bab i pendahuluan 1.1 latar belakang masalah · 2017. 4. 1. · terhadap hukum bisnis internasional...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Globalisasi dan liberalisasi ekonomi merupakan suatu fenomena yang tidak
dapat dihindari oleh negara manapun di dunia baik negara maju maupun negara
berkembang. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi mempunyai dampak yang besar
terhadap hukum bisnis internasional dan penanaman modal asing suatu negara
termasuk Indonesia. 1 Kegiatan penanaman modal asing sebagian besar dilakukan
perusahaan multinasional (multinational corporations) dengan menanamkan modalnya
melalui pendirian cabang perusahaan, anak perusahaan, usaha patungan (mayoritas
atau minoritas), dan mempunyai afiliasi terbesar di berbagai negara.2
Perusahaan multinasional menguasai dan mengontrol suatu pasar global serta
mengawasi bahan-bahan, akses pasar dan perkembangan teknologi baru serta
perusahaan multinasional ini juga mempunyai kemampuan untuk menghasilkan
keuntungan yang sangat besar bagi pengurangan kemiskinan di dunia.3
1 UNCTAD, World Investment Report 1996, Investment, Trade and International Policy
Arrangements, Transnational Corporation, Vol. 5 No. 3, Deember 1996, hlm. 112. Dalam An An
Chandrawulan, 2011, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum Perdagangan
Internasional dan Hukum Penanaman Modal, P.T. Alumni, Bandung, hlm. 2.
2 Yusuf Panglaykim, 1982, Multinational Corporation dan Segi Tiga/Segi Lima Kekuatan,
Simposium Aspek-Aspek Hukum Perusahaan Multinasional, Binacipta, Bandung, hlm. 7.
3 Oxfam, 2002, Make Trade Fair, Riggeds Rules and Double Standards, Novid Oxfam Netherland,
Den Haag, hlm. 175. Dalam An An Chandrawulan, 2011, Hukum Perusahaan Multinasional,
Liberalisasi Hukum Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal, P.T. Alumni,
Bandung, hlm. 2.
2
Setiap transaksi yang terkait dengan penanaman modal atau investasi biasanya
akan dituangkan dalam kontrak. Kontrak tersebut berisi tentang hal-hal yang telah
disepakati para pihak seperti siapa saja yang melakukan kerjasama, bentuk kerjasama
yang dilakukan, waktu kerjasama, jalur penyelesaian sengketa dan lain sebagainya.4
Dalam hal penyelesaian sengketa biasanya ada kesepakatan dari kedua belah pihak
untuk menentukan forum sengketa baik cara penyelesaian sengketa maupun tempat
untuk penyelesaian sengketa antara para pihak di dalam kontrak.5
Para pelaku usaha lebih sering memilih Alternatif Penyelesaian Sengketa
(ADR) karena proses penyelesaiannya yang lebih efektif dan adil. Penyelesaian
sengketa melalui ADR memiliki berbagai macam pilihan, salah satunya yaitu arbitrase
baik arbitrase nasional maupun international.6
Terkait dengan sengketa usaha yang melibatkan perusahaan asing atau
penanaman modal asing di Indonesia lebih banyak dibawa ke forum arbitrase
internasional seperti International Chamber of Commerce (ICC), International Centre
for Settlement of Investment Disputes (ICSID), United Nations Commission on
4 Pengertian istilah kontrak yang diatur dalam Buku III Bab Kedua KUH-Perdata (BW) Indonesia,
sama saja dengan pengertian perjanjian. Pasal 1313 KUH-Perdata Indonesia mengartikan “Perjanjian
atau persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana seseorang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang atau lebih.”
5 Syahmin AK,2006, Hukum Kontrak Internasional, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 2.
6 Arbitrase adalah Suatu alternative penyelesaian sengketa melalui pihak ketiga (badan arbitrase)
yang ditunjuk dan disepakati para pihak (negara) secara sukarela memutus sengketa yang bukan bersifat
perdata dan putusannya bersifat final dan mengikat. Huala Adolf, 2012, Hukum Penyelesaian Sengketa
Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 39-40.
3
International Trade and Law (UNCITRAL), Asian African Legal Consultative
Committee (AALCC), dan Singapore International Arbitration Centre (SIAC).
Salah satu kasus yang menggunakan badan Arbitrase dalam upaya penyelesaian
sengketa adalah Astro All Asia Networks Plc beserta afiliasinya dengan Lippo Group
yang terdiri dari PT Ayunda Prima Mitra, PT First Media dan PT Direct Vision.
Sengketa tersebut diselesaikan oleh para pihak melalui Singapore International
Arbitration Centre (SIAC).
Pada tanggal 11 Maret 2005, Astro dan Lippo menandatangani kesepakatan
berlangganan dan kepemilikan saham atau Subscription and Shareholders
Agreement (SSA) untuk pendirian perusahaan patungan (Indonesian Venture) yang
akan mengoperasikan bisnis teve berlangganan di Indonesia melalui Direct Vision.
SSA berisi ketentuan kebutuhan atas modal untuk mengembangkan bisnis teve
berlangganan dan juga memuat pendanaan eksternal, pelaksanaan kesepakatan layanan
komersil untuk layanan penyiaran, layanan teknologi informatika, sewa peralatan
penerima satelit dan layanan pasokan kanal.7
Pemerintah Indonesia lalu mengeluarkan peraturan yang mengharuskan
seluruh lembaga penyiaran untuk mengajukan izin penyelenggaraan penyiaran sesuai
7 Artikel, Hukum Online.com, 9 September 2008, Konflik Astro-Lippo Kian Memanas, URL:
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20086/konflik-astrolippo-kian-memanas, diakses pada
tanggal 2 Maret 2015.
4
UU Penyiaran. Dalam UU disebutkan batas kepemilikan saham asing di industri
televisi berbayar maksimal 20%. Dengan terbitnya aturan tersebut, Astro dan Lippo
kemudian merestrukturisasi Indonesian Venture.
Direct Vision tetap mendapat izin beroperasi dari pemerintah (Depkominfo),
sementara pengajuan izin baru masih dilakukan sesuai dengan UU Penyiaran. Astro
sendiri setuju dengan peluncuran bisnis teve berlangganan via satelit pada 28 Februari
2006 dengan menggunakan merek dagang Astro Nusantara melalui Direct Vision.
Hingga 31 Juli 2006, Astro mengklaim dana yang diinvestasikan di dalam Indonesian
Venture sekitar RM157 juta.8
Lippo menunda finalisasi perjanjian patungan yang telah direvisi dan
kesepakatan layanan komersil. Kabarnya, Lippo kecewa berat lantaran Maxis
Communications menjual Natrindo Telepon Selular kepada Saudi Telecom. Astro
kemudian mengajukan penyelesaian sengketa tersebut ke forum arbitrase SIAC.
Namun, disisi lain Lippo Group juga mengajukan sengketa yang sama ke Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengangkat kasus tersebut
dalam bentuk skripsi dengan judul “SENGKETA KOMPETENSI ANTARA
SINGAPORE INTERNATIONAL ARBITRATION CENTRE (SIAC) DENGAN
8 Hukum Online, Konflik Astro-Lippo Kian Memanas, 9 September 2008, URL:
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20086/konflik-astrolippo-kian-memanas, diakses pada
tanggal 2 Maret 2014.
5
PENGADILAN NEGERI JAKARTA SELATAN DALAM PENYELESAIAN
KASUS ASTRO ALL ASIA NETWORKS PLC BESERTA AFILIASINYA DAN
LIPPO GROUP”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis mengangkat
dua permasalahan yang meliputi:
1. Bagaimanakah Kompetensi Singapore International Arbitration Centre (SIAC)
dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Terhadap Kasus Astro All Asia
Networks Plc beserta Afiliasinya dan Lippo Group?
2. Bagaimanakah Kekuatan Mengikat Keputusan Singapore International
Arbitration Centre (SIAC) dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan?
1.3. Ruang Lingkup Masalah
Penulisan karya tulis yang bersifat ilmiah perlu ditegaskan mengenai materi
yang diatur di dalamnya. Hal ini sangat diperlukan untuk menghindari agar isi atau
materi yang terkandung di dalamnya tidak menyimpang dari pokok permasalahan yang
telah dirumuskan sehingga dengan demikian dapat diuraikan secara sistematis. Untuk
menghindari pembahasan menyimpang dari pokok permasalahan, diberikan batasan-
batasan mengenai ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas. Adapun ruang
lingkup permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
6
1. Secara umum akan diuraikan mengenai proses perjanjian yang dilakukan oleh
Astro All Asia Networks Plc Beserta Afiliasinya dan Lippo Group.
2. Secara umum akan diuraikan mengenai kronologis terjadinya sengketa,
penyelesaian sengketa melalui arbitrase internasional.
3. Akan diuraikan mengenai kompetensi Singapore International Arbitration
Centre (SIAC) dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap kasus Astro All
Asia Networks Plc beserta Afiliasinya dan Lippo Group
4. Akan diuraikan kekuatan mengikat keputusan Singapore International
Arbitration Centre (SIAC) dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
1.4. Tujuan Penelitian
Penulisan suatu karya tulis ilmiah haruslah memiliki tujuan yang nantinya dapat
dipertanggungjawabkan. Tujuan penelitian meliputi tujuan umum dan tujuan
khusus. Penjelasan lebih lanjut mengenai tujuan umum dan khusus dari pembuatan
skripsi ini adalah sebagai berikut :
a. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan skripsi ini adalah :
1. Untuk mengetahui mengenai konsep modal asing di Indonesia.
2. Untuk mengembangkan pengetahuan mengenai pilihan hukum dan forum
dalam penyelesaian sengketa international.
3. Untuk mengembangkan pengetahuan mengenai pelaksanaan keputusan
arbitase asing di Indonesia.
7
b. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus yang diharapkan dapat tercapai dari penulisan skripsi ini
adalah :
1. Untuk mengetahui secara yuridis normatif kompetensi Singapore International
Arbitration Centre (SIAC) dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap
kasus Astro All Asia Networks Plc beserta Afiliasinya dan Lippo Group
2. Untuk menganalisis kekuatan mengikat keputusan Singapore International
Arbitration Centre (SIAC) dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
1.5. Manfaat Penelitian
Dalam penulisan karya tulis ilmiah berupa skripsi ini, diharapkan terdapat
manfaat yang dapat diambil. Manfaat penelitian meliputi manfaat teoritis dan
manfaat praktis. Penjelasan daripada manfaat tersebut adalah sebagai berikut:
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai kontrak
atau perjanjian yang dilakukan oleh Astro All Asia Networks Plc Beserta Afiliasinya
dan Lippo Group, pengaturan mengenai penyelesaian sengketa melalui arbitrase
internasional. Khususnya memberikan pengetahuan tentang kompetensi Singapore
International Arbitration Centre (SIAC) dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
terhadap kasus Astro All Asia Networks Plc beserta Afiliasinya dan Lippo Group.
8
Selain itu diharapkan dapat dijadikan referensi tambahan untuk pengembangan
ilmu hukum secara umum, khususnya di bidang hukum internasional mengenai
kekuatan mengikat keputusan Singapore International Arbitration Centre (SIAC)
dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
b. Manfaat Praktis
Dari segi praktis, berguna sebagai upaya yang dapat diperoleh langsung
manfaatnya, seperti peningkatan keahlian meneliti dan keterampilan menulis,
sumbangan pemikiran dalam pemecahan suatu masalah hukum, acuan pengambilan
keputusan yuridis, dan bacaan baru bagi penelitian ilmu hukum.9
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat internasional
sebagai sarana pengembangan pemikiran tentang pilihan hukum dan forum
penyelesaian sengketa terkait dengan pelaksanaan putusan arbitrase asing di
indonesia. Selain itu juga diharapkan masyarakat internasional dapat mengetahui
mengenai keefektifan dari keputusan arbitrase internasional.
1.6. Landasan Teoritis
1. Teori Penyelesaian Sengketa Internasional Internasional.
Dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatur 2 bentuk
penyelesaian sengketa internasional, yaitu penyelesaian sengketa secara damai
dan penggunaan kekerasan. Dalam pasal 33 Piagam PBB menyebutkan
9 Abdul Kadir Muhamad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
h. 66.
9
Perundingan (Negotiation), Penyelidikan (Enquiry), Mediasi (Mediation),
Konsiliasi (Conciliation) dan Arbitrase (Arbitration) sebagai cara-cara damai
dalam menyelesaikan sengketa internasional.10
Arbitrase adalah penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak
ketiga yang netral yang mengeluarkan putusan bersifat final dan mengikat
(Banding). Penyerahan suatu sengketa kepada arbitrase dapat dilakukan dengan
pembuatan suatu compromise, yaitu penyerahan kepada arbitrase suatu
sengketa yang telah lahir atau melalui pembuatan suatu klausul arbitrase dalam
suatu perjanjian, sebelum sengketa lahir (clause compromissoire).11
2. Teori Kompetensi Peradilan
Kompetensi pengadilan di dalam hukum perdata internasional
merupakan kekuasaan dan kewenangan pengadilan untuk memeriksa dan
menentukan suatu permasalahan yang dimintakan kepadanya untuk diputuskan
dalam setiap kasus yang melibatkan paling tidak satu elemen hukum asing yang
relevan. Untuk menjalankan yurisdiksi yang diakui secara internasional,
pengadilan suatu negara (provinsi atau negara bagian dalam sistem hukum
negara federal) harus mempunyai kaitan tertentu dengan para pihak atau harta
kekayaan yang dipersengketakan.12
10 Huala Adolf, 2012, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.
14.
11 Ibid., hlm. 23.
12 Ridwan Khairandy, 2007, Pengantar Hukum Perdata Internasional, FH UII Press, Yogyakarta,
hlm. 192.
10
Masing-masing badan peradilan mempunyai wewenang untuk
menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan perkara-perkara jenis
tertentu yang mutlak tidak dapat dilakukan badan peradilan lain. Masing-
masing badan mempunyai wewenang sendiri-sendiri. Wewenang masing-
masing badan peradilan ini disebut wewenang mutlak (Kompetensi absolut).13
Setiap Pengadilan mempunyai daerah hukumnya sendiri. Daerah suatu
Pengadilan Negeri meliputi wilayah kota atau kabupaten tempat pngadilan
tersebut berada. Daerah hukum inilah yang menentukan wewenang nisbi
(Kompetensi relatif) suatu pengadilan untuk menerima, memeriksa, dan
mengadili serta menyelesaikan suatu perkara.14
3. Teori Mengikatnya Putusan Pengadilan
Kekuatan mengikat suatu putusan pengadilan dimaksudkan untuk
menyelesaikan suatu persoalan atau sengketa dan menetapkan hak atau
hukumnya. Apabila pihak yang bersangkutan menyerahkan dan
mempercayakan sengketanya kepada pengadilan atau hakim untuk diperiksa
atau diadili, maka hal ini mengandung arti bahwa pihak-pihak yang
bersangkutan akan tunduk dan patuh pada putusan yang dijatuhkan. Putusan
yang telah dijatuhkan itu haruslah dihormati oleh kedua belah pihak. Salah satu
13 Riduan Syahrani, 1988, Hukum Acara di Lingkungan Peradilan Umum, Pustaka Kartini,
Jakarta, hlm. 29.
14 Ibid, hlm. 195.
11
pihak tidak boleh bertindak bertentangan dengan putusan. Jadi putusan hakim
mempunyai kekuatan mengikat yaitu mengikat kedua belah pihak.15
Kekuatan hukum yang mengikat memiliki arti positif maupun negatif.
Sebuah putusan bersifat mengikat dalam arti positif yakni bahwa apa yang telah
diputuskan hakim harus dianggap benar dan tidak dimungkinkan pembuktian
lawan. Mengikat dalam arti negatif, artinya bahwa hakim tidak boleh memutus
lagi perkara yang pernah diputus sebelumnya antara pihak yang sama serta
mengenai pokok perkara yang sama.
Dalam kaitannya dengan kekuatan mengikat keputusan lembaga
arbitrase, bahwa Lembaga Arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak
yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu.
Lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai
suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa. 16
Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara tertulis adalah
final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik serta
wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga
puluh) hari sejak penandatanganan.17 Dalam hal usaha perdamaian arbiter atau
majelis arbitrase membuat suatu akta perdamaian yang final dan mengikat para
15 Lihat Pasal 1917 KUHPerdata.
16 Lihat Pasal 1 ayat (8) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa.
17 Lihat Pasal 6 ayat (7) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa.
12
pihak dan memerintahkan para pihak untuk memenuhi ketentuan perdamaian
tersebut.18 Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum
tetap dan mengikat para pihak.19
1.7 Metode Penelitian
Adapun metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini
adalah sebagai berikut:
a. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini termasuk
ke dalam penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif berarti
penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem
norma. Peter Mahmud Marzuki menyatakan pendapatnya mengenai penelitian
hukum normatif, adalah:
“… suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-
prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum untuk menjawab permasalahan
hukum yang dihadapi. … Penelitian hukum normatif dilakukan untuk
menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi….”20
Soerjono Soekanto juga menyatakan, bahwa penelitian hukum normatif
terdiri dari penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap sistematika
18 Lihat Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa.
19 Lihat Pasal 60 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa
20 Peter Mahmud Marzuki dalam Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian
Hukum Normative & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h. 34.
13
hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal,
perbandingan hukum dan sejarah hukum. 21 Maka dari itu, penulis
menggunakan pendekatan-pendekatan tertentu, dari sejumlah pendekatan yang
dikenal dalam penelitian hukum normatif.
Sehingga penelitian normatif dalam skripsi ini akan dikaitkan dengan
perjanjian yang dilakukan oleh para pihak, ketentuan hukum yang terkait
dengan pilihan hukum dan pilihan forum dari penyelesain sengketa, serta
melihat kompetensi dan kekuatan mengikat keputusan pengadilan dari norma-
norma hukum yang berlaku.
b. Jenis Pendekatan
Sebuah karya tulis ilmiah agar dapat mengungkapkan kebenaran
jawaban atas permasalahan secara sistematis, metodologis, dan konsisten serta
dipertanggungjawabkan keilmiahannya, hendaknya disusun dengan
menggunakan pendekatan-pendekatan yang tepat. Dalam penelitian hukum
terdapat beberapa pendekatan, antara lain pendekatan peraturan perundang-
undangan (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan
historis, pendekatan komparatif, dan pendekatan konseptual.22 Dalam buku
21 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2003, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat,
PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 14.
22 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, h. 93.
14
pedoman fakultas hukum universitas udayana, penelitian normatif umumnya
megenal 7 jenis pendekatan yaitu:
1. Pendekatan kasus (the Case Approach)
2. Pendekatan peraturan (the statute Approach)
3. Pendekatan Fakta (the fact Approach)
4. Pendekatan Analisis Konsep Hukum (analytical and conceptual
approach)
5. Pendekatan Frasa (word and phrase approach)
6. Pendekatan Sejarah (historical approach)
7. Pendekatan Perbandingan (comparative approach)
Adapun pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach), pendekatan
fakta (fact Approach), dan pendekatan kasus (case approach).
Pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) adalah
metode penelitian dengan menelaah semua undang-undang, memahami
hirearki dan asas-asas dalam peraturan perundang-undangan. Dikatakan bahwa
pendekatan perundang-undangan berupa legislasi dan regulasi yang dibentuk
oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum23
Namun demikian, dalam penulisan penelitian ini, penulis menganalisis
23 Peter Mahmud Marzuki, 2009, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 97.
15
instrumen-instrumen hukum internasional dan relevansinya dengan kasus
sehingga akan ditemukan substansi dari permasalahan yang akan dibahas.
Terkait dengan penyelesaian kasus dalam skripsi ini, maka penulis akan
merujuk terutama pada perjanjian yang dibuat oleh para pihak, karena
perjanjian yang dibuat berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak, serta
instrumen-instrumen lainnya yang terkait, seperti Konvensi New York 1958
yang akan memberikan landasan bagi pengakuan dan pelaksanaan putusan
arbitrase asing.
Pendekatan fakta (fact Approach) adalah pengkajian yang dilakukan
oleh penulis terkait suatu peristiwa hukum yang berkaitan dengan kasus yang
diangkat. Terkait dengan kasus dalam skripsi ini bahwa fakta penyebab
terjadinya sengketa karena adanya rekontruksi perusahaan bersama, sehingga
para pihak berupaya menyelesaikan sengketa melalui badan arbitrase di
Singapura dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
c. Sumber Bahan Hukum
Di dalam penelitian ilmiah, lazimnya jenis data dibedakan antara :
1. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama.
2. Data sekunder, antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-
buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, dan sebagainya.24
24 Amirudin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo
Persada, Jakarta, h. 30.
16
Dalam tulisan ini, digunakan sumber-sumber data sekunder yang terdiri
dari:
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan
mengikat umum, terdiri atas asas peraturan perundang-undangan,
yurisprudensi atau putusan pengadilan, peraturan dasar dan perjanjian
internasional. Menurut Peter Mahmud Marzuki bahan hukum primer ini
bersifat otoritatif, artinya mempunyai otoritas, yaitu merupakan hasil
tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang untuk
itu.25 Adapun sejumlah bahan hukum primer, yang berasal dari peraturan
perundang-undangan serta ketentuan-ketentuan yang lebih khusus yang
berkaitan dan digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain :
- Kesepakatan berlangganan dan kepemilikan saham (Subscription
and Shareholders Agreement)
- Konvensi New York 1958 tentang Pengakuan dan Pelaksanaan
Putusan Arbitrase Asing (Conventionon Recognition and
Enforcement of Foreign Arbitral Award).
- Singapore Act (International Arbitration Act)
- The UNCITRAL Model Law on International Commercial
Arbitration.
- The UNCITRAL Arbitration Rules.
25 Peter Mahmud Marzuki, op.cit, h. 144-154.
17
- Undang-Undang No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
Asing.
- Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa.
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
- Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 1990.
2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang dapat memberikan
penjelasan terhadap bahan hukum primer, seperti rancangan peraturan
perundang-undangan, hasil penelitian, buku-buku teks, jurnal ilmiah, surat
kabar, pamflet, brosur, karya tulis hukum atau pandangan ahli hukum yang
termuat di media massa dan berita di internet.26 Terkait skripsi ini maka
digunakan sumber dari kepustakaan seperti buku-buku, karya tulis hukum
atau pandangan ahli hukum yang termuat dalam media massa maupun
berita di internet yang berkaitan dengan masalah yang dibahas, yaitu
mengenai kontroversi penyelesaian sengketa kasus investasi melalui
Singapore International Arbitration Centre (SIAC) dan Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan (Studi Kasus Astro All Asia Networks Plc Beserta
Afiliasinya dan Lippo Group).
26 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, op.cit, h. 47.
18
3. Bahan hukum tersier menurut Peter Mahmud Marzuki merupakan bahan
non hukum yang digunakan untuk menjelaskan, baik bahan hukum primer
maupun bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensiklopedi, dan lain-lain.27
b. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan-bahan hukum yang dipergunakan adalah
teknik studi dokumen, yaitu dalam pengumpulan bahan hukum terhadap
sumber kepustakaan yang relevan dengan permasalahan yang dibahas dengan
cara membaca dan mencatat kembali bahan hukum tersebut yang kemudian
dikelompokkan secara sistematis yang berhubungan dengan masalah dalam
penulisan skripsi ini. Untuk menunjang penulisan skripsi ini pengumpulan
bahan-bahan hukum diperoleh melalui :
1. Pengumpulan bahan hukum primer dilakukan dengan cara
mengumpulan instrument internasional yang berkaitan dengan
masalah yang dibahas.
2. Pengumpulan bahan hukum sekunder dilakukan dengan cara
penelitian kepustakaan yang bertujuan untuk mendapatkan bahan
hukum yang bersumber dari buku-buku, karya tulis hukum atau
pandangan ahli hukum yang termuat dalam media massa maupun
27 Ibid.
19
berita di internet yang terkait dengan permasalahan yang hendak
dibahas dalam skripsi ini.
3. Pengumpulan bahan hukum tersier dilakukan dengan menggunakan
kamus hukum.
c. Teknik Analisa Bahan Hukum
Adapun teknik pengolahan bahan hukum yaitu setelah bahan hukum
terkumpul kemudian dianalisis menggunakan teknik deskripsi yaitu dengan
memaparkan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.28 Bahan hukum
primer dan sekunder yang terkumpul selanjutnya diberikan penilaian (evaluasi),
kemudian dilakukan interpretasi dan selanjutnya diajukan argumentasi.
Argumentasi disini dilakukan oleh peneliti untuk memberikan preskripsi
atau penilaian mengenai benar atau salah atau apa yang seyogyanya menurut
hukum terhadap peristiwa yang terjadi. Dari hal tersebut nantinya akan ditarik
kesimpulan secara sistematis agar tidak menimbulkan kontradiksi antara bahan
hukum yang satu dengan bahan hukum yang lain. Teknik lainnya yang penulis
gunakan adalah teknik Analisis, yaitu pemaparan secara mendetail dari
keterangan-keterangan yang didapat pada tahap sebelumnya yang berkaitan
dengan permasalahan dalam penelitian ini sehingga keseluruhannya
membentuk satu kesatuan yang saling berhubungan secara logis.
28 Ronny Hanitijo, 1991, Metode Penelitian Hukum, Cet. ke II Ghalia Indo, Jakarta, h. 93.
20