataan bahwa kalimat yang sama bisa saja

menyampaikan makna yang berbeda pada orang yang berbeda situasinya.

Menurut Barthes, semiologi bertujuan untuk memahami sistem tanda, apapun

substansi dan limitnya, sehingga seluruh fenomena sosial yang ada dapat

ditafsirkan sebagai “tanda” alias layak dianggap sebagai sebuah lingkaran

linguistik. Roland Barthes meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan

interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya,

interaksi antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami dan

diharapkan oleh penggunanya. Gagasan Barthes ini dikenal dengan “order of

signification”, mencakup denotasi (makna sebenarnya sesuai kamus) dan konotasi

(makna ganda yang lahir dari pengalaman kultural dan personal).

Dalam memahami makna, Barthes membuat sebuah model sistematis

dimana fokus perhatian Barthes lebih tertuju kepada gagasan tentang signifikasi

dua tahap (two order of signification) yang digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1.2 Signifikasi Dua Tahap Barthes

tahap pertama tahap kedua

realitas tanda kultur

Sumber: John Fiske, Cultural and Communication Studies, 2006, hal.122.

mitos

Penanda

----------

Petanda

denotasi

konotasi

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78855/potongan/S1-2015... · wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut

21

Tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified didalam

sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai denotasi,

yaitu makna paling nyata dari tanda. Denotasi merupakan penandaan primer

(sistem penandaan tingkat pertama) yang merupakan penunjukan arti literatur atau

yang eksplisit dari gambar, kata-kata dan fenomena yang lain.

Tahap kedua adalah konotasi. Konotasi menggambarkan hubungan yang

terjadi ketika suatu tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta

nilai-nilai dari kebudayaannya. Konotasi melibatkan simbol-simbol, sejarah dan

hal-hal yang berhubungan dengan emosional. Konotasi mempunyai makna yang

subyektif atau paling tidak inter-subyektif. Dengan kata lain, denotasi adalah apa

yang telah digambarkan tanda terhadap sebuah obyek, sedangkan konotasi adalah

bagaimana menggambarkannya.

Barthes juga melihat aspek lain dari penandaan yaitu “mitos” yang

menandai suatu masyarakat. Pada tatanan (signifakasi) tahap kedua berhubungan

dengan isi, tanda bekerja melalui mitos. Pengertian mitos di sini tidaklah

menunjuk pada mitologi dalam pengertian sehari-hari melainkan sebuah cara

pemaknaan. Mitos yaitu makna yang didapat seseorang berdasar referensi kultural

yang dimilikinya. Barthes menyebutkan bahwa mitos adalah sebuah rantai

konsep. Mitos adalah cerita yang digunakan oleh suatu kebudayaan untuk

memahami aspek alam atau realitas. Menurut Barthes, mitos merupakan cara

berpikir dari suatu kebudayaan tentang sesuatu, suatu cara untuk

mengkonseptualisasikan atau memahami sesuatu hal tertentu.3 Mitos adalah cerita

yang digunakan suatu kebudayaan untuk menjelaskan atau memahami beberapa

aspek dari realitas atau alam (Sobur, 2001: 126). Pada dasarnya semua hal dapat

menjadi mitos, satu mitos timbul untuk sementara waktu dan tenggelam untuk

waktu yang lain karena digantikan oleh berbagai mitos lain. Mitos menjadi

pegangan atas tanda-tanda yang hadir dan menciptakan fungsinya menjadi

penanda untuk memainkan pesan-pesan tertentu yang boleh jadi berbeda sama

3 Fiske. Op. Cit., hal.121.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78855/potongan/S1-2015... · wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut

22

sekali dengan makna asalnya. “Mitos” menurut Barthes terletak pada tingkat

kedua penandaan, jadi setelah terbentuk sistem sign-signifier-signified, tanda

tersebut akan menjadi penanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan

membentuk tanda baru. Jadi, ketika suatu tanda yang memiliki makna konotasi

kemudian berkembang menjadi makna denotasi, maka makna denotasi tersebut

akan menjadi mitos.

Teori Roland Barthes mengenai hubungan sintagmatik dan paradigmatik.

1. Sintagmatik

Normalnya, setelah sebuah unit dipilih dari sebuah paradigma, unit

tersebut akan dikombinasikan dengan unit yang lain. Kombinasi inilah yang

disebut dengan sintagma. Jadi, sebuah kata (dalam bentuk tertulis) adalah sebuah

sintagma visual yang terdiri dari serangkaian pilihan paradigmatik dari huruf di

dalam alfabet. Sebuah kalimat adalah sebuah sintagma kata-kata, contohnya baju

kita pakai adalah sebuah sintagma pilihan-pilihan dari beberapa paradigma topi,

dasi, kemeja, jaket, celana panjang, kaus kaki, dan lain-lain. Cara kita menata

ruangan adalah sebuah sintagma dari pilihan-pilihan paradigma-paradigma kursi,

meja, sofa, karper, wallpapers, dan sebagainya. Sebuah menu merupakan sebuah

contoh dari sebuah sistem yang komplit. Pilihan dari masing-masing makanan

(paradigma) diberikan secara penuh, dimana setiap pelangan

mengombinasikannya menjadi sebuah hidangan, serta pesanan yang diberikan

kepada pelayan adalah sebuah sintagma (Fiske, 2012: 95).

Aspek penting dari sintagma adalah aturan dan konvensi yang digunakan

untuk mengombinasikan unit-unit. Pada bahasa kita menyebutnya sebagai tata

bahasa atau sintaksis, pada musik kita menyebutnya sebagai melodi (harmoni

adalah merupakan masalah pilihan paradigmatik); pada pakaian kita menyebutnya

selera yang bagus, atau naluri berbusan, meskipun juga terdapat aturan formal.

Bagi Saussure, kunci untuk memahami tanda adalah hubungan struktural antara

tanda. Terdapat dua tipe hubungan, struktural paradigmatik yang terkait dengan

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78855/potongan/S1-2015... · wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut

23

pilihan dan sintagmatik yang terkait dengan kombinasi (dari tanda-tanda yang

terpilih) (Fiske, 2012:96).

2. Paradigmatik

Barthes adalah seorang pengikut Saussure. Dari jalur Saussurean,

membaca dan menstrukturkan teks dapat dilakukan dalam dua langkah, yaitu

sintagmatik dan paradigmatik. Analisis sintagmatik melihat teks sebagai suatu

rangkaian dari satuan ruang dan waktu yang membentuk teks. Pada tingkat

selanjutnya, pemaknaan berikutnya dilakukan secara paradigmatik. Setiap tanda

berada dalam kodenya sebagai bagian dari suatu paradigma, suatu ralasi in

absentia yang mengabaikan tanda tersebut dengan tanda-tanda lain (Sunarto dan

Hermawan, 2011: 240).

Paradigmatik (paradigms) merupakan sebuah istilah teknis untuk

menggambarkan bahwa sebuah tanda itu bermakna dalam hubungannya dengan

tanda lainnya (Danesi, 2010:46). Paradigma adalah satu rangkaian set di mana

sebuah pilihan dibuat dan hanya satu unit dari satu set rangkaian tanda tersebut

yang mungkin dipilih. Contoh yang sederhana adalah huruf-huruf dalam alfabet.

Alfabet membentuk paradigma untuk bahasa tulis dan menggambarkan dua

karakteristik dasar dari paradigma yaitu (Fiske, 2012: 93-94):

1. Satu unit dalam paradigma harus memiliki satu kesamaan artinya mereka

harus berbagi karakteristik yang menentukan keanggotaan mereka pada

sebuah paradigma. Kita harus tahu bahwa M adalah sebuah huruf dan oleh

sebab itu merupakan anggota dari paradigma alfabet. Kita juga secara

seimbang mengenali bahwa 5 dan + bukan merupakan alfabet.

2. Masing-masing unit dalam sebuah paradigma harus secara jelas berbeda

dengan unit-unit yang lain. Kita harus bisa membedakan satu tanda dengan

tanda-tanda yang lain terkait dengan signifier dan signified mereka miliki.

Alat yang kita gunakan untuk membedakan satu penanda dengan yang lain

disebut fitur pembeda/distingtif dari sebuah tanda.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78855/potongan/S1-2015... · wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut

24

Setiap kali kita berkomunikasi kita harus memilih tanda-tanda sebuah

paradigma. Kata-kata adalah sebuah paradigma kumpulan kata (vocabulary)

bahasa Inggris adalah bagian dari paradigma. Kata-kata juga dikategorikan ke

dalam paradigma yang lebih spesifik: paradigma tata bahasa, seperti kata benda

atau kata kerja; paradigma penggunaan-bahasa bayi, bahasa hukum, perbincangan

romantis, umpatan maskulin; ataupun paradigma suara-tiga istilah dari Saussure

untuk menganalisis tanda yang membentuk paradigma dan sering kali digunakan

yakni Sn, Sr, Sd. S di sini secara konvensi mengindikasikan paradigma dan –n, -r,

-d, merupakan fitur pembeda yang mengidentifikasikan unit-unit dalam

paradigma (Fiske, 2012: 94). Contoh lain dari paradigma adalah cara mengganti

sorotan kamera di televisi diantaranya potong (cut), menghilang (fade), melembut

(dissolve), hapus (wipe), dan sebagainya; gaya kursi yang kita gunakan di ruang

tamu; hingga tipe mobil yang kita kendarai. Semua itu melibatkan pilihan-pilihan

paradigmatik, dan makna dari unit yang kita pilih sangat ditentukan oleh makna

dari unit-unit yang tidak kita pilih. Dimana kita dapat menyimpulkan dengan

mengatakan di mana ada pilihan di situ ada makna, dan makna dari yang dipilih

ditentukan oleh makna yang tidak terpilih (Fiske, 2012: 95).

1.5.4.2 Semiotoka Sebagai Interpretasi Budaya

Dalam menelusuri sistem budaya, semiotika berperan memberi sketsa

tentang potret manusia sebagai “meaning-seeking creature” atau makhluk pencari

makna. Secara terminologis, semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang

mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan

sebagai tanda (Eco, 1979). Lebih khusus, semiotika menjadi alat yang efektif

dalam memperjelas akar-akar kesukuan dari sistem sosial yang ada dewasa ini.

Sejatinya, perbedaan mendasar spesies manusia dari spesies lainnya adalah

kemampuannya untuk merepresentasi dunia dalam bentuk gambar-gambar, suara-

suara, isyarat-isyarat tangan, dan sebagainya. Kemampuan inilah yang menjadi

alasan mengapa spesies manusia diatur bukan oleh seleksi alam, melainkan oleh

kekuatan sejarah, suatu kekuatan akumulasi makna yang diperoleh oleh generasi-

generasi sebelumnya dan diturunkan dalam bentuk tanda-tanda.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78855/potongan/S1-2015... · wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut

25

Penerapan semiotika dalam menginterpretasi budaya dipelopori oleh

Roland Barthes, seorang semiotikus Perancis tahun 50-an, yang dia tuangkan

dalam bukunya yang berjudul Mythologies. Barthes mengembangkan teori

konotasi menjadi dasar untuk mengkaji budaya dan membangun terori

kebudayaan. Dalam kajian tentang kebudayaan, teori konotasi dikembangkannya

menjadi teori tentang mitos. Dia mengemukakan bahwa mitos adalah bahasa : “le

mythe est une parole”. Dalam uraiannya, dia juga mengemukakan bahwa mitos

dalam pengertian khusus merupakan pengembangan dari konotasi (Hoed, 2008:

66). Prinsip-prinsip dasar semiotika sudah banyak dikemukakan oleh para lingus

maupun antropolog, namun Barthes mengangkat masalah-masalah yang

konetemporer di Perancis pada masa itu dan menganalisis signifikansi budaya,

mulai dari gulat profesional sampai budaya striptease, dan semacamnya.

Semiologi Roland Barthes mendasari kajian pada objek-objek kenyataan

atau unsur-unsur kebudayaan. Unsur-unsur kebudayaan ini merupakan suatu

konstruksi dari suatu wacana kebudayaan tertentu yang ada dibelakangnya. Kajian

meliputi kesustraan, film, busana dan berbagai fenomena kebudayaan lainnya. Hal

ini berhubungan dengan mitos sebagai kajian Barthes yang dapat ditemukan pada

kehidupan sehari-hari. Mitos dapat berbentuk verbal atau visual, tidak hanya

wacana tertulis yang dapat menjadi mitos, fotografi, film, pertunjukkan, iklan,

busana, televisi, lirik lagu, dapat dibaca sebagai sebuah teks.

. Kebudayaan mewujudkan dirinya di dalam teks-teks dan dengan

demikian, ideologi mewujudkan dirinya melalui berbagai kode yang merembes

masuk ke dalam teks dalam bentuk penanda penting, seperti tokoh, latar, sudut

pandang, dan sebagainya (Sobur, 2003). Roland Barthes dalam bukunya S/Z

mengelompokkan kode-kode tersebut menjadi lima kode, yakni kode

hermeneutik, kode semantik, kode simbolik, kode narasi, dan kode kultural atau

kode kebudayaan (Sobur, 2003) :

1. Kode hermeneutika atau kode teka-teki pada harapan pembaca untuk

mendapatkan kebenaran bagi pertanyaan yang muncul dalam teks. Kode teka-

teki merupakan unsur struktur yang utama dalam narasi tradisional.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78855/potongan/S1-2015... · wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut

26

2. Kode semik atau kode konotatif melihat bahwa konotasi kata atau frase

tertentu dalam teks dapat dikelompokkan dengan konotasi kata atau frase yang

mirip.

3. Kode simbolik merupakan aspek pengkodean fiksi yang paling khas bersifat

struktural. Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa makna berasal dari

beberapa oposisi biner atau pembedaan, baik dalam taraf bunyi menjadi fonem

dalam produksi wicara maupun pada taraf oposisi psikoseksual yang melalui

proses.

4. Kode proaretik atau kode tindakan dianggap sebagai perlengkapan utama teks

yang dibaca oleh seseorang. Dengan kata lain, semua teks bersifat naratif.

5. Kode gnomic atau kode kultural merupakan acuan teks ke benda-benda yang

sudah diketahui dan dikodifikasi oleh budaya. Menurut Barthes, realisme

tradisional didefinisikan oleh acuan ke apa yang diketahui.

Ideologi ada selama kebudayaan ada, dan itulah sebabnya di dalam S/Z

Barthes berbicara tentang konotasi sebagai ekspresi suatu budaya.

Model Barthes ini, mempunyai keunggulan dalam ranah mitos. Teori

Barthes tentang mitos dimaksudkan untuk meneliti budaya media seperti iklan.

Iklan mengambil bentuk sistem mitos karena iklan menggunakan sistem tanda

tingkat pertama (gambar, musik, kata-kata, dan gerak-gerik) sebagai landasan

untuk pembentukan sistem semiotik tingkat dua (Sunardi, 2002: 129).

Seperti halnya ketika Barthes menganalisis pesan iklan dari sebuah produk

Pasta Panzani (Barthes, 1977). Dalam penelitiannya, Barthes mengkategorikan

pesan dalam iklan produk Pasta Panzani menjadi tiga bagian. Pertama, pesan

linguistiknya (semua kata dab kalimat dalam iklan). Kedua, pesan ikonik yang

terkodekan (konotasi yang muncul dalam foto iklan hanya dapat berfungsi

bilamana dikaitkan dengan sistem tanda yang lebih luas dalam masyarakat).

Ketiga, pesan ikonik tak terkodekan (denotasi dalam iklan) (Sobur, 2003: 119).

Pada dasarnya lambang yang digunakan dalam iklan terdiri atas dua jenis,

yaitu verbal dan non-verbal. Lembang verbal merupakan bahasa yang dikenal,

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78855/potongan/S1-2015... · wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut

27

sedangkan lambang non-verbal berupa bentuk dan warna yang disajikan dalam

iklan yang tidak secara khusus meniru rupa atas bentuk realitas. Menurut Berger

dalam menganalisis iklan ada enam hal yang perlu dipertimbangkan (Tinaburko,

2008: 117):

1. Penanda dan petanda

2. Gambar, indeks dan simbol

3. Fenomena sosiologis

4. Sifat daya tarik yang dibuat untuk menjual produk

5. Desain dari iklan

6. Publikasi yang ditemukan dalam iklan dan khayalan yang diharapkan

oleh publikasi tersebut.

Menurut Roland Barthes, semua objek kultural dapat diolah secara

tekstual. Teks di sini dalam arti luas. Teks tidak hanya berkaitan dengan aspek

linguistik, namun semiotik dapat meneliti teks di mana tanda-tanda terkodifikasi

dalam sebuah sistem. Karena dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekadar

memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian makna

denotatif yang melandasi keberadaannya. Acuan yang digunakan yakni

melakukan penelitian berdasarkan denotatif dan konotatif.

Denotasi cenderung digambarkan sebagai makna yang jelas atau makna

yang sebenarnya dari sebuah tanda. Denotasi dapat merupakan sebagai kata yang

memiliki arti sesuai dengan apa yang ada di dalam kamus Bahasa Indonesia, yang

dapat merupakan makna yang sesungguhnya atau makna yang sebenarnya dari

apa yang tertulis dan dilihat. Sedangkan menurut Piliang (Piliang, 2008: 18),

makna konotatif meliputi aspek makna yang berkaitan dengan pesanan dan emosi

serta nilai-nilai kebudayaan dan ideologi. Dalam pandangan Williamson (Piliang,

1999: 20), pada teori semiotika “iklan menganut prinsip peminjaman tanda

sekaligus peminjaman kode sosial. Misalnya, iklan yang menghadirkan bintang

film terkenal, figur bintang film tersebut dipinjam mitosnya, ideologinya, image-

nya, dan sifat-sifat glamour-nya dari bintang film tersebut”. Makna konotatif

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78855/potongan/S1-2015... · wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut

28

dapat bersifat subjektif dalam pengertian bahwa ada pergeseran dari makna umum

yaitu denotatif. Konotasi juga bisa dikatakan sebagai sebuah emosi atau perasaan

yang diyakini oleh sekelompok orang. Sehingga konotatif dapat merupakan

sebuah makna kiasan dari denotasi itu sendiri atau makna yang bukan

sesungguhnya.

1.5.4.3 Semiotika dalam Iklan

Iklan adalah pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada

masyarakat lewat suatu media. Iklan merupakan sebuah wilayah simbolik yang

dapat digunakan dengan baik dalam anaisis ideologi. Penyajian iklan tidak

sekadar menjual produknya, tetapi sekaligus menjual sistem pembentukan ide

yang berlapis-lapis, terintegrasi, dan terproyeksi ke dalam citra produknya (James

Lull dalam Widodo, 2003: 112).

Iklan merupakan bagian dari bauran promosi (promotion mix) yang

merupakan salah satu bagian dari bauran pemasaran (marketing mix). Iklan

digunakan sebagai media untuk mengkomunikasikan individu dengan materi

produk atau jasa yang digunakan, setiap iklan menampilkan alur cerita dan

simbol-simbol yang digunakan untuk membangun citra produk. Beberapa

pengertian di atas dapat dipahami bahwa iklan adalah bagian dari kegiatan

promosi (promotion mix) yang bertujuan untuk memperkenalkan sebuah produk

atau jasa kepada masyarakat atau calon konsumen yang diampaikan dan

disebarluaskan melalui berbagai media.

Secara struktural sebuah iklan terdiri dari tiga elemen tanda, yaitu gambar

objek atau produk yang diiklankan (object), gambar benda-benda si sekitar objek

yang memberikan konteks pada objek tersebut (context), serta tulisan atau teks

(text), yang memberikan keterangan tertulis, yang satu sama lainnya saling

mengisi dalam menciptakan suatu ide, gagasan, konsep, atau makna sebuah iklan.

Mulai dari makna yang eksplisit, yaitu makna berdasarkan apa yang tampak

(dennotative), serta makna lebih mendalam, yang berkaitan dengan pemahaman-

pemahaman ideologi dan kultural (connotative).

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78855/potongan/S1-2015... · wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut

29

Semiotika periklanan memberikan pandangan interdisipliner terhadap ilmu

pertukaran tanda dan riset terhadap pertukaran komoditas. Pada bidang

interdisipliner ini, semiotika memberikan sumbangan metodologi dan objek

investigasi terhadap penelitian periklanan. Semiotika menyediakan perangkat teori

untuk menganalisa tanda-tanda dan proses komunikasi dalam periklanan. Lebih

jauh, semiotika menganalisa secara horisontal dari pengertian pesan verbal yang

sempit menuju kode-kode yang lebih kompleks yang digunakan pada komunikasi

persuasi (North, 1990: 476).

Semiotika iklan sendiri terkait dengan materi budaya yang disajikan

sebagai tanda yang menciptakan makna dalam informasi. Materi budaya yang

dimaksudkan di sini antara lain gaya hidup, cara berpakaian, penataan rambut,

cara berpikir dan lainnya. Kemudian dalam iklan, makna pula mendapatkan

tambahan nilai dari musik, dan efek suara yang ada dalam eksekusinya. Iklan

dibentuk oleh banyak simbol. Ketajaman dan kontras antara gelap dan terang

dapat merepresentasikan keadaan yang berbeda maknanya, memperdengarkan

suara, kombinasi kata, yang menyimbolkan sebuah objek, tindakan dan properti.

Iklan dalam konteks semiotika dapat diamati sebagai suatu upaya

menyampaikan pesan dengan menggunakan seperangkat tanda dalam suatu

sistem. Dalam semiotika periklanan, terdapat tiga tingkatan makna, yaitu makna

konotasi semantik dan ideologi; makna kode, visual dan pesan non-verbal dan

bentuk asli pesan iklan. Pada makna konotasi semantik dan ideologi, konsep

semantik dibagi menjadi dua yaitu makna konotasi dan denotasi sebagai alat

menganalisis (Bogart, 1990). Pada tingkatan kedua yaitu kode-kode, visual dan

pesan non-verbal, konsep kode digunakan untuk menjelaskan keberagaman

saluran dan sistem semiotik yang digunakan dalam pesan iklan multimedia. Pada

tingkatan pesan ketiga yaitu bentuk asli pesan iklan, adalah semantik dan

paradigmatik. Pesan semantik adalah pesan terselubung karena iklan adalah pesan

mengenai komoditas yang digabungkan dengan ajakan untuk melakukan

penjualan atau pembelian. Sedangkan pesan paradigmatik adalah pesan yang

terbuka karena pada setiap proses periklanan memberikan dampak tidak langsung

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78855/potongan/S1-2015... · wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut

30

pada bentuk semiotika untuk pertukaran makna dengan tujuan ekonomi yaitu

pertukaran komoditas (Bogart, 1990).

1.6 METODOLOGI PENELITIAN

1.6.1 Tipe dan Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang dilakukan oleh peneliti ialah pendekatan kualitatif.

Menurut Bogdan dan Taylor, pendekatan ini berarti sebagai prosedur penelitian

yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-

orang yang berlaku yang dapat diamati. Sedangkan Kirk dan Miller

mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu

pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada

manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut

dalam bahasanya dan dalam peristilahannya4.

Dari dua definisi di atas, dapat diambil benang merahnya bahwa penelitian

dengan menggunakan metode kualitatif merupakan sebuah prosedur yang

bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya, serta orang-orang

dalam kawasan yang diteliti, dengan menghasilkan data yang bersifat

menggambarkan sesuatu hal apa adanya, berupa kata-kata tertulis atau lisan.

1.6.2 Sifat Penelitian

Sifat penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan

bentuk penelitian yang menggambarkan dan mempelajari suatu situasi atau

kejadian (Babbie & Wagner, 1992: 91). Peneliti melakukan penelitian kemudian

menggambarkan apa yang diamati. Penelitian ini bersifat deskriptif dalam

kaitannya menganalisis muatan subyek dalam kontribusi membentuk aspek-aspek

dalam masyarakat. Tujuan utama penelitian yang bersifat deskriptif adalah untuk

menggambarkan sikap suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian

4 Moleong , Lexy J (A). 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Hlm. 3

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78855/potongan/S1-2015... · wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut

31

dilakukan, dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tersebut (Sevilla dkk,

1993: 71). Jadi penelitian deskriptif hanyalah memaparkan situasi dan peristiwa,

penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan antar variabel, tidak pula

menguji atau membuat prediksi (Rakhmat, 1999: 24).

1.6.3 Objek Penelitian

Dalam penelitian ini, objek yang akan diteliti ialah iklan produk kosmetik

khusus wanita Dove versi “Real Beauty Sketches”, yang diunduh dari media

sosial youtube. Iklan Dover “Real Beauty Sketches” diunggah ke situs media

sosial youtube sejak 14 April 2013 oleh Dove United States dan telah ditonton

sebanyak lebih dari 63 juta kali. Berdurasi tiga menit, iklan ini menampilkan Gil

Zamora, seorang seniman forensic yang pernah bekerja di Kepolisian San Jose

dari tahun 1995 hingga 2011. Dalam sebuah ruangan besar, Gil menggambar

sketsa wanita yang diundang datang ke ruangan tersebut tanpa melihat, bahkan

Gil tidak bertemu langsung dengan para wanita tersebut. Gil hanya menggambar

wajah berdasarkan petunjuk suara para wanita. Setelah selesai menggambar

berdasarkan petunjuk dari para wanita itu sendiri, Gil kemudian menggambar

sketsa wanita yang sama, namun lewat penjelasan orang lain yang sebelumnya

bertemu dengan sang wanita.

Hasilnya, ada dua gambar sketsa yeng berbeda dari masing-masing wanita.

Sketsa pertama menggambarkan interpretasi masing-masing wanita tentang

kontur dan kondisi wajah mereka, sedangkan sketsa kedua merepresentasikan

interpretasi orang lain terhadap para wanita yang mereka temui sebelum

memberikan penjelasan kepada Gil. Ketika disandingkan, gambar sketsa hasil

penjelasan langsung para wanita tentang diri mereka sendiri ternyata tidak

sebagus gambar sketsa hasil penjelasan orang lain. Hal yang menunjukan bahwa

wanita-wanita ini tidak percaya diri dengan wajah mereka sendiri dengan

menonjolkan kekurangan yang ada daripada kelebihan yang dimiliki, padahal bagi

orang lain mereka sebenarnya cantik. Kedua sketsa tersebut dipajang untuk

kemudian dilihat sendiri oleh para wanita yang sekaligus dapat membandingkan

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78855/potongan/S1-2015... · wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut

32

bahwa apa yang mereka lihat dan rasa tidak sama dengan apa yang dilihat oleh

orang lain. Hal ini kemudian yang membuat para wanita tersebut menangis

terharu dan yakin bahwa mereka sebenarnya cantik. Dengan mengusung tag line

“You are more beautiful than you think”, iklan ini mencoba untuk mengubah cara

pandang para wanita terhadap citra tubuh mereka yang selama ini menyempit

akibat dari konstruksi kecantikan yang dibawa oleh pasar dan media, menjadi

lebih luas maknanya. Hal inilah yang akan menjadi fokus penelitian yang akan

peneliti analisis menggunakan metode analisis yang telah ditentukan.

1.6.4 Metode Pengumpulan Data

dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan oleh

peneliti terbagi menjadi dua jenis sumber, yaitu :

1.6.4.1 Sumber Primer

Sumber primer yang digunakan yaitu metode dokumentasi. Dokumentasi

ialah setiap bahan tertulis ataupun film, lain dari record, yang tidak dipersiapkan

karena adanya permintaan seorang penyidik. Dokumen juga memiliki arti yaitu

sebuah catatan peristiwa yang sudah berlalu5. Metode dokumen bertujuan untuk

menggali data-data masa lampau secara sistematis dan objektif dan mendapatkan

informasi yang mendukung analisis dan interpretasi data6.

Dokumentasi dapat berbentuk dokumen public atau dokumen private.

Dokumen publik misalnya; laporan polisi, berita-berita surat kabar, transkrip

acara TV, dan lainnya. Dokumen privat misalnya; memo, surat-surat pribadi,

catatan telepon, buku harian individu, dan lainnya. Ada juga dokumen yang

berbentuk tulisan misalnya; catatan harian, sejarah kehidupan (life histories),

cerita, biografi, peraturan dan kebijakan. Dokumen yang berbentuk karya

misalnya; karya seni yang dapat berupa: gambar, patung, film, rekaman audio

maupun visual, dan lainnya. Dalam penelitian ini data yang diperoleh yaitu berupa

observasi pada video atau gambar bergerak iklan berbentuk film pendek produk

5 Sugiyono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Hlm. 82

6 Krisyantono, rakhmat. 2008. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group. Hlm. 118

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78855/potongan/S1-2015... · wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut

33

kosmetik khusus wanita Dove versi “Real Beauty Sketches” yang merupakan

dokumen publik yang dapat ditonton dan diunduh secara luas dan bebas melalui

media sosial youtube.

1.6.4.2 Sumber Sekunder

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa data pendukung yang

berupa buku pustaka, artikel cetak maupun online sebagai studi kepustakaan yang

dijadikan sebagai data sekunder.

1.6.5 Metode Analisis

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan metode semiotika.

Penelitian semiotik merupakan salah satu bentuk analisis teks media yang bersifat

kualitatif. Sebagaimana juga analisis konstruksi sosial media massa yang

menganalisis realitas sosial media massa, analisis semiotika juga menganalisis

tidak sekedar realitas media massa akan tetapi konteks realitas pada umumnya.

Semiotik sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial memahami dunia

sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut dengan „tanda‟.7

Dengan demikian, semiotik mempelajari hakikat tentang keberadaan suatu tanda.

Tanda adalah representasi dari sejumlah gejala yang memiliki dan

mewakili sejumlah kriteria seperti: nama, peran fungsi, tujuan dan keinginan.

Segala sesuatu yang dapat diamati atau dibuat teramati dapat juga disebut tanda.

Karena itu, tanda tidaklah terbatas pada benda. Jadi apapun yang ada di dunia ini,

hal-hal apapun yang memiliki kriteria diatas, dia dapat dikatakan sebagai tanda,

jadi dapat dibayangkan begitu banyak tanda yang ada di dunia ini, dari hal-hal

yang kecil sampai sesuatu yang besar, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

Setangkai bunga, peristiwa memerahnya wajah, binatang, isyarat tangan, rambu-

rambu lalu lintas, sikap diam membisu, gagap, semuanya itu dapat dikatakan

sebagai tanda. Bahkan Charles Sanders Peirce mengatakan bahwa tanpa tanda

maka manusia tidak akan dapat berkomunikasi.8

7 Sobur. 2001. Op. Cit., hal.87.

8 Sobur, Op. Cit., hal.124.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78855/potongan/S1-2015... · wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut

34

Metode ini dipandang relevan karena peneliti ingin meneliti lebih lanjut

mengenai rekonstruksi makna cantik dalam iklan Dove “Real Beauty Sketches”.

Dengan metode ini diyakini peneliti dapat melihat tanda-tanda baik yang implisit

atau yang eksplisit dalam iklan tersebut. Seperti yang dihasilkan melalui analisis

semiotik Barthes yang mengungkapkan bahwa makna konotasi merupakan makna

yang penting juga dalam sebuah pesan maka dalam iklan ini dapat dilihat arti

pesannya secara menyeluruh sehingga bisa mengidentifikasi maksud yang

sebenarnya dibalik pembuatan iklan tersebut.

1.6.6 Teknik Analisis Data

Sebelum memasuki tahap analisis dan interpretasi, peneliti akan

melakukan transkrip data menjadi data tertulis terlebih dahulu. Apabila proses

sistemasi data telah dilakukan, peneliti dapat memulai tahap analisisnya.

Transkripsi bertujuan untuk menghasilkan seperangkat data guna menciptakan

proses analisis dan pengkodean (coding) secara hati-hati (Bauer & Gaskell, 2000:

250). Proses ini akan menerjemahkan dan menyederhanakan kompleksivitas

gambar bergerak (moving images) dalam iklan Dove “Real Beauty Sketches”

yang kaya akan multimodal teks.

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis semiotik

dari Roland Barthes karena teknik tersebut sesuai dengan obyek penelitan

mengenai media iklan. Semiotika merupakan metode yang secara spesifik

membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan tanda (sign). Teknik

analisis ini digunakan untuk menganalisis makna-makna yang tersirat dari pesan

komunikasi yang disampaikan dalam bentuk lambang baik secara verbal maupun

non verbal. Semiotika diterapkan pada tanda-tanda, simbol-simbol, lambang yang

tidak memiliki arti pada dirinya sendiri.

Pada konsep Barthes, tanda konotatif tidak hanya memiliki makna

tambahan, namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi

keberadaannya. Sistem signifikasi dalam semiotika Barthes dapat dijelaskan

sebagai berikut:

Page 35: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78855/potongan/S1-2015... · wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut

35

Tabel 1.1

Gambar Peta Tanda Roland Barthes

1. Signifier

(penanda)

2. Signified

(petanda)

3. Denotative Sign (tanda denotatif)

4. Connotative signifier

(penanda konotatif)

5. Connotative Signified

(petanda konotatif)

6. Connotative sign (tanda konotative)

Dari peta Barthes tersebut terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas

penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan tanda denotatif

adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut merupakan

unsur material. Dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki

makna tanmbahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang

melandasi keberadaannya.9

Karena aspek konotasi menjadi titik pusat perhatian dalam proses analisa

nanti, maka akan disinggung sedikit mengenai aspek konotasi dalam

sinematografis, Barthes memberikan penjelasan mengenai prosedur-prosedur

konotasi. Prosedur-prosedur konotasi tersebut, antara lain:10

1. Objek, misalnya dengan penataan properti yang ada dalam suatu

adegan, yang dapat menimbulkan makna tertentu, sehingga muncul

pemahaman yang dapat dipahami secara konotasi.

2. Trick effect, misalnya dengan memadukan dua gambar secara

artifisial.

3. Pose, misal dengan mengatur arah pandangan mata atau cara duduk

seorang aktor atau aktris dalam film.

4. Estetisme, misal dengan diperhatikannya nilai estetis dalam adegan

yang berdampak pada pemahaman akan teks secara keseluruhan

9 Sobur. 2001. Op.Cit.,hal.69.

10 Kris Budiman. “Analisis Wacana: Pendekatan Semiotik Roland Barthes” (pelatihan Analisis

Wacana, Yogyakarta, 7-12 Febuari 2000), hal.11.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78855/potongan/S1-2015... · wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut

36

5. Fotogenia, dengan mengatur exposure, lighting

6. Sintaksis, dengan merangkai beberapa foto dengan sebuah sekuen

sehingga penanda dan petanda konotasinya tidak ditemukan pada

fragmen-fragmen, melainkan pada keseluruhan rangkaian tersebut.

Image yang dibangun melalui prosedur-prosedur konotasi ini akan

memiliki banyak muatan pesan. Ketika sudut pandang kamera (camera angle)

berperan, posisi aktor atau aktris didalam frame, kegunaan lighting menjadi aspek

pencahayaan yang nyata, pencapaian efek dengan warna, dan proses-proses

selanjutnya tentunya akan menghasilkan makna-makna tertentu.

Untuk menganalisis iklan dapat menggunakan tanda-tanda dan sistem

tanda pada iklan tersebut. Sehingga penganalisa dan tahapannya tidak luput dari

beberapa hal-hal berikut menurut Berger (Tinarbuko, 2008, pp. 117-118):

1. Mencari makna keseluruhan dari iklan.

2. Mencermati hubungan yang muncul antara elemen gambar dan elemen

tertulis.

3. Mengamati tanda-tanda dan lambang-lambang serta peran yang

dimainkan oleh tanda dan simbol yang terdapat dalam iklan tersebut.

4. Memahami ekspresi-ekspresi, pose, yang ditampilkan oleh model iklan

atau figure iklan.

5. Pemahaman background dan foreground pada iklan.

6. Pemahaman bahasa yang digunakan dalam iklan tersebut.

Analisis yang digunakan adalah membagi iklan dalam suatu struktur video

iklan yaitu scene dan shot. Scene (adegan) adalah satu segmen pendek dari

keseluruhan cerita yang memperlihatkan satu aksi berkesinambungan yang diikat

oleh ruang, waktu, isi (cerita), tema, karakter, atau motif. Sedangkan shot adalah

satu tangkapan/bidikan kamera terhadap sebuah objek. Shot acapkali dianggap

sebagai unsur terkecil dari produk sinematografis seperti film atau iklan televisi.

Dalam semiotik, dikenal berbagai shot sebagai penanda yang masing-masing

mempunyai makna sendiri. Selain shot kamera juga dikenal gerakan kamera

(camera moves) yang berfungsi sebagai penanda. Berikut adalah tabel tentang

teknik-teknik pengambilan gambar, pergerakan kamera, serta unsur-unsur lainnya.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78855/potongan/S1-2015... · wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut

37

Tabel 1.2

Teknik Pengambilan Gambar

Penanda Petanda

Ukuran Pengambilan Gambar

Big close-up

Close-up

Medium shot

Long shot

Full shot

Emosi, peristiwa penting, drama

Keintiman

Hubungan personal dengan subjek

Konteks, jarak publik

Hubungan Sosial

Sudut Pengambilan Gambat (camera

angle)

High

Eye level

Low

Dominasi, kekuatan, kewenangan

Kesetaraan

Kelemahan, tidak punya kekuatan

Jenis Lensa

Wide angle

Normal

Tele

Dramatis

Keseharian, normalitas

Dramatis, keintiman, kerahasiaan

Komposisi

Simetris

Asimetris

Statis

Dinamis

Tenang, stabil, religiusitas

Keseharian, alamiah

Ketiadaan konflik

Disorientasi, gangguan

Fokus

Selective focus

Soft focus

Deep focus

Menarik perhatian penonton

Romantika, nostalgia

Semua elemen adalah penting

Pencahayaan

High key

Low key

High contrast

Low contrast

Kebahagiaan

Kesedihan

Teatrikal, dramatis

Realitas, documenter

Kode Sinematik

Zoom in

Zoom out

Pan (ke kiri atau ke kanan)

Tilt (ke atas atau ke bawah)

Fade in

Fade out

Dissolve

Wove

Iris out

Slow motion

Observasi

Konteks

Mengikuti, mengamati

Mengikuti, mengamati

Mulai/awal

Selesai/akhir

Jarak waktu, hubungan antar adegan

Kesimpulan yang menghentak

Film tua

Kesaan waktu, perhatian

Evaluasi, apresiasi keindahan

Sumber : (Selby & Cowdery, 1995)

Page 38: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78855/potongan/S1-2015... · wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut

38

Selanjutnya data akan dianalisis menggunakan teori Roland Barthes

mengenai hubungan sintagmatik dan paradigmatik untuk didapatkan makna

denotasi, konotasi dan mitos yang terdapat dalam teks iklan Dove “Real Beauty

Sketches”. Kemudian akan dibedah menggunakan lima kode Roland Barthes,

yakni kode hermeneutik, kode semantik, kode simbolik, kode narasi, dan kode

kultural atau kode kebudayaan Dari identifikasi tanda-tanda tersebut akan dapat

diketahui makna-makna yang direpresentasikan dalam iklan Dove “Real Beauty

Sketches”, baik makna denotatif maupun konotatif. Untuk menguraikan tanda-

tanda verbal dan visual dalam iklan yang diteliti, maka tanda-tanda tersebut

dipisahkan berdasarkan strukturnya yaitu penanda dan petanda agar dapat

ditemukan makna denotatif dan konotatifnya.

1.7 SISTEMATIKA PENULISAN

Agar penelitian ini mengarah ke judul, maka dalam penelitian ini penulis

susun menjadi lima bab dengan rincian sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi jenjang-jenjang penelitian yang meliputi rancangan

penelitian. Terdiri dari sub-sub bab tentang latar belakang masalah,

tujuan dan manfaat penelitian, kerangka pemikiran, metodologi

penelitian dan sistematika pembahasan.

BAB II : KAJIAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang tinjauan pustaka dan kajian teoritis yang berguna

sebagai alat untuk mengkaji pesan-pesan yang terkandung dalam objek

penelitian melalui pembedahan pengertian konsep variable-variabel yang

digunakan dalam penelitian ini.

Page 39: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78855/potongan/S1-2015... · wanita yang memiliki kulit kuning langsat atau sawo matang dengan rambut

39

BAB III : TINJAUAN UMUM BRAND DOVE

Bab ini berisi tentang tinjauan umum Brand Dove yang menjadi unit

analisis dalam penelitian ini

BAB IV : ANALISIS DATA & PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang penafsiran penulis, dengan data-data yang

terhimpun. Analisis ini bertujuan untuk mendapatkan jawaban dari

permasalahan berkaitan dengan rekonstruksi konsep kecantikan dan citra

tubuh dalam iklan.

BAB V : PENUTUP

Pada bab terakhir ini memuat kesimpulan dari semua hal pada bab-bab

sebelumnya dan saran-saran yang konstruktif terhadap konsep dan juga

disertai dengan daftar pustaka serta lampiran-lampirannya.